Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi pada program studi
D-IV Administrasi Bisnis Jurusan Administrasi Niaga
Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah Dasar-dasar Perilaku Kelompok ini
tepat pada waktunya. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Perilaku Organisasi yang diberikan oleh dosen pengampu Ibu Dr. Dra. Koernia
Purwihartuti, M.Si. Makalah ini berisi informasi mengenai definisi kelompok,
klasifikasi kelompok, tahap pengembangan kelompok, perangkat kelompok dan
pembuatan keputusan dalam kelompok.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami juga menyadari masih terdapat
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun sebagai bahan pembelajaran kedepannya bagi kami.
Tim Penyusun
ABSTRAK
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai di dalam makalah ini sejalan dengan rumusan
masalah yang telah dibuat. Adapun tujuan-tujuan itu sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi kelompok
2. Memahami pengklasifikasian kelompok
3. Memahami tahapan dalam pengembangan kelompok
4. Mengetahui perangkat kelompok
5. Memahami tahapan pembuatan kelompok
6. Memahami tahapan pembuatan keputusan kelompok
7. Mengetahui social loafing dan pengaruhnya terhadap kinerja kelompok
8. Mengetahui manfaat dan kerugian dari kelompok yang kohesif/padu
9. Mengetahui kekuatan dan kelemahan pengambilan keputusan kelompok
2
1.4 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kelompok
4
menciptakan kelompok kerja untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya. Kelompok formal memiliki dua bentuk, antara lain :
a. Kelompok komando (Command Group)
Kelompok yang terdiri atas individu yang melapor langsung kepada
seorang manajer tertentu, kelompok yang ditentukan oleh hubungan antara
individu yang menjadi bagian formal dari organisasi, mereka yang
mempunyai legitimasi memberi perintah kepada yang lain.
b. Kelompok Tugas (Task Group)
Kelompok yang dibentuk untuk melakukan tugas spesifik. Kelompok ini
terdiri dari individu dengan minat dan keahlian khusus dalam bidang
tertentu tanpa memandang posisi mereka dalam hirarki organisasi.
Kelompok Informal adalah kelompok yang tidak punya struktur formal dan
tidak dibentuk oleh organisasi, kelompok ini muncul sebagai respon terhadap
kebutuhan kontak sosial. Kelompok ini merupakan kelompok sosial yang
berkembang berdasarkan minat yang sama dan pertemanan. Dampaknya dapat
menjadi positif atau negatif tergantung tujuan dari para anggota kelompoknya.
Kelompok Informal memiliki dua bentuk, antara lain :
a. Kelompok minat (Interest Group)
Orang-orang yang bekerjasama untuk mewujudkan tujuan tertentu yang
menjadi minat atau kepentingan setiap anggota
b. Kelompok persahabatan (Friendship Group)
Orang-orang yang membentuk kelompok karena memiliki satu atau lebih
kesamaan dan terbentuk karena anggotanya adalah teman.
5
Tabel Perbedaan Kelompok Formal dan Informal
PERBEDAAN KELOMPOK FORMAL DAN INFORMAL
ASPEK KELOMPOK FORMAL KELOMPOK
INFORMAL
1. Hubungan antar pribadi Jelas/ terstruktur Tergantung pada tujuan
2. Kepemimpinan Dirancang dan ditetapkan Muncul dan dipilih
3. Pengendalian prilaku
Penghargaan dan hukuman Pemenuhan kebutuhan
4. Ketergantungan
Bawahan lebih tergantung Keanggotaan bebas
Sumber : https://linlindaantebellum.wordpress.com
6
2. Phase storming (fase pancaroba)
Pada fase ini anggota kelompok mulai mendeteksi kekuatan dan kelemahan
masing-masing anggota kelompok melalui proses interaksi yang intensif,
ditandai dengan mulai terjadinya konflik satu sama lain, karena setiap
anggota mulai menonjolkan egonya masing-masing, yang merasa kuat dan
siapa anggota yang lemah, secara perlahan-lahan terlihat karakteristik gaya
kepribadian masing-masing anggota.
3. Phase norming (fase pembentukan norma)
Rasa kekakuan hubungan antara individu dalam kelompok sudah hilang
setelah melewati fase pertama, pada fase kedua seluruh anggota kelompok
satu sama lain sudah semakin mengenal kekuatan dan kelemahan,
persamaan dan perbedaan gaya berprilaku masing-masing, mungkin ada
perilaku anggota yang tidak disukai anggota lain. Dalam fase ketiga
meskipun konflik masih terjadi terus, namun anggota kelompok mulai
melihat karakteristik kepribadian masing-masing anggota secara lebih
mendalam, sehingga lebih memahami mengapa terjadi perbedaan dan
konflik bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang tertentu, bagaimana
cara membantu orang lain dan bagaimana cara memperlakukan orang lain
dalam kelompok. Kondisi akhir dari tahap pembentukan norma ini adalah
terciptanya suasana penuh keharmonisan dalam kelompok, sehingga
hubungan antar pribadi yang semula penuh dengan keraguan, dan konflik
satu sama lain akibat ketertutupan diri, telah berubah menjadi sarana untuk
pemecahan masalah dan penyelesaian pekerjaan kelompok, antar lain
dengan adanya norma berperilaku yang disepakati bersama oleh anggota
kelompok, baik secara lisan maupun tulisan, artinya seluruh anggota
kelompok sudah tahu apa yang tidak boleh dan tidak pantas dilakukan
dalam pergaulan kelompok.
7
4. Phase performing (fase berprestasi)
Pada fase ini kelompok sudah dibekali dengan suasana hubungan kerja
yang harmonis antara anggota yang satu dengan lainnya, norma kelompok
telah disepakati, tujuan dan tugas kelompok serta peran masing-masing
anggota telah jelas, ada keterbukaan dalam komunikasi didalam kelompok
dan keluwesan dalam berinteraksi satu sama lain. Tahap berprestasi ini
bukan tercipta secara tiba-tiba pada saat akhir dari proses dinamika
kelompok, akan tetapi merupakan produk akhir dari proses pertumbuhan
dan perkembangan ketiga tahap sebelumnya.
8
c. Pengharapan (Ekspektasi) Peran. Pengharapan peran didefinisikan
sebagai bagaimana orang lain meyakini apa seharusnya tindakan anda
dalam situasi tertentu. Bagaimana anda berprilaku, sebagian besar
ditentukan oleh peran yang didefinisikan dalam konteks tindakan anda.
d. Konflik peran. Bila individu dihadapkan pada pengharapan peran yang
berlainan, akibatnya adalah konflik peran. Konflik ini muncul bila
individu menemukan bahwa patuh pada tuntutan satu peran
menyebabkan dirinya kesulitan mematuhi tuntutan peran lain. Dalam
keadaaan ekstrem, itu akan mencakup situasi di mana dua atau lebih
pengharapan peran saling berlawanan.
2. Norma
Semua kelompok telah menegakkan norma, yaitu standar perilaku yang
dapat diterima yang digunakan bersama oleh anggota kelompok. Norma ini
memberitahu para anggota apa yang seharusnya dan tidak seharusnya
dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu. Dari titik pandang individu,
norma itu mengatakan apa yang diharapkan dari anda dalam situasi
tertentu. Bila disepakati dan diterima oleh kelompok, norma bertindak
sebagai alat untuk mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan
pengawasan eksternal yang minimal. Norma berbada di antara kelompok-
kelompok, komunitas dan masyarakat, tetapi semuanya mempunyai
norma.
Norma kelas umum
Norma sebuah kelompok kerja seperti sidik jari individu masing - masing
memiliki keunikan.Terapi terdapat sejumlah norma kelas umum yang
tampak dalam kebanyakan kelompok kerja.
a. Norma kinerja merupakan norma paling umum. Kelompok
- kelompok kerja biasanya memberi anggota mereka
petunjuk-petunjuk eksplisit mengenai seberapa keras
9
mereka harus bekerja, bagaimana menyelesaikan
pekerjaan, tingkat hasil, tingkat kelambanan yang pantas
dan semacamnya.
b. Norma penampilan yaitu meliputi hal- hal seperti pakaian
yang pantas, loyalitas terhadap kelompok kerja atau
organisasi, kapan harus terlihat sibuk, kapan waktu yang
pantas untuk bersantai.
c. Norma pengaturan sosial yang mana norma ini datang dari
kelompok kerja informal an terutama mengatur interaksi
sosial dalam kelompok.
d. Norma alokasi sumber daya . Norma - norma ini dapat
berasal ari dalam kelompok atau organisasi an mencakup
hal-hal seperti bayaran , penugasan pada pekerjaan -
pekerjaan sulit , serta alokasi peralatan dan perlengkapan
baru.
3. Status
Yaitu posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
ke kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain. Menurut teori
karakteristik status, perbedaan dalam karakteristik status menciptakan
hierarki - hierarki dalam kelompok. Status cenderung didapat dari salah
satu 3 sumber , yaitu: Pengaruh kekuasaan seseorang atas orang lain,
kemampuan seseorang untuk berkontribusi terhadap tujuan sebuah
kelompok , dan, karakteristik pribadi seorang individu.
a. Status dan Norma. Telah ditunjukkan bahwa status mempunyai
beberapa pengaruh yang menarik terhadap kekuatan norma dan
tekanan untuk penyesuaian. Orang-orang berstatus-tinggi juga
lebih mampu bertahan terhadap tekanan konformitas dari rekan
sekerja mereka dibandingkan dengan status lebih-rendah. Individu
yang dinilai tinggi oleh kelompok kerja tetapi tidak banyak
10
memerlukan atau mempedulikan imbalan sosial yang diberikan
oleh kelompok secara khusus akan mampu memperhatikan secara
minimal norma-norma konformitas.
b. Status dan interaksi kelompok. Penting bagi anggota kelompok
untuk meyakini bahwa hierarki status itu setara. Jika dipersepsikan
adanya kesetaraan, terciptalah ketidakseimbangan yang terjadi
dalam berbagai jenis perilaku korektif. Status yang lebih tinggi
cenderung lebih tegas dimana mereka lebih sering berbicara secara
terbuka, mengkritik, menyatakan perintah dan menginterupsi orang
lain. Itu menghalangi keberagaman ide dan kreativitas dalam
kelompok karena biasanya anggota lain yang berstatus lebih rendah
akan berperan pasif.
c. Ketidaksetaraan status. Para anggota kelompok penting untuk
percaya bahwa status hierarki itu setara, ketika terjadi
ketidaksetaraan , hal tersebut menciptakan ketidak seimbangan
yang menghasilkan berbagai jenis perilaku korektif.
d. Status dan Budaya. Pentingnya status bervariasi di antara berbagai
budaya. Prancis misalnya, sangat sadar status. Selain itu, negara-
negara berlainan mengenai kriteria yang menciptakan status.
Pesannya di sini adalah untuk memastikan bahwa anda memahami
siapa dan apa yang menentukan status bila berinteraksi dengan
orang dari budaya yang berbeda dari budaya anda.
4. Ukuran
Ukuran kelompok mempengaruhi perilaku keseluruhan kelompok, tetapi
efeknya bergantung pada variabel bergantung mana yang anda perhatikan.
Bukti-bukti misalnya menunjukkan, misalnya, bahwa kelompok kecil lebih
cepat menyelesaikan tugas daripada kelompok besar. Tetapi jika kelompok
itu bekerja dalam pemecahan masalah, kelompok besar secara konsisten
mendapat nilai yang lebih baik daripada kelompok yang kecil.
11
5. Keterpaduan
Kelompok – kelompok memiliki kekompakan berbeda – berbeda yang
yang mana para anggota tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap
bertahan di dalam kelompok. Beberapa kelompok kerja kompak karena
para anggota telah menghabiskan sejumlah besar waktu bersama – sama,
kelompok yang berukuran kecil memfasilitasi interaksi yang tinggi, atau
ancaman secara eksternal yang membawa para anggota menjadi semakin
dekat bersama.
Cara membuat keterpaduan dalam kelompok :
a. Menstimulasi kompetisi terhadap kelompok lain
b. Memberikan rewards untuk kelompok bukan individu
6. Keragaman
Di dalam keanggotaan kelompok, atau keadaan yang mana para anggota
kelompok sama dengan, atau berbeda dari, satu sama lain. Sejumlah besar
riset dilakukan mengenai bagaimana keragaman mempengaruhi kinerja
kelompok. Beberapa riset melihat pada keragaman budaya dan beberapa
pada rasial, gender, dan perbedaan – perbedaan lainnya.
2.5 Tahap-tahap Pembentukan Kelompok
12
2.6 Teknik-teknik Pengambilan Keputusan Kelompok
13
3. Consensus thinking
Orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah harus setuju dengan
hakikat, batasan dan dampak suatu situasi problematik yang dihadapi,
sepakat pula tentang teknik dan model yang hendak digunakan untuk
mengatasinya. Teknik ini efektif bila beberapa orang memiliki
pengetahuan yang sejenis tentang permasalahan yang dihadapi dan tentang
teknik pemecahan yang seyogyanya digunakan. Orang-orang diharapkan
mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Delphi
Umumnya digunakan untuk mengambil keputusan meramal masa depan
yang diperhitungkan akan dihadapi organisasi, apakah suatu peristiwa
dapat atau mungkin terjadi atau tidak.. Teknik ini sangat sesuai untuk
kelompok pengambil keputusan yang tidak berada di satu tempat.
5. Fish bowling
Sekelompok pengambil keputusan duduk pada suatu lingkaran, dan di
tengah lingkaran ditaruh sebuah kursi. Seseorang duduk di kursi tersebut
hanya dialah yang boleh bicara untuk mengemukakan pendapat ide dan
gagasan tentang suatu permasalahan. Para anggota lain mengajukan
pertanyaan, pandangan dan pendapat.
6. Didactic interaction
Digunakan untuk suatu situasi yang memerlukan jawaban “ya” atau
“tidak”. Dibentuk dua kelompok, dengan satu kelompok mengemukakan
pendapat yang bermuara pada jawaban “ya” dan kelompok lainnya pada
jawaban “tidak”. Semua ide yang dikemukakan baik pro maupun kontra
dicatat dengan teliti.
7. Collective bargaining
Dua pihak yang mempunyai pandangan berbeda bahkan bertolak belakang
atas suatu masalah duduk di satu meja dengan saling menghadap.
14
8. Nominal group technique
Berbeda dengan brainstorming, nominal group technique (NGT)
berkenaan dengan penggalian dan evaluasi gagasan sekaligus. Pada
mulanya gagasan – gagasan digali secara nominal ( tanpa interaksi ) guna
menghindari hambatan dan permufakatan. Selanjutnya, pada waktu
evaluasi atas gagasan, interaksi dan diskusi dimungkinkan, namun dalam
situasi yang terstruktur agar setiap gagasan mendapatkan perhatian yang
proporsional.
15
Penelitian menunjukkan bahwa semakin kuat etos kerja seseorang,
semakin kecil kemungkinan orang tersebut terlibat dalam kemalasan
sosial.Selain itu, semakin besar tingkat kesadaran dan kesesuaian dalam suatu
kelompok, semakin besar kemungkinan kinerja akan tetap tinggi di mana pun
kelompok yang terdapat kemalasan sosial ataupun tidak.
Beberapa cara mengurangi social loafing (Baron & Byrne, 2003; Forsyth, 2010),
antara lain :
16
Dimensi Social Loafing
Menurut Chidambaram & Tung (2005), kemalasan sosial dapat dilihat dari 2
dimensi yaitu:
1. Dilution Effect
2. Immediacy gap
Immediacy gap (tidak terpaut dengan tugas dan kelompok), individu merasa
terasing atau terisolasi (karena kurang dekat dengan anggota kelompok
lainnya) dari kelompok, hal ini menandakan semakin jauh anggota kelompok
dari anggotanya maka ia semakin jauh dengan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya.
Menurut Myers (2012), terdapat beberapa aspek terjadinya social loafing atau
kemalasan sosial, yaitu sebagai berikut:
17
b. Sikap pasif. Anggota kelompok lebih memilih untuk diam dan
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan usaha
kelompok.
c. Pelebaran tanggung jawab. Usaha untuk mencapai tujuan kelompok
merupakan usaha bersama yang dilakukan oleh para anggotanya.
d. Free ride atau mendompleng pada usaha orang lain. Individu yang
memahami bahwa masih ada orang lain yang mau melakukan usaha
kelompok cenderung tergoda untuk mendompleng (free ride) begitu
saja pada individu lain dalam melakukan usaha kelompok tersebut.
e. Penurunan kesadaran akan evaluasi dari orang lain. Pemalasan sosial
dapat juga terjadi karena dalam situasi kelompok terjadi penurunan
pada pemahaman atau kesadaran akan evaluasi dari orang lain
(evaluation apprehension) terhadap dirinya.
a. Output equity
b. Evaluation apprehension
18
Akibatnya, individu yang tidak termotivasi dengan tugas tersebut
hanya sedikit berkontribusi.
c. Matching to standartd
19
perbedaan ke dalam proses pengambilan keputusan. Mereka menawarkan
peningkatan keragaman pandangan. Ini membuka peluang untuk
mempertimbangkan lebih banyak pendekatan dan alternatif. Akhirnya,
kelompok-kelompok mengarah pada peningkatan penerimaan suatu solusi.
Anggota kelompok yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan lebih
cenderung mendukung dan mendorong orang lain untuk menerimanya
nanti.
2. Kelemahan
Keputusan kelompok memakan waktu karena kelompok biasanya
membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencapai solusi. Ada tekanan
konfidensial. Keinginan oleh anggota kelompok untuk diterima dan
dianggap sebagai aset bagi kelompok dapat meredam setiap perselisihan
terbuka. Diskusi kelompok dapat didominasi oleh satu atau beberapa
anggota. Jika mereka anggota dengan kemampuan rendah dan sedang,
efektivitas keseluruhan grup akan menghilang. Akhirnya, keputusan
kelompok menjadi tanggung jawab yang ambigu. Dalam keputusan
individu, jelas siapa yang bertanggung jawab atas hasil akhir. Dalam
keputusan kelompok, tanggung jawab dari setiap anggota harus bisa
dipertanggungjawabkan.
Keuntungan :
20
semua situasi. Namun beberapa keunggulan keputusan kelompok
dibandingkan dengan keputusan individual adalah sebagai berikut :
Kekurangan :
Beberapa kekurangan keputusan kelompok antara lain :
1. Memakan waktu.Untuk membentuk suatu kelompok sudah jelas
membutuhkan waktu tersendiri. Proses interaksi yang terjadi begitu
kelompok terbentuk juga sering sekali tidak efisien. Akhirnya kelompok
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai kesepakatan
terhadap sebuah solusi dari pada yang dapat dilakukan seorang individu.
21
Hal ini tentu saja membatasi kemampuan manajemen untuk bertindak
cepat pada saat diperlukan.
2. Tekanan untuk sependapat. Keinginan anggota kelompok untuk diterima
dan dipertimbangkan sebagai aset bagi kelompok akan mengakibatkan
adanya penekanan pada pihak yang berbeda pendapat, dan mendorong
persesuaian diantara sejumlah pandangan. Keadaan seperti ini juga
mmendorong terjadinya pemikiran kelompok ( groupthink ) akan dimana
tekanan kelompok mengarah pada menurunya efisiensi mental, minimnya
uji realitas, dan kurangnya pertimbangan moral.
3. Dominasi oleh minoritas. Boleh jadi didominasi oleh satu atau beberapa
anggota Jika koalisi dominasi ini juga terdiri anggota yang berkemampuan
rendah dan menengah, maka efektifitas kelompok secara keseluruhan akan
mengalami gangguan.
4. Tanggung jawab yang kabur. Anggota kelompok sama berbagi ( share )
tanggung jawab, tetapi tak jelas siapa yang bertanggung jawab, sedangkan
pada keputusan kelompok tanggung jawab dari setiap anggota diabaikan.
22
BAB III
3.1 Kasus
Bencana Konsensus
23
menyesuaikan diri, groupthink jauh lebih mungkin, dan keputusan yang diambil
melalui konsensus adalah orang-orang yang paling tidak disukai.
Pertanyaan:
3.2 Pembahasan
1. Apakah konsensus merupakan cara yang baik bagi kelompok untuk mengambil
keputusan? Mengapa atau mengapa tidak?
Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan didefinisikan sebagai
kesepakatan semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan . Dalam
kebanyakan situasi, konsensus hanya bisa dicapai setelah pertimbangan yang
matang serta evaluasi yang kritis atas lebih atau kurangnya. Pengambilan
keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak waktu dibandingkan
dengan pengambilan keputusan dengan pengaturan mayoritas. Walaupun tidak
serta merta pengaturan mayoritas akan lebih baik bila dilakukan secara terus
menerus karena bagaimanapun suara dari semua anggota juga berhak untuk
diterima, maka dari itu konsensus boleh dilakukan dengan catatan bahwa
pengambilan keputusan tidak memakan waktu yang terlalu lama yang akan
menghambat kinerja dari suatu kelompok atau perusahaan.
24
Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia (KBBI), Konsesus itu sendiri
memiliki arti sebagai kesepakatan kata atau pemufakatan bersama yang dicapai
melalui kebulatan suara. Maka setiap anggota atau individu dalam sebuah
kelompok atau organisasi ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Seperti menurut Moorhead dan Griffin (2013) persoalan utama dalam
pengambilan keputusan dalam sebuah kelompok adalah tingkat keterlibatan
individu dalam sebuah pengambilan keputusan. Sedangkan konsesus itu sendiri
sebuah cara pengambilan keputusan berdasarkan keterlibatan individu
didalamnya. Tidak peduli individu memiliki keinginan atau kemampuan atau
tidak didalamnya, pengambilan keputusan perlu terjadi.
Adapun permasalahan lainnya yang disebutkan dalam buku Moorhead
dan Griffin (2013) yaitu kelompok polarisasi, dimana ketika individu merasa
bahwa ada seseorang atau bahkan sekelompok yang sependapat dengan
pendapat individu tersebut, maka akan muncul argument persuasive
didalamnya yang mana akan timbul hasil keputusan yang belum tentu terbaik
bagi kelompok. Namun tidak semua situasi akan menghasilkan keputusan yang
kurang baik, adapaun mayoritas suara yang merupakan keputusan terbaik bagi
sebuah kelompok. Maka cara konsesus bisa jadi baik jika situasi didalamnya
memang turut berpartisipasi penuh.
25
kelompok harus berusaha mengutarakan pendapatnya, penggunaan waktu yang
tepat dan berkualitas. Keputusan yang dapat dilaksanakan oleh seluruh anggota
kelompok dan adanya peningkatan atau paling tidak, tidak adanya penurunan
kemampuan kelompok dalam hal pemecahan masalah.
Jadi jika diperhatikan kembali, keputusan dengan cara konsesus tidak
terlalu buruk untuk diterapkan, selain karna keterlebitan seluruh anggota dalam
kelompok yang membantu jalannya dan pengambilan keputusan yang
walaupun memakan waktu yang lama seperti menurut Moonhead dan Griffin
(2013) bahwa pengambilan keputusan dengan melibatkan anggota dapat
mempermudah dan biasanya menghasilkan solusi yang lebih banyak dan lebih
baikdibandingkan dengan individu yang menentukan. Namun kelompok
membutuhkan waktu yang lebih lama daripada individu untuk mengembangkan
solusi dan mengamil keputusan karena perlunya kesepakatan anggota
didalamnya.
3. Martin Luther King Jr. pernah menyatakan, "Seorang pemimpin sejati bukanlah
seorang pencari konsensus, melainkan seorang pencipta konsensus." Menurut
Anda apa yang dia maksud dengan pernyataan itu? Apakah Anda setuju dengan
itu? Mengapa atau mengapa tidak?
Maksud dari pernyataan Martin Luther King Jr. tersebut adalah seorang
pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang tidak akan mencari kesepakatan
bersama dengan menanyakan hal apa yang baik untuk dilakukan kepada para
bawahannya, tetapi pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mampu
memilih jalan terbaik agar para bawahannya setuju dengan keputusan yang dia
pilih, yang artinya pemimpin tersebut dapat mempengaruhi bawahannya untuk
bekerja sama secara tulus tanpa ada paksaan.
Sehingga kami setuju dengan pernyataan Martin Luther King Jr. yang
menyatakan bahwa pemimpin yang baik yaitu pemimpin yang mampu memilih
jalan yang terbaik agar segala hasil keputusan yang dibuat dapat membuat
26
karyawan setuju. Dalam arti lain pemimpin tersebut dapat mempengaruhi
bawahannya untuk bekerja sama secara tulus demi menghasilkan hasil yang
maksimal tanpa ada paksaan.
27
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Berada dalam suatu kelompok merupakan hal penting karena
kelompok memberikan pengakuan bagi anggotanya, dengan tergabung
dalam suatu kelompok para individu dapat merasa lebih kuat,
terpenuhi kebutuhan sosialnya dan biasanya apa yang tidak dapat
dicapai oleh individu seringkali terwujud dalam kelompok. Dalam
organisasi jugaada saat dimana dibutuhkannya lebih dari satu orang
untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Hal-hal diatas menunjukkan
bahwa keberadaan suatu kelompok akan sangat dibutuhkan. Sebaiknya
setiap anggota kelompok yang masuk kedalam sebuah organisasi baik
28
besar ataupun kecil harus mudah dalam beradaptasi dengan keadaan
organisasi tersebut dan mempertahankan perilaku yang baik pada diri
mereka sendiri.
29
DAFTAR PUSTAKA
Achmad S, Ruky, 2013. Sistem Manajemen Kinerja, Cetakan ketiga, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Baron, Robert dan donn Byrne (2003) Psikologi Sosial. Edisi Sepuluh. Jakarta:
Airlangga.
Ivancevich. (2007). Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1 edisi ketujuh. Jakarta:
Erlangga.
Mulyana, D., & Solatun. (2007). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Robbins, S. P., & Judge. (2007). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior. New Jersey: Pearson
Education Limited .
Sarwono, Sarlito W. & Eko A. Meinarno. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika
30
Soedarso, S. W. (2018). Teknik-teknik Pengambilan Keputusan. Bandung: Mangga
Makmur Tanjung Lestari
31