Anda di halaman 1dari 109

MATERI 1

Pengertian Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar jumlah anggotanya di Indonesia. Dan
terbesar di dunia dalam hal jumlah amal usaha, yang meliputi bidang pendidikan, sosial, kesehatan dan
ekonomi. Untuk mengenal muhammadiyah secara lebih mendalam berikut pemaparannya.
A. Pengertian Muhammadiyah
Muhammadiyah secara bahasa berasal dari kata Muhammad dan iyah. "Muhammad" diambil
dari nama Nabi terakhir Muhammad SAW sedangkan “iyah” berarti pengikut. Jadi secara bahasa,
muhammadiyah berarti pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah secara istilah adalah
Sebuah Organisasi Islam, gerakan dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang didirikan oleh KH.
Ahmad Dahlan pada 18 Nopember 1912 M atau 8 Dzulhijah 1330 H di Yogyakarta, tepatnya di
Kampung Kauman. Ma’ruf segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah. Sedangkan
Munkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
B. Tujuan Muhammadiyah
Muhammadiyah bertujuan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya –adil, makmur, sejahtera- yang
diridhai Allah SWT. Yang pada akhirnya dapat melahirkan “Baldatun Thayibatun Wa Rabbun
Ghafur” negeri yang baik yang penuh keberkahan dan ampunan Allah SWT. Gemah ripah loh
jinawi.
C. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Ada beberapa hal yang melatar belakangi KH. Ahmad Dahlan bersama para murid nya
mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Diantaranya adalah inspirasi dari Al Qur’an Surat Ali
Imran ayat 104.
َٰ ‫مْل ُ َ ُأ‬ َ ‫ون َلى ْال َخ ْير َو َيْأ ُم ُر‬
ْ َ ‫ون بامْل‬ َ ‫َو ْل َت ُك ْن م ْن ُك ْم ُأ َّم ٌة َي ْد ُع‬
‫وف َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ا ْنك ِر ۚ َو ولِئ َك‬
ِ ُ
‫ر‬ ‫ع‬ ِ ِ ‫ِإ‬ ِ
َ ‫ُه ُم امْل ُ ْفل ُح‬
‫ون‬ ِ
 “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.”
Ayat inilah yang menjadikan semangat dalam diri KH. Ahmad Dahlan untuk senantiasa
berdakwah, menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencagah dari
perbuatan munkar.
Latar belakang berikutnya adalah adanya praktek penyimpangan ajaran agama Islam yang
sudah mendarah daging di masyarakat. Hal ini terjadi karena ketidak-tahuan masyarakat terhadap
ajaran Islam yang sebenarnya. Ditambah dengan sikap taqlid buta mereka kepada para pimpinan
agama Islam waktu itu. Sehingga mereka menerima apapun yang disampaikan tanpa mau
mengoreksinya. Islam dipraktekkan secara campur aduk dengan ajaran lain. Dicampur dengan
ajaran hindu budha. Dicampur dengan animism dinanisme. Umat Islam rapuh secara aqidah.
Latar belakang selanjutnya adalah kondisi ekonomi politik budaya umat Islam saat itu sangat
lemah. Terjajah oleh kaum imperialis barat serta terjajah oleh kaum nya sendiri yang menjadi
antek kompeni. Hal ini menjadikan umat Islam menjadi sasaran empuk misi zending Kristen,
untuk dijadikan domba – domba gembalaan baru.
Oleh karena keadaan tersebut, KH. Ahmad Dahlan beserta dengan murid – murid nya
berjuang untuk mengembalikan nilai asli seorang muslim. Muhammadiyah menjadi  pelopor
gerakan tajdid (pembaharu) yang tidak menghendaki adanya Tahayul, Bid’ah, Khurofat dan
Taqlid buta dalam aqidah dan ibadah umat Islam.
Pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah adalah menyatukan ajaran “Ar ruju’ ila al
Qur’an wa Al Sunnah” (kembali kepada Al Qur’an dan As Sunah) dengan semangat “Ijtihad dan
Tajdid”. Dalam mewujudkan cita - cita dan keyakinannya muhammadiyah  melakukan da’wah
Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan cara Hikmah Kebijaksanaan. Sebagaimana perintah Allah
SWT dalam Al Qur’an Surat An Nahl ayat 125.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk”.
Hikmah ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak
dengan yang bathil. Mengajak, memanggil, menyeru tidak jemu-jemu, tidak memaksa, tidak
boleh marah dan putus asa. Karena hidayah adalah hak prerogatif Allah SWT.
Dengan semangat tersebut muhamamdiyah menjadi organisasi berjuang secara hikmah
menjadi organisasi yang tertib secara administrasi. Dan saat ini muhammadiyah telah memiliki
banyak amal usaha di berbagai bidang demi mewujudkan cita – citanya, antara lain bidang
Pendidikan, Sosial, Kesehatan dan Ekonomi.
Materi ke- 2

IDENTITAS GERAKAN MUHAMMADIYAH

Identitas Muhammadiyah adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khusus yang dimiliki dan
melekat pada Muhammadiyah, yang menunjukkan keunikan Muhammadiyah, dan
membedakannya dengan organisasi lain. Ciri-ciri itu merupakan perwujudan dari nilai-nilai
yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan Muhammadiyah.

Menurut Haedar Nashir, bukan dimaksudkan untuk secara berlebihan menonjolkan atau
membangga-banggakan keunggulan Muhammadiyah, seraya memposisikan organisasi lain di
bawah Muhammadiyah. Juga tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap fanatik buta
serta memperlebar jarak antara Muhammadiyah dengan organisasi lain, yang menjurus
timbulnya perpecahan. Pembahasan dan sosialisasi identitas Muhammadiyah dimaksudkan
untuk lebih mengenal keperibadian dan ciri-ciri Muhammadiyah dibandingkan dengan
organisasi lain. Bagi warga, aktivis dan pimpinan Muhammadiyah, pengenalan terhadap
identitas Muhammadiuyah ini akan menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan, yang pada
gilirannya akan melahirkan komitmen yang tinggi kepada Muhammadiyah.

Haedar Nashir menyimpulkan, bahwa identitas dan karakter Muhammadiyah itu adalah
sebagai berikut :

Pertama, Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar makruf nahi munkar dan
tajdid, berasas Islam, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan tujuan terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenam-benarnya.

Kedua, dalam beragama Muhammadiyah selalu memperlihatkan sikap wasathiyah


(tengahan) dan tidak ghulul (ekstrim), dengan tetap istiqamah pada prinsip-prinsip Islam
yang bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah/maqbulah serta
mengembangkan akal pikiran yang sesuai dengan ajaran Islam.

Ketiga, Muhammadiyah memandang  Islam  sebagaai  agama  yang  berkemajuan  (Dinul


hadharah) dan mengandung kesatuan yang utuh, menyangkut aspek-aspek aqidah, ibadah,
akhiaq dan mu’amalah dunyawiyah, tanpa meniandang satu aspek lebih penting dari yang
lainnya, serta mewujudkannya dalam kehidupan peribadi, keluarga, dan masyarakat melalaui
dakwah yang terus menerus.

Keempat, pandangan Muhammadiyah tentang tajdid atau pembaharuan cendernng


seimbang antara  pemurnian  (purifikasi)  dan  pembaruan/pengembangan  (modernisasi,
dinamisasi).

Kelima, ideologi Gerakan Muhammadiyah mengedepankan penerapan nilai-nilai dan


prinsip Islam dalam kehidupan dan lebih berorientasi pada pembentukan masyarakat Islam.
Keenam, Muhammadiyah menampilkan corak Islam yang mengedepankan amaliyah
yang terlembaga dan terorganisasi sebagai perwujudan dan keyakinan dan pemahaman Islam
dalam Muhammadiyah, sehingga Islam termanifestasikan secara konkrit.

Ketujuh, perjuangan Muhammadiyah lebih memilih jalur dakwah di bidang


kemasyaraakatan dan tidak menempuh jalur politik sebagaimana ditempuh oleh partai
politik, dengan tetap menjalankan peran-peran kebangsaan.

Kedelapan, Muhammadiyah menerima Negara Republik Indonesia yang berdasarkan


Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Negara bangsa, untuk berusaha bersama-
sama menjadikan suatu Negara yang adil dan makmur dan diridlai Allah SwT: Baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.

Kesembilan, dalam memosisikan diri di hadapan Negara/Pemerintah, Muhammadiyah


senantiasa mengembangkan sikap amar ma’ruf nahi munkar dalam makna memberikan
dukungan pada kebijakan-kebijakan yang positif, sebaliknya melakukan kritik secara
bijaksana terhadap kebijakan-kebijakan yang dipandang tidak baik.

Kesepuluh, sejalan dengan Kepribadian Muhammadiyah, dalam memperjuangkan


sesuatu lebih mengedepankan sikap toleran, demokratis, damai, cerdas, bekerjasama dengan
golongan manapun untuk kebaikan, kuat dalam prinsip tetapi luwes dalam cara, menjauhi
konfrontasi apalagi kekerasan.

Terakhir, bergerak melalui sistem organisasi (Persyarikatan) dan tidak bersifat


perorangan dengan menjunjung tinggi semangat kolektif kolegial, demokratis, musyawarah,
dan ukhuwah.
Materi ke 3
Paham agama menurut Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan gerakan keislaman yang sudah lama eksis di Indonesia,


didirikan tahun 1912 tetapi pergulatan pemikiran kemuhammadiyahan sudah muncul
sebelum tahun tersebut dalam diskusi dan aksi KH Ahmad Dahlan bersama dengan santri-
santrinya. Gerakan ini memiliki tujuan untuk mengantarkan jamaahnya ke pintu surga serta
juga sukses dalam kehidupan duniawiyah. Faham keagamaan menurut Muhammadiyah digali
dari sejarah berdirinya organisasi dan juga diskusi yang berlangsung antara sang pendiri
dengan para murid-murid generasi pertama serta dokumen-dokumen resmi keorganisasian.
Diantara dokumen-dokumen tersebut adalah Surat Al Ma’un, 17 kelompok ayat Al Qur’an
yang dipelajari oleh murid-murid KH Ahmad Dahlan, 7 kelompok falsafah
kemuhammadiyahan.

Faham Islam dalam Muhammadiyah adalah kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Ialah faham Islam yang murni yang merujuk kepada sumber ajaran yang utama yaitu Al
Qur’an dan As Sunnah yang Shohihah dan Maqbulah serta berorientasi kepada kemajuan.
Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah yang otentik dan dinamis.

َ َ ‫ف ْن َت َن‬5َ ۖ ‫م ر م ْن ُك ْم‬5ْ ‫ول َوُأ ولي اَأْل‬ ‫َّ َ َ َأ‬ ‫َ َأ ُّ َ َّ َ َ َأ‬


‫از ْع ُت ْم ِفي ش ْي ٍء‬5 ‫ِإ‬ ِ ِ ِ
َ 5‫س‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫وا‬ ‫ع‬
ُ ‫ي‬ ‫ط‬ِ ‫و‬ ‫ه‬ ‫الل‬ ‫ُوا‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ط‬ِ ‫ه ا ال ِذين آم ُن وا‬5 ‫ا ي‬5‫ي‬
‫َ َأ‬ َٰ ‫آْل‬ ْ َّ َ ُ َّ َ ُ ُّ ُ َ
‫ ُن‬5 5‫ر َو ْح َس‬5ٌ 5 ‫ي‬5ْ ‫و ِم ا ِخ ِر ۚ ذلِ َك خ‬5ْ 5 ‫ي‬5َ ‫نُون ِبالل ِه َوال‬ ‫ول ِإ ْن ك ْن ُت ْم تُْؤ ِم‬
ِ 5 5 ُ ‫الر‬
‫س‬ َّ ‫و‬َ ‫الله‬
ِ ‫ ردوه ِإ لى‬5 ‫ف‬5
‫َ ْأ اًل‬
‫ت ِوي‬

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Muhammadiyah mengusung gerakan kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah


karena keduanya merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam dengan ‘kebenaran mutlak’
yang bersifat terbuka, demikian merujuk kepada pernyataan KH Azhar Basyir. Selain itu
Muhammadiyah merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan akal pikiran
yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Dengan demikian Muhammadiyah berdiri sebagai
gerakan yang berusaha benar-benar ‘membumikan’ ajaran Islam dalam kehidupan nyata.
Menjadikan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai pokok ajaran agama dengan
akal pikiran (ro’yun) sebagai pengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam
keduanya, juga mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian Al Qur’an dan
As Sunnah.

Akal pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan
yang luas dalam gerakan Muhammadiyah. Dengan demikian pintu ijtihad bagi
Muhammadiyah selalu terbuka agar ajaran Islam selalu sesuai dengan perkembangan jaman.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pemikiran formal tentang faham keagamaan dalam
Muhammadiyah dapat dilihat pada Hasil Muktamar dan Musyawarah Nasional Tarjih
Muhammadiyah,12 Langkah Muhammadiyah,Masalah Lima, Tafsir Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah,Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup Muhamadiyah,Pedoman Hidup
Islami Warga Muhammadiyah. Beberapa dari dokumen tersebut bisa diunduh di situr resmi
Muhammadiyah

Muhammadiyah mempraktekkan faham keagamaannya dalam kehidupan nyata.


Menerapkan dalil aqli dan naqli dalam praktik kehidupan bermasyarakat sehingga sampai
sekarang berkembang dan memiliki aset yang lumayan besar dengan gerakan di bidang
pendidikan, kesehatan, dakwah, kemasyarakatan dan sebagainya. Muhammadiyah bukan
gerakan kemarin sore yang hanya peduli pada isu-isu tertentu tanpa berbuat nyata.

Maka, bagi orang awam, penting untuk mendengarkan firman Allah berikut ini.

'Fas aluu ahladzdzikri inkuntum la ta'lamuun'.

Bertanyalah kalian kepada orang-orang yang ahli, yaitu para ulama jika kalian tidak cukup mengerti.
MATERI KE-4
Pokok Pikiran Pertama, kedua, ketiga dan keempat
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah

Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah mengandung tujuh pokok pikiran atau prinsip
pendirian ialah:
1. Pokok Pikiran Pertama
“Hidup manusia harus berdasar tauhid (meng-Esakan) Allah; ber-Tuhan, beribadah, serta
tunduk dan taat hanya kepada Allah.”
Keterangan:
a. Ajaran Tauhid adalah inti atau esensi ajaran islam yang tetap, tidak berubah, sejak
agama islam yang pertama sampai yang terakhir.
            
  
Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah
olehmu sekalian akan aku".

b. Kepercayaan Tauhid mempunyai 3 aspek:


1) Kepercayaan dan keyakinan bahwanya Allah-lah yang kuasa mencipta, memelihara,
mengatur, dan menguasai alam semesta.
2) Kepercayaan dan keyakinan bahwa Allah-lah Tuhan yang Haq.
3) Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang berhak dan wajib
dihambai.
c. Kepercayaan Tauhid membentuk 2 kepercayaan/kesadaran:
1) Percaya akan adanya hari akhir.
2) Sadar bahwa hidup di dunia semata-mata untuk amal sholeh.
d. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia dapat
menetapkan dirinya pada kedudukan yang sebenarnya, sesuai dengan sengaja Allah
menciptakan manusia.
e. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia dapat
mempertahankan kemuliaan dirinya.
f. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan
menjadikan seluruh hidupnya semata-mata untuk beribadah kepada Allah.
g. Arti Ibadah
Hidup ibadah adalah hidup untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan
ketentuan yang menjadi peraturan-Nya guna mendapatkan keridlaan-Nya.
h. Wujud Hidup Beribadah
Manusia hidup di dunia dengan kesanggupan untuk mengemban amanah Allah.
Amanah Allah yang menjadi tanggungan manusia adalah menjadi khalifah Allah di
bumi yang tugasnya:
1) Mengatur, membangun, dan memakmurkan dunia.
2) Menciptakan, menjaga, dan memelihara keamanan dan ketertiban.
i. Amal ibadah yang wajib di tunaikan tidak hanya hubungan langsung antara manusia
dengan Tuhan tetapi wajib ditunaikan amal ibadah yang sifatnya islah dan ikhsan
kepada manusia dan masyarat.
j. Dalam muhamadiyah amal ibadah yang bersifat kemasyarakatan adalah berjuang untuk
kebaikan, kebahagiaan, dan kesejahteraan manusia sebagai kelengkapan amal ibadah
pribadi yang langsung kepada Allah.

2. Pokok Pikiran Kedua


“Hidup manusia itu bermasyarakat”.
“Hidup masyarakat adalah sunnah (hukum qudrat iradah) Allah atas hidup manusia didunia
ini.”

Keterangan :
a. Bagi Muhammadiyah manusia dengan kehidupannya merupakan objek pokok dalam
hidup pengabdian kepada Allah.
b. Manusia adalah mahluk Allah yang berpribadi.
c. Hidup bermasyarakat adalah suatu ketentuan dan memberi nilai yang sebenar-benarnya
bagi kehidupan manusia.
d. Pribadi manusia dan ketertiban hidup bersama adalah merupakan unsur pokok dalam
membentuk dan mewujudkan masyarakat yang baik, bahagia, dan sejahtera.
3. Pokok Pikiran Ketiga
“Hanya hukum Allah yang sebenar-benarnya yang dapat dijadikan sendi untuk
membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama dalam menuju
hidup bahagia dan sejahtera yang haqiqi di dunia dan akhirat.
Keterangan:
a. Pendirian tersebut lahir dan kemudian menjadi keyakinan yang kokoh adalah hasil
setelah mengkaji, mempelajari, dan memahami ajaran islam dalam arti sifat yang
sebenar-benarnya.
b. Agama islam adalah mengandung ajaran-ajaran yang sempurna dan penuh kebenaran.

        


       
        
  
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih
orang-orang yang Telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan
kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang
kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
          
  
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

4. Pokok Pikiran Kempat


“Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam untuk mewujudkan
masyarakat islam yang sebenar-benaranya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah
berbuat ihsan dan islah kepada manusia.”
Keterangan:
a. Usaha menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam untuk merealisir ajaran-
ajarannya guna mendapat keridlaan Allah adalah dinamakan sabilillah.
b. Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam untuk mewujudkan
masyarakat islam yang sebenar-benarnya adalah ciri keimanan seseorang.
c. Pendirian tersebut merupakan kerangka dan sifat perjuangan Muhammadiyah secara
keseluruhan. Tidak boleh ada satu kegiatan apapun yang keluar atau menyimpang dari
kerangka tersebut.
d. Perjuangan itu dicetuskan oleh dua faktor subjektif dan objektif.
1) Subjektif
a) Kesadaran akan kewajiban beribadah
b) Faham akan ajaran islam yang sebenar-benarnya
2) Objektif
Rusaknya masyarakat islam khususnya dan masyarakat umum disebabkan karena
meninggalkan atau menyeleweng dari ajaran islam.
e. Ajaran islam menurut paham Muhammadiyah adalah mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia.
f. Orang yang diperkenankan oleh tuhan menunaikan amanah sebagai khalifah adalah
orang-orang yang beriman akan kebenaran ajaran agama serta mereka mampu untuk
mengamalkannya.
g. Muhammadiyah dibuktikan dari sejarahnya adalah gerakan agama Islam yang
mempunyai keasadaran dan rasa tanggung jawab pada negara.

Pokok pikiran pertama, kedua, ketiga, dan keempat menyangkut bidang idiil, terkait dengan
pokok ideologi Muhammadiyah. Poin ini dirumuskan secara kongkrit dalam pasal 4 dan 6
Anggaran Dasar Muhammadiyah. Menyatakan bahwa

“Muhammadiyah berasas Islam dengan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Nilai luhur agama menjiwai
kehidupan di dunia”.

Materi 5
Pokok Pikiran Kelima
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Pemikiran dasar ideologi Persyarikatan yang menjiwai gerak Muhammadiyah terumuskan
dalam Muqoddimah anggaran dasar Muhammadiyah. Konsep ideologi ini digali dan
disistematisasi dari pemikiran Kiai Ahmad Dahlan oleh Ki Bagus Hadikusumo dan kolega sejak
1945. Pada Tanwir 1951, Muqaddimah ini disahkan setelah disempurnakan oleh tim
beranggotakan Prof Farid Ma’ruf, Mr Kasman Singodimedjo, Buya Hamka, Zain Jambek.
MADM lahir dalam konteks awal kemerdekaan bangsa dan memasuki era modernisasi awal
Indonesia setelah lepas dari cengkeraman penjajahan. Pada saat itu, perkembangan
Muhammadiyah dalam hal lahiriyah dipandang memerlukan sentuhan ruh serta masuknya
pengaruh dari luar dipandang memerlukan garis pijak organisasi.

Muqaddimah ini memberi gambaran tentang pandangan Muhammadiyah mengenai kehidupan


manusia di muka bumi, cita-cita yang ingin diwujudkan, dan cara-cara yang dipergunakan untuk
mewujudkan cita-cita tesebut.

Pokok Pikiran Kelima


Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam sehingga terwujud
masyarakat islam yang sebenar-benarnya hanyalah akan dapat berhasil bila dengan mengikuti
jejak (ittiba) perjuangan para nabi terutama perjuangan Nabi terutama perjuangan Nabi Besar
Muhammad SAW.
Keterangan:
a. Kehidupan para Nabi, terutama kehidupan rosullah Saw adalah merupakan kehidupan pejuang
dalam menegakkan cita-cita agama , yang seharusnya menjadi contoh yang ideal bagi pejuang
islam.
“Sungguh pada Rosullulloh itu bagi kamu sekalian adalah contoh yang baik, ialah bagi orang
yang mengharapkan keridhaan Allah dan keselamatan Hari akhir serta ingat kepada Allah
banyak-banyak.”( Q.s. Al-ahzab : 21)
b. Sifat pokok perjuangan para Nabi dan terutama perjuangan Rosulluloh Saw yang wajib kita
ikuti ialah, selain merupakan ibadah kepada Allah adalah dilakukan dengan jihad (dengan
sungguh-sungguh, menggunakan segala kekuatan dan kemampuannya serta pengorbanan
secukup-cukupnya), ikhlas ( semata-mata mengharap kerhidaan Allah), penuh rasa tanggung
jawab, dan dengan penuh kesabaran sertav bertawakkal.
Dan karena itulah perserikatan di dirikan oleh almarhum K.H.J.Dahlan dan diberi nama “
Muhammadiyah” untuk bertafaut dan pengharap baik, serta dapat dicontoh perjuangan
Muhammad Saw.
MATERI 6
ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

Pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H atau 18 November 1912 Miladiyah, oleh


almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan
nama “MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan majelis-majelis, mengikuti peredaran
zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/muktamar.

BAB 1
Nama, Pendiri, dan Tempat Kedudukan

Pasal 1
Nama
Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.

Pasal 2
Pendiri

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H atau
18 November 1912 Miladiyah di Yogyakarta untuk jangka waktu tidak terbatas.

Pasal 3
Tempat Kedudukan

Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta.

BAB II
Identitas, Asas, dan Lambang

Pasal 4
Identitas dan Asas
1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid,
bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2) Muhammadiyah berasas Islam.

Pasal 5
Lambang

Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas, di tengah bertuliskan
Muhammadiyah dan dilingkari kalimat Asyhadu an la ilaha illa Allah wa asyhadu anna
Muhammadan Rasulul Allah.
BAB III
Maksud dan Tujuan serta Usaha

Pasal 6
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Pasal 7
1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan da’wah amar Ma’ruf
Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan,
yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam anggaran rumah tangga.
3) Penentu kebijakan dan penanggungjawab amal usaha, program, dan kegiatan adalah
Pimpinan Muhammadiyah.

BAB IV
Keanggotaan

Pasal 8
Hak dan Kewajiban

1) Anggota Muhammadiyah terdiri atas:


a. Anggota biasa adalah warga negara Indonesia beragama Islam.
b. Anggota luar biasa ialah orang islam bukan warga negara Indonesia.
c. Anggota kehormatan ialah perorangan beragama Islam yang berjasa terhadap
Muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu
Muhammadiyah.
2) Hak dan kewajiban serta peraturan lain tentang keanggotaan diatur dalam anggaran
rumah tangga.

BAB V
Susunan dan Penetapan Organisasi

Pasal 9
Susunan Organisasi

Susunan organisasi Muhammadiyah terdiri atas:


1) Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan.
2) Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat.
3) Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau Kabupaten.
4) Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Provinsi.
5) Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara.

Pasal 10
Penetapan Organisasi

1) Penetapan Wilayah dan DaeraH dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh
Pimpinan Pusat.
2) Penetapan Cabang dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan
Wilayah.
3) Penetapan Ranting dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan
Daerah.
4) Dalam hal-hal luar biasa Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.

BAB VI
Pimpinan

Pasal 11
Pimpinan Pusat

1) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara


keseluruhan.
2) Pimpinan Pusat terdiri atas sekurang-kuraangnya tiga belas orang, dipilih dan ditetapkan
oleh Muktamar untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh Tanwir.
3) Ketua Umum Pimpiinan Pusat ditetapkan oleh Muktamar dari atas usul anggota
Pimpinan Pusat terpilih.
4) Anggota Pimpinan Pusat terpilih menetapkan Sekretaris Umum dan diumumkan dalam
forum Muktamar.
5) Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dengan
mengusulkan kepada Tanwir.
6) Pimpinan pusat diwakili oleh Ketua Umum atau salah satu ketua bersama-sama
Sekretaris Umum atau salah seorang sekretaris mewakili Muhammdiyah untuk tindakan
di dalam atau di luar pengadilan.

Pasal 12
Pimpinan Wilayah

1) Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah dan wilayahnya serta melaksanakan


kebijakan Pimpinan Pusat.
2) Pimpinan Wilayah terdiri sekurang-kurangnya sebelas orang ditetapkan oleh Pimpinan
Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah.
3) Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari dan atas usul calon-calon
anggota Pimpinan Wilayah terpilih yang siahkan oleh Musyawarah Wilayah.
4) Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dalam
mengusulkannya kepada Musyawarah Wilayah yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Pusat.

Pasal 13
Pimpinan Daerah

1) Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta melaksanakan


kebijakan Pimpinan di atasnya.
2) Pimpinan Daerah terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan orang ditetapkan oleh
Pimpinan Wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam
Musyawarah Daerah.
3) Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan oleh dari dan atas usul calon-calon
anggota Pimpinan Daerah terpilih yang telah di sahkan oleh Musyawarah Daerah.
4) Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dalam
mengusulkannya kepada Musyawarah Daerah yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Wilayah.

Pasal 14
Pimpinan Cabang

1) Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta melaksanakan


kebijakan Pimpinan di atasnya.
2) Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang ditetapkan oleh Pimpinan
Daerah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah
Cabang.
3) Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan oleh dari dan atas usul calon-calon
anggota Pimpinan Cabang terpilih yang telah di sahkan oleh Musyawarah Cabang.
4) Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dalam
mengusulkannya kepada Musyawarah Cabang yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Daerah.
Pasal 15
Pimpinan Ranting
1) Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta melaksanakan
kebijakan Pimpinan di atasnya.
2) Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang ditetapkan oleh Pimpinan
Cabang cabang untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah
Ranting.
3) Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan oleh dari dan atas usul calon-calon
anggota Pimpinan Ranting terpilih yang telah di sahkan oleh Musyawarah Ranting.
4) Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu dalam
mengusulkannya kepada Musyawarah Ranting yang kemudian dimintakan ketetapan
Pimpinan Cabang.

Pasal 16
Pemilihan Pimpinan
1) Anggota Pimpinan terdiri atas anggota Muhammadiyah.
2) Pemilihan dapat dilakukan secara langsung atau formatur.
3) Syarat anggota Pimpinan dan cara pemilihan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan
1) Masa jabatan Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah , Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang,
Pimpinan Ranting lima tahun.
2) Jabatan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan
Daerah, masing-masing dapat dijabat oleh orang yang sama dua kali masa jabatan
berturut-turut.
3) Serah-terima jabatan Pimpinan Pusat dilakukan pada saat Muktamar telah menetapkan
Pimpinan Pusat baru. Sedang serah-terima jabatan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Derah,
Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting dilakukan setelah disahkan oleh Pimpinan
diatasnya.

Pasal 18
Ketentuan Luar Biasa

Dalam hal-hal luar biasa yang terjadi berkenaan dengan ketentuan pada pasal 12 sampai
dengan pasal 17, Pimpinan Pusat dapat mengambil ketetapan lain.

Pasal 19
Penasihat

1) Pimpinan Muhammadiyah dapat mengangkat nasihat.


2) Ketentuan tentang penasihat diatur dalam Aturan Rumah Tangga.

BAB IX
Permusayawaratan

Pasal 22
Muktamar
1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah yang diselenggarakan
oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan Pusat.
2) Anggota Muktamar terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah
d. Ketua Pimpinan Daerah
e. Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Daerah, terdiri atas wakil
Cabang berdasarkan perimbangan jumlah Cabang dalam tiap daerah.
f. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat.

3) Muktamar diadakan satu kali dalam lima tahun.


4) Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 23
Muktamar Luar Biasa
1) Muktamar luar biasa ialah muktamar darurat berada disebabkan oleh keadaan yang
membahayakan Muhammadiyah dan atau kekosongan kepemimpinan, sedangkan Tanwir
tidak berwenang memutuskannya.
2) Muktamar luar biasa diadakan oleh Pimpinan Pusat atau keputusan Tanwir.
3) Ketentuan mengenai Muktamar Luar Biasa diatur oleh Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 24
Tanwir
1) Tanwir ialah permusywaratan dalam Muhammadiyah di bawah Muktar, diselenggarakan
oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan Pusat .
2) Anggota Tanwir terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Pusat
b. Ketua Pimpinan Wilayah
c. Wakil Wilayah
d. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
3) Tanwir diadakan sekurang-kurangnya tiga kali masa jabatan Pimpinan.
4) Acara dan ketentuan lain tentang Tanwir diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 25
Musyawarah Wilayah
1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Wilayah,
diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan Wilayah.
2) Angota Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Daerah
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil Daerah.
d. Ketua Pimpinan Cabang
e. Wakil Cabang yang dipilih oleh Muayawarah Pimpinan Cabang yang jumlahnya
ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah atas dasar perimabangan jumlah Ranting dalam
tiap Cabang
f. Wakil Pimpinan Oraganisasi Otonom tingkat Wilayah.
3) Musyawarah Wilayah diadakan satu kali dalam lima tahun
4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Wilayah diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

Pasal 26
Musyawarah Daerah
1) Musyawarah Daerah ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Daerah,
diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan Daerah.
2) Angota Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Daerah
b. Ketua Pimpinan Cabang
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah Wakil Cabang
d. Ketua Pimpinan Ranting
e. Wakil Ranting yang dipilih oleh Muayawarah Pimpinan Ranting yang jumlahnya
ditetapkan oleh Pimpinan Daerah atas dasar perimabangan jumlah anggota
f. Wakil Pimpinan Oraganisasi Otonom tingkat Daerah.
3) Musyawarah Daerah diadakan satu kali dalam lima tahun
4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Daerah diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

Pasal 27
Musyawarah Cabang
1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Cabang,
diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
2) Angota Musyawarah Cabang terdiri atas:
a. Anggota Pimpinan Cabang
b. Ketua Pimpinan Ranting
c. Anggota Musyawarah Pimpinan Cabang Wakil Ranting
d. Wakil Pimpinan Oraganisasi Otonom tingkat Cabang.
3) Musyawarah Cabang diadakan satu kali dalam lima tahun
4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Cabang diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Pasal 28
Musyawarah Ranting
1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Muhammadiyah dalam Ranting,
diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
2) Angota Musyawarah Ranting terdiri atas:
a. Anggota Muhammadiyah dalam Ranting
b. Wakil Pimpinan Oraganisasi Otonom tingkat Ranting.
3) Musyawarah Ranting diadakan satu kali dalam lima tahun
4) Acara dan ketentuan lain tentang Musyawarah Ranting diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

Pasal 29
Musyawarah Pimpinan
1) Musyawarah Pimpinan ialah permusyawaratan Pimpinan dalam Muhammadiyah pada
tingkat Wilayah samapai dengan Ranting yang berkedududkan di bawah musyawarah
pada masing-masing tingkat .
2) Musyawarah Pimpinan diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan
Muhammadiyah masing-masing tingkat.
3) Acara dan ketentuan lain mengenai Musyawarah Pimpinan diatur dalam Angaran Rumah
Tangga.

Pasal 30
Keabsahan Musyawarah
Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23 dinyatakan sah
apabila dihadiri oleh dua pertiga anggotanya yang telah diundang secara sah oleh Pimpinan
Muhammadiyah di tingkat masing-masing.

Pasal 31
Keputusan Musyawarah
Keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 22 sampai dengan pasal 29 kecuali pasal 23
diusahakan dengan cara mufakat. Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai maka
dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak mutlak.
MATERI 7
ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH

Pasal 2
Lambang dan Bendera
1) Lambang Muhammadiyah sebagai tersebut dalam Anggaran Dasar pasal 5 adalah
sebagai berikut:

2) Bendera Muhammadiyah berbentuk persegi panjang berukuran dua berbanding tiga


bergambar lambang Muhammadiyah di tengah dan tulisan MUHAMMADIYAH di
bawahnya, berwarna dasar hijau dengan tulisan dan gambar berwarna putih sebagai
berikut:

3) Ketentuan lain tentang lambang dan bendera ditetapkan oleh Pimpinan Pusat

Pasal 3
Usaha
Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan
meliputi:
1) Menanamkan keyakinan, memeperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan
pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran islam dalam berbagai aspek.
2) Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek
kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenaran.
3) Meningkatan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal
shalih lainnya.
4) Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar berkemampuan
tinggi serta berakhlak mulia.
5) Memajukan an memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian.
6) Memajukan perekonomian dan kewirausahaan kearah perbaikan hidup yang berkualitas.
7) Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
8) Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumber daya alam dan lingkungan
untuk kesejahteraan.
9) Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai bidang dan
kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
10) Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
11) Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan.
12) Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk menyukseskan gerakan.
13) Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan
pembelaan terhadap masyarakat.
14) Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah.

Pasal 4
Keanggotaan
1) Anggota biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia beragama Islam
b. Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah
c. Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah
d. Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah
e. Mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal
2) Anggota Luar Biasa ialah seseorang bukan warga negara Indonesia, beragama Islam,
setuju dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah serta mendukung amal usaha.
3) Anggota Kehormatan ialah seseorang beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah
dan atau karena kewibawaan dan keahliannya bersedia membantu Muhammadiyah.
4) Tata cara menjadi anggota diatur sebagai berikut:
a. Anggota biasa
1. Mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat dengan mengisi
formulir disertai kelengkapan syarat-syaratnya melalui Pimpinan Ranting atau
Pimpinan amal usaha di tempat yang belum ada Ranting, kemudian diteruskan
kepada Pimpinan Cabang.
2. Pimpinan Cabang meneruskan permintaan tersebut kepada Pimpinan Pusat
dengan disertai pertimbangan.
3. Pimpinan Cabang dapat memberikan tanda anggota sementara kepada calon
anggota.
4. Pimpina Pusat memberikan kartu tanda anggota Muhammadiyah kepada calon
anggota biasa yang telah disetujui melalui Pimpinan Cabang yang bersangkutan.
b. Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan
Tata cara menjadi Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan diatur oleh Pimpinan
Pusat
5) Pimpinan Pusat dapat melimpahkan wewenang penerimaan permintaan menjadi anggota
biasa dan memberikan satu tanda anggota Muhammadiyah kepada Pimpinan Wilayah.
Pelimpaham wewenang tersebut dan ketentuan pelaksanaanya diatur dengan keputusan
Pimpinan Pusat.
6) Hak Anggota
a. Anggota Biasa:
1. Menyatakan pendapat di dalam maupun di luar permusyawaratan
2. Memelih dan dipilih dalam permusyawaratan
b. Angota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan mempunyai hak menyatakan pendapat.
7) Kewajiban Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Kehormatan:
a. Tata menjalankan ajaran Islam
b. Menjaga nama baik dan setia kepada Muhammadiyah serta perjuangannya.
c. Berpegang teguh pada kepribadian serta keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah
d. Taat pada aturan Muhammadiayah, keputusan Musyawarah, dan kebijakan Pimpinan
Pusat
e. Mendukung dan mengindahkan kepentingan Muhammadiyah serta melaksanakan
usahanya
f. Membayar iuran anggota
g. Membayar infaq
8) Anggota Biasa, Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Diberhentikan oleh Pimpinan Pusat
9) Tata cara pemebrhentian anggota
a. Anggota Biasa:
1. Pimpinan Cabang mengusulkan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Daerah
berdasarkan bukti yang dapat dipertangungjawabkan
2. Pimpinan Daerah meneruskan kepada Pimpinan Wilayah usulan pemeberhentian
anggota dengan disertai pertimbangan
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau tidak meneruskan usulan pemeberhentian
anggota kepada Pimpinan Pusat setelah melakukan penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan pemberhentian sementara (scorsing)
yangberlaku paling lama enam bulan selama menunggu proses pemberhentian
anggota dari Pimpinan Pusat.
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima usulan pemberhentian anggota, memutuskan,
memberhentikan atau tidak memberhentikan paling lama enma bulan sejak
diusulkan oleh pimpinan Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan pemberhentian keanggotaannya, selama proses
pengusulan berlangsung, dapat mengajukan keberatan kepada Piminan Cabang,
Pimpinan Darera, PimpinanWilayah, dan Pimpinan Pusat. Setelah keputusan
pemberhentian dikeluarkan, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan
kepada Pimpinan Pusat
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang diserahi tugas mempelajari keberatn yang
diajukan oleh anggota yang diberhentikan. Pimpina Pusat menempatkan
keputusan akhir setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota dalam berita resmi Muhammadiyah.
b. Anggota Luar Biasa, dan Kehormatan diberhentikan atas keputusan Pimpinan Pusat.
Materi 8
Masalah 5
Agama
1. Agama yakni agama islam yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw ya allah apa yang
diturunkan di dalam al-quran dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih; berupa
perintah-perintah dan larangan larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia
dan akhirat.

2. Agama adalah apa yang disyariatkan olah dengan perantara nabi-nabiNya, berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia
di dunia dan akhirat.
Materi 9
Masalah 5
Dunia
Yang dimaksud "urusan dunia" dalam sabda Rasulullah Saw : "Kamu lebih mengerti
urusan duniamu" iyalah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi ( yaitu
perkara-perkara atau pekerjaan pekerjaan atau urusan urusan yang diserahkan sepenuhnya
kepada kebijaksanaan manusia).

Ibadah
Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada allah dengan jalan mentaati segala
perintah-perintahNya, jauhi larangan laranganNya, dan mengamalkan segala yang diizinkan
Allah.

Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus:


a. Yang umum ialah segala amal yang diizinkan Allah.
b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah
dan cara-caranya yang tertentu.
Materi 10
Masalah 5

Sabilillah
Sabilillah ialah jalan yang menyampaikan kepada keridlaan Allah, berupa segala amalan
yang diizinkan allah untuk memuliakan kalimat (agama) Nya dan melaksanakan hukum-
hukumNya.

Qiyas
1. Setelah persoalan qiyas dibicarakan dalam waktu 3 kali sidang dengan mengadakan tiga
kali pemandangan umum dan satu kali tanya jawab antara kedua belah pihak.
2. Setelah mengikuti dengan teliti akan jalannya pembicaraan dan alasan-alasan yang
dikemukakan oleh kedua belah pihak dan dengan menginsyafi bahwa tiap-tiap keputusan
yang diambil olehnya itu hanya sekadar mentarjihkan di antara pendapat pendapat yang
ada, tidak berarti menyalahkan pendapat yang lain.

Memutuskan:
a. Pasar mutlak untuk ber hukum dalam agama islam adalah alquran dan al hadits.
b. Bahwa dimana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat
diharapkan untuk diamalkan nya mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ibadah
mahdlah pada hal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih al qur'an atau sunnah
shahihah, maka di pergunakanlah alasan dengan jalan itjihad dan istinbath dari pada
Nash-nash yang melalui persamaan ilat sebagaimana telah dilakukan oleh ulama oleh
Ulama-ulama Salaf dan Khalaf.
Materi Ke-12
Filsafah Pertama

Fatwa kajian Kiai Haji Ahmad Dahlan rahimahumullah ta’ala : “Kita, manusia ini, hidup
di dunia hanya sekali, untuk bertaruh: sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau
kesengsaraankah?”

Seringkali beliau mengutarakan perkataan ulama berikut: Manusia itu semuanya mati
(mati perasaanya) kecuali para ulama, yaitu orang-orang yang berlimu. Dan ulama-ulama
itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal pun
semuanya dalam kejhawatiran kecuali mereka yang ikhlas atau bersih.

Keterangan: Kebanyakan manusia tidak memikirkan nasibnya esudah mati karena


tergila-gila merasakan merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan kesusahan, hingga
mati perasaanya, tidak dapat memikirkan dan merasakan bagaimana nasibnya di kemudian
hari, bahagiakah atau sengsarakah. Manusia hanya tertarik merasakan manis dan lezatnya
madu yang baru meliputinya, lupa pada tali yang dipegang bahwa tali itu pasti akan putus.
Artinya, manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat
kepada saat matinya. Hidup di dunia hanya sekali buat tebakan, hidup sakali buat taruhan.
Itu jelasnya demikian:

a. Golongan orang-orang yang belum mendapat ajaran agama, atau menolak ajaran agama,
tergesa-gesa mengambil keputusan bahwa manusia itu sesudah mati hanya akan
menemui kejadian apapun, tidak ada pengusutan dan tidak ada pembalas, pahala, atau
hukuman.
b. Menurut ajaran Nabi, para Rasul, dan terutama ajaran Nabi Besar Muhammad SAW,
berganti-ganti terus menerus hingga sekarang ini, mereka umat Islam mengambil
keputusan bahwa manusia itu ada sal-usulnya, sesudah mati akan menerima tingkah
lakunya, akan diusust kelakuannya, ada pembalasan pahala atau hukuman. Terhadap
orang-orang yang berbuat salah, buruk tingkahlakunya, akan mendapat hukuman siksa
yang pedih.
Materi Ke-13
Falsafah Kedua
Kebanyakan di antara para manusia berwatak angkuh dan takabbur, mereka
mengambil keputusan sendiri-sendiri.
Keterangan:
Sebagaimana orang Yahudi menganggap bahwa dirinya akan bahagia dan selain
orang Yahudi akan sengsara, begitu juga, orang Kristen menganggap bahwa hanya
golongannya yang akan bahagia mendapat surga, lainnya akan sengsara. Golongan
Majusi, Shabiah, dan lainnya. Mereka mempunyai anggapan sendiri-sendiri bahwa
hanya golongan mereka yang akan selamat, sedangkan yang lainnya akan sengsara.
Golongan Islam juga menetapkan demikian. Hanya golongan Islam yang selamat dari
api neraka, sedangkan selllalin golongan Islam akan sengsara.
Adapun orang-orang yang tidak berdasar agama, oleh golongan-golongan yang
beragama diangap semua akan celaka dan sengsara. Sedangkan, sebaliknya golongan
yang tidak berdasar agama mempunyai anggapan, bahwa manusia itu sesudah mati tidak
akan celaka dan tidak akan disiksa. Maka teranglah disini bahwa tiap-tiap golongan itu
melemparkan kecelakaan kepada golongan lainnya.
Tiap-tiap golongan dari yang besar sampai yang kecil, malah sampai kepada
perseorangan, mereka menganggap bahwa dirinya yang benar dan sudah benar,
kemudian menyalahkan kepada yang lainnya. Terdapat dalam QS Ar-Rum ayat 32,
yang artinya:
“Mereka merasa benar, tidak perlu lagi mengetahui keadaan golongan lain,
tidak memerlukan bermusyawarah dengan golongan lain dan mengabaikan hujjah atau
alasan golongan lain.”

Tetapi kenyataanya saling bertengkar, berselisih , dan bermusuhan. Padahal sudah


menjadi kepastian bahwa barang yang diperselisihkan itu kalau sudah diselediki tentu
akan terdapat, mana yang benar dan mana yang salah. Hanya satu yang benar diantara
yang banyak itu, hal ini terdapat dalam QS. Yunus ayat 23, yang artinya:

“Maka tidak ada sesudahnya yang benar, kecuali yang salah,”


Hanya sekali hidup di dunia, kalau sampai salah akan celaka. Tetapi, bagaimana
pun merekaa hanya selalu menganggap dirinya sudah benar dan sudah memakai alasan
yang sah, tidak khawatir akalau salah. Hanya sekali hidup di bumi untuk bertaruh.
Materi Ke-14
Falsafah Ketiga

Manusia apabila mengerjakan pekerjaan apapun, sekali dua kali dan berulang-ulang,
maka kemudian jadi biasa.kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai maka kebiasaan
yang dicintai itu sukar untuk dirubah. Sudah menjadi tabiat bahwa kebanyakan manusia
membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik itu dari sudut keyakinan atau i'tiqad,
perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah, mereka akan
sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan ia
bahwa apa yang dimiliki adalah benar.

Keterangan:
Hati atau nafsu manusia itu ibaratnya sebuah botol yang tidak terisi. Mula-mula
manusia lahir ke dunia dalam keadaan suci bersih, kemudian oleh orang tuanya diberi
tuntunan dari pergaulannya mendapat pendidikan dan pelajaran, baik dari gurunya,
teman, maupun masyarakat sekitarnya. Dengan demikian masuklah beberapa
pengetahuan yang mempengaruhi akal pikiran, perasaan, kehendak, dan perbuatannya
terpatri dalam nafsunya sehingga sukar untuk dirubah. Sebagaimana yang disebutkan
dalam Alquran Surah Luqman ayat 21:
Artinya: bahkan kami menganut apa-apa yang telah kami jumpai (kami terima) dari
orang-orang tua kami.
Sudah menjadi kebiasaan,mereka menganggap terhadap apa yang telah diterima itu
yang benar,lainnya yang tidak cocok dianggap salah dan dianggap musuh, sehingga
anggapannya itu dibela dengan mencari-cari alasan, mencari-cari dalil untuk membela
apa yang telah diterima itu.

Manusia itu perlu sekali mendengarkan segala fatwa. Dari siapa saja harus didengar.
Jangan sampai menolak, tidak mau mendengarkan suara dari lain pihak.selanjutnya
suara-suara tersebut harus dipikir sedalam-dalamnya dan ditimbang, disaring, dan dipilih
yang benar. Dalam hadits, Nabi Muhammad Saw berdoa demikian:

Artinya: Yaa Allah, perlihatkan lah kepada kami akan barang yang haq sehingga
kami dapat benar-benar mengetahui kebenarannya. Dan kami mengharap karuniaMu
supaya kami dapat mengikuti kebenaran itu. Ya Allah, perlihatkan lah kepada kami akan
barang yang bathil (salah) dapat benar-benar mengetahui kebathilannya. Kami
mengharap karuniaMu supaya kami dapat menjauhinya.

Kesimpulan: "Apa saja seperti pengetahuan, kepercayaan, perasaan, kehendak,


tingkah laku, yang kamu miliki, yang tumbuh dari kebiasaan, dan jangan tergesa-gesa
diputus sendiri, lalu dianggap benar. Hendaklah dipikir dahulu dibanding dan dikoreksi,
apakah sungguh sudah benar."
Materi Ke-15
Falsafah Keempat

Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama-sama


mempergunakan akal pikirannya, untuk memiikir, bagaimana sebenarnya hakikat dan
tujuan manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? Hidup di dunia harus mengerjakan
apa? Dan mencari apa? Manusia harus mempergunakan pikirannya untuk mengoreksi
soal itikad dan kepercayaannya , tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran
yang sejati. Karena kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan
celaka, dan sengsara selamanya.

Artinya: adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia suka


mendengarkan apa mau mikir mikir mencari ilmu yang benar? (Al-Furqon: 44)
Materi Ke-16
Falsafah Kelima

Setelah manusia mendengarkan pelajaran fatwa yang bermacam-macam, membaca


beberapa tumpuk buku, sesudah memperbincangkan, memikirkan, menimbang,
membandingkan, baru mereka itu dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang
yang benar yang sesungguh-sungguhnya. Menggunakan pikiran dapat mengetahui dan
menetapkan inilah perbuatan benar.

Sekarang, kebiasaan manusia tidak berani berpegang teguh pada pendirian dan
perbuatan yang benar karena khawatir, kalau menetapi kebenaran, akan terpisah dari apa
yang sudah menjadi kesenangan, khawatir akan berpisah dengan temannya. pendek kata
banyak kekhawatiran itu yang akhirnya tidak berani mengerjakan barang yang benar,
pengertian hidup seperti makhluk yang tak berakal Hidup Hanya asal hidup yang tidak
menempati kebenaran.

Hal ini terdapat dalam QS. Al-Furqon: 44, yang artinya: Adakah engkau mengira
bahwa kebanyakan manusia itu suka mendengarkan (pelajaran yang benar) atau suka
memikir mikir (menetapi perbuatan yang benar)? Sungguh tidak! Tak lain dan tak bukan
mereka itu hanyalah seperti hewan, malah mereka itu lebih sesat lagi jalan yang
ditempuhnya.

Keterangan

Kalau kehidupan hewan tersebut seperti merampas hak-hak lain, tidak tahu
peraturan dan tidak mengerjakan barang benar, itu sudah Semestinya. Karena hewan
tidak mempunyai akal tidak dapat memikir jadi tidak bersalah. Tapi jika manusia
bagaimana? manusia mengerti antara yang benar dan yang salah satu perbuatan selalu
tidak mendekati kebenaran dan tidak tahu gunanya hidup, tidak tahu pula hikmahnya dia
diciptakan.

Fatwa Kiai Dahlan :

Agama bukan barang yang kasar dan harus dimasukkan ke dalam telinga, tetapi
agama Islam adalah agama yang fitrah. Artinya ajaran yang mencocoki kesucian pada
manusia. Jadi orangnya menetapkan agama ialah orang yang condong pada kesucian
iman kepada Allah, bersih dari pengaruh yang sifatnya macam-macam. Hal tersebut
terdapat dalam QS. Ar-Rum ayat 30: yang artinya " luruskanlah mukamu menghadap
agama Islam dengan condongan hati (kepada Allah) yaitu kepada agama ciptaan Allah.
Allah yang telah menjadikan manusia bersesuaian dengan kesucian agama itu. Tidak ada
bandingkan bagi ciptaan Allah itu. Demikian itu adalah agama yang lurus. Tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Keterangan

1. Asal manusia suci.


2. manusia kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya ada penyakit
3. Menurut ajaran yang baik
4. Manusia mengadakan kebersihan dari kotoran yang ada dalam hati. setelah hatinya
jernih baru dapat menerima ajaran para rasul dan kemudian meningkatkan ke dalam
kasucian.
Materi Ke-17
Falsafah Keenam

Kebanyakan pemimpin-pemimpin rakyat, Belum berani mengorbankan harta


benda dan jiwanya untuk berusaha tergolong nya umat manusia dalam kebenaran. Malah
pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, peralatan manusia yang
bodoh-bodoh dan lemah.

Pelajaran keenam dari 7 Falsafah Ajaran KH Ahmad Dahlan ini dicatat KRH
Hadjid (2013) tanpa diberi keterangan sama sekali di bawahnya. Boleh jadi dianggap
sudah jelas maksudnya, atau karena intinya sudah terangkum dalam beberapa penjelasan
di bagian lain.

Kepemimpinan adalah tugas yang sering dibicarakan KH Ahmad Dahlan. Bisa


dipahami, karena pemimpin adalah faktor utama dan pertama dalam komunitas atau
masyarakat di mana pun. Dalam ajaran Islam, jika beberapa orang melakukan perjalanan,
Rasulullah perintahkan agar diangkat salah satu dari mereka sebagai pemimpin.

Kualitas pemimpin sangat menentukan masa depan masyarakat yang


dipimpinnya. Pemimpin berbeda dari manusia umumnya. “Apabila tindakanmu dapat
menginspirasi orang lain untuk bercita-cita lebih tinggi, belajar lebih semangat, dan
bekerja lebih produktif, engkaulah pemimpin”. Kutipan kalimat dari Zaigham Abbas,
seorang pakar Gastroenterologi dari Pakistan, tersebut menegaskan bahwa pemimpin,
minimal, harus seorang yang ispiratif.

Negara Madinah menjadi teladan dalam peradaban karena Rasulullah memang


pribadi hebat dalam segala bidang dan urusan. Kebesaran Islam hingga kini juga cermin
kehebatan Rasulullah sebagai pembawanya. Belum ada pemimpin di dunia yang
mengungguli kesuksesan Rasulullah.

KH Ahmad Dahlan menyadari itu, dan dia sering mengutip ungkapan ulama besar
Abu Hamid Al-Ghazali, “Kerusakan rakyat disebabkan kerusakan raja-raja (pemimpin-
pemimpin negara), dan kerusakan raja-raja disebabkan kerusakan ulama (karena tidak
berani memberikan nasihat).”
“Apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama baik,” lanjut KH Ahmad
Dahlan, “maka baiklah alam. Dan apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama
rusak, maka rusaklah alam dan negara (masyarakat dan negara).”

Dalam kaitan itu, KH Ahmad Dahlan senantiasa mengajak setiap kita untuk
memperbaiki diri, dan kemudian memperbaiki orang lain. Jadi, sebelum mengajak orang
lain untuk menjadi baik, diri sendiri harus mau dan mampu berbuat baik terlebih dahulu.
Membersihkan masyarakat itu dimulai dari membersihkan diri sendiri.

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka,” tegas Al-Qur’an surah At-Tahrim/66: 6. Jadi, hanya orang selamat yang dapat
menyelamatkan orang lain. Logika sederhana, bagaimana mungkin menyelamatkan orang
tenggelam di dalam sumur kalau diri sendiri belum mentas atau malah hampir tenggelam.

Tetapi, harus diakui, menjadi pemimpin memang sulit. Menjabat ketua dalam
sebuah organisasi, komunitas, paguyuban, perkumpulan, dan semisalnya tidak otomatis
menyebabkan seseorang disebut pemimpin. Banyak ketua-ketua suatu organisasi yang
sebenarnya belum pas disebut pemimpin.

Secara manajerial, misalnya, seorang pemimpin tidak sekadar mampu merangkul.


Banyak konflik mencuat tidak dapat reda hanya sekadar dirangkul. Manakala hanya
dirangkul, sering kali pihak-pihak yang terlibat konflik malah pukul-pukulan dalam
rangkulan pemimpin. Lebih dari sekadar itu, pemimpin harus mampu memutuskan
pilihan yang paling bagus di antara yang paling buruk.

Bahkan, dapat diamati bahwa dahsyatnya konflik yang melanda suatu organisasi
sebetulnya cermin kegagalan pemimpinnya. Mengambil hikmah dari setiap konflik yang
terjadi itu bagus. Tetapi, pemimpin tidak cukup bersikap begitu. Pemimpin harus tegas
mengambil sikap. Tidak boleh mencari aman. Menyenangkan semua orang itu karakter
pedagang, bukan pemimpin.

Menjadi pemimpin, seperti orang Jawa bilang, harus mampu manunggaling


kawula lan Gusti. Ungkapan filosofis ini bermakna jika seorang pemimpin mengaku cinta
Allah, berarti harus pula cinta ciptaan-Nya, yaitu rakyat. Jika tidak, cintanya palsu
belaka. Ikatan batin antara pemimpin dan rakyat akan terjalin ketika kesadaran akan
Allah memenuhi hati seorang pemimpin.

Jangan jauh-jauh dari Allah karena rakyat akan sengsara. Sebaliknya, pemimpin
tidak boleh melukai rakyatnya karena Allah pasti marah. Pemimpin sejati harus
merupakan penjelmaan cita-cita rakyat. Tauhidnya vertikal sekaligus horizontal. Bukan
lisan fasih berucap Allah, namun praktiknya justru menyelingkuhi Allah dengan cara
selalu menindas rakyatnya.

KH Ahmad Dahlan bergerak di wilayah agama, pendidikan, dan sosial. Dia begitu
mengakar dalam masyarakat, dan berhasil. Keberhasilan KH Ahmad Dahlan, menurut
Asrofie (2005), karena kualitas pribadi yang menonjol. KH Ahmad Dahlan sosok yang
berani berjuang dan mempertahankan kebenaran. Keikhlasan dan pengorbanannya dalam
berjuang begitu menyentuh hati banyak orang, sehingga tidak sedikit yang kemudian
tergerak untuk membantunya.
Materi Ke-18
Falsafah Ketujuh

Pelajaran terbagi atas dua bagian:

1. Belajar ilmu ( pengetahuan atau teori)


2. Belajar Amal ( mengerjakan, mempraktekkan)
Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, Santika demi setingkat.
Misalnya, seorang anak akan mempelajari huruf a,b,c,d kalau belum bahan benar-
benar tentang empat huruf itu maka tidak perlu ditambah pelajarannya dengan e,f,g,h.
Demikian juga dalam belajar Amal, harus dengan cara bertingkat. kalau setingkat saja
belum dapat mengerjakan Jika perlu ditambah.
Materi Ke-19
Kepribadian Muhammadiyah

Sifat Muhammadiyah

1. Apakah Muhammadiyah itu.


2. Dasar amal usaha Muhammadiyah.
3. Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah.

Maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang


terjalin di bawah ini :
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah islamiyah
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan Memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara
yang sah.
6. Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud Islah dan pembangunan sesuai
dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam mana pun juga dalam usaha menyiarkan dan
mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membangun pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan
membangun negara untuk mencapai kemasyarakatan adil makmur yang diridhai Allah.
10. Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan luar bijaksana.
Sejarah dirumuskannya kepribadian Muhammadiyah
"Kepribadian Muhammadiyah" ini timbul pada waktu Muhammadiyah dipimpin oleh
Bapak Kolonel HM Yunus Anis, Ya Allah pada periode 1959-1962.

"Kepribadian Muhammadiyah" ini semula berasal dari uraian Bapak H Faqih Usman,
sewaktu beliau memberikan uraian dalam suatu latihan yang diadakan oleh PP
Muhammadiyah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada saat itu
almarhum KH Faqih Usman menjelaskan apa sih Muhammadiyah itu ?.
Kemudian oleh pimpinan pusat dimusyawarahkan bersama sama pimpinan
Muhammadiyah wilayah Jawa Timur (HM Shaleh Ibrahim), Jawa Tengah (R. Darsono), dan
Jawa Barat (H Adang Affandi). Sesudah itu disempurnakan oleh suatu tim yang antara lain
terdiri dari: K.R. Moh Wardan, Prof. KH. Farid Ma'ruf, M. Djarnawi Hadikusuma, M.
Djindar Tamimy, kemudian turut membahas pula MR. Prof.H. Kasman Singodimejo SH, di
samping membawa prakarsa sendiri KH. Faqih Usman.

Setelah rumusan itu sudah agak sempurna, maka diketengahkan dalam sidang tanwir
menjelang muktamar ke-35 di Jakarta (Muktamar setengah abad). Dandi Muktamar ke-35
itulah"Kepribadian Muhammadiyah"disahkan Setelah mengalami usul-usul penyempurnaan.
Dengan demikian maka rumusan "Kepribadian Muhammadiyah" ini adalah merupakan hasil
yang telah disempurnakan dalam Muktamar ke-35 setelah abad pada tahun 1962, akhir
periode pimpinan Hm Yunus Anis.
Materi 20
Kepribadian muhammadiyah

Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah
Dakwah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan
dan masyarakat . Dakwah dan Amar Ma'ruf nahi Munkar pada bidang pertama terbagi kepada
dua golongan: Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan
kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat
seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.

Adapun da'wah Islam dan Amar Ma'ruf nahi Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat,
bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar
taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.

Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-
masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah
"Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".

DASAR DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH


Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luasmerata, Muhammadiyah
mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsipprinsip yang tersimpul dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-
satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai
ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangannya dengan ketertiban organisasi.
PEDOMAN AMAL USAHA DAN PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara
perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus berpedoman: "Berpegang
teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan
dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah".

SIFAT MUHAMMADIYAH
Menilik:
a. Apakah Muhammadiyah itu,
b. Dasar amal usaha Muhammadiyah dan
c. Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah.

maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalin di
bawah ini:
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara
yang sah.
6. Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai
dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan
mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan
membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
10. Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.

(Keputusan Muktamar ke 35)


Materi 21
Sejarah Perumusan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah

Perumusan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari
perkembangan pemikiran tentang ideologi Muhammadiyah pada dekade 1960-an.

Muncul pemikiran untuk melakukan pembaharuan kembali khususnya bidang ideologi.


Pemikiran ini kemudian melahirkan rumusan MKCHM tersebut.

Di dalamnya MKCHM memuat tentang keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah sehingga
dapat disebut sebagai ideologi Muhammadiyah yang disusun secara sistematis.

Konsep MKCHM diputuskan dalam sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo
yang juga melahirkan Khittah Ponorogo.

Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 itu sendiri merupakan amanah Muktamar Muhammadiyah
ke-37 yang dilaksanakan tahun 1968. Muktamar tersebut mengambil tema “Tajdid
Muhammadiyah”.

Pada tahun 1970 dalam Tanwir Muhammadiyah di Yogyakarta, MKCHM tersebut diolah
kembali oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan disempurnakan kembali dalam Muktamar
Muhammadiyah ke-41 tahun 1985 di Surakarta.

Sebenarnya keinginan Muhammadiyah untuk merumuskan landasan ideologi berupa keyakinan


dan cita-cita hidup ini sudah lama.

Tahun 1935 pembahasan tentang faham dan sistem perjuangan Persyarikatan sudah dirintis dan
melahirkan rumusan “Dua Belas Langkah Muhammadiyah” pada tahun 1938-1940.

Selanjutnya pada masa kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo lahirlah dokumen bernama


“Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah” yang berisi tujuh pokok pikiran tentang
prinsip-prinsip dasar Muhammadiyah yang dituangkan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar.

Kemudian pada Muktamar Muhammadiyah ke-35 di Jakarta pada tahun 1962 lahirlah
“Kepribadian Muhammadiyah” sebagai rumusan ideologi yang menggambarkan hakekat
Muhammadiyah, dasar dan pedoman perjuangan serta amal usaha Muhammadiyah juga sifat-
sifat yang dimilikinya.
Materi 22
Pedoman untuk Memahami MKCHM Point 1, dan 2

Uraian singkat menganai Matan “Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”

1. Pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis, yang terkandung dalam angka 1,2 dari Matan
“Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” ialah:
a. Akidah: Muhammadiyah adalah Islam
b. Cita-cita/Tujuan: bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridhai Allah swt.
c. Ajaran yang digunakan untuk melaksanakan dalam mencapai cita-cita/tujuan tersebut:
Agama islam adalah agama allah sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spiritual, duniawi dan
ukhrawi.
2. Fungsi akidah dan persoalan keyakinan dan cita-cita hidup adalah sebagai sumber yang
menentukan bentuk keyakinan dan cita-cita hidup itu sendiri.
Berdasarkan islam artinya ialah: islam sebagai sumber ajaran yang menentukan keyakinan
dan cita-cita hidupnya.
Ajaran islam, yang inti ajarannya berupa kepercayaan: tauhid memebentuk keyakinan dan
cita-cita hidup; bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata hanyalah untuk beribadah
kepada Allah swt demi untuk kebahagian duania dan akhirat.
Hidup beribadah menurut ajaran islam ialah hidup bertaqarrub kepada Allah swt dengan
menunaikan amanah-Nya serta mematuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan-Nya
guna mendapat keridhoan-Nya.
Amanah Allah yang menetukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya di dunia, ialah
manusia sebagai hamba allah dan khalifah (pengganti)Nya yang bertugas mengatur dan
membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertibannya untuk
memakmurkannya.
3. Fungsi dan cita-cita/tujuan dalam persoalan keyakinan dan cita-cita hidup ialah sebagai
kelanjutan konsekuensi dari pada asas. Hidup yang berasaskan islam, seperti yang
disimpulkan pada MKCHM angka ke 4, tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran
pendirian, bahwa cita-cita/tujuan yang akan dicapai dalam hidupnya di dunia, ialah
terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik, guna mewujudkan kemkmuran dunia
dalam rangka ibadahnya kepada Allah swt.
Dalam hubungan ini, muhammadiyah telah menegaskan cita-cita/tujuan perjuangan dengan:
“... sehingga terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya”. (AD Psl.6)
Bagaimana bentuk/wujud masyarakat utama yang adil dan makmur, yang diridhai allah swt
yang dimaksud itu, harus dirumuskan dalam satu konsepsi yang jelas, gemblang dan
menyeluruh.
4. Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang berasa islam dan dikuatkan oleh hasil
penyelidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan bahwa
ajaran yang dapat untuk melaksanakan hidup sesuai dengan asasnya dalam
mencapai”cit-cita/tujuan” hidup dan perjuangannya sebagai dimaksud hanyalah ajaran islam.
Untuk itu sangat diperlukan adanyan rumusan secara kongkrit, sistematis dan menyuluruh
tentang konsepsi ajaran islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia/masyarakat sebagai isi dari pada masyarakat islam yang sebenar-benarnya.
5. Keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah yang persoalan-persoalan pokoknya telah
diuraikan dengan singkat diatas adalah dibentuk/ditentukan oleh pengertian dan fahamnya
mengenai agama islam.

Agama islam adalah sumber keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah maka dari itu, faham
agama bagi muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang essensiil bagi adanya keyakinan
dan cita-cita hidup muhammadiyah.

6. Faham Agama
a. Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada para Rasul-Nya, sejak nabi
Adam sampai nabi terakhir, ialah Nabi Muhammad saw.

Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir, diutus dengan membawa syariat
agama yang sempurna, untuk seluruh umat manusi sepanjang masa. Maka dari itu agama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan untuk
masa-masa selanjutnya.
ْ ‫َأ‬ َّ َ ُ َّ َ ٌ َّ َ ُ َ َ ْ َّ ُّ َ ْ ْ ُ ْ ْ َ ْ ‫ْ ْ ُ َأ‬
‫ ُه َو َما ن َز َل‬:‫هللا َعل ْي ِه َو َسل َم‬ ‫صلى‬ ‫ال ِّدين ( ي ال ِّدين اِإل سال ِمي) ال ِذي جاء ِب ِه محمد‬
َ َ َ َّ ‫َأل‬ َ ُ ُّ ‫هللا في ْال ُق ْرآن َو َما َج َاء ْت ب ِه‬
َّ ‫الس َّن ُة‬ ُ
‫صال ِح‬ ِ ‫اال ْرش‬
‫ادات ِل‬ ِ ‫الص ِح ْي َحة ِمن ا َو ِام ِر َوالن َو ِاهى َو‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ُأ‬ ْ ْ
‫ال ِع َب ِاد ُدن َي ُاه ْم َو خ َر ُاه ْم‬.
“Agama (yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW) ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam Al Qur’an dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan akhirat”. (Putusan Tarjih Muhammadiyah)
ْ َ َ
‫صال ِح ال ِع َب ِاد‬‫ادات ِل‬
َ ْ َ
‫ش‬ ‫ر‬‫اال‬ ‫و‬ ‫ى‬ ‫اه‬ َ
‫و‬ َّ ‫هللا َع َلى ل َسان َأ ْنب َيا ه م َن اَأل َوامر َو‬
‫الن‬ ُ ‫َا ْلد ْي ُن ُه َو َما َش َر َع ُه‬
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ‫ِ ِ ِ ِئ‬ ِّ
ُ ْ ‫ُأ‬ ُ ْ
‫ُدن َياه ْم َو خ َراه ْم‬
“Agama adalah apa yang disyari’atkan Allah dengan perantaraan Nabi-nabi-Nya berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjukpetunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan akhirat”. (Putusan Tarjih Muhammadiyah)
Materi 23
Pedoman untuk Memahami MKCHM Point 3, 4 dan 5

1. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:


a. Al Quran: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al Quran yang diberikan oleh
Nabi Muhammad SAW, dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran
Islam.

2. Al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai penjelasannya adalah sebagai pokok dasar hukum/ajaran
islam yang mengandung ajran yang benar.
a. mengungkapkan dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul.
b. Mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul.
Sedangkan untuk mencari cara dan dalam melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan Sunah Rasul
dalam mengatur dunia guna memakmurkannya, akal pikiran yang dinamis dan progresif
mempunyai peranan yang penting dan lapangan luas. Begitu pula akal pikiran alra’yu adalah alat
untuk mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu terhadap penerapan suatu
ketentuan hukum dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama.

3. Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.


4. Muhammadiyah berpendirian bahwa orang dalam beragama hendaklah berdasarkan
pengertian yang benar, dengan ijtihad atau ittiba’.
5. Muhammadiyah dalam menetapkan tuntunan yang berhubungan dengan masalah agama, baik
bagi kehidupan perseorangan ataupun bagi kehidupan gerakan, adalah dengan dasar-dasar
seperti tersebut diatas; dilakukan dalam musyawarah oleh para ahlinya, dengan cara yang
sudah lazim disebut “tarjih”, ialah membanding-bandingkan pendapat-pendapat dalam
musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunyai alasan yang lebih kuat.
6. Dengan dasar dan cara memahami agama seperti diatas, Muhammadiyah berpendirian bahwa
ajaran islam merupakan “kesatuan ajaran” yang tidak boleh dipisah-pisah dan meliputi:
a. Aqidah: ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan.
b. Akhlaq: ajaran yang berhubungan dengan pembentukan mental.
c. Ibadah (mahdlah): ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tata cara hubungan
manusia dan Tuhan.
d. Muamalah Duniawiyah: ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia dan
pembinaan masyarakat.
Dimana semuanya itu bertumpu dan untuk mencerminkan kepercayaan “Tauhid” dalam hidup
dan kehidupan manusia, dalam wujud dan bentuk hidup dan kehidupan yang semata-mata untuk
beribadah kepada Allah swt dalam arti yang luas dan penuh seperti ibadah yang dirumuskan oleh
Majelis Tarjih.
Ibadah ialah bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah-
perintah-Nya, menjauhi segala larangan-larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang
diizinkan Allah.

Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus.


a. yang umum, ialah segala amalan yang diizinkan Allah;
b. yang khusus, ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan
cara-caranya yang tertentu.

Fungsi dan Misi Muhammadiyah


1. Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang bersumberkan ajaran Islam yang murni
seperti tesrebut di atas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya, berjuang dan mengajak
segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia untuk mengatu dan membangun tanah air dan
Negara Indonesia sehingga merupakan masyakarat dan Negara adil dan makmur, sejahtera
bahagia, material dan spiritual yang diridloi Allah SWT.
2. Mengingat perkembangan sejarah dan kenyataan bangsa indonesia sampai dewasa ini, semua
yang ingin dilaksakan dan dicapai oleh muhammadiyah dari pada keyakinan dan cita-cita
hidupnya, bukanlah hal yang baru, dan hakekatnya adalah sesuatu yang wajar.
3. Sedang dalam pola perjuangan Muhammadiyah dalam melaksanakan dan mencapai
keyakinan dan mencapai keyakinan dan cita-cita hidupnya dalam masyarakat. Negara
Republik Indonesia, Muhammadiyah menggunakan da’wah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar
dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagai jalan satu-satunya. Lebih lanjut untuk
mengetahui tentang itu dapat dilihat dan dipahami dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah.

Selanjutnya untuk memahami secara luas dan mendalam mengenai Keyakinan dan cita-cita
hidup Muhammadiyah perlu dibuat penjelasan-penjelasan lebih lanjut.
4.
Materi 24
Unsur Pembantu Pimpinan

Muhammadiyah sebagai organisasi modern yang besar, tidak mungkin menjalankan seluruh
aspek bidang yang dinaunginya. Muhammadiyah memerlukan pembagian tugas dari tiap bidang
binaannya sehingga tercapai hasil yang maksimal untuk mewujudkan cita-cita muhammadiyah.
Muhammadiyah dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh unsur pembantu persyarikatan.
Macam Unsur Pembantu Muhammadiyah :
1. Majelis ; unsur pembantu yang menjalankan sebagian tugas pokok Muhammadiyah
2. Lembaga ; unsur pembantu yang menjalankan tugas pendukung Muhammadiyah
Majelis dan Lembaga ini bertanggung-jawab kepada Pimpinan Muhammadiyah di masing
masing tingkatan.

Tugas Unsur Pembantu


1. Majelis  Muhammadiyah bertugas menyelenggarakan amal usaha (AUM), program, dan
kegiatan pokok dalam bidang tertentu.
2. Lembaga Muhammadiyah bertugas melaksanakan program dan kegiatan pendukung yang
bersifat khusus

Nama Majelis
1. Majelis Tarjih dan Tajdid
2. Majelis Tabligh
3. Majelis Pendidikan Tinggi (M.Dikti)
4. Majelis Pembina Kesehatan Umum (M.PKU)
5. Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6. Majelis Pustaka dan Informasi
7. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
8. Majelis Lingkungan Hidup (M.LH)
9. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
10. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHAM)
12. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
13. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (M.Dikdasmen)
Nama Lembaga
1. Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh
2. Lembaga Hubungan dan Kerjasama International
3. Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan
4. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
5. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
6. Lembaga Penanggulangan Bencana
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
8. Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Materi 25
Ortom Muhammadiyah (Aisyiyah,NA & Pemuda)

A. Aisyiyah
‘Aisyiyah secara resmi didirikan pada tanggal 19 Mei 1917 bertepatan dengan 27 Rajab
1335 Hijriyah. Embrio berdirinya ‘Aisyiyah telah dimulai sejak didirikannya
perkumpulan Sapa Tresna di tahun 1914.
Sapa Tresna adalah perkumpulan gadis-gadis terdidik disekitar kampung Kauman,
Yogyakarta. Nama ‘Aisyiyah terinspirasi dari istri Nabi Muhammad, yaitu ‘Aisyah yang
dikenal cerdas dan mumpuni. Harapannya, profil Aisyah itu juga menjadi profil para anggota
Aisyiyah.
Berdirinya ‘Aisyiyah seperti halnya Muhammadiyah tidak lepas dari pemahaman
terhadap kandungan ayat-ayat Al Qur’an. Ayat yang menginspirasi berdirinya ‘Aisyiyah
adalah Al Qur’an surat An Nahl ayat 97 :

َ ‫صالِ ًحا ِمنْ َذ َك ٍر َأ ْو ُأ ْنثَ ٰى َو ُه َو ُمْؤ ِمنٌ فَلَنُ ْحيِيَنَّهُ َحيَاةً طَيِّبَةً ۖ َولَنَ ْج ِزيَنَّ ُه ْم َأ ْج َر ُه ْم بَِأ ْح‬
َ‫س ِن َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ‫َمنْ َع ِم َل‬
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.
Tujuan didirikannya ‘Aisyiyah adalah tegaknya agama Islam dan terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dengan misi-misinya adalah sebagai berikut :
Misi ‘Aisyiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan, meliputi:
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan
pengamalan serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan.
2. Meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan sesuai dengan ajaran Islam.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkajian terhadap ajaran Islam.
4. Memperteguh iman, memperkuat dan menggembirakan ibadah, serta mempertinggi
akhlak.
5. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah, membangun
dan memelihara tempat ibadah serta amal usaha yang lain.
6. Membina Angkatan Muda Muhammadiyah Puteri untuk menjadi pelopor, pelangsung, dan
penyempurna gerakan ‘Aisyiyah
7. Meningkatkan pendidikan, mengembangkan kebudayaan, memperluas ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta menggairahkan penelitian.
8. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas.
9. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan dalam bidang-bidang sosial, kesejahteraan
masyarakat, kesehatan, dan lingkungan hidup.
10. Meningkatkan dan mengupayakan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran, serta
memupuk semangat kesatuan dan persatuan bangsa.
11. Meningkatkan komunikasi, ukhuwah, kerjasama di berbagai bidang dan kalangan
masyarakat baik dalam dan luar negeri.
12. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi.

B. Nasyiatul ‘Aisyiyah
Nasiyatul ‘Aisyiyah (NA) berdiri tanggal 2 Mei 1932 bertepatan dengan tanggal 26
Dzulhijjah 1350 Hijriyah. Gagasan mendirikan NA sebenarnya bermula dari ide Somodirdjo,
seorang guru Standart School Muhammadiyah.
Dia menekankan bahwa perjuangan Muhammadiyah akan sangat terdorong dengan adanya
peningkatan mutu ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada para muridnya, baik dalam bidang
spiritual, intelektual, maupun jasmaninya.
Gagasan Somodirdjo ini digulirkan dalam bentuk menambah pelajaran praktik kepada para
muridnya, dan diwadahi dalam kegiatan bersama.
Dengan bantuan Hadjid, seorang kepala guru agama di Standart School Muhammadiyah,
maka pada tahun 1919 Somodirdjo berhasil mendirikan perkumpulan yang anggotanya terdiri
dari para remaja putra-putri siswa Standart School Muhammadiyah.
Perkumpulan tersebut diberi nama Siswa Praja (SP). Tujuan dibentuknya Siswa Praja adalah
menanamkan rasa persatuan, memperbaiki akhlak, dan memperdalam agama.
Pada tahun 1931 dalam Konggres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta diputuskan semua
nama gerakan dalam Muhammadiyah harus memakai bahasa Arab atau bahasa Indonesia.
Karena cabang-cabang Muhammadiyah di luar Jawa sudah banyak yang didirikan (saat itu
Muhammadiyah telah mempunyai cabang kurang lebih 400 buah).
Dengan adanya keputusan itu, maka nama Siswa Praja Wanita diganti menjadi Nasyi’atul
Aisyiyah (NA) yang masih di bawah koordinasi Aisyiyah.
Tujuan didirikannya Nasyiatul ‘Aisyiyah adalah terbentuknya putri Islam yang berarti bagi
keluarga, bangsa, dan agama menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
dengan misi-misinya yaitu :
1. Melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dalam membina putri Islam yang
berarti bagi agama, bangsa, dan negara menuju terwujudnya masyarakat yang sebenar-
benarnya.
2. Melaksanakan pencerahan dan pemberdayaan perempuan menuju masyarakat yang
menjunjung tinggi harkat, martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai dengan
ajaran Islam.
3. Menyelenggarakan amal usaha dan meningkatkan peran Nasyiatul ‘Aisyiyah sebagai
pelopor, pelangsung dan penyempurna perjuangan Muhammadiyah.

C. Pemuda Muhammadiyah
Pemuda Muhammadiyah secara resmi didirikan pada tanggal 26 Dzulhijjah 1350 H
bertepatan dengan 2 Mei 1932.
Awal berdirinya Pemuda Muhammadiyah secara kronologis dapat dikaitkan dengan
keberadaan Siswo Proyo Priyo (SPP), suatu gerakan yang sejak awal diharapkan K.H. Ahmad
Dahlan dapat melakukan kegiatan pembinaan terhadap remaja/pemuda Islam.
Dalam perkembangannya SPP mengalami kemajuan yang pesat, hingga pada Konggres
Muhammadiyah ke-21 di Makasar pada tahun 1932 diputuskan berdirinya Muhammadiyah
Bagian Pemuda.
Ini merupakan bagian dari organisasi dalam Muhammadiyah yang secara khusus
mengasuh dan mendidik para pemuda keluarga Muhammadiyah.
Visi Pemuda Muhammadiyah adalah Mempersiapkan kader dan generasi muda 
Indonesia untuk siap menghadapi tantangan masa depan yang lebih beragam, penuh dinamika
dan  berbagai kepentingan datam rangka mencapai maksud dan tujuan Pemuda
Muhammadiyah.
Sedangkan misi Pemuda Muhammadiyah adalah Menjadikan gerakan dakwah amar
ma’ruf nahi  mungkar, gerakan keilmuan, gerakan sosialkemasyarakatan dan gerakan
kewirausahaan sebagai tumpuan kegiatan dengan memahami  setiap persoalan yang timbut
dan kebutuhan lingkungan dimana Pemuda Muhammadiyah melakukan amal karya nyatanya.
Materi 26
Ortom Muhammadiyah (IPM, IMM, HW dan TS)

1. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah


Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah sebuah Organisasi Gerakan Mahasiswa
Islam, sekaligus Organisasi Otonom Muhammadiyah yang bergerak di bidang Keagamaan,
Kemahasiswaan, dan Kemasyarakatan. IMM berdiri di Surakarta, tanggal 14 Maret 1964 M /
29 Syawal 1384 H. Tujuan IMM adalah “mengusahakan terbentuknya Akademisi Islam yang
Berakhlak Mulia dalam rangka mencapai Tujuan Muhammadiyah”.

2. Ikatan Pelajar Muhammadiyah


Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) berdiri 18 Juli 1961, hampir setengah abad setelah
Muhammadiyah berdiri. Jika dilacak jauh ke belakang, sebenarnya upaya para pelajar
Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah sudah dimulai jauh
sebelum lkatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961.

Pada tahun 1919 didirikan Siswo Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar
Muhammadiyah di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di
Malang dan Surakarta berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah).
Selanjutnya pada tahun 1933 berdiri Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul pelajar-
pelajar Muhammadiyah. Selengkapnya latar belakang berdirinya Ikatan Pelajar
Muhammadiyah atau IPM. Tujuan didirikannya IPM adalah terbentuknya pelajar muslim
yang berilmu, berakhlaq mulia dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung
tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

3. Hizbul Wathan
Hizbul Wathan (HW) didirikan pertama kali di Yogyakarta pada 1336 H (1918 M) atas
prakarsa KH Ahmad Dahlan, yang merupakan pendiri Muhammadiyah. Prakarsa itu timbul
saat dia selesai memberi pengajian di Solo, dan melihat latihan Pandu di alun-alun
Mangkunegaran.
HW didirikan dengan tujuan untuk menyiapkan, membina anak, remaja dan pemuda yang
memiliki aqidah, mental, fisik berilmu dan berteknologi serta berakhlaqul kariman dengan
tujuan terwujudnya muslim yang sebenar-benarnya, siap menjadi kader persyarikatan, umat
dan bangsa.

4. Tapak Suci Putera Muhammadiyah


Perguruan Tapak Suci didirikan pada tanggal 31 Juli 1960 sebagai kelanjutan dari
perguruan-perguruan silat yang telah ada sebelumnya dan melebur dalam satu wadah Tapak
Suci Putera Muhammadiyah.
Tujuan didirikannya Tapak Suci adalah mengembankan seni bela diri di Indonesia, bersih
dari ajaran yang tidak sesuai dengan Islam serta membentuk mental yang kuat dan jasmani
yang sehat.
Tapak Suci Putera Muhammadiyah didirikan dengan maksut dan tujuan sebagai berikut :
a. Mendidik serta membina ketangkasan dan ketrampilan pencak sitat sebagai seni beladiri
Indonesia.
b. Memelihara kemurnian pencak sitat sebagai seni beladiri Indonesia yang sesuai dan tidak
menyimpang dari ajaran Islam sebagai budaya bangsa yang luhur dan bermoral.
c. Mendidik dan membina anggota untuk menjadi kader Muhammadiyah.
d. Melalui seni beladiri menggembirakan dan mengamalkan dakwah amar ma’ruf nahi
munkar dalam usaha mempertinggi ketahanan Nasional.
Materi 27
KEHIDUPAN ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH Poin A dan B

A. KEHIDUPAN PRIBADI
1. Dalam Aqidah
1.1. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran imani berupa
tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala1yang benar, ikhlas, dan penuh ketundukkan
sehingga terpancar sebagai lbad ar-rahman2 yang menjalani kehidupan dengan benar-
benar menjadi mukmin, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna.
1.2. Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman3 dan tauhid4 sebagai sumber
seluruh kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu, dan
tetap menjauhi serta menolak syirk, takhayul, bid'ah, dan khurafat yang menodai iman
dan tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala.5
2. Dalam Akhlaq
2.1.Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam
mempraktikkan akhlaq mulia6, sehingga menjadi uswah hasanah7 yang diteladani oleh
sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
2.2.Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus
senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas8 dalam wujud amal-amal shalih dan ihsan,
serta menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan
kemunkaran.
2.3.Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq
al-karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang tercela
(akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi sesama.

1
Q.S. Al-Ikhlash/112: 1 s/d 4
2
Q.S. Al-Furqan/25: 63-77
3
Q.S. An-Nisa/4: 136
4
Q.S. Al-Ikhlash/112: 1 s/d 4
5
Q.S. Al-Baqarah/2: 105, 221; An-Nisa/4: 48; Al-Maidah/5: 72; Al-`An'am/6: 14, 22 s/d 23, 101, 121; At-
Taubah/9: 6, 28, 33; Al-Haj/22: 31; Luqman/31: 13 s/d 15
6
Q.S. Al-Qalam/68 : 4
7
Q.S. Al Ahzab/33: 21
8
Q.S. Al-Bayinah/98: 5, Hadist Nabi riwayat Bukhari-Muslim dari Umar bin Khattab
B. KEHIDUPAN DALAM KELUARGA
1. Kedudukan Keluarga
1.1. Keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai tempat sosialisasi
nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan, karenanya menjadi kewajiban setiap
anggota Muhammadiyah untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah,
mawaddah warahmah9 yang dikenal dengan Keluarga Sakinah.
1.2. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut untuk benar- benar dapat
mewujudkan Keluarga Sakinah yang terkait dengan pembentukan Gerakan Jama’ah dan
da'wah Jama’ah menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Fungsi Keluarga
2.1. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu difungsikan selain dalam
mensosialisasikan nilai-nilai ajaran Islam juga melaksanakan fungsi kaderisasi sehingga
anak-anak tumbuh menjadi generasi muslim Muhammadiyah yang dapat menjadi
pelangsung dan penyempuma gerakan da'wah di kemudian hari.
2.2. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut keteladanan (uswah hasanah)
dalam mempraktikkan kehidupan yang Islami yakni tertanamnya ihsan/kebaikan dan
bergaul dengan ma’ruf10, saling menyayangi dan mengasihi11, menghormati hak hidup
anak12, saling menghargai dan menghormati antar anggota keluarga, memberikan
pendidikan akhlaq yang mulia secara paripuma13, menjauhkan segenap anggota keluarga
dari bencana siksa neraka14, membiasakan bermusyawarah dalam menyelasaikan
urusan15, berbuat adil dan ihsan16, memelihara persamaan hak dan kewajiban17, dan
menyantuni anggota keluarga yang tidak mampu18.
3. Aktifitas Keluarga
3.1. Di tengah arus media elektronik dan media cetak yang makin terbuka, keluarga-keluarga
di lingkungan Muhammadiyah kian dituntut perhatian dan kesungguhan dalam mendidik
9
Q.S. Ar-Rum/30 : 21
10
Q.S. An-Nisa/4 : 19, 36, 128; Al-Isra/17 : 23, Luqman/31 : 14
11
Q.S. Ar-Rum/30 : 21
12
Q.S. Al-An'am/6 : 151, Al-Isra/17 : 31
13
Q.S. Al-Ahzab/33 : 59
14
Q.S. At-Tahrim/66 : 6
15
Q.S. At-Talaq/65 : 6, Al-Baqarah/2 : 233
16
Q.S. Al-Maidah/5 : 8, An-Nahl/16 : 90
17
Q.S. Al-Baqarah/2 : 228, An-Nisa/4 : 34
18
Q.S. Al-Isra/17 : 26, Ar-Rum/30 : 38
anak-anak dan menciptakan suasana yang harmonis agar terhindar dari pengaruh-
pengaruh negatif dan terciptanya suasana pendidikan keluarga yang positif sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam.
3.2. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut keteladanannya untuk
menunjukkan penghormatan dan perlakuan yang ihsan terhadap anakanak dan
perempuan serta menjauhkan diri dari praktik-praktik kekerasan dan menelantarkan
kehidupan terhadap anggota keluarga.
3.3. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu memiliki kepedulian sosial dan
membangun hubungan sosial yang ihsan, ishlah, dan ma'ruf dengan tetangga-tetangga
sekitar maupun dalam kehidupan sosial yang lebih luas di masyarakat sehingga tercipta
qaryah thayyibah dalam masyarakat setempat.
3.4. Pelaksanaan shalat dalam kehidupan keluarga harus menjadi prioritas utama, dan kepala
keluarga jika perlu memberikan sanksi yang bersifat mendidik.
Materi 28
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah poin C dan D

A. KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
1. Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan
sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing-masing
dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan sesama muslim maupun dengan
non-muslim, dalam hubungan ketetanggaan bahkan Islam memberikan perhatian sampai
ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.
2. Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus menunjukkan keteladanan
dalam bersikap baik kepada tetangga 19, memelihara kemuliaan dan memuliakan
tetangga20, bermurah-hati kepada tetangga yang ingin menitipkan barang atau hartanya 21,
menjenguk bila tetangga sakit22, mengasihi tetangga sebagaimana mengasihi keluarga/diri
sendiri23, menyatakan ikut bergembira/senang hati bila tetangga memperoleh kesuksesan,
menghibur dan memberikan perhatian yang simpatik bila tetangga mengalami musibah
atau kesusahan, menjenguk/melayat bila ada tetangga meninggal dan ikut mengurusi
sebagaimana hak-hak tetangga yang diperlukan, bersikap pemaaf dan lemah lembut bila
tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki keburukan-keburukan tetangga, membiasakan
memberikan sesuatu seperti makanan dan oleh-oleh kepada tetangga, jangan menyakiti
tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang dada, menjauhkan diri dari segala sengketa
dan sifat tercela, berkunjung dan saling tolong menolong, dan melakukan amar ma'ruf
nahi munkar dengan cara yang tepat dan bijaksana.
3. Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga diajarkan untuk bersikap baik dan
adil24, mereka berhak memperoleh hak-hak dan kehormatan sebagai tetangga 25, memberi
makanan yang halal dan boleh pula menerima makanan dari mereka berupa makanan yang
halal, dan memelihara toleransi sesuai dengan prinsi-prinsip yang diajarkan Agama Islam.

19
H.R. Bukhari & Muslim
20
H.R. Bukhari & Muslim
21
H.R. Bukhari & Muslim
22
H.R. Bukhari & Muslim
23
H.R. Bukhari & Muslim
24
Q.S. Al-Mumtahanah/60 : 8
25
H.R. Abu Dawud
4. Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap anggota Muhammadiyah baik
sebagai individu, keluarga, maupun jama'ah (warga) dan jam'iyah (organisasi) haruslah
menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung-tinggi nilai
kehormatan manusia26, memupuk rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan 27,
mewujudkan kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin 28,
memupuk jiwa toleransi29, menghormati kebebasan orang lain30, menegakkan budi baik31,
menegakkan amanat dan keadilan32, perlakuan yang sama33, menepati janji34, menanamkan
kasihsayang dan mencegah kerusakan35, menjadikan masyarakat menjadi masyarakat yang
shalih dan utama36, bertanggungjawab atas baik dan buruknya masyarakat dengan
melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar37, berusaha untuk menyatu dan
berguna/bermanfaat bagi masyarakat38, memakmurkan masjid, menghormati dan
mengasihi antara yang tua dan yang muda, tidak merendahkan sesama 39, tidak
berprasangka buruk kepada sesama40, peduli kepada orang miskin dan yatim41, tidak
mengambil hak orang lain42, berlomba dalam kebaikan43, dan hubungan-hubungan sosial
lainnya yang bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya.
5. Melaksanakan gerakan jamaah dan da'wah jamaah sebagai wujud dari melaksanakan
da'wah Islam di tengah-tengah masyarakat untuk perbaikan hidup baik lahir maupun batin
sehingga dapat mencapai cita-cita masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

B. KEHIDUPAN BERORGANISASI
26
Q.S. Al-Isra/17 : 70
27
Q.S. Al-Hujarat/49 : 13
28
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
29
Q.S. Fushilat/41 : 34
30
Q.S. Al-balad/90 : 13, Al-Baqarah/2 : 256, An-Nisa/4 : 29, Al-Maidah/5 : 38
31
Q.S. Al-Qalam/68 : 4
32
Q.S. An-Nisa/4 : 57-58
33
Q.S. Al-Baqarah/2 : 194, An-Nahl/16 : 126
34
Q.S. Al-Isra/17 : 34
35
Q.S. Al-Hasyr/59 : 9
36
Q.S. Ali Imran/3 : 114
37
Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110
38
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
39
Q.S. Al-Hujarat/49 : 11
40
Q.S. An-Nur/24 : 4
41
Q.S. Al-Baqarah/2 : 220
42
Q.S. Al-Maidah/5 : 38
43
Q.S. Al Baqarah/2 : 148
1. Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat umat yang didirikan dan dirintis oleh
K.H. Ahmad Dahlan untuk kepentingan menjunjung tinggi dan menegakkan Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarbenarnya, karena itu menjadi
tanggungjawab seluruh warga dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di berbagai
tingkatan dan bagian untuk benar-benar menjadikan organisasi (Persyarikatan) ini sebagai
gerakan da'wah Islam yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan.
2. Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah berkewajiban memelihara,
melangsungkan, dan menyempurnakan gerak dan langkah Persyarikatan dengan penuh
komitmen yang istiqamah, kepribadian yang mulia (shidiq, amanah, tabligh, dan
fathanah), wawasan pemikiran dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliah yang
unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang benar-benar menjadi
rahmatan lil `alamin.
3. Dalam menyelesaikan masalah-masalah dan konflik-konflik yang timbul di Persyarikatan
hendaknya mengutamakan musyawarah dan mengacu pada peraturan-peraturan organisasi
yang memberikan kemaslahatan dan kebaikan seraya dijauhkan tindakan-tindakan anggota
pimpinan yang tidak terpuji dan dapat merugikan kepentingan Persyarikatan.
4. Menggairahkan ruh al Islam dan ruh al jihad dalam seluruh gerakan Persyarikatan dan
suasana di lingkungan Persyarikatan sehingga Muhammadiyah benar-benar tampil sebagai
gerakan Islam yang istiqamah dan memiliki ghirah yang tinggi dalam mengamalkan
Islam.
5. Setiap anggota pimpinan Persyarikatan hendaknya menunjukkan keteladanan dalam
bertutur-kata dan bertingkahlaku, beramal dan berjuang, disiplin dan tanggungjawab, dan
memiliki kemauan untuk belajar dalam segala lapangan kehidupan yang diperlukan.
6. Dalam lingkungan Persyarikatan hendaknya dikembangkan disiplin tepat waktu baik
dalam menyelenggarakan rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, dan kegiatankegiatan lainnya
yang selama ini menjadi ciri khas dari etos kerja dan disiplin Muhammadiyah.
7. Dalam acara-acara rapat dan pertemuan-pertemuan di lingkungan persyarikatan
hendaknya ditumbuhkan kembali pengajian-pengajian singkat (seperti Kuliah Tujuh
Menit) dan selalu mengindahkan waktu shalat dan menunaikan shalat jama'ah sehingga
tumbuh gairah keberagamaan yang tinggi yang menjadi bangunan bagi pembentukan
kesalihan dan ketaqwaan dalam mengelola Persyarikatan.
8. Para pimpinan Muhammadiyah hendaknya gemar mengikuti dan menyelenggarakan
kajian-kajian keislaman, memakmurkan masjid dan menggiatkan peribadahan sesuai
ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi, dan amalanamalan Islam lainnya.
9. Wajib menumbuhkan dan menggairahkan perilaku amanat dalam memimpin dan
mengelola organisasi dengan segala urusannya, sehingga milik dan kepentingan
Persyarikatan dapat dipelihara dan dipergunakan subesar-besarnya untuk kepentingan
da'wah serta dapat dipertanggungjawabkan secara organisasi.
10. Setiap anggota Muhammadiyah lebih-lebih para pimpinannya hendaknya jangan
mengejar-ngejar jabatan dalam Persyarikatan tetapi juga jangan menghindarkan diri
manakala memperoleh amanat sehingga jabatan dan amanat merupakan sesuatu yang
wajar sekaligus dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya, dan apabila tidak menjabat atau
memegang amanat secara formal dalam organisasi maupun amal usaha hendaknya
menunjukkan jiwa besar dan keikhlasan serta tidak terus berusaha untuk mempertahankan
jabatan itu lebih-lebih dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan akhlaq
Islam.
11. Setiap anggota pimpinan Muhammadiyah hendaknya menjauhkan diri dari fitnah, sikap
sombong, ananiyah, dan perilaku-perilaku yang tercela lainnya yang mengakibatkan
hilangnya simpati dan kemuliaan hidup yang seharusnya dijunjung tinggi sebagai
pemimpin.
12. Dalam setiap lingkungan Persyarikatan hendaknya dibudayakan tradisi membangun
imamah dan ikatan jamaah serta jam'iyah sehingga Muhammadiyah dapat tumbuh dan
berkembang sebagai kekuatan gerakan da'wah yang kokoh.
13. Dengan semangat tajdid hendaknya setiap anggota pimpinan Muhammadiyah memiliki
jiwa pembaru dan jiwa da'wah yang tinggi sehingga dapat mengikuti dan memelopori
kemajuan yang positif bagi kepentingan `izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan
kaum muslimin dan menjadi rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi alam semesta).
14. Setiap anggota pimpinan dan pengelola Persyarikatan di manapun berkiprah hendaknya
bertanggungjawab dalam mengemban misi Muhammadiyah dengan penuh kesetiaan
(komitmen yang istiqamah) dan kejujuran yang tinggi, serta menjauhkan diri dari
berbangga diri (sombong dan ananiyah) manakala dapat mengukir kesuksesan karena
keberhasilan dalam mengelola amal usaha Muhammadiyah pada hakikatnya karena
dukungan semua pihak di dalam dan di luar Muhammadiyah dan lebih penting lagi karena
pertolongan Allah Subhanahu Wata'ala.
15. Setiap anggota pimpinan maupun warga Persyarikatan hendaknya menjauhkan diri dari
perbuatan taqlid, syirik, bid'ah, tahayul dan khurafat.
16. Pimpinan Persyarikatan harus menunjukkan akhlaq pribadi muslim dan mampu membina
keluarga yang Islami.
Materi 29
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah poin E dan F

A. KEHIDUPAN DALAM MENGELOLA AMAL USAHA


1. Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha dan media da’wah
Persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Oleh karenanya semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus
mengarah kepada terlaksananya maksud dan tujuan Persyarikatan dan seluruh pimpinan
serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk melaksanakan misi utama Muhammadiyah
itu dengan sebaik-baiknya sebagai misi da'wah44.
2. Amal usaha Muhammadiyah adalah milik Persyarikatan dan Persyarikatan bertindak
sebagai Badan Hukum/Yayasan dari seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk
kepemilikan Persyarikatan hendaknya dapat diinventarisasi dengan baik serta dilindungi
dengan bukti kepemilikan yang sah menurut hukum yang berlaku. Karena itu, setiap
pimpinan dan pengelola amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang dan tingkatan
berkewajiban menjadikan amal usaha dengan pengelolaannya secara keseluruhan sebagai
amanat umat yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya45.
3. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan
persyarikatan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pimpinan amal usaha dalam
mengelola amal usahanya harus tunduk kepada kebijaksanaan Persyarikatan dan tidak
menjadikan amal usaha itu terkesan sebagai milik pribadi atau keluarga, yang akan
menjadi fitnah dalam kehidupan dan bertentangan dengan amanat46.
4. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah yang mempunyai
keahlian tertentu di bidang amal usaha tersebut, karena itu status keanggotaan dan
komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi sangat penting bagi pimpinan tersebut agar
yang bersangkutan memahami secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut bagi
Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari nafkah yang tidak peduli dengan
tugas-tugas dan kepentingankepentingan Persyarikatan.

44
Q.S. Ali Imran/3: 104, 110
45
Q.S. An-Nisa/4: 57
46
Q.S. Al-Anfal/8 : 27
5. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat memahami peran dan tugas dirinya
dalam mengemban amanah Persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut, maka
pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh Persyarikatan
dengan melaksanakan fungsi manajemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang
sebaik-baiknya dan sejujur jujurnya.
6. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha meningkatkan dan
mengembangkan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dengan penuh
kesungguhan. Pengembangan ini menjadi sangat penting agar amal usaha senantiasa dapat
berlomba-lomba dalam kabaikan (fastabiqul khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat
dan tuntutan zaman.
7. Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan, maka pimpinan amal usaha
Muhammadiyah berhak mendapatkan nafkah dalam ukuran kewajaran (sesuai ketentuan
yang berlaku) yang disertai dengan sikap amanah dan tanggungjawab akan kewajibannya.
Untuk itu setiap pimpinan persyarikatan hendaknya membuat tata aturan yang jelas dan
tegas mengenai gaji tersebut dengan dasar kemampuan dan keadilan.
8. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban melaporkan pengelolaan amal usaha
yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam hal keuangan/kekayaan kepada
pimpinan Persyarikatan secara bertanggung jawab dan bersedia untuk diaudit serta
mendapatkan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
9. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa menciptakan suasana kehidupan Islami
dalam amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dan menjadikan amal usaha yang
dipimpinnya sebagai salah satu alat da'wah maka tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu
agar juga menjadi contoh dalam kehidupan bermasyarakat.
10. Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga (anggota) Muhammadiyah yang
dipekerjakan sesuai dengan keahlian atau kemampuannya. Sebagai warga Muhammadiyah
diharapkan karyawan mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta
mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan
berbuat kebajikan kepada sesama. Sebagai karyawan dari amal usaha Muhammadiyah
tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak memperoleh kesejahteraan dan memperoleh
hak-hak lain yang layak tanpa terjebak pada rasa ketidakpuasan, kehilangan rasa syukur,
melalaikan kewajiban dan bersikap berlebihan.
11. Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha Muhammadiyah berkewajiban
dan menjadi tuntutan untuk menunjukkan keteladanan diri, melayani sesama,
menghormati hak-hak sesama, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi sebagai
cerminan dari sikap ihsan, ikhlas, dan ibadah.
12. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah hendaknya
memperbanyak silaturahim dan membangun hubungan-hubungan sosial yang harmonis
(persaudaraan dan kasih sayang) tanpa mengurangi ketegasan dan tegaknya sistem dalam
penyelenggaraan amal usaha masingmasing.
13. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah selain
melakukan aktivitas pekerjaan yang rutin dan menjadi kewajibannya juga dibiasakan
melakukan kegiatan-kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan taqarrub kepada
Allah dan memperkaya ruhani serta kemuliaan akhlaq melalui pengajian, tadarrus serta
kajian Al-Quran dan As-Sunnah , dan bentuk-bentuk ibadah dan mu'amalah lainnya yang
tertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan amal usaha Muhammadiyah.

B. KEHIDUPAN DALAM BERBISNIS


1. Kegiatan bisnis-ekonomi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Sepanjang tidak merugikan kemaslahatan manusia,
pada umumnya semua bentuk kerja diperbolehkan, baik di bidang produksi maupun
distribusi (perdagangan) barang dan jasa. Kegiatan bisnis barang dan jasa itu haruslah
berupa barang dan jasa yang halal dalam pandangan syariat atas dasar sukarela (taradlin).
2. Dalam melakukan kegiatan bisnis-ekonomi pada prinsipnya setiap orang dapat menjadi
pemilik organisasi bisnis, maupun pengelola yang mempunyai kewenangan menjalankan
organisasi bisnisnya, ataupun menjadi keduanya (pemilik sekaligus pengelola), dengan
tuntutan agar ditempuh dengan cara yang benar dan halal sesuai prinsip mu'amalah dalam
Islam. Dalam menjalankan aktivitas bisnis tersebut orang dapat pula menjadi pemimpin,
maupun menjadi anak buah secara bertanggungjawab sesuai dengan kemampuan dan
kelayakan. Baik menjadi pemimpin maupun anak buah mempunyai tugas, kewajiban, dan
tanggungjawab sebagaimana yang telah diatur dan disepakati bersama secara sukarela dan
adil. Kesepakatan yang adil ini harus dijalankan sebaik-baiknya oleh para pihak yang telah
menyepakatinya.
3. Prinsip sukarela dan keadilan merupakan prinsip penting yang harus dipegang, baik dalam
lingkungan intern (organisasi) maupun dengan pihak luar (partner maupun pelanggan).
Sukarela dan adil mengandung arti tidak ada paksaan, tidak ada pemerasan, tidak ada
pemalsuan dan tidak ada tipu muslihat. Prinsip sukarela dan keadilan harus dilandasi
dengan kejujuran.
4. Hasil dari aktivitas bisnis-ekonomi itu akan menjadi harta kekayaan (maal) pihak yang
mengusahakannya. Harta dari hasil kerja ini merupakan karunia Allah yang
penggunaannya harus sesuai dengan jalan yang diperkenankan Allah. Meskipun harta itu
dicari dengan jerih payah dan usaha sendiri, tidak berarti harta itu dapat dipergunakan
semau-maunya sendiri, tanpa mengindahkan orang lain. Harta memang dapat dimiliki
secara pribadi namun harta itu juga mempunyai fungsi sosial yang berarti bahwa harta itu
harus dapat membawa manfaat bagi diri, keluarga, dan masyarakatnya dengan halal dan
baik. Karenanya terdapat kewajiban zakat dan tuntunan shadaqah, infaq, wakaf, dan
jariyah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam ajaran Islam.
5. Ada berbagai jalan perolehan dan pemilikan harta, yaitu melalui (1) usaha berupa aktivitas
bisnis-ekonomi atas dasar sukarela (taradlin), (2) waris , yaitu peninggalan dari seseorang
yang meninggal dunia pada ahliwarisnya, (3) wasiat, yaitu pemindahan hak milik kepada
orang yang diberi wasiat setelah seseorang meninggal dengan syarat bukan ahli waris
yang berhak menerima warisan dan tidak melebihi sepertiga jumlah harta-pusaka yang
diwariskan, dan (4) hibah , yaitu pemberian sukarela dari/kepada seseorang. Dari
semuanya itu, harta yang diperoleh dan dimiliki dengan jalan usaha (bekerja) adalah harta
yang paling terpuji.
6. Kadangkala harta dapat pula diperoleh dengan jalan utang-piutang (qardlun), maupun
pinjaman (`ariyah). Kalau kita memperoleh harta dengan jalan berutang (utang uang dan
kemudian dibelikan barang, misalnya), maka sudah pasti ada kewajiban kita untuk
mengembalikan utang itu secepatnya, sesuai dengan perjanjian (dianjurkan perjanjian itu
tertulis dan ada saksi). Dalam hal utang ini juga dianjurkan untuk sangat berhati-hati,
disesuaikan dengan kemampuan untuk mengembalikan di kemudian hari, dan tidak
memberatkan diri, serta sesuai dengan kebutuhan yang wajar. Harta dari utang ini dapat
menjadi milik yang berutang. Peminjam yang telah mampu mengembalikan, tidak boleh
menundanunda, sedangkan bagi peminjam yang belum mampu mengembalikan perlu
diberi kesempatan sampai mampu. Harta yang didapat dari pinjaman (`ariyah), artinya ia
meminjam barang, maka ia hanya berwenang mengambil manfaat dari barang tersebut
tanpa kewenangan untuk menyewakan, apalagi memperjualbelikan. Pada saat yang
dijanjikan, barang pinjaman tersebut harus dikembalikan seperti keadaan semula. Dengan
kata lain, peminjam wajib memelihara barang yang dipinjam itu sebaik-baiknya.
7. Dalam kehidupan bisnis-ekonomi, kadangkala orang atau organisasi bersaing satu sama
lain. Berlomba-lomba dalam hal kebaikan dibenarkan bahkan dianjurkan oleh agama.
Perwujudan persaingan atau berlomba dalam kebaikan itu dapat berupa pemberian mutu
barang atau jasa yang lebih baik, pelayanan pada pelanggan yang lebih ramah dan mudah,
pelayanan purna jual yang lebih terjamin, atau kesediaan menerima keluhan dari
pelanggan. Dalam persaingan ini tetap berlaku prinsip umum kesukarelaan, keadilan dan
kejujuran, dan dapat dimasukkan pada pengertian fastabiiq al khairat sehingga tercapai
bisnis yang mabrur.
8. Keinginan manusia untuk memperoleh dan memiliki harta dengan menjalankan usaha
bisnis-ekonomi ini kadangkala memperoleh hasil dengan sukses yang merupakan rejeki
yang harus disyukuri. Di pihak lain, ada orang atau organisasi yang belum meraih sukses
dalam usaha bisnis-ekonomi yang dijalankannya. Harus diingat bahwa tolong-menolong
selalu dianjurkan agama dan ini dijalankan dalam kerangka berlomba-lomba dalam
kebaikan. Tidaklah benar membiarkan orang lain dalam kesusahan sementara kita
bersenang-senang. Mereka yang sedang gembira dianjurkan menolong mereka yang
kesusahan, mereka yang sukses didorong untuk menolong mereka yang gagal, mereka
yang memperoleh keuntungan dianjurkan untuk menolong orang yang merugi.
Kesuksesan janganlah mendorong untuk berlaku sombong47 dan inkar akan nikmat
Tuhan48, sedangkan kegagalan atau bila belum berhasil janganlah membuat diri putus asa
dari rahmat Allah49.
9. Harta dari hasil usaha bisnis-ekonomi tidak boleh dihambur-hamburkan dengan cara yang
mubazir dan boros. Perilaku boros di samping tidak terpuji juga merugikan usaha
pengembangan bisnis lebih lanjut, yang pada gilirannya merugikan seluruh orang yang
bekerja untuk bisnis tersebut. Anjuran untuk berlaku tidak boros itu juga berarti anjuran

47
Q.S. Al-Isra/17: 37, Luqman/31: 18
48
Q.S. Ibrahim/14: 7
49
Q.S. Yusuf/12: 87; Al-Hijr/15: 55, 56; Az-Zumar/39: 53
untuk menjalankan usaha dengan cermat, penuh perhitungan, dan tidak sembrono. Untuk
bisa menjalankan bisnis dengan cara demikian, dianjurkan selalu melakukan pencatatan-
pencatatan seperlunya, baik yang menyangkut keuangan maupun administrasi lainnya,
sehingga dapat dilakukan pengelolaan usaha yang lebih baik50 .
10. Kinerja bisnis saat ini sedapat mungkin harus selalu lebih baik dari masa lalu dan kinerja
bisnis pada masa mendatang harus diikhtiarkan untuk lebih baik dari masa sekarang. Islam
mengajarkan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik dari
hari ini. Pandangan seperti itu harus diartikan bahwa evaluasi dan perencanaan-bisnis
merupakan suatu anjuran yang harus diperhatikan51.
11. Seandainya pengelololaan bisnis harus diserahkan pada orang lain, maka seharusnya
diserahkan kepada orang yang mau dan mampu untuk menjalankan amanah yang
diberikan. Kemauan dan kemampuan ini penting karena pekerjaan apapun kalau
diserahkan pada orang yang tidak mampu hanya akan membawa kepada kegagalan. Baik
kemauan maupun kemampuan itu bisa dilatih dan dipelajari. Menjadi kewajiban mereka
yang mampu untuk melatih dan mengajar orang yang kurang mampu.
12. Semakin besar usaha bisnis-ekonomi yang dijalankan biasanya akan semakin banyak
melibatkan orang atau lembaga lain. Islam menganjurkan agar harta itu tidak hanya
berputar-putar pada orang atau kelompok yang mampu saja dari waktu ke-waktu. Dengan
demikian makin banyak aktivitas bisnis memberi manfaat pada masyarakat akan makin
baik bisnis itu dalam pandangan agama. Manfaat itu dapat berupa pelibatan masyarakat
dalam kancah bisnis itu serta lebih banyak, atau menikmati hasil yang diusahakan oleh
bisnis tersebut.
13. Sebagian dari harta yang dikumpulkan melalui usaha bisnis-ekonomi maupun melalui
jalan lain secara halal dan baik itu tidak bisa diakui bahwa seluruhnya merupakan hak
mutlak orang yang bersangkutan. Mereka yang menerima harta sudah pasti, pada batas
tertentu, harus menunaikan kewajibannya membayar zakat sesuai dengan syariat. Di
samping itu dianjurkan untuk memberi infaq dan shadaqah sebagai perwujudan rasa
syukur atas ni'mat rejeki yang dikaruniakan Allah kepadanya.

50
Q.S. Al-Baqarah/2: 282
51
Q.S. Al-Hasyr/59 : 18
Materi 30
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah poin G dan H

D. Kehidupan Dalam Mengembangkan Profesi


1. Profesi merupakan bidang pekerjaan yang dijalani setiap orang sesuai dengan keahliannya
yang menuntut kesetiaan (komitmen), kecakapan (skill), dan tanggunggjawab yang
sepadan sehingga bukan semata-mata urusan mencari nafkah berupa materi belaka.
2. Setiap anggota Muhammadiyah dalam memilih dan menjalani profesinya di bidang
masing-masing hendaknya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kehalalan (halalan)
dan kebaikan (thayyibah), amanah, kemanfaatan, dan kemaslahatan yang membawa pada
keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
3. Setiap anggota Muhammadiyah dalam menjalani profesi dan jabatan dalam profesinya
hendaknya menjauhkan diri dari praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme, kebohongan,
dan hal-hal yang batil lainnya yang menyebabkan kemudharatan dan hancumya nilai-nilai
kejujuran, kebenaran, dan kebaikan umum.
4. Setiap anggota Muhammadiyah di mana pun dan apapun profesinya hendaknya pandai
bersyukur kepada Allah dikala menerima nikmat serta bersabar serta bertawakal kepada
Allah manakala memperoleh musibah sehingga memperoleh pahala dan terhindar dari
siksa.
5. Menjalani profesi bagi setiap warga Muhammadiyah hendaknya dilakukan dengan
sepenuh hati dan kejujuran sebagai wujud menunaikan ibadah dan kekhalifahan di muka
bumi ini.
6. Dalam menjalani profesi hendaknya mengembangkan prinsip bekerjasama dalam
kebaikan dan ketaqwaan serta tidak bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.
7. Setiap anggota Muhammadiyah hendaknya menunaikan kewajiban zakat maupun
mengamalkan shadaqah, infaq, wakaf, dan amal jariyah lain dari penghasilan yang
diperolehnya serta tidak melakukan helah (menghindarkan diri dari hukum) dalam
menginfaqkan sebagian rejeki yang diperolehnya itu.

E. Kehidupan Dalam Berbangsa Dan Bernegara


1. Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dan tidak boleh apatis (masa bodoh)
dalam kehidupan politik melalui berbagai saluran secara positif sebagai wujud
bermuamalah sebagaimana dalam bidang kehidupan lain dengan prinsip-prinsip
etika/akhlaq Islam dengan sebaik-baiknya dengan tujuan membangun masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
2. Beberapa pinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan sejujur-jujurnya dan
sesungguh-sungguhnya yaitu menunaikan amanat52 dan tidak boleh menghianati amanat53,
menegakkan keadilan, hukum, dan kebenaran54, ketaatan kepada pemimpin sejauh sejalan
dengan perintah Allah dan Rasul55, mengemban risalah Islam56, menunaikan amar ma’ruf,
nahi munkar, dan mengajak orang untuk beriman kepada Allah 57, mempedomani Al-
Quran dan Sunnah58, mementingkan kesatuan dan persaudaraan umat manusia 59,
menghormati kebebasan orang lain60, menjauhi fitnah dan kerusakan61, menghormati hak
hidup orang lain62, tidak berhianat dan melakukan kezaliman63, tidak mengambil hak
orang lain64, berlomba dalam kebaikan65, bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan
serta tidak bekerjasama (konspirasi) dalam melakukan dosa dan permusuhan66,
memelihara hubungan baik antara pemimpin dan warga 67, memelihara keselamatan
umum68, hidup berdampingan dengan baik dan damai69, tidak melakukan fasad dan
kemunkaran70, mementingkan ukhuwah Islamiyah71, dan prinsip-prinsip lainnya yang
maslahat, ihsan, dan ishlah.

52
Q.S. An-Nisa/4 : 57
53
Q.S. Al-Anfal/8 : 27
54
Q.S. An-Nisa/4 : 58, dst.
55
Q.S. An-Nisa/4: 59, Al-Hasyr/59: 7
56
Q.S. Al-Anbiya/21 : 107
57
Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110
58
Q.S. An-Nisa/4 : 108
59
Q.S. Al-Hujarat/49 : 13
60
Q.S. Al-Balad/90 : 13
61
Q.S. Al-Hasyr/59 : 9
62
Q.S. Al-An'am/6 : 251
63
Q.S. Al-Furqan/25 : 19, Al-Anfal/8 : 27
64
Q.S. Al-Maidah/5 : 38
65
Q.S. Al-Baqarah/2 : 148
66
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
67
Q.S. An-Nisa/4 : 57-58
68
Q.S. At-Taubah/9 : 128
69
Q.S. Al-Mumtahanah/60 : 8
70
Q.S. Al- Qashash/28 : 77, Ali Imran/3 : 104
71
Q.S. Ali Imran/3 : 103
3. Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa sebagai wujud ibadah kepada
Allah dan ishlah serta ihsan kepada sesama, dan jangan mengorbankan kepentingan yang
lebih luas dan utama itu demi kepentingan diri sendiri dan kelompok yang sempit.
4. Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan keteladanan diri (uswah
hasanah) yang jujur, benar, dan adil serta menjauhkan diri dari perilaku politik yang kotor,
membawa fitnah, fasad (kerusakan), dan hanya mementingkan diri sendiri.
5. Berpolitik dengan kesalihan, sikap positif, dan memiliki cita-cita bagi terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dengan fungsi amar ma’ruf dan nahi munkar
yang tersistem dalam satu kesatuan imamah yang kokoh.
6. Menggalang silaturahmi dan ukhuwah antar politisi dan kekuatan politik yang digerakkan
oleh para politisi Muhammadiyah secara cerdas dan dewasa.
Materi 31
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah Poin I Dan J

A. Kehidupan Dalam Melestarikan Lingkungan


1. Lingkungan hidup sebagai alam sekitar dengan segala isi yang terkandung di dalamnya
merupakan ciptaan dan anugerah Allah yang harus diolah/dimakmurkan, dipelihara, dan
tidak boleh dirusak72.
2. Setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah berkewajiban untuk melakukan
konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya sehingga terpelihara proses ekologis yang
menjadi penyangga kelangsungan hidup, terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik
dan berbagai tipe ekosistemnya, dan terkendalinya cara-cara pengelolaan sumberdaya
alam sehingga terpelihara kelangsungan dan kelestariannya demi keselamatan,
kebahagiaan, kesejahteraan, dan kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan sistem
kehidupan di alam raya ini73.
3. Setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah dilarang melakukan usahausaha dan
tindakan-tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan alam termasuk kehidupan
hayati seperti binatang, pepohonan, maupun lingkungan fisik dan biotik termasuk air laut,
udara, sungai, dan sebagainya yang menyebabkan hilangnya keseimbangan ekosistem dan
timbulnya bencana dalam kehidupan74.
4. Memasyarakatkan dan mempraktikkan budaya bersih, sehat, dan indah lingkungan disertai
kebersihan fisik dan jasmani yang menunjukkan keimanan dan kesalihan75.
5. Melakukan tindakan-tindakan amar ma'ruf dan nahi munkar dalam menghadapi
kezaliman, keserakahan, dan rekayasa serta kebijakan-kebijakan yang mengarah,
mempengaruhi, dan menyebabkan kerusakan lingkungan dan tereksploitasinya sumber-
sumber daya alam yang menimbulkan kehancuran, kerusakan, dan ketidakadilan dalam
kehidupan.
6. Melakukan kerjasama-kerjasama dan aksi-aksi praksis dengan berbagai pihak baik
perseorangan maupun kolektif untuk terpeliharanya keseimbangan, kelestarian, dan
keselamatan lingkungan hidup serta terhindarnya kerusakankerusakan lingkungan hidup

72
Q.S. Al- Baqarah/2: 27, 60; Al-Araf/7: 56; Asy-Syu'ara/26: 152; Al-Qashas/28: 77
73
Q.S. Al-Maidah/5: 33; Asy-Syu'ara/26: 152
74
Q.S. Al-Baqarah/2: 205; Al-`Araf/7: 56; Ar-Rum/30: 41
75
Q.S. Al-Maidah/5: 6; Al-`Araf/7: 31; Al-Mudatsir/74: 4
sebagai wujud dari sikap pengabdian dan kekhalifahan dalam mengemban misi kehidupan
di muka bumi ini untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat76.
B. Kehidupan Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
1. Setiap warga Muhammadiyah wajib untuk menguasai dan memiliki keunggulan dalam
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana kehidupan yang penting
untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat77.
2. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki sifat-sifat ilmuwan, yaitu: kritis 78, terbuka
menerima kebenaran dari manapun datangnya 79, serta senantiasa menggunakan daya
nalar80.
3. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian tidak
terpisahkan dengan iman dan amal shalih yang menunjukkan derajat kaum muslimin 81dan
membentuk pribadi ulil albab82.
4. Setiap warga Muhammadiyah dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki mempunyai
kewajiban untuk mengajarkan kepada masyarakat, memberikan peringatan, memanfaatkan
untuk kemaslahatan dan mencerahkan kehidupan sebagai wujud ibadah, jihad, dan
da'wah83.
5. Menggairahkan dan menggembirakan gerakan mencari ilmu pengetahuan dan penguasaan
teknologi baik melalui pendidikan maupun kegiatan-kegiatan di lingkungan keluarga dan
masyarakat sebagai sarana penting untuk membangun peradaban Islam. Dalam kegiatan
ini termasuk menyemarakkan tradisi membaca di seluruh lingkungan warga
Muhammadiyah.

76
Q.S. Al-Maidah/2: 2
77
Q.S. Al-Qashash/28 : 77; An-Nahl/16 : 43; Al-Mujadilah/58 : 11; At-Taubah/9 : 122
78
Q.S. Al-Isra/17: 36
79
Q.S. Az-Zumar/39 : 18
80
Q.S. Yunus/10 : 10
81
Q.S. Al-Mujadilah/58 : 11
82
Q.S. Ali Imran/3 : 7, 190-191; Al-Maidah/5 : 100; Ar-Ra'd/13 : 19-20; Al-Baqarah/2 : 197
83
Q.S. At-Taubah/9 : 122; Al-Baqarh/2 : 151; Hadis Nabi riwayat Muslim
Materi 32
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah poin K

A. Kehidupan Dalam Seni Dan Budaya


1. Islam adalah agama ftrah, yaitu agama yang berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan
fitrah manusia84, Islam bahkan menyalurkan, mengatur, dan mengarahkan fitrah manusia
itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia sebagai makhluq Allah.
2. Rasa seni sebagai penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia merupakan salah satu
fitrah yang dianugerahkan Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik
dan benar sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
3. Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995 bahwa karya seni hukumnya
mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar
(bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba'id `anillah (terjauhkan dari Allah); maka
pengembangan kehidupan seni dan budaya di kalangan Muhammadiyah harus sejalan
dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana dituntunkan Tarjih tersebut.
4. Seni rupa yang objeknya makhluq bemyawa seperti patung hukumnya mubah bila untuk
kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila
mengandung unsur yang membawa `isyyan (kedurhakaan) dan kemusyrikan.
5. Seni suara baik seni vokal maupun instrumental, seni sastra, dan seni pertunjukan pada
dasarnya mubah (boleh) serta menjadi terlarang manakala seni dan ekspresinya baik
dalam wujud penandaan tekstual maupun visual tersebut menjurus pada pelanggaran
norma-norma agama.
6. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan
budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni
dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana
da'wah untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.
7. Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun peradaban dan
kebudayaan muslim.

Materi 33
84
Q.S. Ar-Rum/30: 30
Khittah Muhammadiyah
Khittah Muhammadiyah adalah salah satu dokumen ideologis Muhammadiyah. Secara bahasa
khittah berasal dari bahasa Arab yaitu “Khiththatun” yang berarti langkah, atau garis.
Khittah Muhammadiyah secara bahasa berarti garis-garis besar atau langkah-langkah
Persyarikatan Muhammadiyah. Sedangkan secara istilah berarti pedoman, arahan, kebijakan atau
langkah-langkah persyarikatan untuk mewujudkan keyakinan dan cita-cita hidup serta
perjuangannya.
Berdasarkan pengertian di atas maka Khittah Muhammadiyah merupakan :
1. Rumusan yang berisi arah, kebijakan dan langkah-langkah persyarikatan Muhammadiyah
dalam bentuk garis besar,
2. Pedoman untuk tercapainya tujuan Muhammadiyah
Khittah juga merupakan garis-garis haluan perjuangan Muhammadiyah dan mengandung
konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan serta
mempunyai arti penting.
Khittah menjadi landasan berpikir dan menjalankan amal usaha bagi semua pimpinan serta
anggota muhammadiyah.
Substansi Khitthah Perjuangan Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai teori perjuangan
persyarikatan. Khittah adalah kerangka berfikir untuk memahami dan memecahkan persoalan
yang dihadapi Muhammadiyah sesuai dengan gerakannya dalam konteks situasi dan kondisi
yang dihadapi.
Jadi dengan Khittah ini, Muhammadiyah membuat satu rumusan sikap tentang berbagai masalah.
Rumusan sikap Muhammadiyah itu jadi pedoman dalam menyikapi berbagai persoalan yang
dihadapi.

Fungsi Khittah Muhammadiyah


Khittah Muhammadiyah menggambarkan sikap antisipatif dalam menyikapi berbagai persoalan
baik internal dan eksternal. Dengan khittah perjuangannya, Muhammadiyah istiqomah dalam
mengemban fungsi dakwah dan tajdidnya.
Muhammadiyah menegaskan diri sebagai gerakan Islam yang berkiprah dalam lapangan
kemasyarakatan dan tidak dalam lapangan politik praktis. Sikap ini terus dipegang teguh hingga
kini dan menjadi salah satu faktor penentu dalam kelangsungan hidup organisasi.
Mengapa demikian? Karena dengan Khittah ini para pimpinan Muhammadiyah punya landasan
hukum organisasi yang jelas dan tegas.
Landasan hukum ini menyangkut masalah-masalah besar yang dihadapi organisasi seperti
persoalan politik kebangsaan.
Khittah perjuangan Muhammadiyah berfungsi sebagai landasan berpikir bagi semua pimpinan
dan anggota juga menjadi landasan setiap amal usaha Muhammadiyah. 
Selain itu Khittah Muhamamdiyah berfungsi sebagai landasan operasional dari dokumen-
dokumen ideologis lain Muhammadiyah.
Dokumen-dokumen itu adalah Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM), Matan
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) dan Kepribadian Muhammadiyah. 
Khittah Perjuangan Sebagai Pola Dasar dan Teori Strategi. Sebagaimana diketahui bahwa dalam
dunia dakwah Islam istilah strategi dikaitkan dengan siasat dakwah berdasar beberapa prinsip
dan pola pelaksanaannya.
Di lingkungan Muhammadiyah istilah “strategi perjuangan” sering dikaitkan dengan Khittah
Perjuangan Muhammadiyah yang menyangkut pola dasar dan strategi program persyarikatan.
Bahkan dalam kaitan program, istilah strategi dikaitkan sebagai garis kebijaksanaan yang
menyangkut kristalisasi, konsolidasi, dan kaderisasi.
Istilah “strategi perjuangan Muhammadiyah” menunjuk pada pengertian yang bersifat umum dan
operasional, yaitu rangkaian garis kebijakan dan langkah-langkah gerakan berdasarkan
perhitungan untuk melaksanakan misi dan mewujudkan tujuan persyarikatan.
Materi 34
Langkah Muhammadiyah

Muhammadiyah telah berkali-kali mengadakan rumusan-rumusan yang merupakan usaha untuk


memantapkan garis hidup dan perjuangan demi mencapai cita-citanya. Dengan   rumusan-
rumusan tersebut, pimpinan dan warga Muhammadiyah mendapatkan pegangan yang sesuai
dengan keadaan dan perkembangan zaman. Berikut ini rumusan langkah Muhammadiyah tahun
1949.

1. Memperdalam Iman
Hendaklah iman itu ditablighkan, disiarkan seluas-luasnya, diberi riwayat dan dalil buktinya,
dipengaruhkan dan digembirakan, hingga iman itu mendarah-daging, masuk di tulang
sumsum dan mendalam di hati sanubari para anggota Muhammadiyah semuanya.

2. Memperluas Paham Agama


Hendaklah paham agama yang sesungguhnya (murni) dibentangkan seluasnya, diujikan, dan
diperbandingkan, sehingga para anggota Muhammadiyah mengerti dan meyakinkan bahwa
Agama Islamlah yang paling benar, ringan, dan berguna, hingga dengan merasa nikmat
mendahulukan amalan keagamaan itu.

3. Memperbuahkan Budi Pekerti


Hendaklah diterangkan dengan jelas tentang budi pekerti (akhlak) yang terpuji (mahmudah)
dan sifat yang tercela (mazmumah), dibahas pemakaian akhlak-akhlak yang terpuji dan
menjauhkan sifat yang tercela, sehingga amalan para anggota Muhammadiyah berbudi
pekerti yang baik lagi berjasa.

4. Menuntun Amalan Intiqad


Hendaklah senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri (zelf correctie) dalam segala
usaha dan pekerjaan itu. Buah penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan secara khusus
untuk mendatangkan maslahat dan menjauhkan mudarat.

5. Menguatkan Persatuan
Hendaklah menjadi tujuan kita menguatkan persatuan organisasi, mengokohkan pergaulan,
persaudaraan, mempersamakan hak dan memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran.

6. Menegakkan Keadilan
Hendaklah keadilan dijalankan semestinya walaupun terhadap diri sendiri, dan ketetapan
yang sudah seadilnya dibela dan dipertahankan di mana pun juga.

7. Melakukan Kebijaksanaan
Dalam gerak kita, tidaklah melupakan hikmat kebijaksanaan yang disendikan kepada
Kitabullah daan Sunnatu Rasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi kedua pegangan itu
haruslah dibuang, karena itu bukanlah kebijaksanaan yang sesungguhnya. Baca Juga 
Istrimu: Kau Jadikan Ratu atau Pembantu?

8. Menguatkan Tanwir
Tanwir mempunyai pengaruh besar dalam kalangan organisasi Muhammadiyah dan menjadi
tangan kanan yang bertenaga di sisi PP Muhammadiyah. Karenanya, wajiblah Tanwir
diperteguh dan diatur sebaik-baiknya.

9. Mengadakan Musyawarah
Untuk mengadakan garis yang tentu dalam Langkah-langkah amalan dan perjuangan kita,
hendaklah diadakan musyawarah-musyawarah, terutama untuk hal-hal yang khusus dan
penting seperti usaha Da’wah Islam di seluruh Indonesia dan lain-lain.

10. Memusyawaratkan Putusan


Agar dapat meringankan dan memudahkan pekerjaan, hendaklah setiap putusan mengenai
tiap-tiap Majlis/Bagian, dimusyawarahkan dengan pihak yang bersangkutan, sehingga
dapatlah mentanfizkannya untuk mendapatkan hasil dengan segera.

11. Mengawasi Gerakan ke Dalam


Pandangan kita hendaklah kita tajamkan, mengawasi gerak kita yang ada di dalam
Muhammadiyah, baik mengenai yang sudah lalu, yang masih berlangsung maupun yang
akan dihadapi.

12. Memperhubungkan Gerakan Luar


Kita berdaya upaya untuk memperhubungkan diri dengan pihak luar, seperti persyarikatan-
persyarikatan dan pergerakan-pergerakan lain di Indonesia dengan dasar silaturrahim,
tolong-menolong dalam segala kebaikan, dengan tidak mengubah asas masing-masing.
Terutama perhubungan dangan persyarikatan dan pemimpin Islam.
Materi 35
Mengenal KH. Ahmad Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH Ahmad Dahlan
adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Pendiri Muhammadiyah ini termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim,
salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di
Jawa.
Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana ‘Ainul Yaqin,
Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai
Murtadla, KH Muhammad Sulaiman, KH Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad
Dahlan).

Riwayat Pendidikan KH Ahmad Dahlan


Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini,
Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti
Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun.

Menikah Dengan Nyai Ahmad Dahlan


Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU,
KH Hasyim Asyari. Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri,
anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah.
Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu
Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH
Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah.
la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH Ahmad Dahlan juga
mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur
yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.

Bergabung Dengan Organisasi Budi Utomo 


Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo –
organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan
pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.
Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para
anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar ia membuka sekolah sendiri yang diatur dengan
rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa
tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.

Mendirikan Muhammadiyah
Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang
diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330).
Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah
beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.

Pemikiran KH Ahmad Dahlan


Pemikiran KH Ahmad Dahlan bahwa Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata
modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional.
Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak
hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur’an semata, melainkan dapat memahami makna
yang ada di dalamnya.
Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan
Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya
mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya.
Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati. Di bidang pendidikan, ia mereformasi
sistem pendidikan pesantren zaman itu. Yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif
metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum.
Maka KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran
pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti
H.I.S. met de Qur’an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-
sekolah umum.
Ia terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau
telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim
piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran
pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua
ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan
terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak.
Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu,
Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.

Tokoh Pembaharu Islam


Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari tradisi yang
ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya dipandang aneh. Sang Kiai
sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran binatang.
Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai
kiai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu
pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko.
Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban yang diajarkannya.
Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya.

Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk
membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan
bangsa ke taraf yang lebih tinggi.

Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama
Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan
Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota Muhammadiyah.

Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu organisasi massa Islam
terbesar di Indonesia. Melihat metoda pembaruan KH Ahmad Dahlan ini.

Beliaulah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang
melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan um’mat, tidak dengan pesantren dan tidak
dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi.

Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti halnya
ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, beliau juga konon belum pernah mengarang
sesuatu kitab atau buku agama.

Muhammadiyah sebagai organisasi tempat beramal dan melaksanakan ide-ide pembaruan Kiai
Dahlan ini sangat menarik perhatian para pengamat perkembangan Islam dunia ketika itu. Para
sarjana dan pengarang dari Timur maupun Barat sangat memfokuskan perhatian pada
Muhammadiyah.

Nama Kiai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia. Dalam kancah perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia, peranan dan sumbangan beliau sangatlah besar. Kiai Dahlan
dengan segala ide-ide pembaruan yang diajarkannya merupakan saham yang sangat besar bagi
Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.

Kiai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH Muhammad Shaleh di
bidang ilmu fikih; dari KH Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH Raden
Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi).

Dari Kiai Mahfud dan Syekh KH Ayyat di bidang ilmu hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri
Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun
binatang.

KH Ahmad Dahlan Wafat


Pada usia 54 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di
Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di kampung Karangkajen, Brontokusuman, wilayah
bernama Mergangsan di Yogyakarta.

Gelar Pahlawan Nasional


Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar
kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan
dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961.

Kisah tentang KH Ahmad Dahlan juga diangkat ke layar lebar pada tahun 2010 dengan judul
film ‘Sang Pencerah‘ yang menceritakan tentang kisah KH Ahmad Dahlan dan terbentuknya
Muhammadiyah.

Tokoh KH Ahmad Dahlan sendiri dibintangi oleh Iksan Tarore sebagai Tokoh Ahmad Dahlan
Muda dan kemudian Lukman Sardi sebagai KH Ahmad Dahlan. Film ini sendiri disutradarai
oleh Hanung Bramatyo. Itulah profil dan biografi KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri
Muhammadiyah dan sejarah perjuangannya
Materi 36
Mengenal KH. Ibrohim

KH Ibrahim lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874. Ia adalah putra KH Fadlil
Rachmaningrat, seorang Penghulu Hakim Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sultan
Hamengkubuwono ke-7 dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.
KH Ibrahim menikah dengan Siti Moechidah binti Abdulrahman alias Djojotaruno pada tahun
1904. Pernikahannya dengan Siti Moechidah ini tidak berlangsung lama, karena istrinya segera
dipanggil menghadap Allah. Selang beberapa waktu kemudian KH Ibrahim menikah dengan ibu
Moesinah, putri ragil dari KH Abdulrahman (adik kandung dari ibu Moechidah). Ibu Moesinah
dikaruniai usia yang cukup panjang yaitu sampai 108 tahun, dan baru meninggal pada 9
September 1998.

Masa kecil KH Ibrahim dilalui dalam asuhan orang tuanya, diajar mengaji Al-Qur’an sejak usia
5 tahun. Ia juga dibimbing memperdalam ilmu agama oleh saudaranya sendiri (kakak tertua),
yaitu KH M Nur. Ia menunaikan ibadah haji pada usia 17 tahun, dilanjutkan menuntut ilmu di
Makkah selama kurang lebih 7-8 tahun. Pada tahun 1902 ia pulang ke tanah air karena ayahnya
sudah lanjut usia.

Setibanya di tanah air, KH Ibrahim mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Banyak
orang berduyun-duyun untuk mengaji ke hadapan KH Ibrahim. Beliau termasuk seorang ulama
besar yang cerdas, luas wawasannya, sangat dalam ilmunya dan disegani. Ia merupakan seorang
yang hafidh Al-Qur’an dan ahli qira’ah, serta mahir berbahasa arab.

Sebagai orang Jawa, ia sangat dikagumi oleh banyak orang karena keahlian dan kefasihannya
dalam menghafal Al-Qur’an dan berbahasa arab. Pernah orang begitu kagum dan takjub ketika
dalam pidato pembukaan (khutbah al-arsy) Kongres Muhammadiyah ke-19 di
Bukittinggi Sumatra Barat pada tahun 1939, ia menyampaikan dalam bahasa arab yang fasih.
Sebelum KH Ahmad Dahlan wafat, beliau berpesan kepada para sahabatnya agar tongkat
kepemimpinan Muhammadiyah sepeninggalnya diserahkan kepada KH Ibrahim, adik ipar KH
Ahmad Dahlan. Mula-mula KH. Ibrahim yang terkenal sebagai ulama besar menyatakan tidak
sanggup memikul beban yang demikian berat itu. Namun atas desakan sahabat-sahabatnya agar
amanat pendiri Muhammadiyah bisa dipenuhi, akhirnya dia bisa menerimanya.
Kepemimpinannya dalam Muhammadiyah dikukuhkan pada bulan Maret 1923 dalam Rapat
Tahunan Anggota Muhammadiyah Hindia Timur (Soedja’, 1933: 232).

Peran KH Ibrahim
Semenjak kepemimpinan KH Ibrahim, kemajuan Muhammadiyah cukup pesat. Muhammadiyah
berkembang di seluruh Indonesia, dan menyebar luas di seluruh Jawa dan Madura. Kongres-
kongres mulai diselenggarakan di luar kota Yogyakarta, seperti Kongres Muhammadiyah ke-15
di Surabaya, Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan, Kongres Muhammadiyah ke-17 di
Solo, Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi, Kongres Muhammadiyah ke-21 di
Makassar, Kongres Muhammadiyah ke-22 di Semarang. Dengan berpindah-pindahnya tempat
kongres tersebut, maka Muhammadiyah dapat meluas ke seluruh wilayah Indonesia.
Menurut catatan KH. AR. Fachruddin (1991), pada masa kepemimpinan KH. Ibrahim, kegiatan-
kegiatan yang dapat dikatakan menonjol, penting dan patut dicatat adalah, pada tahun 1924, KH.
Ibrahim mendirikan Fonds Dachlan yang bertujuan membiayai sekolah untuk anak-anak miskin.
Pada tahun 1925, beliau mengadakan khitanan masal. Disamping itu, ia juga mengadakan
perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan putra-putri keluarga Muhammadiyah. Dakwah
Muhammadiyah juga secara gencar disebarluaskan ke luar Jawa.

Pada periode kepemimpinan KH. Ibrahim Muhammadiyah sejak tahun 1928 mengirim putra-


putri lulusan sekolah Muhammadiyah (Mu’allimin, Mu’allimat, Tabligh School, Normaal
School) ke seluruh pelosok tanah air, yang kemudian di kenal dengan anak panah
Muhammadiyah (AR Fachruddin, 1991).
Pada Kongres Muhammadiyah di Solo tahun 1929, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My,
yaitu badan usaha penerbitan buku sekolah Muhammadiyah di bawah naungan Majelis Taman
Pustaka.
KH Ibrahim selalu terpilih kembali sebagai ketua dalam sepuluh kali Kongres Muhammadiyah.
Selama periode kepemimpinannya, ia lebih banyak memberikan kebebasan gerak bagi angkatan
muda untuk mengekspresikan aktivitasnya dalam gerakan dakwah Muhammadiyah. Di samping
itu, ia juga berhasil membimbing gerakan Aisyiyah untuk semakin maju, tertib dan kuat. Ia juga
berhasil meningkatkan kualitas takmirul masjid (pengelolaan masjid), serta berhasil pula dalam
mendorong berdirinya Koperasi Adz-Dzakirat.

KH Ibrahim wafat dalam usia 60 tahun, pada awal tahun 1934, setelah menderita sakit agak
lama. Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah mengalami perkembangan yang sangat
pesat, bahkan pada Kongres Muhammadiyah ke-22 di Semarang tahun 1933 (Kongres
Muhammadiyah terakhir dalam periode kepemimpinan KH. Ibrahim) cabang-cabang
Muhammadiyah telah berdiri hampir di seluruh tanah air.
Materi 37
Mengenal KH. Hisyam

Haji Hisyam adalah salah satu di antara murid-murid KH Ahmad Dahlan yang berjuang sampai
akhir hayat di persyarikatan Muhammadiyah. Lahir di Kauman, Yogyakarta, pada tanggal 10
November 1883, dia putra Wedana Haji Hoesni. Hisyam bin Haji Hoesni masih termasuk
kerabat jauh K.H. Dahlan (Djarnawi Hadikusuma, t.t.: 35). Selain menjabat sebagai abdi dalem,
Hisyam muda seorang pengusaha batik (batikhandel) di Kauman. Dalam iklan hari raya Idul Fitri
yang dimuat di Soeara Moehammadijah nomor 5 dan 6 tahun 1925 disebutkan nama-nama tokoh
Muhammadiyah, salah satunya ialah istri Hisyam. Dalam iklan tersebut disebutkan identitas istri
Hisyam sebagai lid (anggota) ’Aisyiyah dan batikhandel Kauman, Yogyakarta.

Sosok Hisyam dikenal sebagai seorang pakar hukum Islam. Dia memiliki keahlian dalam
manajemen dan administrasi. Keahliannya boleh dikata cukup mahir untuk ukuran zamannya.
Perhatiannya terhadap dunia pendidikan diterapkan dalam keluarga. Semua putra dan putri
Hisyam mendapat pendidikan formal, baik pendidikan umum dan agama. Muhammad Ziad,
putra Haji Hisyam, mendapat pendidikan Europes Kweekschool di Surabaya. Muhammad
Hadjam, juga putra Hisyam, mendapat pendidikan Hogere Kweekschool di Purworejo.

Karir organisasi Hisyam dimulai ketika dia bersedia bergabung dengan K.H. Ahmad Dahlan
membentuk kepengurusan Boedi Oetomo kring Kauman. Hisyam termasuk salah satu di antara
murid-murid inti yang mendapat pengajian dan pengajaran langsung dari KH. Ahmad Dahlan.
Selagi muda, Hisyam sudah terlihat sebagai pemuda cakap yang mementingkan pengajaran bagi
generasi muda. Ketika Muhammadiyah dideklarasikan (1912), Hisyam berumur sekitar 29 tahun.
Ketika HB Muhammadiyah membentuk empat unsur pembantu pimpinan, Hisyam mendapat
amanat sebagai ketua Bagian Sekolahan. Jabatan ketua pertama unsur pembantu pimpinan ini
diamanatkan kepada Hisyam yang berumur sekitar 37 tahun.

Ketua Pertama Bagian Sekolahan


”Saya akan membawa kawan-kawan kita pengurus bagian sekolahan berusaha memajukan
pendidikan dan pengajaran sampai dapat menegakkan gedung universiteit Muhammadiyah yang
megah untuk mencetak sarjana-sarjana Islam dan maha-maha guru Muhammadiyah guna
kepentingan umat Islam pada umumnya dan Muhammadiyah pada khususnya.” Inilah ikrar
Hisyam sebagai ketua Bagian Sekolahan. Diikrarkan di hadapan rapat anggota
Muhammadiyah yang dipimpin langsung oleh K.H. Ahmad Dahlan ketika pembentukan empat
departemen pertama di Muhammadiyah: Bagian Sekolahan, Bagian Tabligh, Bagian Taman
Pustaka, dan Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem.

Rapat anggota Muhammadiyah diselenggarakan pada tanggal 17 Juli 1920 di


gedung Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah Kauman, Yogyakarta. Hisyam mendapat amanat
sebagai ketua Bagian Sekolahan. Fachrodin mendapat amanat sebagai ketua Bagian Tabligh.
Mochtar mendapat amanat sebagai ketua Bagian Taman Pustaka. Syujak mendapat amanat
sebagai ketua Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (Syujak, 1989: 31).

Pertumbuhan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang cukup pesat tidak bisa lepas dari peran dan
fungsi Bagian Sekolahan yang digawangi Hisyam. Sosok Hisyam adalah sang arsitek yang
meletakkan roadmap pengembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang mulai menjangkau
sekolah tingkat lanjutan. Namun, Hisyam tidak sendirian dalam merancang pengembangan
sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ia mendapat suntikan pemikiran dan tenaga dari dua sosok
penting yang nama mereka kurang populer di kalangan warga Muhammadiyah saat ini. Kedua
sosok tersebut adalah Sosrosoegondo dan Djojosoegito.

Alfian dalam bukunya, Politik Kaum Modernis (2010), menempatkan dua sosok ini sebagai
peletak fundamen pendidikan Muhammadiyah. Sosrosoegondo adalah guru di Kweekschool Jetis
yang menjadi kawan dekat K.H. Ahmad Dahlan. Sedangkan Djojosoegito adalah Guru Sejarah
yang menguasai bahasa Inggris dan Belanda. Sosrosoegondo kemudian bergabung di
Muhammadiyah menduduki posisi sebagai wakil ketua Bagian Sekolahan. Sedangkan
Djojosoegito masuk jajaran struktural HB Muhammadiyah menduduki posisi sebagai sekretaris
umum, mendampingi K.H. Ahmad Dahlan.

Mulai tahun 1920, di bawah Manajemen Bagian Sekolah, HB Muhammadiyah merintis sekolah
berbahasa Belanda, seperti: Holland Inlandsche School (HIS) met de Qur’an. Pada tahun 1926
HIS met de Qur’an mendapat pengakuan dan subsidi dari pemerintah kolonial Belanda. Tahun
1930, Muhammadiyah merintis Schakelschool yang diperuntukkan bagi anak-anak
lulusan Volksschool yang ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi. Pada akhir tahun 1932,
Muhammadiyah memiliki 69 HIS dan 25 Schakelschool.

Hisyam adalah satu-satunya murid inti hasil didikan KH. Ahmad Dahlan yang berhasil
menduduki posisi sebagai president HB Muhammadiyah. Pasca wafat K.H. Ibrahim (1934),
dalam Congres Muhammadiyah ke-23 tahun 1934 di Yogyakarta, Hisyam terpilih
sebagai president HB Muhammadiyah. Kepemimpinan Haji Hisyam berlangsung sejak tahun
1934-1937.

Pandangan Hisyam yang cukup kontroversial tetapi justru menjadi kunci dari kemajuan
pendidikan Muhammadiyah pada waktu itu adalah pandangan seputar penerimaan subsidi dari
pemerintah kolonial untuk pengembangan sekolah-sekolah pribumi. Meskipun harus dimusuhi
oleh organisasi lain (Taman Siswa, Sarekat Islam), tetapi Muhammadiyah tetap bersikap
kooperatif terhadap rezim kolonial. Jajaran Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah berpandangan
bahwa menerima subsidi dari pemerintah kolonial dibolehkan, sebab pada dasarnya dana subsidi
tersebut berasal dari hasil bumi dan kekayaan alam yang telah dirampas oleh kaum kolonial. Jika
Muhammadiyah tidak menerima subsidi dari pemerintah, maka umat Islam akan selalu tertinggal
jauh oleh umat Katolik dan Kristen yang dalam penyelenggaraan pendidikannya memanfaatkan
dana subsidi dari pemerintah kolonial (Hadikusuma, tt: 49).
Bersama Djiwosewojo dan tokoh-tokoh pribumi lainnya, Hisyam mendapat anugrah
bintang Ridder Orde van Oranje Nassau dari Ratu Belanda. Anugrah ini diberikan kepada para
pejabat, priyayi atau orang-orang yang dianggap berjasa kepada pemerintah Belanda dan
masyarakat pada waktu itu. Namun di kalangan internal Muhammadiyah sendiri, penghargaan
tersebut justru memicu kontroversi. Dalam Congres Muhammadiyah ke-26, kelompok pemuda
yang terdiri dari M. Basiran, Abdul Hamid, Farid Ma’ruf, dan lain-lain, menolak kepemimpinan
kelompok tua, ”Haji Hisyam”, ”Haji Mochtar”, dan ”Haji Syujak.” Ki Bagus Hadikusumo
menjembatani konflik antara kubu kaum muda dan kaum tua ini.

Selain menjabat sebagai president HB Muhammadiyah, Haji Hisyam juga pernah menjabat


sebagai Penghulu di kabupaten Magelang pada tahun 1937. Haji Hisyam meninggal dunia pada
20 Mei 1945.
Materi 38
Mengenal KH. Mas Mansur

K.H. Mas Mansur adalah arek Suroboyo, kelahiran kampung Sawahan yang sekarang bernama
Kampung Baru Nur Anwar, pada tanggal 25 Juni 1896. la adalah putera Kyai Mas Ahmad dari
keluarga pesantren Sidoresno Surabaya. Ibunya bernama Ramlah. Pendidikan Mansur dimulai
dengan belajar pada ayahnya sendiri, kemudian belajar pada Kyai Cholil di Kademangan,
Bangkalan, Madura. Umur 12 tahun ia dikirim oleh ayahnya ke Mekah untuk belajar pula.
Belum lama disana, terjadilah peristiwa politik di negeri Saudi Arabia dan semua orang asing
diperintahkan oleh Raja Syarif Husein di Mekah agar meninggalkan kota itu.

Mansur berangkat ke Mesir karena ingin meneruskan pelajaran di Universitas Al Azhar, namun
ayahnya tidak menyetujuinya karena menganggap Mesir adalah tempat plesir dan maksiat. Di
Mesir tidak menerima kiriman uang dari ayahnya sehingga hidup dari dana-dana dan makan pun
di mesjid. Untung hal yang demikian tidak berlangsung lama. Ayahnya kemudian berubah
pendapat dan mau mengirim belanja kepadanya. Selama di Mesir banyak membaca buku-buku
sastra Barat yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Disana menyaksikan pula tumbuhnya
nasionalisme dan hal ini membekas dalam jiwanya.

Pada tahun 1915 tiba kembali di tanah airnya. Ia segera disibukkan oleh berbagai kegiatan dalam
pergerakan agama, bahkan politik pula. Sebagai ulama, dikenal ahli ilmu tasawuf, ilmu tauhid,
ilmu kalam, falsafah, dan mantiq K.H. Mas Mansyur menyadari, bahwa pada masa penjajahan
itu, agama Islam tidak dapat berkembang. Pemerintah jajahan selalu berusaha menjauhkan
masyarakat, terutama kaum terpelajarnya, dari kehidupan agama Islam. K.H. Mas Mansyur
sudah berkata pada zaman itu, bahwa….. ditanah air kita Indonesia ini sebagian banyak dari
kaum terpelajar kita yang lari dari agama Islam lantaran mereka merasa ragu-ragu disebabkan
oleh keadaan pemeluknya yang pada masa ini sedang berada di lapisan yang paling rendah,
rendah dan sungguh rendah martabat kedudukannya kalau dibandingkan dengan umat yang lain,
ya sekali lagi rendah martabatnya. Tetapi di samping kerendahan bangsa kita dewasa ini adalah
boleh dikatakan, karena kita sendiri, bukan karena Islam. Bukan karena Muhammad, dan bukan
karena Qur’an dan Hadisnya, Islam tetap tinggi, tetapi umatnya belum tentu sebagai dia. Biar
umatnya tidak terpandang, hina dina, namun dia (Islam) tetap mulia. Kehinaan umatnya bukan
menunjukkan atas kehinaannya. Tegasnya, kehinaan dan kebenaran serta kemuliaan pemeluk
sesuatu agama itu, bukan menjadi ukuran atas kehinaan agama yang dipeluknya. Tetapi ukuran
kebenaran dan kerendahan suatu agama itu, ialah tersimpan di mata air agama itu sendiri.

Setibanya kembali di tanah air, dari Jakarta K.H. Mansur tidak langsung pulang ke Surabaya,
tetapi singgah di Yogyakarta pada K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, untuk
memperkenalkan diri dan bersilaturahmi. Rupanya sejak di negeri Saudi Arabia sudah tertarik
oleh Muhammadiyah yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan tiga tahun sebelum pulang. Sejak itu
terjadilah hubungan erat antara K.H. Mas Mansur dengan K.H. Ahmad Dahlan dan pada tahun
1921 K.H. Mas Mansur pun masuk menjadi anggota Muhammadiyah.
Sebelum masuk Muhammadiyah lebih dahulu telah tertarik kepada politik dan menjadi anggota
SI (Serikat Islam) sejak tahun 1915. Disamping itu aktif didalam lembaga pendidikan bersama-
sama rekan-rekannya ulama mendirikan Madrasah Nadhatul Wathan. Taswirul Afkar dan
mengajar dipesantren ayahnya Madrasah Mufidah. Di sini menerapkan sistim Mesir.

Di dalam Muhammadiyah kedudukan K.H. Mas Mansur terus meningkat. Masuk


Muhammadiyah, kemudian mendirikan cabang Surabaya yang diketuainya, lalu diangkat
menjadi konsul untuk Jawa Timur dan di dalam kongres Muhammadiyah ke-26 pada tahun 1937
dipilih menjadi Ketua Pimpinan Pusat. Di dalam kongres-kongres berikutnya dipilih kembali
hingga memimpin Muhammadiyah selama 6 tahun penuh, dari tahun 1937 hingga 1943. Selama
menjadi Ketua PP Muhammadiyah memberi pelajaran pada Madrasah Mu’alimin, yaitu sekolah
calon guru Muhammadiyah sekaligus sebagai kader-kader yang disiapkan untuk menanam
benih-benih Muhammadiyah ke seluruh Indonesia.

Disana K.H. Mas Mansur memberikan pelajaran ilmu tauhid dan terkenal sebagai ustadz yang
pandai mengajar. Pelajarannya padat, tetapi populer, mudah diikuti. Oleh karenanya para
siswanya hingga sekarang masih terkenang kepada almarhum gurunya yang mahir itu.

Dalam memimpin Muhammadiyah Mas Mansur menerapkan disiplin yang ketat. Menarik garis
antara pribadi dan organisasi. Ia lebih suka orang-orang Muhammadiyah datang di kotanya
tentang urusan organisasi dari pada datang di kediamannya dengan dalih bersilaturrahmi. Rapat
PP Muhammadiyah pernah dibatalkan, karena pada waktu yang ditetapkan dalam undangan, para
anggota belum mencukupi jumlah untuk dapat bersidang. Sejak itu PP Muhammadiyah menjauhi
kebiasaan jam karet.

Dengan melalui Dr. Pijper pemerintah Hindia Belanda menawari K.H. Mas Mansur supaya suka
menduduki jabatan sebagai Ketua Hod van Islamietische Zaken, yaitu suatu lembaga tinggi
tentang urusan agama Islam, yang berkewajiban memberikan nasehat-nasehat keagamaan Islam
kepada Pemerintah Hindia-Belanda. K.H. Mas Mansur akan memperoleh gaji sebesar f.1000,-
(seribu gulden) setiap bulan, suatu jumlah yang sungguh besar, seperti gaji seorang bupati di
zaman Hindia Belanda itu.

Tetapi diluar dugaan Pemerintah Hindia Belanda dan pihak-pihak yang tidak menyukai beliau,
ternyata K.H. Mas Mansur menolak. la memilih kebebasan bergerak di dalam perserikatan
Muhammadiyah, walaupun dengan keperluan hidup yang serba terbatas daripada menjadi ketua
Hod van Islamitiesche Zaken dengan gaji besar dan kehidupan mewah, tetapi menjadi alat
pemerintahan penjajahan. Karena penolakannya itu, nama Kyai Haji Mas Mansur makin harum,
terutama dikalangan para pemimpin pergerakan nasional.

Prakarsa K.H. Mas Mansur yang mendapat penghargaan dari para pemimpin Islam ialah
berdirinya Majelis Islam Tertinggi yang berkembang menjadi MIAI (Majelis Islam Ala
Indonesia) pada tahun 1937, menemui Kyai Haji Moh. Dahlan pemimpin Nadlatul Ulama (NU)
di Surabaya dan mengusulkan pembentukannya Majelis Islam Tertinggi. Usul itu mendapat
sambutan dan kemudian mereka mengadakan pertemuan dengan para ulama di Surabaya yang di
hadiri oleh 70 orang ulama dari Jawa dan Madura. Pada pertemuan itulah dibentuk majelis
tersebut dengan ketua K.H. Mas Mansur, wakilnya K.H Moh. Dahlan (Surabaya) dan K.H.
Wahab Habullah dari NU duduk didalam pengurus pula.

Pada tanggal 26 Februari – 1 Maret 1938 MIAI mengadakan Kongres Al Islam ke I di Surabaya.
Sebenarnya umat Islam Indonesia pernah melangsungkan kongres Al Islam sampai yang ke-9
sebelum ada MIAI, namun yang diusahakan MIAI itu disebut Kongres Al Islam ke-1. Hal ini
tidak menjadi persoalan karena para ulama lebih mementingkan persatuan umat Islam yang
waktu itu terasa goncang. Kegoncangan itu disebabkan karena adanya perbedaan pandangan
antara PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dengan kelompok-kelompok lainnya.
Kegoncangan itu melahirkan PARII (Partai Islam Indonesia) yang didirikan pada tanggal 24
Desember 1938 dibawah pimpinan Wiwoho Purbohadijoyo dan dr. Sukirman Wiryosanjoyo.
K.H. Mas Mansur duduk sebagai anggota Pengurus Besarnya.

Pada tahun 1939 berdirilah GAPI (Gabungan Partai-Partai Politik Indonesia) dengan tuntutannya
”Indonesia Berparlemen” dan programnya menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia (KRI).
MIAI dengan wakil-wakilnya, Wahid Hasyim, Wondoamiseno, Sukiman dan K.H Mas Mansur
ikut serta. Beberapa partai dan organisasi lain ikut pula. Dalam tahun 1941 KRI yang telah
menjadi badan tetap mengganti nama dengan Majelis Rakyat Indonesia (MRI) K.H. Mas Mansur
dipilih menjadi ketuanya. Hal itu membuktikan bahwa kepemimpinannya tidak hanya diakui
oleh kelompok agama, tetapi juga oleh kaum pergerakan nasional.

Perlu diketahui pada zaman kolonial itu pemerintah Belanda memang membentuk Dewan
Rakyat (Volksraad). Tetapi para pemimpin pergerakan nasional, terutama kaum nonkoperasi
(tidak bekerjasama dengan pemerintah jajahan) tidak menaruh kepercayaan terhadap Volksraad
yang dinamakannya Komidi omong. Volksraad itu memang alat Pemerintah Hindia Belanda.

Selama berjuang dan memimpin perjuangan umat Islam K.H. Mas Mansur banyak sekali
menyumbang buah pikiran berupa pidato-pidato dan tulisan-tulisan diberbagai majalah dan surat
kabar.

Pemerintah RI dengan SK Presiden RI No.162 Tahun 1964 tertanggal 26 Juni 1964


menganugerahi Kyai Haji Mas Mansur gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Materi 39
Mengenal Ki Bagus Hadi Kusumo

Ki Bagus Hadikusumo merupakan tokoh penting yang namanya sudah tak asing bagi masyrakat
Indonesia, khususnya bagi mereka yang tinggal di Yogyakarta. Ki Bagus Hadikusumo lahir pada
24 November 1890 di kampung Kauman, Yogyakarta dengan nama R. Hidayat. Ki bagus adalah
putra ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan agama
Islam di Kraton Yogyakarta.

Ki Bagus mendapat pendidikan di sekolah rakyat dan pendidikan agama di ponsok pesantren
traditional Wonokromo di Yogyakarta. Ki Bagus sangat mahir dalam sastra Jawa, Melayu dan
Belanda, kemahiran ini ia dapat dari seseorang yang bernama Ngabehi Sasrasoeganda. Ki Bagus
juga mahir dalam Bahasa Inggris yang ia pelajari dari seorang tokoh Ahmadiyah bernama Mirza
Wali Ahmad Baig.

Dalam perjalanan karirnya, ia pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua
Majelis Tarjih, Anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadiyah (1926)  dan terakhir
menjabat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah ke-5 selama 10 tahun sejak 1944-1953. Kiprah
Ki Bagus di Muhammadiyah semakin besar saat Mas Mansoer mengajaknya menjadi Wakil
Ketua PP Muhammadiyah pada 1937.

Dalam menjalankan tugasnya di Muhammadiyah, ia didampingi oleh Haji Ahmad Badawi. Ia


menggantikan Mas Mansoer karena menjadi salah satu Pimpinan Poesat Rakjat (Poetera) di
Jakarta. Sebagai salah satu tokoh terkemuka di Jawa, pada Februari 1945, Ki Bagus diundang ke
Jepang untuk bertemu dengan Kaisar Hirohito. Belakangan, Ki Bagus menjadi anggota BPUPKI
yang bertugas merumuskan undang-undang dasar. Beliau adalah tokoh yang paling bersemangat
yang menginginkan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dalam sila satu Piagam Jakarta, atau Pancasila.

Kala itu, ketegangan terjadi di antara pemuka-pemuka agama dalam perumusan dasar negara.
Titik krusial terjadi saat bunyi sila di atas dinilai hanya mengakomodasi kepentingan golongan
Islam semata. Sehingga, masyarakat di wilayah Indonesia Timur yang notabene adalah pemeluk
agama kristen meminta poin tersebut diganti. Potensi perpecahan pun muncul bila sila ini tetap
ada, padahal saat itu umat Islam sedang gigih mengusung konsep Negara Islam sebagai dasar
negara.

Dalam sidang BPUPKI yang dilaksanakan pada 31 Mei 1945, Ki Bagus melontarkan konsep
“membangun negara di atas ajaran Islam”. Bagi Ki Bagus, konsep tersebut merupakan konsep
terbaik bagi Indonesia, apalagi jika melihat kultur dan histori pada saat itu, dimana Islam telah
mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat.
Sesudah Piagam Jakarta ditetapkan, Ki Bagus mengusulkan frasa “bagi pemeluk-pemeluknya”
dihapus dan hanya menjadi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam.” Namun
usul ini ditolak oleh Soekarno dengan cangung yang saat itu menyadari ancaman perpecahan bila
sila tersebut tetap di adakan.

Presiden Soekarno kemudian meminta Mr. Muhammad Hasan untuk berbicara dengan Ki Bagus
sehari setelah Proklamasi dan sebelum sidang PPKI. Dalam pembicaraan tersebut, Hasan
memberikan tekanan pada pentingnya kesatuan Nasional kala itu. Adalah sangat mutlak untuk
tidak memaksa minoritas-minoritas kristen masuk dalam lingkaran Belanda yang sedang
mencoba kembali masuk ke Indonesia.

Ki Bagus kemudian mempertimbangkan kembali apa yang akan menjadi keputusannya, dan
demi kemaslahatan yang lebih besar, dengan berbesar hati, mau tak mau Ki Bagus menerima
usulan untuk mengubah poin tersebut. Dan pada akhirnya, tujuh kata yang menyerukan tentang
syariat Islam pun dihapus dan diganti dengan redaksi yang kita sekarang “ Ketuhanan Yang
Maha Esa.”

Sebagai tokoh, Ki Bagus menerbitkan beberapa buku dalam bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan Ki
Bagus seorang ahli dalam bahasa Jawa, dan karena banyak dari muridnya dari golongan priyai
dan pensiunan pegawai yang meminta agar dapat meresapi ketika membaca karya-karya Ki
Bagus.

Beberapa karya beliau adalah :


1. Tafsir Juz Amma
2. Ruhul Bayan
3. Katresnan Jati
4. Pustaka Hadi
5. Pustaka Islam
6. Pustaka Ihsan

Ki Bagus Hadikusumo meninggal pada 4 November 1954 di Jakarta pada umur 63 tahun. Beliau
meninggal dan dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2015.
Materi 40
KH. Buya AR. Sutan Mansur

Ranah Minang melahirkan seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Buya AR Sutan
Mansur nama lengkapnya Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Lahir di Maninjau, Sumatera Barat
pada Ahad malam senin 26 Jumadil Akhir 1313 Hijriah, bertepatan 15 Desember 1895
Masehi. Anak ketiga dari tujuh bersaudara merupakan karunia Allah pada kedua orang
tuanya, yaitu Abdul Somad al-Kusaij, seorang ulama terkenal di Maninjau, dan ibunya Siti
Abbasiyah atau dikenal dengan sebutan Uncu Lampur. Keduanya adalah tokoh dan guru
agama di kampung Ai Angek (Air Hangat), Maninjau.

Ahmad Rasyid memperoleh pendidikan dan penanaman nilai-nilai dasar keagamaan


dari kedua orang tuanya. Selain itu, untuk pendidikan umum, ia belajar di Inlandshe School
(IS) tahun 1902-1909. Di sini ia belajar berhitung, geografi, ilmu ukur, dan sebagainya.
Setamat dari sekolah ini, ia ditawari untuk studinya di Kweekschool (Sekolah Guru, yang
juga biasa disebut Sekolah Raja) di Bukittinggi dengan beasiswa dan jaminan pangkat guru
setelah lulus sekolah tersebut. Namun, tawaran tersebut ditolak karena ia lebih tertarik untuk
mempelajari agama, disamping itu ia sudah dirasuki semangat anti-penjajah Belanda.

Sikap Anti Penjajah Telah Dimilikinya Semenjak Masih Belia. Baginya, Penjajah Tidak
Saja Sangat Bertentangan Dengan Fitrah Manusia Akan Tetapi Bahkan Seringkali
Berupaya Menghadang Dan Mempersempit Gerak Syiar Agama Islam Secara Langsung
Dan Terang-Terangan Atau Secara Tidak Langsung Dan Tersembunyi Seperti Dengan
Membantu Pihak-Pihak Zending Atau Missi Kristen Dalam Penyebarluasan Agamanya.

Maka, tidak mengherankan bila pada tahuh 1928 ia berada di barisan depan dalam
menentang upaya pemerintah Hindia Belanda menjalankan peraturan Guru Ordonansi yaitu
guru agama Islam dilarang mengajar sebelum mendapat surat izin mengajar dari Pemerintah
Belanda. Peraturan ini dalam pandangan Sutan Mansur akan melenyapkan kemerdekaan
menyiarkan agama dan pemerintah Belanda akan berkuasa sepenuhnya dengan memakai
ulama-ulama yagn tidak mempunyai pendirian hidup. Sikap yang sama juga ia perlihatkan
ketika Jepang berikhtiar agar murid-murid tidak berpuasa dan bermaksud menghalangi
pelaksanaan shalat dengan mengadakan pertemuan di waktu menjelang maghrib.

Selanjutnya, atas saran gurunya, Tuan Ismail (Dr Abu Hanifah) ia belajar kepada Haji
Rasul (Dr Abdul Karim Amrullah, ayahnya Buya HAMKA), seorang tokoh pembaharu
Islam di Minangkabau. Di bawah bimbingan Haji Rasul (1910-1917) ia belajar ilmu Tauhid,
bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti syariat,
tasawuf, Al-Qur’an, tafsir, dan hadis dengan mustolahnya.
Pada tahun 1917 ia diambil menantu oleh gurunya, Dr. Karim Amrullah, dan
dikawinkan dengan putri sulungnya, Fatimah, kakak Buya Hamka serta diberi gelar Sutan
Mansur. Setelah kemudian ia dikirim gurunya ke Kuala Simpang, Aceh untuk mengajar.
Setelah dua tahun di Kuala Simpang (1918-1919), ia kembali ke Maninjau.

Haji Mochtar, Junus Anis, dan Sutan Mansur di Minangkabau Dok Pusdalit SM

Terjadinya pemberontakan melawan Inggris di Mesir menghambat keinginannya untuk


melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar Kairo, karena ia tidak diizinkan pemerintah
kolonial Belanda untuk berangkat. Akhirnya ia berangkat ke Pekalongan untuk berdagang
dan menjadi guru agama bagi para perantau dari Sumatera dan kaum muslim lainnya.

Kegelisahan pikirannya yang selalu menginginkan perubahan dan pembaharuan ajaran


Islam menemukan pilihan aktivitasnya, ketika ia berinteraksi dengan KH Ahmad Dahlan
yang sering datang ke Pekalongan untuk bertabligh. Dari interaksi itu, akhirnya ia tertarik
untuk bergabung dalam Persyarikatan Muhammadiyah (1922), dan mendirikan Perkumpulan
Nurul Islam bersama-sama para pedagang dari Sungai Batang, Maninjau yang telah masuk
Muhammadiyah di Pekalongan.

Ketertarikan tersebut disebabkan karena ide yang dikembangkan Muhammadiyah sama


dengan ide gerakan pembaharuan yang dikembangkan di Sumatera Barat, yaitu agar umat
Islam kembali pada ajaran Tauhid yang asli dari Rasulullah dengan membersihkan agama
dari karat-karat adat dan tradisi yang terbukti telah membuat umat Islam terbelakang dan
tertinggal dari umat-umat lain. Selain itu, ia menemukan Islam dalam Muhammadiyah tidak
hanya sebagai ilmu semata dengan mengetahui dan menguasai seluk beluk hukum Islam
secara detail sebagaimana yang terjadi di Minangkabau, tetapi ada upaya nyata untuk
mengamalkan dan membuatnya membumi. Ia begitu terkesan ketika anggota-anggota
Muhammadiyah menyembelih qurban usai menunaikan shalat Idul Adha dan
membagikannya kepada fakir miskin.

Pada Tahun 1923, Sutan Mansur Menjadi Ketua Muhammadiyah Cabang Pekalongan,
Setelah Ketua Pertamanya Mengundurkan Diri Karena Tidak Tahan Menerima Serangan
Kanan-Kiri Dari Pihak-Pihak Yang Tidak Suka Dengan Muhammadiyah. Ia Juga
Memimpin Muhammadiyah Cabang Pekajangan, Kedung Wuni, Dan Tetap Aktif
Mengadakan Tablih Serta Menjadi Guru Agama.

Ketika terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan orang-orang


komunis di ranah Minang pada akhir 1925, Sutan Mansur diutus Hoofdbestuur
Muhammadiyah untuk memimpin dan menatan Muhammadiyah yang mulai tumbuh dan
bergeliat di bumi Minangkabau. Kepemimpinan dan cara berdakwah yang dilakukannya
tidak frontal dan akomodatif terhadap para pemangku adat dan tokoh setempat, sehingga
Muhammadiyah pun dapat diterima dengan baik dan mengalami perkembangan pesat.

Pada tahun 1927 bersama Fakhruddin, Sutan Mansur melakukan tabligh dan
mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh. Melalui kebijaksanaan dan
kepiawaiannya dengan cara mendekatan raja-raja yang berpengaruh di daerah setempat atau
bahkan dengan menjadi montir, Muhammadiyah dapat didirikan di Kotaraja, Sigli, dan
Lhokseumawe. Pada tahun 1929, ia pun berhasil mendirikan Cabang-Cabang
Muhammadiyah di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Mandawai, dan Amuntai. Dengan
demikian, anara tahun 1926-1929 tersebut Muhammadiyah mulai dikenal luas di luar pulau
Jawa.

Selain di Muhammadiyah, Sutan Mansur sebagaimana KH Ahmad Dahlan pada


dasawarsa 1920-an hingga 1930-an aktif dalam Syarikat Islam dan sangat dekat dengan
HOS Tjokroaminoto dan H Agus Salim. Keluarnya ia dari Syarikat Islam dapat dipastikan
karena ia lebih memilih Muhammadiyah setelah SI mengambil tindakan disiplin organisasi
bagi anggota yang merangkap di Muhammadiyah.

Kongres Muhammadiyah ke-19 di Minangkabau (14-26 Maret 1930) memutuskan


bahwa di setiap keresidenan harus ada wakil Hoofdbestuur Muhammadiyah yang dinamakan
Konsul Muhammadiyah. Karena itu, pada tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai
Konsul Muhammadiyah Daerah Minangkabau (Sumatera Barat) yang meliputi Tapanuli dan
Riau yang dijabatnya hingga tahun 1944. Bahkan, sejak masuknya Jepang ke Indonesia, ia
telah diangkat oleh Pengurus Besar Muhammadiyah menjadi Konsul Besar Muhammadiyah
untuk seluruh Sumatera akibat terputusnya hubungan Sumatera dan Jawa.

Pada saat menjabat sebagai Konsul Besar Muhammadiyah, Sutan Mansur juga
membuka dan memimpin Kulliyah al-Mubalighin Muhammadiyah di Padang Panjang,
tempat membina muballigh tingkat atas. Di sini, dididik dan digembleng kader
Muhammadiyah dan kader Islam yang bertugas menyebarluaskan Muhammadiyah dan
ajaran Islam di Minagkabau dan daerah-daerah sekitar. Kelak, mubaligh-mubaligh ini akan
memainkan peran penting bersama-sama pemimpin dari Yogyakarta dalam menggerakkan
roda persyarikatan Muhammadiyah. Sutan Mansur, oleh Konsul-Konsul daerah lain di
Sumatera, dijuluki Imam Muhammadiyah Sumatera.

Ketika Bung Karno diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1938, Sutan Mansur menjadi
penasehat agama bagi Bung Karno. Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkap oleh
pemerintah Jepang menjadi salah seorang anggota Tsuo Sangi Kai dan Tsuo Sangi In
(semacam DPR dan DPRD) mewakili Sumatera Barat. Setelah itu, sejak tahun 1947 sampai
1949 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, ia diangkat menjadi Imam atau Guru Agama
Islam buat Tentara Nasional Indonesia Komandemen Sumatera, berkedudukan di
Bukittingki, dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler.

Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1950, ia diminta menjadi penasehat TNI Angkatan
Darat dan harus berkantor di Markas Besar Angkatan Darat. Namun, permintaan itu ia tolak
karena ia harus berkeliling ke semua daerah di Sumatera untuk bertabligh sebagai pemuka
Muhammadiyah. Pada tahun 1952, Presiden Sukarno memintanya lagi menjadi penasehat
Presiden dengan syarat harus memboyong keluarganya dari Bukittingi ke Jakarta.
Permintaan itu lagi-lagi ditolaknya. Ia hanya bersedia menjadi penasehat tidak resmi
sehingga tidak harus berhijrah ke Jakarta.

Dalam kongres Masyumi tahun 1952, ia diangkat menjadi Wakil Ketua Syura Masyumi
Pusat. Setelah pemilihan umum 1955, ia terpilih sebagai anggota Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) dan anggota Konstituante dari Masyumi, sejak Konstituante berdiri sampai
dibubarkan oleh Presiden Sukarno. Tahun 1958 ketika pecah pemberontakan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang, ia berada di tengah-tengah mereka
karena didasari oleh ketidaksukaannya pada PKI dan kediktatoran Bung Karno, meskipun
peran yang dimainkannya dalam pergolakan itu diakuinya sendiri tidak terlalu besar.

Buya AR Sutan Mansur Terpilih Sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah Dalam
Dua Kali Periode Kongres. Kongres Muhammadiyah Ke-32 Di Banyumas, Purwokerto
Tahun 1953 Mengukuhkannya Sebagai Ketua PB Muhammadiyah Periode 1953-1956.
Karena Itu, Ia Harus Pindah Ke Yogyakarta. Pada Kongres Muhammadiyah Ke-33 Tahun
1956 Di Palembang Ia Terpilih Lagi Menjadi Ketua PB Muhammadiyah Periode 1956-
1959.

Pada masa kepemimpinannya, upaya pemulihan ruh Muhammadiyah di kalangan warga


dan pimpinan Muhammadiyah digiatkan. Untuk itu, ia memasyarakatkan dua hal. Pertama,
merebut khasyyah (takut pada kemurkaan Allah), merebut waktu, memenuhi janji, menanam
ruh tauhid, dan mewujudkan akhlak tauhi. Kedua, mengusahakan buq’ah
mubarokah (tempat yang diberkati) di tempat masing-masing, mengupayakan shalat jamaah
pada wal setiap waktu, mendidik anak-anak beribadah dan mengaji al-Qur’an untuk
mengharap rahmat, melatih puasa sunnah hari Senin dan Kamis, juga pada tanggal 13, 14,
dan 15 tiap bulan Islam seperti yang dipesankan oleh Nabi Muhammad, dan tetap
menghidupkan taqwa. Selain itu, juga diupayakan kontak-kontak yang lebih luas antar
pemimpin dan anggota di semua tingkatan dan konferensi kerja diantara Majelis dan Cabang
atau Ranting banyak diselengarakan.

Saat beliau memimpin, Muhammadiyah berhasil merumuskan Khittah Muhammadiyah


tahun 1956-1959 atau yang populer sebagai Khittah Palembang, yaitu:
1. Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan
mempertebal tahid, menyempurnakan ibadan dengan khusyu’ dan tawadlu’,
mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan,d an menggerakkan
Muhammadiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab.
2. Melaksanakan uswatun hasanah
3. Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi
4. Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak
5. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader
6. Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk
mengantisipasi terjadi keretakan dan perselisihan
7. Menuntun penghidupan anggota

Msekipun setelah 1959 tidak lagi menjabat sebagai ketua, Buya AR Sutan Mansur yang
sudah mulai uzur tetap menjadi penasehat Pimpinan Pusat Muhammadiyah dari periode ke
periode. Ia, meski jarang sekali dapat hadir dalam rapat, konferensi, Tanwir, dan Muktamar
Muhammadiyah tetap menjadi guru pengajian keluarga Muhammadiyah.

Buya AR Sutan Mansur juga dikenal sebagai seorang penulis yang produktif. Dari
beberapa tulisannya, antara lain berjudul Jihad, Seruan kepada Kehidupan Baru, Tauhid
Membentuk Kepribadian Muslim, dan Ruh Islam, nampak sekali bahwa ia ingin mencari
Islam yang paling lurus yang tercakup dalam paham yang murni dalam Islam. Doktrin-
doktrin Islan ia uraikan dengan sistematis dan ia kaitkan dengan tauhid melalui pembahasan
ayat demi ayat dengan keterangan Al-Qur’an dan hadis.

Buya H Ahmad Rasyid Sutan Mansur meninggal Senin 25 Maret 1985 bertepatan 3
Rajab 1405 di Rumah Sakit Islam Jakarta dalam usia 90 tahun. Sang Ulama, da’i, pendidik,
dan pejuang kemerdekaan ini setiap Ahad pagi senantiasa memberikan pelajaran agama
terutama tentang tauhid di ruang pertemuan Gedung Dakwah Muhammadiyah Jalan
Menteng Raya 62 Jakarta. Jenazah almarhum Buya dikebumikan di Pekuburan Umum
Tanah Kusir, Jakarta Selatan setelah dishalatkan di Masjid Kompleks Muhammadiyah.

Buya Hamka menyebutkan sebagai seorang ideolog Muhammadiyah. Dan, M Yunus


Anis dalam salah satu Kongres Muhammadiyah mengatakan, bahwa di Muhamamdiyah ada
dua bintang. Bintang timur adalah KH Mas Mansur dari Surabaya, dan bintang barat adalah
Buya AR Sutan Mansur dari Minangkabau, Ketua PP Muhammadiyah 1953-1959.
Materi 41 Menghafal surat At-Thoriq
Mengenal KH. M.Yunus Anis

Imam Tentara itu ternyata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ke-7, yang selama
seratus hari ditugaskan melawat keberbagai negara untuk studi banding dan menyusun tata
kelola pemeliharaan keruhanian militer Indonesia. Ialah Muhammad Yunus Anis Ketua PP
Muhammadiyah periode 1959-1962, keturunan ke-18 Raja Brawijaya 5 dari jalur dari Ayah
yang seorang Abdi Dalem bernama Muhammad Anis dan seorang ibu Siti Saudah.

Kepribadian tangguh dan kokoh yang dimiliki Yunus Anis berasal dari tempaan ayahnya yang
merupakan kawan seperjuangan KH Ahmad Dahlan. Selain non-formal, Yunus Anis juga
menempuh pendidikan formal di Sekolah Rakyat (SR) Muhammadiyah, kemudian dilanjutkan
ke Sekolah al-Atas dan Sekolah al-Irsyad yang dibimbing oleh Syekh Ahmad Syurkati, pendiri
Jam’iyat wal Irsyad al-Islamiyyah (Al-Irsyad). Berkat semangat belajar dari berbagai pihak
yang dilakukannya, Yunus Anis tumbuh menjadi seorang mubaligh yang tangguh. Proses
pendidikan tersebut mengantarkannya dalam meniti karir militer sebagai warga militer yang
teguh dalam melaksanakan perintah agamanya.

Yunus Anis dilahirkan di Kampung Kauman, Yogyakarta pada 30 Mei 1903, terlahir di
keluarga yang taat beragama menjadikan Yunus Anis memiliki keteguhan dalam persoalan
agama. Ia berpedoman bahwa Al Qur’an dan As Sunah sebagai sumber inspirasi dalam
bertindak. Pengetahuan dan kedalaman ilmu agama yang dimiliki tersebut juga Ia terapkan
ketika berada di karir militer. Sejak kepemimpinan Jendral Besar Sudirman, dia diminta
sebagai penasehat agama sang Jendral. Kemampuan tersebut juga turut membentuk figur
kepemimpinan dalam persoalan agama, di Kesatuannya Yunus Anis sering dipangil sebagai
Imam Tentara.

Ketika terjadi krisis politik nasional, militer Indonesia tidak luput dari prahara yang sedang
berkecamuk tersebut. Tentara Indonesia ditunut tetap berada pada garis koridor yang tetap
tegak untuk mengawal negara dengan benar, sesuai dengan relnya. Maka pada 1954, Yunus
Anis diangkat menjadi Kepala Pemeliharaan Rohani Imam Tentara Angkatan Darat (PRIAD).
Melalui jabatan yang diterimanya, ia bertugas membina dan menata mental serta spiritual
tentara nasional Indonesia.
Keahlian dalam mendidik mental dan rohani tentara Republik Indonesia sebelumnya juga
diterapkanya kepada kepanduan Hizbul Wathan (HW) Muhammadiyah. Tugas di Kepanduan
HW dilakukannya dengan penuh semangat dan percaya diri, tugas tersebut dilakukan semata
karena Allah untuk membentuk anak-anak muda Muhammadiyah sehingga memiliki jiwa
agresif yang bersendikan nilai-nilai Islam. Dalam sebuah catatan yang tidak diketahui tahun
kejadiannya, diceritakan bahwa, ketika Apel Besar HW yang diselengarakan di Alun-alun
Utara Yogyakarta. Yunus Anis tampil membangkitkan semangat barisan Pandu dengan
menunggang kuda. Dengan postur tubuh tinggi besar dan gagah, penampilan Yunus Anis
seperti suluh yang membakar keringnya semangat barisan Pandu yang mayoritas diisi anak-
anak muda Muhamamdiyah.
Materi 42 Tahsin Surat Al- Buruj
Mengenal KH. Ahmad Baduwi

KH Ahmad Badawi lahir di Kauman, Yogyakarta tanggal 5 Februari 1902. Ia dari keluarga
yang taat beragama. Kampung kelahirannya pun oleh masyarakat sudah dikenal sebagai
kampung santri, kampung Islam. Karena di kampung ini telah sekian lama tegak berdiri Masjid
Agung atau Masjid Kasultanan Kraton Yogyakarta. Ia tujuh orang bersaudara. Ayah mereka
bernama KH Muhammad Faqih, seorang alim yang dalam ilmu pengetahuan agamanya, sesuai
dengan namanya.

Pada masa kanak-kanak, Ahmad Badawi mendapat pendidikan agama langsung dari
orangtuanya.  Sesuai dengan zamannya, ia tidak mengikuti pendidikan di sekolah formal. Tapi,
ia bersama dengan teman-teman sebayanya masuk Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa
Timur. Tremas menjadi tempat pilihan untuk menuntut ilmu dan mempelajari Islam. Maka
banyak orangtua mengirimkan anak-anaknya ke Tremas. Sekitar tahun 1970,  penulis pernah
diajak para ulama  Muhammadiyah ke Tremas untuk menghadiri Reuni Alumni Pondok Tremas.
Antara lain hadir KRH Hadjid dan Prof Dr HA Mukti Ali, sebelum menjadi Menteri Agama.

Ahmad Badawi tulisannya bagus. Tulisan Arab dan khathnya indah dan rapi. Demikian pula
tulisan Latinnya. Ia ahli fiqh dan lebih khusus lagi faraidh (hukum waris). Karena itu, ia sering
dimintai tolong oleh masyarakat, baik kerabat maupun tetangga, untuk penyelesaian urusan
warisan. Ia pun giat  melakukan kajian dan memberi pengajian.  Keahlian lainnya lagi,  ia ahli
falak atau hisab. Pantas, ia pernah menjadi Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Dalam membangun hidup berkeluarga, KH Ahmad Badawi menikah dengan Hj Siti Zayinah,
adik HM Yunus Anis.

Bagi warga Muhammadiyah, nama HM Yunus Anis tentu sudah tidak asing lagi. Sebab, ia
pernah menjadi Ketua PP Muhammadiyah periode 1959 – 1962.  KH Ahmad Badawi dikaruniai
keturunan  11 anak. Salah seorang menantunya, H Bidron Hadi, adalah pakar dalam ilmu hisab
atau falak, aktif di Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Di antara anaknya ialah HM Djaldan
Badawi yang pernah menjadi  Sekretaris III PP Muhammadiyah (1959–1962) dan Kepala Kantor
PP Muhammadiyah Yogyakarta sampai akhir hayat.

Anak KH Ahmad Badawi yang masih hidup bernama Drs Ibban Badawi.  Kini ia menjadi
Sekretaris Umum PP Tapak Suci Putera Muhammadiyah. “Bagaimana kesan anda terhadap dan
pesan ayah (almarhum) kepada anda yang tidak dapat dilupakan hingga sekarang?,” tanya
penulis kepada mas Ibban. “Ketika ditinggalkan Bapak, saya masih kecil. Kesan saya, Bapak itu
bersih, tertib, dan rapi. Bapak selalu menggerakkan anak-anaknya untuk rajin datang dan
berjamaah shalat di masjid. Ketika Bapak sedang tidak ada acara keluar, sesudah Maghrib atau
Isya’ seluruh keluarga harus berkumpul, berjamaah makan bersama di rumah. Itu beberapa kesan
dan pesan Bapak yang tetap saya ingat sampai sekarang,” katanya menjelaskan.Pada awalnya,
Ahmad Badawi tidak sepaham dengan KH Ahmad Dahlan. Bahkan, ia mengordinir teman-
temannya bila pendiri Muhammadiyah lewat di kampung Kauman diledek dan dicemoohkan.
Tapi, ledekan dan cemoohan itu oleh Kiai Dahlan dibiarkan dan tidak ditanggapi. Beliau tetap
sabar dan istiqamah.

Demikian mas Ibban menceriterakan kepada penulis apa yang didengar sendiri dari ibunya 
tentang Bapaknya yang sering mengganggu sebelum masuk Muhammadiyah. Ceritera itu
menguatkan tulisan Ahmad Adabi Darban dalam bukunya Sejarah Kauman: Menguak Identitas
Kampung Muhammadiyah yang menyebutkan, “Pernah terjadi, ketika KH Ahmad Dahlan dan
KH Ibrahim berjalan di kampung Kauman, mereka dikepung oleh para santri yang dipimpin oleh
Badawi. Dalam pengepungan tersebut, KH Ahmad Dahlan diejek dan diterbangi. Ia berjalan
terus diikuti dengan terbangan dan ejekan.”

Pencerahan yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan, sebagai Sang Pencerah, akhirnya
sampai juga kepada Ahmad Badawi. Setelah menjadi santri dan berguru kepada KH Ahmad
Dahlan, pada diri pemuda itu terjadi perubahan total.  Ia kemudian masuk Muhammadiyah dan
menjadi kader yang teguh dan tangguh dalam segala keadaan. Tentu setelah ia memahami
Muhammadiyah. Karena itu, ia pun memiliki kemampuan memahamkan Muhammadiyah kepada
siapa pun.  Melalui Muhammadiyah, ia berjuang dengan sungguh-sungguh. Semangat juangnya
membawa Islam yang berkemajuan tak pernah redup dan surut sampai akhir hayat.
Materi 43 Tahsin Surat Al- Buruj
Mengenal Faqih Usman

K.H. Faqih Usman itu relatifnya tinggi. Ekonominya cukup kuat. Dia jempolan saat
merumuskan pemikiran termasuk lewat tulisan. Kecakapan berorganisasinya teruji lewat
berbagai jabatannya di Muhammadiyah. Di level negara dia dipercaya, antara lain sampai dua
kali menjadi Menteri Agama.

Faqih Usman lahir di Gresik Jawa Timur pada 12 Maret1904. Dia berasal dari keluarga santri
yang suka akan ilmu pengetahuan, baik agama maupun “umum”. Di saat kecil, dia belajar
kepada sang ayah. Masuk remaja, sekitar 1914-1918, dia nyantri di pesantren di Gresik. Lalu,
1918-1924, dia belajar di pesantren di luar Gresik. Penguasaannya dalam bahasa Arab bagus
sehingga memudahkannya dalam menguasai kitab-kitab yang diajarkan di pesantren.

Dia terbiasa membaca surat kabar dan majalah berbahasa Arab, terutama dari Mesir yang
berisi tentang pergerakan kemerdekaan. Apalagi, pada ketika itu, di dunia Islam pada umumnya
sedang terjadi gerakan kebangkitan.

Faqih Usman mulai aktif di Muhammadiyah pada 1925. Itu ditandai dengan diangkatnya dia
sebagai Ketua Group Muhammadiyah Gresik, yang dalam perkembangan selanjutnya memjali
salah satu Cabang Muhammadiyah di Wilayah Jawa Timur. Selanjutya, karena
kemampuannyasebagai ulama cendekiawan, dia diangkat sebagai Ketua Majelis Tarjih
Muhammadiyah Jawa Timur periode 1932-1936 yang berkedudukan di Surabaya. Ketika Mas
Mansur dikukuhkan sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dia menggantikan
kedudukan Mas Mansur sebagai Konsul Muhammadiyah Jawa Timur pada 1936.

Dengan aktivitasnya di Muhammadiyah, jaringan pergaulanny meluas dan amanah yang


diembannya makin banyak. Misal, dia lalu aktif di Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada
1937. Pada 1940-1942, dia menjadi anggota Dewan Kota Surabaya. Pada 1945 dia menjadi
anggota Komite Nasional Indonesia Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.

Pada 1953 untuk kali pertama dia diangkat dan duduk dalam kepengurusan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dan seterusnya selalu terpilih sebagai salah seorang staf Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-37 di Yogyakarta, 1968, dia terpilih
sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk periode 1968-1971.

Tampaknya, Faqih Usman itu serba-bisa. Di bidang kewirausahaan, dia pernah diangkat
sebagai Ketua Persekutuan Dagang Sekawan se-Daerah Gresik. Hal itu karena dia juga seorang
pengusaha suses. Tercatat, Faqih Usman memiliki kegiatan bisnis berskala besar yaitu lewat
beberapa perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal,
dan pabrik tenun di Gresik.

Di bidang tulis-menulis dia juga bisa, Faqih Usman pernah memimpin majalah Bintang
Islam, sebagai sarana dakwah lewat tulisan bagi Muhammadiyah Jawa Timur. Lalu, pada 1959
dia menerbitkan majalah Panji Masyarakat (Panjimas) bersama-sama dengan Buya HAMKA,
Joesoef Abdullah Poear dan Joesoef Ahmad. Majalah ini memiliki ikatan yang erat dengan
Muhammadiyah.

Masih di soal tulis-menulis, sebagai salah seorang Wakil Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah pada kepengurusan A. Badawi yang pertama (1962-1965), Faqih Usman
merumuskan sebuah konsep pemikiran yang kemudian dikenal sebagai “Kepribadian
Muhammadiyah”. Rumusan pemikirnnya ini diajukan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-35
tahun 1962 di Jakarta, yang akhirnya diterima sebagai pedoman bagi warga Muhammadiyah.

Di bidang politik, Faqih Usman juga ikut andil dalam Partai Masyumi sejak didirikannya
pada 07 November 1945 dalam Muktamar Umat Islam di Yogyakarta dan menjadi salah seorang
Pengurus Besar Masyumi. Pada 1952, dia menjabat sebagai Ketua II Masyumi sampai 1960, saat
partai membubarkan diri karena tekanan dari rezim Orde Lama.

Jejak amanah yag dipegang Faqih Usman banyak. Misal, dia pernah menjadi Menteri Agama
pada Kabinet Halim Perdanakusumah, 21 Januari 1950 – 6 September 1950. Pada 1951 dia
menjabat kepala Jawatan Agama Pusat. Dia menjadi Menteri Agama lagi pada Kabinet Wilopo,
3 April 1952 – 1 Agustus 1953.

Selepas dari jabatan Menteri Agama RI, dia masih tetap duduk sebagai pegawai tinggi yang
diperbantukan pada Agama sejak 1954. Sebagai salah seorang tokoh Masyumi, dia juga terlibat
aktif dalam usaha penyelesaian konflik politik dalam negeri. Hal itu terlihat menjelang
meletusnya gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Utara).

Bersama dengan Mohamad Roem, dia berusaha menjadi mediator untuk mendamaikan
konflik antara PRRI dengan pemerintah pusat saat itu. Dia berusaha menemui rekan-rekannya di
Masyumi yang terlibat dalam kegiatan PRRI tersebut, seperti Muhammad Natsir, burhanuddin
Harahap, da Syafruddin Prawiranegara untuk mendialogkan persoalan yang semakin menajam.
Upaya ini tidak membawa hasil yang memuaskan, bahkan bisa dianggap gagal. Akhirnya, Faqih
Usman kembali ke Muhammadiyah yang menjadi basis aktivitas kemasyarakatannya.

Pada saat Orde Baru berkuasa, Faqih Usman bersama tokoh-tokoh Islam lainnya seperti
Hasan Basri (pernah menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia) dan Anwar Haryono
(pernah menjadi Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) mengirim Nota Politik kepada
pemerintah Orde Baru. Nota Politik ini di kemudian hari dikenal sebagai Nota Faqih Usman,
yang berisi permintaan agar Pemerintah RI (Orde Baru) mau merehabilitasi Masyumi.

Pada 1968, Faqih Usman menjadi Ketua Panitia Tujuh Pembentukan Partai Muslimin
Indonesia. Meski dicalonkan sebagai Ketua Partai, dia menolak karena tak lama sebelumnya
telah terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah.
Materi 44 Memaknai Surat Al- Buruj
Mengenal KH. AR. Fachrudin

AR Fachruddin dikenal sebagai sosok ulama besar yang berwajah sejuk dan bersahaja.
Kesejukannya sebagai pemimpin umat Islam bisa dirasakan oleh umat beragama lain. AR sangat
akrab dengan panggilan Kiai Haji Abdur Rozak Fachruddin. Fachruddin biasa di sapa dengan
‘Pak AR’.

Pak AR lahir pada tanggal 14 Februari 1916 di Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman,


Yogyakarta. Ayah Pak AR merupakan seorang Lurah Naib atau Penghulu di Puro Pakualaman
yang diangkat oleh kakek Sri Paduka Paku Alam VIII, berasal dari Bleberan, Brosot, Galur,
Kulonprogo. Sedangkan  ibunya adalah Maimunah binti K.H. Idris, Pakualaman.

Pak A.R mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk memajukan umat Islam melalui
organisasi Muhammadiyah. Di Muhammadiyah, Pak AR memulai berdakwah dari pimpinan
Pemuda Muhammadiyah (1938-1941). Selanjutnya, Pak AR juga menjadi pimpinan mulai di
tingkat ranting, cabang, wilayah, hingga sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Jabatan
sebagai ketua PP Muhammadiyah dipegangnya pada 1968 setelah di fait accompli menggantikan
KH Faqih Usman, yang meninggal.
Pak AR pernah menjadi pemegang rekor pimpinan paling lama memimpin Muhammadiyah,
yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Sikapnya yang merakyat inilah yang membuat periode
kepemimpinannya dinilai sangat berhasil. Totalitas Pak AR dalam ber-Muhammadiyah, itu juga
ditunjukkan dalam bentuk penolakannya ketika pemerintah Orde Baru berkali-kali menawarinya
menjadi anggota DPR dan jabatan lainnya. Di sisi lain, Pak AR juga tetap menjaga hubungan
baik dengan pemerintah, dan bekerja sama secara wajar. Sikap dan kebijakannya ini membuat
warga Muhammadiyah merasa teduh, aman dan memberikan kepercayaan yang besar kepadanya.
KH AR Fachruddin yang Pimpin Yasinan
Peristiwanya terjadi di Palembang, di Ulak Paceh. Ketika Pak AR ditugaskan di sana, ada
seorang ulama yang sangat dikenal dan sangat dihormati di desa itu. Sayang ulama itu sangat
benci dengan Muhammadiyah. Pada masa itu Muhammadiyah masih termasuk baru. Mungkin
beliau itu sudah terpengaruh isu-isu buruk yang ditujukan kepada Muhammadiyah. Karena itu
setiap orang Muhammadiyah selalu disikapi secara sinis. Apalagi Pak AR orang baru, datang
dari Jawa (Yogyakarta) dan langsung bertugas di sekolah Muhammadiyah. Karena itu Pak AR
juga selalu disikapi dengan acuh, dingin dan kadang-kadang masam. Kebetulan, kalau Pak AR
mau mengajar selalu lewat di depan rumahnya.

Sebagai orang muda (pada waktu itu masih sekitar 18 tahun) kalau ulama itu ada di depan
rumahnya selalu diberi salam. Akan tetapi salam itu selalu tidak dijawab dan disikapi dengan
dingin dan acuh. Meskipun demikian, Pak AR tidak pernah bosan. Setiap ketemu selalu memberi
salam. Lama-lama ulama itu mau menjawab walaupun tidak lengkap. Misalnya ketika diberi
salam “Assalaamu’alaikum” beliau hanya menjawab “salam” atau “lam”. Dan Pak AR terus saja,
setiap ketemu selalu memberi salam.

Akhirnya, pada suatu hari ulama itu menjawab salam dengan lengkap “Wa’alaikum salam
warahmatullahi wabarakaatuh” disertai senyum manis. Karena jawabannya lengkap Pak AR
berhenti dan menjabat tangan ulama itu sambil tersenyum. Di luar dugaan pembicaraan menjadi
panjang dan pada akhirnya ulama itu bertanya ; “Apa Guru ini orang Muhammadiyah” (Pak AR
di Ulak Paceh biasa dipanggil guru). Jawab Pak AR ; “Ya, saya orang Muhammadiyah. Dulu
belajar di Darul Ulum Muhammadiyah Yogya” “Jadi Guru ini benar-benar orang
Muhammadiyah?” tanya ulama itu lagi sambil menatap dengan tajam. “Ya, saya orang
Muhammadiyah” kata Pak AR. “Lho kok baik” kata ulama itu.

Pak AR tersenyum sambil bertanya ; “Apa orang Muhammadiyah itu jelek? Kata siapa ?”
Jawab ulama itu ; “Ya kata orang-orang, Muhammadiyah itu Wahabi, suka mengubah agama dan
suka mengkafirkan orang lain” kata ulama itu. “Lha itu kan kata orang, tetapi sekarang Angku
sudah melihat sendiri, saya ini orang Muhammadiyah, bukan hanya kata orang-orang” kata Pak
AR. “Iya-ya, kalau begitu orang-orang itu tidak benar” kata ulama itu. “Begitulah” kata Pak AR.
“Kalau begitu, begini”; kata ulama itu lebih lanjut. ”Besuk malam Jum’at, Guru saya undang
untuk yasinan. “Baik, insya Allah”, kata Pak AR, meskipun beliau merasa bingung juga
bagaimana yasinan itu, karena Pak AR tidak pernah diajari yasinan.

Selama beberapa hari, menjelang malam Jum’at Pak AR berpikir keras bagaimana kalau
tiba-tiba diminta memimpin yasinan, padahal belum pernah ikut yasinan dan tidak tahu
bagimana cara yasinan itu.Namun akhirnya ketemu juga kiat, kalau diminta tampil dalam
yasinan itu. Pada malam Jum’at yang dijanjikan berangkatlah Pak AR menghadiri undangan
ulama itu. Dan benar juga dugaan beliau, bahwa beliau akan diminta tampil dalam yasinan itu.

Maka ketika kesempatan diberikan pada Pak AR, Pak AR bertanya apakah hadirin sudah
sering ikut yasinan? Dijawab oleh mereka serempak : “Sudah Guru”. “Selama ini yasinannya
seperti apa?” tanya Pak AR. “Ya, seperti biasa,” jawab mereka. “Jadi bapak-bapak sudah bisa
semua, sudah hafal semua?” tanya Pak AR lagi. “Ya, sudah hafal” jawab mereka bersama-sama.
“Bagaimana kalau sekarang kita yasinan model baru, supaya bapak-bapak punya pengetahuan
lebih luas dan punya pengalaman lain? Setuju ?” tanya Pak AR. “Setuju” jawab mereka
serempak.

Kemudian kata Pak AR ; ”Sekarang kita baca Surat Yasin satu ayat demi satu ayat”. Lalu
dibacalah ayat pertama, kemudian diminta salah seorang mengartikan. Kalau tidak bisa Pak AR
membantu. Setelah selesai diartikan, kemudian oleh Pak AR dijelaskan apa itu Surat Yasin yang
sering dibaca itu, kemudian arti dan maksud ayat-ayat itu. Meskipun malam itu hanya
memperoleh dua tiga ayat rupanya hadirin cukup puas. Bahkan ada permintaan dapat dilanjutkan
pada saat yasinan yang akan datang. Kata Pak AR. “Kalau saya, sebagai orang muda, saya
terserah saja pada hadirin sekalian. Tetapi yang paling penting tergantung pada Al Mukarom
Angku Ulama, orang tua kita itu”.

Di luar dugaan, ulama itu menyetujuinya. Meskipun demikian Pak AR tidak serta merta
minta mengisi setiap malam Jum’at, tetapi supaya berselang-seling. Malam Jum’at, malam gasal
yasinan model lama yang mimpin Angku Ulama, dan pada malam Jum’at malam genap yasinan
model baru yang ngisi Pak AR. Lama-lama Angku Ulama itu menyerahkan pimpinan yasinan itu
kepada Pak AR dan jadilah yasinan itu menjadi pengajian tafsir Al Qur’an. Begitulah, rupanya
dulu Pak AR juga sudah melaksanakan dakwah kultural

Anda mungkin juga menyukai