Anda di halaman 1dari 12

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by SOSIO-DIDAKTIKA: Social Science Education Journal

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA


SEBUAH PANDANGAN KONSEPSIONAL

Dede Rosyada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: doroba57@gmail.com

Abstract
This article was written to provide an overview of the conceptual view of multicultural education in Indonesia.
In order to obtain data on the concept of multicultural authors conducted a study of literatures. As we know that
Indonesia is a country with ethnic diversity but it aspires to the same goal, that is to the wealthy and prosperous
society. Therefore, it becomes important to develop multicultural education, which is an educational process that
gives equal opportunities to all children including minorities regardless of their differences in ethnicity, culture
and religion, to strengthen the unity and integrity, national identity and the nation’s standing in the international
world. In this case, the school must design the learning process, preparing curriculum and evaluation design, as
well as prepare teachers who have the multicultural perception, attitude and behavior, so that they becomes part
of those make a significant contribution to the development of multicultural attitude of the students.
Keywords: multiculturalism, multicultural education, multicultural attitude

Abstrak
Artikel ini ditulis untuk memberikan gambaran tentang pandangan konsepsional tentang
pendidikan multikultural di Indonesia. Guna memperoleh data tentang konsep multikultural
penulis melakukan kajian kepustakaan. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki
keragaman etnik tetapi memiliki tujuan yang sama, yakni menuju masyarakat adil makmur
dan sejahtera. Karena itu, menjadi penting pengembangan pendidikan multikultural, sebuah
proses pendidikan yang memberi peluang sama pada seluruh anak bangsa tanpa membedakan
perlakuan karena perbedaan etnik, budaya dan agama, yang memberikan penghargaan terhadap
keragaman, dan yang memberikan hak-hak sama bagi etnik minoritas, dalam upaya memperkuat
persatuan dan kesatuan, identitas nasional dan citra bangsa di mata dunia internasional. Dalam
hal ini, sekolah harus mendesain proses pembelajaran, mempersiapkan kurikulum dan desain
evaluasi, serta mempersiapkan guru yang memiliki persepsi, sikap dan perilaku multikultural,
sehingga menjadi bagian yang memberikan kontribusi positif terhadap pembinaan sikap
multikultural para siswanya.
Kata kunci: multikulturalisme, pendidikan multikultural, sikap multikultural.

A. Pendahuluan akhir abad ke-20 yang baru lalu, tidak sekedar


Wacana tentang pendidikan multikultural tercermin dalam bentuk partisipasi masyarakat
semakin mengemuka seiring dengan terus pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
bergulirnya arus demokratisasi dalam kebebasan masyarakat untuk menyampaikan
kehidupan bangsa, yang berimplikasi terhadap pendapat, gagasan dan kritik sosial mereka
penguatan civil society dan penghormatan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang
terhadap HAM. Demokrasi yang sudah menjadi menyangkut kebutuhan publik, tetapi benar-
pilihan bangsa sejak gerakan reformasi pada benar menjadi ruh kehidupan masyarakat dalam
2 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014

berbangsa dan bernegara ini, membangun interaksi kultural antarberbagai etnik tetap
persatuan dan kesatuan, membangun kekuatan masing-masing memerlukan ruang gerak yang
dalam kemajemukan, serta menghilangkan leluasa, sehingga dikembangkan teori cultural
sekat-sekat kultur, ras, bahasa dan agama demi pluralism, yang membagi ruang pergerakan
kepentingan bangsa ke depan, yang dituntut budaya menjadi dua, yakni ruang publik untuk
untuk semakin kompetitif dalam menghadapi seluruh etnik mengartikulasikan budaya politik
persaingan global. dan mengekspresikan partisipasi sosial politik
Sejarah multikulturalisme adalah sejarah mereka. Dalam konteks ini, mereka homogen
masyarakat majemuk. Amerika, Canada, dalam sebuah tatanan budaya Amerika. Akan
Australia adalah sekian negara yang sangat tetapi, mereka juga memiliki ruang privat, yang
serius mengembangkan konsep dan teori-teori di dalamnya mereka mengekspresikan budaya
mulikulturalisme dan pendidikan multikultural, etnisitasnya secara leluasa.2
karena mereka adalah masyarakat imigran dan Dengan berbagai teori di atas, bangsa
tidak bisa menutup peluang bagi imigran lain Amerika berupaya memperkuat bangsanya,
untuk masuk dan bergabung di dalamnya. membangun kesatuan dan persatuan,
Akan tetapi, negara-negara tersebut merupakan mengembangkan kebanggaan sebagai orang
contoh negara yang berhasil mengembangkan Amerika. Namun pada dekade 1960-an masih
masyarakat multikultur dan mereka dapat ada sebagian masyarakat yang merasa hak-hak
membangun identitas kebangsaannya, dengan sipilnya belum terpenuhi. Kelompok Amerika
atau tanpa menghilangkan identitas kultur Hitam, atau imigran Amerika Latin atau etnik
mereka sebelumnya, atau kultur nenek moyang minoritas lainnya merasa belum terlindungi
tanah asalnya. Dalam sejarahnya, menurut hak-hak sipilnya. Atas dasar itulah, kemudian
Melani Budianta, multikulturalisme diawali mereka mengembangkan multiculturalism, yang
dengan teori melting pot yang sering diwacanakan menekankan penghargaan dan penghormatan
oleh J. Hector seorang imigran asal Normandia. terhadap hak-hak minoritas, baik dilihat
Dalam teorinya, Hector menekankan penyatuan dari segi etnik, agama, ras atau warna kulit.
budaya dan melecehkan budaya asal, sehingga Multikulturalisme pada akhirnya merupakan
seluruh imigran Amerika hanya memiliki satu sebuah konsep akhir untuk membangun
budaya baru yakni budaya Amerika, walaupun kekuatan sebuah bangsa yang terdiri dari
diakui bahwa monokultur mereka itu lebih berbagai latar belakang etnik, agama, ras,
diwarnai oleh kultur White Angso Saxon Protentant budaya dan bahasa, dengan menghargai dan
(WASP) sebagai kultur imigran kulit putih menghormati hak-hak sipil mereka, termasuk
berasal Eropa.1 hak-hak kelompok minoritas. Sikap apresitif
Kemudian, ketika komposisi etnik Amerika tersebut akan dapat meningkatkan partisipasi
kian beragam dan budaya mereka kian majemuk, mereka dalam membesarkan sebuah bangsa,
maka teori melting pot kemudian dikritik dan karena mereka akan menjadi besar dengan
muncul teori baru yang populer dengan nama kebesaran bangsanya, dan mereka akan bangga
salad bowl sebagai sebuah teori alternatif yang dengan kebesaran bangsanya itu.
dipopulerkan oleh Horace Kallen. Berbeda Indonesia sendiri, sebagaimana ditegaskan
dengan melting pot yang melelehkan budaya asal oleh Azyumardi Azra, telah menyadari
dalam membangun budaya baru yang dibangun tentang kemajemukan ragam etnik dan budaya
dalam keragaman, teori salad bowl atau teori masyarakatnya. Indonesia diproklamirkan
gado-gado tidak menghilangkan budaya asal, sebagai sebuah negara yang memiliki keragaman
tapi sebaliknya kultur-kultur lain di luar White etnik tetapi memiliki tujuan yang sama, yakni
Angso Saxon Protentant (WASP) diakomodir sama-sama menuju masyarakat adil makmur dan
dengan baik dan masing-masing memberikan sejahtera. Akan tetapi, gagasan besar tersebut
kontribusi untuk membangun budaya Amerika, kemudian tenggelam dalam sejarah dengan
sebagai sebuah budaya nasional. Pada akhirnya, politik mono-kulturnya di zaman Soekarno dan
Soeharto. Demokrasi terpimpin yang diusung
1 Melani Budianta, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural,
Sebuah Gambaran Umum, dalam Tsaqafah, Vol. I, No. 2, 2003, h. 8. 2 Ibid, h. 9.
Dede Rosyada: Pendidikan Multikultural di Indonesia 3

Soekarno telah mematikan kreativitas-kreativitas keragaman budaya sebuah pendekatan asimilasi


lokal daerah yang berbasis etnik dan budaya kultural, (2) pengajaran tentang berbagai
tertentu. Demikian pula dengan manajemen pendekatan dalam tata hubungan sosial, (3)
pemerintahan yang sentralistik zaman Soeharto, pengajaran untuk memajukan pluralisme tanpa
sehingga falsafat Bhinneka Tunggal Ika, membedakan strata sosial dalam masyarakat,
kemudian hanya menjadi slogan tetapi tidak dan (4) pengajaran tentang refleksi keragaman
pernah mewujud dalam teori ketata negaraan, untuk meningkatkan pluralisme dan kesamaan.5
hubungan sosial maupun pranata sosial Gagasan pendidikan multikultural di Indonesia
lainnya. Ketika simpul-simpul yang mengikat sendiri, sebagaimana dijelaskan oleh H.A.R
demokratisasi itu dibuka dan dilepas zaman Tilaar adalah pendidikan untuk meningkatkan
reformasi, maka gagasan multikulturalisme penghargaan terhadap keragaman etnik dan
kini mengemuka, dan langsung memasuki budaya masyarakat.6 Sementara Conny R.
wilayah pendidikan, yang seharusnya teori-teori Semiawan memiliki perspektif tersendiri
multikulturalismenya itu dirumuskan terlebih tentang pendidikan multikultural, bahwa
dahulu oleh para ahli bidang ilmu-ilmu sosial seluruh kelompok etnik dan budaya masyarakat
politik. Dengan demikian, Indonesia tidak akan Indonesia memiliki hak yang sama untuk
memiliki pretensi untuk kembali pada teori memperoleh pendidikan yang berkualitas, dan
melting pot atau salad bowl. Indonesia, sebagaimana mereka memiliki hak yang sama untuk mencapai
dikuatkan oleh para ahli yang memiliki perhatian prestasi terbaik di bangsa ini.7
besar terhadap pendidikan multietnik, justru Apapun definisi yang diberikan para pakar
menjadikan multikulturalisme sebagai common pendidikan adalah fakta bahwa bangsa Indonesia
platform dalam mendesain pembelajaran yang terdiri dari banyak etnik, dengan keragaman
berbasis Bhinneka Tunggal Ika, bahkan nilai-nilai budaya, agama, ras dan bahasa. Indonesia
tersebut diupayakan melalui mata pelajaran memiliki falsafah berbeda suku, etnik, bahasa,
kewarganegaraan dan didukung pula oleh agama dan budaya, tapi memiliki satu tujuan,
pendidikan agama.3 yakni terwujudnya bangsa Indonesia yang kuat,
kokoh, memiliki identitas yang kuat, dihargai
B. Pendidikan Multikultural oleh bangsa lain, sehingga tercapai cita-cita
Pendidikan multikultural masih diartikan ideal dari pendiri bangsa sebagai bangsa yang
sangat ragam, dan belum ada kesepakatan, maju, adil, makmur dan sejahtera. Untuk itu,
apakah pendidikan multikultural tersebut seluruh komponen bangsa tanpa membedakan
berkonotasi pendidikan tentang keragaman etnik, ras, agama dan budaya, seluruhnya harus
budaya, atau pendidikan untuk membentuk sikap bersatu pada, membangun kekuatan di seluruh
agar menghargai keragaman budaya. Kamanto sektor, sehingga tercapai kemakmuran bersama,
Sunarto menjelaskan bahwa pendidikan memiliki harga diri bangsa yang tinggi dan
multikultural biasa diartikan sebagai pendidikan dihargai oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Oleh
keragaman budaya dalam masyarakat, dan sebab itu, mereka harus saling menghargai
terkadang juga diartikan sebagai pendidikan yang satu sama lain, menghilangkan sekat-sekat
menawarkan ragam model untuk keragaman agama dan budaya. Semua itu, sebagaimana
budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga Azyumardi Azra tegaskan, bukan sesuatu yang
diartikan sebagai pendidikan untuk membina taken for granted tetapi harus diupayakan melalui
sikap siswa agar menghargai keragaman budaya proses pendidikan yang multikulturalistik,
masyarakat.4 Sementara itu, Calarry Sada dengan yakni pendidikan untuk semua, dan pendidikan
mengutip tulisan Sleeter dan Grant menjelaskan yang memberikan perhatian serius terhadap
bahwa pendidikan multikultural memiliki empat 5 Clarry Sada, Multicultural Education in Kalimantan Barat; an
makna (model), yakni: (1) pengajaran tentang Overview, dalam Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South East Asia,
Edisi I, 2004, h. 85.
6 H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme, Tantangan-Tantangan Global
3 Azyumardi Azra, Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali
Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Grasindo, Jakarta, 2004,
Indonesia Bhinneka Tunggal Ika, dalam Tsaqafah, Vol. I, No. 2, 200, h. 19. hal. 137-138.
4 Kamanto Sunarto, Multicultural Education in Schools, Challenges in its 7 Conny R. Semiawan, The Challenge of a Multicultural Education in
Implementation, dalam Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South a Pluralistic Society; the Indonesian Case, dalam Jurnal Multicultural Education in
East Asia, Edisi I, 2004, h 47. Indonesia and South East Asia, Edisi I, 2004, h. 40.
4 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014

pengembangan sikap toleran, respek terhadap Dengan mengutip pengalaman Amerika,


perbedaan etnik, budaya, dan agama, dan prosedur yang harus ditempuh dalam
memberikan hak-hak sipil termasuk pada implementasi pendidikan multikultur di
kelompok minoritas.8 Dengan demikian, Indonesia adalah, penyiapan kurikulum,
pendidikan multikultural dalam konteks ini yakni menyisipkan berbagai kompetensi yang
diartikan sebagai sebuah proses pendidikan harus dimiliki siswa tentang multikulturalisme
yang memberi peluang sama pada seluruh anak pada mata pelajaran yang relevan, karena
bangsa tanpa membedakan perlakuan karena multikulturalisme baru sebuah gerakan dan
perbedaan etnik, budaya dan agama, yang belum menjadi sebuah ilmu yang komprehensif.
memberikan penghargaan terhadap keragaman, Kemudian, diikuti dengan perumusan berbagai
dan yang memberikan hak-hak sama bagi etnik materi yang sesuai dengan kompetensi yang
minoritas, dalam upaya memperkuat persatuan hendak dicapai, dan diikuti dengan rumusan
dan kesatuan, identitas nasional dan citra bangsa proses pembelajaran yang lebih memberikan
di mata dunia internasional. peluang bagi para siswa untuk pembinaan dan
Implementasi pendidikan multikultural pengembangan sikap, di samping pengetahuan
di berbagai negara berbeda-beda. Bila melihat dan keterampilan sosial yang terkait dengan
salah satu contoh pendidikan multikultural di upaya pengembangan sikap multikulturalistik.
Amerika, sebagaimana dikutip oleh Tilaar dari Indonesia sendiri belum memiliki
hasil penelitian Banks, implementasi pendidikan pengalaman pendidikan multikultural yang
multikultural di Amerika meliputi berbagai terdesain secara terencana, karena belum ada
dimensi, yakni: pengalaman yang dikontrol dalam sebuah
1. Dimensi kurikulum, yakni bahwa penelitian akademik. Akan tetapi, jika mengutip
norma-norma kultur yang akan Will Kymlicka, yang mencoba mendeskripsikan
disampaikan pada siswa diintegrasikan Multicultural Citizenship, pengalaman di Amerika
dalam sebuah mata pelajaran, dengan Utara, maka materi-materi yang seharusnya
rumusan kompetensi yang jelas. dihantarkan dalam pendidikan multikulural
2. Dimensi ilmu pengetahuan, yakni adalah sebagai berikut.
bahwa perumusan keilmuan dari 1. Tentang hak-hak individual dan hak-
norma dan aturan kultur yang akan hak kolektif dari setiap anggota
disampaikan itu dirumuskan melalui masyarakat, yakni setiap individu dari
proses penelitian historis dengan suatu bangsa memiliki hak yang sama
melihat pada pengalaman sejarah tokoh- untuk terpenuhi seluruh hak-hak asasi
tokoh yang sangat konsisten dalam kemanusiaannya, seperti hak untuk
memperjuangkan multikulturalisme. memeluk sebuah agama, hak untuk
3. Perlakuan pembelajaran yang adil, yakni memperoleh kehidupan yang layak,
bahwa perlakuan dalam pembelajaran hak atas kesempatan berusaha dan
harus disampaikan secara fair dan adil, yang sebangsanya. Demikian pula,
tanpa membedakan perlakuan terhadap secara kolektif, walaupun mereka
mereka yang berasal dari etnik tertentu, berasal dari kelompok etnik minoritas
atau dari strata ekonomi tertentu. dan tidak memiliki perwakilan dalam
4. Pemberdayaan budaya sekolah, yakni birokrasi dan lembaga legislatif, tapi
bahwa lingkungan sekolah sebagai mereka memiliki hak yang sama
hidden curriculum, harus memberi dengan kelompok mayoritas untuk
dukungan terhadap pengembangan menyampaikan aspirasi politiknya,
dan pembinaan multikulturalisme, mengembangkan budayanya, dan yang
baik dalam penyediaan fasilitas belajar, sebagainya.10
fasilitas ibadah, layanan adminisitrasi 2. Tentang Kebebasan individual dan
maupun berbagai layanan lainnya.9 budaya, yakni bahwa setiap individu
8 Azyumardi Azra, Pendidikan Multikultural; Membangun Kembali
Indonesia Bhineka Tunggal Ika, dalam Tsaqafah, Vol. I, No. 2, 2003, h. 20. 10 Will Kymlicka, Multicultural Citizenship, A Liberal Theory of
9 Ibid, h. 138. Minority Rights, Oxford University Press, New York, 2000, h. 34.
Dede Rosyada: Pendidikan Multikultural di Indonesia 5

termasuk dari etnik minoritas memiliki tetap memperoleh perhatian, namun


kebebasan untuk berkreasi, berkarya, dalam keterbatasan.14
bahkan untuk mengembangkan dan Inilah berbagai materi yang senantiasa
memajukan budayanya. Kelompok mereka perhatikan dalam pembinaan bangsanya
etnik mayoritas harus menghargai hak- agar tetap kuat dan terus berkembang, bahkan
hak minoritas untuk mengembangkan seluruh budaya termasuk dari etnik minoritas
kreativitas dan budayanya itu.11 diberi kesempatan untuk membina dan
3. Tentang keadilan dan hak-hak mengembangkannya. Nilai dan norma di atas
minoritas, yakni seluruh anggota ditransformasikan dan dikembangkan pada
masyarakat memiliki hak yang sama siswa-siswa sekolah melalui pelajaran sejarah,
untuk memperoleh keadilan dari negara, yang di dalamnya juga termasuk civic education.
dan bahkan mereka juga memiliki
hak untuk mengembangkan kultur C. Pendidikan Multikultural di Sekolah
etniknya, termasuk etnik minoritas Pendidikan multikultural di sekolah
yang harus mampu mengelola bahasa, menurut James A Banks harus dilakukan secara
dan berbagai institusi sosialnya, agar komprehensif, tidak hanya penyikapan yang adil
tidak hilang dalam budaya kelompok di antara siswa-siswa yang berbeda agama, ras,
etnik minoritas.12 etnik dan budayanya, tapi juga harus didukung
4. Jaminan minoritas untuk bisa dengan kurikulum baik kurikulum tertulis
berbicara dan keterwakilan aspirasinya maupun terselubung, evaluasi yang integratif
dalam struktur pemerintahan atau dan guru yang memiliki pemahaman, sikap dan
legislatif. Mereka memiliki hak untuk tindakan yang produktif dalam memberikan
bisa terwakili, tetapi, karena sistem layanan pendidikan multikultural pada para
kepartaian, seringkali kemudian ada siswanya.15
kelompok-kelompok etnik, budaya Agar dapat memberikan layanan terbaik
dan kepentingan yang tidak terwakili, bagi seluruh school client-nya, maka sekolah harus
seperti wanita pekerja yang belum tentu merancang, merencanakan dan mengontrol
terwakili di parlemen, etnik kecil yang seluruh elemen sekolah yang dapat mendukung
belum tentu terwakili sehingga aspirasi proses pendidikan multikultural dengan
dan suaranya tidak bisa tersampaikan baik. Sekolah harus merencanakan proses
pada proses pengambilan keputusan pembelajaran yang dapat menumbuhkan sikap
tentang kebijakan pembangunan.13 multikultural siswa agar dapat menjadi angota
5. Toleransi dan batas-batasnya, yakni masyarakat yang demokratis, menghargai HAM
bahwa etnik minoritas yang tidak dan keadilan. Sekolah harus mendesain proses
memiliki wakil langsung di lembaga pembelajaran, mempersiapkan kurikulum dan
legislatif atau dalam lembaga birokrasi desain evaluasi, serta mempersiapkan guru yang
pemerintahan, harus dilindungi memiliki persepsi, sikap dan perilaku multikultur,
oleh etnik atau kelompok mayoritas sehingga menjadi bagian yang memberikan
yang menguasai lembaga-lembaga kontribusi positif terhadap pembinaan sikap
pemerintahan sebagai lembaga multikultur para siswanya.
otoritatif untuk pengambilan 1. Mencari Format Pendekatan dan Teknik
kebijakan-kebijakan publik. Akan tetapi, Pembelajaran yang Relevan
mereka yang berusaha memperhatikan Pembelajaran multikultur, baik melalui
hak-hak minoritas tersebut memiliki pendidikan kewarganeragaraan ataupun
berbagai keterbatasan, karena harus pendidikan agama Islam (atau melalui mata
memperhatikan etnik atau kelompok pelajaran lainnya), merupakan proses pembinaan
mayoritas yang justru mereka wakili. dan pembentukan sikap hidup yang memerlukan
Oleh sebab itu, hak-hak minoritas itu
11 Ibid, h. 75. 14 Ibid, h. 152.
12 Ibid, h. 12. 15 James A. Banks, Educating Citizens in a Multicultural Society,
13 Ibid, h. 131. Teacher College Press, Columbia University, New York, 1997. h. 78.
6 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014

landasan pengetahuan serta penanaman nilai pada semua jenjang dan jenis pendidikan, dan
dalam diri setiap siswa, agar menjadi warga akan efektif untuk menyampaikan informasi
negara yang religius namun inklusif dan bersikap jika guru adalah seorang orator, serta dibantu
pluralis tanpa mengorbankan basis keagamaan berbagai alat bantu, slide, video, film atau
yang dianutnya. Pendidikan multikultural bukan lainnya.
membina knowledge skill pada siswa, yakni Kemudian, teacher centered teaching juga
program pendidikan tidak diarahkan untuk mencakup ceramah yang diselingi atau diperkuat
membentuk tenaga ahli dalam bidang pendidikan dengan tanya jawab. Strategi ini dikembangkan
multikultur, tetapi mendidik siswa untuk menjadi untuk meningkatkan pemahaman siswa
warga negara yang inklusif, pluralis, menghargai serta sedikit melibatkan siswa dalam proses
HAM dan keadilan, demokratis tanpa harus pembelajaran. Namun guru tetap dominan.
mengorbankan pembinaan sikap dan perilaku Kemudian salah satu model ceramah adalah
keberagamaannya. Dengan demikian, orientasi socratic teaching, yakni ceramah atau ekspose yang
pembelajaran adalah pembinaan sikap dan diawali dengan pertanyaan, lalu ada jawaban,
perilaku hidup siswa, yang tidak akan tercapai dan terus dikembangkan pertanyaan berbasis
hanya dengan rancangan/desain kurikulum yang jawaban siswa dan seterusnya sehingga terjadi
komprehensif dan sangat apresiatif terhadap interaksi antara guru dengan siswa. Dan terakhir
usia kronologis siswa, tapi juga pendekatan, termasuk dalam kategori teacher centered teaching
metode, dan teknik pembelajaran yang relevan adalah demonstrasi yakni guru atau seseorang
untuk membentuk sikap ideal tersebut. mendemontrasikan informasi di depan kelas,
Pembelajaran yang bisa memenuhi rasa sebagai penguatan visual terhadap informasi
keadilan bagi para siswa, menurut James A. yang disampaikan, atau sebagai contoh untuk
Banks adalah strategi-strategi pembelajaran ditiru oleh siswa melalui latihan-latihan yang
yang dapat memfasilitasi para siswa untuk harus mereka kembangkan.17
belajar, bisa mengeksplorasi sumber-sumber Sedangkan untuk pembelajaran dengan
informasi, bisa melakukan interprteasi dan level pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
membuat kesimpulan-kesimpulan yang mereka evaluasi, apalagi memasuki ranah afektif untuk
perlukan dalam mengembangkan sikap dan mengembangkan sikap menerima terhadap
perilakunya yang sesuai dengan paradigma nilai-nilai yang dibawa dalam informasi yang
masyarakat multikultur yang demokratis, mereka serap, kemudian menunjukkan respon,
berkeadilan dan mengharhagai HAM. Oleh penanaman nilai dan karakterisasi diri berbasis
sebab itu, dalam membina dan mengembangkan nilai baru yang mereka terima melalui informasi-
sikap multikultur, guru harus memperbesar informasi keilmuan tersebut, memerlukan
pelibatan siswa dalam proses mencari berbagai strategi yang variatif berbasis
informasi, membahas berbagai persoalan yang pelibatan siswa dalam proses pembelajarannya.
terkait dengan informasi-informasi tersebut, Demikian pula dengan pembelajaran untuk
serta merefleksi nilai-nilai yang mereka peroleh tingkat kompetensi psikomotorik yang
dalam proses pembelajarannya itu.16 Proses mengembangkan kemampuan imitasi serta
pembelajaran harus dikembangkan secara pembiasaan dan penyesuaian, semuanya
dinamis dan kombinatif antara teknik yang memerlukan berbagai strategi yang variatif dan
berpusat pada guru dengan teknik-teknik yang tidak bisa dengan hanya penyampaian serta
melibatkan siswa dalam proses belajar, sehingga perintah, tapi pelibatan mereka dalam proses
sikap afeksinya tumbuh dan berkembang dalam pembelajaran, yang harus dimulai saat guru
jiwa para siswa. Pengajaran yang berpusat pada menyampaikan rumusan-rumusan kompetensi
guru dan merupakan salah satu bentuk exposition yang akan dicapai, serta berbagai strategi dan
teaching (mengajar dengan paparan, atau ceramah) perlakuan yang akan dikembangkan untuk
layak untuk digunakan menyampaikan berbagai mencapai kompetensi-kompetensi tersebut, dan
informasi dalam waktu yang sangat terbatas. seterusnya dalam proses pembelajaran untuk
Strategi ini paling banyak digunakan oleh guru
17 Kenneth D. Moore, Classrom Teaching Skill, McGraw Hill, New
16 Ibid, h. 80. York, 2001, h. 133.
Dede Rosyada: Pendidikan Multikultural di Indonesia 7

mengembangkan pengalaman mereka sehingga kehidupannya. Belajar dengan model ini biasa
memiliki berbagai kompetensi sesuai yang disebut sebagai self discovery learning, yakni belajar
diharapkan dan telah dirumuskan sejak awal melalui penemuan mereka sendiri. Lalu apa
sebelum proses pembelajaran tersebut dimulai. peran guru dalam konteks ini? Sally lebih jauh
Begitu banyak wacana tentang strategi mengemukakan, bahwa pengajar harus mampu
pelibatan siswa dalam proses pembelajaran. menjelaskan tugas apa yang harus siswa lakukan,
Kenneth D. Moore menyebutnya dengan student apa tujuan dari tugas yang diberikannya itu,
centered instruction, atau pembelajaran berpusat lalu kemana mereka harus mencari informasi,
pada siswa, salah satunya adalah diskusi, yang dan bagaimana mereka mengolah informasi
bisa dibentuk dalam berbagai variasi strategi, tersebut, membahasnya dalam kelas, sampai
dari samll group discussion sampai seminar. Untuk mereka mempunyai kesimpulan yang sudah
pengembangan afektif sangat efektif dengan dibahas dalam kelompoknya masing-masing.
menggunakan metode diskusi, karena siswa Dalam proses pembahasannya itu, guru terus
terlibat benar dengan masalah yang menjadi memberikan bimbingan dan arahan.19
fokus pembahasan. Kemudian, bagian dari Sedangkan collaborative learning adalah
strategi pelibatan siswa dalam belajar adalah proses pembelajaran yang dilakukan bersama-
simulasi dan game, dengan membuat sebuah sama antara guru dengan siswanya. Guru pada
situasi yang artifisial, lalu guru menyampaikan hakikatnya adalah pembelajar senior yang harus
pertanyaan, siswa menjawab dan terus mereka mentransformasikan pengalaman belajarnya
membahas jawaban-jawaban dari mereka pada pembelajar yunior. Guru harus membantu
sendiri, sampai mereka mempunyai kesimpulan berbagai kesulitan yang dihadapi oleh para
tentang masalah yang dibahasnya itu. Simulasi pembelajar yunior. Demikian pula antara siswa
dan game berbeda, walaupun prosedurnya dengan siswa lainnya. Dalam konteks ini, peer
sama, melontarkan masalah, membuat situasi teaching atau tutorial sebaya menjadi bagian
artifisial, lalu tanya jawab. Dalam game biasanya penting, yang keuntungannya tidak semata untuk
guru melakukan scoring terhadap jawaban yang diajari tetapi juga untuk yang mengajari,
siswa, sehingga ada kelompok pemenang dan karena siswa yang mengajari temannya akan
kelompok yang kalah, sedangkan dalam simulasi semakin matang penguasaannya, sementara
tidak lazim scoring untuk menentukan juara.18 siswa yang diajari akan memperoleh bantuan
Kemudian dari sekian banyak strategi teman sebayanya dalam proses pemahaman
pelibatan siswa dalam belajar, sebagaimana bahan ajar yang mereka pelajari. Inilah hakikat
dikatakan Sally Philiph dari The University of dari collaborative learning, yakni belajar yang saling
Colorado, umpamanya adalah dengan active membantu antara guru dengan siswa, dan antara
learning dan terus dikembangkan ke dalam siswa dengan siswa.
bentuk collaborative learning. Active learning, atau Sementara itu, Jerry Aldridge dan Renitta
belajar aktif adalah belajar yang memperbanyak Goldman merekomendasikan bahwa untuk
aktivitas siswa dalam mengakses berbagai peningkatan kualitas proses pembelajaran untuk
informasi dari berbagai sumber, buku teks, peningkatan hasil belajar, seorang guru harus
perpustakaan, internet atau sumber-sumber mengembangkan berbagai perlakuan sebagai
belajar lain, untuk mereka bahas dalam berikut:
proses pembelajaran dalam kelas, sehingga a. Guru harus mampu menciptakan
memperoleh berbagai pengalaman yang tidak situasi kelas yang tenang, bersih, tidak
saja menambah kompetensi pengetahuan stress, dan sangat mendukung untuk
mereka, tapi juga kemampaun analitis, sintesis pelaksanaan proses pembelajaran.
dan menilai informasi yang relevan untuk b. Guru harus menyediakan peluang bagi
dijadikan nilai baru dalam hidupnya, sehingga para siswa untuk mengakses seluruh
mereka terima, dijadikan bagian dari nilai bahan dan sumber informasi untuk
yang diadopsi dalam hidup mereka, diimitasi,
19 Sally Phillips, Opportunities and Responsibilities; Competence,
dibiasakan sampai mereka adaptasikan dalam Creativity, Collaboration, and Caring, dalam, John K. Roth, ‘Inspiring Teaching’,
Anker Publishing Company, USA, 1997, h. 80-81.
18 Ibid, h. 134.
8 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014

belajar. Sedangkan strategi pembelajaran yang


c. Gunakan model cooperative learning ditawarkannya adalah cooperatif learning, yang
(belajar secara kooperatif) yang tidak menurut Kauchak lebih efektif dari pada
hanya belajar bersama, namun saling groupwork. Groupwork adalah sebuah proses
membantu satu sama lain melalui pembelajaran yang memberi kesempatan pada
diskusi dalam kelompok-kelompok semua siswa untuk terlibat dalam kelompoknya
kecil, debat atau bermain peran. dalam melaksanakan tugas yang diberikan guru.
Biarkan siswa untuk berdiskusi dengan Untuk itu, guru harus merencanakan proses
suara keras dalam kelompoknya pembelajaran ini dengan seksama, karena kalau
masing-masing, dan biarkan siswa tidak dia akan kehilangan banyak waktu untuk
saling membantu satu sama lain, serta proses di luar pembelajaran. Kemudian, guru
saling bertukar informasi yang mereka juga harus:
dapatkan dari hasil akses informasinya. a. Memberitahu siswa tentang tugas siswa
d. Hubungkan informasi baru pada secara kelompok berikut mobilitas
sesuatu yang sudah diketahui oleh siswa dalam kelompoknya.
siswa, sehingga mudah dipahami oleh b. Mempersiapkan siswa sampai mereka
mereka. siap semuanya untuk melakukan proses
e. Dorong siswa untuk mengerjakan pembelajaran dengan pelaksanaan
tugas-tugas penulisan makalahnya tugas dalam kelompoknya.
dengan melakukan kajian dan c. Masing-masing siswa memiliki
penulusuran pada hal-hal baru dan penjabaran tugas yang jelas dalam
dalam kajian yang mendalam. kelompoknya.
f. Guru juga harus memiliki catatan- d. Beri siswa batas waktu yang jelas dan
catatan kemajuan dari semua proses tegas untuk menyelesaikan tugas-
pembelajaran siswa, termasuk tugas- tugasnya.
tugas individual dan kelompok mereka e. Perintahkan siswa untuk masing-masing
dalam bentuk portofolio.20 menyelesaikan tugasnya serta semua
Lima dari enam poin di atas adalah menyelesaikan tugas kelompoknya.21
perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan guru Strategi kerja kelompok ini merupakan salah
bersama manajemen sekolahnya, dan semua satu dari bentuk implikasi aliran constructivisme
terkait dengan penyiapan proses pembelajaran yang menekankan pembelajaran interaktif, dan
siswa, yang memberi peluang mereka mencapai bisa dikembangkan dalam beberapa bentuk group
penguasaan dalam batas mastery learning, yakni work, yakni kerja kelompok yang masing-masing
penguasaan minimal 80% atau skor ideal lainnya anggota memiliki tugas dalam kelompoknya,
dari bahan ajar yang diberikan. Perbuatan- dan mereka saling memeriksa pekerjaan
perbuatan tersebut adalah: penyiapan kelas temannya. Kemudian bisa dikembangkan
yang mendukung terhadap proses pembelajaran dengan kombinasi antara dua kelompok kecil
efektif, bersih, sejuk dan menyenangkan, tersebut, sehingga semakin besar dan semakin
penyiapan sarana sumber belajar baik berupa banyak masukan pada masing-masing, dengan
perpustakaan, internet, laboratorium maupun harapan tingkat penguasaan siswa terhadap
koleksi-koleksi buku lainnya yang disiapkan di bahan ajarnya menjadi sempurna atau mendekati
setiap kelas, serta guru menyiapkan penugasan sempurna.
pada siswa yang harus dikoordinasikan dengan Sedangkan cooperative learning adalah belajar
manajemen sekolah, agar tidak terlalu banyak yang dilakukan bersama, saling membantu satu
dan membebani di luar kapasitas siswa, serta sama lain, dan mereka telah menyepakati tujuan
guru harus mempunyai portofolio siswa, yakni atau kompetensi yang akan dicapai, masing-
catatan-catatan proses dan progres siswa selama masing memiliki akuntabilitas individual, dan
dalam masa studinya dengan dia. masing-masing harus mempunyai kesempatan
20 Jerry Aldridge and Renitta Goldman, Current Issues and Trends in 21 Donald P. Kauchak and Paul D Eggen, Learning and Teaching,
Education, Allyn and Bacon, Boston, USA, 2002, h. 93. Research Based Methods, Allyn and Bacon, Boston, 1998, h. 196.
Dede Rosyada: Pendidikan Multikultural di Indonesia 9

yang sama untuk mencapai sukses. Dalam dicapai dengan berbagai strategi yang dapat
cooperative learning itu dikembangkan tujuan melibatkan siswa dalam belajar, baik melalui self
kelompok, yang menuntut kesamaan harapan, discovery learning, group work, cooperative learning,
kesamaan strategi dan kebersamaan dalam atau berbagai strategi lainnya yang dapat
pencapaian target penguasaan kompetensi dikembangkan guru untuk membelajarkan
untuk setidaknya batas minimal penguasaan siswa-siswanya. Mereka memiliki tujuan yang
dalam kerangka mastery learning.22 Dalam hendak mereka capai, guru memfasilitasi, dan
pendekatan pembelajaran sekarang, seringkali semua siswa saling membantu untuk mencapai
siswa itu berkompetisi agar lebih dikenal dan kompetensi yang mereka harapkan. Mereka
diakui sebagai anak pintar dan baik oleh guru, tidak berkompetisi satu sama lain, tapi mereka
agar memperoleh peringkat (ranking) terbaik. berkompetisi dengan hari kemarin mereka
Dalam belajar kooperatif bukan kompetisi yang sendiri. Itulah hakikat dari salah satu gagasan
dikedepankan tetapi kebersamaan dan kerjasama besar dalam reformasi pendidikan di Indonesia
serta saling membantu satu sama lain untuk yang memiliki keinginan untuk mengembangkan
mencapai keberhasilan masing-masing siswa proses pembelajaran dengan prinsip baru,
dalam mencapai kompetensi ideal, yang pada leraning to do, learning to be, leraning to learn, dan
akhirnya akan membentuk image kompetensi learning to live together.
kelas. Itulah tujuan yang harus disepakati dalam 2. Kurikulum
kelompok dengan strategi cooperative learning. Pendidikan multikultur, sebagaimana
Prinsip kedua dalam cooperative learning dilontarkan melalui proses diskursus
adalah akuntabilitas individiual, yakni setiap kependidikan selama kurun waktu 5 (lima)
peserta dalam kelompok harus memiliki tahun terakhir ini di Indonesia, nampaknya
tanggung jawab untuk menguasai semua bahan para pemerhati pendidikan mengharapkan
ajar yang dipelajari, dan siap untuk diuji dengan pengembangan fokus dan atau pengayaan
penguasaan minimal 80 %. Mereka harus sadar pendidikan nilai yang lebih memberikan
benar bahwa sebagai anggota kelompok harus penghormatan terhadap hak-hak seluruh warga
mempelajari semua bahan ajar dengan baik, negara, dengan tidak membedakan ras, agama,
dan harus mampu menguasai semua bahan budaya dan warna kulit, dan tanpa mengurangi
ajar tersebut. Jika tidak bisa memahami atau hak-haknya itu termasuk untuk kelompok
mengerjakannya, bisa bertanya pada teman minoritas yang mungkin tidak terwakili dalam
kelompok, dan salah satu dari kelompok lembaga-lembaga pemerintahan, apakah
itu harus ada yang siap untuk menjadi tutor lembaga legislatif, ataupun lembaga birokrasi
atau guru sebaya. Dengan demikian, mereka pemerintahan. Dengan demikian, pendidikan
memiliki peluang yang sama untuk sukses. multikultural adalah pendidikan nilai yang
Dalam kelas yang menggunakan strategi harus ditanamkan pada siswa sebagai calon
cooperative learning tidak ada siswa yang lebih warga negara, agar memiliki persepsi dan sikap
pintar antara satu dengan lain. Mereka tidak multikulturalistik, bisa hidup berdampingan
berkompetisi di antara sesama, tetapi mereka dalam keragaman watak kultur, agama, dan
berkompetisi dengan hari kemarin. Mereka bahasa, serta menghormati hak setiap warga
yang lebih cepat memahami bahan ajarnya, negara tanpa membedakan etnik mayoritas atau
membantu mereka yang lambat, sampai mereka minoritas, dan dapat bersama-sama membangun
mencapai kompetensi yang sama. Kelebihan kekuatan bangsa sehingga diperhitungkan
dari mereka yang lebih cepat dalam memahami dalam percaturan global dan nation dignity yang
bahan ajar, bisa menggunakan waktunya untuk kuat. Implementasi pendidikan multikultur
aktivitas akademik lainnya, apakah penambahan pada jenjang pendidikan menengah, dapat
informasi pelajaran melalui internet, bahan- dilakukan secara komprehensif melalui
bahan kepustakaan atau lainnya. pendidikan kewargaan dan/atau pendidikan
Pada akhirnya, kompetensi-kompetensi agama. Pendidikan multikultural melalui
kognitif, afektif dan psikomotorik bisa pendidikan agama (Islam), dapat dilakukan
22 Ibid, h. 234.
10 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014

melalui pemberdayaan slot-slot kurikulum atau kultur, dan multireligi dalam konteks
penambahan atau perluasan kompetensi hasil pengembangan ekonomi dan kekuatan
belajar dalam konteks pembinaan akhlak mulia bangsa.
dengan memberi penekanan pada berbagai c. Menjadi warga negara yang mampu
kompetensi dasar sebagaimana telah terpapar di menghormati hak-hak individu warga
atas. Kemudian, pendidikan multikultur melalui negara tanpa membedakan latar
pendidikan agama (Islam) juga harus dilakukan belakang etnik, agama, bahasa, dan
dalam pendekatan deduktif diawali dengan budaya dalam semua sektor sosial,
kajian ayat dalam tema-tema yang relevan, pendidikan, ekonomi, politik dan
kemudian dikembangkan menjadi norma- lainnya, bahkan untuk memelihara
norma keagamaan, baik norma hukum maupun bahasa dan mengembangkan budaya
etik. mereka.
Pendidikan multikultural, baik melalui d. Menjadi warga negara yang memberi
Pendidikan Kewarganegaraan maupun peluang pada semua warga negara
Pendidikan Agama Islam, harus dilakukan secara untuk terwakili gagasan dan aspirasinya
komprehensif, dimulai dari desain perencanaan dalam lembaga-lembaga pemerintahan,
dan kurikulum melalui proses penyisipan, baik legislatif maupun eksekutif.
pengayaan dan/atau penguatan terhadap e. Menjadi warga negara yang mampu
berbagai kompetensi yang telah ada, mendesain mengembangkan sikap adil dan
proses pembelajaran yang bisa mengembangan mengembangkan rasa keadilan
sikap siswa untuk bisa menghormati hak- terhadap semua warga negara tanpa
hak orang lain, tanpa membedakan latar membedakan latar belakang etnik,
belakang ras, agama, bahasa, dan budaya, dan agama, bahasa dan budaya mereka.23
tanpa membedakan mayoritas dan minoritas. Lima kompetensi dasar yang menjadi
Pencapaian pendidikan multikultur harus inti dalam pendidikan multikultur tersebut,
dapat diukur melalui evaluasi yang relevan, tampaknya tidak bertentangan dengan norma
apakah melalui instrumen tes, non-tes atau hukum dan etik dalam ajaran Islam, atau
melalui proses pengamatan longitudinal dengan pemikiran keagamaan yang dikemukakan para
menggunakan portofolio siswa. ulama, dan bahkan kini sudah teradopsi sebagai
Dengan mempertimbangkan inspirasi nilai-nilai bangsa yang harus menjadi dasar
yang didorong oleh Will Kymlicka maka pertimbangan dalam mengembangkan perilaku
kompetensi standar yang diharapkan adalah atau kebijakan yang akan melahirkan berbagai
menjadi warga negara yang mampu hidup implikasi tindakan dalam kehidupan sosial.
berdampingan bersama warga negara lainnya Kendati tidak diperintahkan secara tegas dalam
tanpa membedakan agama, ras, bahasa, dan teks kitab suci, tapi setidaknya sumber ajaran
budaya, dengan menghormati hak-hak mereka, tersebut tidak melarang kerjasama dengan
memberi peluang kepada semua kelompok penganut agama lain dalam mengembangkan
untuk mengembangkan budayanya, serta ekonomi dan kekuatan bangsa. Dengan
mampu mengembangkan kerjasama untuk demikian, posisi pendidikan mulikultural dalam
mengembangkan bangsa menjadi bangsa persepsi keagamaan akan sangat ditentukan
besar yang dihormati dan disegani di dunia oleh argumentasi rasional yang memperkuat
internasional. Sesuai dengan kompetensi standar daya dorong masuknya sikap pluralistik tersebut
tersebut, maka dapat dikembangkan beberapa dalam citra sikap keberagamaan umat Islam
kompetensi dasar sebagai berikut: Indonesia.
a. Menjadi warga negara yang menerima Lima kompetensi dasar yang harus
perbedaan-perbedaan etnik, agama, dikembangkan dalam pendidikan multikultur
bahasa dan budaya dalam struktur tersebut, pada akhirnya menuntut sikap toleran,
masyarakatnya. yakni sikap untuk mengatur dan menyediakan
b. Menjadi waraga negara yang bisa
23 Will Kymlicka, Multicultural Citizenship, A Liberal Theory of
melakukan kerjasama multietnik, multi Minority Rights, Oxford University Press, New York, 2000, h. 153.
Dede Rosyada: Pendidikan Multikultural di Indonesia 11

atau membiasakan diri untuk hidup dengan produktif atau kontraproduktif terhadap
sesuatu yang tidak disukai, yang dilakukannya pengembangan sikap multikultur pada siswa.
dalam rangka memelihara hubungan baik James A. Banks menegaskan bahwa interaksi
dengan yang lain. W. Paul Vogt selanjutnya siswa dengan guru dan sesama siswa dalam
menjelaskan, ada dua argumen tentang kelas, merupakan bagian-bagian proses
signifikansi pengembangan dan pembinaan pembelajaran yang sangat kuat kontribusinya
sikap toleransi dalam hidup berdemokrasi dan dalam pengembangan sikap siswa.26 Seorang
menghargai HAM serta keadilan, yakni bahwa guru yang memberikan kebijakan berbeda pada
keragaman masyarakat merupakan sesuatu siswanya, apakah karena faktor jender, ekonomi,
yang tidak bisa dihindari. Keragaman adalah etnik, budaya, atau agama, akan merupakan
sebuah realitas yang menjadi potensi sebuah tindakan-tindakan yang sangat tidak produktif
bangsa. Namun potensi itu bisa menjadi sebuah terhadap proses pembinaan sikap multikultur,
kekuatan nyata bila mereka bisa bersatu, saling karena bertentangan dengan prinsip-prinsip
mencintai satu sama lain, saling berpelukan keadilan, kesetaraan jender (gender equity), dan
satu sama lain.24 Untuk itulah mereka harus bertentangan pula dengan prinsip-prinsip HAM
memahami pilihan-pilihan kultur dan keyakinan dan demokratisasi. Demikian pula, layanan
yang telah dianutnya. Keragaman etnik dan kepala sekolah dan bagian adminsitrasi sekolah
kultur di sebuah bangsa, selalu memberi peluang tidak boleh ada sikap membedakan karena
pada etnik dan budaya tertentu akan menjadi faktor-faktor perbedaan di atas.
dominan dan mendominasi etnik serta kultur 3. Guru
yang lain. Sikap tersebut menjadi pemicu konflik, Sebaik-baik konsep untuk pendidikan
ketika kelompok-kelompok lain kemudian multikultural yang integratif, tidak akan terlalu
bergerak menjadi sebuah kekuatan sosial. Oleh bermakna jika dikelola dan dikendalikan
sebab itulah, kelompok etnik dan budaya yang oleh guru yang tidak cukup kompeten
kuat harus terus membina sikap toleran agar untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut,
terhindari konflik dan memina kesatuan dan baik dalam wilayah kognitif, afektif maupun
persatuan kelompok untuk membina sebuah psikomotoriknya. Oleh sebab itu, ada beberapa
kekuatan sosial.25 kualifikasi guru yang diperlukan dalam konteks
Terkait dengan itu semua, maka pendidikan pengembangan pembelajaran multikultural,
multikultural harus direncanakan dalam sebuah yakni:
desain kurikulum yang integratif dan didukung a. Guru harus memiliki skill keguruan,
dengan lingkungan serta struktur dan budaya pemahaman, pengalaman, dan nilai-
sekolah yang bisa memberikan kontribusi nilai kulturnya dengan baik, sehingga
positif terhadap pembinaan sikap dan perilaku dapat memahami siswa-siswanya yang
multikultur tersebut. Pendidikan multikultural, secara etnik, ras, dan kultur berbeda
secara substantif harus bisa menjadi bagian dengan mereka, serta dapat menerima
integral dalam mata pelajaran life skill, seperti para siswanya dalam kelas untuk bisa
Pendidikan Kewargnegaraan atau Sejarah, dan/ belajar bersama, mengembangkan
atau pendidikan nilai dalam mata pelajaran aktivitas belajar secara bersama-sama
Pendidikan Agama Islam (PAI). Tema-tema di dalam kelasnya.
multikultur harus disajikan secara sekuentif b. Kemudian guru juga harus selalu
dalam scope yang komprehensif dalam upaya merefleksikan dirinya sendiri, apakah
mencapai berbagai kompetensi yang disepakati mereka sudah bisa memberikan sikap
antara sekolah, pelanggan dan pemakai lulusan. dan perlakuan yang adil terhadap
Di samping itu, interaksi anak atau siswa seluruh siswanya yang berbeda latar
dengan guru, kepala sekolah, dan pegawai belakang etnik, ras, dan budayanya, dan
adminsitrasi, juga merupakan pengalaman- apakah mereka juga telah memberikan
pengalaman kultural yang bisa menjadi bagian perlakuan yang sama terhadap para
24 Paul W. Vogt, Tolerance and Education, Learning to Live with
Diversity and Difference, Sage Publication, London,1997, h. 1. 26 James A. Banks, Educating Citizens in a Multicultural Society,
25 Ibid, h. 6. Teacher College Press, Columbia University, New York, 1997, h. 82.
12 Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei 2014

siswa yang berbeda jenis kelaminnya. Daftar Pustaka


c. Pendidikan multikultur harus
dilakukan secara dinamis. Oleh sebab Aldridge, Jerry and Renitta Goldman, Current
itu guru diharapkan memperkaya Issues and Trends in Education, Allyn and
pemahamannya tidak hanya soal Bacon, Boston, USA, 2002.
keguruan dan pembelajaran, tapi Azra, Azyumardi, Pendidikan Multikultural;
juga pengetahuan-pengetahuan Membangun Kembali Indonesia Bhineka
konsepsional tentang multikultur, Tunggal Ika, dalam Tsaqafah, Vol. I, No.
seperti budaya, imigrasi, ras, seks, 2, 2003.
asimilasi kultur, gap etnik, stereotip, Banks, James A, Educating Citizens in a Multicultural
prejudaisme, dan rasisme. Society, Teacher College Press, Columbia
d. Di samping itu, guru juga harus University, New York, 1997.
memiliki pengetahuan yang memadai Budianta, Melani, Multikultura;lisme dan
tentang sejarah, karakteristik dan Pendidikan Multikultural, Sebuah Gambaran
perbedaan-perbedaan internal dalam Umum, dalam Tsaqafah, Vol. I, No. 2,
masing-masing kelompok etnik dan 2003.
ras-ras tertentu. Kauchak, Donald P and Paul D. Eggen, Learning
e. Terakhir guru juga harus mampu and Teaching, Research Based Methods, Allyn
melakukan analisis-analisis and Bacon, Boston, 1998.
perbandingan dan mampu mengambil Kymlicka, Will, Multicultural Citizenship, A
sebuah kesimpulan tentang teori-teori Liberal Theory of Minority Rights, Oxford
yang dapat digunakan untuk mengelola University Press, New York, 2000.
karagaman sosial, sehingga menjadi Moore, Kenneth D, Classrom Teaching Skill,
potensi yang kuat untuk bangsa.27 McGraw Hill, New York, 2001.
Phillips, Sally, Opportunities and Responsibilities;
D. Penutup Competence, Creativity, Collaboration, and
Indonesia merupakan sebuah negara yang Caring, dalam, John K Roth, ‘Inspiring
memiliki keragaman etnik tetapi memiliki Teaching’, Anker Publishing Company,
tujuan yang sama, yakni sama-sama menuju USA, 1997.
masyarakat adil makmur dan sejahtera. Sunarto, Kamanto, Multicultural Education in
Mengingat kenyataan seperti ini, menjadi Schools, Challenges in its Implementation,
penting untuk mengembangkan pendidikan dalam Jurnal Multicultural Education in
multikultural, yakni sebuah proses pendidikan Indonesia and South East Asia, Edisi I, 2004.
yang memberi peluang sama pada seluruh anak Sada, Clarry, Multicultural Education in
bangsa tanpa membedakan perlakuan karena Kalimantan Barat; an Overview, dalam
perbedaan etnik, budaya dan agama, yang Jurnal Multicultural Education in Indonesia
memberikan penghargaan terhadap keragaman, and South East Asia, Edisi I, 2004.
dan yang memberikan hak-hak sama bagi etnik Semiawan, Conny, The Challenge of a
minoritas, dalam upaya memperkuat persatuan Multicultural Education in a Pluralistic
dan kesatuan, identitas nasional dan citra bangsa Society; the Indonesian Case, dalam
di mata dunia internasional. Jurnal Multicultural Education in Indonesia
Dalam hal pendidikan multikultural, and South East Asia, Edisi I, 2004.
sekolah harus mendesain proses pembelajaran, Tilaar, H.A.R., Multikulturalisme, Tantangan-
mempersiapkan kurikulum dan desain evaluasi, Tantangan Global Masa Depan dalam
serta mempersiapkan guru yang memiliki Transformasi Pendidikan Nasional, Grasindo,
persepsi, sikap dan perilaku multikultur, Jakarta, 2004.
sehingga menjadi bagian yang memberikan Vogt, Paul W, Tolerance and Education, Learning
kontribusi positif terhadap pembinaan sikap to Live with Diversity and Difference, Sage
multikultur para siswanya. Publication, London,1997.
27 Ibid, hal. 85-86.

Anda mungkin juga menyukai