Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
i
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
ii
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jalan Fatmawati, Cilandak,
Jakarta Selatan Periode 2 September – 25 Oktober 2013.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana
untuk mengembangkan wawasan kefarmasian mengenai pelayanan farmasi di
rumah sakit sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok.
Pada penyelesaian penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
mengarahkan, yaitu kepada:
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas
izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai Pejabat Sementara Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan
bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
4. Dr. Retnosari Andrajati, M.Si, Ph.D., Apt selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis
dalam penyusunan laporan ini.
5. Dra. Setianti Haryani, M.Farm., Apt selaku Pembimbing I atas waktu, bantuan
serta bimbingan rutin selama berlangsungnya PKPA.
v
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
6. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt selaku Pembimbing tugas umum, atas
waktu, bantuan dan bimbingan selama PKPA.
7. Seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Fatmawati yang telah memberikan
bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA)
8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
9. Keluarga penulis atas dukungan doa, semangat dan materi yang tak pernah
putus.
10. Teman-teman apoteker UI 77, khususnya kelompok PKPA Fatmawati yang
telah menjadi tim yang kompak dalam menjalani hari-hari PKPA. Serta
teman-teman peserta PKPA dari Universitas Pancasila, ISTN, UNTAG dan
UBAYA.
11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini menjadi amal ibadah
yang dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak yang
membacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita
bimbingan dan balasan kebaikan atas amal ibadah kita. Amin.
Penulis
2014
vi
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
ABSTRAK
viii
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
ABSTRACT
ix
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
x
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
3.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi ........................................... 30
3.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati................................... 55
xi
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
xii
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah
sebagai berikut :
a. Calon Apoteker memahami peran dan tanggung jawab apoteker pada tiap
bagian yang melibatkan Apoteker di RSUP Fatmawati diantaranya di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT).
b. Memberi gambaran pada calon Apoteker tentang hal-hal terkait Farmasi
Rumah Sakit sehingga calon Apoteker mempunyai bekal untuk bertindak
sesuai dengan kode etik dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem
pelayanan rumah sakit.
c. Mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah dipelajari secara teoritis
berkenaan dengan praktek di rumah sakit oleh calon Apoteker.
Universitas Indonesia
4 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah
menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan
kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai
hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu
Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya pada tahun 1984
RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan
tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.
Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit
Unit Swadana Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun
1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun
1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No.27 Tahun 1997, rumah sakit
mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati
ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.117 tahun
2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada
tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati
memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP
Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12
pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16
Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan
Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri
Kesehatan No.424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati
telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 :
2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI
(Joint Commission International).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.6.2 Nilai
Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.
2.6.2.1 Jujur
Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.
2.6.2.2 Profesional
Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan peka budaya).
2.6.2.3 Komunikatif
Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
Universitas Indonesia
2.6.2.4 Ikhlas
Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
2.6.2.5 Peduli
Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
2.6.3 Tujuan
Tujuan RSUP Fatmawati adalah:
a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety)
b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang
terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan
pelanggan.
e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya
manusia rumah sakit.
Universitas Indonesia
11 Universitas Indonesia
yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena
semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di
seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini.
Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan
formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan
obat yang diterima/ disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di
rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.
3.1.2.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri
dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya.
3.1.2.3 Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit
Apoteker juga berperan dalam tim/panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain:
a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri
c. Tim penanggulangan AIDS
d. Tim transplantasi
e. Tim PKMRS, dan lain - lain.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi.
3.1.5.4 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
3.1.5.5 Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan
pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
3.1.5.6 Pemantauan kadar obat dalam darah
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit.
3.1.5.7 Ronde atau visite
Ronde atau visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat
inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
3.1.5.8 Pengkajian penggunaan obat
Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b) Etiket
c) Timbang
d) Isi
e) Penyerahan dan pemeriksaan
3) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi
kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user
(pemilik resep)
Universitas Indonesia
3.2.6.3 Visite
Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan
obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien
(pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan
kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat
menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut
dilakukan dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan
informasi obat (PIO). Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap
dilakukan oleh apoteker pada pasien dengan kriteria:
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.
c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan
pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.
Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker di
ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat jalan
dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya:
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk berkonsultasi dengan apoteker.
b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker.
c. Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti:
1) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).
2) Pasien dengan pengobatan kronis.
3) Pasien dengan riwayat alergi.
4) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.
5) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi,
pengobatan HIV/ AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi
dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat
oleh apoteker dengan tahapan berikut:
a. Perkenalan.
b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.
c. Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat
meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian
obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin
Universitas Indonesia
terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan
baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung.
d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
e. Penutup.
Universitas Indonesia
penyelia Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta
Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
bertanggung jawab dalam pencatatan seluruh surat masuk dan surat keluar,
pembuatan laporan dan penyimpanan arsip. Penyelia Tata Usaha dan SDM
Farmasi bertanggung jawab dalam administrasi seluruh pegawai Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati, dari absensi atau kehadiran sampai cuti dan lembur pagawai.
Penyelia Tata Usaha dan SDM juga bertanggung jawab dalam pengurusan klaim
untuk seluruh pasien dengan jaminan sosial.
Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit
ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat
keluar untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha
Rumah Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang
dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut:
a. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan
1) Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan
barang floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua satuan
kerja berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir bulan untuk
pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan obat atau alkes depo
farmasi ke gudang farmasi untuk pembuatan laporan pengeluaran
perbekalan farmasi per depo farmasi.
2) Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat
narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi
oleh Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk
narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan
laporan masing-masing penggunaannya.
3) Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik
dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di
depo - depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan
pemantauan penulisan resep obat generik.
4) Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi untuk
pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi.
Universitas Indonesia
5) Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah resep depo farmasi
dari pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di
depo - depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi.
6) Pengambilan data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi
dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan
laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi.
b. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh
Penyelia Pencatatan dan Pelaporan.
1) Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi
tiap depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non
generik, laporan tagihan obat pasien tiap depo farmasi, laporan
kegiatan instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi
farmasi setiap bulan.
2) Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan
pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala Instalasi
Farmasi.
Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika
dilakukan ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat
pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu
dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan
keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi,
laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan
tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi
farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala
Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip yang
akan disimpan oleh Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas:
a) Arsip surat masuk, surat keluar, SK Direktur RSUP Fatmawati dan SK
Kemenkes. Alur ini dapat dilihat pada lampiran 6 yaitu alur
penyimpanan arsip.
b) Arsip Kepegawaian yang terdiri dari map masing-masing pegawai
Instalasi Farmasi
Universitas Indonesia
3.2.7.2 Gudang
Kegiatan yang dilakukan di Gudang Farmasi merupakan proses kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam menjalankan kegiatannya, terdapat empat
penyelia di gudang farmasi yaitu: penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan
perbekalan farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan dan penyelia sistem
informasi farmasi. Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati
antara lain:
a. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan
dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan dari
perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit (Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Perencanaan dilakukan setiap bulan yaitu pada tanggal 10-20 tiap bulan untuk
memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi bulan berikutnya. Perencanaan
dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
dan usulan masing-masing depo farmasi. Dalam metode komsumsi, data yang
digunakan adalah analisa penjualan masing-masing depo dan penggunaan obat
Universitas Indonesia
dan alkes floor stock masing-masing ruangan selama 3 bulan terakhir; terutama 1
bulan sebelumnya, melihat data stok obat yang ada dan anggaran yang tersedia.
Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah
perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medik, reagen, bahan baku, dan
kebutuhan untuk instalasi radiologi seperti film rontgen. Dasar perencanaan
merujuk pada daftar obat dalam formularium, DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) ,
DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), obat bebas dan generik. Perencanaan
yang telah dibuat akan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi
b. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui. Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang
terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan
waktu berlebihan (Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Perencanaan yang telah ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi
kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP Fatmawati untuk mendapatkan
persetujuan pengadaan. Pertama, perencanaan dikirimkan ke Direktur Medik
dan Keperawatan yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur
Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur
Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur Utama
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan,
data perencanaan disampaikan ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). PPK
akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri
(HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur Keuangan,
yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui dan dikirim
kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan
ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada Pejabat
Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan harga. Bila perencanaan di atas
200 juta, maka harus ke ULP untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan
Pengadaan Secara Elektronik). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan
(SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah
Universitas Indonesia
Kerja (SPK) untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan
mengirimkan ke distributor terkait. Alur pengadaan perbekalan farmasi dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Obat-obat cito dapat diadakan dengan cara pembelian langsung, syarat
pembelian langsung obat-obat cito adalah kurang dari 20 juta. Pengadaannya
dilakukan dengan membuat disposisi untuk meminta persetujuan Direktur Medik
dan Keperawatan untuk menggunakan kas kecil Pejabat Pengadaan Medik,
sedangkan bila di luar jam kerja menggunakan kas kecil Duty Manager.
Pengadaan obat juga dilakukan untuk obat gratis atau hibah dari pemerintah,
yaitu obat HIV, obat TBC dan Metadon. Pengadaan obat-obat ini dilakukan oleh
masing-masing penanggung jawab obat pemerintah, berdasarkan laporan
pemakaian obat yang disusun setiap bulannya.
c. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin
perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah
maupun waktu kedatangan (Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang
berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP (Unit Layanan Penyedia),
tender, konsinyasi atau sumbangan pada. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada pada
lampiran 9 yaitu alur penerimaan perbekalan farmasi oleh tim penerima. Prosedur
penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut:
1) Perbekalan farmasi yang berasal dari distributor atau rekanan atau rumah sakit
atau apotik atau donatur diterima oleh Tim Penerima Barang Medik,
selanjutnya diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan
perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang
Medik untuk obat atau alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk
obat-obat cito yang datang di luar jam kerja, maka diserahkan ke Depo IGD
untuk selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik.
2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang
Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
i. Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus,
alat kesehatan, pembalut, dan gas medik.
ii. Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2- 8
oC untuk obat – obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
iii). Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike
Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan
memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di
antaranya.
e. Pendistribusian
Proses pendistribusian yang terdapat pada gudang farmasi adalah distribusi
perbekalan dari gudang ke depo farmasi dan ke ruang- ruang rawat (floor stock).
Distribusi perbekalan farmasi ke depo-depo secara sistem komputerisasi yang
dilakukan setiap hari. Pada pagi hari staf gudang farmasi akan mengecek
permintaan dari masing-masing depo, kemudian akan dinilai secara keseluruhan
pembagian stok ke depo – depo farmasi agar manajemen persediaan di gudang
farmasi tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh petugas gudang
farmasi, maka akan dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat serah
terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi
Petugas menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah sesuai,
kemudian dilakukan proses pemasukkan data (input) ke sistem kemudian dicetak
untuk mendapatkan print out. Setelah itu, petugas gudang farmasi mengecek
pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang farmasi akan berpindah ke depo
farmasi bila telah diverifikasi.
Proses distribusi obat dan alkes floor stock dilakukan setiap bulan sesuai
jadwal pemgambilan barang masing-masing ruang satuan medik. Permintaan
perbekalan farmasi dilakukan secara manual atau dengan mengisi formulir
permintaan dan penerimaan barang, untuk kemudian diambil oleh petugas
ruangan.
f. Pelaporan
Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain:
1) Rekapitulasi penerimaan barang
2) Rekapitulasi pengeluaran barang
Universitas Indonesia
3.2.7.3 Produksi
a. Produksi Non Steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan
farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan yang
diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan semipadat.
Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Di
ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43 master formula sebagai
panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP
Fatmawati antara lain adalah untuk penghematan anggaran, terdapat sediaan
dengan formula khusus dan sediaan obat dibutuhkan segar seperti rekonstitusi
obat suntik dan obat kanker.
Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari gudang
farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan
sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk
dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril mendistribusikan
produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi non steril terbagi
menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya)
dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan yang dilakukan oleh
produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk
yang rusak, dan laporan produk yang kadaluwarsa.
b. Produksi steril
Produksi steril merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Kegiatan yang melakukan rekonstitusi obat kemoterapi. Untuk sediaan steril,
preparasi dilakukan di ruang produksi steril dengan menggunakan SPO (Standar
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kemoterapi merupakan kegiatan membuang limbah atau sisa barang tidak terpakai
sepetri vial, ampul, syringe setelah dilakukan proses pelarutan atau pencampuran
obat kemoterapi. Pengelolaan limbah ini meliputi persiapan kontainer sampah
hingga sampah kemoterapi di kirim ke Bagian Instalasi Sanitas dan Pertamanan
(ISP) untuk dimusnahkan dengan incenerator.
Universitas Indonesia
asli, SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 IRJ lantai 1, fotocopy
bukti pendaftaran, dan surat rujukan asli puskesmas yang ditujukan untuk RSUP
Fatmawati.
Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan
secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara
individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan
menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat
diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian
peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara
individual prescription adalah agar:
a. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat
pada pasien rawat jalan.
b. Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam
penggunaan obat.
Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription Lampiran
12 :
a. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi.
b. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
c. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada
skrining resep.
d. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi: pasien
Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS.
e. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari
skrining dan kajian peresepan obat.
f. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran
dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
g. Pelaksanaan permohonan izin prinsip:
1) Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas, atau
2) Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS, atau
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat
yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan
datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke komputer,
selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu
resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat
racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat. Alur pelayanan resep
depo Askes dapat dilihat pada lampiran 13.
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu (RSUP Fatmawati,
2012c):
a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
b. Laporan penulisan obat generik dan non generik.
c. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes.
d. Laporan analisa penjualan.
e. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
f. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah resep.
Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah 200 – 300 resep per
hari. Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit jantung dan
penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT Askes
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia, 2009)
Universitas Indonesia
b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit di
selatan Teratai.
c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak – anak (< 18 tahun) dan yang
belum menikah, ruang isolasi serta high care unit di selatan Teratai.
d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di utara
Teratai.
e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care
unit di selatan Teratai.
f. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care unit
di selatan Teratai.
Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia.
Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1,
2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang
terdiri dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 29
orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing)
sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan
tenaga teknis kefarmasian.
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari
Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian
kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang
farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan
bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis
dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat
LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat
LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat pharmaceutical refrigerator untuk
penyimpanan obat - obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya.
Obat – obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari dengan
double lock dan setiap obat - obat tersebut diambil maka dilakukan
pencatatan di buku penggunaan.
Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,
diantaranya adalah sistem distribusi dosis unit atau dikenal dengan UDD (unit
Universitas Indonesia
3.2.7.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam.
Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari
40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara
maksimal mengatasi kegawatdaruratan medik. IGD memiliki pelayanan
pendukung seperti laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam, radiologi (USG,
CT Scanning), kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP
Fatmawati, 2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan:
a. Ruang resusitasi (ruang merah)
Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket
resusitasi. Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini
dikarenakan pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan
kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdaruratan dan
Universitas Indonesia
butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD
untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu
dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap hari pada pagi hari dan
dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP
Fatmawati.
b. Ruang P2 (Ruang kuning)
Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang
ini terdapat paket, namun tidak disediakan lemari emergency.
c. Ruang Triase
Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah sehingga
tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini.
d. Ruang Intermediate Ward
Ruang ini digunakan pada pasien yang menunggu untuk dipindahkan ke ruang
rawat inap atau ruang lainnya.
Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang
administrasi, dan 14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam
dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien
rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU),
Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU),
Intensive Cardiac Care Unit (ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan
pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase,
maupun poli IGD.
Paket-paket yang ada di depo IGD antara lain :
a. Paket Alat Kesehatan (Alkes) ICU
b. Paket Alat Kesehatan (Alkes) NICU / PICU
c. Paket Infus Dewasa
d. Paket Resusitasi Anak
e. Paket Resusitasi Dewasa
Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan
ke gudang farmasi setiap hari secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Obat -
obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk
Universitas Indonesia
obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari
pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari
khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis.
Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat
kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat
kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan
IRI adalah sediaan injeksi. Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi
IGD adalah (RSUP Fatmawati, 2012c):
a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b. Laporan pemakaian obat – obat narkotika yang dibuat setiap bulan.
c. Laporan pemakaian obat – obat psikotropika yang dibuat setiap bulan.
d. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
e. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
f. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
g. Laporan jumlah resep dan lembar resep setiap bulan.
Universitas Indonesia
telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan
pemakai, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi.
Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar
dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif
telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima
jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi
kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket
tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket
berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada
hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi.
Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang
berlangsung, maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara
langsung ke depo farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi.
Petugas depo farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila
pasien telah selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan
petugas depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat
kesehatan ke administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke
depo farmasi di mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga
menyiapkan Paket Bedah Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai.
Sebelum operasi, pasien tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien
tunai dengan Paket Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau
OK Cito. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral
dapat dilihat Lampiran 15.
Obat - obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis
sediaan. Untuk obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka
penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika
ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu
dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding
sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP
Fatmawati, 2012b). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama
pada tempat atau box alat kesehatan tersebut.
Universitas Indonesia
SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan
2 Asisten Apoteker. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and
diagnostic puncture) 27G x 3”, bupivacain HCl 5 mg / ml, ondansetron 4 mg / 2
ml, klonidin HCl 150 μg / ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari
propofol 10 mg / ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg / 2ml, dan
ketolorac 3%.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan atau upaya
kesehatan penunjang, salah satunya RSUP Fatmawati. Dalam upaya
memberikan pelayanan kesehatan, RS tidak dapat dipisahkan dari pelayanan
kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Untuk menunjang hal tersebut
maka dibentuk suatu badan organisasi yaitu IFRS (Instalasi Farmasi Rumah
Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Kepala IFRS yaitu Apoteker dan
bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan – peraturan
farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi.
Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah
menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes
habis pakai di Rumah Sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau
tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat formularium yang disusunnya.
Pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun dilakukan evaluasi atau review untuk
penyempurnaan Formularium. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak
dapat direvisi tiap setahun sekali karena masalah biaya untuk mencetak
Formularium terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Revisi
formularium obat yang dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati adalah setiap 3
tahun sekali. Formularium obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun
1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada
tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Dengan adanya
kesinambungan proses revisi, dapat dikatakan bahwa TFT RSUP Fatmawati
sudah berjalan dengan baik.
Salah satu tugas pokok farmasi klinik RSUP Fatmawati ialah
meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan farmasi
klinik. Berikut ini merupakan pembahasan dari pelaksanaan kegiatan farmasi
klinik.
57 Universitas Indonesia
a. Pengkajian Resep
Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien. Selain itu, pengkajian resep
juga dilakukan agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat. Kegiatan dalam
pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetis, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian resep tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini
terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap. Misalnya pada resep untuk
pasien bayi atau anak, berat badan dan umur pasien sering kali tidak tertera pada
lembar resep, padahal hal tersebut diperlukan terutama untuk menghitung dosis
maksimal pada pasien bayi atau anak. Sering kali hanya nama pasien yang tertera
pada lembar resep. Pada lembar instruksi pemberian obat pada pasien rawat inap,
terkadang tidak semua lembar ada penanda berupa stempel keterangan “Resep
telah di review Farmasi”.
Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh
banyaknya resep atau pasien yang harus dilayani oleh petugas farmasi di RSUP
Fatmawati. Selain itu, untuk melakukan pengkajian resep secara keseluruhan
cukup membutuhkan waktu sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan
secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien
rawat jalan.
b. Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian
penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem
selama pasien menjalani pengobatan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat jalan dengan melihat instruksi
pemberian obat yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari
rekam medik pasien dipindahkan ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk
selanjutnya dinilai ada tidaknya masalah - masalah yang terkait dengan
pengobatan pasien.
Universitas Indonesia
c. Visite
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker
kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik.
Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi dan
kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Visite pasien yang dilakukan di RSUP
Fatmawati diaplikasikan kepada pasien yang berada dalam perawatan intensif dan
memiliki resiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication errors).
Beberapa tempat dilakukannya praktik apoteker ruang rawat di RSUP Fatmawati
contohnya pada ruang perawatan pasien Intensive Care Unit (ICU), Neonatal
Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive
Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien
pra operasi dan post operasi.
Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan secara
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat
memperoleh informasi terkini dan komprehensif, dapat dijadikan sebagai fasilitas
pembelajaran, serta dapat langsung dikomunikasikan masalah terkait penggunaan
obat dan mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat. Namun, kegiatan visite
ini juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah jadwal visite harus
disesuaikan dengan jadwal tim dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi
dan penyampaian informasinya kurang lengkap.
Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan
umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan
Rehabilitasi Medik dan High Care lantai 6 Selatan Teratai. Sedangkan untuk
pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu,
hal ini disebabkan kondisi pasien pada ruang perawatan tersebut merupakan
pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan pasien
menerima bermacam - macam jenis obat. Hal ini memungkinkan terjadinya
masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi outcome pasien sehingga
diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan terapi obat yang diterima
oleh pasien.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
hal waktu penggunaan obat. Pasien sering menanyakan apakah semua obat yang
diberikan harus diminum bersamaan atau harus diberi jarak waktu. Pasien juga
menanyakan obat mana yang harus diminum sebelum dan sesudah makan. Setelah
pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk
mengulangi penjelasan yang dipaparkan tadi untuk menguji pemahaman pasien.
Jika pasien masih kurang jelas dengan penjelasan yang diberikan, apoteker akan
mengulangi penjelasan tersebut dan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan
dari apoteker tersebut. Setelah pasien memahami yang dijelaskan apoteker,
apoteker akan menanyakan masalah lainnya yang dialami pasien yang dapat
dibantu penanganannya oleh apoteker.
Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker kurang menggali informasi
dari pasien seperti obat, vitamin, atau jamu apa saja yang pernah atau sedang
dikonsumsi pasien. Apoteker juga tidak menanyakan apakah pasien memiliki
riwayat alergi. Apoteker hanya memberikan informasi tentang obat yang
ditanyakan oleh pasien, informasi lain seperti aturan pakai obat, efek samping
yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya, interaksi yang mungkin terjadi
antara obat dengan obat lain termasuk vitamin dan jamu atau interaksi antara obat
dengan makanan.
h. Edukasi Farmasi
Program edukasi farmasi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah orang
dalam ruangan tertentu guna mendengarkan penjelasan dari apoteker mengenai
tema tertentu misalnya tema tentang penggunaan dan penyimpanan obat yang
benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan
presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta
diperkenankan bertanya mengenai obat berupa cara pakai, penyimpanan obat, dan
masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan program
edukasi farmasi di rumah sakit diperlukan fasilitas penunjang seperti infocus,
layar, laptop, microphone, dan lain-lain. Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian
questioner mengenai tanggapan peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil
questioner tersebut berguna untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan
edukasi selanjutnya. Peserta program edukasi banyak yang tidak mengisi
questioner dikarenakan tidak membawa alat tulis. Saat dilaksanakan program
Universitas Indonesia
lain O2 kecil (1 m3) dan O2 besar (6 m3), N2O 25 kg dan CO2 25 kg disimpan
berdasarkan ukuran dan pada tabung terdapat tanda B3 mudah meledak. Tempat
dan sarana penyimpanan perbekalan farmasi secara keseluruhan terlihat bersih.
Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan
farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIRS).
3) Produksi Farmasi
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati memiliki ruang produksi farmasi untuk
sediaan farmasi non steril dan steril. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan
merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri, sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengadaan obat tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah
sehingga pasien tidak membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih
menjamin kualitas obat yang dihasilkan). Selain itu, produksi juga memudahkan
penerimaan obat oleh pasien atau tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas
kembali menjadi sediaan yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan
produk yang tidak dijual di pasaran seperti pembuatan kapsul NaCl dan kapsul
Natrium Bikarbonat.
Sebenarnya terdapat 73 formula standar yang terdapat di ruang produksi
RSUP Fatmawati, namun hanya 43 item yang masih diproduksi sampai saat ini.
Artinya, hanya 58,9 % item obat yang masih diproduksi. Setiap kali petugas akan
melakukan produksi, petugas harus mengisi formulir master formula baik untuk
pembuatan atau pengenceran atau pengemasan kembali pada setiap tahapan
kegiatan produksi. Formulir master formula berfungsi sebagai dokumentasi dari
kegiatan produksi yang dilakukan dan juga merupakan bukti bahwa produksi yang
dilaksanakan sesuai dengan CPOB.
Setelah produk dihasilkan, produk dikemas dan diberi etiket serta tanggal
kadaluwarsa. Penyimpanan produk jadi masih dilakukan di ruang produksi sendiri
karena keterbatasan sumber daya, sementara obat-obat hasil produksi merupakan
persediaan gudang. Petugas depo farmasi yang membutuhkan produk dari
Universitas Indonesia
produksi non steril datang ke gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon
obat lalu datang ke produksi farmasi non steril untuk mendapatkan produknya
kemudian melaporkannya ke gudang farmasi dengan membawa formulir bon
obat. Pendistribusian obat seperti ini memiliki kekurangan karena dapat
menyebabkan timbulnya kesalahan pencatatan stok produk.
Peran apoteker sangat penting dalam mempersiapkan rekonstitusi obat kanker,
diantaranya memastikan dosis yang sesuai dengan luas permukaan tubuh pasien.
Walaupun dalam prakteknya rekonstitusi dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian, akan tetapi di RSUP Fatmawati diberlakukan kebijakan agar semua
tenaga teknis kefarmasian bisa melakukan rekonstitusi termasuk apoteker. Ini
dilakukan karena paparan obat kanker secara terus menerus akan membahayakan
petugas, serta perlu tenaga kesehatan yang paham akan ketelitian dosis,
melakukan teknis aseptis dan melakukan semua prosedur secara hati-hati. Sebagai
apoteker yang bertugas di produksi steril ini, harus mampu menghitung dosis yang
tepat dari suatu zat anti kanker, serta dikaji apakah obat tersebut sesuai dengan
diagnosis pasien. apoteker juga harus dapat menentukan macam pelarut serta
mengetahui dari literatur tentang kestabilan zat aktif obat kanker.
Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika
dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan. Pada saat
obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan pencampuran obat
sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke produksi farmasi steril. Obat
sitostatika harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat sitostatika
memiliki waktu kadaluwarsa selama 24 jam sehingga obat yang telah disiapkan
harus segera digunakan. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi
akan membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien.
Beberapa waktu terakhir ini, pasien dengan diagnosa kanker payudara dan
serviks merupakan pasien yang paling banyak ditemui. Petugas biasanya
merekonstitusi 12 hingga 15 resep. Beberapa temuan yang diperoleh dari
kegiatan orientasi produksi steril adalah tidak dilakukan pemantauan atau
monitoring lingkungan seperti jumlah mikroba dan pemantauan jumlah partikel
di BSC misalnya dengan metode settle plate (cawan papar) atau menggunakan
Universitas Indonesia
jumlah obat yang harus diberikan kepada pasien lebih dari Rp 150.000,- maka
pasien akan diberi copy resep yang dapat dilayani dikemudian hari beserta
persyaratan SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 yang terdapat
pada IRJ lantai 1, fotokopi pendaftaran dan rujukan asli dari puskesmas yang
ditujukan untuk RSUP Fatmawati.
5) Depo Askes
Pasien Askes merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati.
Mulai tanggal 1 April 2013, pasien Askes yang semula dilayani di lantai 2 dan 3
gedung Instalasi Rawat Jalan, sekarang dilayani di Depo Askes. Depo farmasi
instalasi rawat jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS),
sedangkan depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas
dan Jamkesda (seperti Jamkesda Tangerang, Jamkesda Bogor, Jamkesda Depok,
dan lain-lain). Acuan yang dapat digunakan dalam melayani pasien Askes adalah
DPHO Askes. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obat-obat apa saja
yang dapat diberikan kepada pasien Askes beserta batasan jumlah maksimal yang
dapat diberikan.
Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkas-
berkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas.
Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obat-
obat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat
diserahkan kepada pasien). Kemudian, resep diinput untuk pemotongan stok obat,
lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan. Masing-masing
tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda. Pada masing-masing tahap akan
dilakukan pemberian stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan).
Pemberian stempel tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan pengecekan
kembali apabila terjadi kesalahan.
Sebelum pembuatan etiket, petugas terlebih dahulu memeriksa kartu rujukan
dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada kartu
rujukan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila
pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya
telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas
Universitas Indonesia
akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di Depo
Askes sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain.
Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat,
baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan
memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket.
Untuk mempermudah penyiapan, obat-obat fast moving diletakkan di meja
tersendiri sehingga petugas akan lebih cepat dalam mengambil obat yang
dibutuhkan. Untuk obat yang tidak dikemas dalam kemasan blister, obat
dimasukkan ke dalam etiket dengan menggunakan peralatan seadanya karena
tidak tersedia alat hitung tablet. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi obat
apalagi jika obat dimasukkan ke dalam etiket menggunakan tangan.
Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan. Alur
penyerahan obat meliputi verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien,
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, kemudian petugas
meminta nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan meminta tanda tangan
pasien. Pemberian informasi obat dilakukan secara singkat. Informasi yang
diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai
obat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang dilayani sehingga
waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat. Jumlah resep yang
dilayani Depo Askes lebih kurang 200-300 resep per hari.
Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani.
Terkadang masih terdapat pasien yang belum dilayani, meskipun jam pelayanan
telah selesai. Hal ini dikarenakan kurangnya SDM yang terdapat di Depo Askes.
Selain itu, seringkali pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang sama,
misalnya selain melakukan penyerahan obat, petugas tersebut juga melakukan
penyiapan obat.
Obat yang sering diresepkan di Depo Askes adalah obat - obat jantung. Selain
itu, terdapat obat spesifik yang dilayani di Depo Askes yaitu obat-obat
kemoterapi. Namun, untuk obat-obat kemoterapi, yang dilayani di Depo Askes
hanya berkas-berkasnya saja, sedangkan obatnya dititipkan di ruang produksi
steril di Instalasi Farmasi. Hal ini dikarenakan hanya gudang farmasi dan produksi
farmasi steril yang boleh menyimpan obat - obat kemoterapi. Obat akan diberikan
Universitas Indonesia
kepada pasien setelah direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi pada saat
kemoterapi akan dilakukan. Selain melayani obat DPHO Askes, Depo Askes juga
melayani obat non DPHO Askes, tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan
biaya. Untuk obat non DPHO Askes, pembayaran dilakukan setelah penyerahan
obat. Sedangkan untuk pasien peserta Askes yang mendapatkan obat-obat DPHO
Askes, pembayaran dilakukan dengan cara melakukan klaim ke PT. ASKES.
Setelah selesai pelayanan, dilakukan input data kembali menggunakan
program yang terhubung dengan PT. ASKES. Klaim Askes dilakukan oleh
Instalasi Penagihan Pasien (IPP). Oleh karena itu, di Depo Askes disediakan
komputer yang digunakan untuk klaim Askes. Pembayaran untuk pasien peserta
Jamkesda menggunakan sistem INA CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paket-
paket yang telah ditentukan. Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang
diberikan, selebihnya akan menjadi beban rumah sakit. Sedangkan bila tagihan
pasien kurang dari paketnya, kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah
sakit yang dapat digunakan untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban
rumah sakit. Dengan demikian, terjadi subsidi silang antara pasien yang
tagihannya melebihi paket dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket.
Penyimpanan barang di Depo Askes dilakukan berdasarkan jenis sediaannya, suhu
penyimpanan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika
disimpan di lemari khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh Depo Askes
antara lain laporan analisa penjualan antara lain obat generik dan non generik,
narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah
resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan
mengetahui beban kerja pegawai di Depo Askes.
6) Depo Teratai A dan B
Depo farmasi rawat inap merupakan depo yang menyediakan perbekalan
farmasi (obat dan alkes) bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki
SDM sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang,
petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan
17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Kegiatan - kegiatan yang
dilakukan di depo farmasi rawat inap diantaranya pengadaan obat, penyiapan
obat, distribusi hingga dokumentasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tiap pasien memiliki map yang berisi formulir instruksi obat, kardeks, lembar
resep dan formulir pemberian obat insidentil. Formulir pemberian obat insidentil
adalah formulir untuk mencatat obat atau alat kesehatan yang diambil dari lemari
emergency yang digunakan oleh pasien. Dalam formulir ini tercantum nama,
alamat, umur pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, diagnosa, nama dan
jumlah obat yang digunakan per hari dan tanda tangan petugas administrasi
farmasi.
Pengadaan barang di depo rawat inap berasal dari gudang farmasi,
permintaan barang dilakukan setiap hari dengan menggunakan formulir
permintaan barang. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat
perincian kebutuhan yang diinput ke komputer secara online dengan sistem
di gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan
disiapkan oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta
disiapkan, petugas gudang farmasi akan mengkonfirmasi petugas depo farmasi
melalui telepon untuk pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah
terima barang antara petugas gudang farmasi dan petugas depo farmasi. Pada
saat penerimaan barang, petugas depo farmasi harus mengecek barang yang
diminta untuk memastikan kesesuaian jenis atau bentuk sediaan, jumlah, tanggal
expired date, kondisi fisik barang dan kekuatan sediaan. Setelah dilakukan
verifikasi, secara otomatis maka stok barang yang diminta oleh depo farmasi
rawat inap telah menjadi stok di depo rawat inap di dalam sistem. Dengan adanya
sistem ini, maka memungkinkan stok obat di depo farmasi dan di sistem sama
besarnya (real stock). Namun, hal ini terkadang masih belum berjalan dengan
baik, stok di depo farmasi terkadang berbeda dengan stok yang ada di sistem.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya SDM untuk
memantau stok yang ada. Terkadang obat-obat yang sudah digunakan lupa
untuk diinput ke sistem.
Penyimpanan perbekalan farmasi yang tersedia di depo farmasi ini cukup
lengkap dan disusun dengan teratur. Obat dipisahkan antara generik dan non
generik, bentuk sediaan dan disusun berdasarkan alfabetis agar memudahkan
pengambilan sehingga mempercepat pelayanan. Obat-obat yang memerlukan
penyimpanan suhu dingin ditempatkan pada pharmaceutical refrigerator. Obat-
Universitas Indonesia
obat mahal dan mudah pecah disimpan di dalam lemari kaca dan terkunci. Hal
ini bertujuan agar mencegah hilang atau pecahnya obat. Sediaan nutrisi juga
disimpan rapi dan terlindung dari cahaya dengan tujuan untuk menjaga kestabilan
sediaan tersebut.
Depo Farmasi Teratai memiliki beberapa unit lemari emergency
yang berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di
ruang HCU (High Care Unit) lantai 4 Utara, 5 Selatan dan 6 Selatan. Obat dan
alkes yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa
harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Setiap petugas mengambil obat
dan alkes dari lemari emergency harus mencatat di lembar insidentil per pasien
guna dimasukkan ke dalam tagihan pasien. Isi dari lemari emergency memiliki
standar baku. Jumlah obat yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan
dalam satu malam. Setiap harinya petugas depo farmasi memiliki tugas
untuk mengecek persediaan obat dan alkes dalam lemari emergency, mencatat
pasien yang menggunakan dan mengisi kembali jika terdapat kekurangan sesuai
dengan standar baku.
Selain lemari emergency, depo farmasi juga menyiapkan kit emergency yang
disimpan di ruang perawat, dimana yang bertanggung jawab terhadap kit
emergency tersebut adalah kepala ruangan (perawat) pada masing-masing
ruangan. Kit emergency dilengkapi gembok sekali pakai dengan nomor seri yang
ditulis oleh petugas depo farmasi.
Depo farmasi rawat inap juga menyediakan paket-paket kebidanan yang
digunakan di lantai satu gedung teratai (emergency kebidanan). Paket-paket ini
disediakan agar mempercepat pelayanan obat dan alkes sampai kepada pasien
tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Paket-paket ini berisi obat
dan alkes yang dibutuhkan untuk pasien yang membutuhkan tindakan
penanganan yang cepat karena berhubungan dengan nyawa. Terdapat delapan
jenis paket yang tersedia antara lain Paket Kehamilan Ektopik Terganggu
(KET), Paket Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket
Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorogic Post Partum
(HPP), Paket PreEklampsia Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan praktek kerja profesi
Apoteker di RSUP Fatmawati adalah:
a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) Fatmawati adalah melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan
farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi
m erupakan su at u s i kl us, dimulai dari proses perencanaan, pengadaan,
penyimpanan hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu.
b. Peran dan fungsi Apoteker dalam kegiatan farmasi klinik di RSUP Fatmawati
yang bersifat profesional antara lain melakukan visite pasien, monitoring
atau review penggunaan obat, monitoring efek samping obat, pemberian dan
edukasi bagi staf farmasi.
c. Kegiatan PKPA di RSUP Fatmawati memberikan wadah bagi calon apoteker
untuk dapat mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah diperoleh
sebelumnya.
5.2 Saran
Kegiatan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati sudah berjalan
baik, namun untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian maka penulis menyarankan beberapa upaya berikut :
a. Untuk meringankan dan memperjelas pembagian kegiatan di Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati, sebaiknya Wakil Kepala Instalasi dibagi menjadi
3 bagian, yaitu: Waka IFRS Pelayanan, Waka IFRS Perbekalan dan Waka
IFRS Farmasi Klinik.
b. Untuk mempermudah proses pelaporan pemakaian Narkotik dan Psikotropik,
maka IFRS dapat melakukan secara online sebagaimana yang telah diterapkan
pada fasilitas pelayanan lain.
80 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang : Duwo
Okta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2004).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006)
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
82 Universitas Indonesia
Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Terapan. Jakarta :
EGC
Universitas Indonesia
84
85
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Alur Penyimpanan Resep dan Arsip (surat masuk, surat keluar, SK,
Laporan-laporan dan arsip Kepegawaian)
Resep
Arsip
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
91
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
92
8
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap
Rawat Jalan
Rawat Inap
Universitas Indonesia
95
96
Universitas Indonesia
Lampiran 14. Alur Distribusi Obat Secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati
Universitas Indonesia
Lampiran 15. Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah
Sentral
OK Cito
OK Elektif
Universitas Indonesia
User (pasien/lainnya)
Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis
Apoteker
1. Menerima pertanyaan
2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya
Tidak Ya
Apoteker
1. Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat.
2. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur.
3. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat.
4. Penyampaian jawaban kepada user.
User
1. Menerima jawaban pertanyaan
2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan
Tidak
Ya
Selesai
Universitas Indonesia
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2013
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2013
Tabel 4.1 Profil pasien geriatric yang dirawat di lantai 5 dan 6 GPS .................
Tabel 4.2 Kejadian interaksi obat pasien geriatri ................................................ 24
ii
iii
iv
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan
untuk mendapatkan gambaran penggunaan obat pasien geriatri yang dirawat di
lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) dari tanggal 2–25 Oktober 2013.
Universitas Indonesia
2.1 Geriatri
Geriatri (dari kata Geros = tua, iatrea = merumat) atau ilmu kesehatan usia
lanjut (Pranarka, 2009). Geriatrik merupakan cabang ilmu kedokteran terutama
berhubungan dengan masalah umur tua dan penuaan serta penyakit pada orang
tua. Karakteristik penyakit pada orang tua berbeda dari orang dewasa, baik dari
faktor etiologi, diagnosis serta progesivitas dari penyakitnya. Pada geriatri sering
pula terjadi gangguan fungsi dari beberapa sistem organ seperti sistem
kardiovaskular, endokrin, urogenital, gastrointestinal dan lain-lain (Sunarti et al,
2010)
Dasar dari proses menua adalah kegagalan fungsi homeostatik
penyesuaian diri terhadap faktor intrinsik dan ekstrinsik. Terjadi berbagai
perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik,
namun juga terhdadap fungsi dan tanggapan pada kehidupan sehari-hari. Setiap
individu mengalami perubahan-perubahan tersebut secara berbeda. Pada beberapa
individu, laju penurunannya mungkin cepat dan dramatis (Pranarka, 2006)
3 Universitas Indonesia
iii. Usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta
diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun.
iv. Kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan
ekonomi.
v. Pada usia lanjut sering kali didapat penyakit iatrogenic
Universitas Indonesia
Keefektifan absorpsi suatu obat dapat berubah pada pasein geriatri. Hal ini
terjadi karena menurunnya sekresi asam lambung (25-35 %), aliran darah ke
saluran cerna, produksi tripsin pankreatik, gerakan saluran cerna atau waktu
pengosongan lambung. Dampak berubahnya fisiologi tadi dapat berupa penurunan
laju absorpsi, yang lebih lanjut dapat memperlama mula kerja efek farmakologi
obat terkait. Penurunan keefektifan absorpsi menunjukkan makna klinis yang
nyata pada usia 80 tahun ke atas bagi obat yang berdifusi aktif (Donatus, 1999).
b. Distribusi Obat
Perubahan fisiologi yang mempengaruhi keefektifan distribusi obat terkait
dengan komposisi tubuh (cairan tubuh, bobot tubuh tak berlemak, lemak tubuh)
dan ikatan protein plasma, jaringan atau organ. Pada lelaki lemak tubuh
meningkat 18-36 %, sedangkan wanita 33-48 %., sehingga terjadi pengurangan
bobot atau massa tubuh yang tidak berlemak. Obat-obat yang sangat larut dalam
lemak (seperti lidokain, diazepam) akan menunjukkan peningkatan volume
distribusi (Vd). Begitu pula sebaliknya, perlu dipertimbangkan juga perubahan
ikatan protein, kadar albumin pada lansia akan turun 0,4-0,6 g/dL. Akibatnya,
fraksi obat bebas (terikat albumin) obat-obat bersifat asam terikat kuat dengan
albumin, sehingga dapat meningkatkan efek farmakologi dan toksikologinya
(Donatus, 1999).
c. Metabolisme Obat
Metabolisme obat terutama terjadi di dalam hati, pada lansia terjadi
penurunan darah kehati karena berkurangnya laju curah jantung sekitar 30-40 % .
Penurunan ini dapat menyebabkan berkurangnya ekstraksi obat ke hati (Donatus,
1999).
d. Eliminasi obat
Ginjal merupakan jalur utama sekresi sebagian besar obat. Perubahan
fisiologi ginjal mempengaruhi proses ekskresi yang terjadi. Pada lansia fungsi
filtrasi glomerular akan berkurang, hal ini dikarenakan hilangnya sekitar 35 %
nefron dan 30 % jumlah glomeruli yang berfungsi, selain itu aliran darah keginjal
berkurang 45–53 %. Akibatnya, proses filtrasi glomerular obat apapun yang tidak
terikat protein plasma akan berkurang pada lansia. Keefektifan ekskresi obat pada
lansia juga mengalami kemunduran, sehingga waktu paruh eliminasi obat utuh
Universitas Indonesia
atau metabolitnya dapat diperpanjang, begitu pula keberadaan obat dalam tubuh.
Hal ini jelas memperpanjang kerja farmakologi dan/atau toksikologi obat-obat
seperti spironolakton, levodopa, asetoheksamida dan oksipurinal (Donatus, 1999)
Selain penurunan fisiologi dalam filtrasi glomerular serta sekresi dan
reabsorpsi tubuler, penderita lansia terutama mudah terkena gangguan ginjal
karena dehidrasi, gagal jantung kongestif hipotensi atau karena patologi ginjal-
intrinsik seperti nefropati diabetik atau pielonefritis, yang kesemuanya dapat
memicu kerusakan ginjal (Donatus, 1999). Komplikasi pada lansia perlu
mendapat perhatian dengan seksama, karena dapat merumitkan pemilihan obat
maupun dosis dan aturan pemberiaannya. Selain itu kemungkinan efek yang parah
karena obat-obat digoksin, litium, antibiotik aminoglikosida dan klorpropamid
juga perlu dipertimbangkan sebelum diberikan pada lansia. Karenanya, secara
umum pasien geriatri lebih baik diberi dosis yang lebih rendah dari pada penderita
dewasa, terutama obat yang dieksresi di ginjal (Miller, 2011)
2.4.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (Undang-undang RI No. 44, 2009):
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan secara
paripurna. Untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standard pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.2 Metode
Pengambilan data dilakukan secara prospektif dari rekam medis pasien
yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Solearto (GPS) RSUP Fatmawati
Cilandak Jakarta Selatan selama tanggal 2 – 25 Oktober 2013.
8 Universitas Indonesia
Tabel 4.1. Profil Pasien Geriatri yang dirawat di Lantai 5 dan 6 GPS
Pasien geriatri yang dirawat dilantai 5 dan 6 GPS sejak tanggal 2-25
Oktober berjumlah 15 pasien yang terdiri dari 53 % pasien laki-laki dan 47 %
pasien perempuan. Dari 15 pasien yang dirawat, 72 % pasien dirawat dilantai 5
GPS yang terdiri atas 8 pasien laki-laki dan 3 pasien perempuan sedangkan 27 %
pasien yang dirawat di lantai 6 yang semuanya merupakan pasien perempuan.
Berdasarkan lama hari rawat, paling banyak pasien dirawat lebih dari 5 hari yaitu
40 % pasien.
9 Universitas Indonesia
Profil Penyakit
17%
28%
Cardiovaskular Disease
Diabetes Melitus
11%
Hipertensi
Geriatric Problem
11% Sindrom dispepsia
22% Lainnya
11%
Keterangan: Penyakit lainnya yang menyebabkan pasien dirawat adalah hernia, kanker sigmoid
dan epistaksis
Pasien Komplikasi
25%
DM+ HT
DM, HT, CKD st 5
50%
CVD + DM
12% CVD+ Stroke
13%
Universitas Indonesia
27% 27%
> 5 obat
> 10 obat
> 15 obat
46%
Anti radang/Antinyeri
12% 13%
SSP
Universitas Indonesia
Obat Antidiabetes
12%
25%
Glibenklamid
Lantus
Apidra
38% Novorapid
25%
Obat Antihipertensi
5%
5% Amlodipin
10% Bisoprolol
33%
Lasix
Candesartan
10%
Captopril
Valsartan
9%
Losartan
14%
14% Carvedilol
Universitas Indonesia
Obat Antihiperlipidemia
20%
Simvastatin
Atorvastatin
80%
6%
6% Ranitidin
22% Ondansentron
5%
Laxadine
5%
Loperamid
Sucralfate
11% Pantoprazol
17%
Esomeprazol
11% Polonosentron
Vitazym
17%
Gambar 4.8. Persentase penggunaan obat gangguan saluran cerna pasien geriatri
Universitas Indonesia
Obat Antibiotik
8%
Ceftriaxon
8% 25%
Levofloxacin
8% Ciprofloxacin
Cefotaxim
9% Ampicilin Sulbaktam
Fosmicyn
25%
17% Ceftazidim
Obat Antitrombolitik
11%
Aspirin
Clopidogrel
33% 56% Silostazol
Universitas Indonesia
Obat SSP
9% Donezepil
9% 28% Gabapentin
Halloperidol
9% Trihexyphenidyl
Sertralin
9% Alprazolam
18% Estazolam
9%
Amitriptilin
9%
17%
Paracetamol
Profenid
17% 50%
Tramadol
Etoricoxib
16%
Gambar 4.12. Persentase penggunaan obat analgetik dan antiradang pasien geriatri
Universitas Indonesia
Obat Nootropik
22%
Citicoline
Piracetam
78%
Supplemen
As. Folat
5%
5% 16% Vitamin*
5% Na Bicarbonat
NaCl
5%
CaCO3
5% 16%
KSR
5% Aspar K
Neuroaid
5%
11% Neurosanbe
5%
5% 6% Neurodex
6%
Sohobion
*Vitamin yang digunakan adalah Vitamin B, Vitamin B6, dan Vitamin
K
Universitas Indonesia
%
No Obat Efek Jml Manajemen Penanganan
kejadian
Universitas Indonesia
%
No Obat Efek Jml Manajemen Penanganan
kejadian
Captopril- Terjadi resiko hipotensi akut Monitoring tekanan darah
16 1 2
Furosemid dan penurunan fungsi ginjal dan fungsi ginjal
Valsartan-
17 Peningkatan efek valsartan 1 2 Monitoring tekanan darah
Simvastatin
Amlodipin-
18 Penurunan efek amlodipin 1 2 Monitoring tekanan darah
CaCO3
Candesartan- Kedua obat meningkatkan
19 1 2 Monitoring serum kalium
KCl serum kalium
Peningkatan kadar serum
20 Captopril-KCl kalium dengan menurukan 1 2 Monitoring serum kalium
eliminasi
Kedua obat meningkatkan
21 Bisoprolol-KCl 1 2 Monitoring serum kalium
kadar serum kalium
Aspirin- Meningkatkan resiko Monitoring kadar gula
22 1 2
Glibenklamid hipoglikemia darah
Captopril- Penurunan efek hipotensi
23 1 2 Monitoring tekanan darah
Aspirin dan vasodilator
Tidak ada pencegahan,
Simvastatin- Peningkatan efek jika terjadi interaksi
24 1 2
Glibenklamid hipoglikemik dilakukan penurunan dosis
glibenklamid
Penurunan klirens Monitor kadar gula darah,
Glibenkalmid-
25 glibenklamid, terjadi 1 2 tanda dan gejala
Ranitidin
hipoglikemia hipoglikemia pada pasien
Penurunan kadar asam folat
Aspirin-Asam Tidak digunakan
26 melalui penghambatan 1 2
folat bersamaan
absorpsi GI
Penurunan kadar Ciprofloksasin diminum 2
Ciprofloksasin-
27 ciprofloksasin dengan 1 2 jam sebelum atau 6 jam
Sucralfat
menghalangi absorpsi GI setelah sucralfat
Monitoring efek
Rifampisin- Meningkatkan efek
28 1 2 clopidogrel (pendarahan),
Clopidogrel clopidogrel
gunakan alternative
Meningkatkan toksisitas,
Rifampisin- perubahan metabolit
29 1 2 Monitoring fungsi hati
Isoniazid isoniazid menjadi metabolit
yang hepatotoksik
Menurunkan efek isoniazid
Na Bic- Penggunaannya diberi jeda
30 melalui penghambatan 1 2
Isoniazid 2 jam
absorpsi GI
Isoniazid- Meningkatkan efek Monitoring keadaan
31 1 2
Ondansentron ondansentron pasien
Isoniazid- Menurunkan efek Monitoring keadaan
32 1 2
Clopidogrel clopidogrel pasien
Universitas Indonesia
%
No Obat Efek Jml Manajemen Penanganan
kejadian
Monitoring EKG,
Haloperidol- Kedua obat meningkatkan elektrolit dan terjadinya
33 1 2
Ondansentron interval QTc gejala CHF atau
bradiaritmia
Monitoring EKG,
Sertrain- Kedua obat meningkatkan elektrolit dan terjadinya
34 1 2
Ondansentron interval QTc gejala CHF atau
bradiaritmia
Peningkatan efek
Sertralin- Monitoring keadaan
35 haloperidol dan peningkatan 1 2
Haloperidol pasien (EKG, elektrolit)
interval QTc
meningkatkan efek Monitor pasien, ada
Haloperidol-
36 trehiksipenidil dengan 1 2 potensi terjadinya
Triheksipenidil
sinergisme farmakodinamik antikolinergik
Monitoring keadaan
Sertralin- Kedua obat meningkatkan
37 1 2 pasien terhadap efek
Isoniazid kadar serotonin
peningkatan serotonin
Amitriptilin- Kedua obat meningkatkan Monitoring keadaan
38 1 2
Levofloksasin interval QTc pasien
Diazepam- Monitoring keadaan
39 Meningkatkan efek sedasi 1 2
Amitriptilin pasien
Kedua obat meningkatkan Monitoring efek toksisitas
Aspirin-
40 toksisitas dengan efek 1 2 dari obat, hanya gunakan
Silostazol
sinergisme farmakodinamik aspirin dosis rendah
Meningkatkan toksisitas
furosemid secara sinergisme
Ceftriakson-
41 farmakodinamik, 1 2 Monitor fungsi hati
Furosemid
meningkatkan resiko
nefrotoksik
Menurunkan efek
parasetamol dengan
Diazepam-
42 meningkatkan 1 - -
Parasetamol
metabolismenya (non
signifikan)
Menurunkan efek
parasetamol dengan
Gabapentin-
43 meningkatkan 1 - -
Parasetamol
metabolismenya (non
signifikan)
Menurunkan efek
ondansentron, dengan
Rifampisisin-
44 mempengaruhi metabolisme 1 - -
Ondansentron
enzim CYP1A2 (non-
signifikan)
Ceftriakson-Vit Peningkatan efek ceftriakson
45 1 - -
C (non signifikan)
Universitas Indonesia
%
No Obat Efek Jml Manajemen Penanganan
kejadian
Penurunan kadar CaCO3
Furosemid- dengan meningkatkan
46 1 - -
CaCO3 klirens ginjal (non
signifikan)
Penurunan kadar asam folat
Furosemid- dengan meningkatkan
47 1 - -
Asam Folat klirens ginjal (non
signifikan)
Keterangan: Interaksi yang bersifat non signifikan tidak dilakukan manajemen penanganan dan
tidak dimasukkan dalam % kejadian interaksi obat (dapat diabaikan)
Universitas Indonesia
Lantai 5 dan 6 GPS merupakan ruang rawat inap yang memberikan pelayanan
eksekutif bagi pasien. Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik pasien geriatri
yang menjalani rawat inap merupakan pasien yang mengalami kekambuhan atau
peningkatan keparahan dari penyakit kronis yang diderita. Penyakit yang paling
banyak menyebabkan pasien menjalani rawat inap adalah CVD, hal ini sesuai
dengan data RSUP Fatmawati bahwa penyakit ini termasuk sepuluh besar
penyakit di RSUP Fatmawati (IRMIK RSUP Fatmawati, 2013).
Semua pasien geriatri rata-rata mengalami komplikasi penyakit dan satu
pasien bisa mengalami 2 penyakit. Hal ini terkait dengan kondisi geriatri yang
mengalami penurunan fungsi tubuh, sehingga penyakit dapat berkembang.
Sebanyak 8 pasien dari keseluruhan pasien geriatri mengalami komplikasi,
komplikasi yang tertinggi adalah pasien yang menderita CVD dengan stroke (50
%) seluruhnya merupakan pasien laki-laki, salah satu faktor resiko stroke adalah
jenis kelamin sesuai dengan teori yang ada bahwa pria lebih beresiko terkena
stroke dibanding wanita (Dipiro et al, 2008).
Terdapat satu pasien yang masuk dirawat di rumah sakit karena epistaksis
yang terus dan hal ini merupakan salah satu contoh ADR (adverse drug reaction)/
ROTD yang terjadi karena pengobatan antitrombolitik Clopidogrel®, hal ini
menunjukkan bahwa satu pasien mengalami kejadian ADR yang menyebabkan
pasien dirawat inap. Berdasarkan data tersebut dapat dikaji lebih lanjut mengenai
tingkat ADR yang terjadi dengan kuisioner naranjo, seperti penelitian yang
dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (Christianie, 2008).
Karakteristik penyakit pasien geriatri yang bersifat kompleks membuat
pengobatan yang dilakukan tidak cukup hanya dengan satu jenis obat. Hal ini
menyebabkan pasien geriatri mendapatkan pengobatan yang polifarmasi. Dapat
dilihat pada hasil pengkajian bahwa semua pasien mendapatkan lebih dari 3 obat,
paling banyak pasien mendapat obat lebih dari 5 -10 obat, bahkan ada yang
mendapatkan lebih dari 10 obat. Obat yang digunakan merupakan obat oral,
inhalasi, injeksi IV dan infus.
29 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang dikumpulkan selama tanggal 2–25 Oktober 2013,
dapat disimpulkan:
1. Sebanyak 53 % pasien laki-laki dan 47 % pasien perempuan dirawat di
lantai 5 dan 6 GPS.
2. Sebanyak 40 % pasien menjalani perawatan lebih dari 5 hari, 33 %
menjalani lebih dari 3 hari dan 27 % menjalani perawatan lebih dari 10
hari
3. Sebanyak 60 % pasien geriatri mengalami penyakit dengan komplikasi.
4. Sebanyak 46 % pasien mendapatkan > 10 obat. Pasien yang mendapatkan
> 3 obat dan > 15 jenis obat masing-masing 27 % pasien.
5. Terdapat 3 golongan obat yang paling banyak digunakan dengan masing-
masing persentase yang sama (14 %) yaitu obat antihipertensi, obat
gangguan saluran cerna dan suplemen.
6. Sebanyak 86 % pasien mengalami interaksi pada pengobatannya. Interaksi
yang terjadi secara farmakodinamik sebesar 72 % dan interasi farmasetik
sebesar 28 %.
5.2 Saran
1. Kegiatan monitoring penggunaan obat pada pasien geriatri yang dirawat
dilantai 5 dan 6 GPS perlu dilakukan secara berkala demi terlaksananya
pengobatan yang rasonal bagi pasien.
2. Perlu dilakukan proses penilaian ADR dengan kuisioner naranjo untuk
mengetahui tingkat ADR yang terjadi.
3. Semua pasien harus di kaji pengobatannya untuk melihat apakah terjadi
interaksi pada penggunaan obat lebih dari 5 (polifarmasi).
4. Pada penggunaan antibiotik, harus diperhatikan lama pengobatan yang
dilakukan, juga harus dilakukan tes resistensi dan tes kultur untuk
menentukan jenis antibiotik yang tepat.
25 Universitas Indonesia
Donatus, Imono Argo. (1999). Nasib Obat pada Diri Lanjut Usia (Lansia).
SIGMA Vol. 2 No. 1
Pranarka, Kris. (2006). Penerapan Geriatrik menuju Usia Lanjut yang Sehat.
Universa Medicina. Oktober- Desember: Vol. 25 No. 4
http://www.statistik –indonesia.com
26 Universitas Indonesia
27 Universitas Indonesia
28
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
Laxadine 2C 1x 4/10 11/10
Pujimin 2 cap 3x 7/10 11/10
Nebulizer
(ventolin: 1:1 2x 8/10 11/10
NaCl 0,9 % + / 12
500 cc 3/10 4/10
25 mEq KCl jam
/12
NaCl 0,9 % 500 ml 4/10 11/10
jam
29
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
3 Tn KD L 76 47 156 HNP (Herniated prostatitis 502 7 hari Curcuma 1 tab 2x 1/10 7/10
Nucleous Pulpo
Sohobion 1 tab 1x 1/10 7/10
BPH (Benign
Harnal Ocas
Prostate 1 tab 1x 2/10 7/10
(tamsulosin)
Hyperplasia)
30
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
Lasix 2 amp 1 x iv 30/9 9/10
Novorapid 13 unit 3x 3/10 4/10
Novorapid 14 unit 3x 4/10 9/10
Novorapid 8 unit 1x 9/10 11/10
Lantus 8 unit 1x 9/10 11/10
5 Tn MHS L 91 55 158 Dispepsia syndrom TB Paru dg 506 4 hari Rifampisin 300 mg 1x 1/10 4/10
Geriatrik problem infeksi sekunder INH 300 mg 1x 1/10 4/10
31
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
6 Tn. SW L 60 47 156 CVD stroke iskemik CVD 503 5 hari Aptor 1 tab 1x 1/10 5/10
Hipertensi Simvastatin 10 mg 1x 1/10 5/10
Amlodipin 5 mg 1x 1/10 5/10
CPG 75 mg 1x 1/10 5/10
Zyloric 300 mg 1x 1/10 1/10
Neulin PS 147,5 mg 2x 3/10 5/10
Nebulizer
(combivent: 1:1 3x 17/10 21/10
NaCl 0,9 %)
32
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB
Pasien masuk Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
Nebulizer
1:1 2x 19/10 21/10
(fulmicort: NaCl)
Ceftriaxone 2g 1x 14/10 17/10
Vit C 400 mg 1x 14/10 21/10
Pranza 40 mg
33
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
Paracetamol 1 tab JP 21/10 23/10
Nexium
40 mg 1x
(esomeprazol) 11/10 23/10
Ceteron
4 mg 1x
(ondansentron) 12/10 16/10
Cefxon 1g 2x 12/10 21/10
34
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB
Pasien masuk Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
Ascardia 80 mg 1x 22/10 23/10
Ascardia 160 mg 1x 23/10 25/10
Laxadine 2C 1x 22/10 25/10
Vitazym 1 tab 3x 23/10 25/10
Captopril 12,5 mg 3x 23/10 24/10
Amlodipin 5 mg 1x 24/10 25/10
35
Lampiran (lanjutan)
Nama Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk Diagnosa Keluar
Pasien rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
11 Tn M L 75 54 160 CVD stroke CVD 506 5 hari Losartan 50 mg 1x 9/10 13/10
Pro carotid shunt post carotid shunt Fordesia 1 tab 1x 9/10 13/01
Neuroaid 1 tab 3x 9/10 13/10
Maintate 2,5 1/2 tab 1x 9/10 13/10
Nurobion 1 tab 1x 9/10 13/10
36
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB
Pasien masuk Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
Ceftazidim 2g 3x 7/10 10/10
Vit C 400 mg 2x 7/10 10/10
Gastrofer 40 mg 2x 7/10 10/10
Alinamin 1 amp 1x 7/10 10/10
Ceteron 4 mg 7/10 10/10
Lasix 40 mg 1x 8/10 9/10
37
Lampiran (lanjutan)
Nama Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk Diagnosa Keluar
Pasien rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
14 Ny El H P 62 67 160 Dispepsia Syndrome DM tipe 2 605 4 hari Vometa 1 tab 3x 22/10 25/10
DM tipe 2 Celulitis Paracetamol 500 mg 3x 22/10 23/10
Aspilet 1 tab 1x 23/10 25/10
Ulkus plantar pedis
dextra Dumin 1 tab 3x 23/10 25/10
38
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014