Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi

Disusun Oleh:

Shinta Ainani Junda (1961326)

Eva Kartikah (1961354)

Dosen Pengampu:

Kristin Juwita, SE., MM

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PGRI DEWANTARA

JOMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah yang berjudul “Perspektif dan Pengambilan Keputusan
Individu” ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-


kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Semua kritik dan saran pembaca akan
penulis terima dengan senang hati demi perbaikan makalah yang lebih baik.

Jombang, 08 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Definisi Persepsi......................................................................................3
2.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi...............................3
2.2 Persepsi Seseorang: Membuat Penilaian atas Orang Lain.................3
2.2.1 Teori Atribusi..................................................................................3
2.2.2 Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain Secara Umum.............5
2.3 Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan
Individual...............................................................................................7
2.4 Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi........................................8
2.4.1 Model Rasional, Rasionalitas Terbatas, dan Intuisi....................8
2.4.2 Bias dan Kesalahan Umum Dalam Pengambilan Keputusan. .10
2.5 Pengaruh dalam Pengambilan Keputusan: Perbedaan Individu
dan Batasan Organisasi......................................................................13
2.5.1 Perbedaan Individu......................................................................13
2.5.2 Batasan Organisasi.......................................................................15
2.6 Etika Dalam Pengambilan Keputusan...............................................16
2.6.1 Tiga Kriteria Keputusan Etis......................................................16
2.7 Kreativitas, Pengambilan Keputusan Kreatif, dan Inovasi dalam
Organisasi.............................................................................................18
2.7.1 Perilaku Kreatif............................................................................19
2.7.2 Penyebab Perilaku Kreatif...........................................................19
2.7.3 Keluaran dari Kreatif (Inovasi)...................................................21
BAB III PENUTUP..............................................................................................23
3.1 Kesimpulan............................................................................................23
3.2 Saran......................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang


Setiap individu memiliki caranya sendiri untuk menggabungkan dan
menginterpretasikan suatu peristiwa yang ada disekitarnya yang kemudian
disebut persepsi. Persepsi individu diperlukan dalam menjalani kehidupan
terutama dalam proses pengambilan sebuah keputusan.

Pengambilan keputusan adalah salah satu hal yang tidak dapat


dipisahkan dari kehidupan manusia yang merupakan suatu respon atas
lingkungannya. Dalam sebuah proses pengambilan keputusan terdapat
berbagai faktor yang memengaruhinya. Pertimbangan etis yang menjadi
sebuah kriteria dalam pengambilan keputusan, membutuhkan kreativitas dari
pengambil keputusan.

Kreativitas penting bagi pengambil keputusan, hal ini memungkinkan


pengambil keputusan untuk lebih sepenuhnya menghargai dan memahami
masalah, termasuk melihat masalah-masalah yang tidak dapat dilihat orang
lain.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud persepsi?


2. Bagaimana persepsi orang dalam membuat penilaian atas orang lain?
3. Bagaimana hubungan antara persepsi dan pengambilan keputusan
individu?
4. Bagaimana pengambilan keputusan dalam organisasi?
5. Bagaimana pengaruh dalam pengambilan keputusan, perbedaan individu
dan batasan organisasi?
6. Bagaimana etika dalam pengambilan keputusan?

1
7. Bagaimana kreativitas pengambilan keputusan kreatif dan inovasi dalam
organisasi?

1.2 Tujuan
Tujuan penulis membuat makalah yang berjudul “Persepsi dan
Pengambilan Keputusan Individu” adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui definisi persepsi


2. Mengetahui bagaimana persepsi orang dalam membuat penilaian atas
orang lain
3. Mengetahui hubungan antara persepsi dan pengambilan keputusan
individual
4. Mengetahui pengambilan keputusan dalam organisasi
5. Mengetahui pengaruh dalam pengambilan keputusan antara perbedaan
individu dan batasan organisasi
6. Mengetahui bagaimana etika dalam pengambilan keputusan
7. Mengetahui kreativitas pengambilan keputusan kreatif dan inovasi dalam
organisasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Persepsi


Persepsi (perception) adalah sebuah proses individu mengorganisasikan
dan menginterpretasikan kesan sensoris untuk memberikan pengertian kepada
lingkungannya. Persepsi penting bagi perilaku organisasi karena perilaku
orang-orang didasarkan pada persepsi mereka tentang apa realita yang ada,
bukan mengenai realita itu sendiri.

2.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi


Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam
diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi dimana
persepsi tersebut dibuat.

2.2 Persepsi Seseorang: Membuat Penilaian atas Orang Lain

2.2.1 Teori Atribusi


Teori atribusi (attribution theory) menjelaskan cara-cara kita
menilai orang dengan berbeda, bergantung pada pengertian yang kita
atribusikan pada sebuah perilaku. Ini menyatakan bahwa ketika kita
mengamati perilaku seorang individu, kita mencoba menentukan
apakah itu disebabkan dari internal atau eksternal.

3
Penentuan itu terutama tergantung pada tiga faktor yaitu:

(1) Perbedaan,

(2) Konsensus, dan

(3) Konsistensi.

Perilaku yang disebabkan oleh internal adalah yang dipercaya


pengamat berada dalam kendali perilaku pribadi dari individu. Perilaku
yang disebabkan eksternal adalah apa yang kita bayangkan situasi
memaksa individu untuk melakukannya.

Contoh, jika salah satu pekerja anda dating terlambat, anda akan
mengatribusikannya pada bangun tidur kesiangan akibat pesta semalam
yang ia adakan (ini atribusi internal). Tetapi jika anda
mengatribusikannya pada kecelakaan mobil yang membuat macet (ini
atribusi eksternal).

Sekarang kita diskusikan ketiga faktor penentu. Perbedaan


merujuk pada apakah seorang individu menampilkan perilaku yang
berbeda dalam situasi yang berbeda. Apakah pekerja yang telat hari ini
adalah yang secara teratur mengingkari komitmen? Apa yang ingin kita
ketahui adalah apakah perilakunya tidak biasa. Jika ya, kita mungkin
memberikan atribusi eksternal. Jika tidak, kita mungkin menilai
perilaku itu internal.

Jika setiap orang menghadapi situasi yang sama memberikan


respon yang sama, kita dapat mengatakan perilaku itu menunjukkan
konsensus. Perilaku dari pekerja yang terlambat memenuhi kriteria ini
jika semua pekerja yang menempuh rute yang sama juga terlambat.
Dari sebuah perspektif atribusi, jika konsensusnya tinggi, anda mungkin
memberikan atribusi eksternal pada keterlambatan pekerja itu,
sedangkan jika pekerja lain yang menempuh rute yang sama bisa dating
tepat waktu, anda akan mengatribusikan keterlambatannya sebagai
penyebab internal.

4
Terakhir, seorang pengamat mencari konsistensi dalam tindakan
seseorang. Apakah orang itu merespons dengan cara yang sama
sepanjang waktu? Dating terlambat 10 menit tidak dinilai dengan cara
yang sama bagi pekerja yang belum pernah terlambat dalam beberapa
bulan dibandingkan pekerja yang terlambat tiga kali seminggu.
Semakin konsisten perilakunya semakin mungkin kita
mengatribusikannya pada penyebab internal.

Salah satu temuan dari riset teori atribusi adalah bahwa kesalahan
atau bias mengganggu atribusi. Ketika kita membuat penilaian
mengenai perilaku orang lain, kita cenderung meremehkan pengaruh
faktor-faktor eksternal dan melebihkan pengaruh faktor-faktor internal
atau pribadi atau bisa juga disebut dengan kesalahan hubungan
fundamental (fundamental attribution error). Orang-orang juga
cenderung mengatribusikan informasi-informasi ambigu seperti ujian
bagus, menerima umpan balik positif dan menolak umpan balik negatif.
Hal ini merupakan bias pemikiran diri sendiri (self-serving bias).

2.2.2 Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain Secara Umum


Jalan pintas untuk menilai orang lain sering kali memperbolehkan
kita untuk membuat persepsi akurat dengan cepat dan memberikan data
yang valid untuk prediksi.

5
Persepsi Selektif (selective perception) merupakan kecenderungan
untuk secara selektif menginterpretasikan apa yang seseorang lihat
dalam basis minat, latar belakang, pengalaman, dan sikap seseorang.
Oleh karena kita tidak dapat mengamati semua hal yang terjadi, kita
menggunakan persepsi selektif. Persepsi selektif membuat kita
membaca orang lain dengan cepat, tetapi berisiko menggambarkan
gambaran yang tidak akurat. Melihat apa yang ingin kita lihat, kita
dapaat menggambarkan kesimpulan yang tidak dapat dijamin dari
sebuah situasi yang ambigu.

Contoh persepsi selektif dalam analisis keuangan. Dari tahun 2007-


2009, pasar saham AS kehilangan hampir separuh nilainya. Tetapi
selama waktu itu, peringkat jual analis (umumnya, analisis menilai
saham sebuah perusahaan dengan tiga rekomendasi: beli, jual, atau
pegang) sebenarnya menurun sedikit. Ada beberapa alasan analis
enggan untuk menempatkan peringkat jual dalam saham; salah satunya
adalah persepsi selektif. Ketika harga turun, analis sering melihat masa
lalu (katakanlah saham itu relatif murah dibandingkan harga
sebelumnya), dibandingkan pada masa depan (tren yang menurun bisa
berlanjut). Hal ini menunjukkan contoh bahaya dari persepsi selektif:
Dengan melihat hanya pada harga masa lalu, analis mengandalkan poin
rujukan yang salah dan gagal mengenali bahwa apa yang telah jatuh
masih dapat jatuh lebih jauh.

Efek Halo (halo effect) merupakan kecenderungan untuk


menggambarkan impresi umum mengenai seorang individu berdasarkan
karakteristik tunggal, seperti kecerdasan, kemampuan bersosialisasi,
atau penampilan. Fenomena ini seringkali muncul ketika para siswa
menilai guru mereka. Jadi, seorang guru bisa jadi pendiam, percaya diri,
pandai, dan sangat cakap, tetapi jika gayanya kurang bersemangat, para
siswa mungkin akan memberikan nilai yang rendah untuk guru tersebut.

Efek Kontras (contrast effect) adalah evaluasi atas karakteristik


seseorang yang dipengaruhi oleh perbandingan dengan orang lain yang

6
baru muncul yang berperingkat lebih tinggi atau rendah dalam
karakteristik yang sama. Contoh mengenai bagaimanabekerja adalah
situasi wawancara di mana seorang pewawancara melihat serombongan
pelamar kerja. Penyimpangan dalam evaluasi kandidat mana pun bisa
muncul sebagai akibat dari bagian kandidat tersebut dalam jadwal
wawancara. Seorang kandidat cenderung menerima evaluasi yang lebih
baik bila didahului oleh para pelamar dengan kemampuan menengah
dan evaluasi yang kurang baik bila didahului oleh pelamar-pelamar
yang unggul.

Stereotip (stereotype) merupakan cara menilai seseorang


berdasarkan persepsi atas kelompok asalnya. Satu masalah dari
stereotip adalah adanya generalisasi yang menyebar luas, meskipun
mungkin tidak mengandung kebenaran ketika diaplikasikan pada orang
atau situasi tertentu. Kita harus memonitor diri kita masing-masing
untuk menyankinkan jangan sampai kita tidak adil dalam menerapkan
stereotip dalam evaluasi dan keputusan kita.

2.3 Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual


Organisasi telah mulai memberdayakan pekerja nonmanajerialnya dengan
otoritas pengambilan keputusan yang sejarahnya dikhususkan bagi manajer
saja. Oleh karena itu pengambilan keputusan individu merupakan bagian
penting dari perilaku organisasi. Tetapi cara individu mengambil keputusan
dan kualitas pilihannya sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka.

Keputusan (decision) adalah pilihan yang dibuat dari dua atau lebih
alternatif. Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi atas masalah
(problem) yang merupakan sebuah perbedaan antara situasi sekarang dan
yang diinginkan, yang mengharuskan kita mempertimbangkan alternatif-
alternatif tindakan. Masalah bagi seseorang bisa jadi merupakan kondisi yang
menyenangkan bagi orang lain. Jadi kesadaran bahwa suatu masalah ada dan
bahwa sebuah keputusan mungkin atau mungkin tidak diperlukan adalah isu
perseptual.

7
Setiap keputusan membutuhkan kita untuk menginterpretasi dan
mengevaluasi informasi. Kita umumnya menerima data dari banyak sumber
yang perlu kita saring, proses, dan interpretasi. Kita juga perlu
mengembangkan alternatif-alternatif dan mengevaluasi kekuatan dan
kelemahannya. Sekali lagi, proses perseptual kita akan memengaruhi hasil
akhir. Selama proses pengambilan keputusan, kesalahan perseptual sering kali
muncul sehingga dapat membiaskan analisis dan kesimpulan.

2.4 Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi


Perilaku organisasi memperbaiki cara kita mengambil keputusan dalam
organisasi dengan mengatasi kesalahan pengambilan keputusan yang
dilakukan orang sebagai tambahan dari kesalahan persepsi yang telah kita
diskusikan.

2.4.1 Model Rasional, Rasionalitas Terbatas, dan Intuisi

Dalam perilaku organisasi, ada konsep pengambilan keputusan yang


umumnya diterima oleh masing-masing individu untuk membuat
determinasi: pengambilan keputusan rasional, rasional terbatas, dan
intuisi. Meskipun prosesnya secara ekstrenal masuk akal, mereka bisa
saja tidak mengarah pada keputusan paling akurat (atau terbaik). Lebih
penting lagi, ada saat-saat dimana satu strategi bisa mengarah pada hasil
yang lebih baik dibandingkan yang lainnya pada situasi tertentu.

Pengambilan Keputusan Rasional kita sering kali berpikir


pengambil keputusan terbaik adalah rasional dan membuat pilihan
yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan-batasan
spesifik. Keputusan-keputusan ini mengikuti enam langkah model
pengambilan keputusan rasional. Langkah-langkah dalam model
pengambilan keputusan rasional: (1) definisikan masalah, (2)
identifikasi kriteria keputusan, (3) alokasikan bobot pada kriteria itu, (4)
kembangkanlah alternatif-alternatif, (5) evaluasilah alternatif-alternatif,
(6) pilihlah alternatif terbaik.

8
Model pengambilan keputusan rasional (rational decision-making
model) merupakan sebuah model pengambilan keputusan yang
menjelaskan bagaimana individu seharusnya berperilaku untuk
memaksimalkan hasil. Rasional (rational) dikarakterisasikan dengan
mengambil pilihan yang konsisten, memaksimalkan nilai dalam
batasan-batasan spesifik.

Rasional Terbatas (bounded rationality) adalah sebuah proses


pengambilan keputusan dengan membuat berbagai model sederhana
yang menggali fitur dasar dari masalah tanpa mendapatkan semua
kerumitannya. Kemudian, individu bisa berperilaku secara rasional
dalam batas-batas model sederhana tersebut.

Salah satu aspek yang lebih menarik dari rasional yang dibatasi
adalah susunan dari alternatif-alternatif yang dianggap penting dalam
menentukan alternatif-alternatif yang dipilih. Ingat, dalam model
pembuatan keputusan yang sepenuhnya rasional, semua alternatif pada
akhirnya disebutkan dalam hierarki susunan yang disukai. Karena
semua alternatif dipertimbangkan, susunan awal di mana mereka
dievaluasi tidaklah relevan. Setiap solusi yang potensial akan
mendapatkan sebuah evaluasi yang lengkap dan menyeluruh. Tetapi,
bukan ini permasalahan dari rasional yang dibatasi. Dengan berasumsi
bahwa sebuah masalah memiliki lebih dari satu solusi potensial, pilihan
yang minimum adalah pertama yang dapat diterima yang pertama kali
ditemui oleh si pembuat keputusan. Karena pembuat keputusan
menggunakan model-model yang sederhana dan terbatas, mereka
biasanya memulai dengan mengidentifikasikan alternatif-alternatif yang
nyata, alternatif-alternatif yang lazim menurut mereka, dan alternatif-
alternatif yang tidak terlalu jauh dari status quo. Solusi yang paling
sedikit menyimpang dari status quo dan memenuhi kriteria-kriteria
keputusan adalah solusi yang kemungkinan besar dipilih. Alternatif
yang unik dan kreatif mungkin mewakili sebuah solusi optimal untuk
sebuah masalah; namun, kemungkinan besar tidak dipilih karena solusi

9
yang dapat diterima akan diidentifikasi dengan baik sebelum pembuat
keputusan diharuskan mencari terlalu jauh di luar status quo.

Pengambilan keputusan intuitif (intuitive decision making)


merupakan sebuah proses tanpa sadar yang diciptakan dari pengalaman
yang diperoleh. Pengambilan keputusan intuitif terjadi di luar pikiran
sadar; berpegang pada asosiasi holistis, atau kaitan antara potongan-
potongan informasi yang tidak sama; cepat; dan secara afektif
dibebankan, berarti melibatkan emosi.

2.4.2 Bias dan Kesalahan Umum Dalam Pengambilan Keputusan


Para pembuat keputusan terlibat dalam rasional yang dibatasi,
tetapi sejumlah penelitian memberi tahu kita bahwa pembuat keputusan
juga memungkinkan berbagi bias dan kesalahan sistematis memasuki
penilaian-penilaian mereka. Ini berasal dari usaha-usaha untuk
mempercepat proses keputusan. Untuk meminimalisasi usaha dan
menghindari penjualan yang sulit, individu cenderung terlalu
mengandalan pengalaman, gerakan hati, perasaan berani, dan peraturan
yang enak. Dalam banyak kasus, jalan pintas ini sangat membantu.
Namun, jalan pintas tersebut bisa menimbulkan penyimpangan yang
besar dari rasionalitas.

Bias Terlalu Percaya Diri yaitu karena kita cenderung terlalu


percaya diri dengan kemampuan kita dan kemampuan orang lain; juga,
bahwa kita biasanya tidak sadar dengan bias ini.

Dari sudut pandang organisasional, salah satu penemuan yang


lebih menarik terkait bias terlalu percaya diri adalah individu yang
memiliki kecerdasan intelektual dan interpersonal paling lemah paling
mungkin berlebihan dalam mengestimasi kinerja dan kemampuannya.
Kecenderungan untuk terlalu percaya diri akan ide-ide mereka mungkin
menyebabkan tidak direncanakannya bagaimana menghindari masalah
yang muncul.

10
Bias Jangkar (anchoring bias) merupakan kecenderungan untuk
bertahan pada informasi awal dan gagal menyesuaikan dengan
informasi selanjutnya secara adekuat. Bias jangkar terjadi karena
pikiran kita muncul untuk memberikan sejumlah penekanan yang tidak
seimbang terhadap informasi awal yang diterima. Bias jangkar biasanya
digunakan oleh individu yang berkecimpung dalam pekerjaan-pekerjaan
⸺seperti periklanan, manajemen, politik, real estat, dan hukum⸺di
mana keterampilan persuasi adalah penting. Pertimbangkan peran bias
jangkar dalam negosiasi dan wawancara. Bias jangkar terjadi setiap kali
terdapat negosiasi.

Bias Konfirmasi (confirmation bias) adalah kecenderungan


untuk mencari informasi yang membenarkan pilihan-pilihan masa
lampau dan untuk mengurangi informasi yang menentang penilaian
masa lampau. Kita cenderung begitu saja menerima informasi yang
menguatkan pandangan-pandangan yang telah terbentuk sebelumnya.
Oleh karena itu, informasi yang kita kumpulkan biasanya cenderung
mendukung pandangan-pandangan yang telah kita miliki. Bias
konfirmasi ini memengaruhi ke mana kita pergi untuk mengumpulkan
bukti karena kita cenderung mencari tempat-tempat yang kemungkinan
besar akan memberi tahu apa yang ingin kita dengar. Hal ini juga
memberikan kita bobot yang terlalu banyak untuk mendukung
informasi dan memberikan bobot yang terlalu sedikit untuk informasi
yang bertentangan.

Bias Ketersediaan (availability bias) yakni kecenderungan orang


mendasarkan penilaian pada informasi yang siap tersedia bagi mereka.
Peristiwa-peristiwa yang memicu emosi, yang sangat nyata, atau yang
terjadi baru-baru ini cenderung lebih berada dalam ingatan kita.
Akibatnya, kita cenderung menaksir terlalu tinggi peristiwa-peristiwa
yang kurang mungkin terjadi. Bias ketersediaan juga bisa menjelaskan
mengapa para manajer, ketika memberikan penilaian kinerja tahunan,
cenderung memberikan bobot lebih untuk perilaku terbaru dari seorang

11
karyawan daripada perilaku-perilaku enam atau sembilan bulan yang
lalu.

Bias Representatif adalah menilai kemungkinan suatu kejadian


dengan menganggap situasi saat ini sama seperti situasi di masa lalu.

Peningkatan Komitmen (escalation of commitment) komitmen


yang meningkat untuk sebuah keputusan meskipun terdapat informasi
negatif. Telah terbukti bahwa individu meningkatkan komitmen untuk
tindakan yang tidak berhasil ketika mereka menganggap diri mereka
bertanggung jawab atas kegagalan tersebut. Peningkatan komitmen juga
sesuai dengan bukti bahwa individu berusaha terlihat konsisten dalam
apa yang mereka katakana dan lakukan. Komitmen yang tinggi terhadap
tindakan-tindakan yang sebelumnya selalu mendatangkan konsistensi.

Kesalahan Acak (randomness error) kecenderungan individu


untuk percaya bahwa ia mampu memprediksi hasil dari peristiwa acak.
Pembuatan keputusan menjadi terganggu ketika kita berusaha
mengartikan peristiwa-peristiwa yang tidak disengaja. Salah satu
kerusakan paling serius yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang
tidak disengaja adalah ketika kita mengubah pola imajiner menjadi
takhayul. Meskipun banyak dari kita terlihat dalam beberapa perilaku
takhayul, hal ini bisa meleah ketika memengaruhi penilaian-penilaian
harian atau keputusan-keputusan besar. Ekstremnya, beberapa pembuat
keputusan jadi dikendalikan oleh takhayyul⸺menjadikannya hampir
tidak mungkin bagi mereka untuk mengubah rutinitas atas memproses
informasi baru secara objektif.

Aversi Risiko (risk aversion) kecenderungan untuk lebih memilih


hasil yang pasti dari jumlah yang menengah daripada hasil yang lebih
berisiko, bahkan sekalipun hasil yang lebih berisiko itu memiliki
ekspektasi pay off lebih tinggi.

Bias Peninjauan Kembali (hindsight bias) merupakan


kecenderungan kita untuk berpura-pura yakin bahwa kita telah

12
memprediksi hasil dari sebuah peristiwa secara akurat, setelah hasil itu
benar-benar diketahui. Bias peninjauan kembali mengurangi
kemampuan kita untuk belajar dari masa lalu. Hal ini memungkinkan
kita untuk berpikir bahwa kita lebih baik dalam membuat prediksi
daripada yang sebenarnya dan bisa menjadikan kita lebih yakin akan
akurasi keputusan di masa mendatang.

2.5 Pengaruh dalam Pengambilan Keputusan: Perbedaan Individu dan


Batasan Organisasi

2.5.1 Perbedaan Individu

Kepribadian kepribadian memegaruhi keputusan kita. Orang-


orang dengan harga diri tinggi sangat termotivasi untuk
mempertahankannya sehingga mereka menggunakan bias pemenuhan
diri untuk mempertahankannya. Mereka menyalahkan orang lain atas
kegagalannya, tetapi mengambil kredit atas kesuksesan.

Jenis Kelamin Riset atas kontemplasi menawarkan pandangan


mengenai perbedaan jenis kelamin dalam pengambilan keputusan.
Kontemplasi bermakna berefleksi dalam waktu yang lama. Dari sisi
pengambilan keputusan, itu berarti terlalu memikirkan masalah. Dua
puluh tahun studi mendapati wanita menghabiskan lebih banyak waktu
dibandingkan pria dalam menganalisis masa lalu, masa kini, dan masa
depan. Mereka lebih mungkin terlalu menganalisis masalah sebelum
mengambil keputusan dan menyesali keputusan ketika telah dibuat. Ini
dapat mengarah pada pertimbangan hati-hati atas masalah dan pilihan.
Meskipun demikian, itu dapat membuat masalah lebih sulit
diselesaikan, meningkatkan penyesalan atas keputusan masa lampau,
dan meningkatkan depresi. Wanita hamper dua kali lebih banyak dari
pria dalam mengembangkan depresi.

Alasan mengapa wanita lebih berkontemplasi daripada pria masih


belum jelas. Ada pendapat bahwa orang tua mendorong dan
menanamkan ekspresi kesedihan dan kecemasan lebih banyak pada

13
anak perempuan daripada anak laki-laki. Teori lainnya adalah bahwa
wanita, lebih banyak daripada pria, mendasarkan harga diri dan nilai
positifnya pada apa yang orang lain pikirkan tentang mereka. Pendapat
ketiga adalah bahwa wanita lebih berempati dan lebih dipengaruhi oleh
peristiwa dalam kehidupan orang lain, sehingga mereka lebih banyak
hal untuk dikontemplasikan.

Kemampuan Mental orang-orang dengan level kemampuan


mental yang lebih tinggi mampu memproses informasi lebih cepat,
memecahkan masalah lebih akurat, dan belajar lebih cepat, sehingga
anda mungkin mengekspektasikan mereka juga lebih sedikit berisiko
salah mengambil keputusan umum. Meskipun demikian, kemampuan
mental tampaknya hanya membantu orang-orang menghindari beberapa
dari masalah tersebut. Orang-orang yang cerdas sama mungkinnya
untuk jatuh dalam jebakan penjangkaran, terlalu percaya diri, dan
eskalasi komitmen, mungkin karena cerdas saja tidak mengingatkan
anda akan kemungkinan anda terlalu percaya diri atau secara emosional
defensive. Bukan berarti bahwa kecerdasan tidak pernah berarti. Begitu
diingatkan akan kesalahan pengambilan keputusan, orang-orang yang
lebih cerdas belajar lebih cepat untuk menghindarinya. Mereka juga
lebih baik dalam menghindari kesalahan logis seperti silogisme salah
atau kesalahan interpretasi data.

Perbedaan Budaya model rasional tidak membuat pengakuan


atas perbedaan budaya, demikian pula dengan banyaknya literatur riset
perilaku organisasi tentang pengambilan keputusan. Tetapi orang
Indonesia, misalnya, tidak selalu mengambil keputusan dengan cara
yang sama dengan orang Australia. Oleh karena itu, kita perlu
mengakui bahwa latar belakang budaya dari pembuat keputusan dapat
memengaruhi dengan signifikan pilihan masalah, kedalaman analisis,
pentingnya logika dan rasionalitas, dan apakah keputusan organisasi
seharusnya dibuat secara autokrat oleh seorang manajer atau secara
kolektif dalam kelompok.

14
Budaya berbeda dalam orientasi waktu, pentingnya rasionalitas,
kepercayaan dalam kemampuan orang memecahkan masalah, dan
preferensi pengambilan keputusan kolektif. Beberapa budaya
menekankan pemecahan masalah, sedangkan yang lainnya fokus pada
menerima situasi sebagaimana adanya. Mungkin ada perbedaan-
perbedaan budaya penting dalam pengambilan keputusan, tetapi
sayangnya belum banyak riset yang mengidentifikasinya.

2.5.2 Batasan Organisasi


Organisasi dapat membatasi pengambil keputusan, menciptakan
deviasi dari model rasional.

Evaluasi Kinerja Manajer dipengaruhi oleh kriteria yang


menjadi dasar mereka dievaluasi. Jika seorang manajer divisi percaya
bahwa kinerja pabrik yang berada di bawah tanggung jawabnya
beroperasi terbaik ketika ia tidak mendengar hal negatif, kita akan
mendapati manajer pabriknya bekerja menghabiskan banyak waktu
untuk memastikan tidak ada informasi negatif yang sampai padanya.

Sistem Imbalan Sistem imbalan organisasi memengaruhi


pengambil keputusan dengan menyarankan pilihan pada apa yang
memiliki pembayaran pribadi yang lebih baik. Jika organisasi
menghargai penghindaran risiko, manajer lebih mungkin untuk
mengambil keputusan konservatif.

Peraturan Baku David, seorang manajer sif di restoran Taco


Bell di San Antonio, Texas, menjelaskan batasan-batasan yang
dihadapinya dalam pekerjaannya, “Saya menerima peraturan-peraturan
yang mencakup hampir setiap keputusan yang saya buat⸺dari
bagaimana membuat burrito sampai seberapa sering saya
membersihkan toilet. Pekerjaan saya tidak muncul dengan banyak
kebebasan memilih.” Stuasi David tidaklah unik. Semua, kecuali sangat
sedikit, organisasi membuat peraturan dan kebijakan memprogram

15
keputusan dan mengarahkan individu bertindak sesuai yang diharapkan.
Dalam melakukan hal demikian, mereka membatasi pilihan-pilihan
keputusan.

Batasan Waktu Akibat Sistem Hampir semua keputusan


penting muncul dengan tenggat waktu eksplisit. Sebuah laporan tentang
pengembangan produk baru bisa saja harus siap untuk ditinjau komite
eksekutif tanggal pertama bulan itu. Kondisi-kondisi demikian sering
membuat sulit, jika tidak mungkin, bagi manajer untuk memperoleh
semua informasi sebelum mengambil keputusan.

Contoh Historis Keputusan tidak dibuat dalam ruang vakum,


mereka memiliki sebuah konteks. Keputusan-keputusan individu
merupakan poin-poin dalam arus pilihan; yang dibuat di masa lampau
yang membuntui dan membatasi pilihan-pilihan sekarang. Merupakan
rahasia umum bahwa penentu terbesar dari anggaran tahun ini adalah
anggaran tahun lalu. Pilihan-pilihan yang dibuat hari ini sebagian besar
merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang dibuat bertahun-tahun.

2.6 Etika Dalam Pengambilan Keputusan

Tidak ada diskusi kontemporer mengenai pembuatan keputusan yang


lengkap tanpa keterlibatan etika, karena pertimbangan-pertimbangan etis
merupakan sebuah kriteria paling penting dalam pembuatan keputusan
organisasional. Pertimbangan etis seharusnya menjadi sebuah kriteria penting
dalam semua pengambilan keputusan organisasi.

2.6.1 Tiga Kriteria Keputusan Etis


Ukuran etis pertama adalah utilitarianisme, yang mengusulkan
pengambilan keputusan hanya berdasarkan outcome/keluaran, idealnya
untuk memberikan yang paling baik dalam jumlah yang paling besar.
Pandangan ini mendominasi pengambilan keputusan bisnis. Ia
konsisten dengan sasaran seperti efisiensi, produktivitas, dan laba
tinggi.

16
Kriteria etis lainnya adalah untuk membuat keputusan konsisten
dengan kebebasan dan hak-hak fundamental. Sebuah penekanan hak
dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi
hak-hak asasi individu. Kriteria ini melindungi whistle-blower ketika
mereka mengungkapkan praktik tidak etis organisasi pada pers atau
agen pemerintah, menggunakan hak kebebasan berbicara.

Kriteria ketiga adalah untuk menanamkan dan mendorong aturan-


aturan dengan adil dan netral untuk memastikan keadilan atau distribusi
yang merata atas manfaat dan biaya.

Setiap kriteria memiliki keuntungan dan kewajiban. Sebuah fokus


pada utilitarianisme mendorong efisiensi dan produktivitas, tetapi itu
dapat menyerempet hak-hak beberapa individu, khususnya mereka
dengan representasi minoritas. Penggunaan hak-hak melindungi
individu dari cedera dan konsisten dengan kebebasan dan efisiensi.
Sebuah fokus pada keadilan melindungi kepentingan yang kurang
diwakilkan dan kurang berkuasa, tetapi dapat mendorong rasa
kepemilikan yang mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan
produktivitas.

Semakin meningkat, para peneliti beralih ke etika perilaku⸺


sebuah area studi yang menganalisis bagaimana orang berperilaku
ketika dikonfrontasikan dengan dilemma etis. Riset mereka
memberitahukan pada kita bahwa ketika standar etika ada secara
kolektif (masyarakat dan organisasi) dan secara individual (etika
pribadi), individu tidak selalu mengikuti standar etika yang ditanamkan
dalam organisasinya, dan kita kadang-kadang melanggar standar kita
sendiri. Perilaku etis kita sangat beragam dari satu situasi ke situasi
berikutnya.

Riset etika perilaku menekankan pentingnya budaya pada


pengambilan keputusan etis. Apa yang etis dalam satu budaya bisa saja
tidak etis dalam budaya lain. Tanpa sensitivitas pada perbedaan-

17
perbedaan budaya dalam mendefinisikan aturan-aturan etika, organisasi
bisa saja mendorong perilaku tidak etis bahkan tanpa mengetahuinya.

18
2.7 Kreativitas, Pengambilan Keputusan Kreatif, dan Inovasi dalam
Organisasi
Meskipun model pengambilan keputusan rasional akan sering
memperbaiki keputusan, seorang pengambil keputusan juga membutuhkan
kreativitas (creativity) yakni kemampuan untuk menghasilkan ide-ide
inovatif dan berguna. Ide-ide ini berbeda dari apa yang telah dilakukan
sebelumnya tetapi pantas untuk masalahnya.

Kreativitas membuat pengambil keputusan untuk secara penuh menilai


dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat dilihat
orang lain. Meskipun semua aspek dari perilaku organisasi memiliki
kompleksitas, hal itu sangat benar adanya untuk kreativitas. Untuk
simplifikasi, gambar 2.7 memberikan sebuah model tiga tahap dari kreativitas
organisasi. Inti dari model itu adalah perilaku kreatif, yang memiliki sebab
(prediktor dari perilaku kreatif) dan efek (hasil dari kreatif).

Model tiga tahap dari kreativitas (three-stage model of creativity)


merupakan proposisi bahwa kreativitas melibatkan tiga tahap: sebab (potensi
kreatif dan lingkungan kreatif), perilaku kreatif, dan hasil kreatif (inovasi).

Gambar 2.7 Model Tiga Tahap Kreativitas dalam Organisasi

19
2.7.1 Perilaku Kreatif
Perilaku kreatif terjadi dalam empat langkah, yang masing-
masing mengarah pada yang berikutnya:

1. Formulasi masalah (problem formulation) merupakan tahapan


perilaku kreatif yang melibatkan identifikasi masalah atau peluang
yang membutuhkan sebuah solusi yang belum diketahui. Setiap
tindakan kreativitas dimulai dengan masalah yang memunculkan
perilaku dirancang untuk memecahkannya.
2. Pengumpulan informasi (information gathering) merupakan
tahapan perilaku kreatif ketika solusi-solusi yang mungkin atas
suatu masalah diinkubasikan dalam pikiran individu. Dengan
adanya masalah, solusi jarang sekali ada di tangan. Kita
membutuhkan waktu untuk belajar lebih dan memproses
pembelajaran itu.
3. Pemunculan ide (idea generation) merupakan proses perilaku
kreatof yang melibatkan pengembangan solusi-solusi yang
mungkin atas masalah dari informasi dan pengetahuan yang
relevan. Jika telah mengumpulkan informasi yang relevan, saatnya
untuk mentranslasikan pengetahuan menjadi ide-ide. Semakin
meningkat, pemunculan ide bersifat kolaboratif.
4. Evaluasi ide (idea evaluation) merupakan proses perilaku kreatif
yang melibatkan evaluasi solusi-solusi potensial untuk
mengidentifikasi yang terbaik.

2.7.2 Penyebab Perilaku Kreatif


Potensi Kreatif ketika jenius kreatif⸺baik dalam ilmu
pengetahuan (Albert Einstein), seni (Pablo Picasso), maupun bisnis
(Steve Jobs)⸺langka, kebanyakan orang memiliki beberapa
karakteristik yang merupakan bagian dari orang-orang yang luar biasa
kreatif. Semakin banyak karakteristik ini kita miliki, semakin tinggi
potensi kreatif kita.

20
Kecerdasan berhubungan dengan kreativitas. Orang-orang
cerdas lebih kreatif karena mereka lebih baik dalam memecahkan
masalah yang kompleks. Meskipun demikian, individu-individu
cerdas bisa juga lebih kreatif karena mereka memiliki memori kerja
yang lebih besar, yaitu mereka dapat mengingat lebih banyak
informasi yang berhubungan dengan tugas di tangan.

Sifat kepribadian Lima Besar keterbukaan pada pengalaman


berkorelasi dengan kreativitas, mungkin karena individu-individu
yang terbuka kurang seragam dalam tindakan dan lebih menyebar
dalam pemikiran. Sifat lainnya dari orang-orang kreatif termasuk
kepribadian proaktif, kepercayaan diri, mengambil risiko, toleransi
pada ambiguitas, dan daya tahan.

Keahlian adalah fondasi dari semua pekerjaan kreatif dan oleh


karena itu merupakan alat prediksi tunggal paling penting dari potensi
kreatif. Potensi bagi kreativitas ditingkatkan ketika individu
memilikikemampuan, pengetahuan, kecakapan, dan keahlian yang
sama dengan bidang yang dijalaninya.

Lingkungan Kreatif Kebanyakan dari kita memiliki potensi


kreatif yang dapat kita pelajari untuk diterapkan, tetapi sepenting
apapun potensi kreatif, tidaklah cukup jika hanya sendirian saja. Kita
perlu berada dalam lingkungan di mana potensi kreatif dapat
direalisasikan. Apa faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi
potensi kreatf agar ditranslasikan dalam perilaku kreatif?

Pertama dan yang paling penting adalah motivasi. Jika anda


tidak termotivasi untuk menjadi kreatif, tidak mungkin anda menjadi
kreatif. Sebuah tinjauan atas 26 studi mengungkapkan bahwa motivasi
intrinsik, atau keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena lebih
menarik, menyenangkan, memuaskan, dan menantang, berkorelasi
cukup kuat dengan hasil kreatif. Hubungan ini benar tanpa
memandang apakah kita sedang berbicara mengenai kreativitas pelajar
atau kreativitas pekerja.

21
Juga bernilai untuk bekerja di sebuah lingkungan yang
menghargai dan mengakui pekerjaan kreatif. Organisasi harus
mendorong arus bebas ide, termasuk memberikan penilaian yang adil
dan konstruktif. Kebebasan dari aturan-aturan berlebihan mendorong
kreativitas; pekerja seharusnya memiliki kebebasan untuk
memutuskan pekerjaan apa yang akan dilakukan dan cara
mengerjakannya.

Apakah peran dari budaya? Sebuah studi level nasional terbaru


menyatakan bahwa negara-negara dengan skor tinggi pada dimensi
budaya individualistis Hofstede lebih kreatif. Negara-negara Barat
seperti Amerika Serikat, Italia, dan Belgia memiliki skor tinggi pada
individualitas, dan Amerika Selatan, serta negara-negara timur seperti
Cina, Kolombia, dan Pakistan memiliki skor rendah; apakah hal ini
berarti bahwa budaya Barat lebih kreatif? Beberapa bukti menyatakan
hal ini benar. Meskipun demikian, bahkan sekalipun beberapa budaya
lebih kreatif secara rata-rata selalu ada variasi kuat dalam budaya.

Kepemimpinan yang baik juga berpnegaruh pada kreativitas. Di


sisi lain, ketika pemimpin mendorong, menjalankan unitnya secara
transparan, dan memacu pengembangan pekerjanya, individu yang
diawasinya akan lebih kreatif.

2.7.3 Keluaran dari Kreatif (Inovasi)

Tahapan akhir dari model kreativitas adalah hasil. Perilaku


kreatif tidak selalu menghasilkan hasil kreatif atau inovatif. Satu studi
menunjukkan bahwa kebanyakan orang memiliki bias terhadap
menerima ide-ide kreatif karena ide-ide menciptakan ketidakpastian.
Ketika orang-orang merasa tidak pasti, kemampuannya untuk melihat
suatu ide sebagai sesuatu kreatif diblok.

Kita dapat mendefinisikan keluaran dari kreatif (creative


outcome) sebagai ide-ide atas solusi-solusi yang dinilai baru dan
berguna oleh pemangku kepentingan yang relevan. Pembaruan itu

22
sendiri tidak menghasilkan sebuah hasil kreatif jika tidak berguna.
Oleh karena itu, solusi yang aneh hanya kreatif ketika ia membantu
memecahkan masalah. Kegunaan dari solusi mungkin dibuktikan
sendiri (iPad) atau mungkin dianggap sukses oleh pemangku
kepentingan sebelum kesuksesan nyata diketahui.

Sebuah organisasi bisa menuai banyak ide kreatif dari para


pekerjanya dan menyebut dirinya inovatif. Soft skill membantu
mentranslasikan ide menjadi hasil. Seorang peneliti mendapati bahwa
di antara para pekerja sebuah perusahaan agrobisnis besar, ide-ide
kreatif paling mungkin diimplementasikan ketika individu dimotivasi
untuk mentranslasikan ide ke praktik⸺dan ketika ia memiliki
kemampuan jaringan yang kuat. Faktor penting lainnya adalah iklim
organisasi: sebuah studi atas tim perawatan kesehatan mendapati
bahwa kreativitas tim itu ditranslasikan menjadi inovasi hanya ketika
iklim secara aktif mendukung inovasi. Studi-studi ini menerangi satu
fakta penting: Ide-ide kreatif tidak mengimplementasikan diri mereka
sendiri, mentranslasikannya menjadi hasil-hasil kreatif adalah sebuah
proses sosial yang membutuhkan utilitas konsep-konsep lain,
termasuk kekuasaan politik, kepemimpinan, dan inovasi.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah
sebuah proses individu yang mengorganisasikan dan menginterpretasikan
kesan sensoris untuk memberikan pengertian kepada lingkungannya. Persepsi
memiliki faktor-faktor yang memengaruhinya yang berada pada penilai,
situasi, dan objek atau target yang dinilai. Dalam persepsi seseorang untuk
membuat penilaian terhadap orang lain, terdapat cara-cara yang berbeda
untuk menentukan sebuah perilaku individu yang disebabkan dari internal
atau eksternal. Persepsi juga memiliki kaitan erat dengan pengambilan sebuah
keputusan. Pengambilan keputusan terutama dalam lingkup organisasi,
memiliki metode yang beragam yakni metode rasional, metode rasional
terbatas, dan metode yang menggunakan intuisi. Metode yang digunakan
dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kecenderungan atau
prasangka individu atau yang biasa disebut bias.

Perbedaan individu dan batasan dalam organisasi memiliki pengaruh


dalam pengambilan keputusan di lingkup organisasi. Adanya perbedaan
tersebut ikut memengaruhi etika dalam pengambilan sebuah keputusan yang
etis. Seorang pengambil keputusan juga membutuhkan kreativitas yang
melibatkan penyebab perilaku kreatif, perilaku kreatif, dan hasil kreatif. Hasil
kreatif tersebut dapat berupa ide-ide atau inovasi yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah sehingga dapat digunakan untuk mengambil sebuah
keputusan.

3.2 Saran
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak
kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk kedepannya penulis
akan menjelaskan secara lebih fokus dan mendetail dengan sumber atau

24
referensi yang lebih banyak. Kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat diharapkan oleh penulis.

25
DAFTAR PUSTAKA

Robbins, Stephen P. & Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi


Organizational Behavior. Edisi 12 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.

Robbins, Stephen P. & Judge, Timothy A. 2015. Perilaku Organisasi


Organizational Behavior. Edisi 16. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

26

Anda mungkin juga menyukai