Anda di halaman 1dari 7

EAS PEREKONOMIAN INDONESIA

Dosen Pengampu : Joko Muji,S.Sos.,Msi

Oleh :
Alfina Eka Marsela (1961331)

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PGRI DEWANTARA
JOMBANG
2021
Jelaskan apa yang kalian ketahui tentang :
1. Dasar teori pengeluaran pemerintah
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah
telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran
pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk
melaksanakan kebijakan tersebut. Teori mengenai pengeluaran pemerintah juga dapat
dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu teori makro dan teori mikro.
1. Teori Makro
Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya
kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan
banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang
bersangkutan. Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga
pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut : (Boediono,1999)
a) Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.
b) Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai. Perubahan gaji pegawai mempunyai
pengaruh terhadap proses makro ekonomi, di mana perubahan gaji pegawai akan
mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.
c) Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment bukan
pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar barang melainkan mencatat
pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya
pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat,
pembayaran pensiun, pembayaran bunga untu pinjaman pemerintah kepada
masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh
yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya
berbeda.
2. Teori Mikro Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan
akan barang publik dan faktor faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik.
Interaksi antara permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan jumlah
barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik
yang akan disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang
lain. Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Penentuan Permintaan
Ui = f (G,X)
G = vektor dari barang publik
X = vektor barang swasta
i = individu; = 1,...., m
U = fungsi utilitas
Seorang individu mempunyai permintaan akan barang publik dan swasta.
Akan tetapi, permintaan efektif akan barang tersebut (pemerintah dan swasta)
tergantung pada kendala anggaran (budget constraints). Misalkan seorang individu (i)
membutuhkan barang publik (K) sebanyak Gk. Untuk menghasilkan i barang K
sebanyak Gk, pemerintah harus mengatur sejumlah kegiatan. Misalnya pemerintah
berusaha untuk meningkatkan penjagaan keamanan. Dalam pelaksanaan usaha
meningkatkan keamanan tersebut tidak mungkin bagi pemerintah untuk
menghapuskan sama sekali angka kejahatan. Karena itu, pemerintah dan masyarakat
harus menetapkan suatu tingkat keamanan yang dapat ditolerir oleh masyarakat. Suatu
tingkat keamanan tertentu dapat dicapai dengan berbagai kombinasi aktivitas atau
dengan menggunakan berbagai fungsi produksi. Penentuan tingkat output
Up = g (X, G, S)
Up = fungsi utilitas
S = keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau kedudukan
G = vector barang public
X = vector barang swasta
Kita asumsikan bahwa fungsi utilitas masyarakat diwakili seorang pemilih :
Max Ui = f(X, G)
Dengan pemuasan dibatasi kendala anggaran sehingga rumusnya :
PxX + t B < Mi P = vektor harga barang swasta
X = vektor barang swasta
Bi = basis pajak individu 1
Mi = total pendapatan individu 1
T = tariff pajak
Kurva permintaan dari pemilik yang mewakili masyarakat ditentukan oleh 2 proses ,
yaitu dengan mengasumsikan pemilik tidak punya kemampuan mempengaruhi tarif
pajak, sehingga dia bertindak sebagai pengambil harga (Price Taker). Atau,
asumsikan kedua pemilik tidak bisa menentukan jumlah barang public, sehingga Ia
bertindak sebagai pengambil output (Output Taker).
2. Fungsi ekonomi pemerintah
Dalam upaya peningkatan kehidupan ekonomi, individu, dan anggota masyarakat
tidak hanya tergantung pada peranan pasar melalui sektor swasta. Peran pemerintah dan
mekanisme pasar (interaksi permintaan dan penawaran pasar) merupakan hal yang
bersifat komplementer (bukan substitusi) dengan pelaku ekonomi lainnya. Pemerintah
sebagai salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga pemerintah), memiliki fungsi penting
dalam perekonomian yaitu berfungsi sebagai stabilisasi, alokasi, dan distribusi. Adapun
penjelasannya sebagai berikut :
a. Fungsi Stabilisasi, yakni fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi,
sosial politik, hokum, pertahanan, dan keamanan.
b. Fungsi Alokasi, yakni fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik
seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan fasilitas penerangan,
dan telepon.
c. Fungsi Distribusi, yakni fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi
pendapatan masyarakat.
3. Komponen utama pengeluaran APBN
APBN adalah rincian daftar yang dibuat secara sistematis berisi rencana penerimaan
dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari-31 Desember). APBN
terdiri dari komponen utama, yaitu pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan
negara. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga komponen tersebut.
a. Pendapatan Negara
Pendapatan negara bisa didapat melalui penerimaan perpajakan dan
penerimaan bukan pajak. Mari kita ulas mulai dari penerimaan negara melalui
penerimaan perpajakan terlebih dahulu. Penerimaan perpajakan untuk APBN bisa
melalui kepabean & cukai, penerimaan pajak, dan hibah. Berdasarkan data APBN
2018, penerimaan perpajakan mencapai Rp1.618,1 triliun. Angka tersebut didapatkan
melalui:
Kepabean & Cukai: Rp194,1 triliun.
Penerimaan Pajak: Rp1.414 triliun:
PPh Migas: Rp38,1 triliun.
Pajak non Migas: Rp1.385,9 triliun.
Selain melalui penerimaan perpajakan, pendapatan negara juga didapatkan
melalui penerimaan negara bukan pajak. Berdasarkan data APBN 2018, penerimaan
negara bukan pajak mencapai Rp275,4 triliun. Angka tersebut didapatkan melalui:
PNBP lainnya: Rp83,8 triliun.
Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU): Rp43,3 triliun.
Pendapatan Sumber Daya Alam (SDA): Rp103,7 triliun.
Pendapatan dari kekayaan negara: Rp44,7 triliun.
Selain itu, pendapatan negara juga datang dari hibah sebesar Rp1,2 triliun.
b. Belanja Negara
Komponen kedua APBN adalah belanja negara. Belanja negara dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:
a) Kebutuhan penyelenggaraan negara.
b) Risiko bencana alam dan dampak krisi global.
c) Asumsi dasar makro ekonomi.
d) Kebijakan pembangunan.
e) Kondisi akan kebijakan lainnya.
Berdasarkan data APBN 2018, belanja negara dari belanja pemerintah pusat
mencapai Rp1.454,5 triliun. Sedangkan untuk transfer ke daerah dan dana desa
mencapai Rp766,2 triliun dengan rincian:
Transfer ke daerah: Rp706,2 triliun.
Dana desa: Rp60 triliun.
c. Pembiayaan Negara
Komponen ketiga dari APBN merupakan pembiayaan negara. Berdasarkan
data yang ada, pembiayaan untuk negara pada 2018 mencapai Rp325,9 triliun.
Besaran pembiayaan negara ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni asumsi dasar
makro ekonomi, kebijakan pembiayaan, kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan negara terbagi menjadi 2 jenis pembiayaan, yakni pembiayaan
dalam negeri dan luar negeri. Pembiayaan dalam negeri meliputi pembiayaan
perbankan dalam negeri dan pembiayaan non perbankan dalam negeri (hasil
pengelolaan aset, pinjaman dalam negeri neto, kewajiban penjaminan, surat berharga
negara neto, dan dana investasi pemerintah).
Sedangkan pembiayaan luar negeri meliputi penarikan pinjaman luar negeri
yang terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek, penerusan pinjaman, dan
pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang terdiri atas jatuh tempo dan
moratorium.
4. Definisi APBN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal
1, APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah sebuah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Rencana
keuangan negara ini ditetapkan setiap tahun yang dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab demi kemakmuran rakyat.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan kalau APBN menjadi sebuah daftar yang
memuat rincian berbagai sumber pendapatan negara dan jenis-jenis pengeluaran negara
dalam satu tahun. APBN juga menjadi alat untuk mengontrol kegiatan pemerintah
sehingga pemerintah memiliki acuan yang jelas mengenai pengeluaran dan pendapatan
negara dalam kurun waktu tersebut.

5. Peran dan Fungsi APBN


Adanya krisis ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19 mengakibatkan dunia
usaha lumpuh. Di sinilah peran kebijakan anggaran negara sangat penting dalam
mendorong kegiatan perekonomian. Hadirnya peranan anggaran lewat kebijakan fiskal
diharapkan akan mampu membantu meningkatkan upaya pemulihan ekonomi.
Perencanaan APBN akan berdampak pada adanya peningkatan pembangunan serta
peningkatan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan serta menghemat pengeluaran.
Berikut ini adalah peran APBN dalam perekonomian masyarakat luas, antara lain:
a. Menjaga kestabilan keuangan negara dengan mengatur jumlah uang yang beredar.
b. Membantu meningkatkan perkembangan ekonomi masyarakat yang diketahui dengan
besaran nilai GNP dari tahun ke tahunnya.
c. Membantu alur distribusi pendapatan dengan mengetahui sumber penerimaan dan
juga pemanfaatan belanja pegawai dan belanja barang.
d. Meningkatkan investasi pada masyarakat karena hal tersebut mampu mengembangkan
berbagai industri yang ada di dalam negeri.
e. Meningkatkan lapangan kerja dengan adanya pembangunan proyek negara dan
investasi negara. Sehingga akan mampu membuka lapangan kerja yang baru dan
mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Sesuai dengan berbagai literatur dan sejarah APBN, fungsi APBN selalu dikaitkan
dengan tiga fungsi yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi. Tetapi secara normatif untuk
Indonesia, maka fungsi APBN secara tegas menjadi aturan normatif dalam kebijkana
APBN-nya. Berdasarkan Pasal 3 Ayat 4 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, ditegaskan bahwa mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa:
a. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;
b. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan;
c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;
d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi
dan efektivitas perekonomian;
e. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan,
f. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

6. Prinsip dan mekanisme penyusunan APBN


Mekanisme Penyusunan APBN dan Tahapannya Penyusunan RAPBN (Rancangan
APBN) perlu memperhatikan banyak faktor yang setiap saat dapat berubah atau paling
tidak perubahan yang terjadi masih dalam kurun waktu satu tahun. Penyusunan APBN
harus pula terkait dengan sasaran kebijakan keuangan pemerintah yang harus menunjang
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, kestabilan moneter, perluasan kesempatan
kerja, pelayanan umum dan lain-lainnya yang menyangkut peningkatan kesejahteraan
rakyat.
Dengan demikian, kebijakan anggaran diartikan sebagai kebijakan pemerintah untuk
mengatur APBN agar sesuai dengan arah dan laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan
dalam Program Pembangunan Nasional. Perlu dicatat, sejak tahun 2005, penyusunan
APBN mengikuti format yang baru. Ia adalah format anggaran terpadu berdasar UU
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Format baru tersebut merupakan sistem
penganggaran terpadu yang melebur anggaran rutin dan pembangunan dalam satu format
anggaran dengan tujuan mengurangi tumpang tindih alokasi pengeluaran.
Selain itu, penyusunan APBN juga harus merujuk kepada ketentuan Pasal 23 Ayat
(1), (2) dan (3) UUD 1945. Penyusunan APBN harus atas persetujuan DPR karena
penetapannya dengan Undang-Undang. Mekanisme penyusunan APBN pun mengikuti
siklus dan tahapan yang sudah diatur di peraturan perundang-undangan. Mengutip
penjelasan di laman Kemenkeu Learning Center, siklus APBN memakan waktu sekitar
2,5 tahun. Siklus tersebut meliputi satu tahun tahap perencanaan, satu tahun tahap
pelaksanaan, dan enam bulan tahap pelaporan atau pertanggungjawaban. Mengutip
penjelasan di laman Kemenkeu dan e-book Ekonomi yang diterbitkan Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional, penyusunan APBN melalui sejumlah tahap sebagai
berikut.
1. Tahap perencanaan dan penetapan RAPBN Di tahap ini pemerintah mempersiapkan
rancangan APBN, meliputi perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas,
dan penyusunan budget exercise. Perencanaan dan Penyusunan RAPBN dilakukan
pada setiap periode Januari-Juli di tahun sebelum pelaksanaan anggaran. Perencanaan
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga yang menghasilkan rencana kerja pemerintah
(RKP/RKAKL) yang mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro. Rancangan
tersebut dipengaruhi oleh beberapa asumsi dasar seperti pertumbuhan ekonomi, nilai
suku bunga yang akan datang, harga minyak dan gas di Indonesia, hingga perkiraan
inflasi dan nilai tukar rupiah. Jika segala aspek telah ditentukan, maka proses belanjut
ke tahap finalisasi RAPBN. Pemerintah kemudian akan menyerahkan dokumen
RAPBN dan Nota Keuangan kepada DPR.
2. Tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN RAPBN yang telah ditetapkan
kemudian diajukan untuk melalui proses pembahasan oleh menteri keuangan
(Menkeu), Panitia Anggaran DPR, dan mempertimbangkan masukan dari DPD. Hasil
dari pembahasan RAPBN akan menjadi UU APBN yang memuat satuan anggaran.
Satuan anggaran merupakan dokumen yang berisi pedoman alokasi dana setiap
departemen atau lembaga, sektor, subsektor, program, dan berbagai macam proyek.
Pembahasan dan penetapan APBN idealnya berlangsung selama bulan Agustus-
Oktober pada tahun sebelum pelaksanaan anggaran. Jangka waktu penetapan APBN
tidak boleh lebih dari dua bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
3. Tahap pengawasan pelaksanaan APBN Pelaksanaan APBN selama Januari-Desember
di tahun anggaran berjalan. Dalam anggaran belanja negara harus berdasar pada
prinsip: hemat dan efisien; efektif terarah dan terkendali sesuai rencana; serta
mengutamakan penggunaan produk dalam negeri. Pelaksanaan APBN akan diawasi
pengawas fungsional dari eksternal maupun internal pemerintah.
4. Tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN Sebelum tahun anggaran APBN
berakhir, Kementerian Keuangan diharuskan membuat laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN. Laoran pertanggungjawaban pelaksanaan harus disampaikan
pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya 6 bulan usai tahun anggaran berakhir.
Presiden harus menyampaikan RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada
DPR yang isinya berupa Laporan Keuangan yang telah diperiksa Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Laporan Keuangan itu meliputi: Laporan Realisasi APBN; Neraca;
Laporan Arus Kas; Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan milik negara dan badan lainnya.
Mekanisme Penyusunan APBD dan Tahapannya Mekanisme penyusunan APBD
setidaknya melalui tiga tahap yang melibatkan perencanaan, pembahasan, hingga
pelaksanaan. Berikut tahapan-tahapan penyusunan APBD seperti yang dilansir dari
Sumber Belajar Kemendikbud:
1. Tahap Perancangan dan Pengajuan APBD dirancang dan diajukan oleh pemerintah
daerah kepada DPRD dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung.
2. Tahap Pembahasan dan Persetujuan Rancangan APBD (RAPBD) akan dibahas oleh
pemerintah daerah dengan usulan dari DPRD. Selain itu, DPRD juga akan
memutuskan untuk setuju atau tidak mengenai RAPBD tersebut. Keputusan harus
diambil selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang dibahas
dilaksanakan. Jika rancangan disetujui DPRD, RAPBD akan ditetapkan sebagai
APBD melalui peraturan daerah (Perda). Namun, apabila RAPBD tidak disetujui,
pemerintah dapat melaksanakan pengeluaran tidak lebih besar daripada anggaran
APBD di tahun sebelumnya.
3. Tahap Pelaksanaan Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, ketentuan
lebih detail soal pelaksanaannya lebih lanjut akan dituangkan melalui keputusan
gubernur/walikota/bupati.
4. Tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN Laporan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD harus disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD.
Penyampaian laporan ini telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang pemerintah daerah.

Anda mungkin juga menyukai