SISTEM PERTANAHAN
DI INDONESIA
ARA - 405 ARSITEKTUR KOTA
Sistem pengaturan penguasaan lahan di masa kolonial dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua)
kategori berdasarkan hukum yang diberlakukan, yaitu :
sistem hukum tanah administrasi pemerintah Belanda dan perdata Hindia
Belanda;
Hak menguasai dari Negara, yang bersumber pada Hak Bangsa dan beraspek
hukum publik semata. Pelaksanaan sebagai kewenangannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain dalam bentuk Hak Pengelolaan
Sedangkan di negara berpaham sosialis, lahan tidak dimiliki oleh perorangan, tetapi dimiliki
oleh pemerintah, rakyat hanya diijinkan untuk memakainya pada fungsi tertentu sesuai dengan
fungsi yang sudah ditentukan. Apabila pemerintah memerlukan lahan tersebut untuk kepentingan
umum, maka pengambilalihan akan lebih mudah dilaksanakan.
Di negara Indonesia yang tidak menganut paham keduanya, lahan merupakan komoditi yang
dapat diperjual belikan, dan mekanisme nya, pada prakteknya dikendalikan oleh pasar. Lahan
diperbolehkan untuk dimiliki secara individu, sehingga apabila pemerintah memerlukan lahan untuk
kepentingan umum, maka pengambilalihan harus dilakukan oleh panitia pembebasan lahan, dengan
memberi ganti rugi. Pembebasan lahan dengan status lahan hak milik, amat sulit dilakukan, dan
memakan waktu yang sangat lama.
Pembagian Lahan
Proses sebuah bidang tanah dimiliki oleh seseorang secara individual, adalah dengan
mendaftarkannya kepada BPN. Sebelumnya lahan di survey ke lokasi, kemudian
dilakukan pengukuran tanah pada batas kepemilikan tanah. Karena sifatnya yang
negatif, kepemilikan tanah tersebut tidak ditinjau dahulu kepemilikannya, karena sistem
kepemilikan yang berlaku di Indonesia, yaitu tanah pada umumnya merupakan tanah
adat yang tidak memiliki sertifikat.
Dengan sistem kepemilikan yang tidak jelas, seringkali sebidang tanah memiliki lebih dari
satu sertifikat, tanah di klaim oleh beberapa pihak yang merasa berhak atas sebidang
tanah tersebut.
Dalam hal ini pihak BPN atau Pemerintah tidak bertanggung jawab atas terbitnya lebih
dari satu sertifikat pada sebidang tanah yang sama. Sengketa yang terjadi antara
pihak-pihak yang mengklaim tanah tersebut, diselesaikan sendiri di pengadilan, tanpa
intervensi BPN sebagai pihak yang menerbitkan sertifikat tanah. Pihak yang memiliki
bukti-bukti yang paling kuat, tentunya akan memenangkan sengketa tersebut di
pengadilan.
Pembagian Lahan
Standar kepemilikan lahan yang boleh dimiliki rakyat Indonesia, tidak diatur besarannya,
dan tidak ada standar luas minimal dan maksimal lahan yang berkaitan dengan dimana
lokasi lahan itu berada. Sehingga luas kapling di dalam kota sangat beragam luasnya,
seseorang boleh memiliki kavling yang besar/luas sekali di pusat kota.
Dan sebaliknya juga dengan besaran kavling di pinggiran kota, seseorang boleh memiliki
lahan dengan luas kecil di tepi jalan arteri primer.
Pola pembagian tanah di perkotaan terjadi secara organik atau terencana, secara
organik yaitu mengikuti pola alam kontur pada bukit, atau bentuk pantai, atau bentuk
sungai, atau mengikuti pola kebun, atau pola sawah.
Sumber : https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/K2963idufYBzT3-xGxjJxBwTDw0=/1231x710/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3138128/original/045298300_1590636790-20200528-Guangxi-3.jpg
Pola pembagian tanah secara terencana yaitu lahan dibebaskan oleh
pengembang, dan ditata kembali sesuai dengan kaidah pola arsitektur, yaitu
pola grid, atau lainnya yang dituangkan ke dalam master plan.
Sumber : Sumber :
https://i2.wp.com/heritagecalling.com/wp-content/uploads/2016/02/aerial-view-of-letchworth.jpg?resiz https://images.bisnis-cdn.com/thumb/posts/2020/03/31/1220336/antarafoto-alokasi-anggaran-peruma
e=640%2C427&ssl=1 han-bersubsidi-31012020-lmo-3.jpg?w=600&h=400
Kavling/persil/petak tanah
Kavling diartikan sebagai bagian tanah yang sudah dipetak-petak dengan
ukuran tertentu untuk bangunan atau tempat tinggal. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia 2001). Batas kavling dapat berupa batas fisik alam, atau batas fisik
buatan manusia.