Anda di halaman 1dari 24

PENGERTIAN SIKAP, DIMENSI SIKAP, SIKAP KERJA DAN

KEPUASAN KERJA
Dosen : Ibu Hani Arie Rachmanie, S.Pd, M.Pd
NIDN : 0401018013

Disusun Oleh :
Kelompok 3 Materi Ke - 5
1. Fadhel Mochammad Al Amin (12212210002)
2. Sinta Nur Wahidah (12212210003)
3. Feni Ajeng Lestari (12212210012)
4. Nurul Zahroh (12212210018)
5. Milna Jingga Sari (12222310002)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU ADMINISTRASI NIAGA


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK BEKASI
TAHUN AKADEMIK 2024-2025
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan ramhat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Prilaku Organisasi , dengan judul “Pengertian
Sikap, Dimensi Sikap, Sikap Kerja dan Kepuasan Kerja”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dan pendidikan.

Bogor, 2024

Penyususun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan,
organisasi perlu memantau para perkerjanya terhadap sikap dan hubungannya dengan
perilaku.Sikap (attitude) adalah pernyataan-pernyataan evaluatif, baik menyenangkan
atau tidak menyenangkan mengenaik objek, orang, atau peristiwa (Robbins & Judge,
2015). Untuk membangun sebuah organisasi menjadi organisasi yang maju dan besar
maka diperlukan sikap-sikap yang positif dari anggotanya. Sikap yang positif akan
menambah kualitas kerja angggota sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik.
Sikap kerja yang baik di dalam suatu perusahaan sangat dibutuhkan agar dapat
menjadi budaya yang baik dan berguna untuk perkembangan sebuah perusahaan di
masa yang akan datang. Guna menciptakan budaya kerja dan budaya perusahaan yang
baik, maka diperlukan banyak usaha untuk mencapainya. membudayakan sikap kerja
atau work attitude yang baik di lapangan kerja, merupakan salah satu cara yang untuk
menerapkan perbaikan-perbaikan. sikap kerja menjadi sebuah budaya yang baik demi
tercapainya keteraturan dan kedisiplinan di dalam perusahaan, sehingga menimbulkan
suasana yang aman dan nyaman dalam bekerja.
Sikap adalah bentuk ungkapan perasaan seseorang terhadap pekerjaan, baik
ungkapan bernada positif maupun negatif. Ungkapan seperti ini dalam bidang studi
perilaku organisasi sering disebut sebagai sikap karyawan terhadap sebuah pekerjaan.
Dalam kehidupan organisasi, sikap karyawan tidak hanya ditujukan kepada pekerjaan
tetapi juga pada obyek- obyek yang lain seperti gaji yang diterima, teman kerja, atasan
langsung, pimpinan perusahaan dan bahkan terhadap organisasi secara keseluruhan.
Ada empat alasan mengapa seorang manajer perlu memahami sikap karyawan.
Pertama, pada situasi tertentu sikap seseorang berpengaruh terhadap perilaku individu
orang tersebut. Kedua, dalam konteks pekerjaan, membangun sikap kerja positif
sangat berguna bagi alasan kemanusiaan terlepas bahwa sikap tersebut akan
meningkatkan produktivitas seseorang atau tidak. Ketiga, banyak organisasi yang
dengan sengaja mendesain program untuk menciptakan sikap positif, seperti
membangun citra (image) katakanlah melalui berbagai bentuk iklan agar konsumen
memiliki sikap positif terhadap perusahaan. Keempat, sikap seseorang memainkan
peran penting dalam studi perilaku organisasi khususnya teori motivasi.
Di dalam Sikap juga ada namanya dimensi sikap mencakup sejarah dan
evolusi konsep ini dalam psikologi sosial. Konsep dimensi sikap pertama kali
diusulkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1935, yang mengidentifikasi tiga dimensi sikap
dasar: afektif (emosional), kognitif (pemikiran), dan perilaku (tindakan). Sejak saat
itu, penelitian lebih lanjut telah dilakukan untuk memperluas pemahaman tentang
dimensi sikap, termasuk pengembangan model-model yang lebih kompleks dan
identifikasi dimensi-dimensi tambahan seperti kepuasan, kepercayaan, relevansi, dan
kepastian. Pemahaman yang lebih dalam tentang dimensi sikap memainkan peran
penting dalam menganalisis perilaku manusia, interaksi sosial, dan pembentukan opini
publik.
Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya.
Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negative
yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapanngan kerja mereka. Istilah
sikap sering digunakan untuk mendeskripsikan orang dan menjelaskan perilaku
mereka. Lebih tepatnya, sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan yang
menetap untuk merasa dan bertindak dengan cara tertentu pada beberapa objek.
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari
tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda beda
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak
aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi
tingkat kepuasan yang dirasakan.

2.1 Rumusan Masalah


Masalah-masalah yang akan dipecahkan dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari Sikap?
2. Apa saja komponen-komponen dari Sikap?
3. Apa saja fungsi dari Sikap?
4. Bagaimana faktor pembentuk Sikap ?
5. Bagaimana cara merubah Sikap ?
6. Apa saja aspek-aspek dari Sikap ?
7. Apa pengertian dari Dimensi Sikap ?
8. Apa saja macam – macam Dimensi Sikap ?
9. Apa saja karakteristik Dimensi Sikap ?
10. Apa pengertian dari Sikap Kerja ?
11. Apa saja faktor – faktor dari Sikap Kerja ?
12. Apa saja macam – macam dari Sikap Kerja ?
13. Apa saja indikator – indikator dari Sikap Kerja ?
14. Apa saja contoh dari siksp kerja ?
15. Apa pengertian Kepuasan Kerja ?
16. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi Kepuasan Kerja ?
17. Apa saja aspek – aspek dari Kepuasan Kerja ?
18. Bagaimana ciri – ciri orang yang memiliki kepuasan kerja tinggi ?
19. Apa hubungan antara sikap dan kepuasan kerja ?

3.1 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah bagi penulis yaitu untuk memenuhi tugas mata
kuliah Perilaku Organisasi dan menambah wawasan serta dapat memahami tentang
Perilaku Organisasi terutama materi Pengertian Sikap dan Dimensi Sikap, sebagai
berikut:
1. Dapat mengetahui arti dari Sikap.
2. Dapat mengetahui komponen-komponen dari Sikap.
3. Dapat mengetahui fungsi dari Sikap.
4. Dapat mengetahui faktor pembentuk Sikap.
5. Dapat mengetahui cara merubah Sikap.
6. Dapat mengetahui aspek-aspek dari sikap.
7. Dapat mengetahui arti dari Dimensi Sikap.
8. Dapat mengetahui macam – macam Dimensi Sikap.
9. Dapat mengetahui karakteristik dari Dimensi Sikap.
10. Dapat mengetahui arti dari Sikap Kerja.
11. Dapat mengetahui faktor dari Sikap Kerja.
12. Dapat mengetahui macam – macam Sikap Kerja.
13. Dapat mengetahui indikator dari Sikap Kerja.
14. Dapat mengetahui contoh dari sikap kerja.
15. Dapat mengetahui arti dari Kepuasan Kerja.
16. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja.
17. Dapat mengetahui aspek – aspek Kepuasan Kerja
18. Dapat mengetahui ciri orang yang memiliki kepuasan kerja tinggi.
19. Dapat mengetahui hubungan antara sikap dan kepuasan kerja.
BAB II

PEMBAHASAN

A. SIKAP

1.1 Pengertian Sikap


Seorang individu sangat erat hubunganya dengan sikapnya masing-masing
sebagai ciri pribadinya. Sikap pada umumnya sering diartikan sebagai suatu tindakan
yang dilakukan individu untuk memberikan tanggapan pada suatu hal. Pengertian
sikap dijelaskan oleh Saifudin Azwar (2010: 3) sikap diartikan sebagai suatu reaksi
atau respon yang muncul dari sseorang individu terhadap objek yang kemudian
memunculkan perilaku individu terhadap objek tersebut dengan cara-cara tertentu.
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah
kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri
Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf
dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik
atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan
dengannya”.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu
pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri
dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial
yang telah terkondisikan.
Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan
yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap
senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap
diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-
lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi
berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat
dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi
atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan
untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

2.1 Komponen – Komponen Sikap


Dalam organisasi, sikap adalah komponen penting untuk perilaku. Secara
umum, dalam berbagai referensi, sikap dibagi menjadi 3 komponen yakni: kognitif,
afektif dan kecenderungan tindakan (Gitosudarmo & Sudita, 1997; Robbins & Judge,
2015).
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif merupakan opini atau segmen kepercayaan dari suatu
sikap atau komponen persepsi, keyakinan dan pendapat seseorang. Komponen ini
berkaitan dengan dengan proses berpikir yang menekankan pada rasionalitas dan
logika.
b. Komponen Afektif
Komponen afektif merupakan segmen perasaan atau emosional dari suatu
sikap seseorang. Komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan (emosi)
individu terhadap obeyk atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilainnya.
c. Komponen Perilaku / Konatif
Komponen perilaku merupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak
dengan cara-cara tertentu terhadap lingkungannya. Dari sikap menjelaskan
maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu,
atau bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan
sesuai dengan keyakinan dan keinginannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komponen sikap mencakup tiga aspek yaitu,
komponen kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif berupa pemahaman,
pengetahuan, pandangan dan keyakinan seseorang terhadap objek sikap. Komponen
afektif yaitu perasaan senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Komponen
konatif yaitu kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang menunjukan
intensitas sikap yaitu besar kecilnya intensitas bertindak atau berperilaku seseorang
terhadap objek sikap.

3.1 Fungsi Sikap


Menurut (Luthans, 2005) pemahaman fungsi sikap dan bagaimana sikap
diubah, adalah penting dalam studi perilaku organisasi. Fungsi-fungsi sikap
diantaranya yaitu:
a. Fungsi Penyesuaian
Sikap sering membantu orang menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja
mereka. Contoh saat karyawan diperlakukan dengan baik, mereka cenderung
mengembangkan sikap positif terhadap manajer dan organisasi
b. Fungsi Pertahanan Ego
Selain membantu karyawan menyesuaikan diri, sikap juga membantu mereka
mempertahankan citra diri. Misalnya manajer lebih tua yang keputusannya terus
ditentang manajer bawahan yang lebih muda mungkin merasa bahwa anak muda
tidak sopan, sombong, belum dewasa, dan tidak berpengalaman. Sebenarnya,
bawahan yang lebih muda mungkin benar ketika menentang keputusan tersebut.
Sebaliknya, manajer yang lebih tua tidak mengakui hal tersebut, tetapi mencoba
melindungi egonya dengan menempatkan kesalahan pada pihak lain. Akibatnya,
manajer yang lebih tua akan punya sikap yang negatif terhadap manajer yang
lebih muda.jadi, sikap berfungsi membenarkan tindakan dan memertahankan ego.
c. Fungsi Mengekspresikan Nilai
Sikap yang memberikan dasar pengekspresian nilai. Misalnya, manajer yang
sangat meyakini etika kerja akan cenderung mengomentari sikap individu tertentu
atau praktik kerja tertentu sebagai alat untuk merefleksikan nilai.
d. Fungsi Pengetahuan
Sikap membantu menyediakan standard dan kerangka referensi
memungkinkan orang untuk mengelola dan menjelaskan dunia di sekitar mereka.
Misalnya, organisator serikat mungkin memiliki sikap negatif terhadap
manajemen. Sikap ini bisa saja berdasarkan fakta, tetapi membantu orang untuk
berhubungan dengan manajemen. Akibatnya, apapun yang dilakukan manajer
diaanggapi organisator serikat sebagai tidak lebih dari sekumpulan bualan,
distorsi kebenaran, atau usaha untuk memanipulasi pekerja.

4.1 Faktor Pembentuk Sikap


Sikap manusia tidak terbentuk sejak manusia dilahirkan. Sikap manusia
terbentuk melalui proses sosial yang terjadi selama hidupnya, dimana individu
mendapatkan informasi dan pengalaman. Proses tersebut dapat berlangsung di dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Saat terjadi proses sosial terjadi
hubungan timbal balik antara individu dan sekitarnya.
Adanya interaksi dan hubungan tersebut kemudian membentuk pola sikap
individu dengan sekitarnya. Saifudin Azwar (2010: 31-38) menguraikan faktor
pembentuk sikap yaitu: pengalaman yang kuat, pengaruh orang lain yang dianggap
penting, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama,
pengaruh faktor emosional. Sarlito dan Eko (2009: 152-154) juga menjelaskan
mengenai pembentukan sikap. Yaitu:
1) pengondisian klasik, proses pembentukan ini terjadi ketika suatu stimulus atau
rangsangan selalu diikuti oleh stimulus yang lain, sehingga rangsangan yang
pertama akan menjadi isyarat bagi rangsangan yang kedua.
2) pengondisian instrumental, yaitu apabila proses belajar yang dilakukan
menghasilkan sesuatu yang menyenangkan maka perilaku tersebut akan diulang
kembali, namun sebaliknya apabila perilaku mendatangkan hasil yang buruk maka
perilaku tersebut akan dihindari.
3) belajar melalui pengamatan atau observasi. Proses belajar ini berlangsung dengan
cara mengamati orang lain, kemudian dilakukan kegiatan serupa.
4) perbandingan sosial, yaitu membandingkan orang lain untuk mengecek pandangan
kita terhadap suatu hal tersebut benar atau salah.
Pembentukan sikap seorang individu juga dipengaruhi oleh adanya interaksi
dengan sekitarnya melalui proses yang kompleks. Gerungan (2004: 166-173)
menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seorang individu
yang berasal dari faktor internal dan eksternal.
Faktor internal pembentuk sikap adalah pemilihan terhadap objek yang akan
disikapi oleh individu, tidak semua objek yang ada disekitarnya itu disikapi. Objek
yang disikapi secara mendalam adalah objek yang sudah melekat dalam diri individu.
Individu sebelumnya sudah mendapatkan informasi dan pengalaman mengenai objek,
atau objek tersebut merupakan sesuatu yang dibutuhkan, diinginkan atau disenangi
oleh individu kemudian hal tersebut dapat menentukan sikap yang muncul, positif
maupun negatif.
Faktor eksternal mencakup dua pokok yang membentuk sikapmanusia, yaitu:
1) Interaksi kelompok, pada saat individu berada dalam suatu kelompok pasti akan
terjadi interaksi. Masing-masing individu dalam kelompok tersebut mempunyai
karakteristik perilaku. Berbagai perbedaan tersebut kemudian memberikan informasi,
atau keteladanan yang diikuti sehingga membentuk sikap.
2) Komunikasi, melalui komunikasi akan memberikan informasi. Informasi dapat
memeberikan sugesti, motivasi dan kepercayaan. Informasi yang cenderung diarahkan
negatif akan membentuk sikap yang negatif, sedangkan informasi yang memotivasi
dan menyenangkan akan menimbulkan perubahan atau pembentukan sikap positif.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa pengalaman pribadi
dan keadaan emosional. Pengalaman terhadap suatu objek yang memberikan kesan
menyenangkan atau baik akan membentuk sikap yang positif, pengalaman yang
kurang menyenangkan akan membentuk sikap negatif. Sedangkan faktor emosional,
lebih pada kondisi secara psikologis seorang individu, perasaan tertarik, senang, dan
perasaan membutuhkan akan membentuk sikap positif, sedangkan perasaan benci,
acuh, dan tidak percaya akan membentuk sikap negatif. Sedangkan faktor eksternal
pembentuk sikap, mencakup pengaruh komunikasi, interaksi kelompok, dan pengaruh
kebudayaan.

5.1 Cara Mengubah Sikap


Menurut (Luthans, 2005), sikap karyawan dapat diubah, dan kadang-kadang
ini merupakan perhatian utama yang ingin dilakukan manajemen. Kadang-kadang
perubahan sikap sulit dilakukan karena hambatan tertentu. Setelah hambatan tersebut
diketahui, beberapa cara dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut dan secara
efektif perubahan sikap juga dilakukan.
a. Hambatan untuk Mengubah Sikap
Terdapat dua hambatan dasar yang dapat mencegah orang mengubah sikap
mereka. Yang pertama disebut komitmen sebelumnya, yang terjadi saat orang
membuat komitmen pada tindakan tertentu dan tidak ingin berubah. Terdapat pula
dukungan teori dan penelitian tentang ekalasi komitmen, yakni kecenderungan
pembuat keputusan untuk mempertahankan tindakan yang salah. Hambatan kedua
adalah akibat informasi yang tidak memadai. Kadang-kadang orang tidak melihat
alasan untuk mengubah sikap. Pimpinan mereka mungkin tidak menyukai sikap
negatif rekan kerjanya, tetapi akhirnya senang dengan perilakunya sendiri.
b. Menyediakan Informasi Baru
Kadang-kadang informasi akan mengubah keyakinan seseorang, dan
selanjutnya mengubah sikapnya. Dalam studi klasik ditemukan bahwa informasi
terbaru dapat menghasilkan perubahan keyakinan, dan sikap setiap seseorang.
c. Penggunaan Rasa Takut
Beberapa peneliti menemukan bahwa ketakutan dapat menyebabkan beberapa
orang mengubah sikapnya. Akan tetapi, tingkat ketakutan sepertinya penting untuk
hasil akhir. Misalnya, jika tingkat ketakutan rendah, maka orang akan
mengabaikannya. Peringatan tidak cukup kuat untuk menarik perhatian. Jika
tingkat ketakutan menengah digunakan, maka orang sekitar sadar akan situasi dan
mengubah sikap mereka. Akan tetapi, jika tingkat ketakutan tinggi digunakan,
maka orang amenolak pesan karena terlalu menakutkan dan sulit dipercaya.
d. Memecahkan Masalah Ketidaksesuaian
Cara lain yang dapat mengubah sikap adalah dengan memecahkan masalah
ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku. Misalnya, penelitian menunjukkan
bahwa saat pelamar kerja memiliki lebih dari satu tawaran pekerjaan dan dipaksa
untuk memilih, mereka merasa bahwa pilihan terakhir mereka adalah kesalahan.
Akan tetapi, konflik ringan ini, atau disonansi, tidak berlangsung lama. Dengan
demikian, saat orang menerima pekerjaan baru dan mulai bekerja, mereka mulai
memiliki perasaan negatif terhadap perusahaan yang tidak terpilih dan perasaan
positif pada perusahaan yang terpilih. Akibatnya mungkin karyawan baru itu
menyimpulkan bahwa mereka benarbenar membuat pilihan yang benar.
e. Pengaruh Teman atau Rekan Kerja
Cara lain yang dapat menyebabkan perubahan sikap adalah melalui persuasi
dari teman atau rekan kerja. Penting untuk diingatkan bahwa jika masalahnya
adlaah ketertarikan seseorang pada orang lain, mereka mungkin menolak
penyesuaian ekstrem antara perilaku terbarunya dengan yang lain. Terdpat banyak
keuntungan yang dicapai jika dia terus melakukan apa yang telah ia lakukan. Itu
sebabnya mengapa perilaku tidak etis begitu sulit diberantas.

6.1 Aspek-aspek Sikap


Menurut Fishben & Ajzen (1975), terdapat dua aspek pokok dalam hubungan
antara sikap dengan perilaku, yaitu:
1). Aspek keyakinan terhadap perilaku.
Keyakinan terhadap perilaku merupakan keyakinan individu bahwa menampilkan
atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau
hasil-hasil tertentu. Aspek ini merupakan aspek pengetahuan individu tentang
objek sikap. Pengetahuan individu tentang objek sikap dapat pula berupa opini
individu tentang hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif
keyakinan individu akan akibat dari suatu objek sikap, maka akan semakin positif
pula sikap individu terhadap objek sikap tersebut, demikian pula sebaliknya.
2). Aspek evaluasi akan akibat perilaku.
Evaluasi akan akibat perilaku merupakan penilaian yang diberikan oleh individu
terhadap tiap akibat atau hasil yang dapat diperoleh apabila menampilkan atau
tidak menampilkan perilaku tertentu. Evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat
menguntungkan dapat juga merugikan, berharga atau tidak berharga,
menyenangkan atau tidak menyenangkan. Semakin positif evaluasi individu akan
akibat dari suatu objek sikap, maka akan semakin positif pula sikap terhadap objek
tersebut, demikian pula sebaliknya.

B. DIMENSI SIKAP

1.1 Pengertian Dimensi Sikap


Dimensi sikap adalah sekelompok karakteristik yang digunakan untuk
mengukur bagaimana seseorang atau sekelompok orang merespons suatu objek,
gagasan, atau entitas tertentu. Dimensi ini membantu dalam memahami cara individu
atau kelompok memandang atau merespons sesuatu. Contohnya, dalam konteks
psikologi sosial, dimensi sikap bisa mencakup faktor-faktor seperti kepuasan,
kepercayaan, atau keinginan untuk mengambil tindakan tertentu terhadap suatu topik
atau objek. Dengan mengidentifikasi dan memahami dimensi sikap, peneliti dapat
mengeksplorasi kompleksitas dan variasi dalam respons individu atau kelompok
terhadap berbagai masalah atau situasi.
Dimensi sikap mencakup sejarah dan evolusi konsep ini dalam psikologi
sosial. Konsep dimensi sikap pertama kali diusulkan oleh Kurt Lewin pada tahun
1935, yang mengidentifikasi tiga dimensi sikap dasar: afektif (emosional), kognitif
(pemikiran), dan perilaku (tindakan). Sejak saat itu, penelitian lebih lanjut telah
dilakukan untuk memperluas pemahaman tentang dimensi sikap, termasuk
pengembangan model-model yang lebih kompleks dan identifikasi dimensi-dimensi
tambahan seperti kepuasan, kepercayaan, relevansi, dan kepastian. Pemahaman yang
lebih dalam tentang dimensi sikap memainkan peran penting dalam menganalisis
perilaku manusia, interaksi sosial, dan pembentukan opini publik.

2.1 Macam – macam Dimensi Sikap


Sebagai makhluk sosial, setiap individu melakukan interaksi. Hal itu juga
berlaku bagi antarkelompok. Interaksi terjalin kemudian menghasilkan kesepakatan,
kerja sama, hingga persaingan maupun konflik.
Dalam hubungan antarkelompok terdapat berbagai dimensi, antaranya dimensi
sikap, sejarah, institusi, dan gerakan sosial. Untuk pemahaman lebih mendalam,
berikut penjelasan masing-masing dimenasi, yaitu:
1. Dimensi Sejarah
Dimensi sejarah ini diarahkan pada masalah tumbuh dan berkembangnya
hubungan antarkelompok. Hal ini berkaitan dengan timbulnya stratifikasi etnik,
stratifikasi jenis kelamin, dan stratifikasi usia.Dengan penjelasan sebagai berikut:
 Stratifikasi etnik terjadi apabila memenuhi tiga syarat yaitu,
etnosentrisme, persaingan dan perbedaan kekuasaan. Stratifikasi etnik
tidak terjadi apabila ketiga syarat tersebut terpenuhi. Contohnya kontak
antara kelompok kulit putih dan kelompok kulit hitam di afrika selatan
pada masa politik apartheid.
 Stratifikasi usia berkaitan dengan kekuasaan, hak istimewa dan prestise
yang dimiliki individu sejak mulai beranjak dewasa hingga menjelang
usia tua.
 Stratifikasi jenis kelamin terkait dengan industrialisasi, pembagian kerja
antara laki-laki dan perempuan belum terlihat jelas.
2. Dimensi Sikap
Dalam hubungan antarkelompok, dimensi sikap sering muncul dalam
prasangka dan stereotip. Prasangka dalam kaitannya dengan hubungan
antarkelompok merupakan sikap bermusuhan yang ditunjukkan pada satu
kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai ciri
yang tidak menyenangkan.
Contohnya seperti pandangan terhadap orang batak memiliki watak dan sikap
yang kasar.
3. Dimensi Institusi
Dimensi institusi dalam hubungan antarkelompok dapat berupa ilustrasi politik
dan ekonomi. Institusi dalam masyarakat dapat memperkuat pengendalian sosial,
sikap dan hubungan antarkelompok.
Institusi dapat pula berfungsi untuk menghilangkan pola hubungan
antarkelompok yang ada. Contohnya seorang petugas administrasi tidak perlu
mengenal dengan baik orang-orang dari instansi mana yang dihadapinya,
hubungan yang terjadi tidak lebih dari hubungan administrasi saja.
4. Dimensi Gerakan Sosial
Hubungan antarkelompok sering melibatkan gerakan sosial, baik yang
diprakarsai oleh pihak yang menginginkan perubahan maupun oleh mereka yang
ingin mempertahankan keadaan yang sudah ada. Misalnya gerakan perempuan
untuk menentang kekerasan dalam rumah tangga.

3.1 Karakteristik Dimensi Sikap


Karakteristik dimensi sikap menurut Sax 1980 yang dikutip oleh Azwar 2013
adalah : sikap memiliki arah artinya sikap terpilah pada dua kesetujuan yaitu setuju
atau tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung, memihak atau tidak memihak
terhadap sesuatu atau seseorang sebagai obyek.
Sikap memiliki intensitas artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap
sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang
sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif, tetapi intensitasnya berbeda. Contoh
orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju.
Sikap memiliki keluasaan maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan
terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat
spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada obyek
sikap.
Sikap memiliki konsistensi maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap
yang dikemukakan dengan responnya terhadap obyek sikap tersebut.
Sikap memiliki spontanitas yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan individu
untuk menyatakan sikap secara spontan. Sikap memiliki spontanitas yang tinggi
apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau
desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya.
Lima dimensi sikap yang disebutkan di atas merupakan komponen penting
dalam memahami sikap seseorang terhadap suatu objek, topik, atau situasi. Dimensi-
dimensi tersebut adalah:
1) Arab Merupakan kekuatan atau kelemahan sikap yang dirasakan seseorang
terhadap suatu objek. Misalnya, seberapa kuat atau lemahnya sikap seseorang
terhadap lingkungan.
2) Intensitas Merujuk pada seberapa kuat atau lemahnya perasaan atau evaluasi
yang terkait dengan suatu sikap. Contohnya, seberapa positif atau negatifnya
sikap seseorang terhadap kegiatan olahraga.
3) Keluasan Menggambarkan seberapa sering dan beragamnya situasi atau objek
yang memicu sikap yang sama dalam seseorang. Misalnya, seberapa
banyaknya hal yang bisa membuat seseorang merasa positif terhadap seni.
4) Konsistensi Menunjukkan sejauh mana sikap seseorang konsisten atau tidak
dalam berbagai situasi atau konteks yang berbeda. Contohnya, sejauh mana
seseorang yang mendukung perlindungan lingkungan juga mendukung
kebijakan perlindungan hewan.
5) Spontanitas Merujuk pada sejauh mana sikap seseorang timbul secara spontan
atau dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional tertentu. Contoh, sejauh mana
seseorang merasa positif terhadap kegiatan yang baru mereka coba.
Pemahaman terhadap dimensi-dimensi ini membantu kita memahami
kompleksitas dan dinamika sikap manusia terhadap berbagai hal dalam
kehidupan sehari-hari.

C. SIKAP KERJA

1.1 Pengertian Sikap Kerja


Sikap kerja adalah respon atau pernyataan baik yang menyenangkan maupun
yang tidak menyenangkan dalam melakukan pekerjaan atau pengorbanan jasa,
jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa, yang dapat
diukur dengan keyakinan bahwa kinerja baik berasal dari bekerja keras, perasaan, dan
perilaku untuk mencapai tujuan. Robbins (2011) menjelaskan bahwa sikap kerja berisi
evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek
lingkungan kerja mereka. Karyawan yang memiliki evaluasi positif terhadap segala
sesuatu dilingkungan kerja cenderung memiliki kepuasan terhadap pekerjaan yang
tinggi dan sebaliknya karyawan yang memiliki evaluasi negatif terhadap segala
sesuatu di lingkungan kerja maka cenderung akan merasa kurang puas setelah bekerja
dan adanya perasaan sedikit membosankan. Sikap kerja sebagai tindakan yang akan
diambil karyawan dan kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan tanggung
jawab yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan. Sikap kerja dapat
dijadikan indikator dalam sebuah pekerjaan dapat berjalan lancar atau tidak, masalah
antar karyawan ataupun atasan dapat mengakibatkan terabaikannya sikap kerja.
Kenneth (2011:129) menjelaskan bahwa sikap kerja merupakan sikap seseorang
terhadap pekerjaannya yang mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap
pengalaman masa depan.
Menurut Azwar (2011), suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif,
afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap suatu objek. Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins dan
Judge (2011) sebagai pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan
bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Sikap kerja mempunyai sisi mental
yang mempengaruhi individu dalam memberikan reaksi terhadap stimulus. Ada yang
merespon secara positif dan ada yang merespon secara negatif. Karyawan yang
memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang
positif meliputi:
1) Kemauan untuk bekerja sama.
Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan
perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang
secara individual,
2) Asa memiliki.
Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat
karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap
perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya
tujuan perusahaan.
3) Hubungan antar pribadi.
Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan tinggi mereka akan
mempunyai sikap fleksibel kea rah tete hubungan antara pribadi. Hubungan antara
pribadi ini meliputi: hubungan social diantara karyawan. Hubungan yang harmonis
antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.
4) Suka terhadap pekerjaan.
Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari
dating untu bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan
pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya bisa
dilihat dari: kesanggupan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak kpernah
menuntut apa yang diterimanya di luar gaji pokok.
Dapat disimpulkan bahwa sikap kerja merupakan pikiran dan perasaan puas
atau tidak puas, suka atau tidak suka terhadap pekerjaannya dengan kecenderungan
respon positif atau negatif untuk memperoleh hal yang diinginkannya dalam
pekerjaannya.
2.1 Faktor – faktor Sikap Kerja
Menurut Blum and Nylon (2011) menyatakan beberapa faktor yang
mempengaruhi sikap kerja antara lain:
1) Kondisi kerja, meliputi lingkungan fisik maupun sosial berpengaruh terhadap
kenyamanan dalam bekerja.
2) Pengawasan atasan, pengawasan dan perhatian yang baik dari atasan dapat
mempengaruhi sikap dan semangat kerja.
3) Kerja sama dari teman sekerja, adanya kerja sama dari teman sekerja juga
berpengaruh dengan kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
4) Kesempatan untuk maju, jaminan terhadap karir dan hari tua dapat dijadikan salah
satu motivasi dalam sikap kerja.
5) Keamanan, rasa aman dan lingkungan yang terjaga akan menjamin dan menambah
ketenangan dalam bekerja.
6) Fasilitas kerja, fasilitas kerja yang memadai berpengaruh terhadap terciptanya
sikap kerja yang positif.
7) Imbalan, rasa senang terhadap imbalan yang diberikan baik berupa gaji pokok
maupun tunjangan mempengaruhi sikap dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Sikap kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekstrnal dari
orang yang bersangkutan. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam
diri, meliputi emosional, psikologis terhadap pekerjaan, kedekatan dengan rekan
kerja, dan kenyamanan yang tercipta dari diri sendiri. Faktor eksternal merupakan
faktor dari luar atau faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor eksternal juga sangat
berperan dalam pembentukan sikap seseorang. Faktor ini meliputi kondisi pekerjaan,
hubungan kerja, rasa aman, lingkungan kerja, dan fasilitas dalam bekerja. Semakin
tinggi tingkat kenyamanan seseorang ketika bekerja maka sikap kerja positif yang
dihasilkan akan semakin tinggi.

3.1 Macam – macam Sikap Kerja


Adapun macam-macam sikap kerja antara lain:
1) Sikap kerja yang Efektif adalah suatu pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat
waktu, sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, efektif
adalah sampai tingkat apakah tujuan itu sudah dicapai dalam arti kualitas dan
kuantitas.
2) Sikap kerja yang Efisien adalah perbandingan yang terbaik antara input dan output,
antara daya usaha dan hasil usaha, atau antara pengeluaran dan pendapatan.
Dengan kata lain, efisien adalah segala sesuatu yang dikerjakan dengan berdaya
guna atau segala sesuatunya dapat siselesaikan dengan tepat, cepat, hemat, dan
selamat. Cepat artinya tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu. Pekerjaannya
selesai dengan tepat sebelum waktu yang ditetapkan. Hemat artinya dengan biaya yang
sekecil-kecilnya tanpa adanya pemborosan dalam bidang pekerjaan apa pun. Tepat
artinya kena sasaran sesuai dengan yang diinginkannya atau semua yang dicita-citakan
tercapai. Selamat artinya segala sesuatu sampai pada tujuan pekerjaan yang dimaksud,
tanpa mengalami hambatan-hambatan, kelemahan-kelemahan, atau kemacetan-
kemacetan.
3) Sikap kerja Prestatif adalah bersikap atau berperilaku kerja prestatif merupakan
salah satu modal dasar untuk mencapai kesuksesan dalam berwirausaha. Prestatif
dalam hal ini mempunyai arti bahwa seorang yang berwirausaha mempunyai sikap
yang selalu berambisi ingin maju dalam segala bidang. Mengapa perilaku kerja
prestatif perlu dilakukan? Berikut ini adalah 3 alasan utama yang mengharuskan
untuk berperilaku kerja prestatif.
 Persaingan bebas
 Perubahan yang semakin cepat
 Derasnya situs informasi yang semakin luas

4.1 Indikator – indikator Sikap Kerja


Adapun indikator – indikator yang mempengaruhi sikap kerja menurut
Robbins (2011) yaitu :
1) Sikap yang memiliki arah arti nya sikap tersebut mendukung atau tidak
mendukungnya dalam menerima pekerjaan tersebut.
2) Sikap memiliki intensitas maksudnya sikap yang memiliki kedalaman atau
kekuatan dalam menerima sesuatu yang belum pasti.
3) Sikap mempunyai keluasaan artinya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap
suatu objek yang akan di kerjakan.
4) Sikap yang memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap
yang dikemukan dengan responnya terhadap objek sikap tersebut.
5) Sikap yang memliki spontanitas artinya menyangkut sejauh mana kesiapan
individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan.
4.5 Contoh Sikap Kerja
Berikut ini terdapat beberapa contoh sikap kerja, yakni sebagai berikut:
a) Mampu untuk melakukan introspeksi diri
Hal ini dikarenakan introspeksi diri merupakan sebuah langkah awal dari sikap untuk
melakukan kegiatan kerja keras, pantang menyerah, dan ulet. Terlebih apabila hal ini
mempelajari tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri sendiri.
b) Mampu untuk melakukan motivasi terhadap dirinya sendiri
Hal ini dikarenakan dengan cara mampu untuk melakukan motivasi diri maka kita akan
dapat tetap mampu untuk bekerja keras, pantang menyerah dan juga ulet.
c) Memiliki sebuah keyakinan yang dimana bersifat positif
Hal ini dikarenakan dengan memiliki sikap mental positif akan mampu untuk dapat
melakukan perwujudan terhadap hal apa yang dimana akan dapat kita lakukan.
d) Memiliki sebuah bentuk akan fokus terhadap diri yang ada pada sebuah tujuan
e) Memiliki sikap untuk berani terhadap segala macam bentuk resiko yang ada

D. KEPUASAN KERJA

1.1 Pengertian Kepuasan Kerja


Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) kepuasan kerja adalah “suatu efektifitas
atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan”. Menurut Robbins (2003)
kepuasan kerja adalah “sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan
perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka
yakini seharusnya mereka terima”.
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai
segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan
konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan
tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Kepuasan Kerja merupakan sikap
(positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian
terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu
pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah
satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi
kerjanya daripada tidak menyukainya. Perasaan-perasaan yang berhubungan dengan
kepuasan dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga
kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau
daripada harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan
kebutuhan-kebutuhan dasar. Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin
dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai
pekerjaan yang dianggap penting oleh individu.
Selanjutnya bahwa nilai-nilai pekerjaan harus sesuai atau membantu
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yangberkaitan dengan motivasi
kerja. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari
kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikandengan derajat pentingnya
aspek pekerjaan bagi individu. Seorang individu akan merasa puas atau tidak puas
terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung
bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-
keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja adalah
sikap yang positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap
pekerjaannya melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam
mencapai salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.

2.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut Kreitner
dan Kinicki (2001) yaitu sebagai berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan
mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh
individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima,
orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat
diatas harapan.
3. Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan
nilai kerja individual yang penting.
4. Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di
tempat kerja.
5. Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan
kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan.
Selain penyebab kepuasan kerja, Kreitner dan Kinicki (2001) ada juga faktor
penentu kepuasan kerja. diantaranya adalah sebagi berikut :
1. Pekerjaan itu sendiri (work it self)
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan
seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut,
akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
2. Hubungan dengan atasan (supervision)
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah
tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana
atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang
penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan
antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa,
misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama. Tingkat kepuasan
kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan adalah
positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin yang transformasional, maka tenaga
kerja akan meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan
pekerjaannya.
3. Teman sekerja (workers)
Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara
pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun
yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi (promotion)
Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja.
5. Gaji atau upah (pay)
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak
atau tidak.
Menurut Hasibuan (2012) berpendapat bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut:
 Balas jasa yang adil dan layak.
 Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
 Berat dan ringannya suatu pekerjaan.
 Suasana dan lingkungan pekerjaannya.
 Peralatan dan fasilitas yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
 Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
 Sifat pekerjaan yang monoton atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2010) ada 2 faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu:
 Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.
 Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, stuktur organisasi, pangkat,
kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan,promosi
jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja Menurut Susilo Martoyo (2013)
Masalah kepuasan kerja, perpengaruh terhadap: tingkat absensi karyawan,
perputaran (turn over), tenaga kerja, semangat kerja, keluhan keluhan, dan
masalah masalah personalia lainnya.

3.1 Aspek – aspek Kepuasan Kerja


Menurut Robbins (1996) ada lima aspek kepuasan kerja, yaitu:
1. Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang member mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
mengerjakan tugas tersebut. Karakteristik ini membuat kerja secara mental
menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, sebaliknya
jika terlalu banyak pekerjaan menantang dapat menciptakan frustrasi dan perasaan
gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan
mengalamai kesenangan dan kepuasan dalam bekerja.
2. Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan pemberian upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan adil dan sesuai dengan harapan mereka. Bila upah dilihat adil
yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar upah karyawan, kemungkinan besar akan mengahsilkan kepuasan. Tentu
saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima uang
yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam
pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar
dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Intinya bahwa besarnya upah
bukanlah jaminan untuk mencapai kepuasan, namun yang lebih penting adalah
persepsi keadilan. Sama dengan karyawan yang berusaha mendapatkan kebijakan
dan promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena
itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat
dalam cara yang adil kemungkinan besar akan mendapatkan kepuasan dari
pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan perduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa
karyawan lebih menyukai lingkungan kerja yang tidak berbahaya. Seperti
temperatur, cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain harus diperhitungkan
dalam pencapaian kepuasan kerja.
4. Rekan kerja yang mendukung
Karyawan akan mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang
berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu sebaiknya karyawan mempunyai
rekan sekerja yang ramah dan mendukung. Hal ini penting dalam mencapai
kepuasan kerja. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila atasan
langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja
yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat
pribadi pada mereka.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya sama dengan pekerjaan yang
mereka pilih seharusnya mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat
untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih
besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan lebih
memungkinkan untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka.

4.1 Ciri – ciri Orang yang Memiliki Kepuasan Kerja Tinggi


Menurut Herzberg (1959), ciri perilaku pekerja yang puas adalah mereka
mempunyai motivasi untuk bekerja yang tinggi, mereka lebih senang dalam
melakukan pekerjaanya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang
malas berangkat ke tempat bekerja dan malas dengan pekerjaanya. Tingkah laku
karyawan yang malas tentunya akan menimbulkan masalah bagi perusahaan berupa
tingkat absensi yang tinggi, keterlambatan kerja, dan pelanggaran disiplin yang
lainnya. Sebaliknya tingkah laku karyawan yang merasa puas akan lebih
menguntungkan bagi perusahaan.
Beberapa ciri-ciri karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi
menurut Munandar, Sjabahni dan Wutun (2004) antara lain:
1. Adanya kepercayaan bahwa organisasi akan memuaskan dalam jangka waktu yang
lama
2. Memperhatikan kualitas kerjanya
3. Lebih mempunyai komitmen organisasi
4. Lebih produktif

4.5 Hubungan sikap dan kepuasan kerja


Sikap kerja yang positif adalah faktor penting dalam mencapai kepuasan kerja yang
tinggi. Individu dengan sikap kerja yang positif cenderung memiliki tingkat motivasi
yang lebih tinggi dan komitmen yang kuat terhadap pekerjaan mereka. Mereka
memiliki semangat dan antusiasme yang membantu mereka menghadapi tantangan dan
kesulitan dengan lebih baik. Selain itu, sikap kerja yang positif juga mencerminkan
integritas, kejujuran, dan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas
pekerjaan.
Sikap kerja yang positif juga berhubungan dengan keterlibatan kerja yang tinggi.
Keterlibatan kerja mengacu pada tingkat energi, konsentrasi, dan keberadaan mental
yang dimiliki seseorang ketika mereka terlibat dalam pekerjaan mereka. Individu
dengan sikap kerja yang positif cenderung merasa lebih terlibat dan fokus pada tugas-
tugas yang mereka lakukan. Mereka berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam
pekerjaan mereka dan merasa memiliki kontribusi yang berarti terhadap organisasi di
mana mereka bekerja.
Di sisi lain, kepuasan kerja mencerminkan tingkat kebahagiaan dan kepuasan individu
terhadap pekerjaannya. Ketika seseorang merasa puas dengan pekerjaannya, mereka
cenderung merasakan rasa prestasi yang tinggi, memiliki persepsi yang positif tentang
pekerjaan mereka, dan merasa dihargai atas kontribusi mereka. Kepuasan kerja juga
berkaitan dengan perasaan bahwa kebutuhan dan harapan individu terpenuhi di tempat
kerja. Ini meliputi faktor seperti lingkungan kerja yang nyaman, keadilan dalam
kompensasi dan penghargaan, kesempatan untuk pengembangan karir, dan
keseimbangan kerja-hidup yang sehat.
Kepuasan kerja yang tinggi memiliki banyak manfaat bagi individu maupun
organisasi. Individu yang puas dengan pekerjaannya cenderung lebih termotivasi,
bersemangat, dan berdedikasi dalam melakukan tugas-tugas mereka. Mereka juga
cenderung lebih kreatif, inovatif, dan mampu menghadapi stres dengan lebih baik.
Kepuasan kerja yang tinggi juga berhubungan dengan tingkat absensi yang rendah,
tingkat turnover karyawan yang lebih rendah, dan peningkatan produktivitas secara
keseluruhan.

Bagi organisasi, menjaga tingkat kepuasan kerja yang tinggi adalah penting untuk
menjaga karyawan yang kompeten dan berkinerja tinggi. Karyawan yang puas dengan
pekerjaan mereka cenderung tetap tinggal dalam organisasi untuk jangka waktu yang
lebih lama, mengurangi biaya dan kerugian yang terkait dengan pergantian karyawan.
Selain itu, kepuasan kerja yang tinggi juga berdampak positif pada citra perusahaan dan
kemampuan organisasi untuk menarik bakat baru.
Untuk menciptakan sikap dan kepuasan kerja yang positif, organisasi perlu
memperhatikan beberapa faktor kunci.Pertama, penting untuk menciptakan lingkungan
kerja yang mendukung dan menyediakan sumber daya yang memadai untuk karyawan
melaksanakan tugas-tugas mereka. Kedua, organisasi harus menerapkan kebijakan dan
praktik manajemen yang adil dan transparan, termasuk kompensasi yang adil dan
pengakuan atas kinerja yang baik. Ketiga, penting untuk memberikan kesempatan
untuk pertumbuhan dan pengembangan melalui pelatihan dan pengembangan karir
yang relevan. Terakhir, penting untuk membangun budaya organisasi yang
mempromosikan kolaborasi, saling pengertian, dan dukungan antar rekan kerja.
Kesimpulannya, sikap kerja yang positif dan kepuasan kerja saling berhubungan dan
berdampak pada kualitas kerja, kinerja individu, dan keberhasilan organisasi. Sikap
kerja yang positif mencerminkan motivasi, keterlibatan, dan komitmen yang tinggi,
sementara kepuasan kerja mencerminkan kebahagiaan dan kepuasan individu terhadap
pekerjaannya. Menciptakan lingkungan kerja yang positif, mendukung, dan
memperhatikan kebutuhan dan harapan karyawan adalah kunci untuk meningkatkan
sikap dan kepuasan kerja yang menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
BAB III
KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan
Sikap adalah kecenderungan individu menanggapi secara positif dan negatif
terhadap obyek sikap. Sikap pada dasarnya merupakan hasil dari proses sosialisasi
dan interaksi seseorang dengan lingkungannya, yang merupakan perwujudan dan
pikiran, perasaan seseorang serta penilaian terhadap obyek, yang didasarkan pada
pengetahuan, pemahaman, pendapat, dan keyakinan dan gagasan-gagasan terhadap
suatu obyek sehingga menghasilkan suatu kecenderungan untuk bertindak pada suatu
obyek.
Di dalam Sikap juga ada namanya dimensi sikap mencakup sejarah dan
evolusi konsep ini dalam psikologi sosial. Konsep dimensi sikap pertama kali
diusulkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1935, yang mengidentifikasi tiga dimensi sikap
dasar: afektif (emosional), kognitif (pemikiran), dan perilaku (tindakan). Sejak saat
itu, penelitian lebih lanjut telah dilakukan untuk memperluas pemahaman tentang
dimensi sikap, termasuk pengembangan model-model yang lebih kompleks dan
identifikasi dimensi-dimensi tambahan seperti kepuasan, kepercayaan, relevansi, dan
kepastian. Pemahaman yang lebih dalam tentang dimensi sikap memainkan peran
penting dalam menganalisis perilaku manusia, interaksi sosial, dan pembentukan
opini publik.
Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya.
Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negative
yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapanngan kerja mereka. Istilah
sikap sering digunakan untuk mendeskripsikan orang dan menjelaskan perilaku
mereka. Lebih tepatnya, sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan yang
menetap untuk merasa dan bertindak dengan cara tertentu pada beberapa objek.
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari
tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda beda
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak
aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi
tingkat kepuasan yang dirasakan.

2.1 Saran
Makalah ini bermaksud untuk setiap individu atau mahasiswa selalu
berperilaku organisasi untuk mencapai tujuan bersama secara cepat, tepat, dan efisien.
Adapun saran yang lain semoga makalah ini berguna bagi individu atau kelompok
dalam kehidupan berorganisasi dan segala kritik dan saran tentang makalah ini kami
terima dengan lapang dada.

DAFTAR PUSTAKA

Asriwani, Irawati. 2019. Antropologi Kesehatan Dalam Keperawatan. Yogyakarta: CV Budi


Utama.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Gitosudarmo, I., & Sudita, N. (1997). Perilaku Keorganisasian (Edisi Pert).
BPFEYOGYAKARTA,23-25.
Luthans, F. (2005). Perilaku Organisasi Edisi 10 (S. Purwanti (ed.); Edition 10). ANDI, 236
242.
Mulyadi, D. (2018). Perilaku Organisasi dan Kepemimpinan Pelayanan (D. Supiyadi (ed.)).
ALFABETA, 37-39.
Robbins, S. P., & Judge, T. mothy A. (2015). Perilaku Organisasi (A. Sulia (ed.); Edisi 16).
Salemba Empat, 43-49.
Suharyat, Y. (2009). Hubungan Antara Sikap Minat Latihan Dan Kepemimpinan. Academia,
1, 1–19.
https://www.academia.edu/13268449/
HUBUNGAN_ANTARA_SIKAP_MINAT_LATIHAN_DAN_KEPEMIMPINAN
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/M.ARIES/Pertemuan_V_Sikap.pdf
https://pakdosen.co.id/sikap-kerja/#Ciri-Ciri%20Sikap%20Kerja
https://www.kompasiana.com/fajarazhari4621/64907a4710d8e051be45b262/sikap-dan-
kepuasan-kerja

Anda mungkin juga menyukai