Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ETIKA DAN HUKUM KEPERAWATAN

Disusun untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah etika dan hukum keperawatan
Dosen pengampu : Haryani,SST.,M.Kes

Disusun

Oleh ;
Irwin Rahadi
NIM:010SYE20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN JENJANG D3 KEPERAWATAN
2021

i
Kata Pengantar

Assalamu alaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan rahmat -
Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah “Etika dan hukum keperawatan” ini 
Sholawat serta salam selalu tercurahkan buat Rasulullah SAW yang telah mengubah zaman
sehingga kita bisa menentukan yang hak dan yang bathil.
Dengan adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam pembelajaran kita dan
bisa menyelesaikan masalah-masalah, yang khususnya dalam ruang lingkup etika dan hukum
keperawatan.Disamping itu penulis menyadari bahwa mungkin terdapat banyak kesalahan
baik dari penulisan ataupun dalam penyusunannya yang tidak penulis ketahui.        

                                                                       MIdang,17 Mei 2021

                                                                                    
                                             

   Irwin Rahadi

ii
DAFTAR ISI

Cover Makalah..........................................................................................i
Kata Pengantar..........................................................................................ii
Daftar isi......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakanag ............................................................................1
B. Tujuan penulisan............................................................................2
C. Metode penulisan...........................................................................2
D. Sistematika penulisan....................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Beberapa devinisi...........................................................................4
B. Jenis-Jenis kelalaian.....................................................................5
C. Liabilitas dalam praktek keperawatan........................................5
D. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan..... 6
E. Tanggung jawab profesi keperawatan.........................................7
F. Beberap bentuk bentuk kelalaian praktek keperawatan..........8
G. Dampak kelalaian .........................................................................9
H. Devinisi patient safety...................................................................9
I. Tujuan patient safety....................................................................10

BAB III PEMBAHASAN


A. Tujuan.............................................................................................20
B. Analisa kasus..................................................................................21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................27
B. Saran................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat merupakan aspek penting dalam pembangunan kesehatan. Perawat merupakan
salah satu tenaga kesehatan yang diatur dalam PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan. Bahkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, tenaga perawat merupakan
jenis tenaga kesehatan terbesar yang dalam kesehariannya selalu berhubungan langsung
dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.

Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu
tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek
keperawatan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge
yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat
langsung.

Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi


praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan
masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna
mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata
lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.

Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan


berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul
beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian
inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan.
Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan lainnya
yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada
masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah

1
seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek
keperawatan lainnya.

Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran praktek keperawatan,


dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya yang seharusnya mereka lakukan pada
tingkatannya, lalai atau tidak mereka lakukan. Kelalaian ini berbeda dengan malpraktek,
malpraktek merupakan pelanggaran dari perawat yang melakukan kegiatan yang tidak
seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka lakukan.

Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik ataupun bentuk pelanggaran
hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian itu dapat timbul, maka yang penting adalah
bagaimana menyelesaikan masalah kelalaian ini dengan memperhatikan dari berbagai sudut
pandang, baik etik, hukum, manusianya baik yang memberikan layanan maupun penerima
layanan. Peningkatan kualitas praktek keperawatan, adanya standar praktek keperawatan dan
juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan adalah hal penting.

Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok membahas beberapa hal yang
berkaitan dengan kelalaian, baik ditinjau dari hukum dan etik keperawatan, disamping itu
juga kelompok membahas bagaimana dampak dan bagaimana mencegah serta melindungi
klien dari kelalaian praktek keperawatan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah mahasiswa dapat memahami
kelalaian dalam bidang keperawatan dilihat dari dimensi etik dan dimensi hukum. Dan secara
khusus mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian, kriteria dan unsur-unsur terjadinya
kelalaian, disamping itu juga dapat menjelaskan dampak yang terjadi dengan adanya
kelalaian serta bagaimana mencegah terjadinya kelalaian dalam praktek keperawatan.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dengan membuat kasus yang sering terjadi di ruang rawat
keperawatan dan membahasnya, kemudian kelompok mendiskusikannya dengan
menganalisa sebuah studi kasus kemudian menghubungkannya dengan aspek legal etik
keperawatan..

2
D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah kelompok ini terdiri dari empat bab, yang terdiri dari:

Bab I, pendahuluan ; yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan, Bab II, tinjauan teoritis yang terdiri dari ; Definisi kelalaian, Jenis-
jenis kelalaian, Liabilitas dalam keperawatan, Dasar hukum perundangan-undangan
keperawatan, Tanggung jawab profesi perawat, Beberapa bentuk kelalaian dalam
keperawatan, Dampak kelalaian, Definisi patient safety, Tujuan patient safety, Langkah-
langkah pelaksanaan patient safety, Aspek hukum terhadap patient safety, Manajemen
patient safety, Sistem pencatatan dan pelaporan paient safety, Monitoring dan evaluasi
patient safety Bab III Pembahasan, di bab ini akan dibahas kasus tentang pasien jatuh akibat
kelalaian petugas kesehatan dan tingkat kelengkapan dan keamanan fasilitas sarana pasien,
serta mencoba untuk menganalisa dari kasus tersebut berkaitan dengan prinsip legal etis
dalam keperawatan. Bab IV merupakan penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Beberapa Definisi
1. Hukum dalam keperawatan
Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum, sedangkan
etika adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah non hukum, yaitu kaidah-
kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi, 2007).

Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi yang penting
adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang hukum dalam keperawatan
adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum keperawatan yang
rasionalogic dan dapat dipertanggung jawabkan.

Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:

a. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek perawatan apa yang
legal dalam merawat pasien.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
c. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan keperawatan
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan membuat perawat
akontabilitas dibawah hukum yang berlaku.

2. Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.

Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar
sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).

Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya


dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan
dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang

4
perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan
yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
di lingkungan yang sama.

B. Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:

1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak,
misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang memadai/tepat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat
Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur

3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan


kewajibannya.
Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan
dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:

1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang
setidaknya menurunkan “Proximate cause”

C. Liabilitas dalam praktek keperawatan


Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau
kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain

5
mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan
tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang
dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.

Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan


sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan
dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam
keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain
disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.

Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan.

D. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.


Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek
keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:

1. Undang – undang No.38 tahun 2014 registrasi,, izin praktik, dan registrasi ulang
pada bagian kedua pasal 18, pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 24, pasal 25, dan pasal 27.
2. Undang – undang No.38 tahun 2014 tentang praktik keperawatanbbagian kesatu
pasal 28 umum, bagian kedua pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 35.
3. Undang-undang No.38 tahun 2014 tentang hak dan kewajiban bagian kesatu hak
dan kewajiban perawat pasal 36, pasal 37. Bagian kedua hak dan kewajiban klien pasal
38, pasal 40.
4. Undang- undang No.38 tahun 2014 tentang Sanksi Administratif pasal 58,.
5. Undang-undang No.38 tahun 2014 tentang ketentuan peralihan pasal 59.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki
akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari
tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja.
Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan
baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia.

6
E. Tanggung jawab profesi perawat
Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat yang sesuai dengan ciri-
ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki pendidikan profesi keperawatan yang sesuai
dengan undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang diberikan pada orang
yang telah memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan sudah ada pendidikan
spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan telah memiliki standar profesi
walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan lamban. Profesi perawat telah juga memiliki
aturan tentang kewenangan profesi, yang memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan
kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak seseorang memperoleh kompetensi
dan kemudian ter-registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes
1239. sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada
perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja
(SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja
secara perorangan atau kelompok. (Kepmenkes 1239, 2001).

Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi profesi, tidak boleh keluar
dari kompetensi profesi. Kewenangan perawat melakukan tindakan diluar kewenangan
sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239 adalah bagian dari good samaritan
law yang memang diakui diseluruh dunia. Otonomi kerja perawat dimanifestasikan ke dalam
adanya organisasi profesi, etika profesi dan standar pelayanan profesi. Oragnisasi profesi
atau representatif dari masyrakat profesi harus mampu melaksanakan self-regulating, self-
goverming dan self-disciplining, dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat
bahwa perawat berpraktek adalah perawat yang telah kmpeten dan memenuhi standar.

Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi, untuk mengatur sikap dan
tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas. Etika profesi perawat
mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus
moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience, justice, truth
telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lalin-lain. Etika profesi bertujuan
mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan
pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.

7
Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut sebagai standar profesi, dan
diartikan sebagai pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalanankan
profesi secara baik dan benar.

Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan tanggung jawab
perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum pidana yang dilakukannya. Jenis pidana yang
mungkin dituntutkan kepada perawat adalah pidana kelalaian yang mengakibatkan luka
(pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP), yang dikualifikasikan
dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan dalam rangka melakukan
pekerjaannya (pasal 361 KUHP). Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin
dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal 267-268 KUHP).

Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelalaian yang dapat dituntutkan kepada profesi
perawat dapat berupa kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan maupun kelalaian
dalam melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi tindakan medis. Kelalaian dapat
berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam
mencegah terjadinya decubitus atau pencegahan infeksi, kelalaian dalam melakukan
pemantauan keadaan pasien, kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan bentuk
kelalaian lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan profesi perorangan.

F. Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.


Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi
pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan tindakan
keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga
adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan
kesehatan khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar keperawatan. Beberapa
situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan diantaranya
yaitu :

1. Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal ini dikarenakan
begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode pemberian yang bervariasi. Kelalaian
yang sering terjadi, diantaranya kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung

8
dosis obat, obat diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan
konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut akan
menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.
2. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan melakukan
observasi dan memberi tindakan secara tepat. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah
Klien: Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat
kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga kelalaian
perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya mampu mengoservasi jalannya
operasi, kerjasama yang baik dan terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.
3. Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul karena
kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan keperawatan yang dijalankan
oleh perawat tidak dijalankan dengan baik dan juga pengetahuan perawat terdahap
asuhan keperawatan tidak optimal.
4. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering ditemukan
adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika perawat
memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan
tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.

G. Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja
kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat pelaku
kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata
dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).

Dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan
profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi
kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).

H. Definisi Patient Safety


Patient safety atau keselamatan pasien adalah suastu sistem yang membuat asuhan pasien
di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan

9
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.

I. Tujuan Patient Safety


Tujuan patient safety adalah, terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.,
meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya
kejadian tidak diharapkan, terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

J. Langkah-langkah Pelaksanaan Patient Safety


Adapun pelaksanaan patient safety meliputi beberapa hal yaitu :
1) Sembilan solusi keselamatan pasien di rumah sakit (WHO Collaborating Centre For
Patient Safety, 2 May 2007) :
a) Perhatikan nama obat, rupa, dan ucapan mirip (Look-alike, sound-alike medication
names).
b) Identifikasi pasien.
c) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
d) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
e) Kendalikan cairan elektrolit pekat.
f) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
g) Hindari salah kateter dan salah sambung selang.
h) Gunakan alat injeksi sekali pakai.
i) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
2) Tujuh Standar keselamatan pasien, yaitu :
a) Hak pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
kejadia tidak diharapkan. Dengan kriteria ; harus ada dokter penanggung jawab
pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang
jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,

10
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadan
tidak diharapkan.
b) Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan kriteria ;
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada
sistem dan mekanisme dalam mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
c) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antaar unit pelayanan. Dengan kriteria ; koordinasi
pelayanan secara menyeluruh, koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya, koordinasi pelayanan mencakup peningkatan
komunikasi, komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan.
d) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan dan melakukan perubahan
untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Dengan kriteria ; setiap rumah
sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, sesuai dengan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit, setiap rumah sakit harus melakukan
pengumpulan data kinerja, setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif,
setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis, peran
kepemimpinan dalam meningkatakan keselamatan pasien.
e) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah pimpinan dorong dan jamin implementasi program keselamatan
pasien melalui penerapan 7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. Dengan
kriteria ; terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien,
tersedia program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan dan program

11
meminimalkan insiden, tersedianya mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponennm dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi.

f) Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standarnya adalah rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas. Dengan kriteria ; memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien, mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden, menyelenggarakan pelatihan tentang kerja sama kelompok
(teamwork) , guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
g) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standarnya adalah rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Dengan
kriteria ; disediakan anggaran untuk merancanakan dan mendesin proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan
pasien, tersdia mekanisme identifiksi maslaha dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
3) Tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit (berdasarkan KKP-RS No.001-
VIII-2005) sebagai panduan bagi staf rumah sakit
a) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien “ciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil”.
b) Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen dan focus yang kuat dan jelas
tentng KP di rumah sakit anda.
c) Integrasikan aktivits pengelolaan resioko, “kembangkan sistem dan proses
pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan assesment hal yang potensial
bermasalah”.
d) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf anda agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian/insiden serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKP-RS.

12
e) Libatkan dan bekomunikasi dengan pasien, “kembangkan xara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien.
f) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, “dorong staff anda
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa
kejadian itu timbul”.
g) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, “gunakan informasi
yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem
pelayanan”.
4) Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety
a) Rumah sakit agar membentuk tim keselamatan pasien rumah sakit, dengan susunan
organisasi.
b) Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien
Rumah sakit (KKPRS) secara rahasia.
c) Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan
internal tentang insiden.
d) Rumah sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
e) Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil
dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru
dikembangkan.
f) Di provinsi/kabupaten/kota melakukan advokasi program keselamatan pasien ke
rumah sakit di wilayahnya.
g) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran
terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
h) Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit.
i) Di pusat membentuk komite keselamatan pasien rumah sakit di bawah perhimpunan
rumah sakit seluruh Indonesia.
j) Menyusun panduan nasional tentang keselamatan pasien rumah sakit.
k) Melakukan soisalisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Proovinsi/Kabupaten/Kota, dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.
l) Mengembangkan laboratorium uji coba program keselmatan pasien.

13
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya patient safety ini, yaitu :
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan
teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan
dan semua staf merasa menapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi
prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang amana bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan mencegah
kompleksitas ini dan mebuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan
memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer rumah sakit
harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan
yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan
yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang
terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.

4. Make data capture priority


Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas-kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja
data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan
manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jaab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pndukung yang adekuat. Staf
juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan
dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak

14
diintegrasikan secara utuh ke dalam sistem yang berlaku di rumah sakit, maka
peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untukl mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai
pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,
pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga
diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi
akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam
komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab
ketiga pertanyaan berikut; apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh dikerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritas keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan
data-databerkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan,
memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu
hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim
yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tingggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali rumah sakit harus bekerja
dengan konsultan leaadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan
keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagaiperan yang berbeda bisa saling melengkapi dengan
anggota tim lainnya melalui kolaborsi yang erat.
K. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai
berikut :

15
UU tentang kesehatan dan UU tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan pasien sebagai isu hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
Pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan kselamatan nyawa
pasien.
b. Pasal 32n UU No.44/2009
Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di rumah sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayaan kesehatan
yang diterimanya”.
2) “Tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegah kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”
2. Tanggung jawab hukum Rumah Sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit.
b. Pasal 46 UU No.44/2009
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah
sakit.
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam mealksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
3. Bukan tanggung jawab rumah sakit
a. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit

16
Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif.
4. Hak pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur prosedur
operasional.

b. Pasal 32e UU No.44/2009


Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.
c. Pasal 32j UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
d. Pasal 32q UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak mengunggat dan/atau menuntut rumah sakit
apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.
e. Pasal 43 UU No.44/2009
1) Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) Rumah sakit melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite
yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonim dan
ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien.

17
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan
pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
a. Assesment resiko.
b. Identifikasi dan penglolaan yang terkait resiko pasien.
c. Pelaporan dan analisis insiden.
d. Kemampuan belajar dari insiden.
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi menimalkan resiko.

L. Manajemen Patient Safety


Pelaksanaan patient safety ini dilakukan dengan sistem pencatatan dan pelaporan
serta monitoring dan evaluasi.

M. Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Pada Patient Safety


1. Di Rumah Sakit
a. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, kejadian tidak diharapkan
dan kejadian sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah
sakit.
b. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait
dengan keselamatan pasien (kejadian nyaris cedera, kejadian tidak
diharapkan dan kejadian sentinel) kepada tim keselamatan pasien rumah
sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
c. Tim keselamatan pasien rumah sakit menganalisis akar penyebab
masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja.
d. Berdasarkan hasil analisis akar masalah, maka tim keselamatan pasien
rumah sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan
hasil solusi pemecahan masalah kepada pimpinan rumah sakit.
e. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah
kekomite keselamatan pasien rumah sakit (KKPRS) setiap terjadinya

18
insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat
rahasia.

2. Di Provinsi
Dinas kesehatan provinsi dan daerah menerima produk-produk dari komite
keselamatan rumah sakit

3. Di pusat
a. Komite keselamatan pasien rumah sakit (KKPRS) merekapitulasi
laporan dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaanya.
b. Komite keselamatan pasien rumah sakit (KKPRS) melakukan analisis
yang telah dilakukan oleh rumah sakit.
c. Komite keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan
sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke dinas kesehatan provinsi
dan daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.

N. Monitoring Dan Evaluasi


1. Di rumah sakit
Pimpinan rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit
kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja.

2. Di Provinsi
Dinas kesehatan Provinsi dan daerah melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan program keselamatan pasien Rumah Saskit di wilayah kerjanya.

3. Di Pusat
a. Komite keselamatan pasien rumah sakit melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien di tiap-tiap rumah sakit.
b. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahun satu kali.

19
BAB III

PEMBAHASAN

A. Tinjauan
JAMBI - Hefniarti (43), warga Kelurahan Cempaka Putih RT 24, Kecamatan Jelutung
harus menghembuskan nafas terakhirnya di ruang instalasi gawat darurat (IGD) Raden
Mateher akhibat terjatuh dari tempat tidurnya. Pasien perempuan yang menderita stroke
ringan tersebut terjatuh saat suami pasien, Effendi (48), mencari tempat tidur kosong untuk
memindahkan isterinya ke ruang ICU.Pasien jatuh, diduga karena tanpa penjagaan petugas,
dan tempat tidur yang tanpa besi pengaman samping.
"Lima menit kami cari tempat kosong ICU, katanya penuh. Sudah pesan supaya dijaga,
tapi balik sudah jatuh," ujar Effendi, kepada wartawan di depan ruang ICU RSUD Mattaher,
Kamis (25/10) lalu. Sementara itu, Direktur Pelayanan Medik RSUD Mattaher, Djarizal,
sangat sulit ditemui wartawan, bahkan awalnya enggan untuk menemui. Baru setelah
sejumlah wartawan menunggu hingga 1 jam ia muncul dan mau dikonfirmasi.
Ketika dikonfirmasi para awak media masih enggan menjelaskan bagaimana insiden
tersebut bisa terjadi."Detil teknisnya belum bisa kita jawab sekarang. Kita kumpulkan data,
kronologis dari kawan-kawan di sana lebih dahulu," katanya. (Sumber : Http
://www.jambiekspres.co.id/berita-1670-jatuh-dari-ranjang-pasien-rsud-tewas.html_2012)

20
B. Analisa Kasus
Contoh kasus di atas merupakan salah satu bentuk kelalaian perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan nyaman terhadap
pasien terutama pasien dengan penyakit stroke yang sangat rentan sekali terhadap faktor
resiko terjadinya injuri atau cedera. Karena kondisi pasien yang mengalami kelumpuhan
sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau menggerakkan tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini yaitu membiarkan
pasien tanpa penjagaan dari tempat tidur yang tidak memiliki besi pengaman tempat tidur
samping (side drill), sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat pasien
merasa leluasa bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan pasien
terjatuh.

Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga kesehatan lain tergambar
pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau
ilmu keperawatan. Pada praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung
jawab baik etik, disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan,
perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek keperawatan dengan
ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek keperawatan, melakukan kegiatan sesuai
kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan pasien
sebagai tujuan praktek.

Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari
segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal
ini dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi
hukum maka harus dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata
atau keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang
berkompeten di bidang hukum.

Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus tersebut merupakan kelalaian dengan
alasan, sebagai berikut:

21
1. Kasus kelalaian terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk kelalaian perawat ini
termasuk dalam bentuk Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan
keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:

A. Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)


B. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
C. Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan
D. Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap
E. Supervisi dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak dijalankan
dengan baik
F. Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervisi keperawatan
G. Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama pasien dan
keluarga merupakan hal yang penting.
H. Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan keperawatan

2. Dampak – dampak kelalaian


Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran etik dan
pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan organisasi
profesi dan administrasi.

A. Terhadap Pasien
1) Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah
keperawatan baru
2) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat
3) Kemungkinan terjadi komplikasi/munculnya masalah
kesehatan/keperawatan lainnya.
4) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan
sesuai dengan standar yang benar.

22
5) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah Sakit
atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku, yaitu
KUHP.
B. Perawat sebagai individu/pribadi
1) perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi
sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan, antara
lain:
a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan
merugikan pasien
b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakan-
tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk dapat
mencegah pasien jatuh dari tempat tidur
c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan
manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien dan keluarga.
d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena
perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan keluarga, yang
seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian bantuan
kepada pasien.
2) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan
ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.
3) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat
peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga organisasi
profesinya.

C. Bagi Rumah Sakit


1) Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan RS
2) Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi
misi Rumah Sakit
3) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata
karena melakukan kelalaian terhadap pasien

23
4) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara
administrasi dan prosedural
D. Bagi profesi
1) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang,
karena menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada masyarakat
bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan adalah perawat yang sudah
kompeten dan memenuhi standar keperawatan.
2) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan
standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan

3. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima
pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
A. Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :
1) Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan
keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan ketelitian tidak
ceroboh.
2) Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi
profesi dengan jelas dan tegas.
3) Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi perawat
yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan praktek
keperawatan.
4) Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada
perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan
sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan hukum,
missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.

B. Bagi Rumah Sakit dan Ruangan


1) Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi yang
telah ditetapkan oleh profesi keperawatan.

24
2) Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada
bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.
3) Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan
yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi
perawatnya.
4) Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat berkaitan
dengan etik dan hukum dalam keperawatan.
5) Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan
standar praktek keperawatan.
6) Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat
yang melakukan kelalaian.
7) Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan
dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.
8) Hendaknya RS memakai tempat tidur/bed pasien yang sesuai standar
keamanan pasien.

Penyelesaian Kasus dari kelalaian perawat diatas, harus memperhatikan berbagai hal baik
dari segi pasien dan kelurga, perawat secara perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan
juga bagaimana padangan dari organisasi profesi.

Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testomoni atas kejadian tersebut,
bila dilihat dari kasus bahwa kurangnya komunikasi yang baik antara perawat dan keluarga
sehingga kurangnya kordinasi terhadap penjagaan pasien.

Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut kompeten
dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-undangan
yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompeten dan telah sesuai melakukan praktek
asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke. Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat
mempertanggung jawabkan semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang
berlaku.

Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat yang
dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan oleh

25
profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat pasien
dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana Hubungan
perawat sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di dan kedudukan RS terhadap
perawat tersebut.

Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang memungkinkan
perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah mempunyai standar profesi yang
jelas dan telah diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai aturan
hukum yang mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan tindakan
praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.

Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian atas hasil akhir
pelayanan praktek keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan tindakan
yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis dibandingkan dengan standar
yang berlaku.

26
BAB IV

PENUTUP

A. kesimpulan

Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti
malpraktek, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.

Dapat dikatakan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan
pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar
yang telah ditentukan.

Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat


ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan dalam pelanggaran


etik dan juga dapat digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jeas harus dilihat dahulu
proses terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus
dilakukan penilaian terleih dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak
dilakukan oleh tenaga keperawatan dengan standar yang berlaku.

Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka perawat sebelum
melakukan praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik keilmuan dan
ketrampilan yang telah diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia
dalam melakukan praktek keperawatan telah diatur oleh perundang-undangan tentang
registrasi dan praktek keperawatan disamping mengikuti beberapa peraturan perundangan
yang berlaku.

Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan sebagai
kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian

27
sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut untu lebih hati-
hati, cermat dan tidak ceroboh dalam melakukan praktek keperawatannya. Sehingga pasien
terhindar dari kelalaian.

B. Saran
1. Standar profesi keperawatan dan standar kompetensi merupakan hal penting untuk
menghindarkan terjadinya kelalaian, maka perlunya pemberlakuan standar praktek
keperawatan secara Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.
2. Perawat sebagai profesi baik perorangan dan kelompok hendaknya memahami dan
mentaati aturan perundang-undangan yang telah diberlakukan di Indonesia, agar perawat
dapat terhindar dari bentuk pelanggaran baik etik dan hukum.
3. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan bekerja
dengan cerobah, adalah cara terbaik dalam melakukan praktek keperawatan sehingga
dapat terhindar dari kelalaian/malpraktek.
4. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek keperawatan dan asuhan
keperawatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya dengan pelaku/pemberi
pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk tanggung jawab dari masing-
masing pihak
5. Penyelesaian terbaik dalam menghadapi masalah kelalaian adalah dengan
jalan melakukan penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak
dilakukan oleh tenaga perawat dan dibandingkan dengan standar yang berlaku.

28
DAFTAR PUSTAKA

Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak
diterbitkan.

Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar tidak


diterbitkan.

Komalawati, Veronica. (2010) Community & Patient Safety Dalam perspektif Hukum
Kesehatan.
Lestari, Trisasi (2006). Konteks Mikro Dalam Implementasi Patient Safety: Delapan
Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/ Nomor.04. Hal
1-3.
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings Of Expert Lecture Of Medical Student Of Block 21 st Of Andalas University,
Indonesia.
Yahya, Adib A. (2006) Konsep Dan Program “Patient Safety”. Proceedings Of National
Convention VI Of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 4-15 November 2006.
Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proccedings Of PAMJAKI Meeting
“Kecurangan Fraud Dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13
Desember 2007.

29

Anda mungkin juga menyukai