KELOMPOK II
Novryanto 17 1000 5530 108
Welgi Dewangga 17 1000 5530 027
Yulianti 17 1000 5530 104
Dina Damaris 17 1000 5530 051
Dini Aldesry Rahmadhani 17 1000 5530 004
Indah Valentina 17 1000 5530 008
Ayatullah Van Danny 13 1000 5530 047
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Tim penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
karyawan itu sendiri. Berdasarkan permasalahan ini penulis tertarik untuk membahas memahami
perilaku organisasi konsep presepsi, sikap, kepuasan kerja, dan stress.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.3.1 Konsep presepsi
1.3.2 Konsep sikap
1.3.3 Kepuasan kerja
1.3.4 Konsep tentang stress
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
4
hanya dari salah satu sifat yang sebenarnya dari orang yang di wawancarai
tersebut.
3. Projection merupakan kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain atas
dasar perasaan dan sifatnya. Oleh karenanya, projection berfungsi sebagai suatu
mekanisme pertahanan dari konsep diri seorang sehingga lebih mampu
menghadapi yang di lihatnya tidak wajar.
5
Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecendrungan terhadap aspek
lingkungannya (Milton 1981). Sikap seseorang tercermin dari kecendrungan perilakunya dalam
menghadapi suatu situasi lingkungan yang berhubungan dengannya.
Sigit (2003:88), menyatakan bahwa sikap adalah tanggapan (response) yang mengandung
komponen-komponen kognitif (pengetahuan) dan afektif (sejauh mana penilainnya terhadap
obyek) dan konatif (kecendrungan untuk berbuat), yang dilakukan seseorang terhadap suatu
obyek atau stimulus dari lingkungannya.
Robbins (2007:92) mengemukakan pengertian sikap adalah pernyataan evaluative baik
yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap obyek, individu atau peristiwa. Hal
ini mencerminkan bagaiamana perasaan seseorang tentang sesuatu.
Senanda dengan itu, Ndraha (2003:33) mengemukakan pengertian sikap adalah
kecendrungan jiwa terhadap sesuatu. Ia menunjukkan arah, potensi, dan dorongan menuju
sesuatu. Ada perbedaan antara sikap dan nilai, meskipum kedua-duanya belief dan cognative,
pertama sikap adalah keyakinan (belief)mengenai sesuatu obyek yang khusus mengenai orang
atau situasi, sedangkan kedua nilai adalah bersifat umum. Nilai adalah keyakinan yang melekat
pada diri orang, terlepas bagaiman orang lain, sedangkan sikap adalah tanggapan terhadap pihak
lain. Ada lima karakteristik sikap:
1. Ada objek. Dikatakan ada objek, karena ada sesuatu yang disikapi. Tidak ada tanpa
obyek.
2. Mengarah. Dikatakan mengarah karena setiap obyek ada arahnya. Jadi sikap mengarah
kepada obyek yang disikapi.
3. Berintensitas atau sederajat. Dikatakan berintensitas atau sederajat karena dalam sikap
dinyatakan sejauh mana atau seberapa tinggi rendah sikapnya.
4. Berstruktur. Dikatakan berstruktur karena dalam sikap itu ada komponen-komponen
yang secara intern terbentuk dengan sendirinya, yaitu komponen kognitif, afektif yang
saling menjalin.
5. Dipelajari. Dikatakan deipelajari karena sikap manusia dapat dipelajari.
6
hatinya): ia merasa puas sebagai penyanyi; ia merasa puas melihat pekerjaan murid-muridnya;
baru puas hatinya, kalau dapat mencelakakan saingannya; (2) lebih dari cukup; jemu; puas
merasakan hinaan dan nistaan; puas bertanya-tanya, tiada seorang pun yang tahu.
Menurut Wexley dan Yukl (dalam As’ad, 2002) yang disebut kepuasan kerja ialah perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai “the
way an employee feels about his or her job” artinya bahwa kepuasan adalah cara pegawai
merasakan dirinya atau pekerjaannya, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
yang menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi
dirinya.
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sesuatu rasa yang dirasakan oleh pekerja
atau pegawai dalam melakukan respon terhadap pekerjaannya.
7
2. Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang yang
menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju puas pada
teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang
diinginkan seseorang. Semakin nedar perbedaan, semakin rendah kepuasan
orang.
3. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga
apabila kepuasannya diperoleh melebihi apa yang diinginkan , maka orang
akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat disparancy, tetapi merupakan
disparancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih
antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.
4. Teori Keadilan (Equity theory)
Teori ini mengungkapkan bahwa orang yang akan merasa puas atau tidak
puas, tergantung pada ada atau tidaknya ada atau tidaknya keadilan dalam
suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama
dalam teori keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi
karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti pendidikan,
pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang
digunakan untuk melakukan pekerjaannya.
Asilnya adalah seseuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan
yang diperoleh dari pekerjaannya seperti upah/gaji, keunutngan sampingan,
symbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi
diri.
Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang di
perusahaan yang sama, atau ditempat lain atau biasa pula dengan dirinya
dimasa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio
input hasil orang lain. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi
8
menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi
bila berbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
5. Teori Motivator-Hygiene (M-H)
Salah satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah teori
motivator-hygiene (M-H) yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Teori
H-M sebenarnya berujung pada kepuasan kerja. Namun, penelitian
menunjukan hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan turnover SDM
serta kepuasam kerja dan komitmen SDM.
Pada intinya, teori M-H justru kurang sependapat dengan pemberian balas
jasa yang tinggi, seperti strategi golden handcuff karena balas jasa yang
tingginya mampu menghilangkan ketidakpuasan kerja dan tidak mampu
mendatangkan kepuasan kerja (balas jasa hanyalah faktor hygiene, bukan
motivator). Untuk mendatangkan kepuasan kerja, Herzberg menyarankan agar
perusahaan melakukan job enrichment, yaitu upaya menciptakan pekerjaan
dengan tantangan, tanggung jawab, dan otonomi yang lebih besar. Dalam
dunia kerja kepuasan itu salah satunya bisa mengacu kepada kompensasi yang
diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau imbalan dan fasilitas kerja
lainnya seperti, rumah dinas dan kendaraan kerja.
Konteks “puas” dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu individu akan merasa
puas apabila mengalami hal-hal:
1. Apabila hasil atau imbalan yang didapat individu tersebut lebih dari yang
diharapkan. Masing-masing individu memiliki target pribadi, apabila
mereka termotivasi untuk mendapatkan target tersebut, mereka akan
bekerja keras. Pencapaian hasil dari kerja keras tersebut akan membuat
individu merasa puas.
2. Apabila hasil yang dicapai lebih besar daripada standar uang ditetapkan.
Apabila individu memperoleh hasil yang lebih besar dari standar yang
ditetapkan oleh perusahaan, maka individu tersebut memiliki produktivitas
yang tinggi dan layak mendapatkan penghargaan dari perusahaan.
9
3. Apabila yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan yang
diminta dan ditambah dengan ekstra yang menyenangkan, konsisten untuk
setiap saat serta dapat ditingkatkan setiap waktu.
Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori
yang dikemukakan Edward Lawler yang dikenal dengan Equity Model Theory
atau teori kesetaraan. Intinya teori menjelaskan kepuasan dan ketidakpuasan
dengan pembayaran, perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah
yang dipresepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama terjadinya
ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada tiga tingkatan pembayaran, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan.
b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin tidak
mau pindah kerja ketempat lain.
c. Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yang
diharapkan.
Sementara itu sesuai dengan teori keinginan relative atau Relative
Deprivation Theory (Veithzal Rivai, 2004:477), ada enam keputusan penting
menyangkut kepuasan dengan pembayaran, menurut teori ini adalah:
a. Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan.
b. Perbedaan antara pengeluaran dengan penerimaan.
c. Ekspetasi yang rendah terhadap masa depan.
d. Ekspetasi yang rendah terhadap masa depan.
e. Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diinginkan.
Perasaan secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang
buruk apakah kepuasan kerja para pegawai dapat ditingkatkan atau tidak,
tergantung dari apakah kompensasi yang diberikan kepadanya telah
memenuhi harapan dan keinginannya atau belum. Jika kinerja yang lebih baim
dapat meningkatkan imbalan bagi karyawan secara adil dan seimbang, maka
kepuasan kerja akan meningkat. Dalam kasus lain, kepuasan kerja karyawan
merupakan umpan balik yang mempengaruhi self-image dan motivasi untuk
meningkatkan kinerja.
10
2.3.2 Penyebab Kepuasan Kerja
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki:
225) yaitu sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan (need fillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Perbedaan (dicrepanties)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Penentuan harapan
mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh
individu dari perkerjaaanya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang
akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas
harapan.
3. Pencapaian nilai (value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai
kerja individual yang penting.
4. Keadilan (equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat
kerja.
5. Komponen genetic (genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi dan faktor genetic. Hal ini menyiratkan
perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja
disamping karakteristik lingkungan pekerjaan. Selain penyebab kepuasan kerja, ada
juga faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan
hubungan kerja (atasan dan rekan kerja).
6. Gaji/ upah
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan
terlalu kercil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji
dipersepsikan adil nerdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaa, tingkat keterampilan
individu dan standar gaji yang berlaku untuk keompok pekerjaan tertentu maka aka
nada kepuasan kerja.
11
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tetapi, jika
gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerjaan tidak lagi tidak puas,
artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan
mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan
disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
7. Kondisi kerja yang menunjang
Berkerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan akan
menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat
kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik
terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja.
8. Hubungan kerja
Hubungan dengan kerja. Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaanya
memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya
(barang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya
pekerja konveksi, hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak
yang berbentuk fungsional.
12
situasi yang bersumber pada biologis, psikologis dan social dari seseorang. Stress adalah tekanan
internal maupun eksteernal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an internal and
eksternal pressure and other troublesome condition in life).
Menurut Richard (2010) stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai
sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada
level fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Peritiwa yang memunculkan stress dapat saja
positif (misalkan merencakan perkawinan) atau negative (misalkan kematian keluarga). Sesuatu
didenifisikan sebagai peristiwa yang menekan atau tidak bergantung pada respon yang diberikan
oleh individu terhadapnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stress adalah suatu peristiwa atau
pengalaman yang negative sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan
individu yang berasal dari situasi yang bersumber pada system biologis, psikologis dan social
dari seseorang.
13
Berdasarkan teori yang diuraikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-
aspek stress terdiri dari fisik dan psikologi, aspek tersebut dapat dijadikan indicator.
14
2.4.3 Tahapan Stress
Martaniah dkk, 1991 (dalam Rumiani, 2006) menyebutkan bahwa strea terjadi
dalam tahapan:
a. Tahap 1: stress pada tahap ini justru dapat membuat seseorang lebih bersemangat,
penglihatan lebih tajam, peningkatan energy, rasa puas dan senang, muncul rasa
gugup tapi mudah siatasi.
b. Tahap 2: menunjukkan keletihan, otot tegang, gangguan pencernaan.
c. Tahap 3: menunjukkan gejala seperti tegang, sulit tidur, badan terasa lesu dan lemas.
d. Tahap 4 dan 5: pada tahap ini seseorang akan tidak mampu menanggapi situasi dan
konsentrasi menurun dan mengalami insomnia.
e. Tahap 6: gejala yang muncul detak jantung meningkat, gemetar sehingga dapat pula
mengakibatkan pingsan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan tahapan stress menjadi 6 tahapan yang
tingkatan gejalanya berbeda-beda disetiap tahapan.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pengertian persepsi Robbins, (2007:175) memberikan pengertian persepsi atau perception
adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpresentasikan kesan-kesan sensoris
mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Persepsi ialah proses kognitif (di dalam
pikiran) seseorang untuk memberi arti terhadap stimulus dari lingkungan yang dapat ditangkap
melalui indranya (sensation).
Berbicara masalah sikap, sebenarnya hal ini sudah merupakan sesuatu yang sangat popular
dan penting, terutama dalam rangka pembahasan psikologi social. Para ahli mengakui bahwa
setiap sikap dapat terbentuk karena adanya pengaruh dan peranan pembawaan dan lingkungan,
yang keduanya mempunyai fungsi yang sama, dalam arti bahwa sikap tidak dibawa sejak
manusia lahir.
Menurut Wexley dan Yukl (dalam As’ad, 2002) yang disebut kepuasan kerja ialah perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai “the
way an employee feels about his or her job” artinya bahwa kepuasan adalah cara pegawai
merasakan dirinya atau pekerjaannya, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
yang menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi
dirinya.
Ada beberapa istilah psikologi popular yang sering dikaburkan sebagai “stress”. Pada
hakikatnya, tentunya kata ini merujuk pada sebuah kondisi seseorang yang mengalami tuntutan
emosi berlebihan dan waktu yang membuatnya sulit memfungsikan secara efektif semua wilayah
kehidupan. Keadaan ini dapat mengakibatkan munculnya cukup banyak gejala seperti depresi,
kelelahan kronis, mudah marah, gelisah, impotensi, dan kualitas kerja yang rendah (Richard,
2010).
3.2 SARAN
Dalam keikutsertaan kita di organisasi sebaiknya kita mengenal satu sama lain, agar
tercipta keharmonisan dalam organisasi tersebut serta saling memberikan motivasi dan support
antar sesama anggota organisasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
17