Dosen Pengampu
Dr. dr. Gustaaf A. E. Ratag, MPH
Dr. dr. Dina V. Rombot, M.Kes
Disusun Oleh :
Linna Lenda Jeclin Minggu NIM 20202111026
Frans Steve Martono Mintardjo NIM 20202111044
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa oleh karena rahmat-
Nya maka kelompok dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak – pihak yang membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini,
khususnya kepada :
1. Dr. dr. Gustaaf A. E. Ratag, MPH
2. Dr. dr. Dina V. Rombot, M.Kes
3. Semua pihak – pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan – kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kristik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Kelompok
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
6. Bagaimana etika dalam pengambilan keputusan?
7. Bagaimana kreativitas pengambilan keputusan kreatif dan inovasi dalam organisasi?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Persepsi
Persepsi adalah sebuah proses individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan
kesan sensoris untuk memberikan pengertian pada lingkungannya. Persepsi penting bagi
perilaku organisasi karena perilaku orang-orang didasarkan pada persepsi mereka tentang apa
realita yang ada, bukan mengenai realita itu sendiri. Persepsi menjadi penting karena
kebiasaan seseorang lebih didasarkan pada persepsi yang mereka rasakan dibandingkan
dengan kenyataan yang ada. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
penginderaan, yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu
indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi
merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan
sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain; karakteristik kepribadian (sikap,
motif, minat, pengalaman masa lampau, dan ekspektasi), faktor situasi (waktu, social, dan
latar kerja), dan faktor pada target yang bepengaruh yaitu inovasi, pergerkan, suara, ukuran,
latar belakang, proksimitas dan kesamaan.1
2.1.1 Persepsi Orang: Membuat Penilaian atas Orang Lain
a. Teori Atribusi
Teori Atribusi (attributior theory) menjelaskan cara-cara kita menilai orang dengan
berbeda, bergantung pada pengertian yang kita atribusikan pada sebuah perilaku. Ini
menyatakan bahwa ketika kita mengamati perilaku seorang individu, kita mencoba
menentukan apakah itu disebabkan dari internal atau eksternal.2
Perilaku yang disebabkan internal adalah kendali perilaku pribadi dari individu.
Perilaku yang disebabkan eksternal adalah situasi yang kita bayangkan, memaksa
individu untuk melakukannya.1
Penentuan itu terutama tergantung pada tiga faktor, yaitu : Perbedaan, Konsensus, dan
Konsistensi. Faktor perbedaan merujuk pada apakah seorang individu menampilkan
perilaku yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Faktor konsensus merujuk kepada
setiap orang dalam menghadapi situasi yang sama dan memberikan respon yang sama.
Faktor konsistensi adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara terus menerus,
semakin konsisten perilakunya, semakin menunjukkan atribusi kepada penyebab
internal.1
3
b. Kesalahan dan Bias dalam Atribusi
Kesalahan dan bias atribusi terdapat pada kecenderungan untuk meremehkan
pengaruh faktor eksternal dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal saat membuat
penilaian tentang perilaku orang lain. Secara umum, kita cenderung menyalahkan orang,
bukan situasinya.3
Kecenderungan individu untuk mengaitkan kesuksesan mereka sendiri dengan faktor
internal sementara menyalahkan kegagalan pada faktor eksternal.1
2.1.2 Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain secara Umum
a. Persepsi Selektif
Persepsi selektif membuat kita membaca orang lain dengan cepat, tetapi berisiko
menggambarkan gambaran yang tidak akurat. Melihat apa yang ingin kita lihat, kita
dapat menggambarkan kesimpulan yang tidak dapat dijamin dari sebuah situasi yang
ambigu. Kita menemukan contoh persepsi selektif dalam analisis keuangan.1
b. Efek Halo
Ketika kita menggambarkan sebuah kesan mengenai seorang indovidu berdasarkan
sebuah karakteristik tunggal, seperti kecerdasan, kemampuan bersosialisasi, atau
penampilan, sebuah efek halo sedang bekerja. Pandangan umum kita mengontaminasi
pandangan spesifik kita.4
c. Efek Kontras
Penonton sangat menyukai anak-anak dan hewan sehingga orang dewasa akan
kelihatan buruk dalam perbandingan. Contoh ini menunjukkan bagaimana efek kontras
dapat mengganggu persepsi.1
d. Stereotip
Ketika kita menilai seseorang berdasarkan persepsi kita atas kelompok asalnya, kita
sedang melakukan stereotip. Kita berhadapan dengan jumlah rangsangan yang tidak
dapat dikendalikan dari dunia yang kompleks dengan menggunakan heuristis atau
stereotip untuk mengambil keputusan dengan cepat. Stereotip dapat berakar dalam dan
cukup kuat untuk memengaruhi keputusan hidup dan mati. Satu masalah dari stereotip
adalah adanya generalisasi yang menyebar luas, meskipun mungkin tidak mengandung
kebenaran ketika diaplikasikan pada orang atau situasi tertentu.5
5
Oleh karena pikiran manusia tidak dapat memformulasikan dan memecahkan
masalah-masalah kompleks dengan rasionalitas penuh, rasionalitas terbuka beroperasi
dalam lingkungan. Kita membangun model yang disederhanakan yang mengeluarkan
fitur-fitur esensial dari masalah tanpa menangkap semua kompleksitasnya.11
Berusaha puas tidak selalu buruk – sebuah proses sederhana bisa lebih sering menjadi
masuk akal daripada model pengambilan keputusan rasional tradisional. Untuk
menggunakan model rasional, kita perlu mengumpulkan banyak sekali informasi
mengenai semua opsi, menghitung bobot yang dapat diterapkan, dan kemudian
menghitung nilai lintas sejumlah besar kriteria. Semua proses ini bisa menghabiskan
waktu, energi, dan uang. Jika ada banyak bobot dan pilihan yang tidak diketahui. Model
rasional penuh bisa saja tidak lebih akurat daripada sebuah tebakan terbaik. Kadang-
kadang proses yang cepat dan hati-hati atas pemecahan masalah bisa jadi pilihan
terbaik.12
c. Intuisi
Cara yang paling tidak rasional dalam mengambil keputusan adalah pengambilan
keputusan intuitif, sebuah proses tanpa sadar yang diciptakan dari pengalaman yang
diperoleh. Pengambilan keputusan intuitif terjadi diluar pikiran sadar; berpegang pada
asosiasi holistis, atau kaitan antara potongan-potongan informasi yang tidak sama; cepat;
dan secara afektif dibebankan, berarti melibatkan emosi.13,14
2.3.2 Bias dan Kesalahan Umum dalam Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan terlibat dalam rasionalitas terbatas, tetapi mereka juga
mengizinkan bias dan kesalahan sistematis merusak penilaian mereka. Untuk
meminimalkan usaha dan menghindari trade-off, orang-orang cenderung terlalu
mengandalkan pengalaman, impuls, tebakan, dan aturan jempol yang menyenangkan.15
a. Bias Terlalu Percaya Diri
Riset terkini terus menyimpulkan bahwa kita cenderung terlalu percaya diri dengan
kemampuan kita dan kemampuan orang lain; juga, bahwa kita biasanya tidak sadar
dengan bias ini. Ketika kita diberikan pertanyaan-pertanyaan faktual dan diminta untuk
menilai probabilitas bahwa jawaban kita benar, kita cenderugn optimis berlebihan.
Individu yang memiliki kecerdasan intelektual dan interpersonal paling lemah paling
mungkin berlebihan dalam mengestimasi kinerja dan kemampuannya.16,17
Contoh; Pak Joni memiliki keahlian dibidang teknik mesin, namun keahlian ini sangat
ditonjolkan berlebihan didepan atasannya. Ketika atasannya datang, barulah dia
memainkan keahliannya sebegitu baiknya. Namun saat atasannya pergi, ia hanya bekerja
6
dengan setengah-setengah dan tidak menggunakan keahlian yang dimilikinya dengan
maksimal.
b. Bias Jangkar
Bias jangkar (anchoring bias) adalah kecenderungan untuk bertahan pada informasi
awal dan gagal menyesuaikan secara adekuat pada informasi sesudahnya. Jangkar secara
luas digunakan oleh orang-orang dalam profesi dimana keahlian persuasif penting –
iklan, manajemen, politik, perumahan mewah, dan hukum. Kapan pun negosiasi terjadi,
penjangkaran juga terjadi.18
Contoh; Seorang menejer iklan ingin melakukuan sebuah kontrak bisnis dengan
customernya yaitu pemilik Gudang Garam, karena ingin bisnisnya lebih dikenal lagi
manejer ini beranggapan bahwa penampilan customernya ini sedemikian rapi, sopan, dan
berkepribadian yang sopan. Ternyata saat datang manajer ini kaget melihat pemilik
Gudang Garam yang hanya memakai sendal jepit, berpakaian kaos oblong, rambut
berantakan. Akhirnya informasi yang ia siapkan seketika hilang diingatannya, hanya
karena kaget melihat penampilan customernya.
c. Bias Konfirmasi
Proses pengambilan keputusan rasional mengasumsikan kita mengumpulkan
informasi secara objektif. Bias konfimasi mewakili sebuah kasus persepsi selektif; kita
mencari informasi yang membenarkan pilihan masa lalu kita, dan kita mengurangi
informasi yang berlawanan dengannya. Kita paling rentan pada bias konfimasi ketika
kita percaya bahwa kita memiliki informasi yang baik dan dengan kuat berpegang pada
opini kita.19
d. Bias Ketersediaan
Bias ketersediaan adalah kecenderungan kita untuk mendasarkan penilaian pada
informasi yang siap tersedia. Riset terbaru mengindikasikan bahwa sebuah kombinasi
atas informasi yang siap sedia dan pengalaman langsung kita dengan informasi yang
sama khususnya sangat berdampak pada pengambilan keputusan kita.20
Contoh; Beberapa mahasiswa lebih memilih makan di depot kita, daripada makan di
pinggir jalan yang baru buka. Karena depot kita menurut para mahasiswa tempatnya
bersih dan makanannya juga enak, sedangkan makanan pinggir jalan yang baru masih
belum ada kejelasan informasinya.
e. Eskalasi Komitmen
Distorsi lainnya yang mengganggu keputusan adalah kecenderungan untuk
mengeskalasi komitmen, sering kali karena meningkatnya alasan-alasan nonrasional.
7
Eskalasi komitmen merujuk pada bertahannya kita dengan keputusan sekalipun ada bukti
yang jelas bahwa itu salah.21
Sebuah metaanalisis terbaru mengungkapkan beberapa temuan menarik mengenai apa
yang menyebabkan kita mengeskalasi komitmen kita sesudah kegagalan awal. Pertama,
tampaknya tidak masalah apakah kita memilih tindakan yang menggagalkan atau itu
diberikan pada kita – kita merasa bertanggung jawab dan mengeskalasinya dalam kasus
manapun. Kedua, pembagian otoritas keputusan – seperti ketikaa yang lain meninjau
pilihan yang kita buat – dapat berujung pada eskalasi yang lebih tinggi karena keputusan
awal lebih umum.22
Contoh; Para pejabat peemerintah yang tetap memilih untuk melakukan korupsi, padahal
mereka tau keputusan yang mereka buat itu salah dan merugikan Negara, tapi mereka
lebih memilih untuk kepentingan dirinya sendiri.
f. Kesalahan Acak
Kebanyakan dari kita suka berpikir bahwa kita memiliki kendali atas dunia kita.
Kecenderungan kita untuk percaya kita mampu memprediksi hasil dari peristiwa acak
adalah kesalahan acak. Pengambilan keputusan terganggu ketika kita mencoba
menciptakan pengertian dalam peristiwa acak, khusunya ketika kita mengubah pola
imajinasi menjadi ide yang salah.23
Contoh; Ketika seorang mahasiswa berpikir bahwa “oh, ini dosen Akuntasi Manajemen
yang tidak akan meluluskan saya”, disini dia mempercayai bahwa ia dapat
memprediksikan masa depan, hal ini berimbas terhadap keputusannya. Alhasil ia
membatalkan PRSnya hanya karena persepsinya seperti itu, dan penilaiannya terhadap
dosen tersebut menjadi buruk.
g. Aversi Risiko
Kecenderungan untuk memilih hal-hal yang pasti daripada hasil yang berisiko adalah
aversi risiko. Aversi risiko memiliki implikasi penting. Preferensi risiko kadang-kadang
terbalik: Orang-orang memilih mengambil kesempatan ketika mencoba menghindari
hasil negatif.24
Mencoba menutupi kesalahan daripada mengakui kesalahan, meskipun adanya risiko
yang sangat berbahaya atau bahkan sanksi penjara, adalah contoh lainnya. Situasi yang
menekan dapat membuat pilihan risiko lebih kuat. Orang-orang akan lebih mungkin
terlibat dalam perilaku mencari risiko untuk hasil-hasil negatif, dan perilaku menghindari
risiko untuk hasil positif, saat dibawah tekanan.25
8
Contoh; Bapak A memiliki sebuah restoran yang sudah sangat ramai dikunjungi
konsumen, namun ia tidak berani melakukan inovasi-inovasi yang baru misalnya;
mengenai pembaharuan resep maupun expand. Keputusan Bapak A ini menunjukkan
bahwa ia tidak berani mengambil risiko apabila inovasinya tidak diterima konsumen.
h. Bias Retrospeksi
Bias retrospeksi adalah kecenderungan untuk salah dalam mempercayai bahwa kita
dapat memprediksinya secara akurat. Ketika kita memiliki umpan balik atas hasil, kita
tampaknya baik dalam menyimpulkan. Bias retrospeksi mengurangi kemampuan kita
untuk belajar dari masa lalu. Bias retrospektif membuat kita berpikir bahwa kita
memprediksi lebih baik dari yang sebenarnya dan dapat membuat kita percaya diri
meskipun salah.26
Contoh; Ketika mahasiswa A mengikuti mata kuliah AKBI semester 2, dia tidak lulus.
Mahasiswa ini lalu sering berkata, “kenapa aku tidak lulus, padahal aku sudah berjuang”.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Individu mendasarkan perilakunya tidak pada lingkungan eksternal, melainkan pada cara
pandang atau apa yang individu percayai. Setiap individu dibekali dengan kreativitas dan
inovasi masing-masing yang dapat berbeda satu dengan lainnya, hal ini mendorong pemimpin
untuk menciptakan kreativitas dan rule invosi dalam pengambilan keputusan.
3.2 Saran
Dari kesimpulan diatas, maka kami dapat menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan produktivitas, kajilah bagaimana para pekerja anda menilai
pekerjaan mereka. Petunjuk pada absensi, perputaran pekerja (turnover), dan tingkat
kepuasan pekerja sebagai indikator persepsi mereka.
2. Sesuaikan pendekatan pengambilan keputusan pada budaya negara dan pada kriteria
yang dihargai organisasi.
3. Berhati-hatilah dengan bias. Kemudian cobalah meminimalisasi dampaknya.
4. Kombinasikan analisis rasional dengan intuisi.
5. Cobalah tingkatkan kreativitas.
16
DAFTAR PUSTAKA
20
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Seorang karyawan melakukan satu pekerjaan yang tidak memuaskan dari satu proyek yang
ditugaskan. Jelaskan proses atribusi yang akan digunakan manajer personalia untuk
membentuk penilaian terhadap kinerja karyawan tersebut.!
Jawaban:
Dalam proses atribusi tersebut, manajer personalia haruslah juga melakukan evaluasi
kinerja terhadap seorang karyawan tersebut. Karena tidak semua pekerjaan yang dilakukan
karyawan tersebut membuahkan hasil yang tidak memuaskan. Dilakukannya evaluasi
kinerja tersebut dapat menentukan hasil pekerjaan karyawan, yang apabila hasilnya masih
cukup memuaskan maka karyawan tersebut masih bisa untuk dipertahankan diperusahaan
namun jika hasilnya mengecewakan maka perusahaan harus melakukan tindakan tegas
kepada karyawan tersebut.
2. Bagaimana persepsi kita tentang tindakan kita sendiri bisa berbeda dari persepsi kita
tentang tindakan orang lain?
Jawaban:
Persepsi yang berlainan ini karena sudut pandang diri kita sendiri. Apabila kita
memandang tindakan kita, maka yang akan ada penilaian yang bersifat subjektif dan
menganggap apa yang kita lakukan adalah benar, dan jika kita melihat orang lain pasti
akan membandingkan tindakan orang lain dengan tindakan kita atau orang yang lain lagi.
22
STUDI KASUS
23