Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“Pengaruh Budaya Eropa di Lombok”

Dosen Pengampu: M. Triyanto, M. Pd

Kelompok 6:

1. Istiqomah (180102047)
2. Raudatul Jannah (180102061)
3. Satrimah (180102065)
4. Siti Fatimatuzzahro (180102067)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HAMZANWADI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya Makalah tentang “Pengaruh Budaya Eropa di Lombok”. Serta
salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah senantiasa membimbing dan mereformasikan ummat-Nya dari jalan
jahiliyah menuju jalan islamiyah.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah “Sejarah
Kebudayaan Nasional” yang telah memberikan penugasan sehingga kami
diharapkan menjadi insan terdidik yang mampu untuk mengembangkan diri
dibidangakademik dan akan berguna untuk agama, bangsa, dan negara kelak.

Kami menyusun ini dengan sederhana mungkin agar kita semua lebih
memahami dan mendalami mengenai materi tersebut. Kami menyusun materi ini
dengan konsep yang mudah dimengerti serta disajikan pula secara sistematis.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, kritik dan saran perbaikan
kepada kami, sangat kami harapkan untuk menyempurnakan tugas-tugas di masa
mendatang.

Pancor, 21 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Maskuknya Budaya Eropa di pulau Lombok
B. Pengaruh Budaya Eropa di pulau Lombok
C. Dampak dari budaya Eropa di pulau Lombok
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia, sebagai sebuah bangsa, terbentuk dari aneka kultur dan struktur
sosial yang berbeda-beda. Berbeda dengan Jepang ataupun Korea, Indonesia
memiliki kultur yang tidak homogen. Bahkan, untuk wilayah Papua saja terdapat
kurang lebih 132 suku bangsa dan bahasa yang berlainan. Itu belum lagi sistem
sosial dan budaya yang terdapat di pulau-pulau Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan
lainnya.
Indonesia merupakan sebuah ide yang dibentuk oleh para founding father
guna mempersatukan wilayah-wilayah nusantara ke dalam ikatan nasional yang
lebih besar secara politik. Tatkala seseorang mempelajari budaya Sekaten di
Keraton Yogyakarta, dapat saja dikatakan bahwa ia tengah mempelajari budaya
Indonesia. Atau, dikala seorang peneliti mempelajari budaya pemeliharaan tanaman
hutan pada Suku Kubu di Jambi, ia juga dikatakan tengah mempelajari budaya
Indonesia. Yogyakarta dan Jambi merupakan dua wilayah yang terikat ke dalam
sebuah nasional yang bernama Indonesia.
Begitu juga ketika seseorang mengkaji suku sasak di pulau Lombok, itu juga
termasuk telahmempelajari budaya Indonesia, karena Lombok merupakan salah satu
pulau berpenghuni yang berada dalam lingkaran ribuan gugusan kepulauan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kedatangan bangsa eropa menjadikan Indonesia, khususnya Lombok
menjadikannya pulau dengan akulturasi budaya. Budaya Lombok yang begitu
melekat pada masyarakat menjadi sedikit tersingkirkan dengan kehadiran bangsa
Eropa. Dari pengaruh bahasa, pakaian, bangunan, budaya, sosial, pendidikan, dan
lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana budaya bangsa Eropa masuk ke pulau Lombok?
2. Bagaimana pengaruh budaya eEropa di pulau Lombok?
3. Bagaimana dampak budaya Eropa di pulau Lombok?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana budaya bangsaEropa masuk ke pulau Lombok.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya Eropa di pulau Lombok.
3. Untuk mnegetahui bagaimana dampak budaya Eropa di pulau Lombok.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masuknya Budaya Eropa di Pulau Lombok

Pada akhir abad ke-19, kedaulatan politik Kerajaan Mataram yang terletak di
Pulau Lombok, berakhir. Kedaulatan itu runtuh akibat campur tangan Belanda dalam
Perang Lombok yang berlangsung antara 1891-1894. Perang ini berawal dari sebuah
pemberontakan masyarakat Sasak dari Desa Praya terhadap Kerajaan Mataram.
Masyarakat Sasak nekat memberontak karena ketidakpuasan mereka terhadap pola
kebijakan politik yang diterapkan oleh raja mataram, Anak Agung Made
Karangasem. Namun karena terdesak, orang-orang Sasak meminta bantuan kepada
Belanda, yang pada akhirnya justru menjadikan Bali dan Lombok terkolonialisasi
secara penuh.

Penyebab Perang Lombok

Desa Praya secara geografis terletak paling dekat dengan wilayah kekuasaan
Kerajaan Mataram di Lombok Barat, yang dikuasai oleh Dinasti Karangasem dari
Bali. Dulunya, masyarakat Sasak di Desa Praya membantu Dinasti Karangasem
untuk menguasai Pulau Lombok. Atas jasanya itu, masyarakatnya dibebaskan dari
upeti. Akan tetapi, mereka harus ikut perang apabila diminta oleh kerajaan. Pada
masa Ratu Agung Gede Ngurah Karangasem, kebijakan bebas upeti itu berubah.
Selain itu, Ratu Agung Gede Ngurah Karangasem juga mengangkat putranya, Anak
Agung Made Karangasem, yang lahir dari seorang selir, sebagai pendampingnya.
Pada 22 Juni 1891, Kerajaan Mataram mengeluarkan perintah bagi Desa Praya untuk
berperang membantu Kerajaan Karangasem sekaligus menyediakan kebutuhan
pangan para prajurit.

Perintah tersebut tentu saja menimbulkan keresahan bagi Suku Sasak. Terlebih
lagi, Kerajaan Mataram kerap mengambil tindakan yang dipandang tidak adil dan
sewenang-wenang. Seperti contohnya merampas tanah dan hewan peliharaan,
pemecatan pejabat lokal, hingga mengambil anak-anak untuk dijadikan budak. Hal-
hal itulah yang menjadi latar belakang Perang Lombok yang dimulai pada 1891.

Jalannya pemberontakan

Pada Agustus 1891, raja Mataram memerintahkan masyarakat Desa Praya


mengirimkan pasukan ke Bali untuk kedua kalinya. Akan tetapi, perintah itu tidak
ditaati, sehingga raja mengirim pasukan untuk menangkap tokoh yang dianggap
bertanggung jawab atas pembangkangan itu. Tindakan raja ini semakin menimbulkan
keguncangan di Suku Sasak. Alhasil, Guru Bangkol menyerukan panggilan kepada
masyarakat untuk melawan kesewenang-wenangan raja. Pada 7 Agustus 1891,
ratusan penduduk Sasak menyerang dan membakar rumah-rumah milik penguasa
Bali di Lombok. Raja merespon pemberontakan dengan mengerahkan sekitar 3.000
pasukan dari Lombok Barat dan 6.000 pasukan dari Lombok Timur. Meski dikepung
dengan ribuan pasukan, Desa Praya ternyata masih mampu mengimbangi kekuatan
kerajaan. Perang pun berlangsung hingga tiga tahun kemudian. Namun, keadaan
segera berubah ketika kekuatan kolonial Belanda ikut campur.

Intervensi Belanda

Kekuasaan Mataram dan Pulau Lombok telah lama menjadi incaran Belanda.
Ketika perlawanan Sasak semakin meluas, kesempatan untuk ikut campur pun
terbuka lebar. Terlebih lagi, penduduk Sasak telah melayangkan surat permohonan
bantuan kepada Belanda sejak 1891. Pada 1892, Belanda mulai terlibat Perang
Lombok dengan memblokade pasokan persenjataan untuk kerajaan. Namun, langkah
ini ternyata tidak cukup untuk menghentikan Mataram. Belanda pun mulai menduga
bahwa Kerajaan Mataram tidak lagi mengakui kekuasaannya, seperti yang tertuang
dalam perjanjian mereka pada 1843.

Ketika surat ultimatum dari Gubernur Jenderal van der Wick agar Mataram
menyerah juga tidak digubris, Belanda akhrinya menurunkan ekspedisi berkekuatan
ratusan perwira dan ribuan prajurit yang berangkat dengan tiga kapal perang dari
Batavia, yaitu Prins Hendrik, Koningin Emma, dan Tromp. Ekspedisi militer ini
dipimpin oleh Mayor Jenderal J.A. Vetter dan Mayor Jenderal Petrus van Ham.
Untuk menghadapi Belanda, strategi perang yang diterapkan Kerajaan Mataram
adalah menghindari pertempuran terbuka. Pasukan kerajaan justru menyergap kamp
militer Belanda pada 25 Agustus 1894. Serangan mendadak ini pun berhasil
menewaskan 500 orang, termasuk Mayor Jenderal Petrus van Ham. Meski
kehilangan hampir separuh kekuatannya, Belanda tidak langsung membalas dan
memilih untuk menunggu bantuan. Pada 3 September 1894, persenjataan mutrakhir
dan pasukan bantuan yang dipimpin oleh Jenderal Sagov dan Kolonel J.J.K. de
Moulin akhirnya tiba.

Akhir Perang Lombok

Setelah bantuan mendarat di Lombok, komado pasukan Belanda merancang


serbuan sebaik mungkin, mengingat kekalahan mereka pada 25 Agustus. Perintah
untuk menyerang pusat pemerintahan Kerajaan Mataram di Cakranegara baru
dikeluarkan pada 18 November 1894. Dalam serangan ini, Istana Cakranegara
hancur dan sebanyak 2.000 prajurit kerajaan diperkirakan tewas, sedangkan Belanda
hanya kehilangan 166 orang. Puncak pertempuran berlangsung pada 22 November
1894, ketika pengikut setia raja melakukan puputan, yaitu bertempur sampai mati.
Setelah perang, Lombok menjadi bagian dari Hindia Belanda dan pemerintahannya
dijalankan dari Bali. Selain itu, kekayaan Lombok yang terdiri atas ratusan kilo
emas, ribuan kilo perak, dan karya sastra, juga disita oleh Belanda.

B. Pengaruh Masuknya Budaya Eropa di Pulau Lombok

1. Bangunan Bonjeruk

Desa yang terletak di bagian tengah Pulau Lombok ini sudah didesikasikan
sebagai desa wisata berbasis lingkungan dan budaya. Desa Bonjeruk berdiri pada
1886, namun keberadaannya konon sudah ada sejak 1852. Jadi, desa ini bisa
dibilang salah satu desa tertua yang ada di Pulau Lombok. Ajang wisata besar ini
menggabungkan konsep desa persawahan dan bangunan era kolonial. Sangat pas
dengan kondisi di desa ini. Desa Bonjeruk akan membuat kamu masuk ke lorong
waktu dan muncul di era kolonial Belanda ketika berkuasa di Indonesia.

Pulau ini pernah menjadi salah satu daerah kekuasaan Hindia Belanda. Jejak
tersebut dapat ditemukan di Desa Bonjeruk, Kecamatan Jonggat, Kabupaten
Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Ada beberapa bangunan dengan desain art
deco peninggalan Belanda. Desa Bonjeruk sendiri pernah menjadi pusat administrasi
kolonial. Tidak mengherankan jika terdapat beberapa bangunan bergaya Eropa di
desa tersebut. Salah satu bangunan tersebut yaitu gapura berwarna krem. Terdapat
tulisan 'Bondjeroek den 10 mei' dengan angka tahun 1933. Bangunan ini didirikan
pada 1933, sebagai gerbang masuk menuju komplek perumahan era Belanda. Tidak
jauh dari bangunan itu, berdiri Masjid Raden Nunu Unas. Masjid ini juga
menggunakan gaya arsitektur art deco lantaran dibangun sejak zaman Belanda.
Keberadaan bangunan peninggalan Belanda tersebut menjadi daya tarik tersendiri
bagi Desa Bonjeruk. Sebagai tujuan wisata, desa ini menghadirkan perpaduan
sejarah dengan budaya yang kental sekaligus pemandangan alam yang asri. Ini
karena posisi Bonjeruk yang merupakan kawasan permukiman dikelilingi area
persawahan. Kamu dapat merasakan suasana yang tenang dan hangat jika
berkunjung ke desa ini.

2. Jembatan Gantung di Lombok Barat Desa Kebon Ayu

Jembatan ini membentang di sungai Gerung yang menghubungkan Dusun


Kelebut Desa Kebun Ayu Kecamatan Gerung dengan Dusun Nyurlembang Desa
Jembatan Gantung Kecamatan Lembar. Di momen peringatan Hari Kemerdekaan RI
ini, ada baiknya warga mengetahui jejak-jejak peninggalan penjajah di sekitar
mereka. Dari dokumen yang ada, jembatan gantung ini sudah ada sejak tahun 1932.
Jembatan ini punya panjang 116 meter dan lebar 4 meter. Jembatan terbuat dari besi
kokoh. Meski umurnya sudah 84 tahun, jembatan ini tetap kokoh. “ Ini dibangun
sejak zaman penjajahan Belanda,” ungkap H. Syarafudin (91). Ia menegaskan
dirinya menjadi saksi pembangunan jembatan ini saat koran ini berkunjung ke
kediamannya di Desa Jembatan Gantung belum lama ini. Ia menceritakan, waktu itu
tentara Belanda membawa tenaga ahli dari Jawa untuk membangun jembatan ini.
Tenaga lokal yang terpilih hanya beberapa orang saja. Selebihnya bertugas
mengumpulkan material seperti batu, pasir, besi dan lain-lain. Sebelum rangka
jembatan, yang dibangun terlebih dahulu adalah pondasi jembatan baik di sisi kiri
dan kanan sungai. Setelah kering, barulah pekerja menggarap rangka jembatan. H.
Syarafudin ingat besi yang dipakai membangun jembatan ini didatangkan dari
Australia. Warga ditugaskan membantu para pekerja inti. Jembatan ini dikerjakan
selama sekitar 2 tahun.

Dulu jembatan ini menjadi sarana utama sebelum ada jalan memadai yang
menghubungkan wilayah-wilayah terpencil seperti Penarukan, Gunung Malang,
Peseng dan lain-lain. Untuk keperluan irigasi pertanian, jembatan ini juga didesain
sebagai penyalur air. Di bagian bawah badan jembatan terdapat saluran air yang
merupakan satu kesatuan.“ Inilah saluran air yang dibuat pertama kali disini,”
ungkapnya. Beberapa tahun setelah selesai dibangun, jembatan ini tercatat dua kali
dihantam arus sungai Dodokan sehingga sempat rusak. Jembatan tidak berfungsi,
saluran air di bawahnya juga tidak bisa mengairi sawah petani. Akhirnya jembatan
ini diperbaiki. Syarafudin mengaku saat jembatan dibangun umurnya baru 7 tahun.
Seingatnya, warga dipaksa bekerja siang dan malam agar jembatan ini cepat jadi.
Kerja paksa ini bahkan menimbulkan korban jiwa. Kini jembatan menjadi salah satu
peninggalan kolonial. Saat ini jembatan hanya bisa dilewati oleh sepeda motor.
Itupun pengendara harus berhati-hati. Pad sore hari, jembatan ini menjadi tempat
nongkrong anak-anak muda dari desa sekitar. Syarafuddin menceritakan, yang
paling tidak menyakitkan adalah saat Jepang berkuasa. Seringkali tentara Jepang
menguras isi rumah warga.” Termasuk perempuan cantik diambil juga,” ungkapnya.

3. Kota Tua Ampenan


Kota Tua Ampenan menjadi saksi sejarah Kota Mataram, Lombok. Kota ini
dulunya pusat kota pelabuhan di Lombok saat zaman kolonialisme Belanda. Tak
heran bila di sini terdapat bangunan-bangunan berarsitektur Belanda. Meskipun
terlihat tak terawat, namun bangunan tersebut tetap kokoh. Kota Tua Ampenan
menjadi ikon kota wisata sejarah dan juga menjadi tempat favorit berswa foto.

Mataram merupakan ibukota dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Di kota


tersebut, ada banyak hal yang menarik, salah satunya adalah kota tua, yaitu kota
yang memiliki bangunan kuno dan memiliki nilai sejarah. Kota tua yang ada di
Mataram tersebut terletak di Ampenan yang dahulu pernah menjadi pelabuhan dan
pusat perekonomian warga setempat.

Indonesia memiliki 43 kota yang termasuk dalam Jaringan Kota Pusaka


Indonesia (JKPI) dan Kota Tua Ampenan adalah salah satunya. Kota tua dan
bersejarah ini terletak di Kota Mataram sebelah barat, tepatnya di Kecamatan
Ampenan. Kota tua ini menyimpan banyak sejarah masa lalu yang menarik sehingga
tidak hanya dijadikan sebagai destinasi wisata para pelancong yang datang ke sana,
tetapi juga sebagai warisan sejarah yang perlu dirawat.

a. Sejarah

Kota Tua Ampenan dibangun oleh Belanda sejak tahun 1924. Menurut
sejarah, tujuan pembangunan kota ini adalah untuk mengimbangi kerajaan-
kerajaan yang ada di Pulau Bali. Dengan kata lain, pembangunan Kota Ampenan
tidak lepas dari ambisi Belanda yang ingin menciptakan kota pelabuhan di Pulau
Lombok.

Asal nama Ampenan pada kota ini darikata amben yang dalam bahasa
Sasak artinya tempat persinggahan. Sebagai kota pelabuhan yang digunakan
sebagai tempat persinggahan berbagai suku bangsa di masa lalu, nama ini sangat
cocok untuk Kota Tua Ampenan.
Ampenan pernah menjadi salah satu pelabuhan andalan di Lombok. Kota
pelabuhan ini bahkan pernah dijadikan sebagai tempat bertolak bagi jamaah haji
yang berasal dari pulau itu. Namun, lokasi pelabuhan kemudian dipindah ke
Lembar karena ombak yang cukup besar.

Hingga saat ini, penghuni Kota Ampenan tidak hanya berasal dari satu
suku bangsa dan justru sangat beragam. Ada banyak perkampungan di sana yang
terdiri dari berbagai etnis seperti Melayu, Tionghoa, Bugis, Arab, dan banyak
lagi. Oleh karena itu, keragamanan dan toleransi yang diterapkan oleh mereka
patut dijadikan panutan. Apabila sikap toleransi tersebut dilestarikan, Indonesia
akan tumbuh sebagai salah satu negara di Asia yang rukun dengan toleransi
keberagaman yang tinggi.

b. Daya tarik dan Aktivitas yang Dapat Dilakukan

Kota Tua Ampenan memiliki banyak daya tarik sehingga sangat cocok
untuk dikunjungi saat Anda singgah di Lombok. Beberapa daya tarik yang dapat
ditemukan di kota tua tersebut adalah sebagai berikut.

1) Melihat keragaman etnis yang hidup bersama

Dulunya, Ampenan merupakan kota pelabuhan yang dijadikan


tempat persinggahan berbagai suku bangsa. Oleh karena itu, wajar jika di
masa sekarang kota ini dihuni oleh banyak suku bangsa dan memiliki
tingkat keberagaman penduduk yang tinggi. Di Ampenan, Anda dapat
menemukan berbagai perkampungan denganbudaya yang berbeda. Meski
begitu, mereka hidup berdampingan dengan rukun dan saling memberikan
toleransi kepada satu sama lain.

Ada beberapa perkampungan etnis yang dapat ditemui di Ampenan,


seperti Kampung Cina, Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung
Banjar, Kampung Bugis, dan Kampung Arab.
2) Bangunan bersejarah bergaya Art Deco

Seperti namanya, Kota Tua Ampenan memiliki banyak bangunan


bersejarah peninggalan masa lalu. Bangunan tersebut didirikan pada zaman
penjajahan Belanda, yaitu sekitar tahun 1800-an. Oleh karena itu, bangunan-
bangunan di sana terkesan kuno. Cukup dengan melihat sekilas, wisatawan
akan langsung tahu bahwa bangunan yang ada di sana adalah bangunan
bersejarah. Pasalnya, bangunan yang ada di Ampenan tetap dipertahankan
keasliannya hingga sekarang dan tidak dilakukan renovasi yang dapat
mengubah bentuk asli bangunan. Oleh karena itu, meski bangunan-
bangunan tua tersebut tetap digunakan oleh masyarakat untuk menjalankan
aktivitas seperti berdagang dan lain sebagainya, kesan kuno bangunan yang
ada di sana tidak hilang. Masyarakat umumnya hanya melakukan renovasi
kecil-kecilan atau hanya mengecat ulang agar tidak tampak kusam. Kesan
kuno itulah yang sengaja dipertahankan dan dijadikan sebagai daya tarik
utama agar Kota Tua Ampenan mampu menarik wisatawan baik dari dalam
maupun luar negeri.

Bangunan-bangunan yang ada di sana kebanyakan bergaya art deco


ala Belanda. Saat berkunjung ke Ampenan, Anda dapat mengambil foto
bangunan kuno yang ada di sana dan menjadikannya kenang-kenangan.
Anda bisa berkeliling di kawasan simpang lima kota tua dan di sekitar jalan
pabean. Anda juga disarankan untuk mampir ke Kelenteng Po Hwa Kong
yang dipercaya sebagai kelenteng tertua yang ada di Nusa Tenggara Barat.
Tempat ibadah yang terletak di Jalan Yos Sudarso nomor 180 ini termasuk
kawasan Kampung Pecinan. Dengan warna pagaranya yang merah,
kelenteng ini tidak sulit untuk ditemukan. Di dalam kelenteng tersebut, ada
sekitar 12 dewa yang ada di altar masing-masing.

3) Wisata kuliner
Saat berkunjung ke suatu tempat wisata, mencicipi kuliner khas
adalah suatu keharusan. Pasalnya setiap daerah memiliki kuliner khas yang
patut untuk dicicipi, begitu pula dengan Kota Mataram di Nusa Tenggara
Barat. Saat berkunjung ke sana, Anda sangat disarankan untuk berwisata
kuliner dan mencicipi berbagai menu khas, misalnya di Kota Tua Ampenan.
Ada banyak menu khas yang dominan pedas dapat Anda jumpai di sana
seperti plencing kangkung, ayam taliwang, dan banyak lagi.

Salah satu menu yang direkomendasikan saat Anda berkunjung ke


Ampenan adalah es campur di Rumah Makan Ramayana. Rumah makan ini
telah berdiri sejak tahun 1976. Es campur di tempat tersebut sangat cocok
untuk menghilangkan dahaga saat cuaca panas. Selain es campur, Anda juga
dapat menemukan es buah, es kacang hijau, dan es teler durian. Harga es di
Rumah Makan Ramayana cukup terjangkau, hanya sekitar Rp16.000,00
sehingga tidak akan menguras isi kantong Anda.

Jika Anda berkunjung ke rumah makan tersebut saat jam makan,


Anda dapat menikmati berbagai menu kuliner khas dari rumah makan
legendaris tersebut, seperti gado-gado, lontong cap gomeh, maupun jajanan
seperti risoles. Harga makanan di tempat tersebut juga tidak kalah
terjangkau karena Anda dapat menikmati menu khas Mataram dengan harga
mulai dari Rp15.000,00.

Jika Anda suka dengan masakan khas Melayu, Anda sebaiknya


mampir ke Warung Rezeki Hj. Nung di Kawasan Kampung Melayu. Untuk
menikmati nasi kuning di Warung Rezeki Hj. Nung, Anda hanya perlu
membayar sekitar Rp15.000,00. Menu yang tersedia tidak hanya nasi
kuning, melainkan ada juga nasi olah dari sayur paku dan berbagai lauk
seperti daging suir, rendang, ayam cincang, maupun beberuk.

Bagi pencinta buah durian, jika Anda berkunjung ke Ampenan saat


musim durian, maka tidak lengkap rasanya jika Anda tidak mencicipi durian
dari kawasan ini. Anda hanya perlu pergi ke sekitar Taman Jangkar Kota
Tua Ampenan yang menjadi tempat mangkal penjual durian. Anda dapat
memakan buah durian langsung di tempat sambil menikmati keindahan
kota.

4) Mancing dan melihat sunset

Di Kota Tua Ampenan, wisatawan juga dapat melihat sunset. Hal ini
mungkin dilakukan karena lokasi Ampenan yang dekat dengan laut dan
bahkan pernah menjadi kota pelabuhan. Meski status Ampenan kini bukan
lagi kota pelabuhan, wisatawan masih dapat melihat bekas-bekas dermaga
saat berkunjung ke tempat tersebut. Sisa reruntuhan dermaga yang ada di
sana biasa digunakan sebagai tempat memancing bagi penduduk lokal
maupun wisatawan yang ingin menikmati suasana dermaga. Selain
memancing, wisatawan yang datang ke bekas dermaga juga dapat melihat
sunset atau matahari terbenam dari sana. Anda juga dapat berkunjung ke
Pantai Ampenan dan menikmati desiran ombak dan semilir angin. Saat
berkunjung ke sini, Anda dapat menikmati keindahan pantai sekaligus
berwisata kuliner menyantap pisang goreng maupun menu khas laut di
warung seafood.

4. Tangga Seribu

Sejarah bertutur bahwa melalui penjajahan, Negara Indonesia pernah


dijelajah oleh Bangsa Belanda. Salah satu bukti fisik yang menjadi saksi adalah
sebuah saluran air raksasa yang teletak di Narmada Lombok Barat. Saluran air
raksasa, yang sebagai bukti sejarah tentang kedatangan Bangsa Belanda di Pulau
Lombok pada zaman penjajahan adalah terletak di wilayah bagian timur dari Taman
Narmada Desa Narmada Lombok Barat. Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai
'Tuntang Tungkek'. Bangunan ini pun layaknya sepasang ular besar nan panjang
yang mengapit deretan anak tangga, dan sengaja menampakkan dirinya di sebuah
perkampungan yang ada di Narmada. Deretan anak tangga menjadi bagian dari
permukaan pipa saluran air tersebut. Namun bila kita mencoba untuk menghitung
dari keseluruhan anak tangga tersebut, akan membutuhkan waktu yang sedikit lama
karena saking banyaknya. Hal inilah yang menyebabkan kalau bangunan pipa air
yang berbentuk ular tangga ini disebut sebagai "Tangga Seribu". Peninggalan
Bangsa Belanda yang berupa saluran air ini membentang dari ujung utara Taman
Narmada yang teletak di Desa Narmada hingga ke ujung selatan atau mencapai
bagian wilayah Desa Peresak. Seorang penjaga Taman Narmada menuturkan bahwa
saluran pipa besar ini adalah peninggalan Bangsa Belanda di zaman penjajahan, dan
bangunan ini terbuat dari beton serta memiliki ukuran panjang sekitar 200 Meter.

Namun dari segi pengamatan, bangunan yang tampak eksotis ini memanjang
atau membentang dari sebuah bukit yang berbentuk persawahan hingga menurun ke
sebuah lembah terus menanjak ke sebuah bukit sebelah yang berbentuk
pekampungan penduduk. Dari segi pemanfaatan, bangunan yang berupa saluran air
yang berpasangan ini menjadi media dalam mengalirkan air dari sebuah sungai yang
berada di bagian utara menuju ke sebuah sungai kecil yang berada di wilayah
perkampungan penduduk pada bagian selatan. Pengakuan seorang warga penduduk
Desa Peresak, "Saluran air ini telah ada pada zaman penjajahan Bangsa Belanda dan
berfungsi sebagai pensuplai air dari sebuah sungai di bagian utara ke sebuah sungai
kecil yang ada di perkampungan penduduk pada bagian selatan. Adi adalah seorang
warga penduduk Desa Peresak menuturkan bahwa menurut tuturan orang tua yang
hidup pada zaman dahulu yang mana bangunan orang Belanda yang berbentuk ular
tangga ini telah berfungsi semenjak zaman Belanda hingga sekarang. Bangunan ini
pun sangat membantu masyarakat sekitar karena berfungsi sebagai irigasi yang
mampu mensuplai air sehingga warga penduduk di sini dapat sukses di bidang
pertanian, khususnya dalam penanaman padi," tuturnya. Suatu hal yang yang
menjadi nilai positip pada peningkatan daya tarik wisata Taman Narmada adalah
karena bangunan saluran air yang tergolong unik ini berada pada kawasan Wisata
Taman Narmada sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya wisatawan
domestik dan mancanegara yang silih berganti untuk menjelajah pada bangunan ular
tangga yang besar ini. Bahkan tak jarang mereka pun mengabadikan keunikan
bagunan ini lewat camera dan diposting di berbagai media sosial yang tentunya
berpengaruh lagi pada kuantitas jumlah pengunjung atau wisatawan.

C. Dampak budaya Eropa di Pulau Lombok


Bangsa Eropa yang lama berada di Indonesia membawa pengaruh-pengaruh
yang masih bisa kita rasakan hingga hari ini.

1. Bidang Politik

Pada masa pemerintahan kolonial, kekuasaan-kekuasaan kerajaan di


Nusantara menurun karena adanya intervensi dari pemerintah kolonial, lewat devide
et impera (politik adu domba). Melalui devide et impera, pemerintah kolonial
Belanda berhasil memengaruhi penguasa-penguasa di daerah untuk tunduk terhadap
kekuasaannya.

Berhasil membuat penguasa daerah tunduk, berarti juga dapat “mengatur”


beberapa kebijakan baru, seperti: membagi wilayah Hindia Belanda khususnya Jawa
menjadi 9 prefektur dan 30 regentschap.Tiap prefektur dipimpin oleh prefek yang
merupakan orang Eropa sedangkan tia pregentschap (kabupaten) dipimpin bupati
yang berasal dari orang pribumi bangsawan. Prefektur dan regent berada di bawah
Gubernur Jenderal yang berkedudukan sebagai pemimpin tertinggi pemerintah
kolonial Belanda. Gubernur Jenderal dibantu oleh enam departemen yaitu
kehakiman, keuangan, dalam negeri, kebudayaan dan kepercayaan, ekonomi serta
kesejahteraan rakyat.Perubahan dalam politik pemerintahan kembali terjadi akibat
kebijakan politik Pax Nederlanica di akhir abad 19 menuju awal abad 20.

Pax Nederlanica adalah perubahan sistem pemerintahan dari administrasi


tradisional ke sistem administrasi modern. Sistem ini diterapkan untuk
menggantikan posisi penting pemerintah daerah ke tangan pemerintah Belanda
dengan cara mengangkat dan menggaji pegawai yang menduduki jabatan struktur
birokrasi. Dalam sistem tersebut jabatan tertinggi yang bisa dipegang
oleh masyarakat pribumi adalah bupati dan di bawahnya terdapat wedana dan patih.

Selain itu, sistem pemerintahan di Indonesia sekarang merupakan warisan


dari penerapan ajaran Trias Politica yang dijalankan oleh pemerintah kolonial
Belanda. Dalam badan yudikatif di struktur tersebut, pemerintahan kolonial Belanda
membagi badan peradilan menjadi tiga macam berdasarkan golongan masyarakat di
Hindia-Belanda. Badan peradilan tersebut terdiri dari peradilan untuk orang Eropa,
peradilan orang Timur Asing, dan peradilan orang pribumi. Dalam badan legislatif,
pemerintah kolonial Belanda membentuk Volksraad atau Dewan Rakyat pada tahun
1918.

2. Bidang Budaya

Kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara memengaruhi kebudayaan bangsa


Indonesia. Pengaruh tersebut mulai dari kosakata bahasa, musik, seni tari, pakaian,
arsitektur hingga cara berpikir. Dampak dalam bidang budaya yang pertama adalah
adanya kata-kata serapan.

Selain itu, kedatangan Bangsa Eropa juga mengenalkan berbagai hal baru ke
bangsa kita. Misalnya, kita jadi tahu berbagai musik internasional ataupun tarian
seperti dansa. Selain itu, ada juga bangunan-bangunan yang menjadi saksi bisu
terhadap segala peristiwa masa lampau. Semua bangunan tersebut punya ciri khas
yang sulit dibuat saat ini. Seperti bangunan yang bisa kita temui di Desa Bonjeruk,
Lombok Tengah. Gaya arsitektur pada bangunan zaman belanda menjadi dampak
kedatangan Bangsa Eropa yang masih bisa kamu nikmati di masa kini.

3. Bidang Ekonomi

Dengan datangnya Bangsa Eropa, masyarakat Indonesia khususnya Lombok,


diperkenalkan pada mata uang di masa Raffles menjalankan kebijakan Sistem Sewa
Tanah. Diperkenalkannya uang kertas dan logam mendorong munculnya perbankan
modern di Hindia-Belanda. Salah satunya adalah de Javasche Bank, bank modern di
Hindia-Belanda yang muncul pertama kali dan didirikan di Batavia pada tahun
1828. Banyak sekali saat ini nama-nama bank yang bertebaran di masyarakat, dan
daopat dirasakan manfaatnya sampai saat ini. Mempermudah masyarakat dalam
menimpan uang ditempat yang tepat. Sehingga dapat menabung untuk kepentingan
kehidupan sehari-harinya.

4. Bidang Pendidikan

Masuknya bangsa Eropa ke Nusantara juga membawa pengaruh besar dalam


bidang pendidikan.  Pendidikan yang dibentuk pemerintah kolonial Belanda adalah
sekolah-sekolah kejuruan seperti sekolah calon pegawai negeri sipil yaitu
OSVIA (Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren). Ada pula dua sekolah
kejuruan medis selevel dengan tingkat universitas yaitu School Tot Opleiding van
Inlandsche Artsen (STOVIA), danNederland Indische Artssenschool (NIAS).
STOVIA didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda untuk melahirkan
dokter-dokter demi mengatasi berbagai penyakit berbahaya di wilayah jajahannya.
Sekolah ini didirikan untuk mendidik masyarakat pribumi, sehingga setelah
mengenyam pendidikan di STOVIA mereka mendapat gelar “Dokter Jawa”.

Kemudian muncul kembali pendidikan tingkat universitas Technische


Hoogeschool (THS, Sekolah Tinggi Teknik). Melalui sekolah-sekolah bergaya
pendidikan barat yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda nantinya
melahirkan golongan elite baru dalam masyarakat Indonesia. Golongan elite baru
inilah yang membawa perubahan dalam perjuangan bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaan.

Dan saat ini di pulau Lombok saja sudah terbukti dan ada sampai saat ini
sekolah-sekolah keguruan tinggi yang bersebaran di pulau Lombok. Bukan hanya
satu atau dua keguruan saja, melainkan banyak sekali. Sehingga mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat yang ada di pulau Lombok
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari materi tersebut penulis dapat simpulkan bahwa bangsa Eropa
memberikan banyak sekali pengaruh terhadap pulau Lombok. Dari awal bangsa
Eropa masuk ke pulau Lombok dengan tujuan membantu dalam peperangan
melawan Bali yang saat itu sedang berseteru dengan pulau Lombok, menjadi titik
awal niat Belanda dalam menguasai pulau Lombok dan Bali sekaligus. Dari itu
semua jejak bangsa Belanda meninggalkan beberapa bukti penjajahannya di pulau
Lombok, seperti bangunan bonjeruk desa bonjeruk di lombok tengah sebagai pusat
pemerintahan Belanda bangunan tersebut khas memiliki pernak pernik dari Belanda
tersebut, jembatan gantung yang ada di Lombok Barat desa Kebon Ayu menjadu
destinasi wisata dimanfaatkan sebagai irigasi, Kota tua Ampenan Amben yaitu
tempat singgah dulu pada zaman Belanda dijadikan tempat pelabuhan; jika kesana
kita akan melihat bangunan-bangunan tua khas dari Belanda tersebut, Tangga Seribu
yang dibuat Belanda sebagai saluran air raksasa yang berada di Narmada; pipa air
berbentuk seperti tangga ini disebut dengan tangga seribu, karena banyaknya tangga
yang akan dipijak.
Dari pengaruh masuknya budaya Eropa tersebut memberikan dampak yang
cukup berkenan dan dapat dirasakan sampai saat ini oleh masyarakat Indonesia,
khususnya di pulau Lombok. Terdapat beberapa dampak yang masih dirasakanoleh
masyarakat, antara lain: dalam bidang ekonomi, bidang budaya, bidang politik, dan
bidang pendidikan.
B. Saran
Penyusun menyadari banyak sekali kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang membangun, agar dalam penyusunan makalah yang selanjutnya bisa lebih baik
lagi.

DAFTAR PUSTAKA

https://wonderfulimage.id/read/326/kota-tua-ampenan-mataram. Diakses tanggal


21 Desember 2021.

https://tic.wonderin.id/destination/nusa-tenggara-barat/-desa-bonjeruk-lombok-
tengah-menyusuri-bangunan-era-kolonial-dan-agrowisata. Diakses 21
Desember 2021.

https://www.berdesa.com/wisata-sejarah-desa-bonjeruk/. Diakses 21 Desember


2021.

https://www.kompasiana.com/andimulyan5272/5e19cb04097f36497d6f9a72/tan
gga-seribu-bangunan-kuno-yang-menjadi-destinasi-wisata. Diakses
tanggal 21 Desember 2021.

https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-11-dampak-kedatangan-bangsa-
eropa-bagi-indonesia. Diakses 21 Desember 2021.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008).


Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai