Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN POST NATAL CARE

DI RUANG NURI RS BHAYANGKARA


MAKASSAR

OLEH :
ABDUL AZIZ DJAUHAR
( 4120012)

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa

beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam

setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya

pada waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal pada saat sebelum

hamil (Marmi, 2012). Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post partum ibu

mengalami perubahan sistem reproduksi dimana ibu mengalami proses

pengerutan pada uterus setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos

uterus. Perubahan adaptasi psikologis adanya rasa ketakutan dan kekhawatiran

pada ibu yang baru melahirkan. Hal ini akan berdampak kepada ibu yang berada

dalam masa nifas menjadi sensitif (Kirana, 2015).

Menurut World Health Organitation (WHO) tahun 2015, menyatakan setiap menit

seorang ibu melahirkan meninggal karena beberapa komplikasi saat melahirkan.

1.400 perempuan yang meninggal lebih dari satu tahun karena kehamilan berkisar

50.000 perempuan yang meninggal pada saat persalinan dan nifas. Angka

Kematian Ibu (AKI) di negara ASEAN lainnya, seperti di Thailand pada tahun 2014

adalah 44/100.000 kelahiran hidup, di Malaysia 39/100.000 kelahiran hidup dan

Singapura 6/100.000 kelahiran hidup (Herawati,2016).


terdapat angka kasus kematian ibu sebesar 87,02 %. Kematian maternal paling

banyak adalah setelah masa melahirkan sebesar 49,12 %, selanjutnya pada

waktu melahirkan sebesar 23,89 %. Berdasarkan data dari bidang pelayanan

kesehatan (Yankes) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Barat pada

tahun 2017, angka kasus kematian ibu sebesar 74,97 % dan meningkat menjadi

86,21 % kelahiran hidup pada tahun 2017 (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera

Barat, 2017).

Masalah kesehatan fisik dan psikis pada ibu hamil, bersalin, nifas, dan ibu

menyusui juga termasuk resiko dalam kehamilan dan persalinan yang mungkin

timbul dan mempunyai efek yang bermakna terhadap kualitas hidup ibu. Seorang

ibu yang mengalami kehamilan pada saat yang sudah diperkirakan akan

mengalami proses persalinan. Proses persalinan merupakan keadaan yang

melelahkan secara fisik dan psikis sehingga masa post partum dapat berdampak

bagi kualitas hidup ibu diantaranya mengalami robekan perineum. Robekan

perineum baik secara alami maupun episiotomi, bisa mengakibatkan gangguan

fungsi otot dasar panggul, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup ibu setelah

melahirkan. Ibu menjadi tidak mampu mengontrol BAK dan BAB karena beberapa

saraf atau bahkan otot yang terputus. Peregangan dan robekan yang terjadi akibat

dari episiotomi atau tidak dilakukan episiotomi pada jalan lahir selama proses

persalinan dapat melemahkan otot-otot dasar panggul (Bobak, 2012).

Pada persalinan, tindakan episiotomi sering dilakukan untuk mengendalikan

robekan pada jalan lahir sehingga memudahkan penyembuhan luka karena lebih
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa

beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam

setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya

pada waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal pada saat sebelum

hamil (Marmi, 2012). Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan,

waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya

anggota keluarga baru. (Mitayani, 2011). Post Partum adalah masa setelah

keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan

secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati,

2010).

Episiotomi adalah insisi yang dibuat pada vagina dan perineum untuk

memperlebar bagian lunak jalan lahir sekaligus memperpendek jalan lahir.

Robekan perineum atau ruptur terjadi pada hampir setiap

persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada

seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan terjadi ketika

kepala janin keluar. Luka-luka biasanya ringan tetapi juga terjadi luka yang luas

dan berbahaya. Dari jahitan perineum tadi pasti menimbulkan rasa nyeri. Nyeri

dapat terjadi pada hari pertama sampai hari ke empat post episiotomi karena
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010). Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada

perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput

dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit

sebelah depan perineum (Prawirahardjo, 2012).

Post partum dengan episiotomi adalah suatu masa yang dimulai setelah partus

selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada waktu persalinan dilakukan

tindakan insisi pada perineum yang bertujuan untuk melebarkan jalan lahir dan

memudahkan kelahiran. Nyeri perineum (perineal pain) didefinisikan sebagai nyeri

yang terjadi pada badan perineum (perineal body), daerah otot dan jaringan

fibrosa yang menyebar dari simpisis pubis sampai ke coccygisoleh krena adanya

robekan yang terjadi baik di sengaja maupun yang ruptur spontan. Kondisi nyeri ini

dirasakan ibu berbeda dengan nyeri lainnya. Nyeri perineum cenderung lebih jelas
2.1 Anatomi dan fisiologi
2.1.1 Anatomi Organ Reproduksi Wanita
a. Organ Generatif Interna

Gambar 2.2.1 Organ Reproduksi Interna Pada

Wanita (Sumber: Wiknjo

Sastro,2002).

Keterangan:

1) Vagina

Vagina merupakan jaringan membran muskulo membranosa berbentuk tabung

yang memanjang dari vulva ke uterus berada diantara kandung kemih dianterior
2) Uterus

Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding tebal yang

sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Berfungsi untuk implantasi,

memberi perlindungan dan nutrisi pada janin, mendorong keluar janin dan

plasenta pada persalinan serta mengendalikan pendarahan dari tempat

perlekatan plasenta.

Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri atas

dua bagian yaitu bagian atas berbentuk segitiga yang merupakan badan

uterus yaitu korpus dan bagian bawah berbentuk silindris yang merupakan

bagian fusiformosis yaitu serviks. Saluran ovum atau tuba falopi bermula dari

kornus (tempat masuk tuba) uterus pada pertemuan batas superior dan lateral.

Bagian atas uterus yang berada diatas kornus disebut fundus. Bagian uterus

dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup langsung oleh peritoneum, namun

merupakan tempat pelekatan dari ligamentum latum. Titik semu serviks dengan

korpus uteri disebut isthmus uteri.

Bentuk dan ukuran bervariasi serta dipengaruhi usia dan paritas

seorang wanita. Sebelum pubertas panjangnya bervariasi antara 2,5-3,5 cm.

Uterus wanita nulipara dewasa panjangnya antara 6-8 cm sedang pada wanita

multipara 9-10 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70

gram, sedangkan pada wanita yang belum pernah melahirkan 80 gram atau

lebih. Pada wanita muda panjang korpus uteri kurang lebih setengah panjang

serviks, pada wanita nulipara panjang keduanya kira-kira sama. Sedangkan


Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah sempit

disebut dengan kanalis servikalis yang berbentuk fusiformis dengan lubang

kecil pada kedua ujungnya, yaitu ostium interna dan ostium eksterna. Setelah

menopause uterus mengecil sebagai akibat atropi miometrium dan endometrim.

Istmus uteri pada saat kehamilan diperlukan untuk pembentukan segmen

bawah rahim. Pada bagian inilah dinding uterus dibuka jika mengerjakan

section caesaria trans peritonealis profunda.

Suplay vaskuler uterus terutama berasal dari uteri aterina dan arteri

ovarika. Arteri uterina yang merupakan cabang utama arteri hipogastrika

menurun masuk dasar ligamentum latum dan berjalan ke medial menuju sisi

uterus. Arteri uterina terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu arteri serviko

vaginalis yang lebih kecil memperdarahi bagian atas serviks dan bagian atas

vagina. Cabang utama memperdarahi bagian bawah serviks dan korpus uteri.

Arteri ovarika yang merupakan cabang aorta masuk dalam ligamentum latum

melalui ligamentum infundibulopelvikum. Sebagian darah dari bagian atas

uterus, ovarium dan bagian atas ligamentum latum.dikumpulkan melalui vena

yang didalam ligamentum latum, membentuk pleksus pampiniformis yang

berukuran besar, pembuluh darah darinya bernuara di vena ovarika.

Vena ovarika kanan bermuara ke vena cava, sedangkan vena ovarika kiri

bermuara ke vena renalis kiri.

Persyarafan terutama berasal dari sitem saraf simpatis, tapi sebagian

juga berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis. Cabang-cabang dari


pleksus ini mensyarafi uterus, vesika urinaria serta bagian atas vagina dan

terdiri dari serabut dengan maupun tanpa myelin. Uterus disangga oleh jaringan

Ligamentum latum meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak

banyak mengandung jaringan ikat. Ligamentum infundibolupelvikum merupakan

ligamentum yang menahan tuba falopi yang berjalan dari arah infundibulum ke

dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran limfe, arteria dan

vena ovarika. Ligamentum kardinale mencegah supaya uterus tidak turun,

terdiri atas jaringan ikat yang tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina

ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah

antara lain vena dan arteria uterine. Ligamentum uterosakrum menahan uterus

supaya tidak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan ke

arah os sacrum kiri dan kanan, sedang ligamentum rotundum menahan uterus

antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah ingunal

kiri dan kanan.

3) Serviks Uteri

Serviks merupakan bagian uterus yang terletak di bawah isthmus di

anterior batas atas serviks yaitu ostium interna, kurang lebih

tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih.

Ostium eksterna terletak pada ujung bawah segmen vagina serviks yaitu

portio vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam pada

waktu persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk tak

beraturan, noduler, atau menyerupai bintang.


Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri dari

jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah. Selama kehamilan dan

persalinan, kemampuan serviks untuk meregang merupakan akibat pemecahan

kolagen.Mukosa kanalis servikalis merupakan kelanjutan endometrium.

Mukosanya terdiri dari satu lapisan epitel kolumner yang menempel pada

membran basalis yang tipis.

4) Korpus Uteri

Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu endometrium,

miometrium dan peritoneum.

a) Endometrium

Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus, berupa lapisan

mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak

hamil. Endometrium berupa membran tipis berwarna merah muda,

menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat akan terlihat

ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu muara kelenjar uterine.

Tebal endometrium 0,5-5 mm.Endometrium terdiri dari

epitel permukaan, kelenjar dan jaringan

mesenkim antar kelenjar yang didalamnya terdapat banyak

pembuluh darah. Kelenjar uterine berbentuk tubuler dalam keadaan

istirahat menyerupai jari jemari dari sebuah sarung tangan.

Sekresi kelenjar berupa suatu cairan alkalis encer yang berfungsi

menjaga rongga uterus tetap lembab.


b) Miometrium

muskuler. Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar

uterus, terdiri kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan

banyak serabut elastin di dalamnya. Selama kehamilan

miometrium membesar namun tidak terjadi perubahan berarti pada

otot serviks. Dalam lapisan ini tersusun serabut otot yang terdiri

atas tunikla muskularis longitudinalis eksterna, oblique media,

sirkularis interna dan sedikit jaringan fibrosa.

c) Peritonium

Peritoneum merupakan lapisan serosa yang menyelubungi uterus,

dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah di atas

kandung kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum berubah

arah sedemikian rupa membentuk ligamentum latum.

b. Organ Generatif Eksterna

Gambar 2.2.2. Organ Reproduksi Eksterna Pada


Wanita ( Sumber: Wiknjo Sastro, 2002)
Keterangan :

1) Mons Veneris

Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis.Pada wanita dewasa

ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas atasnya melintang

sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan

paha.

2) Labia Mayora (bibir-bibir besar)

Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi jaringan

lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah dan belakang

kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.

3) Labia Minora (bibir-bibir kecil)

Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Ke

depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris preputium

klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis.Ke belakang kedua bibir kecil

bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil

mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf yang menyebabkan bibir

kecil sangat sensitif dan dapat mengembang.

4) Klitoris

Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium

klitoridis, terdiri atas glans klitoridis , korpus klitoridis, dan dua krura yang

menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang

dapat mengembang , penuh urat saraf dan amat sensitif.


5) Vulva

Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan dibatasi

dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan dibelakang oleh

perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis. Di vulva 1-1,5 cm di bawah

klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk

membujur 4-5 mm dan .tidak jauh dari lubang kemih di kiri dan kanan bawahnya

dapat dilihat dua ostia skene. Sedangkan di kiri dan bawah dekat fossa

navikular terdapat kelenjar bartholin, dengan ukuran diameter ± 1 cm terletak

dibawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5-2 cm

yang bermuara di vulva. Pada koitus kelenjar bartolin mengeluarkan getah

lendir.

6) Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra

Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-4 cm,

lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah, sebagian

tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina. Saat

persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah arkus pubis, tetapi bagian

bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan timbul

hamatoma vulva atau perdarahan.

7) Introitus Vagina

Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara (hymen). Himen

mempunyai bentuk berbeda – beda.dari yang semilunar (bulan sabit) sampai

yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya (septum); konsistensi nya

dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis (lubang selaput
Robekan terjadi pada tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara.

Sesudah persalinan himen robek pada beberapa tempat.

8) Perineum

Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm.

2.1.2Fisiologi

Sistem reproduksi dan struktur terkait pasca partum :

a. Adaptasi Fisiologi Pada Post Partum

1) Proses Involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan

disebut involusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi

otot-otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris

tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada

promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu beratnya

kira-kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm diatas

umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam

fundus normal berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis fubis.

Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi,

beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350 gr, enam minggu

berikutnya mencapai 60 gr (Bobak,2004:493).

2) Konstraksi Uterus

Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga

adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis


dan pembentukan pembekuan. Hormon desigen dilepas dari kelenjar

hipofisis untuk memperkuat dan mengatur konstraksi. Selama 1-2 jam I

pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak

teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus biasanya

disuntikkan aksitosan secara intravena atau

intramuscular diberikan setelah plasenta lahir (Bobak, 2004: 493).

3) Tempat Plasenta

Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan

trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan

bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan

pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut

yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan

memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan

memungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang.

Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum,

kecuali bekas tempat plasenta (Bobak, 2004: 493).

4) Lochea

Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula

berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas

mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir,

jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah

maksimal yang keluar selama menstruasi. Lochea rubra mengandung

darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur

menjadi merah muda dan coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). lochea

serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris
hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih ( lochea

alba). Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum

dan bakteri. Lochea alba bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir

(Bobak, 2004: 494).

5) Serviks

Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum, serviks

memendek dan konsistensinya lebih padat kembali kebentuk semula. Muara

serviks berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan, menutup bertahap 2 jari

masih dapat dimasukkan Muara serviks hari keempat dan keenam

pascapartum (Bobak, 2004: 495).

6) Vagina dan Perinium

Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mucosa

vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan

kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi

lahir . Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak,

2004:495).

7) Payudara

Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama

wanita hamil (estrogen, progesteron, human chrorionic gonadotropin,

prolaktin, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga

atau keempat pascapartum terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara

bengkak, keras,nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh

darah menimbulkan rasa hangat). Pembengkakan dapat hilang dengan,


teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah dari

hari kehari. Sebelum laktasi dimulai, payudara terasa lunak dan keluar cairan

kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi

dimulai, payudara terasa hangat dan keras waktu disentuh. Rasa nyeri akan

menetap selama 48 jam, susu putih kebiruan

(tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu

(Bobak, 2004:498).

8) Laktasi

Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-

kelanjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses ini timbul setelah ari-ari

atau plasenta lepas. Ari-ari mengandung hormon penghambat prolaktin

(hormon placenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah ari-ari

lepas ,hormone placenta tak ada lagi sehingga terjadi produksi ASI.

Sempurnanya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun sebelumnya di

payudara sudah terbentuk kolostrum yang bagus sekali untuk bayi, karena

mengandung zat kaya Gizi dan antibodi pembunuh kuman.

9) Sistem Endokrin

Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta latogen

(HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase membalik efek

diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada masa

puerperium. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat

pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita yang

menyusui pascapartum hari ke-17 (Bobak, 2004: 496).


10) Sistem Urinarius

Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut

menyebabkan peningkatan fungís ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid

setelah wanita melahirkan akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama

masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan

setelah wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra dan kandung kemih

selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati hiperemis dan

edema. Kontraksi kandung kemih biasanya akan pulih dalam 5-7 hari setelah

bayi lahir (Bobak, 2004:497-498).

11) Sistem Cerna

Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi

makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap

selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Buang air besar secara

spontan bisa tertunda selama tiga hari setelah ibu melahirkan yang

disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan

pada awal masa pasca partum. Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium

akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2004: 498).

12) Sistem Kardiovaskuler

Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya turun

sampai mencapai volume sebelum hamil. Denyut jantung, volume sekuncup

dan curah jantung meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan

meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena darah melewati sirkuit

uteroplasenta kembali ke sirkulasi umum. Nilai curah jantung normal


13) Sistem Neurologi

Perubahan neurologi selama puerperium kebalikan adaptasi neourologis

wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa

baal dan kesemutan pada jari dialami 5% wanita hamil biasanya hilang

setelah anak lahir. Nyeri kepala pascapartum disebabkan hipertensi akibat

kehamilan , strees dan kebocoran cairan serebrospinalis. Lama nyeri kepala

1-3 hari dan beberapa minggu tergantung penyebab dan efek pengobatan.

14) Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil berlangsung

terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi membantu relaksasi dan

hipermeabilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran

rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita

melahirkan (Bobak, 2004: 500-501).

15) Sistem Integumen

Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan

berakhir; hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak menghilang seluruhnya

setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha, dan

panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh

darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang

sebagai respon penurunan kadar estrogen.Pada beberapa wanita spider

nevi bersifat menetap (Bobak, 2004: 501-502).


b. Adaptasi Psikologis Post Partum

Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologis post partum dibagi

menjadi beberapa fase yaitu :

1) Fase Taking In ( dependent)

Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana ibu

membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien sangat

ketergantungan.

2) Fase Taking Hold (dependent- independent)

Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada

minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima

pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu

membutuhkan banyak sumber informasi.

3) Fase Letting Go (independent)

Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah kelahiran,

dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal.

2.2 Klasifikasi

2.2.1Klasifikasi Episiotomi

Menurut Arief Mansjoer dalam buku Kapita selekta Kedokteran 2001 klasifikasi

episiotomi yaitu :

a. Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki,

penyembuhan lebih baik, dan jarang menimbulkan dispareuni. Episiotomi jenis

ini dapat menyebabkan ruptur perinei totalis.


b. Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisi yang banyak

digunakan karena lebih aman.

c. Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan sedikit

relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak, dan sukar direparasi.

2.4. Patofisiologi

Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang lama: gawat

janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif dan gawat ibu

(perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis sempit). Persalinan

dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat menyebabkan

menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana ibu akan merasa

cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan resti konstipasi.

Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan resiko

defisit volume cairan. Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi apabila tidak

dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin besar

mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi infeksi. Ibu

dengan persalinan dengan episiotomi setelah 6 minggu persalinan ibu

berada dalam masa nifas. Saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis

dan psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi

uterus kontraksi. Kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat.

Dikatakan adekuat apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya

perubahan involusi yaitu proses pengembalian uterus ke dalam bentuk

normal yang dapat menyebabkan nyeri/ mules, yang prosesnya

mempengaruhi syaraf pada uterus. Setelah melahirkan ibu mengeluarkan


2.3 Manifestasi Klinis

a. Laserasi Perineum

Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan

didefinisikan berdasarkan kedalaman robekan :

1) Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan)

2) Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum)

3) Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari)

4) Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior)

b. Laserasi Vagina

Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina ce nderung

mencapai dinding lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat

mencapai levator ani.

c. Cedera Serviks

Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar.

Laserasi serviks akibat persalinan Laserasi serviks akibat

persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksterna, kebanyakan

dangkal dan pendarahan minimal (Bobak,2004: 344-345).

2.4 Penatalaksanaan

a. Perbaikan Episiotomi

1) Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada

tanda infeksi dan pendarahan sudah berhenti, lakukan

penjahitan.

47
2) Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan

debridemen dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai

pasien bebas demam dalam 48 jam (Prawirohardjo, 2002).

b. Perawatan luka episiotomi di rumah sakit

Perawatan luka episiotomi pada jam- jam pertama setelah

bersalin, biasanya dilakukan setelah mengkaji stabilitas fisik ibu,

dan untuk 2 jam berikutnya perawatan luka episiotomi dilakukan

setelah buang air kecil, buang air besar, ataupun pada saat

personal higiene.

Menurut Sulistyawati (2009), handscoen DTT (Desinfeksi Tingkat

Tinggi) juga dapat digunakan dalam melakukan perawatan luka

perineum sebagai pengganti bila tidak tersedia handscoen steril

yang baru. Persiapan pasien, perawat maupun bidan memberikan

penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan, kemudian

menutup pintu/jendela atau di pasang sampiran untuk menjaga

privasi pasien.

Langkah-langkah tindakan perawatan luka episiotomi adalah

sebagai berikut:

1) Menjelaskan prosedur kepada pasien

2) Menempatkan alat ke dekat pasien

3) Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

4) Mencuci tangan kemudian memakai handscoen bersih/pinset

lepaskan balutan
5) Observasi karaktersitik dan jumlah drainase pada balutan
6) Pinset yang tidak steril diletakkan di bengkok

7) Luka dikeringkan dengan depress /kassa steril

8) Lalu di beri obat salep / antiseptik lalu ditutup dengan pembalut

9) Sarung tangan dilepas

10) Rapikan alat dan pasien

11) Mencuci tangan

12) Dokumentasikan : karakteristik

luka (Rosyidi, 2013)

c. Penatalaksanaan Nyeri Post Episiotomi

Penatalaksanaa nyeri dibagi menjadi dua yaitu dengan

farmakologi dan nonfarmakologi. Penatalaksanaan

nonfarmakologi terdiri dari berbagai tindakan mencakup intervensi

perilaku dan kognitif menggunakan agen- agen fisik (Bernatzky,

2011). Pemberian melakukan intervensi dengan teknik

nonfarmakologi merupakan tindakan independen dari seorang

perawat dalam mengatasi respon nyeri klien (Andarmoyo, 2013).

Manageman secara non farmakologis lebih aman diterapkan

karena mempunyai risiko yang lebih kecil, tidak menimbulkan efek

samping serta menggunakan proses fisiologis (Bobak 2014).

Salah satu cara penanganan nyeri non farmakologi dengan

pemberian kompres dingin. Kompres dingin merupakan suatu

prosedur menempatkan suatu benda dingin pada tubuh bagian

luar. Dampak fisiologisnya adalah vasokontriksi pada pembuluh

darah, mengurangi rasa nyeri dan menurunkan aktivitas ujung


2.5 Komplikasi

a. Pendarahan

Karena proses episiotomy dapat mengakibatkan terputusnya

jaringan sehingga merusak pembuluh darah terjadilah

pendarahan.

b. Infeksi

Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomy berhubungan

dengan ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.

c. Hipertensi

Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan

mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi

komplikasi sekitar 7% sampai 10% seluruh kehamilan.

d. Gangguan Psikososial

Kondisi psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan

menghambat ikatan emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi

dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.


ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan

dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga

akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.

1. Data Subjektif

a. Biodata yang mencakup identitas pasien menurut Anggraini

(2010), meliputi :

1) Nama : Untuk mengetahui nama jelas dan lengkap, bila

perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam

memberikan penanganan.

2) Umur : Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko

seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum

matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur

lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan

dalam post partum. Untuk respon nyeri, umur juga

mempengaruhi karena pada umur anak-anak belum bisa

mengungkapkan nyeri, pada umur orang dewasa kadang

melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami

kerusakanfungsi.
3) Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk

membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.

4) Suku Bangsa : Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan

sehari- hari. Orang belajar dari budayanya, bagaimana

seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti

suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah

akibat yang harus diterima karena mereka melakukan

kesalahan, jadi mereka tidak megeluh jika ada nyeri.

5) Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan keperawatan untuk

mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga

perawat dapat memberikan konseling sesuai dengan

pendidikannya. Bila pasien memiliki pengetahuan yang baik

terhadap perawatan luka maka luka akan sembuh pada hari ke

tujuh setelah persalinan dan bila tidak dirawat dengan baik

maka akan terjadi infeksi pada pasien post partum.

6) Pekerjaan : Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial

ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien

tersebut.

7) Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah

bila diperlukan.

b. Keluhan utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan

masa nifas, misalnya pasien merasa kontraksi, nyeri pada jalan

lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati, 2010).


ibu post partum dengan luka perawatan episiotomi adalah nyeri

dibekas luka jahitan (Bobak, 2005).

c. Riwayat Kesehatan

Menurut Ambarwati (2010), riwayat kesehatan meliputi :

1) Riwayat kesehatan yang lalu

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : Jantung, diabetes

mellitus, hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi pada

masa post partum ini.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya

dengan masa post partum dan bayinya.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan

pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang

menyertainya, mengetahui apakah ada riwayat penyakit

menurun seperti asma, jantung, DM dan hipertensi dan

penyakit menular seperti asma / TBC (Prawirohardjo, 2005).

d. Riwayat Menstruasi

Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi,

lamanya menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur / tidak

menstruasinya,
sifat darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit waktu

menstruasi disebut disminorea (Estiwidani, 2008).

e. Riwayat Perkawinan

Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah,

berapa kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia

berapa, lama perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum

(Estiwidani, 2008).

f. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran, riwayat

persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran,

lamanya melahirkan, dan cara melahirkan.

g. Riwayat Keluarga Berencana

Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan

kontrapsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama

menggunakan kontrasepsi serta


h. Riwayat Kehamilan Sekarang

Menurut Saifuddin (2006),

meliputi :

1) Hari pertama, haid terakhir serta kapan taksiran persalinannya

2) Keluhan-keluhan pada trisemester I, II, III.

3) Dimana ibu biasa memeriksakan kehamilannya.

4) Selama hamil berapa kali ibu periksa

5) Penyuluhan yang pernah didapat selama kehamilan

6) Pergerakana anak pertama kali dirasakan pada kehamilan

berapa minggu

7) Imunisasi TT : sudah / belum imunisasi, berapa kali telah

dilakukan imunisasi TT selama hamil.

i. Riwayat Persalinan Sekarang

Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis

kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan.

Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan

mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa

nifas saat ini (Anggraini, 2010).

j. Pola Kebiasaan Selama Masa Post Partum

1) Nutrisi

Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan

diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin

yang cukup serta serat-serat makanan yang cukup, sehingga

proses
penyembuhan luka episiotomi lebih cepat. Ibu dianjurkan untuk

minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. Mengkonsumsi zat besi

setidaknya selama 90 hari post partum (Saifuddin, 2006)

2) Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air

besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta

kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah

(Ambarwati, 2010). Pada ibu post partum dengan perawatan

luka episiotomi biasanya buang air besar secara spontan akan

tertunda 2 – 3 hari setelah melahirkan karena tonus otot usus

menurun selama proses persalinan, pada saat buang air kecil

juga akan merasakan nyeri pada luka episiotomy (Bobak,

2005).

3) Istirahat / tidur

Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam

pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan

mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang. Istirahat

sangat penting bagi ibu post partu karena dengan istirahat yang

cukup dapat mempercepat penyembuhan (Anggraini, 2010).

4) Keadaan psikologis

Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang, apakah ibu

merasa takut atau cemas dengan keadaan sekarang

(Nursalam, 2008).

5) Riwayat Sosial Budaya


dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan

menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada post

partum misalnya pada kebiasaan makan dilarang makan ikan

atau yang amis-amis (Anggraini, 2010).

6) Penggunaan obat-obatan / rokok

Untuk mengetahui apakah ibu mengkonsumsi obat terlarang

ataukah ibu merokok (Manuaba, 2007).

c) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan

untuk mendukung penegakan diagnosa, yaitu pemeriksaan

laboratorium, rontgen, ultrasonografi, dan lain-lain

(Nursalam, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jahitan luka episiotomi.
b. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau kerusakan kulit.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang perawatan post partum.
d. Risiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan penurunan
masukan/pergantian tidak adekuat, peningkatan haluaran urine dan
kehilangan tidak kasat mata meningkat misalnya perdarahan.
e. Perubahan pola eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis.
f. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas
fisik nyeri saat defekasi
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo

Ai Yeyeh, Rukiyah, dkk. et al.(2010).Asuhan Kebidanan 1. Jakarta: CV. Trans


InfoMedia.

Ambarwati, E,R,Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika

Andarmoyo, Sulistyo. 2013.Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-

Ruzz
Media

Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka

Rihama APN, (2014). Buku Acuan Persalinan Normal. JNPK-KR: Jakarta

Ari Sulistyawati, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas, ANDI.
Yogyakarta

Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:

EGC Depkes 2017. Pusat Data Dan Informasi Profil Kabupaten Kota Sumatera

Barat. Online
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_20
17/13 71_Sumbar_Kota_Padang_2017.pdf

Diagnosa Nanda Nic Noc. 2007-2008.

Estiwidani dkk. (2008). Konsep Kebidanan. Yogjakarta: Fitramaya.

Kirana, 2015. Hubungan Tingkat Kecemasan Post Partum Dengan Kejadian Post
Partum Blues Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Ilmu Keperawatan.
Volume Iii, No. 1 April-2015

Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.

Manuaba,IAC.,IBagus,danIBGde.2010.IlmuKebidanan,PenyakitKandungandanKBu
ntukPe ndidikanBidan.Edisikedua.Jakarta:EGC

Marmi. 2012. Asuan Kebidanan Pada Masa Nifas “ Peurperium Care”.


Yogyakarta pustaka pelajar.

Morison, M. J. (2004). Manajemen Luka. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai