Asas ini diatur dalam Pasal 57 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Makna yang terkandung dalam asas ini adalah proses penyelesaian perkara tidak memakan jangka waktu yang lama, berbelit-belit hingga bertahun-tahun akan tetapi tidak juga terlalu cepat sehingga putusan yang diajukan terkesan tidak berwibawa. Akan lebih baik jika pemeriksaan perkara dilakukan dengan seksama, rasional, objektif, dan sepatutnya para pihak yang berperkara diberikan kesempatan untuk mengajukan jawaban, saksi yang sesuai dengan asas audit et atteram partem. Dalam penerapan asas ini tidak boleh mengurangi ketetapan majelis hakim dalam memeriksa, menilai, dan memutuskan suatu perkara menurut hukum dan keadilan. Yang dimaksud dengan biaya ringan adalah panjar perkara sudah jelas dan pasti peruntukannya, tanpa ada pungutan liar yang tidak jelas dan merugikan pihak. Tujuan asas ini adalah agar suatu proses pemeriksaan di pengadilan, relatif tidak memakan waktu lama bertahun-tahun sesuai kesederhanaan hukum acara itu sendiri, hakim tidak mempersulit proses persidangan yang berbeda-beda dan sering mundur dalam jadwal persidangan.
2. Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum
Asas ini diatur dalam Pasal 59 ayat (1) dan (2) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Pasal 13 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Makna yang terkandung dalam asas ini adalah setiap pemeriksaan perkara yang berlangsung pada Pengadilan Agama boleh diikuti masyarakat yang berkehendak menghadiri, menyaksikan, dan mendengarkan jalannya persidangan tanpa dilarang atau dihalangi. Tujuan dari asas ini adalah agar dalam penyelesaian suatu perkara tidak terjadi kesewenang-wenangan dan tidak menyimpang dari aturan hukum yang berkaku sehingga pemeriksaan perkara dapat berjalan dengan fair. Akan tetapi asas persidangan terbuka untuk umum ini tidak berlaku saat pemeriksaan perkara perceraian karena demi kerahasiaan rumah tangga para pihak yang sedang berperkara