Dede Rosyada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: doroba57@gmail.com
Abstract
This article was written to provide an overview of the conceptual view of multicultural education in Indonesia.
In order to obtain data on the concept of multicultural authors conducted a study of literatures. As we know that
Indonesia is a country with ethnic diversity but it aspires to the same goal, that is to the wealthy and prosperous
society. Therefore, it becomes important to develop multicultural education, which is an educational process that
gives equal opportunities to all children including minorities regardless of their differences in ethnicity, culture
and religion, to strengthen the unity and integrity, national identity and the nation’s standing in the international
world. In this case, the school must design the learning process, preparing curriculum and evaluation design, as
well as prepare teachers who have the multicultural perception, attitude and behavior, so that they becomes part
of those make a significant contribution to the development of multicultural attitude of the students.
Keywords: multiculturalism, multicultural education, multicultural attitude
Abstrak
Artikel ini ditulis untuk memberikan gambaran tentang pandangan konsepsional tentang
pendidikan multikultural di Indonesia. Guna memperoleh data tentang konsep multikultural
penulis melakukan kajian kepustakaan. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki
keragaman etnik tetapi memiliki tujuan yang sama, yakni menuju masyarakat adil makmur
dan sejahtera. Karena itu, menjadi penting pengembangan pendidikan multikultural, sebuah
proses pendidikan yang memberi peluang sama pada seluruh anak bangsa tanpa membedakan
perlakuan karena perbedaan etnik, budaya dan agama, yang memberikan penghargaan terhadap
keragaman, dan yang memberikan hak-hak sama bagi etnik minoritas, dalam upaya memperkuat
persatuan dan kesatuan, identitas nasional dan citra bangsa di mata dunia internasional. Dalam
hal ini, sekolah harus mendesain proses pembelajaran, mempersiapkan kurikulum dan desain
evaluasi, serta mempersiapkan guru yang memiliki persepsi, sikap dan perilaku multikultural,
sehingga menjadi bagian yang memberikan kontribusi positif terhadap pembinaan sikap
multikultural para siswanya.
Kata kunci: multikulturalisme, pendidikan multikultural, sikap multikultural.
berbangsa dan bernegara ini, membangun interaksi kultural antarberbagai etnik tetap
persatuan dan kesatuan, membangun kekuatan masing-masing memerlukan ruang gerak yang
dalam kemajemukan, serta menghilangkan leluasa, sehingga dikembangkan teori cultural
sekat-sekat kultur, ras, bahasa dan agama demi pluralism, yang membagi ruang pergerakan
kepentingan bangsa ke depan, yang dituntut budaya menjadi dua, yakni ruang publik untuk
untuk semakin kompetitif dalam menghadapi seluruh etnik mengartikulasikan budaya politik
persaingan global. dan mengekspresikan partisipasi sosial politik
Sejarah multikulturalisme adalah sejarah mereka. Dalam konteks ini, mereka homogen
masyarakat majemuk. Amerika, Canada, dalam sebuah tatanan budaya Amerika. Akan
Australia adalah sekian negara yang sangat tetapi, mereka juga memiliki ruang privat, yang
serius mengembangkan konsep dan teori-teori di dalamnya mereka mengekspresikan budaya
mulikulturalisme dan pendidikan multikultural, etnisitasnya secara leluasa.2
karena mereka adalah masyarakat imigran dan Dengan berbagai teori di atas, bangsa
tidak bisa menutup peluang bagi imigran lain Amerika berupaya memperkuat bangsanya,
untuk masuk dan bergabung di dalamnya. membangun kesatuan dan persatuan,
Akan tetapi, negara-negara tersebut merupakan mengembangkan kebanggaan sebagai orang
contoh negara yang berhasil mengembangkan Amerika. Namun pada dekade 1960-an masih
masyarakat multikultur dan mereka dapat ada sebagian masyarakat yang merasa hak-hak
membangun identitas kebangsaannya, dengan sipilnya belum terpenuhi. Kelompok Amerika
atau tanpa menghilangkan identitas kultur Hitam, atau imigran Amerika Latin atau etnik
mereka sebelumnya, atau kultur nenek moyang minoritas lainnya merasa belum terlindungi
tanah asalnya. Dalam sejarahnya, menurut hak-hak sipilnya. Atas dasar itulah, kemudian
Melani Budianta, multikulturalisme diawali mereka mengembangkan multiculturalism, yang
dengan teori melting pot yang sering diwacanakan menekankan penghargaan dan penghormatan
oleh J. Hector seorang imigran asal Normandia. terhadap hak-hak minoritas, baik dilihat
Dalam teorinya, Hector menekankan penyatuan dari segi etnik, agama, ras atau warna kulit.
budaya dan melecehkan budaya asal, sehingga Multikulturalisme pada akhirnya merupakan
seluruh imigran Amerika hanya memiliki satu sebuah konsep akhir untuk membangun
budaya baru yakni budaya Amerika, walaupun kekuatan sebuah bangsa yang terdiri dari
diakui bahwa monokultur mereka itu lebih berbagai latar belakang etnik, agama, ras,
diwarnai oleh kultur White Angso Saxon Protentant budaya dan bahasa, dengan menghargai dan
(WASP) sebagai kultur imigran kulit putih menghormati hak-hak sipil mereka, termasuk
berasal Eropa.1 hak-hak kelompok minoritas. Sikap apresitif
Kemudian, ketika komposisi etnik Amerika tersebut akan dapat meningkatkan partisipasi
kian beragam dan budaya mereka kian majemuk, mereka dalam membesarkan sebuah bangsa,
maka teori melting pot kemudian dikritik dan karena mereka akan menjadi besar dengan
muncul teori baru yang populer dengan nama kebesaran bangsanya, dan mereka akan bangga
salad bowl sebagai sebuah teori alternatif yang dengan kebesaran bangsanya itu.
dipopulerkan oleh Horace Kallen. Berbeda Indonesia sendiri, sebagaimana ditegaskan
dengan melting pot yang melelehkan budaya asal oleh Azyumardi Azra, telah menyadari
dalam membangun budaya baru yang dibangun tentang kemajemukan ragam etnik dan budaya
dalam keragaman, teori salad bowl atau teori masyarakatnya. Indonesia diproklamirkan
gado-gado tidak menghilangkan budaya asal, sebagai sebuah negara yang memiliki keragaman
tapi sebaliknya kultur-kultur lain di luar White etnik tetapi memiliki tujuan yang sama, yakni
Angso Saxon Protentant (WASP) diakomodir sama-sama menuju masyarakat adil makmur dan
dengan baik dan masing-masing memberikan sejahtera. Akan tetapi, gagasan besar tersebut
kontribusi untuk membangun budaya Amerika, kemudian tenggelam dalam sejarah dengan
sebagai sebuah budaya nasional. Pada akhirnya, politik mono-kulturnya di zaman Soekarno dan
Soeharto. Demokrasi terpimpin yang diusung
1 Melani Budianta, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural,
Sebuah Gambaran Umum, dalam Tsaqafah, Vol. I, No. 2, 2003, h. 8. 2 Ibid, h. 9.
Dede Rosyada: Pendidikan Multikultural di Indonesia 3
landasan pengetahuan serta penanaman nilai pada semua jenjang dan jenis pendidikan, dan
dalam diri setiap siswa, agar menjadi warga akan efektif untuk menyampaikan informasi
negara yang religius namun inklusif dan bersikap jika guru adalah seorang orator, serta dibantu
pluralis tanpa mengorbankan basis keagamaan berbagai alat bantu, slide, video, film atau
yang dianutnya. Pendidikan multikultural bukan lainnya.
membina knowledge skill pada siswa, yakni Kemudian, teacher centered teaching juga
program pendidikan tidak diarahkan untuk mencakup ceramah yang diselingi atau diperkuat
membentuk tenaga ahli dalam bidang pendidikan dengan tanya jawab. Strategi ini dikembangkan
multikultur, tetapi mendidik siswa untuk menjadi untuk meningkatkan pemahaman siswa
warga negara yang inklusif, pluralis, menghargai serta sedikit melibatkan siswa dalam proses
HAM dan keadilan, demokratis tanpa harus pembelajaran. Namun guru tetap dominan.
mengorbankan pembinaan sikap dan perilaku Kemudian salah satu model ceramah adalah
keberagamaannya. Dengan demikian, orientasi socratic teaching, yakni ceramah atau ekspose yang
pembelajaran adalah pembinaan sikap dan diawali dengan pertanyaan, lalu ada jawaban,
perilaku hidup siswa, yang tidak akan tercapai dan terus dikembangkan pertanyaan berbasis
hanya dengan rancangan/desain kurikulum yang jawaban siswa dan seterusnya sehingga terjadi
komprehensif dan sangat apresiatif terhadap interaksi antara guru dengan siswa. Dan terakhir
usia kronologis siswa, tapi juga pendekatan, termasuk dalam kategori teacher centered teaching
metode, dan teknik pembelajaran yang relevan adalah demonstrasi yakni guru atau seseorang
untuk membentuk sikap ideal tersebut. mendemontrasikan informasi di depan kelas,
Pembelajaran yang bisa memenuhi rasa sebagai penguatan visual terhadap informasi
keadilan bagi para siswa, menurut James A. yang disampaikan, atau sebagai contoh untuk
Banks adalah strategi-strategi pembelajaran ditiru oleh siswa melalui latihan-latihan yang
yang dapat memfasilitasi para siswa untuk harus mereka kembangkan.17
belajar, bisa mengeksplorasi sumber-sumber Sedangkan untuk pembelajaran dengan
informasi, bisa melakukan interprteasi dan level pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
membuat kesimpulan-kesimpulan yang mereka evaluasi, apalagi memasuki ranah afektif untuk
perlukan dalam mengembangkan sikap dan mengembangkan sikap menerima terhadap
perilakunya yang sesuai dengan paradigma nilai-nilai yang dibawa dalam informasi yang
masyarakat multikultur yang demokratis, mereka serap, kemudian menunjukkan respon,
berkeadilan dan mengharhagai HAM. Oleh penanaman nilai dan karakterisasi diri berbasis
sebab itu, dalam membina dan mengembangkan nilai baru yang mereka terima melalui informasi-
sikap multikultur, guru harus memperbesar informasi keilmuan tersebut, memerlukan
pelibatan siswa dalam proses mencari berbagai strategi yang variatif berbasis
informasi, membahas berbagai persoalan yang pelibatan siswa dalam proses pembelajarannya.
terkait dengan informasi-informasi tersebut, Demikian pula dengan pembelajaran untuk
serta merefleksi nilai-nilai yang mereka peroleh tingkat kompetensi psikomotorik yang
dalam proses pembelajarannya itu.16 Proses mengembangkan kemampuan imitasi serta
pembelajaran harus dikembangkan secara pembiasaan dan penyesuaian, semuanya
dinamis dan kombinatif antara teknik yang memerlukan berbagai strategi yang variatif dan
berpusat pada guru dengan teknik-teknik yang tidak bisa dengan hanya penyampaian serta
melibatkan siswa dalam proses belajar, sehingga perintah, tapi pelibatan mereka dalam proses
sikap afeksinya tumbuh dan berkembang dalam pembelajaran, yang harus dimulai saat guru
jiwa para siswa. Pengajaran yang berpusat pada menyampaikan rumusan-rumusan kompetensi
guru dan merupakan salah satu bentuk exposition yang akan dicapai, serta berbagai strategi dan
teaching (mengajar dengan paparan, atau ceramah) perlakuan yang akan dikembangkan untuk
layak untuk digunakan menyampaikan berbagai mencapai kompetensi-kompetensi tersebut, dan
informasi dalam waktu yang sangat terbatas. seterusnya dalam proses pembelajaran untuk
Strategi ini paling banyak digunakan oleh guru
17 Kenneth D. Moore, Classrom Teaching Skill, McGraw Hill, New
16 Ibid, h. 80. York, 2001, h. 133.
Dede Rosyada: Pendidikan Multikultural di Indonesia 7
mengembangkan pengalaman mereka sehingga kehidupannya. Belajar dengan model ini biasa
memiliki berbagai kompetensi sesuai yang disebut sebagai self discovery learning, yakni belajar
diharapkan dan telah dirumuskan sejak awal melalui penemuan mereka sendiri. Lalu apa
sebelum proses pembelajaran tersebut dimulai. peran guru dalam konteks ini? Sally lebih jauh
Begitu banyak wacana tentang strategi mengemukakan, bahwa pengajar harus mampu
pelibatan siswa dalam proses pembelajaran. menjelaskan tugas apa yang harus siswa lakukan,
Kenneth D. Moore menyebutnya dengan student apa tujuan dari tugas yang diberikannya itu,
centered instruction, atau pembelajaran berpusat lalu kemana mereka harus mencari informasi,
pada siswa, salah satunya adalah diskusi, yang dan bagaimana mereka mengolah informasi
bisa dibentuk dalam berbagai variasi strategi, tersebut, membahasnya dalam kelas, sampai
dari samll group discussion sampai seminar. Untuk mereka mempunyai kesimpulan yang sudah
pengembangan afektif sangat efektif dengan dibahas dalam kelompoknya masing-masing.
menggunakan metode diskusi, karena siswa Dalam proses pembahasannya itu, guru terus
terlibat benar dengan masalah yang menjadi memberikan bimbingan dan arahan.19
fokus pembahasan. Kemudian, bagian dari Sedangkan collaborative learning adalah
strategi pelibatan siswa dalam belajar adalah proses pembelajaran yang dilakukan bersama-
simulasi dan game, dengan membuat sebuah sama antara guru dengan siswanya. Guru pada
situasi yang artifisial, lalu guru menyampaikan hakikatnya adalah pembelajar senior yang harus
pertanyaan, siswa menjawab dan terus mereka mentransformasikan pengalaman belajarnya
membahas jawaban-jawaban dari mereka pada pembelajar yunior. Guru harus membantu
sendiri, sampai mereka mempunyai kesimpulan berbagai kesulitan yang dihadapi oleh para
tentang masalah yang dibahasnya itu. Simulasi pembelajar yunior. Demikian pula antara siswa
dan game berbeda, walaupun prosedurnya dengan siswa lainnya. Dalam konteks ini, peer
sama, melontarkan masalah, membuat situasi teaching atau tutorial sebaya menjadi bagian
artifisial, lalu tanya jawab. Dalam game biasanya penting, yang keuntungannya tidak semata untuk
guru melakukan scoring terhadap jawaban yang diajari tetapi juga untuk yang mengajari,
siswa, sehingga ada kelompok pemenang dan karena siswa yang mengajari temannya akan
kelompok yang kalah, sedangkan dalam simulasi semakin matang penguasaannya, sementara
tidak lazim scoring untuk menentukan juara.18 siswa yang diajari akan memperoleh bantuan
Kemudian dari sekian banyak strategi teman sebayanya dalam proses pemahaman
pelibatan siswa dalam belajar, sebagaimana bahan ajar yang mereka pelajari. Inilah hakikat
dikatakan Sally Philiph dari The University of dari collaborative learning, yakni belajar yang saling
Colorado, umpamanya adalah dengan active membantu antara guru dengan siswa, dan antara
learning dan terus dikembangkan ke dalam siswa dengan siswa.
bentuk collaborative learning. Active learning, atau Sementara itu, Jerry Aldridge dan Renitta
belajar aktif adalah belajar yang memperbanyak Goldman merekomendasikan bahwa untuk
aktivitas siswa dalam mengakses berbagai peningkatan kualitas proses pembelajaran untuk
informasi dari berbagai sumber, buku teks, peningkatan hasil belajar, seorang guru harus
perpustakaan, internet atau sumber-sumber mengembangkan berbagai perlakuan sebagai
belajar lain, untuk mereka bahas dalam berikut:
proses pembelajaran dalam kelas, sehingga a. Guru harus mampu menciptakan
memperoleh berbagai pengalaman yang tidak situasi kelas yang tenang, bersih, tidak
saja menambah kompetensi pengetahuan stress, dan sangat mendukung untuk
mereka, tapi juga kemampaun analitis, sintesis pelaksanaan proses pembelajaran.
dan menilai informasi yang relevan untuk b. Guru harus menyediakan peluang bagi
dijadikan nilai baru dalam hidupnya, sehingga para siswa untuk mengakses seluruh
mereka terima, dijadikan bagian dari nilai bahan dan sumber informasi untuk
yang diadopsi dalam hidup mereka, diimitasi,
19 Sally Phillips, Opportunities and Responsibilities; Competence,
dibiasakan sampai mereka adaptasikan dalam Creativity, Collaboration, and Caring, dalam, John K. Roth, ‘Inspiring Teaching’,
Anker Publishing Company, USA, 1997, h. 80-81.
18 Ibid, h. 134.
8 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014
yang sama untuk mencapai sukses. Dalam dicapai dengan berbagai strategi yang dapat
cooperative learning itu dikembangkan tujuan melibatkan siswa dalam belajar, baik melalui self
kelompok, yang menuntut kesamaan harapan, discovery learning, group work, cooperative learning,
kesamaan strategi dan kebersamaan dalam atau berbagai strategi lainnya yang dapat
pencapaian target penguasaan kompetensi dikembangkan guru untuk membelajarkan
untuk setidaknya batas minimal penguasaan siswa-siswanya. Mereka memiliki tujuan yang
dalam kerangka mastery learning.22 Dalam hendak mereka capai, guru memfasilitasi, dan
pendekatan pembelajaran sekarang, seringkali semua siswa saling membantu untuk mencapai
siswa itu berkompetisi agar lebih dikenal dan kompetensi yang mereka harapkan. Mereka
diakui sebagai anak pintar dan baik oleh guru, tidak berkompetisi satu sama lain, tapi mereka
agar memperoleh peringkat (ranking) terbaik. berkompetisi dengan hari kemarin mereka
Dalam belajar kooperatif bukan kompetisi yang sendiri. Itulah hakikat dari salah satu gagasan
dikedepankan tetapi kebersamaan dan kerjasama besar dalam reformasi pendidikan di Indonesia
serta saling membantu satu sama lain untuk yang memiliki keinginan untuk mengembangkan
mencapai keberhasilan masing-masing siswa proses pembelajaran dengan prinsip baru,
dalam mencapai kompetensi ideal, yang pada leraning to do, learning to be, leraning to learn, dan
akhirnya akan membentuk image kompetensi learning to live together.
kelas. Itulah tujuan yang harus disepakati dalam 2. Kurikulum
kelompok dengan strategi cooperative learning. Pendidikan multikultur, sebagaimana
Prinsip kedua dalam cooperative learning dilontarkan melalui proses diskursus
adalah akuntabilitas individiual, yakni setiap kependidikan selama kurun waktu 5 (lima)
peserta dalam kelompok harus memiliki tahun terakhir ini di Indonesia, nampaknya
tanggung jawab untuk menguasai semua bahan para pemerhati pendidikan mengharapkan
ajar yang dipelajari, dan siap untuk diuji dengan pengembangan fokus dan atau pengayaan
penguasaan minimal 80 %. Mereka harus sadar pendidikan nilai yang lebih memberikan
benar bahwa sebagai anggota kelompok harus penghormatan terhadap hak-hak seluruh warga
mempelajari semua bahan ajar dengan baik, negara, dengan tidak membedakan ras, agama,
dan harus mampu menguasai semua bahan budaya dan warna kulit, dan tanpa mengurangi
ajar tersebut. Jika tidak bisa memahami atau hak-haknya itu termasuk untuk kelompok
mengerjakannya, bisa bertanya pada teman minoritas yang mungkin tidak terwakili dalam
kelompok, dan salah satu dari kelompok lembaga-lembaga pemerintahan, apakah
itu harus ada yang siap untuk menjadi tutor lembaga legislatif, ataupun lembaga birokrasi
atau guru sebaya. Dengan demikian, mereka pemerintahan. Dengan demikian, pendidikan
memiliki peluang yang sama untuk sukses. multikultural adalah pendidikan nilai yang
Dalam kelas yang menggunakan strategi harus ditanamkan pada siswa sebagai calon
cooperative learning tidak ada siswa yang lebih warga negara, agar memiliki persepsi dan sikap
pintar antara satu dengan lain. Mereka tidak multikulturalistik, bisa hidup berdampingan
berkompetisi di antara sesama, tetapi mereka dalam keragaman watak kultur, agama, dan
berkompetisi dengan hari kemarin. Mereka bahasa, serta menghormati hak setiap warga
yang lebih cepat memahami bahan ajarnya, negara tanpa membedakan etnik mayoritas atau
membantu mereka yang lambat, sampai mereka minoritas, dan dapat bersama-sama membangun
mencapai kompetensi yang sama. Kelebihan kekuatan bangsa sehingga diperhitungkan
dari mereka yang lebih cepat dalam memahami dalam percaturan global dan nation dignity yang
bahan ajar, bisa menggunakan waktunya untuk kuat. Implementasi pendidikan multikultur
aktivitas akademik lainnya, apakah penambahan pada jenjang pendidikan menengah, dapat
informasi pelajaran melalui internet, bahan- dilakukan secara komprehensif melalui
bahan kepustakaan atau lainnya. pendidikan kewargaan dan/atau pendidikan
Pada akhirnya, kompetensi-kompetensi agama. Pendidikan multikultural melalui
kognitif, afektif dan psikomotorik bisa pendidikan agama (Islam), dapat dilakukan
22 Ibid, h. 234.
10 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014
melalui pemberdayaan slot-slot kurikulum atau kultur, dan multireligi dalam konteks
penambahan atau perluasan kompetensi hasil pengembangan ekonomi dan kekuatan
belajar dalam konteks pembinaan akhlak mulia bangsa.
dengan memberi penekanan pada berbagai c. Menjadi warga negara yang mampu
kompetensi dasar sebagaimana telah terpapar di menghormati hak-hak individu warga
atas. Kemudian, pendidikan multikultur melalui negara tanpa membedakan latar
pendidikan agama (Islam) juga harus dilakukan belakang etnik, agama, bahasa, dan
dalam pendekatan deduktif diawali dengan budaya dalam semua sektor sosial,
kajian ayat dalam tema-tema yang relevan, pendidikan, ekonomi, politik dan
kemudian dikembangkan menjadi norma- lainnya, bahkan untuk memelihara
norma keagamaan, baik norma hukum maupun bahasa dan mengembangkan budaya
etik. mereka.
Pendidikan multikultural, baik melalui d. Menjadi warga negara yang memberi
Pendidikan Kewarganegaraan maupun peluang pada semua warga negara
Pendidikan Agama Islam, harus dilakukan secara untuk terwakili gagasan dan aspirasinya
komprehensif, dimulai dari desain perencanaan dalam lembaga-lembaga pemerintahan,
dan kurikulum melalui proses penyisipan, baik legislatif maupun eksekutif.
pengayaan dan/atau penguatan terhadap e. Menjadi warga negara yang mampu
berbagai kompetensi yang telah ada, mendesain mengembangkan sikap adil dan
proses pembelajaran yang bisa mengembangan mengembangkan rasa keadilan
sikap siswa untuk bisa menghormati hak- terhadap semua warga negara tanpa
hak orang lain, tanpa membedakan latar membedakan latar belakang etnik,
belakang ras, agama, bahasa, dan budaya, dan agama, bahasa dan budaya mereka.23
tanpa membedakan mayoritas dan minoritas. Lima kompetensi dasar yang menjadi
Pencapaian pendidikan multikultur harus inti dalam pendidikan multikultur tersebut,
dapat diukur melalui evaluasi yang relevan, tampaknya tidak bertentangan dengan norma
apakah melalui instrumen tes, non-tes atau hukum dan etik dalam ajaran Islam, atau
melalui proses pengamatan longitudinal dengan pemikiran keagamaan yang dikemukakan para
menggunakan portofolio siswa. ulama, dan bahkan kini sudah teradopsi sebagai
Dengan mempertimbangkan inspirasi nilai-nilai bangsa yang harus menjadi dasar
yang didorong oleh Will Kymlicka maka pertimbangan dalam mengembangkan perilaku
kompetensi standar yang diharapkan adalah atau kebijakan yang akan melahirkan berbagai
menjadi warga negara yang mampu hidup implikasi tindakan dalam kehidupan sosial.
berdampingan bersama warga negara lainnya Kendati tidak diperintahkan secara tegas dalam
tanpa membedakan agama, ras, bahasa, dan teks kitab suci, tapi setidaknya sumber ajaran
budaya, dengan menghormati hak-hak mereka, tersebut tidak melarang kerjasama dengan
memberi peluang kepada semua kelompok penganut agama lain dalam mengembangkan
untuk mengembangkan budayanya, serta ekonomi dan kekuatan bangsa. Dengan
mampu mengembangkan kerjasama untuk demikian, posisi pendidikan mulikultural dalam
mengembangkan bangsa menjadi bangsa persepsi keagamaan akan sangat ditentukan
besar yang dihormati dan disegani di dunia oleh argumentasi rasional yang memperkuat
internasional. Sesuai dengan kompetensi standar daya dorong masuknya sikap pluralistik tersebut
tersebut, maka dapat dikembangkan beberapa dalam citra sikap keberagamaan umat Islam
kompetensi dasar sebagai berikut: Indonesia.
a. Menjadi warga negara yang menerima Lima kompetensi dasar yang harus
perbedaan-perbedaan etnik, agama, dikembangkan dalam pendidikan multikultur
bahasa dan budaya dalam struktur tersebut, pada akhirnya menuntut sikap toleran,
masyarakatnya. yakni sikap untuk mengatur dan menyediakan
b. Menjadi waraga negara yang bisa
23 Will Kymlicka, Multicultural Citizenship, A Liberal Theory of
melakukan kerjasama multietnik, multi Minority Rights, Oxford University Press, New York, 2000, h. 153.
Dede Rosyada: Pendidikan Multikultural di Indonesia 11
atau membiasakan diri untuk hidup dengan produktif atau kontraproduktif terhadap
sesuatu yang tidak disukai, yang dilakukannya pengembangan sikap multikultur pada siswa.
dalam rangka memelihara hubungan baik James A. Banks menegaskan bahwa interaksi
dengan yang lain. W. Paul Vogt selanjutnya siswa dengan guru dan sesama siswa dalam
menjelaskan, ada dua argumen tentang kelas, merupakan bagian-bagian proses
signifikansi pengembangan dan pembinaan pembelajaran yang sangat kuat kontribusinya
sikap toleransi dalam hidup berdemokrasi dan dalam pengembangan sikap siswa.26 Seorang
menghargai HAM serta keadilan, yakni bahwa guru yang memberikan kebijakan berbeda pada
keragaman masyarakat merupakan sesuatu siswanya, apakah karena faktor jender, ekonomi,
yang tidak bisa dihindari. Keragaman adalah etnik, budaya, atau agama, akan merupakan
sebuah realitas yang menjadi potensi sebuah tindakan-tindakan yang sangat tidak produktif
bangsa. Namun potensi itu bisa menjadi sebuah terhadap proses pembinaan sikap multikultur,
kekuatan nyata bila mereka bisa bersatu, saling karena bertentangan dengan prinsip-prinsip
mencintai satu sama lain, saling berpelukan keadilan, kesetaraan jender (gender equity), dan
satu sama lain.24 Untuk itulah mereka harus bertentangan pula dengan prinsip-prinsip HAM
memahami pilihan-pilihan kultur dan keyakinan dan demokratisasi. Demikian pula, layanan
yang telah dianutnya. Keragaman etnik dan kepala sekolah dan bagian adminsitrasi sekolah
kultur di sebuah bangsa, selalu memberi peluang tidak boleh ada sikap membedakan karena
pada etnik dan budaya tertentu akan menjadi faktor-faktor perbedaan di atas.
dominan dan mendominasi etnik serta kultur 3. Guru
yang lain. Sikap tersebut menjadi pemicu konflik, Sebaik-baik konsep untuk pendidikan
ketika kelompok-kelompok lain kemudian multikultural yang integratif, tidak akan terlalu
bergerak menjadi sebuah kekuatan sosial. Oleh bermakna jika dikelola dan dikendalikan
sebab itulah, kelompok etnik dan budaya yang oleh guru yang tidak cukup kompeten
kuat harus terus membina sikap toleran agar untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut,
terhindari konflik dan memina kesatuan dan baik dalam wilayah kognitif, afektif maupun
persatuan kelompok untuk membina sebuah psikomotoriknya. Oleh sebab itu, ada beberapa
kekuatan sosial.25 kualifikasi guru yang diperlukan dalam konteks
Terkait dengan itu semua, maka pendidikan pengembangan pembelajaran multikultural,
multikultural harus direncanakan dalam sebuah yakni:
desain kurikulum yang integratif dan didukung a. Guru harus memiliki skill keguruan,
dengan lingkungan serta struktur dan budaya pemahaman, pengalaman, dan nilai-
sekolah yang bisa memberikan kontribusi nilai kulturnya dengan baik, sehingga
positif terhadap pembinaan sikap dan perilaku dapat memahami siswa-siswanya yang
multikultur tersebut. Pendidikan multikultural, secara etnik, ras, dan kultur berbeda
secara substantif harus bisa menjadi bagian dengan mereka, serta dapat menerima
integral dalam mata pelajaran life skill, seperti para siswanya dalam kelas untuk bisa
Pendidikan Kewargnegaraan atau Sejarah, dan/ belajar bersama, mengembangkan
atau pendidikan nilai dalam mata pelajaran aktivitas belajar secara bersama-sama
Pendidikan Agama Islam (PAI). Tema-tema di dalam kelasnya.
multikultur harus disajikan secara sekuentif b. Kemudian guru juga harus selalu
dalam scope yang komprehensif dalam upaya merefleksikan dirinya sendiri, apakah
mencapai berbagai kompetensi yang disepakati mereka sudah bisa memberikan sikap
antara sekolah, pelanggan dan pemakai lulusan. dan perlakuan yang adil terhadap
Di samping itu, interaksi anak atau siswa seluruh siswanya yang berbeda latar
dengan guru, kepala sekolah, dan pegawai belakang etnik, ras, dan budayanya, dan
adminsitrasi, juga merupakan pengalaman- apakah mereka juga telah memberikan
pengalaman kultural yang bisa menjadi bagian perlakuan yang sama terhadap para
24 Paul W. Vogt, Tolerance and Education, Learning to Live with
Diversity and Difference, Sage Publication, London,1997, h. 1. 26 James A. Banks, Educating Citizens in a Multicultural Society,
25 Ibid, h. 6. Teacher College Press, Columbia University, New York, 1997, h. 82.
12 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014