Anda di halaman 1dari 13

PEMBAHASAN

A. Hakikat Pembelajaran Sastra

Di sekolah dasar, pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa


mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam
perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan
hidup. Pengembangan kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis dan
bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Adapun pemilihan
bahan ajar tersebut dapat dicari pada sumbersumber yang relevan (Depdiknas, 2003 ).

Pembelajaran sastra di SD adalah Pembelajaran sastra anak. Sastra anak adalah karya sastra yang
secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-
anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan
berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak
harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik
orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang
dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan.

Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta
menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral,
pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi
pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak
merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan
atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun
kecerdasan emosinya.

Di Sekolah Dasar, pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa


mengapresiasikan karya sastra. Menurut Huck (1987 : 630-623) bahwa pembelajaran sastra di SD
harus memberi pengalaman pada siswa yang akan berkontribusi pada 4 tujuan, yakni pencarian
kesenangan pada buku, menginterprestasikan bacaan sastra, mengembangkan kesadaran bersastra,
dan mengembangkan apresiasi. Pembelajaran sastra di SD adalah pembelajaran sastra anak. Sastra
anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami

oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia
antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur
imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan
alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak
bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman
tingkah laku dalam kehidupan.

B. Pengertian Sastra
Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta 'Sastra', yang berarti teks
yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar 'Sas' yang berarti instruksi atau ajaran
dan 'Tra' yang berarti alat atau sarana. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk
merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.

Sastra merupakan bagian dari kesenian yang dapat memberikan kesenangan , hiburan, kebahagiaan
pada diri manusia. Manusia selalu ingin menikmati keindahan yang pemah dirasakannya dengan
mewujudkan keindahan itu dalam bentuk,seperti;senitariyang mewujudkan keindahan gerak tubuh
manusia, seni rupa yang mewujudkan keindahan bentuk benda dan susunannya, dan seni sastra
yang mewujudkan keindahan dalam bentuk bahasa. Dalam sastra unsur perasaan lebih tinggi. Sastra
berhubungan dengan penciptaan, dan ungkapan pribadi ( ekspresi ). Jiwa sastra berupa pikiran,
perasaan, dan pengalaman manusia. Sebuah karya sastra akan menjadikan pembacanya lebih kaya
akan pengalaman dan pengetahuan, hati akan bergetar dan jiwa akan diliputi kesegaran. Keindahan
sastra terletak pada pengelolaan bahan pokoknya melalui bahasa. Bahasa sastra mempunyai ciri
khas yang berbeda dengan bahasa sehari-hari, misalnya; dalam bahasa sehari-hari orang akan
berkata "hari sudah senja". Akan tetapi sastrawan mungkin akan mengatakan "matahari tenggelam
di balik bukit-bukit".

Subjek dan objek kita dalam pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dikelas rendah adalah anak
kecil. Dunia anak-anak yang penuh dengan kegembiraan merupakan salah satu aspek penting untuk
dipertimbangkan dalam memilih pembelajaran yang cocok diberikan kepada mereka. Karya sastra
merupakan pembelajaran yang cocok untuk diberikan dikelas rendah karena telah diketahui oleh
kita pada umumnya. Dengan membaca karya sastra, hati kita bisa

merasakan sesuatu yang menyenangkan dan menggembirakan . Selain itu karya sastra pun
memberikan nilai-nilai dan pengetahuan lain yang belum pemah diketahui oleh anak-anak, seperti
pengetahuan bagaimana sebaiknya mereka berinteraksi dengan sesama. Secara tidak langsung juga,
karya sastra dapat dijadikan refleksi kehidupan anak-anak. Karena melalui karya sastra mereka dapat
mencurahkan pengalaman hidup mereka dan pada akhirnya mereka dapat menemukan nilai-nilai
yang terkandung dari pengalaman yang telah mereka tuangkan ke dalam karya satra.

Nilai Sastra bagi Anak

Sastra dapat mengembangkan wawasan anak menjadi prilaku insani. Melalui karya sastra yang luas
dapat membuat anak mengerti dunia. Anak dapat membayangkan dan merasakan keindahan serta
anak dapat merasakan kesadaran mengenai kehidupan orang lain, bahkan bangsa lain sekalipun.
Sastra mengembangkan imajinasi anak untuk memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan
dengan berbagai cara. Sastra dapat memberikan pengalaman seolaholah si anak sendiri yang
mengalaminya. Seperti, petualangan, perjuangan dalam menghadapi rintangan. Bagi seorang calon
pendidik dikelas rendah sangatlah penting mengetahiu nilai-nilai apa saja yang akan diberikan pada
anak lewat karya sastra.
Pembelajaran Sastra bagi Pendidikan Anak-anak SD

Karya sastra merupakan pembelajaran yang cocok untuk diberikan. Karena telah diketahiu oleh kita
bahwa dengan membaca karya sastra hati bisa merasakan sesuatu yang menyenangkan dan
membahagiakan. Selain itu, karya sastra juga memberikan nilai-nilai dan pengetahuan lainnya yang
belum pernah diketahui oleh anak-anak seperti pengetahuan bagaimana sebaiknya mereka
berinteraksi dengan sesama.

Membantu Perkembangan Bahasa Anak

Melalui menyimak atau membaca karya sastra , secara sadar ataupun tidak sadar pemerolehan
bahasa anak akan meningkat. Bertambahnya kosa kata maka akan meningkatkan pula keterampilan
berbahasa anak.

Membantu Perkembangan Kognitif Siswa

Sastra mempunyai hubungan erat dengan penalaran dan pikiran anak-anak. Semakin anak terampil
berbahasa, maka akan semakin terampil pula mereka berfikir. Penalaran yang dikembangkan melalui
media sastra antara lain; membandingkan, mengklasifikasikan, menghipotesis, merangkum,
mengeritik, dan menerapkan.

Perkembangan Kepribadian

Sastra mempunyai peranan penting dalam perkembangan kepribadian anak. Tokoh-tokoh dalam
karya sastra secara tidak sadar akan mendorong atau mempengaruhi anak-anak mengendalikan
berbagai emosi, misalnya: benci, cemas, takut, bangga, angkuh, sombong, dan lainnya. Disini guru
harus pintar-pintar memilih bacaan untuk anak yang didalamnya terdapat pesan, kesan moral bagi
anak.

Perkembangan Sosial

Istilah sosialisasi mengacu pada suatu proses yang digunakan untuk anak-anak dalam membentuk
perilaku, norma-norma, dan mativasi, yang selalu dipantau serta dinilai oleh keluarga dan kelompok
budaya mereka. Ada tiga proses yang sangat berpengaruh dalam sosialisasi dunia anak-anak.

E. Tujuan Pembelajaran Sastra di SD


Di sekolah dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia lebih diarahkan pada kompetensi siswa
untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pelaksanaannya, pembelajaran sastra dan bahasa
dilaksanakan secara terintegrasi. Sedangkan pengajaran sastra, ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Pengetahuan
tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi.

Dan pernyataan pembelajaran sastra tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan apresiasi menjadi tujuan
utama, sedangkan perangkat pengetahuan sastra diperlukan untuk menunjang terwujudnya
apresiasi dan pembelajaran bahasa secara umum. Dengan demikian yang harus terjadi dalam
pembelajaran sastra ialah kegiatan apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan teori sastra.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Huck dkk. (1987) bahwa pembelajaran sastra di SD harus
memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada

empat tujuan (1) menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) menginterpretasi bacaan sastra (3)
mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4) mengembangkan apresiasi.

Menumbuhkan Kesenangan Terhadap Buku

Salah satu tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi kesempatan kepada anak untuk
memperoleh pengalaman dari bacaan, serta masuk dan terlibat di dalam suatubuku. Pembelajaran
sastra harus membuat anak merasa senang membaca, membolakbalik buku, dan gemar mencari
bacaan.

Salah satu cara terbaik untuk membuat siswa tertarik kepada buku menumt Huck (1987) ialah
memberi siswa lingkungan yang kaya dengan buku-buku yang baik. Beri mereka waktu untuk
membaca atau secara teratur gum membacakan buku untuk mereka. Perkenalkan mereka pada
berbagai ragam bacaan prosa dan puisi, realisme dan fantasi, fiksi historis dan kontemporer,
tradisional dan modern. Beni mereka waktu untuk membicarakan buku-buku, menceritakan buku itu
satu sama lain dan menginterpretasikannya melalui berbagai macam aktivitas respons kreatif. Satu
hal penting yang juga disarankan oleh Huck ialah siswa harus diberi kesempatan mengamati atau
melihat orang-orang dewasa menikmati buku. Melalui kegiatan-kegiatan yang menarik minatnya,
siswa akan memperoleh kesenangan.

Dengan demikian, langkah pertama di dalam pembelajaran sastra di SD ialah menemukan


kesenangan kepada buku. Hal ini hendaknya dijadikan tujuan utama pembelajaran bahasa dan sastra
di sekolah dasar dan hendaknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa atau dengan jalan pintas.
Kesenangan kepada buku hanya muncul melalui pengalaman yang panjang (Sutherland & Arbuthnot,
1991).

Menginterpretasikan Literatur
Untuk menciptakan ketertarikan kepada buku, siswa perlu membaca banyak buku. Siswa pun perlu
memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan bukubuku. Guru dan
siswa dapat membicarakan tentang makna pribadi yang mungkin terdapat pada suatu cerita untuk
kehidupannya sendiri. Anak kelas lima daenam mungkin telah merefleksikan perbandingan antara
kejadian-kejadian yang ada pada cerita atau kaitan cerita dengan kehidupannya secara nyata (Huck,
1987). Ketika siswa, mulai membahas penyebab perilaku

tertentu pada cerita, mereka bisa mengembangkawawasan lebih banyak kepada orang lain. Ketika
siswa menghubungkan apa yang mereka baca itu dengan latar belakang pengalamannya, mereka
menginternalisasikan makna cerita itu. Louis Rosenblatt merupakan salah seorang yang pertama-
tama mengingatkan kita bahwa pembaca itu sama-sama berartinya dengan karya yang sedang
dibacanya. Pengalaman literer katanya, harus dibuat bertahap seperti transaksi antara pembaca dan
teks (Rosenblatt, 1983). Pada murid sekolah dasar transaksi itu paling baik dimulai dengan respons
pribadinya pada cerita.

Membantu siswa dalam menginterpretasikan bacaan itu dengan cara mengidentifikasi para pelaku
yang ada pada cerita. Hal itu dapat dilakukan dengan mendra matisasikan (role play) adegan
tertentu yang ada pada buku cerita. Kegiatan dramatisasi adegan cerita selain menguatkan
pemahaman pada cerita juga akan melatih mereka bersosialisasi (Simpson, 1989). Kelompok anak
yang lain kemungkinan menulis essay. jurnal, atau surat yang berkaitan dengan tokoh utama atau
tokoh yang lainnya yang ada di dalam cerita. Semua aktivitas tersebut akan menambah interpretasi
murid terhadap cerita dan memperdalam tanggapannya pada bacaan.

3. Mengembangkan Kesadaran Bersastra

Anak-anak yang masih berada di sekolah dasar juga harus diajak mulai mengembangkan kesadaran
pada sastra. Tak dapat dipungkiri bahwa pemahaman literer meningkatkan kenikmatan anak
terhadap bacaan (Huck, 1987). Ada beberapa anak usia tujuh dan delapan tahun yang sangat senang
menemukan varian yang berbeda mengenai Cinderella, misalnya. Mereka sangat senang
membandingkan berbagai awal dan akhir cerita rakyat dan sangat suka menulis sendiri kisahnya.
Jelasnya kesenangan seperti ini berasal dan pengetahuan tentang cerita rakyat.

Anak-anak harus pula diarahkan menemukan elemen-elemen sastra secara berangsurangsur, karena
elemen-elemen itu memberikan bekal bagi siswa dalam pemahaman makna cerita atau puisi.
Dengan demikian guru harus menguasai pengetahuan tentang bentuk-bentuk cerita, elemen-elemen
cerita, dan pengetahuan tentang pengarang.

Selama siswa berada di sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman mengenai bentuk
sastra yang berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit. Mereka sudah dapat membedakan
bentuk prosa dan puisi, fiksi dan nonfiksi, antara realisme dan fantasi, tetapi tidak dengan istilah-
istilah tersebut. Mungkin cara mereka memahami hanya akan bercerita kepada
gurunya bahwa buku Dewi Nawangwulan itu memuat suatu cerita, atau Bawang Putih itu ceritanya
mirip Cinderella yang telah dibacanya. Hal ini langkah awal yang baik dalam mengembangkan
pemahaman tentang bentuk-bentuk sastra.

Demikian pula pengetahuan siswa mengenai elemen cerita misalnya alur, karakterisasi, tema, dan
sudut pandang pengarang akan muncul secara berangsur-angsur. Ada siswa yang minatnya tergugah
bila mengetahui piranti sastra seperti simbol, perbandingan, penggunaan sorot balik, dan
sebagainyna. Namun jenis pengetahuan ini lebih cocok untuk guru. Pembahasan tentang piranti
sastra pada siswa hendaknya hanya diperkenalkan apabila diperlukan benar untuk dapat membawa
ke arah pemahaman yang lebih kaya terhadap sebuah buku. Yang terpenting bukan menghafal
pirantinya, namun bagaimana anak-anak diberi waktu untuk memberikan tanggapan personalnya
pada cerita (Huck, 1987).

4. Mengembangkan Apresiasi

Sasaran jangka panjang pengajaran sastra di SD ialah mengembangkan kesukaan membaca karya
sastra yang bermutu. James Britton (dalam Huck, 1987) menyatakan bahwa dalam pengajaran
sastra, "siswa hendaknya membaca lebih banyak buku dengan rasa puas .... (dan) dia hendaknya
membaca buku-buku dengan kepuasan yang semakin tinggi".

Margaret Early (dalam Huck, 1987) menyatakan bahwa terdapat tiga tahap urutan dan
perkembangan yang ada dalam pertumbuhan apresiasi (1) tahap kenikmatan yang tidak sadar, (2)
tahap apresiasi yang masih ragu-ragu atau berada antara tahap kesatu dan ketiga, dan (3) tahap
kegembiraan secara sadar. Tahap pertama sama dengan gagasan menumbuhkan kesenangan
terhadap bacaan, sehingga menjadi terlibat di dalamnya. Pada tahap ini siswa membaca atau guru
membacakannya untuk mendapatkan kesenangan. Mereka jarang menyentuh cara pengarang
menciptakan makna. Pembaca pada tahap kedua tertarik tidak hanya pada alur cerita. Pembaca
pada tahap ini mulai bertanya tentang apa yang terjadi pada suatu cerita dan mendalami isi cerita
untuk mendapatkan makna lebih dalam. Pembaca menikmati dan mengeksplorasi cerita untuk
melihat bagaimana pengarang, penyair, atau seniman memperkuat makna dengan teksitu. Tahap
ketiga, tahap pembaca yang sudah matang dan menemukan kegembiraan dalam banyak jenis
bacaan dan banyak periode waktu, memberikan penghargaan pada aliran dan pengarangnya, dan
memberikan tanggapan kritis sehingga mendapatkan kegembiraannya secara sadar.

Pengajaran sastra untuk sekolah dasar menurut Huck (1987), terutama kelas-kelas awal, difokuskan
pada tahap pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari (unconscious enjoyment). Jika semua
siswa bisa diberi kesempatan menemukan kesenangan terhadap bacaan, mereka akan bisa
membangun dasar yang kokoh bagi apresiasi sastra. Diawalidari menyenangi karya sastra yang
dibacanya itulah, siswa akan meningkat ke tahap berikutnya. Setelah merasa senang dengan bacaan
barn kemudian siswa didorong untuk menginterpretasikan makna cerita atau puisi melalui diskusi
atau aktivitas kreatif, mereka bisa memasuki tahap kedua, tahap kesadaran pada apresiasi.
Berangkat dari bekal itulah. siswa dapat diajak untuk memberi tanggapan terhadap buku, membahas
bagaimana perasaan mereka tentang cerita itu dan apa makna cerita itu bagi mereka. Siswa juga
dapat diajak untuk memberi alasan "mengapa" mereka memiliki perasaan seperti itu dan cara-cara
pengarang atau seni man menciptakan perasaan itu. Para siswa akan memerlukan bimbingan dari
guru untuk melalui tahap-demi tahap tersebut, namun bukan mendiktenva atau memberi tafsiran
yang harus diterima begitu saja oleh siswa. Guru hanyalah pemberi jalan setapak untuk masuk ke
dunia indahnya sastra.

F. Pendekatan, Metode, Strategi, Model Pembelajaran Sastra di SD Kelas Rendah

Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan
mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran. Pendekatan pembelajaran dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk
pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:

Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach).

pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centeredapproach).

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung
(direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan,

pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery
dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif (Sanjaya, 2008: 127). Menurut Darmiyati Zuchdi
( 1996: 30), pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode. Pendekatan ini mengacu
pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat bahasa.

Ketepatan penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi dalam kegiatan
pembelajaran. Istilah metode dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, sebab secara
umum menurut kamus Purwadarminta (1976), metode adalah cara yang telah teratur dan terfikir
baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Metode pembelajaran bahasa ialah rencana
pembelajaran yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang
akan diajarkan serta kemungkinan pengembangan (Darmiyati Zuchdi, 1996: 30). Berdasarkan hal
tersebut maka kedudukan metode dalam pembelajaranmempunyairuang lingkup sebagai cara
dalam:

Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam rangka memberikan
dorongan kepada warga belajar untuk terus mau belajar.
Pengungkap tumbuhnya minat belajar, yaitu cara dalam menumbuhkan rangsangan untuk
tumbuhnya minat belajar warga belajar yang didasarkan pada kebutuhannya.

Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam menyampaikan bahan
dalam kegiatan pembelajaran.

Pencipta iklim belajar yang kondusif, yaitu cara untuk menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan bagi warga abelajar untuk belajar.

Tenaga untuk melahirkan kreativitas, yaitu cara untuk menumbuhkan kreativitas warga belajar
sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, yaitu cara untuk mengetahui
keberhasilan pembelajaran.

Pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar, cara untuk untuk mencari pemecahan
masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran Strategi pembelajaran sifatnya masih
konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran
tertentu. Sehingga strategi merupakan "a plan of operation achieving something" sedangkan
metode adalah "a way in achieving something" (Wina Senjaya: 2008). Jadi, dapat diartikan sebagai
cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

1. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pendekatan dalam pembelajaran bahasa terdiri dari beberapa macam, seperti yang akan diuraikan
berikut.

Pendekatan Behaviorisme

Kelompok ini berpandangan bahwa proses penguasaan kemampuan berbahasa anak sebenarnya
dikendalikan dari luar sebagai akibat berbagai rangsangan yang diterapkan lingkungan kepada Si
Anak. Bahasa sebagai wujud perilaku manusia merupakankebiasaanyang harus dipelajari. Jadi
kemampuan berkomunikasi anak melalui bahasa pada dasarnya sangat ditentukan oleh stimulus-
respon dan peniruan-peniruan.
Pendekatan Nativisme

Pandangan ini berpendapat bahwa anak sudah dibekali secara alamiah dengan apa yang disebut LAD
(Language Acquisition Device). LAD sudah diprogramkan untuk mengolah butirbutir tatabahasa yang
dianggap sebagai suatu bagian dari otak. LAD membekali anak dengan kemampuan alamiah untuk
dapat berbahasa. Dengan demikian belajar berbahasa pada hakikatnya hanyalah mengisi detail
dalam struktur yang sudah ada secara alamiah.

Pendekatan Kognitif

Kemapuan berbahasa anak berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif anak.
Bahasa dalam pandangan kognitif distrukturlisasi dan dikendalikan oleh nalar. Dengan demikian
perkembangan kognisi sangat berpengaruh pada perkembangan bahasa.

Pendekatan Interaksi Sosial

Pendekatan ini merupakan perpaduan teori-teori yang telah disebutkan di atas. Kesimpulan teori-
teori bahasa anak mempunyai potensi dasar (kognitif) dari bawaannya yang tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan melalui proses interaksi. Inti pembelajaran interaktif

adalah siswa membuat pertanyaan atau mencari masalah sendiri dan berusaha menyelesaikan
sendiri. Hal ini akan meningkatkan kreativitas dan berpikir kritis siswa.

Pendekatan Tujuan

Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan "cara belajar tuntas". Dengan "cara belajar
tuntas", berarti suatu kegiatan belajar mengajar dianggap berhasil, apabila sedikitdikitnya 85% dari
jumlah siswa yang mengikuti pelajaran itu menguasai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan
oleh guru. Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif; jika sekurang-kurangnya 85%
dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab dengan betul minimal 75% dari soal
yang diberikan oleh guru maka pembelajaran dapat dianggap berhasil.

Pendekatan Struktural

Pandangan ini berpendapat bahwa bahasa adalah data yang didengar/ditulis untuk dianalisis sesuai
dengan tatabahasa. Jadi belajar bahasa adalah belajar struktur (tatabahasa).
Pendekatan Komunikati

Pendekatan komunikationasarkan pada pandangan bahwa bahasa adalah sarana berkomunikasi.


Karena itu tujuan utama pengajaran bahasa adalah meningkatkan keterampilan berbahasa siswa,
bukan kepada pengetahuan tentang bahasa, pengetahuan bahasa diajarkan untuk menunjang
pencapaian keterampilan bahasa.

Pendekatan Pragmatik

Pendekatan ini mengutamakan keterampilan berbahasa dengan memperhatikan faktorfaktor


penentu berbahasa, seperti: pemeran serta, tujuan, situasi, konteks juga aspek pengembangan:
emosi, moral, sosial dan intelektual.

2. Model Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD

a) Model Pembelajaran Kooperati

a. Pembelajaran Kooperati
b. Salah satu model pembelajaran yang sekarang banyak dikembangkan di beberapa sekolah,
khususnya pada jenjang sekolah dasar adalah model pembelajaran kooperativ (Cooperative
Learning). Pembelajaran ini menekankan pada adanya aspek kooperatietau kerja sama
antara satu siswa dengan siswa lain. Kerja sama yang dibangun dalam model pembelajaran
kooperationdalah kerjasama yang tersetruktur dan terencana dengan baik.
c.
d. b. Teknik Pembelajaran Kooperatierdasarkan Komponen dan Penerapannya
e.
f. STAD (Student Teams Achievement Division), digunakan untuk mengajarkansecara verbal
dan tertulis yang langkah-langkahnya sebagai berikut:
g.
h. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok.
i.
j. Tiap anggota menggunakan lembar kerja akademik kemudian saling membantu untuk
menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar anggota tim.
k.
l. Tiap minggu atau 2 minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan materi yang
telah diberikan.
m.
n. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap materi, yang meraih
prestasi tinggi diberi penghargaan.
o.
p. Jigsaw, digunakan untuk bertanya atau berpendapat (Aspek Berbicara) pertama kali
dikembangkan oleh Aronsos dkk adapun langkah-langkah pengembangannya sebagai
berikut:
q.
r. Kelas dibagi menjadi beberapa tim/kelompok anggotanya 5-6 yang karakteristiknya
heterogen.
s.
t. Bahan yang disajikan bentuk teks, tiap siswa bertanggung jawab mempelajari.
u.
v. Setiap kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab mengkaji bagiannya. Bila berkumpul
disebut kelompok pakar.
w.
x. Para siswa yang ada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula untuk mengajar
anggota baru mengenai materi yang dipelajari dalam kelompok pakar.
y.
z. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi para siswa dievaluasi secara individual mengenai
bahan yang pernah di pelajari.
aa.
bb. Pemberian skor diberikan / dilakukan seperti dalam metode STAD. Nilai tertinggi diberi
penghargaan oleh guru.
cc.
dd. 15
ee. 3) NHT (Number Heads Together), Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa
dalam penguatan pemahaman pembelajatan atau mengecek pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran. Implementasi di kelas pada NHT adalah sebagai berikut:
ff.
gg. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan di capai.
hh.
ii. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkanskor dasar atau
skor awal.
jj.
kk. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa,
setiap kelompok diberi nama atau nomor.
ll.
mm. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
nn.
oo. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu kelompok untuk menjawab.
pp.
qq. Guru memfasilitasi, mengarahkan dan memberikan penegasan akhir pembelajaran. - Guru
memberikan tes individu.
rr.
ss. b) Model Pembelajaran Kontekstual
tt.
uu. Pembelajaran Kontekstual
vv.
ww. Pembelajaran Kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
xx.
yy. Komponen Model Pembelajaran Kontekstual
zz.
aaa. Konstrukvisme
bbb.
ccc. Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada
pengetahuan awal.
ddd.
eee. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses "mengkonstruksi" bukan menerima
pengetahuan.
fff.
ggg. Inquiry
hhh. Siswa belajar berpikir kritis.
iii.
jjj. - Proses pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
kkk.
lll. 3) Questioning (Bertanya)
mmm.
nnn. - Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir
siswa. - Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis
inquiry.
ooo.
ppp. Learning Community (Masyarakat Belajar)
qqq.
rrr. Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
sss.
ttt. Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. Tukar pengalaman. -
Berbagi ide.
uuu.
vvv.Modeling (Pemodelan)
www.
xxx.Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
yyy.
zzz. Reflection ( Refleksi)
aaaa.
bbbb. Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.
cccc.
dddd. c. Aplikasi di kelas dalam model pembelajaran kontekstual
eeee.
ffff. Memilih tema.
gggg.
hhhh. Menentukan konsep-konsep yang dipelajari.
iiii.
jjjj. Menentukan kegiatan -kegiatan untuk investigasi konsep-konsep terdaftar.
kkkk.
llll. Menentukan mata pelajaran terkait(dalam bentuk diagram).
mmmm.
nnnn. Mereviu kegiatan-kegiatan & mata pelajaran yang terkait.
oooo.
pppp. Menentukan urutan kegiatan.
qqqq.
rrrr. Menyiapkan tindak lanjut.
ssss. Model Pembelajaran Kuantum
tttt.
uuuu. Pembelajaran Kuantum
vvvv.
wwww. Proses pembelajaran quantum teaching intinya pembelajaran yang menyenangkan,
kreatif tidak membosankan. Kalau semua itu tidak tercapai, guru harus ganti strategi dengan
menggunakan multi media, sehingga membuat pembelajaran lebih efektif, proses belajar
saat ini boleh dikatakan aktif, partisipatif, konstruktif, komunikativ dan berorientasi pada
tujuan.
xxxx.
yyyy. Komponen Model Pembelajaran Kuantum (Bermakna)
zzzz.
aaaaa. Pembelajaran quantum merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau
pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neorologi yang jauh sebelumnya sudah ada
dikaitkan dengan penemuan empiris sehingga terjadi keseimbangan antara otak kiri dan
otak kanan yang pada dasarnya anak itu mempunyai kecerdasan ganda.
bbbbb.
ccccc. Model Pembelajaran Tematik
ddddd.
eeeee. Pembelajaran Tematik
fffff.
ggggg. Menurut Siskandar, bagi guru SD kelas rendah (kelas I, II, dan III) yang peserta
didiknya masih berperilaku dan berpikir konkret, pembelajaran sebaiknya dirancang secara
terpadu dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran. Dengan
cara ini maka pembelajaran untuk siswa kelas I, II, dan III menjadi lebih bermakna, lebih utuh
dan sangat kontekstualdengan dunia anak-anak.
hhhhh.
iiiii. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran berdasarkan tema untuk mempelajari suatu
materi guna mencapai kompetensi/keahlian tertentu - Tema adalah suatu bidang yang luas,
yang menjadi fokus pembahasan dalam pembelajaran - Topik adalah bagian dari tema / sub
tema.

Anda mungkin juga menyukai