Anda di halaman 1dari 20

PERILAKU INDIVIDU DALAM SORGANISASI

KELOMPOK II
Novryanto 17 1000 5530 108
Welgi Dewangga 17 1000 5530 027
Yulianti 17 1000 5530 104
Dina Damaris 17 1000 5530 051
Dini Aldesry Rahmadhani 17 1000 5530 004
Indah Valentina 17 1000 5530 008
Ayatullah Van Danny 13 1000 5530 047

Tugas Kelompok Mata Kuliah Perilaku Organisasi


Pembimbing: Nurlina, SE.MM

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 24 Oktober 2018

Tim penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
1.2 LATAR BELAKANG .............................................................................................2
1.3 RUMUSAN MASALAH .........................................................................................2
1.4 TUJUAN ..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................3
2.1 KONSEP PERSEPSI ...............................................................................................3
2.2 KONSEP SIKAP .....................................................................................................5
2.3 KONSEP KEPUASAN KERJA ..............................................................................6
2.4 KONSEP STRES ...................................................................................................12
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................13
3.1 KESIMPULAN ......................................................................................................16
3.2 SARAN ..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Berlakang


Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat
tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam perusahaan itu,
para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan
produktivitas perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas karyawan. Oleh karena itu,
pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan
kinerjanya.
Perilaku merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari baik perilaku individu
ataupun perilaku kelompok, mungkin kedengarannya asing untuk memperlajari perilaku itu
sendiri, namun hal ini sangat penting karena dengan mengetahui arti dari perilaku kita dapat
mengetahui apa yang diinginkan oleh individu tersebut, hal ini bertujuan agar apa yang kita
harapkan dapat tercapai dengan kerjasama setiap individu dengan keanekaragaman perilakunya.
Selain itu perilaku dalam sebuah organisasi sangat mempengaruhi jalnnya suatu organisasi
tersebut.
Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, pengawasan
organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku.
Adakah kepuasan atau ketidakpuasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan ditempat kerja.
Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya,
penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara
sikap dan perilaku mereka.
Menurut Morgan dan King (Khaerul Umam, 2010:203) stress adalah keadaan yang bersifat
internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan) atau lingkungan, dan situasi social,
yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Lingkungan pekerjaan dalam suatu organisasi juga
dapat mendorong terjadinya stressor kerja.
Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipresepsikan karyawan sebagai
suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stress kerja. Stress kerja akan memberikan dampak pad a
lingkungan organisasi terutama dalam hal produktivitas kerja organisasi dan merugikan diri

1
karyawan itu sendiri. Berdasarkan permasalahan ini penulis tertarik untuk membahas memahami
perilaku organisasi konsep presepsi, sikap, kepuasan kerja, dan stress.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai
berikut:
1.2.1 Apa itu konsep persepsi?
1.2.2 Apa itu konsep sikap?
1.2.3 Bagaimana kepuasan kerja?
1.2.4 Bagaimana konsep tentang stress?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.3.1 Konsep presepsi
1.3.2 Konsep sikap
1.3.3 Kepuasan kerja
1.3.4 Konsep tentang stress

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Persepsi


Pengertian persepsi Robbins, (2007:175) memberikan pengertian persepsi atau perception
adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpresentasikan kesan-kesan sensoris
mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Persepsi ialah proses kognitif (di dalam
pikiran) seseorang untuk memberi arti terhadap stimulus dari lingkungan yang dapat ditangkap
melalui indranya (sensation). (Sigit, 2003:16). Sementara Gitosudarmo (2000:16) menyatakan
bahwa persepsi adalah proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorgganisasikan dan
menafsirkan stimulus lingkungan.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas disimpulkan bahwa persepsi merupakan
suatu proses pemberian arti atau makna terhadap suatu objek yang ada pada lingkungan. Dengan
demikian setiap orang mempunyai persepsi sendiri-sendiri, karena perbedaan kemampuan
inderanya dalam menangkap stimuli (obyek).

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Thoha, (2007:147),
adalah:
a. Psikologi, persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat
dipengaruhi oleh keadaan psikologi.
b. Family, pengaruh yang sangat besar pula terhadap anak-anak adalah family atau
orang tua.
c. Kebudayaan, kebudayaan dan lingkungan tertentu juga merupakan salah satu
faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang
memandang dan memahami keadaan di dunia ini.

Robbins (2007:176) memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang


mempengaruhi persepsi sebagai berikut:

3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

2.1.2 Kesalahan Persepsi


Ada sejumlah kesalahan persepsi yang sering terjadi dalam mempersepsikan orang
lain. Kesalahan persepsi tersebut antara stereotyping, halo effect, dan projection.
1 Stereotyping
Mengkategorikan atau menilai seseorang hanya atas dasar satu atau beberapa
sifat dari kelompoknya. Stereotyping seringkali didasarkan atas jenis kelamin,
keturunan, umur, agama, kebangsaan, dan kedudukan atau jabatan. Misalnya
seorang manajer mempunyai persepsi bahwa ibu-ibu terutama yang mempunyai
bayi di rumah tidak menyukai bekerja lembur dan menganggap bahwa pekerja
lembur merupakan satu beban. Secara umum presepsi tersebut mungkin benar,
tetapi tidak berarti benar untuk ibu-ibu tertentu.
2. Halo effect
Kecenderungan menilai seseorang hanya atas dasar salah satu sifatnya saja.
Misalnya seseorang yang mudah senyum dan penampilannya rapi di anggap
lebih jujur dari orang yang berpenampilan serem. Halo effect sering terjadi pada
saat melakukan penilaian dan wawancara. Pewawancara seringkali menilai

4
hanya dari salah satu sifat yang sebenarnya dari orang yang di wawancarai
tersebut.
3. Projection merupakan kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain atas
dasar perasaan dan sifatnya. Oleh karenanya, projection berfungsi sebagai suatu
mekanisme pertahanan dari konsep diri seorang sehingga lebih mampu
menghadapi yang di lihatnya tidak wajar.

2.2 Konsep Sikap


Berbicara masalah sikap, sebenarnya hal ini sudah merupakan sesuatu yang sangat popular
dan penting, terutama dalam rangka pembahasan psikologi social. Para ahli mengakui bahwa
setiap sikap dapat terbentuk karena adanya pengaruh dan peranan pembawaan dan lingkungan,
yang keduanya mempunyai fungsi yang sama, dalam arti bahwa sikap tidak dibawa sejak
manusia lahir. Pengertian sikap sudah banyak ditemukan oleh para ahli berbeda pendapatnya.
Namun, pada hakekatnya perbedaan pendapat tersebut tidak menunjukan perbedaan yang
mendasar. Dalam kaitan ini, kita ketahui bahwa setiap individu didalam aktifitas hidupnya
mempunyai suatu reaksi ataupun gerakan terhadap suatu objek tertentu dan inilah nantinya akan
menjadi bagian dari sikap individu tersebut.
Untuk jelasnya dikutip pendapat W.A Gerungan (2009) yang mengatakan bahwa sikap
adalah kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. Ini berartu bahwa sikap senantiasa terarahkan pada
suatu objek tertentu dalam arti bahwa tak ada sikap tanpa obyek, dan gerakan atau reaksi
terhadap suatu obyek inilah yang dimasud dengan sikap.
Sehubungan dengan sikap ini Krech dan kawan-kawan (1982:139), memberikan
pendapatnya bahwa: as the individual develops his cognition, feeling, dan action terdencies with
respect to the various objects in his world become organized into enduring system called
attitude. Keterangan Krech dan kawan-kawan ini menggambarkan bahwa dalam perkemabngan
individu, kognisinya, perasaannya dan kecendrungan untuk bertindak terhadap macam-macam
obyej dilingkumgannya menjadi terorganisir dalam suatu system yang disebut sikap. Jelas bahwa
disamping adanya reaksi individu terhadap obyek tertentu, maka setiap individu akan
memperlihatkan perkembangan-perkmebangan baik kognisisnya atau pengetahuannya,
perasaannya atau keyakinannya maupun kecendrungan untuk betindak atau pengalamannya
terhadap obyek itu sendiri.

5
Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecendrungan terhadap aspek
lingkungannya (Milton 1981). Sikap seseorang tercermin dari kecendrungan perilakunya dalam
menghadapi suatu situasi lingkungan yang berhubungan dengannya.
Sigit (2003:88), menyatakan bahwa sikap adalah tanggapan (response) yang mengandung
komponen-komponen kognitif (pengetahuan) dan afektif (sejauh mana penilainnya terhadap
obyek) dan konatif (kecendrungan untuk berbuat), yang dilakukan seseorang terhadap suatu
obyek atau stimulus dari lingkungannya.
Robbins (2007:92) mengemukakan pengertian sikap adalah pernyataan evaluative baik
yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap obyek, individu atau peristiwa. Hal
ini mencerminkan bagaiamana perasaan seseorang tentang sesuatu.
Senanda dengan itu, Ndraha (2003:33) mengemukakan pengertian sikap adalah
kecendrungan jiwa terhadap sesuatu. Ia menunjukkan arah, potensi, dan dorongan menuju
sesuatu. Ada perbedaan antara sikap dan nilai, meskipum kedua-duanya belief dan cognative,
pertama sikap adalah keyakinan (belief)mengenai sesuatu obyek yang khusus mengenai orang
atau situasi, sedangkan kedua nilai adalah bersifat umum. Nilai adalah keyakinan yang melekat
pada diri orang, terlepas bagaiman orang lain, sedangkan sikap adalah tanggapan terhadap pihak
lain. Ada lima karakteristik sikap:
1. Ada objek. Dikatakan ada objek, karena ada sesuatu yang disikapi. Tidak ada tanpa
obyek.
2. Mengarah. Dikatakan mengarah karena setiap obyek ada arahnya. Jadi sikap mengarah
kepada obyek yang disikapi.
3. Berintensitas atau sederajat. Dikatakan berintensitas atau sederajat karena dalam sikap
dinyatakan sejauh mana atau seberapa tinggi rendah sikapnya.
4. Berstruktur. Dikatakan berstruktur karena dalam sikap itu ada komponen-komponen
yang secara intern terbentuk dengan sendirinya, yaitu komponen kognitif, afektif yang
saling menjalin.
5. Dipelajari. Dikatakan deipelajari karena sikap manusia dapat dipelajari.

2.3 Konsep Kepuasan Kerja


Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), arti dari puas adalah adjektiva (kata
sifat). (1) merasa senang (lega, gembira, kenyang, dan sebagainya karena sudah terpenuhi hasrat

6
hatinya): ia merasa puas sebagai penyanyi; ia merasa puas melihat pekerjaan murid-muridnya;
baru puas hatinya, kalau dapat mencelakakan saingannya; (2) lebih dari cukup; jemu; puas
merasakan hinaan dan nistaan; puas bertanya-tanya, tiada seorang pun yang tahu.
Menurut Wexley dan Yukl (dalam As’ad, 2002) yang disebut kepuasan kerja ialah perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai “the
way an employee feels about his or her job” artinya bahwa kepuasan adalah cara pegawai
merasakan dirinya atau pekerjaannya, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
yang menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi
dirinya.
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sesuatu rasa yang dirasakan oleh pekerja
atau pegawai dalam melakukan respon terhadap pekerjaannya.

2.3.1 Teori Kepuasan Kerja


Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian
orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga
mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa
teori tentang kepuasan kerja, yaitu:
1. Two Factor Theory
Teori ini menunjukan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan
bagian dari kelompok variable yang berbeda yaitu motivators dan hygiene
factors. Pada teori ini ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi sekitar
pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamana, kuliatas pengawasan, dan
hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena
faktor mencegah reaksi negative dinamakan sebagau hygiene or maintainance
factors.
Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu
sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam
pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan
pengakuan karena faktor unu berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
dinamakan motivators.

7
2. Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang yang
menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju puas pada
teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang
diinginkan seseorang. Semakin nedar perbedaan, semakin rendah kepuasan
orang.
3. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga
apabila kepuasannya diperoleh melebihi apa yang diinginkan , maka orang
akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat disparancy, tetapi merupakan
disparancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih
antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.
4. Teori Keadilan (Equity theory)
Teori ini mengungkapkan bahwa orang yang akan merasa puas atau tidak
puas, tergantung pada ada atau tidaknya ada atau tidaknya keadilan dalam
suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama
dalam teori keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi
karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti pendidikan,
pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang
digunakan untuk melakukan pekerjaannya.
Asilnya adalah seseuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan
yang diperoleh dari pekerjaannya seperti upah/gaji, keunutngan sampingan,
symbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi
diri.
Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang di
perusahaan yang sama, atau ditempat lain atau biasa pula dengan dirinya
dimasa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio
input hasil orang lain. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi

8
menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi
bila berbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
5. Teori Motivator-Hygiene (M-H)
Salah satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah teori
motivator-hygiene (M-H) yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Teori
H-M sebenarnya berujung pada kepuasan kerja. Namun, penelitian
menunjukan hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan turnover SDM
serta kepuasam kerja dan komitmen SDM.
Pada intinya, teori M-H justru kurang sependapat dengan pemberian balas
jasa yang tinggi, seperti strategi golden handcuff karena balas jasa yang
tingginya mampu menghilangkan ketidakpuasan kerja dan tidak mampu
mendatangkan kepuasan kerja (balas jasa hanyalah faktor hygiene, bukan
motivator). Untuk mendatangkan kepuasan kerja, Herzberg menyarankan agar
perusahaan melakukan job enrichment, yaitu upaya menciptakan pekerjaan
dengan tantangan, tanggung jawab, dan otonomi yang lebih besar. Dalam
dunia kerja kepuasan itu salah satunya bisa mengacu kepada kompensasi yang
diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau imbalan dan fasilitas kerja
lainnya seperti, rumah dinas dan kendaraan kerja.
Konteks “puas” dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu individu akan merasa
puas apabila mengalami hal-hal:
1. Apabila hasil atau imbalan yang didapat individu tersebut lebih dari yang
diharapkan. Masing-masing individu memiliki target pribadi, apabila
mereka termotivasi untuk mendapatkan target tersebut, mereka akan
bekerja keras. Pencapaian hasil dari kerja keras tersebut akan membuat
individu merasa puas.
2. Apabila hasil yang dicapai lebih besar daripada standar uang ditetapkan.
Apabila individu memperoleh hasil yang lebih besar dari standar yang
ditetapkan oleh perusahaan, maka individu tersebut memiliki produktivitas
yang tinggi dan layak mendapatkan penghargaan dari perusahaan.

9
3. Apabila yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan yang
diminta dan ditambah dengan ekstra yang menyenangkan, konsisten untuk
setiap saat serta dapat ditingkatkan setiap waktu.

Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori
yang dikemukakan Edward Lawler yang dikenal dengan Equity Model Theory
atau teori kesetaraan. Intinya teori menjelaskan kepuasan dan ketidakpuasan
dengan pembayaran, perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah
yang dipresepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama terjadinya
ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada tiga tingkatan pembayaran, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan.
b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin tidak
mau pindah kerja ketempat lain.
c. Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yang
diharapkan.
Sementara itu sesuai dengan teori keinginan relative atau Relative
Deprivation Theory (Veithzal Rivai, 2004:477), ada enam keputusan penting
menyangkut kepuasan dengan pembayaran, menurut teori ini adalah:
a. Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan.
b. Perbedaan antara pengeluaran dengan penerimaan.
c. Ekspetasi yang rendah terhadap masa depan.
d. Ekspetasi yang rendah terhadap masa depan.
e. Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diinginkan.
Perasaan secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang
buruk apakah kepuasan kerja para pegawai dapat ditingkatkan atau tidak,
tergantung dari apakah kompensasi yang diberikan kepadanya telah
memenuhi harapan dan keinginannya atau belum. Jika kinerja yang lebih baim
dapat meningkatkan imbalan bagi karyawan secara adil dan seimbang, maka
kepuasan kerja akan meningkat. Dalam kasus lain, kepuasan kerja karyawan
merupakan umpan balik yang mempengaruhi self-image dan motivasi untuk
meningkatkan kinerja.

10
2.3.2 Penyebab Kepuasan Kerja
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki:
225) yaitu sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan (need fillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Perbedaan (dicrepanties)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Penentuan harapan
mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh
individu dari perkerjaaanya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang
akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas
harapan.
3. Pencapaian nilai (value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai
kerja individual yang penting.
4. Keadilan (equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat
kerja.
5. Komponen genetic (genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi dan faktor genetic. Hal ini menyiratkan
perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja
disamping karakteristik lingkungan pekerjaan. Selain penyebab kepuasan kerja, ada
juga faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan
hubungan kerja (atasan dan rekan kerja).
6. Gaji/ upah
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan
terlalu kercil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji
dipersepsikan adil nerdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaa, tingkat keterampilan
individu dan standar gaji yang berlaku untuk keompok pekerjaan tertentu maka aka
nada kepuasan kerja.

11
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tetapi, jika
gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerjaan tidak lagi tidak puas,
artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan
mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan
disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
7. Kondisi kerja yang menunjang
Berkerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan akan
menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat
kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik
terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja.
8. Hubungan kerja
Hubungan dengan kerja. Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaanya
memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya
(barang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya
pekerja konveksi, hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak
yang berbentuk fungsional.

2.4 Konsep Stress


Ada beberapa istilah psikologi popular yang sering dikaburkan sebagai “stress”. Pada
hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah kondisi seseorang yang mengalami tuntutan
emosi berlebihan dan waktu yang membuatnya sulit memfungsikan secara efektif semua wilayah
kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak gejala seperti depresi,
kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi, dan kualitas kerja yang rendah (Richard,
2010).
Hawari (dalam Yusuf, 2004) berpendapat bahwa istilah stress tidak dapat dipisahkan dari
distress, karena satu sama lainnya saling berkait. Stress merupakan reaksi fisik terhadap
permasalahan kehidupan yang dialaminya dan apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu
dinamakan distress. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang
dialaminya.
Sarafino (1994) mendenifisikan stress adalh kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara
individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari

12
situasi yang bersumber pada biologis, psikologis dan social dari seseorang. Stress adalah tekanan
internal maupun eksteernal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an internal and
eksternal pressure and other troublesome condition in life).
Menurut Richard (2010) stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai
sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada
level fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Peritiwa yang memunculkan stress dapat saja
positif (misalkan merencakan perkawinan) atau negative (misalkan kematian keluarga). Sesuatu
didenifisikan sebagai peristiwa yang menekan atau tidak bergantung pada respon yang diberikan
oleh individu terhadapnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stress adalah suatu peristiwa atau
pengalaman yang negative sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan
individu yang berasal dari situasi yang bersumber pada system biologis, psikologis dan social
dari seseorang.

2.4.1 Aspek-Aspek Stress


Pada saat seseorang mengalami stress ada dua aspek utama dari dampak yang
ditimbulkan akibat stress terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis (saraino, 1998)
yaitu:
a. Aspek fisik
Berdampak pada menurunnya kondisi seseorang pada saat stress sehingga orang
tersenut mengalami sakit pada organ tubuhnya, sepeti sakit kepala, gangguan
pencernaan.
b. Aspek psikologi
Terdiri dari kognisi, gejala emosi, dan gejala tingkah laku. Masing-masing gejala
tersebut mempengaruhi kondisi psikologis seseorang dan membuat kondisi
psikologis menjadi negative seperti menurunnya daya ingat, merasa sedih dan
menunda pekerjaan. Hal ini dipengaruhi oleh berat atu ringannya stress. Berat
atau ringannya stress yang dialami seseorang dapat dilihat dari dalam dan luar diri
mereka yang menjalani kegiatan akademik di kampus.

13
Berdasarkan teori yang diuraikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-
aspek stress terdiri dari fisik dan psikologi, aspek tersebut dapat dijadikan indicator.

2.4.2 Faktor Stress


Setiap teori yang bebeda memiliki konsepsi atau sudut pandang yang bebeda dalam
melihat penyebab dari berbagai gangguan fisik yang berkaitan dengan stress. Beberpa
penjelasan sudut pandang:
a. Sudut pandang psikodinamik
Sudut pandang psikodinamik mendasarkan diri mereka pada asumsi bahwa gangguan
tersebut muncul sebagai akibat dari emosi yang direpres. Hal-hal yang direpres akan
menentukan organ tubuh mana yang terkena penyakit. Sebagai contoh, apabila
seseorang merepsres kemarahan, maka nerdasarkan pandangan ini kondisi tersebut
dapat memunculkan essensial hypertension.
b. Sudut pandang biologis
Salah satu sudut pandang biologis adalah somatic weakness model. Model ini
memiliki asumsi bahwa hubungan anara stress dan gangguan psikologis terkait
dengan lemahnya organ tubuh indivisu. Daktor biologis seperti mmisalnya genetic
ataupun penyakit yang sebelumnya pernah diderita membuat suatu organ tertentu
menjadi lebih lemah daripada organ lainnya, hingga akhirnya rentan dan mudah
mengalami kerusakan ketika individu tersebut dalam kondisi tertekan dan tidak fit.
c. Sudut pandang kognitif dan perilaku
Sudut pandang ini menekankan pada bagaimana individu mempersepsi dan bereaksi
terhadap ancaman dari luar. Seluruh presepsi individu dapat menstimulasi aktifitas
system simpatetik dan pengeluaran hormone stress. Munculnya emosi yang negative
seperti perasaan cemas, kecewa dan sebagainya dapat membuat system ini tidak
berjalan dengan lancar dan pada suatu titik tertentu akhirnya memunculkan penyakit.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa seseorang mengatasai kemarahannya
ternyata berhubungan dengan penyakit tekanan darah tinggi (Fausiah dan Widury,
2005).

14
2.4.3 Tahapan Stress
Martaniah dkk, 1991 (dalam Rumiani, 2006) menyebutkan bahwa strea terjadi
dalam tahapan:
a. Tahap 1: stress pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih bersemangat,
penglihatan lebih tajam, peningkatan energy, rasa puas dan senang, muncul rasa
gugup tapi mudah siatasi.
b. Tahap 2: menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan pencernaan.
c. Tahap 3: menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan terasa lesu dan lemas.
d. Tahap 4 dan 5: pada tahap ini seseorang akan tidak mampu menanggapi situasi dan
konsentrasi menurun dan mengalami insomnia.
e. Tahap 6: gejala yang muncul detak jantung meningkat, gemetar sehingga dapat pula
mengakibatkan pingsan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan tahapan stress menjadi 6 tahapan yang
tingkatan gejalanya berbeda-beda disetiap tahapan.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pengertian persepsi Robbins, (2007:175) memberikan pengertian persepsi atau perception
adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpresentasikan kesan-kesan sensoris
mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Persepsi ialah proses kognitif (di dalam
pikiran) seseorang untuk memberi arti terhadap stimulus dari lingkungan yang dapat ditangkap
melalui indranya (sensation).
Berbicara masalah sikap, sebenarnya hal ini sudah merupakan sesuatu yang sangat popular
dan penting, terutama dalam rangka pembahasan psikologi social. Para ahli mengakui bahwa
setiap sikap dapat terbentuk karena adanya pengaruh dan peranan pembawaan dan lingkungan,
yang keduanya mempunyai fungsi yang sama, dalam arti bahwa sikap tidak dibawa sejak
manusia lahir.
Menurut Wexley dan Yukl (dalam As’ad, 2002) yang disebut kepuasan kerja ialah perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai “the
way an employee feels about his or her job” artinya bahwa kepuasan adalah cara pegawai
merasakan dirinya atau pekerjaannya, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
yang menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi
dirinya.
Ada beberapa istilah psikologi popular yang sering dikaburkan sebagai “stress”. Pada
hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah kondisi seseorang yang mengalami tuntutan
emosi berlebihan dan waktu yang membuatnya sulit memfungsikan secara efektif semua wilayah
kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak gejala seperti depresi,
kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi, dan kualitas kerja yang rendah (Richard,
2010).

3.2 SARAN
Dalam keikutsertaan kita di organisasi sebaiknya kita mengenal satu sama lain, agar
tercipta keharmonisan dalam organisasi tersebut serta saling memberikan motivasi dan support
antar sesama anggota organisasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Tahir, Arifin. 2014. Buku Ajar Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Deepublish.


Robbins, Stephen P, Timothy A. Judge. 2009. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba
Empat.
Umam, Khaerul. 2010. Perilaku Organisassi. Bandung: Pustaka Setia
Wina Martiana. 2011. “Perilaku Individu Dalam Organisasi”.
www.winamartiana.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 25 September
2017. 19:10 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai