Anda di halaman 1dari 157

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LULU SOLIHAH, S.Far.


1206329783

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014

i
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

LULU SOLIHAH, S.Far.


1206329781

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014

ii
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jalan Fatmawati, Cilandak,
Jakarta Selatan Periode 2 September – 25 Oktober 2013.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana
untuk mengembangkan wawasan kefarmasian mengenai pelayanan farmasi di
rumah sakit sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok.
Pada penyelesaian penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
mengarahkan, yaitu kepada:
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas
izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai Pejabat Sementara Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan
bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
4. Dr. Retnosari Andrajati, M.Si, Ph.D., Apt selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis
dalam penyusunan laporan ini.
5. Dra. Setianti Haryani, M.Farm., Apt selaku Pembimbing I atas waktu, bantuan
serta bimbingan rutin selama berlangsungnya PKPA.

v
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
6. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt selaku Pembimbing tugas umum, atas
waktu, bantuan dan bimbingan selama PKPA.
7. Seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Fatmawati yang telah memberikan
bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA)
8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
9. Keluarga penulis atas dukungan doa, semangat dan materi yang tak pernah
putus.
10. Teman-teman apoteker UI 77, khususnya kelompok PKPA Fatmawati yang
telah menjadi tim yang kompak dalam menjalani hari-hari PKPA. Serta
teman-teman peserta PKPA dari Universitas Pancasila, ISTN, UNTAG dan
UBAYA.
11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini menjadi amal ibadah
yang dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak yang
membacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita
bimbingan dan balasan kebaikan atas amal ibadah kita. Amin.

Penulis

2014

vi
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Lulu Solihah, S. Far


NPM : 1206329783
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta Periode 2
September – 25 Oktober 2013

Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan di RSUP Fatmawati bertujuan


agar mahasiswa calon apoteker dapat memahami peran dan tanggung jawab
apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Tim Farmasi dan Terapi, memberi
gambaran mengenai hal-hal terkait Farmasi Rumah Sakit dan mengaplikasikan
ilmu yang telah dipelajari yang terkait dengan praktek di rumah sakit. Tugas
khusus yang diberikan berjudul Gambaran Penggunaan Obat Pasien Geriatri di
lantai 5 dan 6 Gedung Professor Soelarto RSUP Fatmawati. Tugas khusus ini
bertujuan untuk medapatkan gambaran penggunaan obat pasien geriatri yang
dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Professor Soelarto dari tanggal 2-25 Oktober
2013.

Kata kunci : RSUP Fatmawati, Gambaran penggunaan obat, Pasien geriatri


Tugas umum : xii + 99 halaman; 16 lampiran
Tugas khusus : v + 38 halaman; 2 tabel; 14 gambar; 1 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 12 (2003 - 2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 12 (1996 - 2013)

viii
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
ABSTRACT

Name : Lulu Solihah, S.Far


NPM : 1206329783
Program Study : Apothecary profession
Title : Apothecary Internship Program at General Public
Fatmawati Hospital Jakarta Period September 2nd -
October 25th 2013

Apothecary Internship Program at General Public Fatmawati Hospital was held so


that student can understand the roles and responsibilities of pharmacist that takes
place in hospital pharmaceutical installation and Pharmacists and Medic Team,
and gaining knowledge into everything related Hospital Pharmacy and applied the
knowledge that related Hospital Pharmacy Practices. Special assignmen was given
by title Drug Use Study of Geriatric Patient at 5th and 6th floor of Professor
Soelarto Building of RSUP Fatmawati. The aim of this special assignment was to
obtain an overview of drug use by geriatric patients that hospitalized in 5th and 6th
floor of Professor Soelarto Building from 2nd October to 25th October 2013

Keywords : General Hospital Center Fatmawati, Drug use study, Geriatric


patient
General Assignment : xii + 99 pages; 16 appendices
Specific Assignment : v + 38 pages, 2 tables, 14 pictures; 1 appendic
Bibliography of General Assignment: 12 (2003 - 2013)
Bibliography of Specific Assignment: 12 (1996 - 2013)

ix
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................... iv
KATA PENGANTAR......................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...................... vii
ABSTRAK............................................................................................................ viii
ABSTRACT.......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 3

BAB 2. TINJAUAN UMUM ............................................................................ 4


2.1 Definisi Rumah Sakit..................................................................... 4
2.2 Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit ................................................... 4
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit................................................................ 4
2.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan ............................................ 4
2.3.2 Berdasarkan Pengelolaan .................................................. 6
2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati............................ 6
2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati ................................. 8
2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati ......................................... 8
2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati ................................................... 8
2.6 Visi dan Misi .................................................................................. 8
2.6.1 Motto dan Falsafah ............................................................. 9
2.6.2 Nilai .................................................................................... 9
2.6.3 Tujuan................................................................................... 10

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS........................................................... .............. 11


3.1 Instalasi Farmasi ............................................................................. 11
3.1.1 Bagan Organisasi .................................................................. 11
3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan FRS ......................... 11
3.1.3 Analisa Kebutuhan Tenaga ................................................... 12
3.1.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ........................................... 13
3.1.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alkes 15
3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati................................................ 16
3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi ........................... 17
3.2.2 Visi Instalasi Farmasi ............................................................. 18
3.2.3 Misi Instalasi Farmasi ............................................................. 18
3.2.4 Tujuan Instalasi Farmasi ......................................................... 18
3.2.5 Nilai – nilai Instalasi Farmasi .................................................. 19
3.2.6 Kegiatan Farmasi Klinik ........................................................... 19

x
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
3.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi ........................................... 30
3.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati................................... 55

BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 57

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 80


5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 80
5.2 Saran ............................................................................................... 80

DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 82


LAMPIRAN....................................................................................................... 84

xi
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi RSUP Fatmawati....................................... 84


Lampiran 2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati........ 85
Lampiran 3 Alur Pengkajian Resep................................................................. 86
Lampiran 4 Alur Pemantauan Efek Samping Obat......................................... 87
Lampiran 5 Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat................................. 88
Lampiran 6 Alur Penyimpanan Resep dan Arsip ....................................... 89
Lampiran 7 Alur Pemusnahan Resep dan Arsip ........................................... 90
Lampiran 8 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi......................................... 91
Lampiran 9 Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima ..... 92
Lampiran 10 Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik .................................. 93
Lampiran 11 Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap 94
Lampiran 12 Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual
Prescription.................................................................................. 95
Lampiran 13 Alur Pelayanan Resep di Depo Askes ...................................... 96
Lampiran 14 Alur Distribusi Obat secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati ......................................................................... 97
Lampiran 15 Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo
Instalasi Bedah Sentral........................................................... 98
Lampiran 16 Alur Program Pelayanan Informasi Obat................................... 99

xii
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang harus
diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Ditegaskan dalam UU No. 36 Tahun 2009, kesehatan
merupakan hak asasi setiap manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Upaya kesehatan
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meingkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peingkatan kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau
masyarakat. Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan promotif, kuratif
dan rehabilitatif diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Dalam UU. No 44 tahun 2009 tertulis, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.
Dalam keberlangsungannya sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, suatu
rumah sakit membutuhkan sediaan farmasi serta alat kesehatan yang bermutu,

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


2

bermanfaat, aman dan terjangkau. Adanya bagian kefarmasian merupakan salah


satu syarat yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Yang dimaksud dengan
"instalasi farmasi" dalam penjelasan UU. No. 44 Tahun 2009 adalah bagian dari
Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur
dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan
pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit.
Dalam PP 51 tahun 2009 disebutkan bahwa untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran dan pelayanan
sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan yaitu tenaga kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian.
Apoteker di rumah sakit merupakan salah satu sumber daya manusia yang
mendukung serta terlibat dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan, maka
setiap calon Apoteker harus meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan,
dan keahlian di bidang kefarmasian sehingga calon apoteker setidaknya
mempunyai bekal untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang
profesional.
Sesuai dengan Pasal 5 butir c dan d, fungsi rumah sakit adalah
melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Oleh karena itu pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta
karena RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pemerintah yang dapat
memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian diseluruh disiplin ilmu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


3

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah
sebagai berikut :
a. Calon Apoteker memahami peran dan tanggung jawab apoteker pada tiap
bagian yang melibatkan Apoteker di RSUP Fatmawati diantaranya di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT).
b. Memberi gambaran pada calon Apoteker tentang hal-hal terkait Farmasi
Rumah Sakit sehingga calon Apoteker mempunyai bekal untuk bertindak
sesuai dengan kode etik dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem
pelayanan rumah sakit.
c. Mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah dipelajari secara teoritis
berkenaan dengan praktek di rumah sakit oleh calon Apoteker.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi Rumah Sakit


Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (UU RI No. 44/2009)


Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit
mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.3 Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009, rumah sakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

4 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


5

2.3.1.1 Rumah Sakit Umum


Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
terdiri dari:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan
13 (tiga belas) subspesialis.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2
(dua) subspesialis dasar.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis
dasar.
2.3.1.2 Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi
Rumah Sakit Khusus terdiri atas :
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


6

b. Rumah Sakit Khusus Kelas B


Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.

2.3.2 Berdasarkan pengelolaan


Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat.
2.3.2.1 Rumah Sakit Publik
Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang
dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah
Sakit Privat.
2.3.2.2 Rumah sakit privat
Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati


Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari
gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak
yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dengan dana
yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana
Bantuan Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit
Ibu Soekarno.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


7

Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah
menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan
kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai
hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu
Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya pada tahun 1984
RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan
tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.
Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit
Unit Swadana Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun
1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun
1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No.27 Tahun 1997, rumah sakit
mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati
ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.117 tahun
2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada
tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati
memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP
Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12
pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16
Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan
Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri
Kesehatan No.424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati
telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 :
2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI
(Joint Commission International).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


8

2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati


2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan upaya
penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan, dan penelitian.

2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati


Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan:
a. Pelayanan medis
b. Pelayanan penunjang medis dan non medis
c. Pelayanan dan asuhan keperawatan
d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit
e. Pelayanan rujukan
f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan
g. Penelitian dan pengembangan
h. Administrasi umum dan keuangan

2.6 Visi dan Misi


Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP
Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan,
paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan:
a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap;
b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care)
serta tuntas;
c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini;
d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat; dan
e. Berorientasi kepada para pelanggan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


9

Misi dari RSUP Fatmawati adalah:


a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan
rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.
b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta
berdaya saing tinggi.
d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.
e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya
manusia.

2.6.1 Motto dan Falsafah


Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami” sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan
c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama
d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan
e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan

2.6.2 Nilai
Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.
2.6.2.1 Jujur
Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.
2.6.2.2 Profesional
Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan peka budaya).
2.6.2.3 Komunikatif
Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


10

2.6.2.4 Ikhlas
Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
2.6.2.5 Peduli
Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.

2.6.3 Tujuan
Tujuan RSUP Fatmawati adalah:
a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety)
b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang
terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan
pelanggan.
e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya
manusia rumah sakit.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Instalasi Farmasi


Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit
atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau
fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan kefarmasian, yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri
(Siregar, 2003).

3.1.1 Bagan organisasi


Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi, kewenangan, dan fungsi. Kerangka organisasi minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi
klinik dan manajemen mutu, dan selalu harus dinamis sesuai perubahan yang
dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur
organisasi RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit


3.1.2.1 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi merupakan badan yang membantu pimpinan
rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang obat dan penggunaan obat di
rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi sekurang - kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
orang yaitu dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga
dokter bisa lebih dari tiga orang yang mewakili semua staf medik fungsional

11 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


12

yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena
semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di
seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini.
Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan
formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan
obat yang diterima/ disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di
rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.
3.1.2.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri
dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya.
3.1.2.3 Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit
Apoteker juga berperan dalam tim/panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain:
a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri
c. Tim penanggulangan AIDS
d. Tim transplantasi
e. Tim PKMRS, dan lain - lain.

3.1.3 Analisa kebutuhan tenaga


3.1.3.1 Jenis ketenagaan
a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, sarjana farmasi,
dan asisten apoteker (AMF, SMF)
b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer atau
teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi
c. Pembantu pelaksana
3.1.3.2 Beban kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a. Kapasitas tempat tidur dan BOR
b. Jumlah resep atau formulir per hari
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


13

c. Volume perbekalan farmasi


d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian rawat
inap)
3.1.3.3 Jenis pelayanan
a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
b. Pelayanan rawat inap intensif
c. Pelayanan rawat inap
d. Pelayanan rawat jalan
e. Penyimpanan dan pendistribusian
f. Produksi obat

3.1.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Pengelolaam perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan
dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
3.1.4.1 Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standardisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan
seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan pada transaksi
pembelian.
3.1.4.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar - dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain metode konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


14

metodekombinasi konsumsi dan mobirditas. Metode konsumsi dan


epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
3.1.4.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi atau pembuatan
sediaan farmasi, maupun sumbangan atau droping atau hibah.
3.1.4.4 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan
mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
3.1.4.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi (penitipan barang dari pemilik kepada suatu pihak
untuk dijualkan) atau sumbangan.
3.1.4.6 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi
menurut persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi
yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
3.1.4.7 Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan
farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi
pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik.
a. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pasien rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan
atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem
resep perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


15

b. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan.


Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi
dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotik rumah
sakit.
c. Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja
Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar
jam kerja yang diselenggarakan oleh:
1) Apotik rumah sakit/ satelit farmasi yang dibuka 24 jam
2) Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi

3.1.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


Merupakan pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam
menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman
dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian,
keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan
profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
3.1.5.1 Pengkajian resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari
seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
3.1.5.2 Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan/ meracik obat, memberikan label/ etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.
3.1.5.3 Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


16

yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi.
3.1.5.4 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
3.1.5.5 Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan
pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
3.1.5.6 Pemantauan kadar obat dalam darah
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit.
3.1.5.7 Ronde atau visite
Ronde atau visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat
inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
3.1.5.8 Pengkajian penggunaan obat
Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.

3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati


Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) satu-
satunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan
farmasi dengan sistem satu pintu. Instalasi Farmasi berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan
Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang
kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan satu orang Wakil Kepala
Instalasi yang membawahi 15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu:
a. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3)
b. Penyelia Depo Askes
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


17

c. Penyelia Depo IGD dan IRI


d. Penyelia Depo IBS
e. Penyelia Depo Teratai - IRNA A
f. Penyelia Depo Teratai - IRNA B
g. Penyelia Depo Griya Husada
h. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto
i. Penyelia Gudang Farmasi
j. Penyelia Produksi Farmasi
k. Penyelia Sistem Informasi
l. Penyelia Distribusi dan Penerimaan
m. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi
n. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
o. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi
Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 2.

3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi


Tugas Pokok Instalasi Farmasi adalah:
a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan
farmasi di RSUP Fatmawati.
c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas
pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
d. Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan
kefarmasian di RSUP Fatmawati.
e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi
kefarmasian.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


18

Fungsi instalasi farmasi adalah:


a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati dengan pihak - pihak terkait.
b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati.
c. Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati
berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta
tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di
RSUP Fatmawati.

3.2.2 Visi Instalasi Farmasi


Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia.”

3.2.3 Misi Instalasi Farmasi


Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.
b. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP
Fatmawati.
c. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan
efisien.
d. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang
orthopedi dan rehabilitasi medik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


19

3.2.4 Tujuan Instalasi Farmasi


Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang profesional dan
bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah
sakit.
b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi
seluruh masyarakat rumah sakit.
d. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim
pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari
pelayanan farmasi.
e. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit,
masyarakat, serta lingkungan.
f. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan
pelatihan.
g. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi
pelayanan.
h. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.

3.2.5 Nilai - nilai Instalasi Farmasi


Nilai - nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Profesional
b. Benar dan aman (safety)
c. Penuh tanggung jawab
d. Jujur
e. Ramah dan peduli (care)

3.2.6 Kegiatan Farmasi Klinik


3.2.6.1 Pengkajian Resep
Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan
skrining resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


20

administratif, farmasetis dan klinis. Pengkajian peresepanobat dilakukan terhadap


resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk resep yang
telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel
keterangan “Resep atau Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien. Untuk
resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan
yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Prosedur:
a. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan:
1) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal
dari RSUP Fatmawati
2) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP
Fatmawati
b. Pelaksanaan skrining resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi
untuk menilai kelengkapan:
1) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak:
a) Nama dokter
b) Tanggal penulisan resep
c) Tanda tangan / paraf dokter penulis resep
d) Nomor rekam medik pasien
e) Nama pasien
f) Umur pasien
g) Jenis kelamin pasien
h) Berat badan pasien
i) Nama obat
j) Jumlah yang diminta dalam resep obat
k) Aturan pemakaian obat
2) Persyaratan Farmasetis dengan menilai:
a) Bentuk sediaan
b) Kekuatan sediaan
c) Kompatibilitas / ketercampuran farmasetis
d) Stabilitas sediaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


21

e) Cara penyimpanan obat


3) Persyaratan Klinis dengan menilai:
a) Indikasi obat
b) Riwayat alergi obat
c) Duplikasi pengobatan
d) Interaksi obat dengan obat
e) Interaksi obat dengan makanan
f) Kontra indikasi obat
g) Biaya obat
c. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi
Farmasi dengan dokter penulis resep
1) Untuk konfirmasi bila ditemukan
a) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep
b) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetis resep
c) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep
d) Resep tidak terbaca
e) Obat tidak tersedia
f) Temuan masalah resep lainnya
2) Klarifikasi dan problem solving
a) Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep
b) Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan
dengan komunikasi melalui telepon
d. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep.
e. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di skrining oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan:
1) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda”
berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi” pada resep
pasien.
2) Penandaan cap stempel HETIP yaitu:
a) Harga (billing)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


22

b) Etiket
c) Timbang
d) Isi
e) Penyerahan dan pemeriksaan
3) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi
kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user
(pemilik resep)

3.2.6.2 Pengkajian penggunaan obat


Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian
penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur
dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan
obat adalah:
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/ dokter tertentu.
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter satu
dengan yang lain.
c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian
penggunaan obat antara lain:
a. Indikator peresepan
b. Indikator pelayanan
c. Indikator fasilitas
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian (assessment)
terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani pengobatan. Kegiatan
pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan
data dari catatan rekam medik pasien pada periode tertentu. Kegiatan pengkajian
penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


23

(SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan dilakukan oleh apoteker dengan


menilai adanya potensial drug related problem (DRP), yaitu:
a. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa
b. Ketepatan pemilihan obat
c. Dosis terlalu tinggi
d. Dosis terlalu rendah
e. Efek samping obat
f. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan uji
laboratorium.
g. Ketidakpatuhan pasien, misalnya karena obat tidak tersedia, pasien tidak
mampu mendapatkan obat yang diinginkan, pasien tidak bisa menelan obat,
pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat, pasien lebih suka tidak
mendapatkan pengobatan atau pasien lupa dalam pengobatan.
h. Pasien menerima terapi obat yang tidak diperlukan
Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah
apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati
b. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal
Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan
untuk evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang
telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel
keterangan “Resep atau Obat telah di review Farmasi” pada Rekam Medik (RM)
pasien. Untuk obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan
komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan
terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep pada Lampiran 3.

3.2.6.3 Visite
Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan
obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien
(pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


24

lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu memberikan


pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien untuk memastikan bahwa
pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah pengobatan yang rasional.
Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada
pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite
sebagai salah satu aktivitasnya.
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang
lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara
aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan
keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker
bertujuan untuk:
a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif
b. Memberikan informasi mengenai farmakologi farmakokinetika, bentuk sediaan
obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien
c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam
pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi
d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat
akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya
Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu
membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi, terminologi
medik, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi,
farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan data penunjang
diagnostik lainnya. Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain
yang harus dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia
(apoteker). Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan
pasien yang menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien
yang dapat menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut:
a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b. Pasien dalam perawatan intensif;

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


25

c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat;


d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal;
e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical
value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin;
f. Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit akan berpotensi
menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal.
Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan
pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan
informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik,
wawancara dengan pasien atau keluarga. Setelah informasi didapatkan maka
selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Pengkajian yang dilakukan
yaitu pengkajian bagi pasien dengan terapi obat yang memiliki risiko mengalami
masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang
potensial (mungkin terjadi).
Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau bersama
dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Kegiatan visite
mandiri dimulai dengan melakukan perkenalan diri kepada pasien, mendengarkan
respon yang disampaikan oleh pasein setelah itu apoteker mengidentifikasi
masalah lalu memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah
terkait penggunaan obat. Untuk kegiatan visite tim dimulai dengan
memperkenalkan diri kepada pasien dan atau tim, mengikuti dengan seksama
presentasi kasus yang disampaikan, memberikan rekomendasi berbasis bukti
berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan
pelaksanaan rekomendasi dan melakukan pemantauan efektivitas serta keamanan
penggunaan obat.
Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan
adalah melakukan dokumentasi yang bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan
kredibilitas, sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan serta
sebagai materi pendidikan dan penelitian kegiatan.
a. Monitoring efek samping obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


26

Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping.


Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat, pada
dosis lazim untuk manusia, yang merugikan atau tidak diharapkan untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping dapat dicegah dengan
menghindari faktor-faktor resiko. Adanya efek samping obat dapat
meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan penderitaan, lama perawatan
serta kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat pada
Lampiran 4. MESO berguna bagi badan pengawas obat, perusahaan obat dan
juga akademisi. Tujuan diadakannya MESO diantaranya adalah :
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang
2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang baik yang
sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan.
3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau
mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka
kejadian dan hebatnya efek samping obat
4) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
5) Membuat peraturan yang sesuai
6) Memberi peringatan pada masyarakat umum bila dibutuhkan
7) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO
MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
1) Laporan insidentil
Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau
laporan kasus di majalah.
2) Laporan sukarela
Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat
3) Laporan intensif di RS.
Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang
terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan
lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.
4) Laporan wajib

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


27

Adalah peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan


efek samping obat di tempat tugas atau praktek sehari-hari.
5) Laporan lewat catatan medik
Data yang dikumpul melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang
diterima.
b. Pelayanan informasi obat
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak
bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya
dan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan
informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
rumah sakit serta untuk membuat kebijakan – kebijakan yang berhubungan
dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang
terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan
informasi obat adalah:
1) Rumah sakit dengan kapasitas 200 tempat tidur : 20 m2
2) Rumah sakit dengan kapasitas 400 – 600 tempat tidur : 40 m2
3) Rumah sakit dengan kapasitas 1300 tempat tidur : 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan atau
sumber referensi yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon,
lemari arsip dan kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan
informasi obat adalah :
1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif
dan pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3) Membuat buletin, leaflet serta label obat.
4) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


28

5) Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien


rawat jalan dan rawat inap.
6) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
7) Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
c. Monitoring interaksi obat
Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati meliputi tata cara
melakukan pemantauan serta pencegahan terhadap interaksi antara obat dengan
obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan oleh pasien di rawat
inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan
tahapan dari proses penilaian interaksi obat hingga pemberian rekomendasi
penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada
saat mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level
signifikan dari interaksi yang sedang atau akan terjadi. Beberapa alternatif
pemecahan masalah yang dapat digunakan adalah :
1) Penggantian dengan obat yang lebih aman.
2) Pengaturan jadwal penggunaan.
3) Penurunan dosis obat.
4) Pemberian antidot/ pramedikasi sebelum penggunaan obat.
Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO yang ada dapat
dilihat pada Lampiran 5.

3.6.2.4 Konseling obat


Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan
dan memberikan pemahaman bagi pasien tentang pengobatan yang mereka
gunakan serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien
berkaitan dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
pasien dalam penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara dalam
pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar
dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


29

jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan
kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat
menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut
dilakukan dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan
informasi obat (PIO). Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap
dilakukan oleh apoteker pada pasien dengan kriteria:
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.
c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan
pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.
Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker di
ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat jalan
dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya:
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk berkonsultasi dengan apoteker.
b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker.
c. Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti:
1) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).
2) Pasien dengan pengobatan kronis.
3) Pasien dengan riwayat alergi.
4) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.
5) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi,
pengobatan HIV/ AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi
dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat
oleh apoteker dengan tahapan berikut:
a. Perkenalan.
b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.
c. Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat
meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian
obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


30

terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan
baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung.
d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
e. Penutup.

3.6.2.5 Edukasi farmasi


Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan dan
penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien dan
masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman yang benar
mengenai obat, terwujudnya kepatuhan terkait dengan penggunaan obat secara
benar. Prosedur program edukasi farmasi dilakukan dengan pembuatan jadwal
apoteker untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik bahasan tentang obat pada tiap
bulan oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi. Pelaksanaan
sosialisasi kepada petugas yang telah ditentukan namanya dalam jadwal oleh
penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan
tema edukasi yang telah dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal.
Pelaksanaan pengumpulan materi edukasi oleh penyelia administrasi dan SDM
Instalasi Farmasi dalam bentuk power point atau makalah atau lainnya dalam
softcopy atau hardcopy dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum
pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker ditentukan
dengan metode:
1. Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab) antara
pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal selama 60
menit).
2. Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan sebagai
materi evaluasi pelaksanaan kegiatan.

3.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi


3.2.7.1 Tata Usaha Farmasi
Kegiatan yang dilakukan di Tata Usaha Farmasi adalah seluruh kegiatan
administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 2

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


31

penyelia Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta
Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
bertanggung jawab dalam pencatatan seluruh surat masuk dan surat keluar,
pembuatan laporan dan penyimpanan arsip. Penyelia Tata Usaha dan SDM
Farmasi bertanggung jawab dalam administrasi seluruh pegawai Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati, dari absensi atau kehadiran sampai cuti dan lembur pagawai.
Penyelia Tata Usaha dan SDM juga bertanggung jawab dalam pengurusan klaim
untuk seluruh pasien dengan jaminan sosial.
Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit
ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat
keluar untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha
Rumah Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang
dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut:
a. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan
1) Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan
barang floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua satuan
kerja berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir bulan untuk
pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan obat atau alkes depo
farmasi ke gudang farmasi untuk pembuatan laporan pengeluaran
perbekalan farmasi per depo farmasi.
2) Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat
narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi
oleh Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk
narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan
laporan masing-masing penggunaannya.
3) Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik
dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di
depo - depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan
pemantauan penulisan resep obat generik.
4) Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi untuk
pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


32

5) Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah resep depo farmasi
dari pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di
depo - depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi.
6) Pengambilan data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi
dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan
laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi.
b. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh
Penyelia Pencatatan dan Pelaporan.
1) Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi
tiap depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non
generik, laporan tagihan obat pasien tiap depo farmasi, laporan
kegiatan instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi
farmasi setiap bulan.
2) Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan
pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala Instalasi
Farmasi.
Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika
dilakukan ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat
pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu
dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan
keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi,
laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan
tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi
farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala
Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip yang
akan disimpan oleh Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas:
a) Arsip surat masuk, surat keluar, SK Direktur RSUP Fatmawati dan SK
Kemenkes. Alur ini dapat dilihat pada lampiran 6 yaitu alur
penyimpanan arsip.
b) Arsip Kepegawaian yang terdiri dari map masing-masing pegawai
Instalasi Farmasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


33

c) Arsip laporan – laporan


d) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap. Alur penyimpanan resep dapat
dilihat pada lampiran 6.
e) Arsip catatan kehadiran pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
f) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
g) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
h) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
Untuk pemusnahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan
pada awal tahun untuk arsip laporan dan resep yang berumur lebih dari 3 tahun
serta arsip surat masuk dan keluar yang berumur labih dari 5 tahun. Alur
pemusnahan resep dan arsip dapat dilihat pada lampiran 7.

3.2.7.2 Gudang
Kegiatan yang dilakukan di Gudang Farmasi merupakan proses kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam menjalankan kegiatannya, terdapat empat
penyelia di gudang farmasi yaitu: penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan
perbekalan farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan dan penyelia sistem
informasi farmasi. Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati
antara lain:
a. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan
dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan dari
perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit (Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Perencanaan dilakukan setiap bulan yaitu pada tanggal 10-20 tiap bulan untuk
memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi bulan berikutnya. Perencanaan
dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
dan usulan masing-masing depo farmasi. Dalam metode komsumsi, data yang
digunakan adalah analisa penjualan masing-masing depo dan penggunaan obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


34

dan alkes floor stock masing-masing ruangan selama 3 bulan terakhir; terutama 1
bulan sebelumnya, melihat data stok obat yang ada dan anggaran yang tersedia.
Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah
perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medik, reagen, bahan baku, dan
kebutuhan untuk instalasi radiologi seperti film rontgen. Dasar perencanaan
merujuk pada daftar obat dalam formularium, DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) ,
DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), obat bebas dan generik. Perencanaan
yang telah dibuat akan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi
b. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui. Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang
terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan
waktu berlebihan (Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Perencanaan yang telah ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi
kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP Fatmawati untuk mendapatkan
persetujuan pengadaan. Pertama, perencanaan dikirimkan ke Direktur Medik
dan Keperawatan yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur
Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur
Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur Utama
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan,
data perencanaan disampaikan ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). PPK
akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri
(HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur Keuangan,
yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui dan dikirim
kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan
ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada Pejabat
Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan harga. Bila perencanaan di atas
200 juta, maka harus ke ULP untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan
Pengadaan Secara Elektronik). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan
(SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


35

Kerja (SPK) untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan
mengirimkan ke distributor terkait. Alur pengadaan perbekalan farmasi dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Obat-obat cito dapat diadakan dengan cara pembelian langsung, syarat
pembelian langsung obat-obat cito adalah kurang dari 20 juta. Pengadaannya
dilakukan dengan membuat disposisi untuk meminta persetujuan Direktur Medik
dan Keperawatan untuk menggunakan kas kecil Pejabat Pengadaan Medik,
sedangkan bila di luar jam kerja menggunakan kas kecil Duty Manager.
Pengadaan obat juga dilakukan untuk obat gratis atau hibah dari pemerintah,
yaitu obat HIV, obat TBC dan Metadon. Pengadaan obat-obat ini dilakukan oleh
masing-masing penanggung jawab obat pemerintah, berdasarkan laporan
pemakaian obat yang disusun setiap bulannya.
c. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin
perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah
maupun waktu kedatangan (Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang
berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP (Unit Layanan Penyedia),
tender, konsinyasi atau sumbangan pada. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada pada
lampiran 9 yaitu alur penerimaan perbekalan farmasi oleh tim penerima. Prosedur
penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut:
1) Perbekalan farmasi yang berasal dari distributor atau rekanan atau rumah sakit
atau apotik atau donatur diterima oleh Tim Penerima Barang Medik,
selanjutnya diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan
perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang
Medik untuk obat atau alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk
obat-obat cito yang datang di luar jam kerja, maka diserahkan ke Depo IGD
untuk selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik.
2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang
Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


36

a) Faktur perbekalan farmasi;


b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan Surat Pesanan atau SPK;
c) Kondisi perbekalan farmasi;
d) Jumlah perbekalan farmasi;
e) Tanggal kadaluwarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi
tertentu (vaksin atau reagensia) dapat kurang dari 2 tahun dengan
persetujuan user;
f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin untuk
alat kesehatan sedangkan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
berbahaya.
3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia Gudang
Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima Barang
Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang.
4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang
akan diserahkan ke Bagian Akuntansi.
5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang
Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi.
6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi.
d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Dirjen Binfar
Alkes, 2008). Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi yang dilakukan di RSUP
Fatmawati adalah:
1) Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi dengan
memperhatikan faktor - faktor sebagai berikut:
a) Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah
sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan
bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis.
P enyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi RSUP Fatmawati
dibedakan menjadi empat ruang besar yakni :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


37

i. Ruang penyimpanan alat kesehatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan


kegunaan (fungsi) dan ukurannya.
ii. Ruang penyimpanan cairan atau elektrolit (infus). Cairan disimpan di
ruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat kesehatan.
Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet.
iii. Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid sediaan
tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu kestabilan,
bentuk sediaan dan alfabetis.
iv. Ruang penyimpanan gas medik. Gas medik disimpan di gedung
terpisah, terletak dibelakang gedung teratai. Penyimpanannya
disusun berdasarkan jenis gas medik dan ukurannya.
b) Penyusunan perbekalan farmasi
i. Penyusunan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First
Out) berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi atau FEFO
(First Expired First Out) berdasarkan waktu kadaluwarsa. Metode
FIFO dan FEFO akan meletakkan perbekalan farmasi di muka atau
di depan perbekalan farmasi yang datang kemudian atau kadaluwarsa
lebih lama.
ii. Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka
penyimpanan memperhatikan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka penyimpanan
memperhatikan sistem FIFO.
iii. Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike)
untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan
nama atau pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan
walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi
dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada
rak atau tempat obat diberikan stiker LASA.
iv. Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang
kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


38

ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda


peringatan “Awas Hati - Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah”
v. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi
masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi
untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas.
vi. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat
diletakkan di lantai menggunakan alas pallet plastik atau kayu untuk
menghindari kelembaban.
c) Suhu selama penyimpanan

i. Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus,
alat kesehatan, pembalut, dan gas medik.
ii. Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2- 8
oC untuk obat – obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang

membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai


dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas
yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”.
iii. Sediaan vaksin membutuhkan “pharmaceutical refrigerator” khusus
dan harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik
menggunakan alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati.
d) Kelembaban
Kelembaban dipantau menggunakan alat termohigrometer atau pemantau
kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65 % -
98 %.
e) Cahaya matahari
Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung.
f) Sirkulasi udara
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang
cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
g) Resiko kebakaran

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


39

Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan


pada Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam
Api Ringan).
h) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya.
i) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan
bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi.
j) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk
menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada.
k) Obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim Penerima
Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai jenis,
jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika, yaitu
PT. Kimia Farma. Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika:
i. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat/
dokumentasi dengan ketentuan:
i). Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock
(kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis.
ii). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam
kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat.
iii). Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak
dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya.
iv). Dilengkapi dengan kartu stok.
ii. Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman
kepada beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
i). Menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
ii). Menurut suhu dan kestabilan sediaan:
Obat disimpan dalam lemari dingin, yaitu suhu 2 - 8oC
Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu 15 - 25oC
iii). Menurut sifatnya mudah terbakar
iv). Menurut ketahanan terhadap cahaya
iii. Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First
Out) atau berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


40

iv. Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara


alfabetis, yaitu berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf “A” dan
seterusnya.
v. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah keluar, jumlah
stok awal, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil.
vi. Monitoring selama proses penyimpanan dengan melakukan pengecekan
fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan jumlah
stok narkotika dan psikotropika setiap hari.
l) Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert:
i. Penerimaan obat high alert oleh Gudang Farmasi dari distributor
melalui Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati.
ii. Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa
nama, jumlah, tanggal kadaluwarsa, dan kondisi fisik obat high alert,
serta kondisi penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan.
iii. Pemberian penanda khusus (sticker) obat high alert golongan
elektrolit konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Farmasi
dilakukan pada kardus terluar obat high alert.
iv. Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Farmasi
dilakukan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok
gudang farmasi sebagai penambahan jumlah.
v. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang
bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat
lainnya.
vi. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode
FIFO dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara:
i). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu
dingin, yaitu antara 2 – 8OC, maka disimpan pada lemari
pharmaceutical refrigerator dengan suhu terkendali.
ii). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu
ruangan, yaitu 25OC, maka disimpan dalam lemari yang telah
diberikan penanda khusus.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


41

iii). Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike
Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan
memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di
antaranya.
e. Pendistribusian
Proses pendistribusian yang terdapat pada gudang farmasi adalah distribusi
perbekalan dari gudang ke depo farmasi dan ke ruang- ruang rawat (floor stock).
Distribusi perbekalan farmasi ke depo-depo secara sistem komputerisasi yang
dilakukan setiap hari. Pada pagi hari staf gudang farmasi akan mengecek
permintaan dari masing-masing depo, kemudian akan dinilai secara keseluruhan
pembagian stok ke depo – depo farmasi agar manajemen persediaan di gudang
farmasi tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh petugas gudang
farmasi, maka akan dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat serah
terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi
Petugas menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah sesuai,
kemudian dilakukan proses pemasukkan data (input) ke sistem kemudian dicetak
untuk mendapatkan print out. Setelah itu, petugas gudang farmasi mengecek
pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang farmasi akan berpindah ke depo
farmasi bila telah diverifikasi.
Proses distribusi obat dan alkes floor stock dilakukan setiap bulan sesuai
jadwal pemgambilan barang masing-masing ruang satuan medik. Permintaan
perbekalan farmasi dilakukan secara manual atau dengan mengisi formulir
permintaan dan penerimaan barang, untuk kemudian diambil oleh petugas
ruangan.

f. Pelaporan
Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain:
1) Rekapitulasi penerimaan barang
2) Rekapitulasi pengeluaran barang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


42

3) Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medis


4) Laporan stok opname
5) Laporan persediaan floor stock
6) Laporan narkotik (setiap bulan) dan psikotropik (setiap tahun)
7) Laporan barang sumbangan

3.2.7.3 Produksi
a. Produksi Non Steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan
farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan yang
diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan semipadat.
Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Di
ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43 master formula sebagai
panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP
Fatmawati antara lain adalah untuk penghematan anggaran, terdapat sediaan
dengan formula khusus dan sediaan obat dibutuhkan segar seperti rekonstitusi
obat suntik dan obat kanker.
Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari gudang
farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan
sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk
dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril mendistribusikan
produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi non steril terbagi
menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya)
dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan yang dilakukan oleh
produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk
yang rusak, dan laporan produk yang kadaluwarsa.

b. Produksi steril
Produksi steril merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Kegiatan yang melakukan rekonstitusi obat kemoterapi. Untuk sediaan steril,
preparasi dilakukan di ruang produksi steril dengan menggunakan SPO (Standar

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


43

Prosedur Operasional) Aseptic dispensing preparation. Salah satu kebijakan yang


berkaitan dengan produksi steril yaitu seluruh pencampuran atau rekonstitusi obat
kemoterapi dilakukan dengan menggunakan SPO handling cytotoxic. Kegiatan
pencampuran obat kemoterapi ini hanya dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati di ruang steril/semi steril dengan menggunakan BSC. BSC atau
Biological Safety Cabinet merupakan sebuah alat kerja untuk pencampuran obat
kemoterapi yang mempunyai sistem sirkulasi udara melalui HEPA filter
sedemikian rupa sehingga dapat melindungi petugas, lingkungan serta menjaga
terhindarnya produk steril dari paparan kontaminan. Kegiatan ini dilakukan oleh
tenaga kefarmasian yang telah melakukan pelatihan internal. APD (Alat
Pelindung Diri) wajib digunakan dengan tujuan tercapainya perlindungan petugas
dari paparan obat dan bahan berbahaya saat kegiatan pelarutan obat dilakukan,
terjaganya mutu dan sterilitas produksi injeksi.
Untuk menjaga mutu sterilitas alat BSC dan LAF (Laminar Air Flow) maka
perlu dilakukan desinfeksi BSC dan LAF agar menghilangkan kontaminan
infeksius organik. Prosedur ini rutin dilakukan baik sebelum dan sesudah BSC
dan LAF digunakan. Desinfeksi ini menggunakan alkohol 95%. Sedangkan
dekontaminasi BSC dan LAF dilakukan rutin setiap 2 minggu sekali. Tujuan
dekontaminasi ini adalah untuk membersihkan BSC atau LAF tempat
dilakukannya pelarutan atau peracikan obat injeksi guna menghilangkan segala
bentuk kontaminasi pada BSC atau LAF baik organik (mikroba) maupun organik
(partikel sisa obat) pada BSC atau LAF.
Petugas produksi steril diharuskan memeriksakan kondisi fisiologisnya secara
klinik di Instalasi Patologi klinik dan Poli pegawai untuk menilai tingkat
kesehatan fisik dan mental petugas secara keseluruhan. Ini dilakukan agar kondisi
kesehatan operator terkontrol dan terjamin dalam keadaan normal tanpa adanya
kelainan akibat paparan obat kanker maupun pengaruh stress lainnya. Serta agar
tercapainya peningkatan motivasi operator/ petugas rekonstitusi bekerja secara
hati - hati dan disiplin.
Untuk alur masuk ke ruang produksi aseptic dispensing dan pelayanan obat
sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan lampiran 11. Pembuangan limbah

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


44

kemoterapi merupakan kegiatan membuang limbah atau sisa barang tidak terpakai
sepetri vial, ampul, syringe setelah dilakukan proses pelarutan atau pencampuran
obat kemoterapi. Pengelolaan limbah ini meliputi persiapan kontainer sampah
hingga sampah kemoterapi di kirim ke Bagian Instalasi Sanitas dan Pertamanan
(ISP) untuk dimusnahkan dengan incenerator.

3.2.7.4 Depo Rawat Jalan


Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat
poliklinik bedah, poliklinik OK minor, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik
ortopedi, poliklinik pegawai, poliklinik medik umum dan poliklinik jantung.
Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah saraf, poliklinik
kebidanan dan kandungan, poliklinik edukasi, poliklinik diabetes melitus,
poliklinik gizi dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3 terdapat poliklinik
paru, poliklinik Pusat Pelayanan Kanker Terpadu (PPKT), poliklinik anestesi
anak, poliklinik akupuntur, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik mata dan
poliklinik THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Prosedur penyiapan obat rawat
jalan secara individual dapat dilihat dalam lampiran 12. Depo farmasi terdapat di
setiap lantai gedung Instalasi Rawat Jalan. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan
lantai 1 berjumlah 5 orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 2 Tenaga Teknis
Kefarmasian, dan 1 Juru Racik. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2
terdiri atas 1 Apoteker, 3 Tenaga Teknis Kefarmasian, 1 Juru Racik dan 1 bagian
Administrasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya terdiri dari 1 Apoteker
dan 2 Tenaga Teknis Kefarmasian.
Setiap pagi masing - masing lantai depo farmasi melakukan permintaan
ke gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien
tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2
melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3
melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, Jamkesda Tangerang, dan pasien
TBC.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesmas,
Jamkesda Depok, dan Jamkesda Tangerang Selatan serta pasien KJS yaitu: resep

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


45

asli, SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 IRJ lantai 1, fotocopy
bukti pendaftaran, dan surat rujukan asli puskesmas yang ditujukan untuk RSUP
Fatmawati.
Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan
secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara
individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan
menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat
diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian
peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara
individual prescription adalah agar:
a. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat
pada pasien rawat jalan.
b. Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam
penggunaan obat.
Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription Lampiran
12 :
a. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi.
b. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
c. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada
skrining resep.
d. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi: pasien
Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS.
e. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari
skrining dan kajian peresepan obat.
f. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran
dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
g. Pelaksanaan permohonan izin prinsip:
1) Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas, atau
2) Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS, atau

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


46

3) Verifikasi izin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan


farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi beban
RSUP Fatmawati.
h. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:
1) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual /
dan lain - lain).
2) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal.
Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama
pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute
pemberian, dan tanggal kadarluwarsa.
i. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien
atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.
j. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
k. Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju
loket pengambilan obat. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat
jalan dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
1) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
2) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK)
3) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati
4) Selesai mengikuti masa orientasi
l. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
m. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
pembiayaan pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


47

3.2.7.5 Depo Askes


Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien
rawat jalan peserta Askes. Sumber daya manusia yang terdapat di depo Askes
terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 6 orang asisten apoteker, 2 orang
juru resep, dan 3 orang petugas administrasi. Pengadaan obat dilakukan setiap hari
langsung dari Gudang Farmasi dengan menggunakan formulir permintaan barang
melalui komputer secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Penyimpanan barang
disusun berdasarkan obat DPHO Askes dan non DPHO Askes, bentuk sediaan,
dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam
lemari tersendiri dan terkunci (double lock) (RSUP Fatmawati, 2012b). Obat -
obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan
sistem FIFO dan FEFO.
Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk
mendapatkan pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi Askes adalah
(PT. Askes, 2004) :
a. Resep Asli
b. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan
c. Fotokopi kartu Askes
d. Surat Jaminan Pasien (SJP) yang didapat dari gedung Askes
Dalam melayani pasien, Depo Askes mengacu pada pedoman – pedoman
yang disesuaikan dengan status pasien. Pedoman yang digunakan di depo askes
adalah Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes merupakan acuan obat bagi
pasien peserta Askes. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat diberikan
kepada pasien Askes yaitu, obat peresepan umum dan obat khusus untuk penyakit
kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat dengan batasan jumlah peresepan
maksimal yang dapat diberikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2009).
Alur pelayanan pasien di depo Askes dimulai dari masuknya resep ke
bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo Askes akan
memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh
pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, selanjutnya dilakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


48

skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat
yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan
datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke komputer,
selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu
resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat
racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat. Alur pelayanan resep
depo Askes dapat dilihat pada lampiran 13.
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu (RSUP Fatmawati,
2012c):
a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
b. Laporan penulisan obat generik dan non generik.
c. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes.
d. Laporan analisa penjualan.
e. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
f. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah resep.
Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah 200 – 300 resep per
hari. Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit jantung dan
penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT Askes
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia, 2009)

3.2.7.6 Depo Rawat Inap (Teratai A dan B)


Depo farmasi rawat inap (Depo Teratai) berada tepat di tengah lantai
pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki kapasitas
516 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut :
a. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya
pada kondisi pre eklampsia berat), high care unit di selatan Teratai, ruang
Thalasemia dan ruang kemoterapi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


49

b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit di
selatan Teratai.
c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak – anak (< 18 tahun) dan yang
belum menikah, ruang isolasi serta high care unit di selatan Teratai.
d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di utara
Teratai.
e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care
unit di selatan Teratai.
f. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care unit
di selatan Teratai.
Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia.
Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1,
2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang
terdiri dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 29
orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing)
sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan
tenaga teknis kefarmasian.
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari
Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian
kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang
farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan
bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis
dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat
LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat
LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat pharmaceutical refrigerator untuk
penyimpanan obat - obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya.
Obat – obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari dengan
double lock dan setiap obat - obat tersebut diambil maka dilakukan
pencatatan di buku penggunaan.
Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,
diantaranya adalah sistem distribusi dosis unit atau dikenal dengan UDD (unit

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


50

dose dispensing). Dalam sistem UDD petugas menyiapkan sejumlah obat


dengan dosis sekali pakai dan disiapkan untuk keperluan pasien selama 24
jam per hari selama pasien menjalani rawat inap. Alur sistem distribusi dosis
unit tertera Lampiran 14.
Sistem selanjutnya yaitu sistem floor stock dan sistem resep individual
berupa resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual
ini diterapkan di lantai dua dan lantai tiga untuk pasien anak - anak yang masih
mendapatkan puyer. Depo Rawat Inap terdapat beberapa paket untuk
penanganan pasien. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama
halnya dengan depo - depo farmasi lain, di antaranya adalah:
a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan.
c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
e. Laporan barang rusak dan kadaluwarsa yang dibuat setiap 3 bulan.

3.2.7.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam.
Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari
40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara
maksimal mengatasi kegawatdaruratan medik. IGD memiliki pelayanan
pendukung seperti laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam, radiologi (USG,
CT Scanning), kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP
Fatmawati, 2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan:
a. Ruang resusitasi (ruang merah)
Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket
resusitasi. Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini
dikarenakan pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan
kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdaruratan dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


51

butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD
untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu
dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap hari pada pagi hari dan
dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP
Fatmawati.
b. Ruang P2 (Ruang kuning)
Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang
ini terdapat paket, namun tidak disediakan lemari emergency.
c. Ruang Triase
Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah sehingga
tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini.
d. Ruang Intermediate Ward
Ruang ini digunakan pada pasien yang menunggu untuk dipindahkan ke ruang
rawat inap atau ruang lainnya.
Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang
administrasi, dan 14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam
dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien
rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU),
Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU),
Intensive Cardiac Care Unit (ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan
pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase,
maupun poli IGD.
Paket-paket yang ada di depo IGD antara lain :
a. Paket Alat Kesehatan (Alkes) ICU
b. Paket Alat Kesehatan (Alkes) NICU / PICU
c. Paket Infus Dewasa
d. Paket Resusitasi Anak
e. Paket Resusitasi Dewasa
Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan
ke gudang farmasi setiap hari secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Obat -
obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


52

obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari
pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari
khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis.
Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat
kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat
kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan
IRI adalah sediaan injeksi. Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi
IGD adalah (RSUP Fatmawati, 2012c):
a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b. Laporan pemakaian obat – obat narkotika yang dibuat setiap bulan.
c. Laporan pemakaian obat – obat psikotropika yang dibuat setiap bulan.
d. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
e. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
f. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
g. Laporan jumlah resep dan lembar resep setiap bulan.

3.2.7.8 Depo Instalasi Bedah Sentral


Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar.
Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal
operasinya atau yang sifatnya cito. Pada OK Cito terdapat Paket obat dan alkes
OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi
bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik,
sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat anestesi dan alat kesehatan. Saat
pasien masuk ke OK Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes
OK Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat
kesehatan dalam paket kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya di
lemari emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi,
Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


53

telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan
pemakai, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi.
Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar
dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif
telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima
jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi
kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket
tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket
berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada
hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi.
Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang
berlangsung, maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara
langsung ke depo farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi.
Petugas depo farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila
pasien telah selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan
petugas depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat
kesehatan ke administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke
depo farmasi di mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga
menyiapkan Paket Bedah Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai.
Sebelum operasi, pasien tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien
tunai dengan Paket Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau
OK Cito. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral
dapat dilihat Lampiran 15.
Obat - obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis
sediaan. Untuk obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka
penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika
ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu
dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding
sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP
Fatmawati, 2012b). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama
pada tempat atau box alat kesehatan tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


54

SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan
2 Asisten Apoteker. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and
diagnostic puncture) 27G x 3”, bupivacain HCl 5 mg / ml, ondansetron 4 mg / 2
ml, klonidin HCl 150 μg / ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari
propofol 10 mg / ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg / 2ml, dan
ketolorac 3%.

3.2.7.9 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias
dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan
pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan
informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
rumah sakit serta untuk membuat kebijakan - kebijakan yang berhubungan
dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi
obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi
obat adalah:
a. 200 tempat tidur : 20 m2
b. 400 - 600 tempat tidur : 40 m2
c. 1300 tempat tidur : 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan yang
memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu arsip.
Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


55

d. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan


penyusunan Formularium Rumah Sakit.
e. Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat
jalan dan rawat inap.
f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
g. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
b. Alur program pelayanan informasi obat dapat dilihat pada Lampiran 16.

3.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati


Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk
untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang
penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Tujuan dibentuknya
TFT adalah :
a. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (alkes) habis pakai yang
bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati.
b. Tersusunnya standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati.
c. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan yang
baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati.
d. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP
Fatmawati.
e. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan dan
pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati.
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung
jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur
organisasi TFT terdiri dari:
a. Ketua : Dokter
b. Sekretaris : Apoteker
c. Anggota : Dokter, Apoteker, dan Perawat
Tugas pokok dari TFT adalah:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


56

a. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan


penggunaan obat dan alkes habis pakai.
b. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes
habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara
berkala.
c. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Komite Pengendalian
Penyakit Infeksi.
d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan
penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama-sama Instalasi
Farmasi.
e. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat dan
perbekalan kesehatan lainnya .
Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat
yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3
tahun. Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas terapi dan
berisi nama generik produk (1 item), nama merek original dari pabrik tertentu (1
item), nama merek dagang dari pabrik tertentu (2 item), serta keterangan
mengenai bentuk sediaan, kekuatan produk dalam kemasan, dan nama pabrik
pembuat. Formularium Obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun
1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada
tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Pembuatan revisi
formularium RSUP Fatmawati tidak dilakukan setiap tahun, dikarenakan kendala
biaya untuk mencetak formularium baru dan kesulitan untuk mengumpulkan
anggota TFT.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan atau upaya
kesehatan penunjang, salah satunya RSUP Fatmawati. Dalam upaya
memberikan pelayanan kesehatan, RS tidak dapat dipisahkan dari pelayanan
kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Untuk menunjang hal tersebut
maka dibentuk suatu badan organisasi yaitu IFRS (Instalasi Farmasi Rumah
Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Kepala IFRS yaitu Apoteker dan
bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan – peraturan
farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi.
Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah
menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes
habis pakai di Rumah Sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau
tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat formularium yang disusunnya.
Pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun dilakukan evaluasi atau review untuk
penyempurnaan Formularium. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak
dapat direvisi tiap setahun sekali karena masalah biaya untuk mencetak
Formularium terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Revisi
formularium obat yang dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati adalah setiap 3
tahun sekali. Formularium obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun
1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada
tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Dengan adanya
kesinambungan proses revisi, dapat dikatakan bahwa TFT RSUP Fatmawati
sudah berjalan dengan baik.
Salah satu tugas pokok farmasi klinik RSUP Fatmawati ialah
meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan farmasi
klinik. Berikut ini merupakan pembahasan dari pelaksanaan kegiatan farmasi
klinik.

57 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


58

a. Pengkajian Resep
Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien. Selain itu, pengkajian resep
juga dilakukan agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat. Kegiatan dalam
pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetis, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian resep tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini
terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap. Misalnya pada resep untuk
pasien bayi atau anak, berat badan dan umur pasien sering kali tidak tertera pada
lembar resep, padahal hal tersebut diperlukan terutama untuk menghitung dosis
maksimal pada pasien bayi atau anak. Sering kali hanya nama pasien yang tertera
pada lembar resep. Pada lembar instruksi pemberian obat pada pasien rawat inap,
terkadang tidak semua lembar ada penanda berupa stempel keterangan “Resep
telah di review Farmasi”.
Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh
banyaknya resep atau pasien yang harus dilayani oleh petugas farmasi di RSUP
Fatmawati. Selain itu, untuk melakukan pengkajian resep secara keseluruhan
cukup membutuhkan waktu sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan
secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien
rawat jalan.
b. Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian
penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem
selama pasien menjalani pengobatan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat jalan dengan melihat instruksi
pemberian obat yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari
rekam medik pasien dipindahkan ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk
selanjutnya dinilai ada tidaknya masalah - masalah yang terkait dengan
pengobatan pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


59

c. Visite
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker
kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik.
Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi dan
kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Visite pasien yang dilakukan di RSUP
Fatmawati diaplikasikan kepada pasien yang berada dalam perawatan intensif dan
memiliki resiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication errors).
Beberapa tempat dilakukannya praktik apoteker ruang rawat di RSUP Fatmawati
contohnya pada ruang perawatan pasien Intensive Care Unit (ICU), Neonatal
Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive
Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien
pra operasi dan post operasi.
Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan secara
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat
memperoleh informasi terkini dan komprehensif, dapat dijadikan sebagai fasilitas
pembelajaran, serta dapat langsung dikomunikasikan masalah terkait penggunaan
obat dan mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat. Namun, kegiatan visite
ini juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah jadwal visite harus
disesuaikan dengan jadwal tim dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi
dan penyampaian informasinya kurang lengkap.
Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan
umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan
Rehabilitasi Medik dan High Care lantai 6 Selatan Teratai. Sedangkan untuk
pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu,
hal ini disebabkan kondisi pasien pada ruang perawatan tersebut merupakan
pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan pasien
menerima bermacam - macam jenis obat. Hal ini memungkinkan terjadinya
masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi outcome pasien sehingga
diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan terapi obat yang diterima
oleh pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


60

Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi maka


apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi,
mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat. Pada saat visite
secara tim rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat pasien.
Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang
diminta oleh tim visite kepada apoteker diantaranya adalah pemilihan terapi obat,
misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen, obat pengganti yang dapat diberikan
kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat, segi cost effectiveness, dan lain -
lain.
Setelah rekomendasi yang diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya
apoteker melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan
keamanan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang
diterima aman bagi pasien. Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi
praktik visite yang dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan
adanya pendokumentasian yang baik dapat dijadikan sebagai jaminan
terlaksananya kegiatan visite, serta sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan
mutu pelayanan.
d. Monitoring Efek Samping Obat
Prosedur program monitoring efek samping obat (MESO) adalah tata cara
menganalisa kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini
merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan baik
dokter, perawat, apoteker dan semua tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit
termasuk pasien dan keluarga pasien. Di RSUP Fatmawati kegiatan monitoring
penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan
serta kemungkinan terjadinya efek terapi dari proses pengobatan serta
kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat
dilakukan pengkajian oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek
samping obat dan tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya harus
terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien dan dibuatkan laporan untuk
disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu
maksimal 48 jam.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


61

Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi :


1) Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya
efek samping obat.
2) Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga
kesehatan, keluarga pasien atau petugas lainnya.
3) Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping obat
dalam formulir pelaporan.
4) Pelaksanaan kegiatan komunikasi atau interview oleh tim kerja (tim
monitoring efek samping obat) yang terdiri dari DPJP, perawat ruangan,
apoteker ruangan.
5) Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim monitoring efek samping obat terhadap
hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua sumber.
6) Pelaksanaan kegiatan diskusi setara komprehensif sebagai media problem
solving oleh tim monitoring efek samping obat atas hasil analisa yang telah
dilakukan.
7) Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim monitoring efek
samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan terkait
bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasian efek samping obat
yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat yang akan datang.
8) Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim monitoring efek samping obat.
Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat
dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis
obat, memberikan antidot atau premedikasi sebelum penggunaan obat, dan
membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan insiden
(internal).
9) Pelaksanaan implementasi rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
efek samping obat.
10) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan
intervensi yang dilakukan.
11) Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim monitoring efek samping obat jika
diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


62

12) Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada formulir


laporan MESO Nasional.
Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi segera
ditindaklanjuti oleh tim monitoring efek samping obat menjadi laporan ke Tim
Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Manajemen Resiko (KMMR)
dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam kategori
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Sentinel.
e. Pelayanan Informasi Obat
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan
oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan
informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan
meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek
samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi,
farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan,
indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat
menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian
informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat
pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami
pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati
adalah literatur tersier.
Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan
dokumentasi yang bertujuan untuk:
1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam
menjawab pertanyaan dengan lengkap.
2) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.
3) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
4) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.
5) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan.
6) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan
informasi obat.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


63

Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup


penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam
membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012, sempat terjadi
penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun
demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan
menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam).
Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi
obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to
date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah
pertanyaan yang masih sedikit.
f. Monitoring Interaksi Obat
Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan
seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurut Standar Prosedur Operasional
(SPO) yang ada, kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan
menggunakan software interaksi obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan
analisis masih menggunakan literatur pustaka sehingga membutuhkan waktu yang
lebih lama dalam menemukan interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan
pemantauan interaksi obat juga tidak dilakukan rutin karena kesibukan apoteker di
pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi
obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan.
g. Konsultasi Obat
Konsultasi obat diawali dengan memperkenalkan diri kepada pasien.
Kemudian, apoteker mulai menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait
penggunaan obatnya. Apoteker mulai menjelaskan obat-obat yang diterima pasien
dengan memberitahukan nama obat dan indikasi obat. Dalam menjelaskan atau
memecahkan masalah pasien, apoteker menggunakan alat tulis untuk
memudahkan pasien dalam memahami penjelasan dari apoteker, misalnya
masalah waktu dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mendapat
polifarmasi. Pasien yang mendapat polifarmasi sering mengalami kesulitan dalam
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


64

hal waktu penggunaan obat. Pasien sering menanyakan apakah semua obat yang
diberikan harus diminum bersamaan atau harus diberi jarak waktu. Pasien juga
menanyakan obat mana yang harus diminum sebelum dan sesudah makan. Setelah
pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk
mengulangi penjelasan yang dipaparkan tadi untuk menguji pemahaman pasien.
Jika pasien masih kurang jelas dengan penjelasan yang diberikan, apoteker akan
mengulangi penjelasan tersebut dan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan
dari apoteker tersebut. Setelah pasien memahami yang dijelaskan apoteker,
apoteker akan menanyakan masalah lainnya yang dialami pasien yang dapat
dibantu penanganannya oleh apoteker.
Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker kurang menggali informasi
dari pasien seperti obat, vitamin, atau jamu apa saja yang pernah atau sedang
dikonsumsi pasien. Apoteker juga tidak menanyakan apakah pasien memiliki
riwayat alergi. Apoteker hanya memberikan informasi tentang obat yang
ditanyakan oleh pasien, informasi lain seperti aturan pakai obat, efek samping
yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya, interaksi yang mungkin terjadi
antara obat dengan obat lain termasuk vitamin dan jamu atau interaksi antara obat
dengan makanan.
h. Edukasi Farmasi
Program edukasi farmasi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah orang
dalam ruangan tertentu guna mendengarkan penjelasan dari apoteker mengenai
tema tertentu misalnya tema tentang penggunaan dan penyimpanan obat yang
benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan
presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta
diperkenankan bertanya mengenai obat berupa cara pakai, penyimpanan obat, dan
masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan program
edukasi farmasi di rumah sakit diperlukan fasilitas penunjang seperti infocus,
layar, laptop, microphone, dan lain-lain. Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian
questioner mengenai tanggapan peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil
questioner tersebut berguna untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan
edukasi selanjutnya. Peserta program edukasi banyak yang tidak mengisi
questioner dikarenakan tidak membawa alat tulis. Saat dilaksanakan program
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


65

edukasi di Depo Askes, perhatian peserta edukasi terbagi antara mendengarkan


pemaparan presenter dengan mendengarkan panggilan petugas depo farmasi yang
akan memberikan obat.

Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati


dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain:
1) TU Farmasi dan SDM Farmasi serta Pencatatan dan Pelaporan
Seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati dilakukan di Tata Usaha Farmasi. Tujuan kegiatan administrasi dan
pelaporan dalam pelayanan kefarmasian adalah:
a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
b) Tersedianya informasi yang akurat
c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
d) Tersedianya data yang lengkap untuk perencanaan.
Selain itu, kegiatan administrasi dan pelaporan merupakan dasar dari
akreditasi yang dilakukan di rumah sakit. RSUP Fatmawati sebagai RS
pemerintah wajib melaporkan seluruh kegiatan yang dilakukan, pengawasan dari
pemerintah dilakukan dengan melakukan audit-audit baik secara internal maupun
eksternal. Jika proses administrasi dan pelaporan yang dilakukan baik, akan
mempermudah audit.
Salah satu laporan yang dilakukan adalah laporan penggunaan obat narkotika
dan psikotropika. Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan setiap bulan dan
laporan penggunaan obat psikotropika dilakukan setiap tahun, namun tetap
dilakukan perekapan penggunaan obat psikotropika setiap bulannya.
2) Gudang Farmasi
Gudang Farmasi melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan kesehatan di
RSUP Fatmawati dari perencanaan sampai pembuatan laporan. Perencanaan
dibuat berdasarkan analisa penjualan masing-masing depo dan pemakaian obat
serta alkes floor stock tiap ruang, selain itu perencanaan juga dibuat berdasarkan
data epidemiologi di RSUP Fatmawati. Data epidemiologi bisa didapat dari
laporan 10 besar penyakit di RSUP Fatmawati yang selalu diberikan IRMIK ke
TU Farmasi setiap bulan. Dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi,
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


66

usulan-usulan dari depo-depo farmasi juga bisa menjadi rujukan perencanaan,


untuk mengetahui obat apa saja yang belum terlayani atau untuk mengetahui obat
yang banyak diresepkan oleh dokter. Pemilihan perbekalan farmasinya
berdasarkan DOEN, DPHO Askes, dan Formularium RSUP Fatmawati. Tahap
perencanaan merupakan tahap yang krusial dimana perencanaan harus dibuat
sebaik mungkin untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati.
Pengadaan yang dilakukan oleh RSUP Fatmawati dengan cara pembelian
telah sesuai dengan ketentuan dalam Perpres No. 70 tahun 2012 tentang
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah karena sebagai rumah sakit pemerintah aset
yang ada di RSUP Fatmawati merupakan aset pemerintah. Kegiatan produksi di
RSUP Fatmawati juga merupakan salah satu kegiatan pengadaan. Selain dengan
pembelian dan produksi, pengadaan juga dilakukan untuk obat-obat program
pemerintah yang gratis. Syarat pengadaan obat-obat ini adalah pengajuan
permohonan kepada Dinas Kesehatan dan pembuatan laporan penggunaan obat
program tersebut secara periodik. Obat program ini juga hanya dapat
dipergunakan bagi pasien tertentu yang sesuai dengan kriteria.
Setelah barang datang, dilakukan proses penerimaan barang oleh tim
penerima. Ruang tim penerima sudah strategis karena terletak di bagian depan
gudang farmasi sehingga pengecekan barang bisa langsung dilakukan. Jika semua
syarat yang harus dicek sudah lengkap dan sesuai dengan faktur, tim penerima
menyerahkan barang ke gudang farmasi untuk disimpan. Penyerahan barang
dilakukan dengan membuat Berita Acara Penerimaan barang sebagai bukti bahwa
barang yang diterima terjamin kesesuaiannya. Penyimpanan seluruh perbekalan
farmasi dilakukan di gudang famasi secara terpisah sesuai dengan
pengelompokannya. Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun masih ada atau
sebagian ditempatkan bersama dengan ruang penyimpanan obat. Seluruh label
untuk obat karsinogen, bahan berbahaya dan beracun telah ditempelkan sesuai
dengan tempatnya. Begitu pula dengan lembar MSDS untuk bahan B3, tidak
seluruhnya ditempel di dinding, tetapi ada juga berupa buku yang diletakkan di
dekat bahan B3 tersebut. Penyimpanan gas medis dilakukan di tempat yang
terpisah dari gudang induk, gas medis yang terdapat di RSUP Fatmawati antara
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


67

lain O2 kecil (1 m3) dan O2 besar (6 m3), N2O 25 kg dan CO2 25 kg disimpan
berdasarkan ukuran dan pada tabung terdapat tanda B3 mudah meledak. Tempat
dan sarana penyimpanan perbekalan farmasi secara keseluruhan terlihat bersih.
Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan
farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIRS).
3) Produksi Farmasi
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati memiliki ruang produksi farmasi untuk
sediaan farmasi non steril dan steril. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan
merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri, sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengadaan obat tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah
sehingga pasien tidak membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih
menjamin kualitas obat yang dihasilkan). Selain itu, produksi juga memudahkan
penerimaan obat oleh pasien atau tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas
kembali menjadi sediaan yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan
produk yang tidak dijual di pasaran seperti pembuatan kapsul NaCl dan kapsul
Natrium Bikarbonat.
Sebenarnya terdapat 73 formula standar yang terdapat di ruang produksi
RSUP Fatmawati, namun hanya 43 item yang masih diproduksi sampai saat ini.
Artinya, hanya 58,9 % item obat yang masih diproduksi. Setiap kali petugas akan
melakukan produksi, petugas harus mengisi formulir master formula baik untuk
pembuatan atau pengenceran atau pengemasan kembali pada setiap tahapan
kegiatan produksi. Formulir master formula berfungsi sebagai dokumentasi dari
kegiatan produksi yang dilakukan dan juga merupakan bukti bahwa produksi yang
dilaksanakan sesuai dengan CPOB.
Setelah produk dihasilkan, produk dikemas dan diberi etiket serta tanggal
kadaluwarsa. Penyimpanan produk jadi masih dilakukan di ruang produksi sendiri
karena keterbatasan sumber daya, sementara obat-obat hasil produksi merupakan
persediaan gudang. Petugas depo farmasi yang membutuhkan produk dari
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


68

produksi non steril datang ke gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon
obat lalu datang ke produksi farmasi non steril untuk mendapatkan produknya
kemudian melaporkannya ke gudang farmasi dengan membawa formulir bon
obat. Pendistribusian obat seperti ini memiliki kekurangan karena dapat
menyebabkan timbulnya kesalahan pencatatan stok produk.
Peran apoteker sangat penting dalam mempersiapkan rekonstitusi obat kanker,
diantaranya memastikan dosis yang sesuai dengan luas permukaan tubuh pasien.
Walaupun dalam prakteknya rekonstitusi dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian, akan tetapi di RSUP Fatmawati diberlakukan kebijakan agar semua
tenaga teknis kefarmasian bisa melakukan rekonstitusi termasuk apoteker. Ini
dilakukan karena paparan obat kanker secara terus menerus akan membahayakan
petugas, serta perlu tenaga kesehatan yang paham akan ketelitian dosis,
melakukan teknis aseptis dan melakukan semua prosedur secara hati-hati. Sebagai
apoteker yang bertugas di produksi steril ini, harus mampu menghitung dosis yang
tepat dari suatu zat anti kanker, serta dikaji apakah obat tersebut sesuai dengan
diagnosis pasien. apoteker juga harus dapat menentukan macam pelarut serta
mengetahui dari literatur tentang kestabilan zat aktif obat kanker.
Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika
dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan. Pada saat
obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan pencampuran obat
sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke produksi farmasi steril. Obat
sitostatika harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat sitostatika
memiliki waktu kadaluwarsa selama 24 jam sehingga obat yang telah disiapkan
harus segera digunakan. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi
akan membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien.
Beberapa waktu terakhir ini, pasien dengan diagnosa kanker payudara dan
serviks merupakan pasien yang paling banyak ditemui. Petugas biasanya
merekonstitusi 12 hingga 15 resep. Beberapa temuan yang diperoleh dari
kegiatan orientasi produksi steril adalah tidak dilakukan pemantauan atau
monitoring lingkungan seperti jumlah mikroba dan pemantauan jumlah partikel
di BSC misalnya dengan metode settle plate (cawan papar) atau menggunakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


69

alat particle counter dikarenakan keterbatasan waktu serta SDM untuk


melakukannya.
4) Depo Instalasi Rawat Jalan
Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur penyiapan obat rawat
jalan secara individual prescription dengan baik. Depo Instalasi Rawat Jalan
lantai 1 khusus melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo
Instalasi Rawat Jalan lantai 2 khusus melayani pasien Kartu Jakarta Sehat
(KJS). Sedangkan depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 khusus melayani pasien
Jamkesmas, Jamkesda Depok dan Tangerang Selatan, serta pasien TBC. Obat-
obatan HIV dan TBC merupakan obat-obatan program pemerintah yang
pengeluarannya dipantau oleh tim HIV dan tim TBC untuk kemudian dilaporkan
setiap bulannya ke Departemen Kesehatan RI.
Berdasarkan pengamatan penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi
Rawat Jalan lantai 1, 2 dan 3 masih ada beberapa obat yang belum ditempel label
LASA serta pada penyusunannya tidak diselingi dengan minimal 2 obat non
kategori LASA di antaranya, hal ini disebabkan karena keterbatasan luas
ruangan dan kendala kesulitan untuk mencari obat karena penyusunan obat
secara alfabetis akan terganggu oleh banyaknya obat-obatan yang termasuk
LASA. Pada depo farmasi IRJ lantai 1, 2 dan 3 juga ditemukan beberapa obat
keras yang terpajang di etalase depan umumnya berupa sediaan sirup dan topikal,
seharusnya obat keras ini disimpan di dalam depo. Selain itu, pada depo farmasi
IRJ lantai 1, 2, dan 3 persyaratan lemari narkotika telah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku yaitu terdiri dari dua pintu dengan kunci terpisah, namun dalam hal
ini penyimpanan narkotika dan psikotropika berada di dalam satu lemari
narkotika, hal ini dikarenakan jumlah sediaan narkotika yang sedikit sehingga
pada pelaksanaannya di dalam salah satu lemari terdapat pintu lagi di dalamnya
dengan kunci terpisah dari dua kunci pintu yang ada di depan.
Pembayaran di IRJ lantai 1 berdasarkan harga obat dengan persyaratan hanya
berupa resep asli, sedangkan pembayaran pada IRJ lantai 2 dan 3 berdasarkan
jaminan INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups). Besarnya jaminan INA-
CBGs per hari yaitu sebesar Rp 350.000 – Rp 400.000,- untuk keseluruhan
pelayanan kesehatan dengan pembatasan farmasi sebesar Rp 150.000,-. Jika
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


70

jumlah obat yang harus diberikan kepada pasien lebih dari Rp 150.000,- maka
pasien akan diberi copy resep yang dapat dilayani dikemudian hari beserta
persyaratan SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 yang terdapat
pada IRJ lantai 1, fotokopi pendaftaran dan rujukan asli dari puskesmas yang
ditujukan untuk RSUP Fatmawati.
5) Depo Askes
Pasien Askes merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati.
Mulai tanggal 1 April 2013, pasien Askes yang semula dilayani di lantai 2 dan 3
gedung Instalasi Rawat Jalan, sekarang dilayani di Depo Askes. Depo farmasi
instalasi rawat jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS),
sedangkan depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas
dan Jamkesda (seperti Jamkesda Tangerang, Jamkesda Bogor, Jamkesda Depok,
dan lain-lain). Acuan yang dapat digunakan dalam melayani pasien Askes adalah
DPHO Askes. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obat-obat apa saja
yang dapat diberikan kepada pasien Askes beserta batasan jumlah maksimal yang
dapat diberikan.
Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkas-
berkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas.
Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obat-
obat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat
diserahkan kepada pasien). Kemudian, resep diinput untuk pemotongan stok obat,
lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan. Masing-masing
tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda. Pada masing-masing tahap akan
dilakukan pemberian stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan).
Pemberian stempel tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan pengecekan
kembali apabila terjadi kesalahan.
Sebelum pembuatan etiket, petugas terlebih dahulu memeriksa kartu rujukan
dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada kartu
rujukan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila
pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya
telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


71

akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di Depo
Askes sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain.
Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat,
baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan
memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket.
Untuk mempermudah penyiapan, obat-obat fast moving diletakkan di meja
tersendiri sehingga petugas akan lebih cepat dalam mengambil obat yang
dibutuhkan. Untuk obat yang tidak dikemas dalam kemasan blister, obat
dimasukkan ke dalam etiket dengan menggunakan peralatan seadanya karena
tidak tersedia alat hitung tablet. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi obat
apalagi jika obat dimasukkan ke dalam etiket menggunakan tangan.
Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan. Alur
penyerahan obat meliputi verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien,
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, kemudian petugas
meminta nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan meminta tanda tangan
pasien. Pemberian informasi obat dilakukan secara singkat. Informasi yang
diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai
obat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang dilayani sehingga
waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat. Jumlah resep yang
dilayani Depo Askes lebih kurang 200-300 resep per hari.
Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani.
Terkadang masih terdapat pasien yang belum dilayani, meskipun jam pelayanan
telah selesai. Hal ini dikarenakan kurangnya SDM yang terdapat di Depo Askes.
Selain itu, seringkali pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang sama,
misalnya selain melakukan penyerahan obat, petugas tersebut juga melakukan
penyiapan obat.
Obat yang sering diresepkan di Depo Askes adalah obat - obat jantung. Selain
itu, terdapat obat spesifik yang dilayani di Depo Askes yaitu obat-obat
kemoterapi. Namun, untuk obat-obat kemoterapi, yang dilayani di Depo Askes
hanya berkas-berkasnya saja, sedangkan obatnya dititipkan di ruang produksi
steril di Instalasi Farmasi. Hal ini dikarenakan hanya gudang farmasi dan produksi
farmasi steril yang boleh menyimpan obat - obat kemoterapi. Obat akan diberikan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


72

kepada pasien setelah direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi pada saat
kemoterapi akan dilakukan. Selain melayani obat DPHO Askes, Depo Askes juga
melayani obat non DPHO Askes, tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan
biaya. Untuk obat non DPHO Askes, pembayaran dilakukan setelah penyerahan
obat. Sedangkan untuk pasien peserta Askes yang mendapatkan obat-obat DPHO
Askes, pembayaran dilakukan dengan cara melakukan klaim ke PT. ASKES.
Setelah selesai pelayanan, dilakukan input data kembali menggunakan
program yang terhubung dengan PT. ASKES. Klaim Askes dilakukan oleh
Instalasi Penagihan Pasien (IPP). Oleh karena itu, di Depo Askes disediakan
komputer yang digunakan untuk klaim Askes. Pembayaran untuk pasien peserta
Jamkesda menggunakan sistem INA CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paket-
paket yang telah ditentukan. Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang
diberikan, selebihnya akan menjadi beban rumah sakit. Sedangkan bila tagihan
pasien kurang dari paketnya, kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah
sakit yang dapat digunakan untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban
rumah sakit. Dengan demikian, terjadi subsidi silang antara pasien yang
tagihannya melebihi paket dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket.
Penyimpanan barang di Depo Askes dilakukan berdasarkan jenis sediaannya, suhu
penyimpanan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika
disimpan di lemari khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh Depo Askes
antara lain laporan analisa penjualan antara lain obat generik dan non generik,
narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah
resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan
mengetahui beban kerja pegawai di Depo Askes.
6) Depo Teratai A dan B
Depo farmasi rawat inap merupakan depo yang menyediakan perbekalan
farmasi (obat dan alkes) bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki
SDM sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang,
petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan
17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Kegiatan - kegiatan yang
dilakukan di depo farmasi rawat inap diantaranya pengadaan obat, penyiapan
obat, distribusi hingga dokumentasi.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


73

Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari


Instalasi Farmasi. IFRS bertanggung jawab terhadap obat yang beredar dan
penggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit secara keseluruhan.
Tanggung jawab ini termasuk pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk
konsumsi dan distribusi obat ke unit perawatan penderita. Oleh karena itu,
sistem pendistribusian obat dari IFRS ke daerah perawatan pasien harus sesuai
untuk efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan juga mencegah
kesalahan atau kekeliruan agar dapat terpenuhi persyaratan penyampaian obat
yang baik yaitu benar obat, benar waktu dan frekuensi, benar dosis, benar rute
pemberian, benar pasien, benar informasi dan benar dokumentasi.
Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap yang diterapkan setiap
rumah sakit bervariasi, hal ini tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi
dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah sakit. Di antara
sistem distribusi yang digunakan di depo farmasi rawat inap,
sistem dosis unit merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan
diantara sistem distribusi lainnya. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan
diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan pasien hanya
membayar obat yang dikonsumsinya saja, semua dosis yang diperlukan pada
ruang perawat telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Hal ini membuat
perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung pasien,
sistem ini juga menghemat ruangan perawat dengan meniadakan persediaan
obat- obatan dan kemasan dosis unit dapat mengurangi kesempatan terjadinya
kesalahan obat, juga membantu penelusuran kembali kemasan apabila terjadi
penarikan obat. Namun, sistem ini juga memiliki beberapa keterbatasan
diantaranya adalah sistem ini mengharuskan obat harus sudah siap
dikonsumsi sebelum jam makan pasien sehingga perlu teknik kerja yang cepat
dan tepat, serta kebutuhan tenaga farmasi lebih banyak. Namun pada
kenyataannya, peran apoteker belum optimal, karena proses mulai dari
penerimaan resep hingga penyerahan obat ke ruang pasien lebih banyak dilakukan
oleh asisten apoteker sehingga evaluasi kerasionalan penggunaan obat pasien
masih belum dapat dilakukan secara maksimal.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


74

Tiap pasien memiliki map yang berisi formulir instruksi obat, kardeks, lembar
resep dan formulir pemberian obat insidentil. Formulir pemberian obat insidentil
adalah formulir untuk mencatat obat atau alat kesehatan yang diambil dari lemari
emergency yang digunakan oleh pasien. Dalam formulir ini tercantum nama,
alamat, umur pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, diagnosa, nama dan
jumlah obat yang digunakan per hari dan tanda tangan petugas administrasi
farmasi.
Pengadaan barang di depo rawat inap berasal dari gudang farmasi,
permintaan barang dilakukan setiap hari dengan menggunakan formulir
permintaan barang. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat
perincian kebutuhan yang diinput ke komputer secara online dengan sistem
di gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan
disiapkan oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta
disiapkan, petugas gudang farmasi akan mengkonfirmasi petugas depo farmasi
melalui telepon untuk pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah
terima barang antara petugas gudang farmasi dan petugas depo farmasi. Pada
saat penerimaan barang, petugas depo farmasi harus mengecek barang yang
diminta untuk memastikan kesesuaian jenis atau bentuk sediaan, jumlah, tanggal
expired date, kondisi fisik barang dan kekuatan sediaan. Setelah dilakukan
verifikasi, secara otomatis maka stok barang yang diminta oleh depo farmasi
rawat inap telah menjadi stok di depo rawat inap di dalam sistem. Dengan adanya
sistem ini, maka memungkinkan stok obat di depo farmasi dan di sistem sama
besarnya (real stock). Namun, hal ini terkadang masih belum berjalan dengan
baik, stok di depo farmasi terkadang berbeda dengan stok yang ada di sistem.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya SDM untuk
memantau stok yang ada. Terkadang obat-obat yang sudah digunakan lupa
untuk diinput ke sistem.
Penyimpanan perbekalan farmasi yang tersedia di depo farmasi ini cukup
lengkap dan disusun dengan teratur. Obat dipisahkan antara generik dan non
generik, bentuk sediaan dan disusun berdasarkan alfabetis agar memudahkan
pengambilan sehingga mempercepat pelayanan. Obat-obat yang memerlukan
penyimpanan suhu dingin ditempatkan pada pharmaceutical refrigerator. Obat-
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


75

obat mahal dan mudah pecah disimpan di dalam lemari kaca dan terkunci. Hal
ini bertujuan agar mencegah hilang atau pecahnya obat. Sediaan nutrisi juga
disimpan rapi dan terlindung dari cahaya dengan tujuan untuk menjaga kestabilan
sediaan tersebut.
Depo Farmasi Teratai memiliki beberapa unit lemari emergency
yang berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di
ruang HCU (High Care Unit) lantai 4 Utara, 5 Selatan dan 6 Selatan. Obat dan
alkes yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa
harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Setiap petugas mengambil obat
dan alkes dari lemari emergency harus mencatat di lembar insidentil per pasien
guna dimasukkan ke dalam tagihan pasien. Isi dari lemari emergency memiliki
standar baku. Jumlah obat yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan
dalam satu malam. Setiap harinya petugas depo farmasi memiliki tugas
untuk mengecek persediaan obat dan alkes dalam lemari emergency, mencatat
pasien yang menggunakan dan mengisi kembali jika terdapat kekurangan sesuai
dengan standar baku.
Selain lemari emergency, depo farmasi juga menyiapkan kit emergency yang
disimpan di ruang perawat, dimana yang bertanggung jawab terhadap kit
emergency tersebut adalah kepala ruangan (perawat) pada masing-masing
ruangan. Kit emergency dilengkapi gembok sekali pakai dengan nomor seri yang
ditulis oleh petugas depo farmasi.
Depo farmasi rawat inap juga menyediakan paket-paket kebidanan yang
digunakan di lantai satu gedung teratai (emergency kebidanan). Paket-paket ini
disediakan agar mempercepat pelayanan obat dan alkes sampai kepada pasien
tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Paket-paket ini berisi obat
dan alkes yang dibutuhkan untuk pasien yang membutuhkan tindakan
penanganan yang cepat karena berhubungan dengan nyawa. Terdapat delapan
jenis paket yang tersedia antara lain Paket Kehamilan Ektopik Terganggu
(KET), Paket Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket
Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorogic Post Partum
(HPP), Paket PreEklampsia Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


76

Sistem distribusi yang digunakan cukup beragam diantaranya resep


individual, floor stock dan dosis unit. Sistem distribusi resep individual adalah
sistem order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien melalui perawat ke
ruang pasien tersebut. Dalam sistem ini, resep orisinil oleh perawat dikirim ke
depo farmasi, kemudian resep diproses sesuai kaidah dispensing yang baik dan
obat disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan di lantai
tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer dan lantai 2
kebidanan. Selanjutnya, sistem distribusi floor stock merupakan suatu sistem
dengan cara kelompok obat tertentu disimpan di ruang perawatan untuk
digunakan oleh seluruh pasien, biaya penggunaan obat-obat ini dihitung sebagai
biaya perawatan. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat
penggunaan umum yang terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah
ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di ruang perawat, seperti
kapas, alkohol, masker. Apoteker bertanggung jawab dan bekerja sama
dengan bidang keperawatan untuk menyediakan obat dan meningkatkan
pelayanan. Sistem distribusi terakhir adalah sistem distribusi dosis unit, yaitu
sistem distribusi obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita selama 24
jam atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit
tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu.
Untuk penyediaan dosis unit, satu petugas depo farmasi bertanggung jawab
terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada bagian utara dan selatan Teratai
di tiap lantai yang menerapkan sistem ini. Proses penyiapan dosis unit oleh
petugas dimulai dari pagi hari, dimulai dari pemilahan obat, penyiapan obat ke
dalam kemasan dosis unit, pengecekan kembali hingga peletakkan di dalam
trolley dosis unit sesuai dengan nama pasien. Selanjutnya, sore hari pukul 15.00
petugas depo farmasi yang bertanggung jawab mengantarkan obat dengan
menggunakan trolley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya
dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekan kembali. Hal ini sangat efektif
untuk memastikan bahwa obat yang diterima oleh pasien adalah obat yang
sesuai dengan yang diresepkan dan tidak ada duplikasi obat.
Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan
depo-depo farmasi lainnya, diantaranya adalah laporan analisa penjualan dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


77

laporan tagihan pasien, laporan pemakaian obat-obat narkotika dan psikotropika,


laporan penulisan resep obat generik dan non generik, laporan medication
error dan stok opname setiap 3 bulan.
7) Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat dipilih atau dipisahkan
sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang butuh penanganan
segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan resusitasi untuk
mendapatkan tindakan medis sesuai yang dibutuhkan pasien. Pasien yang
membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning.
Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya
diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang
Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang mengantri kamar di
gedung rawat inap. Pendistribusian obat untuk pasien-pasien rawat inap dilakukan
dengan sistem unit dose, sedangkan pasien rawat jalan pendistribusiannya
dilakukan dengan sistem individual prescription. Di instalasi gawat darurat
terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa setiap pergantian shift sebanyak
tiga kali sehari, sedangkan di ruang rawat inap seperti ruang ICU, NICU, PICU
lemari emergency hanya diperiksa satu kali sehari. Lemari emergency diperiksa
jumlahnya dan siapa yang menggunakan obat tersebut pada lembar insidentil. Jika
terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang tersisa di lemari emergency
dengan yang terdapat pada lembar insidentil maka petugas depo farmasi akan
mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat.
Alur permintaan obat dan alat kesehatan di depo IGD dimulai dengan pasien
masuk IGD, kemudian pasien ditempatkan di ruang sesuai kondisi pasien. Pasien
yang masuk ruang P2 akan mendapat paket yang berisi obat maupun alat
kesehatan ke depo farmasi IGD. Pasien yang masuk ruang resusitasi akan
mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi tersebut melalui perawat.
Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan paket tersebut. Barang
dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan dikembalikan ke depo farmasi
IGD dan dibuat rincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh
pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


78

8) Depo Instalasi Bedah Sentral


Lemari emergensi hanya terdapat di OK Cito karena operasi bersifat segera
dan depo farmasi berada di lantai 2. Permintaan obat dan alat kesehatan antara
penata anestesi dan penata bedah dibedakan untuk mempermudah pendistribusian
keperluan setiap penata. Pada saat perincian biaya, permintaan obat dan alat
kesehatan penata anestesi dan bedah akan digabungkan. Obat di Depo Instalasi
Bedah Sentral disimpan pada lemari yang terpisah dari alat kesehatan, namun obat
tidak disusun sesuai abjad. Menurut ketentuan yang berlaku, obat seharusnya
disusun sesuai abjad untuk mempermudah pengambilan saat diperlukan. Obat
tidak disusun sesuai abjad karena fasilitas lemari penyimpanan yang sempit. Obat
yang memerlukan suhu dingin disimpan di pharmaceutical refrigerator yang
dilengkapi dengan monitor suhu.
9) PIO
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang
dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call dengan nomor 1382.
Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan
di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan meliputi
pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping,
dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik,
farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan
keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Pertanyaan terbanyak
adalah mengenai dosis obat. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan
tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas
pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi
atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di
pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier, paling banyak
menggunakan DIH (Drug Information Handbook).
Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga
dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


79

a) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam


menjawab pertanyaan dengan lengkap.
b) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.
c) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
d) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.
e) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan.
f) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan
informasi obat.
Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat
mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat
dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah
dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada
pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012
sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi
obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh
apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera
dijawab (< 1 jam). Berdasarkan hasil perhitungan pada bulan September
2013, sebanyak 69,23 % pertanyaan dapat dijawab dalam waktu < 1 jam.
Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi
obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up
to date), tidak ada jaringan internet untuk mengupdate informasi maupun
literatur, apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan
jumlah pertanyaan yang masih sedikit.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan praktek kerja profesi
Apoteker di RSUP Fatmawati adalah:
a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) Fatmawati adalah melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan
farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi
m erupakan su at u s i kl us, dimulai dari proses perencanaan, pengadaan,
penyimpanan hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu.
b. Peran dan fungsi Apoteker dalam kegiatan farmasi klinik di RSUP Fatmawati
yang bersifat profesional antara lain melakukan visite pasien, monitoring
atau review penggunaan obat, monitoring efek samping obat, pemberian dan
edukasi bagi staf farmasi.
c. Kegiatan PKPA di RSUP Fatmawati memberikan wadah bagi calon apoteker
untuk dapat mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah diperoleh
sebelumnya.

5.2 Saran
Kegiatan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati sudah berjalan
baik, namun untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian maka penulis menyarankan beberapa upaya berikut :
a. Untuk meringankan dan memperjelas pembagian kegiatan di Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati, sebaiknya Wakil Kepala Instalasi dibagi menjadi
3 bagian, yaitu: Waka IFRS Pelayanan, Waka IFRS Perbekalan dan Waka
IFRS Farmasi Klinik.
b. Untuk mempermudah proses pelaporan pemakaian Narkotik dan Psikotropik,
maka IFRS dapat melakukan secara online sebagaimana yang telah diterapkan
pada fasilitas pelayanan lain.

80 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


81

c. Pelaporan psikotropik hendaknya dilakukan setiap satu bulan sekali


bersamaan dengan pelaporan narkotik, hal ini dilakukan untuk menjamin data
yang dilaporkan tersebut.
d. Sebaiknya penyimpanan produk hasil produksi disimpan di gudang Farmasi,
untuk mempermudah akses distribusi dan memaksimalkan ruang produksi
hanya untuk kegiatan produksi saja.
e. Untuk rekonstisusi obat yang memerlukan kondisi steril, setelah pengamatan
kami menyarankan agar perlu dilakukan monitoring lingkungan pada saat
dilakukan rekonstitusi.
f. Untuk menunjang kegiatan farmasi klinik, maka perlu diaktifkan kembali
kegiatan konseling (tanpa harus diminta oleh pasien, apoteker harus berperan
aktif dalam menentukan pasien yang membutuhkan konseling).
g. Untuk depo rawat jalan, beri Label LASA pada obat-obat LASA yang belum
dilengkapi penanda untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat,
simpan obat keras di depo bagian dalam atau bagian yang tidak terjangkau
dengan konsumen, dan sediakan lemari psikotropik terpisah.
h. Untuk depo IBS, sebaiknya ditempatkan seorang apoteker sebagai penyelia
depo IBS.
i. Hasil dari tugas yang di berikan kepada para peserta PKPA di RSUP
Fatmawati sangat baik dijadikan acuan atau evaluasi dari kegiatan pelayanan
kefarmasian

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang : Duwo
Okta.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2004).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006)
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (2008). Pedoman


Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri


Republik Indonesia. (2009). Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi
Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas,
Balai Kesehatan Masyarakat, dan Rumah Sakit Daerah. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Sekretariat
Negara RI.

PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. (2004). Pedoman Bagi Peserta


Askes Sosial. Jakarta : PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia.

RSUP Fatmawati. (2012a). Keputusan Direktur Utama No. HK.


03.05/II.1/1686/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional
Hak Akses Sistem Informasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati.

RSUP Fatmawati. (2012b). Keputusan Direktur Utama No. HK.


03.05/II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika.
Jakarta: RSUP Fatmawati.

RSUP Fatmawati. (2012c). Keputusan Direktur Utama No. HK.


03.05/II.1/1612/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional
Tata Cara Persuratan, Pelaporan, Pengarsipan di Instalasi Farmasi.
Jakarta : RSUP Fatmawati.

82 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


83

RSUP Fatmawati. (2013) Diunduh dari


http://www.fatmawatihospital.com/konten/details/profil#sejarahsingkat.
Pada : 28 Oktober 2013 Pukul 22.00 WIB.

Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Terapan. Jakarta :
EGC

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


LAMPIRAN

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Universitas Indonesia

84
85

Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


86

Lampiran 3. Alur Pengkajian Resep

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


87

Lampiran 4. Alur Pemantauan Efek Samping Obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


88

Lampiran 5. Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


89

Lampiran 6. Alur Penyimpanan Resep dan Arsip (surat masuk, surat keluar, SK,
Laporan-laporan dan arsip Kepegawaian)

Resep

Arsip

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


90

Lampiran 7. Alur Pemusnahan Resep dan Arsip

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Universitas Indonesia

Lampiran 8. Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi

91
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
92
8

Lampiran 9. Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


93

Lampiran 10. Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


94

Lampiran 11. Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap

Rawat Jalan

Rawat Inap

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Lampiran 12. Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual Prescription

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Universitas Indonesia

95
96

Lampiran 13. Alur Pelayanan Resep di Depo Askes

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


97

Lampiran 14. Alur Distribusi Obat Secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


98

Lampiran 15. Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah
Sentral
OK Cito

OK Elektif

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


99

Lampiran 16. Alur Program Pelayanan Informasi Obat

User (pasien/lainnya)
Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis

Apoteker
1. Menerima pertanyaan
2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya

Tidak Ya

Apoteker
1. Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat.
2. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur.
3. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat.
4. Penyampaian jawaban kepada user.

User
1. Menerima jawaban pertanyaan
2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan

Tidak
Ya

Selesai

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PASIEN GERIATRI


DI RUANG RAWAT INAP LANTAI V DAN VI
GEDUNG PROFESOR SOELARTO (GPS) RSUP FATMAWATI
PERIODE 2–25 OKTOBER 2013

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LU’LU SOLIHAH, S.Far


1206329783

ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2013

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER–25 OKTOBER 2013

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PASIEN GERIATRI


DI RUANG RAWAT INAP LANTAI V DAN VI
GEDUNG PROFESOR SOELARTO (GPS) RSUP FATMAWATI
PERIODE 2 – 25 OKTOBER 2013

LU’LU SOLIHAH, S.Far


1206329783

ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2013

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1 Pasien Geriatri ................................................................................ 3
2.2 Perubahan Yang Terjadi Pada Geriatri ........................................... 4
2.3 Perubahan Farmakokinetika Obat .................................................. 4
2.4 Rumah Sakit ................................................................................... 7
BAB 3 METODE PENGAMBILAN DATA ................................................... 8
BAB 4 HASIL PENGAMATAN ..................................................................... 9
4.1 Jenis Kelamin Pasien Geriatri ......................................................... 9
4.2 Jumlah Pasien Berdasarkan Ruang Rawat ...................................... 10
4.3 Lama Hari Rawat ............................................................................. 11
4.4 Profil Penyakit Pasien ...................................................................... 12
4.5 Profil Penggunaan Obat Pasien ...................................................... 14
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................... 29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 36
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 36
6.2 Saran ............................................................................................... 36
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 37
LAMPIRAN ....................................................................................................... 38

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Profil pasien geriatric yang dirawat di lantai 5 dan 6 GPS .................
Tabel 4.2 Kejadian interaksi obat pasien geriatri ................................................ 24

ii

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 8 Persentase penyakit pasien geriatri ............................................... 12


Gambar 10 Persentase pasien dengan komplikasi ........................................... 13
Gambar 12 Persentase obat pasien geriatri ...................................................... 14
Gambar 14 Persentase penggunaan obat pasien geriatri ................................. 15
Gambar 16 Persentase penggunaan obat antidiabetes pasien geriatri ............... 16
Gambar 18 Persentase penggunaan obat antihipertensi pasien geriatri............. 17
Gambar 20 Persentase penggunaan obat antihiperlipidemia pasien geriatri ..... 18
Gambar 22 Persentase penggunaan obat gangguan sal. cerna pasien geriatri ... 19
Gambar 24 Persentase penggunaan obat antibiotik pasien geriatri ................... 20
Gambar 26 Persentase penggunaan obat antitrombolitik pasien geriatri .......... 21
Gambar 28 Persentase penggunaan obat SSP pasien geriatri ............................ 22
Gambar 30 Persentase penggunaan obat analgetik & antiradang pasien
geriatri ............................................................................................ 23
Gambar Persentase penggunaan obat nootropik...........................................
Gambar 32 Persentase penggunaan supplemen pasien geriatri ......................... 24

iii

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel penggunaan obat pasien geriatri ....................................... 38

iv

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pasien geriatri merupakan salah satu kelompok pasien yang banyak
berobat ke rumah sakit. Berdasarkan data statistik kependudukan di Indonesia,
jumlah geriatri di Indonesia mencapai 15,5 juta jiwa (Badan Statistik Nasional,
2012). Pasien geriatri menjadi perhatian khusus karena pada usia lanjut terjadi
degenerasi pada semua organ sehingga terjadi penurunan kemampuan organ untuk
melakukan fungsinya dengan normal. Sehingga pada pasien geriatri sering terjadi
penyakit degeneratif, seperti diabetes, hipertensi, penyakit ginjal kronik dan lain-
lain. Penyakit yang terjadi pada geriatri cenderung bersifat multiple, yang
merupakan gabungan antara penurunan fisiologis dengan berbagai proses
patologis. Seperti pasien geriatri yang menderita DM sebelum umur 60 tahun,
akan terus mengalami penurunan pada fungsi organ setiap tahunnya karena proses
penuaan, sehingga terjadi komplikasi seperti penyakit ginjal kronis sehingga harus
melakukan hemodialisa (Mulyaningsih, 2010).
Kondisi pasien yang mengalami penurunan dan penyakit yang bersifat
multiple menyebabkan setiap kali pasien geriatri berobat kepada dokter semua
dokter akan memberikan obat, sehingga pasien mendapatkan banyak obat dan
berpotensi terjadi polifarmasi serta berbagai permasalahan lain terkait dengan
pengobatan yang dilakukan. Permasalahan yang dalam pengobatan beresiko
memperburuk kondisi pasien geriatri baik dari segi ketidakpatuhan karena
banyaknya obat yang didapat, sampai pada efek-efek yang tidak diharapkan yang
terjadi pada pasien karena pengobatan yang dilakukan. Semua hal ini dapat
menurunkan kualitas hidup pasien, padahal tujuan pengobatan yang dilakukan
adalah peningkatan kualitas hidup sehingga pasien geriatri bisa lebih baik dalam
melakukan kegiatannya (Pranarka, 2006).
Salah satu tanggung jawab sebagai seorang farmasis adalah memberikan
layanan kefarmasian yang berorientasikan pada pasien (patient oriented).
Penggunaan obat oleh pasien geriatri yang sangat rentan mengalami polifarmasi
harus dipantau demi mendapatkan pengobatan yang rasional oleh karena itu, peran

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


2

farmasis sangat dibutuhkan untuk memonitor penggunaan obat pasien geriatri


(Miller, 2011). Mengingat pentingnya pemantauan penggunaan obat oleh pasien
geriatri, maka dilakukan pengumpulan data penggunaan obat berdasarkan rekam
medis pasien geriatri yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto
(GPS) selama tanggal 2-25 Oktober 2013. Data yang didapat kemudian akan
diolah untuk melihat bagaimana profil pasien geriatri yang dirawat, penggunaan
obat dan permasalahan obat yang terjadi pada pasien geriatri. Tugas khusus ini
juga diharapkan dapat menjadi salah satu proses evaluasi penggunaan obat di
RSUP Fatmawati.

1.2 Tujuan
Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan
untuk mendapatkan gambaran penggunaan obat pasien geriatri yang dirawat di
lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) dari tanggal 2–25 Oktober 2013.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geriatri
Geriatri (dari kata Geros = tua, iatrea = merumat) atau ilmu kesehatan usia
lanjut (Pranarka, 2009). Geriatrik merupakan cabang ilmu kedokteran terutama
berhubungan dengan masalah umur tua dan penuaan serta penyakit pada orang
tua. Karakteristik penyakit pada orang tua berbeda dari orang dewasa, baik dari
faktor etiologi, diagnosis serta progesivitas dari penyakitnya. Pada geriatri sering
pula terjadi gangguan fungsi dari beberapa sistem organ seperti sistem
kardiovaskular, endokrin, urogenital, gastrointestinal dan lain-lain (Sunarti et al,
2010)
Dasar dari proses menua adalah kegagalan fungsi homeostatik
penyesuaian diri terhadap faktor intrinsik dan ekstrinsik. Terjadi berbagai
perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik,
namun juga terhdadap fungsi dan tanggapan pada kehidupan sehari-hari. Setiap
individu mengalami perubahan-perubahan tersebut secara berbeda. Pada beberapa
individu, laju penurunannya mungkin cepat dan dramatis (Pranarka, 2006)

2.1.1. Definisi pasien geriatri


Menurut WHO, pembagian terhadap populasi berdasarkan usia lanjut
terbagi atas tiga tingkatan, yaitu :
a) Lansia (elderly) dengan kisaran umur 60-75 tahun,
b) Tua (old) dengan kisaran umur 75-90 tahun,
c) Sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun
Penyakit dan kesehatan pada usia lanjut tidaklah sama dengan penyakit
dan kesehatan pada golongan populasi usia lainnya, yaitu dalam hal:
i. Penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multiple, merupakan gabungan
antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/
penyakit.
ii. Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara
lambat laun akan menyebabkan kematian.

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


4

iii. Usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta
diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun.
iv. Kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan
ekonomi.
v. Pada usia lanjut sering kali didapat penyakit iatrogenic

2.2. Perubahan yang terjadi pada geriatri


Semakin bertambahnya usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan
pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan terjadi cenderung karena penurunan
berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi hipokampal. Timbul
proliferasi astrosit dan berubahnya neurotransmitter. Pada fungsi kognitif
pengurangan massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor
glukokortikoid terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi intelektual;
berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi
melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi (Prananta, 2006).
Pada fungsi gastrointestinal terjadi penurunan ukuran dan aliran darah ke
hati, terganggunya bersihan obat oleh hati, sehingga membutuhkan metabolisme
fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respon terhadap cedera pada mukosa
lambung, berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya
kontraksi kolon yang efektif dan absorpsi kalsium. Terjadi pula penurunan
bersihan kreatinin (creatinin clearance) dan laju filtrasi glomerulus (GFR) 10 ml/
dekade, terjadi semakin bertambahnya usia seseorang. Penurunan massa ginjal
sebanyak 25 %. Toleransi glukosa terganggu dimana terjadi peningkatan GD
puasa sebanyak 1 mg/dl/dekade, GD post prandial meningkat 10 mg/dl/dekade
(Prananta, 2006).

2.3. Perubahan farmakokinetika obat


Perkembangan usia merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi nasib obat dalam tubuh. Proses menua pada hakikatnya dapat
mempengaruhi salah satu atau lebih keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi obat.
a. Absorpsi Obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


5

Keefektifan absorpsi suatu obat dapat berubah pada pasein geriatri. Hal ini
terjadi karena menurunnya sekresi asam lambung (25-35 %), aliran darah ke
saluran cerna, produksi tripsin pankreatik, gerakan saluran cerna atau waktu
pengosongan lambung. Dampak berubahnya fisiologi tadi dapat berupa penurunan
laju absorpsi, yang lebih lanjut dapat memperlama mula kerja efek farmakologi
obat terkait. Penurunan keefektifan absorpsi menunjukkan makna klinis yang
nyata pada usia 80 tahun ke atas bagi obat yang berdifusi aktif (Donatus, 1999).
b. Distribusi Obat
Perubahan fisiologi yang mempengaruhi keefektifan distribusi obat terkait
dengan komposisi tubuh (cairan tubuh, bobot tubuh tak berlemak, lemak tubuh)
dan ikatan protein plasma, jaringan atau organ. Pada lelaki lemak tubuh
meningkat 18-36 %, sedangkan wanita 33-48 %., sehingga terjadi pengurangan
bobot atau massa tubuh yang tidak berlemak. Obat-obat yang sangat larut dalam
lemak (seperti lidokain, diazepam) akan menunjukkan peningkatan volume
distribusi (Vd). Begitu pula sebaliknya, perlu dipertimbangkan juga perubahan
ikatan protein, kadar albumin pada lansia akan turun 0,4-0,6 g/dL. Akibatnya,
fraksi obat bebas (terikat albumin) obat-obat bersifat asam terikat kuat dengan
albumin, sehingga dapat meningkatkan efek farmakologi dan toksikologinya
(Donatus, 1999).
c. Metabolisme Obat
Metabolisme obat terutama terjadi di dalam hati, pada lansia terjadi
penurunan darah kehati karena berkurangnya laju curah jantung sekitar 30-40 % .
Penurunan ini dapat menyebabkan berkurangnya ekstraksi obat ke hati (Donatus,
1999).
d. Eliminasi obat
Ginjal merupakan jalur utama sekresi sebagian besar obat. Perubahan
fisiologi ginjal mempengaruhi proses ekskresi yang terjadi. Pada lansia fungsi
filtrasi glomerular akan berkurang, hal ini dikarenakan hilangnya sekitar 35 %
nefron dan 30 % jumlah glomeruli yang berfungsi, selain itu aliran darah keginjal
berkurang 45–53 %. Akibatnya, proses filtrasi glomerular obat apapun yang tidak
terikat protein plasma akan berkurang pada lansia. Keefektifan ekskresi obat pada
lansia juga mengalami kemunduran, sehingga waktu paruh eliminasi obat utuh

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


6

atau metabolitnya dapat diperpanjang, begitu pula keberadaan obat dalam tubuh.
Hal ini jelas memperpanjang kerja farmakologi dan/atau toksikologi obat-obat
seperti spironolakton, levodopa, asetoheksamida dan oksipurinal (Donatus, 1999)
Selain penurunan fisiologi dalam filtrasi glomerular serta sekresi dan
reabsorpsi tubuler, penderita lansia terutama mudah terkena gangguan ginjal
karena dehidrasi, gagal jantung kongestif hipotensi atau karena patologi ginjal-
intrinsik seperti nefropati diabetik atau pielonefritis, yang kesemuanya dapat
memicu kerusakan ginjal (Donatus, 1999). Komplikasi pada lansia perlu
mendapat perhatian dengan seksama, karena dapat merumitkan pemilihan obat
maupun dosis dan aturan pemberiaannya. Selain itu kemungkinan efek yang parah
karena obat-obat digoksin, litium, antibiotik aminoglikosida dan klorpropamid
juga perlu dipertimbangkan sebelum diberikan pada lansia. Karenanya, secara
umum pasien geriatri lebih baik diberi dosis yang lebih rendah dari pada penderita
dewasa, terutama obat yang dieksresi di ginjal (Miller, 2011)

2.4. Rumah Sakit


2.4.1. Definisi
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-
undang RI No. 44, 2009).

2.4.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (Undang-undang RI No. 44, 2009):
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan secara
paripurna. Untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standard pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
pemberian pelayanan kesehatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


7

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi


bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

2.4.3 Indikator Pelayanan Rumah Sakit (Soejadi, 1996)


Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan
efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain:
a. Bed Occupation Ratio (BOR): presentase pemakaian tempat tidur pada satuan
waktu tertentu.
b. Average Length of Stay (AVLOS): rata-rata lama rawat pasien.
c. Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
d. Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati
dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 3
METODE PENGAMBILAN DATA

3.1 Tempat dan Waktu


Pengumpulan dan pengkajian data penggunaan obat pasien dilaksanakan
di ruang rawat inap lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) RSUP
Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan pada tanggal 2 – 25 Oktober 2013.

3.2 Metode
Pengambilan data dilakukan secara prospektif dari rekam medis pasien
yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Solearto (GPS) RSUP Fatmawati
Cilandak Jakarta Selatan selama tanggal 2 – 25 Oktober 2013.

3.3 Cara pengambilan data


a. Data diambil dari rekam medik pasien yang dirawat di lantai 5 dan 6 GPS.
Data yang diambil antara lain nama, jenis kelamin, umur, tempat dan tanggal
lahir, diagnosa masuk, diagnosa rawat dan keluar, obat yang digunakan setiap
harinya.
b. Semua data dimasukkan dalam tabel pengobatan pasien.
c. Data diolah dan dimasukkan dalam Microsoft Excel berdasarkan masing-
masing kriteria yang ingin diketahui untuk dibuat grafik dan persentase.
d. Kriteria yang ingin diketahui antara lain: jenis kelamin, ruang rawat, lama hari
rawat, penyakit pasien geriatri dan penggunaan obat pasien geriatri
e. Kejadian interaksi obat dilakukan melalui Drug Interaction Checker di
Medscape, kemudian dikelompokkan berdasarkan banyaknya kejadian
interaksi.

8 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 4
HASIL PENGAMATAN

4.1. Profil Pasien Geriatri


Selama pengambilan data, terdapat 15 pasien geriatri yang dirawat di
ruang rawat lantai 5 dan 6 gedung GPS, tabel 4.1 memuat profil pasien geriatri
yang dirawat selama periode pengambilan data.

Tabel 4.1. Profil Pasien Geriatri yang dirawat di Lantai 5 dan 6 GPS

Variabel Kategori Jumlah Persentase

Jenis kelamin Laki-laki 8 53


Perempuan 7 47
Usia 60-70 8 53
71-80 6 40
>80 1 7

Lantai rawat Lantai 5 11 73


Lantai 6 4 27

Lama rawat 3-5 hari 5 33


6-10 hari 6 40
>10 hari 4 27

Pasien geriatri yang dirawat dilantai 5 dan 6 GPS sejak tanggal 2-25
Oktober berjumlah 15 pasien yang terdiri dari 53 % pasien laki-laki dan 47 %
pasien perempuan. Dari 15 pasien yang dirawat, 72 % pasien dirawat dilantai 5
GPS yang terdiri atas 8 pasien laki-laki dan 3 pasien perempuan sedangkan 27 %
pasien yang dirawat di lantai 6 yang semuanya merupakan pasien perempuan.
Berdasarkan lama hari rawat, paling banyak pasien dirawat lebih dari 5 hari yaitu
40 % pasien.

9 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


10

4.2. Profil Penyakit Pasien Geriatri

Profil Penyakit

17%
28%
Cardiovaskular Disease
Diabetes Melitus
11%
Hipertensi
Geriatric Problem
11% Sindrom dispepsia
22% Lainnya
11%

Keterangan: Penyakit lainnya yang menyebabkan pasien dirawat adalah hernia, kanker sigmoid
dan epistaksis

Gambar 4.1. Persentase Penyakit Pasien Geriatri


Berdasarkan penyakit yang diderita, didapatkan bahwa pasien geriatri
masuk dengan indikasi CVD (cardiovascular disease) paling banyak terjadi yaitu
sebesar 28 % pasien, kemudian karena DM (diabetes melitus) sebesar 22 %,
kemudian karena dispepsia, geriatrik problem, dan hipertensi sebanyak 11 %.
Pasien yang mengalami lebih dari 1 penyakit tercantum dalam gambar 4.2.

Pasien Komplikasi

25%
DM+ HT
DM, HT, CKD st 5
50%
CVD + DM
12% CVD+ Stroke

13%

Gambar 4.2. Persentase Pasien Geriatri dengan Komplikasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


11

4.3. Profil Penggunaan Obat Pasien Geriatri

4.5.1 Jumlah pasien berdasarkan jumlah obat yang digunakan

Jumlah obat yang digunakan

27% 27%

> 5 obat
> 10 obat
> 15 obat

46%

Gambar 4.3. Persentase Pasien Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat

4.5.2. Jumlah pasien geriatri berdasarkan golongan obat yang digunakan

Golongan Obat yang digunakan


Antihipertensi

13% 15% Antihiperlipidemia


2%

Obat Gang. Saluran


8% Cerna
10%
Antibiotik

15% Obat hemostasis


12%

Anti radang/Antinyeri
12% 13%
SSP

Gambar 4.4. Persentase Penggunaan Obat Pasien Geriatri

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


12

4.5.3. Jumlah pasien geriatri berdasarkan jenis obat yang digunakan

Obat Antidiabetes

12%
25%
Glibenklamid
Lantus
Apidra
38% Novorapid
25%

Gambar 4.5. Persentase penggunaan obat antidiabetes pasien geriatri

Obat Antihipertensi

5%
5% Amlodipin

10% Bisoprolol
33%
Lasix
Candesartan
10%
Captopril
Valsartan
9%
Losartan
14%
14% Carvedilol

Gambar 4.6. Persentase penggunaan obat antihipertensi pasien geriatri

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


13

Obat Antihiperlipidemia

20%

Simvastatin
Atorvastatin

80%

Gambar 4.7. Persentase penggunaan obat antihiperlipidemia pasien geriatri

Obat Gangguan Saluran Cerna

6%
6% Ranitidin
22% Ondansentron
5%
Laxadine
5%
Loperamid
Sucralfate
11% Pantoprazol
17%
Esomeprazol

11% Polonosentron
Vitazym
17%

Gambar 4.8. Persentase penggunaan obat gangguan saluran cerna pasien geriatri

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


14

Obat Antibiotik

8%
Ceftriaxon
8% 25%
Levofloxacin

8% Ciprofloxacin
Cefotaxim
9% Ampicilin Sulbaktam
Fosmicyn
25%
17% Ceftazidim

Gambar 4.9. Persentase penggunaan obat antibiotik pasien geriatric

Obat Antitrombolitik

11%

Aspirin
Clopidogrel
33% 56% Silostazol

Gambar 4.10. Persentase penggunaan obat antitrombolitik pasien geriatri

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


15

Obat SSP

9% Donezepil
9% 28% Gabapentin
Halloperidol
9% Trihexyphenidyl
Sertralin
9% Alprazolam
18% Estazolam
9%
Amitriptilin
9%

Gambar 4.11. Persentase penggunaan obat SSP pasien geriatri

Obat Analgetik & Antiradang

17%

Paracetamol
Profenid
17% 50%
Tramadol
Etoricoxib

16%

Gambar 4.12. Persentase penggunaan obat analgetik dan antiradang pasien geriatri

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


16

Obat Nootropik

22%

Citicoline
Piracetam

78%

Gambar 4.13. Persentase Penggunaan Obat Nootropik Pasien Geriatri

Supplemen

As. Folat
5%
5% 16% Vitamin*

5% Na Bicarbonat
NaCl
5%
CaCO3
5% 16%
KSR
5% Aspar K
Neuroaid
5%
11% Neurosanbe
5%
5% 6% Neurodex
6%
Sohobion
*Vitamin yang digunakan adalah Vitamin B, Vitamin B6, dan Vitamin
K

Gambar 4.14. Persentase penggunaan supplemen pasien geriatri

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


17

4.5.4. Kejadian interaksi obat pasien geriatri

%
No Obat Efek Jml Manajemen Penanganan
kejadian

Bisoprolol- Kedua obat meningkatkan


1 2 5 Monitoring serum kalium
Candesartan serum kalium
Monitoring kadar gula
2 Insulin-Aspirin Peningkatan kerja insulin 2 5
darah
Monitoring efek toksisitas
Aspirin- Kedua obat meningkatkan
3 2 5 dari obat, hanya gunakan
Clopidogrel tosisitas
aspirin dosis rendah
Monitoring kadar
Peningkatan kadar
kolesterol darah. Batasi
Amlodipin- simvastatin, peningkatan
4 2 5 penggunaan simvastatin
Simvastatin resiko
tidak lebih dari 20 mg/
rhabdomiolisis/miophati
hari
Kedua obat meningkatkan
serum kalium, meningkatkan Monitoring serum kalium,
Valsartan-
5 resiko toksisitas kedua obat, 2 5 fungsi ginjal dan tanda
Aspirin
dan dapat menurunkan toksisitas obat.
fungsi ginjal
Bisoprolol- Kedua obat meningkatkan
6 1 2 Monitoring serum kalium
Etoricoxib serum kalium
Candesartan- Kedua obat meningkatkan
7 1 2 Monitoring serum kalium
Etoricoxib serum kalium
Bisoprolol- Kedua obat meningkatkan
8 1 2 Monitoring serum kalium
Losartan serum kalium
Carvedilol- Kedua obat meningkatkan
9 1 2 Monitoring serum kalium
Valsartan serum kalium
Carvedilol- Kedua obat meningkatkan
10 1 2 Monitoring serum kalium
Aspirin serum kalium
Bisoprolol- Meningkatkan efek
11 1 2 Monitoring tekanan darah
Amlodipin antihipertensi
Carvedilol- Meningkatkan efek
12 1 2 Monitoring tekanan darah
Amlodipin antihipertensi
Aspirin menurunkan efek
Aspirin- Monitoring tekanan darah
13 bisoprolol, kedua obat 1 2
Bisoprolol dan serum kalium
meningkatkan serum kalium
Aspirin- Kedua obat meningkatkan
14 1 2 Monitoring serum kalium
Losartan serum kalium
Peningkatan toksisitas kedua
Candesartan- obat sehingga Monitoring fungsi ginjal
15 1 2
Captopril mempengaruhi fungsi ginjal dan serum kalium
dan hiperkalemia

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


18

%
No Obat Efek Jml Manajemen Penanganan
kejadian
Captopril- Terjadi resiko hipotensi akut Monitoring tekanan darah
16 1 2
Furosemid dan penurunan fungsi ginjal dan fungsi ginjal
Valsartan-
17 Peningkatan efek valsartan 1 2 Monitoring tekanan darah
Simvastatin
Amlodipin-
18 Penurunan efek amlodipin 1 2 Monitoring tekanan darah
CaCO3
Candesartan- Kedua obat meningkatkan
19 1 2 Monitoring serum kalium
KCl serum kalium
Peningkatan kadar serum
20 Captopril-KCl kalium dengan menurukan 1 2 Monitoring serum kalium
eliminasi
Kedua obat meningkatkan
21 Bisoprolol-KCl 1 2 Monitoring serum kalium
kadar serum kalium
Aspirin- Meningkatkan resiko Monitoring kadar gula
22 1 2
Glibenklamid hipoglikemia darah
Captopril- Penurunan efek hipotensi
23 1 2 Monitoring tekanan darah
Aspirin dan vasodilator
Tidak ada pencegahan,
Simvastatin- Peningkatan efek jika terjadi interaksi
24 1 2
Glibenklamid hipoglikemik dilakukan penurunan dosis
glibenklamid
Penurunan klirens Monitor kadar gula darah,
Glibenkalmid-
25 glibenklamid, terjadi 1 2 tanda dan gejala
Ranitidin
hipoglikemia hipoglikemia pada pasien
Penurunan kadar asam folat
Aspirin-Asam Tidak digunakan
26 melalui penghambatan 1 2
folat bersamaan
absorpsi GI
Penurunan kadar Ciprofloksasin diminum 2
Ciprofloksasin-
27 ciprofloksasin dengan 1 2 jam sebelum atau 6 jam
Sucralfat
menghalangi absorpsi GI setelah sucralfat
Monitoring efek
Rifampisin- Meningkatkan efek
28 1 2 clopidogrel (pendarahan),
Clopidogrel clopidogrel
gunakan alternative

Meningkatkan toksisitas,
Rifampisin- perubahan metabolit
29 1 2 Monitoring fungsi hati
Isoniazid isoniazid menjadi metabolit
yang hepatotoksik
Menurunkan efek isoniazid
Na Bic- Penggunaannya diberi jeda
30 melalui penghambatan 1 2
Isoniazid 2 jam
absorpsi GI
Isoniazid- Meningkatkan efek Monitoring keadaan
31 1 2
Ondansentron ondansentron pasien
Isoniazid- Menurunkan efek Monitoring keadaan
32 1 2
Clopidogrel clopidogrel pasien

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


19

%
No Obat Efek Jml Manajemen Penanganan
kejadian
Monitoring EKG,
Haloperidol- Kedua obat meningkatkan elektrolit dan terjadinya
33 1 2
Ondansentron interval QTc gejala CHF atau
bradiaritmia
Monitoring EKG,
Sertrain- Kedua obat meningkatkan elektrolit dan terjadinya
34 1 2
Ondansentron interval QTc gejala CHF atau
bradiaritmia
Peningkatan efek
Sertralin- Monitoring keadaan
35 haloperidol dan peningkatan 1 2
Haloperidol pasien (EKG, elektrolit)
interval QTc
meningkatkan efek Monitor pasien, ada
Haloperidol-
36 trehiksipenidil dengan 1 2 potensi terjadinya
Triheksipenidil
sinergisme farmakodinamik antikolinergik
Monitoring keadaan
Sertralin- Kedua obat meningkatkan
37 1 2 pasien terhadap efek
Isoniazid kadar serotonin
peningkatan serotonin
Amitriptilin- Kedua obat meningkatkan Monitoring keadaan
38 1 2
Levofloksasin interval QTc pasien
Diazepam- Monitoring keadaan
39 Meningkatkan efek sedasi 1 2
Amitriptilin pasien
Kedua obat meningkatkan Monitoring efek toksisitas
Aspirin-
40 toksisitas dengan efek 1 2 dari obat, hanya gunakan
Silostazol
sinergisme farmakodinamik aspirin dosis rendah
Meningkatkan toksisitas
furosemid secara sinergisme
Ceftriakson-
41 farmakodinamik, 1 2 Monitor fungsi hati
Furosemid
meningkatkan resiko
nefrotoksik
Menurunkan efek
parasetamol dengan
Diazepam-
42 meningkatkan 1 - -
Parasetamol
metabolismenya (non
signifikan)
Menurunkan efek
parasetamol dengan
Gabapentin-
43 meningkatkan 1 - -
Parasetamol
metabolismenya (non
signifikan)
Menurunkan efek
ondansentron, dengan
Rifampisisin-
44 mempengaruhi metabolisme 1 - -
Ondansentron
enzim CYP1A2 (non-
signifikan)
Ceftriakson-Vit Peningkatan efek ceftriakson
45 1 - -
C (non signifikan)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


20

%
No Obat Efek Jml Manajemen Penanganan
kejadian
Penurunan kadar CaCO3
Furosemid- dengan meningkatkan
46 1 - -
CaCO3 klirens ginjal (non
signifikan)
Penurunan kadar asam folat
Furosemid- dengan meningkatkan
47 1 - -
Asam Folat klirens ginjal (non
signifikan)
Keterangan: Interaksi yang bersifat non signifikan tidak dilakukan manajemen penanganan dan
tidak dimasukkan dalam % kejadian interaksi obat (dapat diabaikan)

Tabel 4.2. Kejadian interaksi obat pasien geriatri

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 4
PEMBAHASAN

Lantai 5 dan 6 GPS merupakan ruang rawat inap yang memberikan pelayanan
eksekutif bagi pasien. Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik pasien geriatri
yang menjalani rawat inap merupakan pasien yang mengalami kekambuhan atau
peningkatan keparahan dari penyakit kronis yang diderita. Penyakit yang paling
banyak menyebabkan pasien menjalani rawat inap adalah CVD, hal ini sesuai
dengan data RSUP Fatmawati bahwa penyakit ini termasuk sepuluh besar
penyakit di RSUP Fatmawati (IRMIK RSUP Fatmawati, 2013).
Semua pasien geriatri rata-rata mengalami komplikasi penyakit dan satu
pasien bisa mengalami 2 penyakit. Hal ini terkait dengan kondisi geriatri yang
mengalami penurunan fungsi tubuh, sehingga penyakit dapat berkembang.
Sebanyak 8 pasien dari keseluruhan pasien geriatri mengalami komplikasi,
komplikasi yang tertinggi adalah pasien yang menderita CVD dengan stroke (50
%) seluruhnya merupakan pasien laki-laki, salah satu faktor resiko stroke adalah
jenis kelamin sesuai dengan teori yang ada bahwa pria lebih beresiko terkena
stroke dibanding wanita (Dipiro et al, 2008).
Terdapat satu pasien yang masuk dirawat di rumah sakit karena epistaksis
yang terus dan hal ini merupakan salah satu contoh ADR (adverse drug reaction)/
ROTD yang terjadi karena pengobatan antitrombolitik Clopidogrel®, hal ini
menunjukkan bahwa satu pasien mengalami kejadian ADR yang menyebabkan
pasien dirawat inap. Berdasarkan data tersebut dapat dikaji lebih lanjut mengenai
tingkat ADR yang terjadi dengan kuisioner naranjo, seperti penelitian yang
dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (Christianie, 2008).
Karakteristik penyakit pasien geriatri yang bersifat kompleks membuat
pengobatan yang dilakukan tidak cukup hanya dengan satu jenis obat. Hal ini
menyebabkan pasien geriatri mendapatkan pengobatan yang polifarmasi. Dapat
dilihat pada hasil pengkajian bahwa semua pasien mendapatkan lebih dari 3 obat,
paling banyak pasien mendapat obat lebih dari 5 -10 obat, bahkan ada yang
mendapatkan lebih dari 10 obat. Obat yang digunakan merupakan obat oral,
inhalasi, injeksi IV dan infus.

29 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


22

Berdasarkan hasil pengamatan golongan obat yang paling banyak


digunakan oleh pasien geriatri adalah obat antihipertensi dan gangguan saluran
cerna. Penggunaan terbanyak obat antihipertensi sejalan dengan data yang
diperoleh sebelumnya bahwa penyakit yang terbanyak di derita pasien adalah
CVD. Pasien dapat mendapatkan lebih dari 1 jenis obat hipertensi dari golongan
yang berbeda, kombinasi obat antihipertensi masih rasional karena
penggunaannya dari golongan yang berbeda/ tidak ada duplikasi obat (Standar Pel
Kefar, Binfar). Penggunaan antihipertensi yang terbanyak adalah amlodipin yang
merupakan golongan Ca antagonis penggunaannya paling banyak dengan
antihipertensi golongan ARB, berdasarkan standard pelayanan kefarmasian obat
golongan Ca antagonis paling efektif digunakan salah satunya adalah dengan
ARB. Selain dengan ARB golongan lainnya adalah diuretik dan beta bloker
(Standar Pel Kefar).
Dua obat lain yang banyak digunakan adalah obat ganggguan saluran
cerna dan suplemen. Penggunaan obat gangguan saluran cerna dimaksudkan
untuk mewaspadai efek samping yang terjadi karena penggunaan obat-obat yang
mempengaruhi saluran cerna dan juga mengatasi dispepsia yang terjadi, sebagai
salah satu penyakit yang sering terjadi pada pasien geriatri (Sunanti et al, 2010).
Suplemen yang digunakan dalam pengobatan pasien dimaksudkan untuk
penunjang terapi dan meningkatkan/ mempertahankan fungsi tubuh, seperti
vitamin-vitamin, asam folat, suplemen kalium dan natrium. Suplemen kalium dan
nartrium digunakan untuk mengkoreksi kondisi klinik pasien terkait hasil labnya.
Pasien yang mendapatkan obat antipsikotik haloperidol banyak
dikombinasikan dengan triheksifenidil untuk mengatasi efek samping
ekstrapiramidal pada penggunaan obat-obat antipsikotik (Wiyono, Nasrun dan
Damping, 2013). Penggunaan triheksifenidil dapat diberikan secara rutin maupun
non rutin, pada pasien geriatri yang dirawat penggunaan triheksifenidil diberikan
secara rutin. Penggunaan secara rutin karena mempertimbangkan bahwa efek
ekstrapiramidal terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat,
Standar yang telah ditetapkan menyatakan bahwa sebelum digunakan
triheksifenidil, pemeriksaan mengenai efek ekstrapiramidal harus dilakukan
terlebih dahulu (WHO, 1990). Data dari rekam medik belum mencakup informasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


23

mengenai pemeriksaan terhadap efek ekstrapiramidal pada pasien.


Penggunaan obat nootropik pada pasien geriatri berupa obat tunggal
maupun kombinasi, obat yang digunakan adalah sitikolin dan pirasetam.
Penggunaannya sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk mengatur fungsi
serebral dan meningkatkan kemampuan kognitif pada pasien stroke masih
diperdebatkan. Pasien stroke yang mendapatkan pirasetam yang dikombinasi
dengan sitikolin lebih menunjukkan perbaikan fungsi neurologis (Syifa, Ikayati
dan Inawati, 2011). Hal ini menunjukkan kombinasi kedua obat dapat
meningkatkan efektifitas terapi, terdapat pasien geriatri yang dirawat
Penggunaan obat dengan polifarmasi sangat meningkatkan potensi
terjadinya interaksi obat. Bila seorang pasien mendapatkan 2 atau lebih obat,
kemungkinannya besar akan terjadi interaksi antara obat-obat yang dipakai (Tjay
dan Kirana, 2007). Kemungkinan interaksi yang terjadi dapat dihitung dengan
rumus:
½ n (n-1)
Jika penggunaan obat oleh pasien lebih dari 5 obat maka interaksi yang mungkin
terjadi ada 10 interaksi.
Banyaknya kemungkinan interaksi yang terjadi berdasarkan rumus diatas,
maka dilakukan pengkajian interaksi obat untuk mengetahui berapa banyak
kejadian interaksi obat yang digunakan oleh masing-masing pasien. Berdasarkan
pengkajian terdapat 34 (72%) interaksi termasuk interaksi secara farmakodinamik
(nomor 1-17, 19, 21-24, 28, 31-40 dan 45 pada tabel 4.2 hal. 25-28) dan 13 (28%)
interaksi termasuk interaksi farmakokinetik (nomor 18, 20, 25-27, 29, 30, 41-44,
46 dan 47 pada tabel 4.2 hal. 25-28). Interaksi farmakodinamik merupakan
interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem
fisiologik yang sama sehingga terjadi efek adiktif, sinergistik atau antagonistik,
interaksi ini seringkali dapat diprediksi, diekstrapolasikan ke obat lain yang
segolongan dengan obat yang berinteraksi. Contoh interaksi yang terjadi antara
bisoprolol dan amlodipin dan aspirin dengan clopidogrel yang merupakan satu
golongan obat (class effect). Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat
mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua
sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun yang berakibat terjadi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


24

peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Contoh yang


terjadi adalah antara ciprofloksasin dengan sucralfat yang mempengaruhi proses
absorpsi di GI (Stochkey, ).
Dari keseluruh pasien terdapat 2 pasien yang tidak mengalami interaksi
obat. Pada pasien yang tidak mengalami interaksi obat, obat yang akan
menimbulkan interaksi (Nalgestan®) dihentikan dan diganti dengan obat lain
(Rhinos®). Sehingga kejadian interaksi obat tidak terjadi. Satu pasien lainnya
sebenarnya mengalami interaksi karena pantoprazole dan ampicillin yang dapat
meningkatkan pH lambung, dan interaksi terjadi hanya berlaku pada obat bentuk
oral, sedangkan sediaan yang digunakan oleh pasien adalah sediaan injeksi, maka
kemungkinan interaksi ini tidak terjadi pada pasien.
Hasil pengkajian terhadap penggunaan obat pasien geriatri dilantai 5 dan 6
GPS diharapkan dapat membantu proses pengobatan yang rasional dan membantu
peningkatan kualitas hidup pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang dikumpulkan selama tanggal 2–25 Oktober 2013,
dapat disimpulkan:
1. Sebanyak 53 % pasien laki-laki dan 47 % pasien perempuan dirawat di
lantai 5 dan 6 GPS.
2. Sebanyak 40 % pasien menjalani perawatan lebih dari 5 hari, 33 %
menjalani lebih dari 3 hari dan 27 % menjalani perawatan lebih dari 10
hari
3. Sebanyak 60 % pasien geriatri mengalami penyakit dengan komplikasi.
4. Sebanyak 46 % pasien mendapatkan > 10 obat. Pasien yang mendapatkan
> 3 obat dan > 15 jenis obat masing-masing 27 % pasien.
5. Terdapat 3 golongan obat yang paling banyak digunakan dengan masing-
masing persentase yang sama (14 %) yaitu obat antihipertensi, obat
gangguan saluran cerna dan suplemen.
6. Sebanyak 86 % pasien mengalami interaksi pada pengobatannya. Interaksi
yang terjadi secara farmakodinamik sebesar 72 % dan interasi farmasetik
sebesar 28 %.

5.2 Saran
1. Kegiatan monitoring penggunaan obat pada pasien geriatri yang dirawat
dilantai 5 dan 6 GPS perlu dilakukan secara berkala demi terlaksananya
pengobatan yang rasonal bagi pasien.
2. Perlu dilakukan proses penilaian ADR dengan kuisioner naranjo untuk
mengetahui tingkat ADR yang terjadi.
3. Semua pasien harus di kaji pengobatannya untuk melihat apakah terjadi
interaksi pada penggunaan obat lebih dari 5 (polifarmasi).
4. Pada penggunaan antibiotik, harus diperhatikan lama pengobatan yang
dilakukan, juga harus dilakukan tes resistensi dan tes kultur untuk
menentukan jenis antibiotik yang tepat.

25 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


DAFTAR ACUAN

Christiani, Merry., Siti Setiati, YuliaTrisna, dan Retnosari Andrajati (2007).


Kejadian Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki Yang Menyebabkan
Pasien Lanjut Usia Dirawat di RSCM. Jurnal Farmasi Indonesia Vol.3
No. 4: 181-188

Donatus, Imono Argo. (1999). Nasib Obat pada Diri Lanjut Usia (Lansia).
SIGMA Vol. 2 No. 1

Mulyaningsih, Kismawati., Lukman Hakim, Dewa I Putu Pramantara. (2010).


Profil Drug-Related Problems Pada Pasien Geriatrik Rawat Inap di
Bangsal Bugenvil Unit Pelayanan Penyakit Dalam RSUP DR Sardjito
Yogyakarta periode September 2009 – Januari 2010. Prosiding Seminar
Nasional “Eight Star Performance Pharmascist; Yogyakarta Pascasarjana
UGM

Pranarka, Kris. (2006). Penerapan Geriatrik menuju Usia Lanjut yang Sehat.
Universa Medicina. Oktober- Desember: Vol. 25 No. 4

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Sekretariat Negara.

Sunarti, Sri., Chusnul Chuluq., Dyta Loverita (2009) Profil Keluhan


Gastrointestinal dan Gambaran Endoskopi pada Pasien Geriatri dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Tahun
2007-2009 . Farmascia

http://www.statistik –indonesia.com

26 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


LAMPIRAN

27 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Lampiran : Data Pengobatan Pasien Geriatri
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
1 Ny. TKY P 75 50 150 Fraktur kompressi Splindotitis 602 19 hari Atorvastatin 10 mg 1x 21/9 9/10
DM tipe 2 DM tipe 2 Candesartan 16 mg 1x 21/9 9/10
Hipertensi Hipertensi NaCl caps 500 mg 2x 22/9 9/10
Amlodipin 10 mg 1x 22/9 9/10
Concor 1.25 mg 1x 22/9 9/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Plavix 75 mg 1x 22/9 9/10
Alpentin 300 mg 2x 22/9 9/10
Ciprofloxasin 500 mg 2x 22/9 9/10
Arcoxia 60 mg 1x 24/9 9/10
Colcatriol 0,5 mg 1x 26/9 9/10
Lantus 30 unit 1x 21/9 30/9
Lantus 2 unit 1x 30/9 4/10
Lantus 10 unit 1x 4/10 9/10
Apidra 8-8-6 21/9 26/9
Apidra 16-16-8 26/9 2/10
Apidra 12-12-6 2/10 9/10
Pantozol
40 mg 1x 1/10 11/10
2 Ny. MM P 77 50 150 Geriatrik Problem *plus 605 11 hari (pantoprazole)
Prorenal 2 tab 3x 1/10 4/10
Lancolin 500 mg 2x 1/10 11/10
Universitas Indonesia

Folavit 400 mcg 1x 2/10 11/10


Neurosanbe 5000 1x 2/10 11/10
Iberet Folic 1 tab 1x 4/10 11/10

28
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
Laxadine 2C 1x 4/10 11/10
Pujimin 2 cap 3x 7/10 11/10
Nebulizer
(ventolin: 1:1 2x 8/10 11/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


bisolvon)
Tramadol (50
mg/ml, ampul
100 mg 3x i.v 2/10 11/10
2 ml);jika
nyeri
Ampicillin
1.5 g 4x i.v 4/10 11/10
Sulbactam
Triofusin E
1000 (fruktosa
120 g, glukosa
66 g, xylitol 500 cc 1x i.v 2/10 11/10
60 g,
elektrolites,
vitamin/L)
RL 500 cc 1x i.v 1/10 2/10
RL + 25 meq / 12
2/10 3/10
KCl jam
Universitas Indonesia

NaCl 0,9 % + / 12
500 cc 3/10 4/10
25 mEq KCl jam
/12
NaCl 0,9 % 500 ml 4/10 11/10
jam

29
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
3 Tn KD L 76 47 156 HNP (Herniated prostatitis 502 7 hari Curcuma 1 tab 2x 1/10 7/10
Nucleous Pulpo
Sohobion 1 tab 1x 1/10 7/10
BPH (Benign
Harnal Ocas
Prostate 1 tab 1x 2/10 7/10
(tamsulosin)
Hyperplasia)

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Levofloxacin 500 mg 1x 3/10 7/10
Paracetamol 400 mg
Amitriptilin 3 mg 2x
1/10 7/10
Diazepam 0.4 mg 1caps
Gabapentin 90 mg
Cernevit 1 1x IVdrip 2/10 7/10
Asering 500 ml 2x IV 2/10 7/10
4 Ny. EH P 60 56 150 CKD st V CKD st V 505 17 hari Amlodipin 10 mg 1x 25/9 11/10
Hipertensi Hipertensi Vit B 1 tab 3x 25/9 8/10
DM tipe 2 CaCO3 1 cap 3x 25/9 11/10
DM tipe 2 on
Hemodialisa on CAPD BicNat 1 cap 3x 25/9 25/9
As. Folat 3 tab 1x 25/9 25/9
BIcnat 1 cap 2x 25/9 11/10
As. Folat 2 tab 1x 25/9 11/10
Nitrokaf 2.5 mg 1x 25/9 11/10
Universitas Indonesia

Profenid 1 supp 1x 26/10 8/10


Loratadin 1 tab ekstra 28/9 11/10
Alprazolam 0.5 mg 1x 28/9 8/10

30
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
Lasix 2 amp 1 x iv 30/9 9/10
Novorapid 13 unit 3x 3/10 4/10
Novorapid 14 unit 3x 4/10 9/10
Novorapid 8 unit 1x 9/10 11/10
Lantus 8 unit 1x 9/10 11/10
5 Tn MHS L 91 55 158 Dispepsia syndrom TB Paru dg 506 4 hari Rifampisin 300 mg 1x 1/10 4/10
Geriatrik problem infeksi sekunder INH 300 mg 1x 1/10 4/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Dispepsia Etb 1000 mg 1x 1/10 4/10
Imobilisasi B6 1 tab 3x 1/10 4/10
+ perbaikan CPG 75 mg 1x 1/10 4/10
Ambroxol 1 tab 3x 1/10 4/10
Salbutamol 1/2 tab 3x 1/10 4/10
Halloperidol 0,5 mg
THP 1 mg 1x 1/10 3/10
Sertalin 12,5 mg
Bicnat 1 cap 1x 1/10 4/10
Codipent Syr 1C 2x 1/10 4/10
Abixa 1 tab 1x 2/10 3/10
Alzym 1 tab 1x 3/10 4/10
Estalin 1 tab 1x 3/10 4/10
Ranitidin 1 amp 2x 1/10 4/10
Universitas Indonesia

Ondansentron 1 amp 3x 1/10 4/10


Cefotaxim 1 amp 3x 2/10 4/10
RL 500 cc 3x 1/10 4/10
Tutofusin 1 colf 1x 1/10 4/10

31
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
6 Tn. SW L 60 47 156 CVD stroke iskemik CVD 503 5 hari Aptor 1 tab 1x 1/10 5/10
Hipertensi Simvastatin 10 mg 1x 1/10 5/10
Amlodipin 5 mg 1x 1/10 5/10
CPG 75 mg 1x 1/10 5/10
Zyloric 300 mg 1x 1/10 1/10
Neulin PS 147,5 mg 2x 3/10 5/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Neulin 500 cc 3x 1/10 3/10
tiap 12
Asering 500 cc jam 1/10 3/10
CVD Stroke Iskemik Ascardia
80 mg 1x
7 Tn WS L 78 60 165 terulang plus* 504 8 hari (aspirin) 15/10 21/10
Febris Paracetamol 500 mg jika perlu 15/10 21/10
Carbloxal
4 tab 1x
Leukosis 6.25 15/10 21/10
Amlodipin 5 mg 1x 15/10 21/10
Valsartan 80 mg 1x 16/10 21/10
Fluimucyl
(asetil 1 cap 3x 16/10 17/10
sistein)
Nebulizer
(ventolin: (1:1) 2x 16/10 17/10
bisolvon)
Edotin 1 3x 17/10 21/10
Universitas Indonesia

Nebulizer
(combivent: 1:1 3x 17/10 21/10
NaCl 0,9 %)

32
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB
Pasien masuk Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
Nebulizer
1:1 2x 19/10 21/10
(fulmicort: NaCl)
Ceftriaxone 2g 1x 14/10 17/10
Vit C 400 mg 1x 14/10 21/10
Pranza 40 mg

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


1x 14/10 21/10
(Pantoprazol) (1 vial)
Neurotam 3000
4x 14/10 21/10
(piracetam) mg
Neulin (citicolin) 500 mg 2x 14/10 21/10
Fosmicyn 2g 2x 17/10 21/10
NaCl 0,9 % 500 cc /12 jm 14/10 21/10
Clinimix: ivelip (1:1) /12 jm 17/10 21/10
Farmadol 1 amp 18/10 21/10
Dex 5 %: 2,5
ampul /24 jm 20/10 21/10
aminophylin
8 Ny. TJ P 70 45 155 Post pasang Illeostomi + 505 13 hari Inpepsa 1 sdm 3x 12/10 23/10
kolostomi intake sulit Nistatin drop 1 ml 4x 12/10 23/10
Imodium
20 mg 1x
(loperamid) 14/10 16/10
Universitas Indonesia

Imodium 10 mg 1x 16/10 23/10


Alprazolam 0.25 mg 1x 16/10 23/10
FG troches 1 tab 4x 18/10 23/10

33
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk
Pasien Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
Paracetamol 1 tab JP 21/10 23/10
Nexium
40 mg 1x
(esomeprazol) 11/10 23/10
Ceteron
4 mg 1x
(ondansentron) 12/10 16/10
Cefxon 1g 2x 12/10 21/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Ondancentron 8 mg 1x 13/10 16/10
1/2
Lasix 1x
amp 16/10 23/10
Ceteron 8 mg 2x 16/10 23/10
Levofloxacin 500 mg 1 x 21/10 23/10
Asering +
500 cc 1x
cernevit 11/10 13/10
Aminofluid 500 cc 2x 11/10 23/10
Lipofundin 100 cc 1x 11/10 23/10
Cernevit+
100 cc 1x
NaCl 0,9% 13/10 17/10
NaCl 3 % 500 cc 1x 12/10 13/10
NaCl 0.9 % 500 cc 1x 18/10 23/10
KaENMg 500 cc 1x 17/10 23/10
9 Tn ZAS L 63 90 175 CVD CVD 503 6 hari Forneuro 1 tab 1x 20/10 25/10
Universitas Indonesia

DM tipe 2 Simvastatin 20 mg 1x 20/10 25/10


DM dengan GD
tidak terkontrol Hipertensi Glibenklamid 1/2 tab 1x 21/10 25/10
Ascardia 360 mg 1 x 21/10 22/10

34
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB
Pasien masuk Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
Ascardia 80 mg 1x 22/10 23/10
Ascardia 160 mg 1x 23/10 25/10
Laxadine 2C 1x 22/10 25/10
Vitazym 1 tab 3x 23/10 25/10
Captopril 12,5 mg 3x 23/10 24/10
Amlodipin 5 mg 1x 24/10 25/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Brainact 1000 mg 2x 20/10 24/10
Ranitidin 1 amp 2x 20/10 25/10
Brainact 500 mg 2x 24/10 25/10
Novorapid 4 unit 3x 22/10 24/10
Novorapid 6 unit 3x 24/10 25/10
NaCl 0.9 % 500 cc 2x 20/10 25/10
Reotal 1 amp 2x 21/10 24/10
10 Ny TS P 70 55 150 Ca Sigmoid 503 3 hari Simvastatin 10 mg 1x 9/10 11/10
Ca Sigmoid pro post Kemo
Kemo S3 S3 Neurodex 1 tab 1x 9/10 11/10
Tromboaspilet 1 tab 1x 9/10 11/10
Allerten 1 tab 1x 10/10 1110
Valsartan 1 tab 1x 10/10 11/10
Dexamethason 5 mg 1x 10/10 11/10
Paloxi 1 amp 1x 10/10 11/10
Universitas Indonesia

Ranitidin 1 amp 1x 10/10 11/10


Eloxatin 150 mg 1x 10/10 11/10
Leucovorin DBL 200 mg 1x 10/10 11/10
Curacyl 1500 mg 1x 10/10 11/10

35
Lampiran (lanjutan)
Nama Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk Diagnosa Keluar
Pasien rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
11 Tn M L 75 54 160 CVD stroke CVD 506 5 hari Losartan 50 mg 1x 9/10 13/10
Pro carotid shunt post carotid shunt Fordesia 1 tab 1x 9/10 13/01
Neuroaid 1 tab 3x 9/10 13/10
Maintate 2,5 1/2 tab 1x 9/10 13/10
Nurobion 1 tab 1x 9/10 13/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Plavix 75 mg 1x 10/10 13/10
Ascardia 80 mg 1x 10/10 13/10
Silostazol 50 mg 1x 9/10 13/10
Neulin 1 tab 1x 9/10 13/10
RL 500 cc 1x 9/10 13/10
12 Tn TA L 78 85 170 Hemiplegi Dextra CVD 504 4 hari Captopril 25 mg 3x 8/10 13/10
Hemiplegi Concor 5 mg 1x 8/10 13/10
dextra KSR 1 tab 2x 8/10 12/10
Sucralfate 1C 3x 8/10 13/10
Laxadine 1C 1x 8/10 13/10
Amlodipin 5 mg 1x 8/10 1310
Candesartan 16 mg 1x 8/10 13/10
Ambroxol 1 tab 3x 9/10 13/10
Imodium 2 tab jp 10/10 13/10
Ciprofloxasin 500 mg 2x 11/10 13/10
Neulin PS 1 tab 2x 11/10 13/10
Universitas Indonesia

Piracetam 800 mg 1x 11/10 13/10


Arceft 5 mg 1x 11/10 13/10
KSR 1 tab 1x 12/10 13/10

36
Lampiran (lanjutan)
Nama Diagnosa Diagnosa Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB
Pasien masuk Keluar rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai Stop
Ceftazidim 2g 3x 7/10 10/10
Vit C 400 mg 2x 7/10 10/10
Gastrofer 40 mg 2x 7/10 10/10
Alinamin 1 amp 1x 7/10 10/10
Ceteron 4 mg 7/10 10/10
Lasix 40 mg 1x 8/10 9/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Triofusin 500 ml 2x 7/10 9/10
NaCl 0,9%
100 cc +
citicolin 3 /24 jam 8/10 10/10
amp + NB
500 1 amp
NaCl 0,9 %
+ 25 mEq 500 cc /8
KCl jam 8/10 10/10
NaCl 0,9 %
+ 25 mEq 500 cc /6
KCl jam 10/10 11/10
13 Ny ANS P 64 65 165 Epistaksis cont Epistaksis 611 5 hari Levofloxacin 5 mg 1x 8/10 10/10
post ec Nalgestan 1 tab 3x 7/10 9/10
hipertensi Rhinos 1 tab 2x 9/10 11/10
dengan obat Transamin 1 amp 3x 7/10 11/10
hemostasis Vit K 1 amp 2x 7/10 11/10
Ketese 1 amp 2x 7/10 9/10
Universitas Indonesia

Ranitidin 1 amp 2x 7/10 11/10


Ketese 1 amp 1x 9/10 11/10
Jayacyn 200 mg 2x 10/10 11/10

37
Lampiran (lanjutan)
Nama Ruang Lama Pemakaian Obat
No JK Umur BB TB Diagnosa masuk Diagnosa Keluar
Pasien rawat rawat Nama Obat Dosis Frek mulai stop
14 Ny El H P 62 67 160 Dispepsia Syndrome DM tipe 2 605 4 hari Vometa 1 tab 3x 22/10 25/10
DM tipe 2 Celulitis Paracetamol 500 mg 3x 22/10 23/10
Aspilet 1 tab 1x 23/10 25/10
Ulkus plantar pedis
dextra Dumin 1 tab 3x 23/10 25/10

Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014


Ceftriaxone 2g 1x 22/10 25/10
Apidra 4 unit 3x 22/10 23/10
Lantus 18 unit 1x 22/10 23/10
Lantus 30 unit 1x 23/10 24/10
Apidra 6 unit 3x 23/10 24/10
Lantus 12 unit 1x 24/10 25/10
Apidra 4-4-0 24/10 25/10
NaCl 0,9 % 500 cc 2x 22/10 25/10
RL 500 cc /8jam 23/10 25/10
15 Tn MAD L 64 65 165 Hemiplegi dextra Hemiplegi dextra 506 3 hari As. Folat 1 tab 1x 23/10 25/10
Simvastatin 10 mg 1x 23/10 25/10
CVD S 1 stroke CVD S 1 stroke
hemoragik hemoragik Aspar K 1 tab 2x 24/10 25/10
Amlodipin 5 mg 2x 23/10 24/10
Amlodipin 10 mg 1x 24/10 25/10
Brainact 500 mg 2x 23/10 25/10
Universitas Indonesia

Ranitidin 1 amp 2x 23/10 25/10


NaCl 0,9 % 500 cc /12 jam 23/10 25/10
Manitol 20 % 125 cc /6 jam 23/10 25/10

38
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai