Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi pada program studi
D-IV Administrasi Bisnis Jurusan Administrasi Niaga

Oleh :

Anissa Dwi Nurkhayati 175254003

Diana Risma Dewi 175254005

Febri Mardianti 175254007

Leilani Abiyu 175254010

Mochamad Dwiky Yudistira 175254015

PROGRAM STUDI D-IV ADMINISTRASI BISNIS


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah Dasar-dasar Perilaku Kelompok ini
tepat pada waktunya. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Perilaku Organisasi yang diberikan oleh dosen pengampu Ibu Dr. Dra. Koernia
Purwihartuti, M.Si. Makalah ini berisi informasi mengenai definisi kelompok,
klasifikasi kelompok, tahap pengembangan kelompok, perangkat kelompok dan
pembuatan keputusan dalam kelompok.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami juga menyadari masih terdapat
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun sebagai bahan pembelajaran kedepannya bagi kami.

Bandung, Februari 2020

Tim Penyusun
ABSTRAK

Makalah ini bertujuan mengeksplorasi dasar-dasar perilaku kelompok serta


memahami bagaimana tim kerja. Manusia didalam kehidupannya juga membentuk
kelompok-kelompok dengan sendirinya. Perilaku manusia yang berada dalam suatu
kelompok adalah awal dari perilaku organisasi karena persoalan-persoalan manusia
yang selalu berkembang dan rumit, maka persoalan-persoalan individu, kelompok dan
khususnya persoalan perilaku organisasi semakin hari semakin berkembang.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu dengan yang lain, kelompok terbagi menjadi kelompok formal dan
infromal. Dalam kelompok sendiri terdiri dari beberapa perangkat yang meliputi peran,
norma, status, ukuran, keterpaduan dan keragaman. Pengambilan keputusan dalam
suatu kelompok adalah hal yang pasti ditemui, pengambilan keputusan ini bisa
dilakukan melalui beberapa tahapan guna meminimalisir kesalahan-kesalahan dalam
setiap tindakan. Dasarnya para anggota mempertimbangkan diri mereka sendiri dan
bergantung satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan bersama, dan mereka saling
berhubungan satu dengan yang lain secara teratur.

Kata kunci: Individu, Kelompok, Organisasi

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


ABSTRAK .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 4
2.1 Definisi Kelompok .................................................................................................... 4
2.2 Klasifikasi Kelompok ............................................................................................... 4
2.3 Tahap Pengembangan Kelompok ............................................................................. 6
2.4 Perangkat Kelompok ................................................................................................. 8
2.5 Tahap-tahap Pembentukan Kelompok .................................................................... 12
2.6 Teknik-teknik Pengambilan Keputusan Kelompok ................................................ 13
2.7 Social Loafing ......................................................................................................... 15
2.8 Manfaat dan Kerugian dari Kelompok yang Kohesif/Padu .................................... 19
2.9 Kekuatan dan Kelemahan Pengambilan Keputusan Kelompok .............................. 19
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN ................................................................... 23
3.1 Kasus ............................................................................................................................. 23
3.2 Pembahasan................................................................................................................... 24
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 28
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 28
4.2 Saran ............................................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain.


Manusia akan selalu membutuhkan lingkungan dimana dia bisa berbagi, saling
memberi support dan bergotong royong. Kelompok merupakan bagian dari
kehidupan, ada kalanya manusia akan terlibat dalam suatu aktivitas kelompok.
Kelompok itu sendiri merupakan bagian dari kehidupan organisasi, organisasi
besar atau kecil akan sangat kuat kecenderungannya untuk mencari keakraban
dalam kelompok - kelompok tertentu. Keakraban ini bisa tercipta dari adanya
kesamaan tugas pekerjaan yang dilakukan, seringnya berjumpa, dan kesamaan
kesenangan bersama. Kelompok itu adalah kumpulan individu dimana perilaku dan
atau kinerja satu anggota dipengaruhi oleh perilaku dan atau prestasi anggota yang
lainnya. Perilaku individu di dalam kelompok merupakan sesuatu yang lebih dari
sekadar total jumlah dari setiap tindakan dengan cara mereka sendiri-sendiri.
Ketika para individu berada dalam kelompok, mereka bertindak berbeda daripada
ketika mereka sedang sendiri oleh karena itu makalah ini dibuat untuk mengetahui
dasar-dasar yang berkaitan dengan perilaku kelompok sehingga setiap individu
mampu dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan pada kelompoknya.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini dibuat berdasarkan rumusan-rumusan masalah yang menjadi


pokok bahasan. Adapun rumusan masalah tersebut yaitu:
1. Apa definisi kelompok?
2. Bagaimana pengklasifikasian kelompok?
3. Bagaimana tahap pengembangan kelompok?
4. Apa saja yang termasuk perangkat kelompok?
5. Bagaimana tahap-tahap pembentukan kelompok?
6. Bagaimana tahapan pembuatan keputusan kelompok?
7. Apa social loafing dan pengaruhnya terhadap kinerja kelompok?
8. Apa manfaat dan kerugian dari kelompok yang kohesif/padu?
9. Apa kekuatan dan kelemahan pengambilan keputusan kelompok?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai di dalam makalah ini sejalan dengan rumusan
masalah yang telah dibuat. Adapun tujuan-tujuan itu sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi kelompok
2. Memahami pengklasifikasian kelompok
3. Memahami tahapan dalam pengembangan kelompok
4. Mengetahui perangkat kelompok
5. Memahami tahapan pembuatan kelompok
6. Memahami tahapan pembuatan keputusan kelompok
7. Mengetahui social loafing dan pengaruhnya terhadap kinerja kelompok
8. Mengetahui manfaat dan kerugian dari kelompok yang kohesif/padu
9. Mengetahui kekuatan dan kelemahan pengambilan keputusan kelompok

2
1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang


membutuhkan. Adapun pihak-pihak tersebut di antaranya:
1. Bagi akademisi
Manfaat praktis bagi akademisi yaitu dapat digunakan sebagai referensi untuk
mengembangkan ilmu, pengetahuan dan ide serta dapat dijadikan referensi
dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan dasar-dasar perilaku
kelompok.
2. Bagi pihak lain
Meningkatkan pengetahuan bagi pembaca dan menjadi tambahan informasi
bagi khayalak umum.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kelompok

Secara etimologi, kelompok dalam bahasa Inggris diartikan dengan


“group”. Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat yang
mendefinisikan mengenai kelompok. Menurut (Robbins and Judge, 2007)
kelompok adalah “dua atau lebih individu yang berinteraksi dan saling
bergantung yang bekerja sama untuk meraih tujuan tertentu”. Kelompok
adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi
satu dengan yang lainuntuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu dengan
yang lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut
(Mulyana & Solatun, 2007). Kelompok adalah sejumlah orang yang
berhubungan antara satu dan yang lainnya, yang secara psikologis sadar akan
kegadiran yang lain dan yang menganggap diri mereka sebagai suatu kelompok
(Achmad S, 2013). Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kelompok
adalah adanya dua orang atau lebih yang berkumpul dan saling berinteraksi
untuk mencapai tujuan yang sama.

2.2 Klasifikasi Kelompok

(Robbins and Judge, 2017) membedakan kelompok menjadi dua yaitu


dapat berbentuk kelompok formal atau kelompok informal.
Kelompok formal adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan
sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara
sesama. kelompok yang terbentuk karena tindakan manajerial organisasi,
dirancang secara intensional untuk mengarahkan anggotanya ke arah tujuan
organisasi. Kelompok formal merupakan kelompok kerja yang terbatas pada
struktur organisasi dan memiliki rancangan penugasan kerja serta tugas-tugas
spesifik yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer

4
menciptakan kelompok kerja untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya. Kelompok formal memiliki dua bentuk, antara lain :
a. Kelompok komando (Command Group)
Kelompok yang terdiri atas individu yang melapor langsung kepada
seorang manajer tertentu, kelompok yang ditentukan oleh hubungan antara
individu yang menjadi bagian formal dari organisasi, mereka yang
mempunyai legitimasi memberi perintah kepada yang lain.
b. Kelompok Tugas (Task Group)
Kelompok yang dibentuk untuk melakukan tugas spesifik. Kelompok ini
terdiri dari individu dengan minat dan keahlian khusus dalam bidang
tertentu tanpa memandang posisi mereka dalam hirarki organisasi.
Kelompok Informal adalah kelompok yang tidak punya struktur formal dan
tidak dibentuk oleh organisasi, kelompok ini muncul sebagai respon terhadap
kebutuhan kontak sosial. Kelompok ini merupakan kelompok sosial yang
berkembang berdasarkan minat yang sama dan pertemanan. Dampaknya dapat
menjadi positif atau negatif tergantung tujuan dari para anggota kelompoknya.
Kelompok Informal memiliki dua bentuk, antara lain :
a. Kelompok minat (Interest Group)
Orang-orang yang bekerjasama untuk mewujudkan tujuan tertentu yang
menjadi minat atau kepentingan setiap anggota
b. Kelompok persahabatan (Friendship Group)
Orang-orang yang membentuk kelompok karena memiliki satu atau lebih
kesamaan dan terbentuk karena anggotanya adalah teman.

5
Tabel Perbedaan Kelompok Formal dan Informal
PERBEDAAN KELOMPOK FORMAL DAN INFORMAL
ASPEK KELOMPOK FORMAL KELOMPOK
INFORMAL
1. Hubungan antar pribadi Jelas/ terstruktur Tergantung pada tujuan
2. Kepemimpinan Dirancang dan ditetapkan Muncul dan dipilih
3. Pengendalian prilaku
Penghargaan dan hukuman Pemenuhan kebutuhan
4. Ketergantungan
Bawahan lebih tergantung Keanggotaan bebas

Sumber : https://linlindaantebellum.wordpress.com

2.3 Tahap Pengembangan Kelompok

Dalam proses dinamika kelompok, jika diamati bagaimana kelompok


mengalami kehidupan fase demi fase maka terlihat sebagai proses yang unik,
yang akan dilalui oleh semua anggota dalam rangka menuju ke arah
terbentuknya kelompok kohesif dan berfungsi untuk mencapai tujuan
kelompok. Fase pertumbuhan kelompok menurut Bruce Tuckman (2001) atau
yang sering diserbut The Five-Stage Model adalah :
1. Phase forming (fase pembentukan rasa kekelompokkan)
Tahap pembentukan kelompok merupakan tahap awal dalam proses
pertumbuhan kelompok. Kondisi akhir yang diharapkan terjadi dalam fase
ini adalah hilangnya kekakuan dalam hubungan antar pribadi dan
diharapkan terbentuknya tasa kekompakan diantara anggotanya. Beberapa
instrumen yang digunakan fasilitator untuk tahap ini adalah dengan
memberi kesempatan kepada peserta untuk saling mengenal secara
mendalam.

6
2. Phase storming (fase pancaroba)
Pada fase ini anggota kelompok mulai mendeteksi kekuatan dan kelemahan
masing-masing anggota kelompok melalui proses interaksi yang intensif,
ditandai dengan mulai terjadinya konflik satu sama lain, karena setiap
anggota mulai menonjolkan egonya masing-masing, yang merasa kuat dan
siapa anggota yang lemah, secara perlahan-lahan terlihat karakteristik gaya
kepribadian masing-masing anggota.
3. Phase norming (fase pembentukan norma)
Rasa kekakuan hubungan antara individu dalam kelompok sudah hilang
setelah melewati fase pertama, pada fase kedua seluruh anggota kelompok
satu sama lain sudah semakin mengenal kekuatan dan kelemahan,
persamaan dan perbedaan gaya berprilaku masing-masing, mungkin ada
perilaku anggota yang tidak disukai anggota lain. Dalam fase ketiga
meskipun konflik masih terjadi terus, namun anggota kelompok mulai
melihat karakteristik kepribadian masing-masing anggota secara lebih
mendalam, sehingga lebih memahami mengapa terjadi perbedaan dan
konflik bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang tertentu, bagaimana
cara membantu orang lain dan bagaimana cara memperlakukan orang lain
dalam kelompok. Kondisi akhir dari tahap pembentukan norma ini adalah
terciptanya suasana penuh keharmonisan dalam kelompok, sehingga
hubungan antar pribadi yang semula penuh dengan keraguan, dan konflik
satu sama lain akibat ketertutupan diri, telah berubah menjadi sarana untuk
pemecahan masalah dan penyelesaian pekerjaan kelompok, antar lain
dengan adanya norma berperilaku yang disepakati bersama oleh anggota
kelompok, baik secara lisan maupun tulisan, artinya seluruh anggota
kelompok sudah tahu apa yang tidak boleh dan tidak pantas dilakukan
dalam pergaulan kelompok.

7
4. Phase performing (fase berprestasi)
Pada fase ini kelompok sudah dibekali dengan suasana hubungan kerja
yang harmonis antara anggota yang satu dengan lainnya, norma kelompok
telah disepakati, tujuan dan tugas kelompok serta peran masing-masing
anggota telah jelas, ada keterbukaan dalam komunikasi didalam kelompok
dan keluwesan dalam berinteraksi satu sama lain. Tahap berprestasi ini
bukan tercipta secara tiba-tiba pada saat akhir dari proses dinamika
kelompok, akan tetapi merupakan produk akhir dari proses pertumbuhan
dan perkembangan ketiga tahap sebelumnya.

2.4 Perangkat Kelompok

Menurut (Robbins & Judge, Organizational Behavior, 2017) perangkat


kelompok terdiri dari beberapa elemen diantaranya:
1. Peran
Adalah seperangkat pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang
menduduki posisi tertentu dalam unit sosial tertentu. Pemahaman perilaku
peran secara dramatis akan disederhanakan jika masing-masing dari kita
memilih satu peran dan memainkannya secara teratur dan konsisten.
a. Identitas peran. Ada sikap dan perilaku aktual tertentu yang konsisten
dengan peran dan menciptakan identitas peran. Orang mempunyai
kemampuan untuk dengan cepat beralih peran bila mereka menyadari
bahwa situasi dan tuntutannya jelas-jelas membutuhkan perubahan
besar.
b. Persepsi Peran. Pandangan seseorang mengenai bagaimana seseorang
seharusnya bertindak dalam situasi tertentu disebut persepsi peran.
Berdasarkan penafsiran atas bagaimana kita meyakini bagaimana
seharusnya perilaku kita, kita terlibat ke dalam tipe-tipe perilaku
tertentu.

8
c. Pengharapan (Ekspektasi) Peran. Pengharapan peran didefinisikan
sebagai bagaimana orang lain meyakini apa seharusnya tindakan anda
dalam situasi tertentu. Bagaimana anda berprilaku, sebagian besar
ditentukan oleh peran yang didefinisikan dalam konteks tindakan anda.
d. Konflik peran. Bila individu dihadapkan pada pengharapan peran yang
berlainan, akibatnya adalah konflik peran. Konflik ini muncul bila
individu menemukan bahwa patuh pada tuntutan satu peran
menyebabkan dirinya kesulitan mematuhi tuntutan peran lain. Dalam
keadaaan ekstrem, itu akan mencakup situasi di mana dua atau lebih
pengharapan peran saling berlawanan.

2. Norma
Semua kelompok telah menegakkan norma, yaitu standar perilaku yang
dapat diterima yang digunakan bersama oleh anggota kelompok. Norma ini
memberitahu para anggota apa yang seharusnya dan tidak seharusnya
dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu. Dari titik pandang individu,
norma itu mengatakan apa yang diharapkan dari anda dalam situasi
tertentu. Bila disepakati dan diterima oleh kelompok, norma bertindak
sebagai alat untuk mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan
pengawasan eksternal yang minimal. Norma berbada di antara kelompok-
kelompok, komunitas dan masyarakat, tetapi semuanya mempunyai
norma.
Norma kelas umum
Norma sebuah kelompok kerja seperti sidik jari individu masing - masing
memiliki keunikan.Terapi terdapat sejumlah norma kelas umum yang
tampak dalam kebanyakan kelompok kerja.
a. Norma kinerja merupakan norma paling umum. Kelompok
- kelompok kerja biasanya memberi anggota mereka
petunjuk-petunjuk eksplisit mengenai seberapa keras

9
mereka harus bekerja, bagaimana menyelesaikan
pekerjaan, tingkat hasil, tingkat kelambanan yang pantas
dan semacamnya.
b. Norma penampilan yaitu meliputi hal- hal seperti pakaian
yang pantas, loyalitas terhadap kelompok kerja atau
organisasi, kapan harus terlihat sibuk, kapan waktu yang
pantas untuk bersantai.
c. Norma pengaturan sosial yang mana norma ini datang dari
kelompok kerja informal an terutama mengatur interaksi
sosial dalam kelompok.
d. Norma alokasi sumber daya . Norma - norma ini dapat
berasal ari dalam kelompok atau organisasi an mencakup
hal-hal seperti bayaran , penugasan pada pekerjaan -
pekerjaan sulit , serta alokasi peralatan dan perlengkapan
baru.
3. Status
Yaitu posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
ke kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain. Menurut teori
karakteristik status, perbedaan dalam karakteristik status menciptakan
hierarki - hierarki dalam kelompok. Status cenderung didapat dari salah
satu 3 sumber , yaitu: Pengaruh kekuasaan seseorang atas orang lain,
kemampuan seseorang untuk berkontribusi terhadap tujuan sebuah
kelompok , dan, karakteristik pribadi seorang individu.
a. Status dan Norma. Telah ditunjukkan bahwa status mempunyai
beberapa pengaruh yang menarik terhadap kekuatan norma dan
tekanan untuk penyesuaian. Orang-orang berstatus-tinggi juga
lebih mampu bertahan terhadap tekanan konformitas dari rekan
sekerja mereka dibandingkan dengan status lebih-rendah. Individu
yang dinilai tinggi oleh kelompok kerja tetapi tidak banyak

10
memerlukan atau mempedulikan imbalan sosial yang diberikan
oleh kelompok secara khusus akan mampu memperhatikan secara
minimal norma-norma konformitas.
b. Status dan interaksi kelompok. Penting bagi anggota kelompok
untuk meyakini bahwa hierarki status itu setara. Jika dipersepsikan
adanya kesetaraan, terciptalah ketidakseimbangan yang terjadi
dalam berbagai jenis perilaku korektif. Status yang lebih tinggi
cenderung lebih tegas dimana mereka lebih sering berbicara secara
terbuka, mengkritik, menyatakan perintah dan menginterupsi orang
lain. Itu menghalangi keberagaman ide dan kreativitas dalam
kelompok karena biasanya anggota lain yang berstatus lebih rendah
akan berperan pasif.
c. Ketidaksetaraan status. Para anggota kelompok penting untuk
percaya bahwa status hierarki itu setara, ketika terjadi
ketidaksetaraan , hal tersebut menciptakan ketidak seimbangan
yang menghasilkan berbagai jenis perilaku korektif.
d. Status dan Budaya. Pentingnya status bervariasi di antara berbagai
budaya. Prancis misalnya, sangat sadar status. Selain itu, negara-
negara berlainan mengenai kriteria yang menciptakan status.
Pesannya di sini adalah untuk memastikan bahwa anda memahami
siapa dan apa yang menentukan status bila berinteraksi dengan
orang dari budaya yang berbeda dari budaya anda.
4. Ukuran
Ukuran kelompok mempengaruhi perilaku keseluruhan kelompok, tetapi
efeknya bergantung pada variabel bergantung mana yang anda perhatikan.
Bukti-bukti misalnya menunjukkan, misalnya, bahwa kelompok kecil lebih
cepat menyelesaikan tugas daripada kelompok besar. Tetapi jika kelompok
itu bekerja dalam pemecahan masalah, kelompok besar secara konsisten
mendapat nilai yang lebih baik daripada kelompok yang kecil.

11
5. Keterpaduan
Kelompok – kelompok memiliki kekompakan berbeda – berbeda yang
yang mana para anggota tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap
bertahan di dalam kelompok. Beberapa kelompok kerja kompak karena
para anggota telah menghabiskan sejumlah besar waktu bersama – sama,
kelompok yang berukuran kecil memfasilitasi interaksi yang tinggi, atau
ancaman secara eksternal yang membawa para anggota menjadi semakin
dekat bersama.
Cara membuat keterpaduan dalam kelompok :
a. Menstimulasi kompetisi terhadap kelompok lain
b. Memberikan rewards untuk kelompok bukan individu
6. Keragaman
Di dalam keanggotaan kelompok, atau keadaan yang mana para anggota
kelompok sama dengan, atau berbeda dari, satu sama lain. Sejumlah besar
riset dilakukan mengenai bagaimana keragaman mempengaruhi kinerja
kelompok. Beberapa riset melihat pada keragaman budaya dan beberapa
pada rasial, gender, dan perbedaan – perbedaan lainnya.
2.5 Tahap-tahap Pembentukan Kelompok

Manusia, baik sebagai mahluk individu maupun sebagai mahlik sosial,


selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dorongan manusia
untuk tergabung dalam suatu kelompok terjadi karena adanya tuntutan
pemenuhan kebutuhan, baik itu kebutuhan primer, kebutuhan sosial dan
kebutuhan integratif. Menurut (Robbins and Judge, 2017), kelompok dibentuk
atas dasar keamanan, status, penghargaan diri, pertalian, kekuasaan dan
pencapaian tujuan.

12
2.6 Teknik-teknik Pengambilan Keputusan Kelompok

Teknik-teknik pengambilan keputusan menurut (Suparno, 2018):


1. Brainstorming
Jika sekelompok orang mengadakan diskusi dimana setiap orang yang
terlibat diharapkan turut serta memberikan pandangannya. Pada akhir
diskusi berbagai pandangan yang dikemukakan dirangkum, sehingga
kelompok mencapai suatu kesepakatan tentang cara-cara yang hendak
ditempuh dalam mengatasi situasi problematic yang dihadapi. Yang harus
diperhatikan adalah :
a. Gagasan yang aneh dan tidak masuk akal sekalipun dicatat secara
teliti.
b. Mengemukakan sebanyak mungkin pendapat dan gagasan
c. Tidak melakukan penilaian atas sesuatu pendapat atau gagasan
yang dilontarkan
d. Para peserta diharapkan dapat memberikan sanggahan pendapat
atau gagasan yang telah dikemukakan oleh orang lain.
e. Semua pendapat atau gagasan yang dikemukakan kemudian
dibahas hingga kelompok tiba pada suatu sintesis pendapat yang
kemudian dituangkan dalam bentuk keputusan.
2. Synetics
Seorang diantara anggota kelompok peserta bertindak selaku pimpinan
diskusi. iantara para peserta ada seorang ahli dalam teori ilmiah
pengambilan putusan.semua masalah dilontarkan dan didiskusikan
Selanjutnya pimpinan diskusi memilih hasil-hasil pemikiran tertentu yang
dipandang bermanfaat dalam pemecahan masalah. Dan tenaga ahli menilai
apakah rangkuman keputusan itu layak atau tidak menurut teori.

13
3. Consensus thinking
Orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah harus setuju dengan
hakikat, batasan dan dampak suatu situasi problematik yang dihadapi,
sepakat pula tentang teknik dan model yang hendak digunakan untuk
mengatasinya. Teknik ini efektif bila beberapa orang memiliki
pengetahuan yang sejenis tentang permasalahan yang dihadapi dan tentang
teknik pemecahan yang seyogyanya digunakan. Orang-orang diharapkan
mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Delphi
Umumnya digunakan untuk mengambil keputusan meramal masa depan
yang diperhitungkan akan dihadapi organisasi, apakah suatu peristiwa
dapat atau mungkin terjadi atau tidak.. Teknik ini sangat sesuai untuk
kelompok pengambil keputusan yang tidak berada di satu tempat.
5. Fish bowling
Sekelompok pengambil keputusan duduk pada suatu lingkaran, dan di
tengah lingkaran ditaruh sebuah kursi. Seseorang duduk di kursi tersebut
hanya dialah yang boleh bicara untuk mengemukakan pendapat ide dan
gagasan tentang suatu permasalahan. Para anggota lain mengajukan
pertanyaan, pandangan dan pendapat.
6. Didactic interaction
Digunakan untuk suatu situasi yang memerlukan jawaban “ya” atau
“tidak”. Dibentuk dua kelompok, dengan satu kelompok mengemukakan
pendapat yang bermuara pada jawaban “ya” dan kelompok lainnya pada
jawaban “tidak”. Semua ide yang dikemukakan baik pro maupun kontra
dicatat dengan teliti.
7. Collective bargaining
Dua pihak yang mempunyai pandangan berbeda bahkan bertolak belakang
atas suatu masalah duduk di satu meja dengan saling menghadap.

14
8. Nominal group technique
Berbeda dengan brainstorming, nominal group technique (NGT)
berkenaan dengan penggalian dan evaluasi gagasan sekaligus. Pada
mulanya gagasan – gagasan digali secara nominal ( tanpa interaksi ) guna
menghindari hambatan dan permufakatan. Selanjutnya, pada waktu
evaluasi atas gagasan, interaksi dan diskusi dimungkinkan, namun dalam
situasi yang terstruktur agar setiap gagasan mendapatkan perhatian yang
proporsional.

2.7 Social Loafing

Salah satu temuan paling penting tentang ukuran kelompok yaitu


menyangkut kemalasan sosial atau social loafing, social loafing didefinisikan
sebagai kecenderungan individu untuk mengeluarkan lebih sedikit upaya saat
bekerja secara kolektif daripada saat bekerja secara individu. Meskipun
kegiatan sosial secara langsung menantang asumsi bahwa produktivitas
kelompok secara keseluruhan harus setidaknya sama dengan jumlah
produktivitas individu di dalamnya, tidak peduli apa ukuran kelompoknya.
Ketika manajer menggunakan situasi kerja kolektif, mereka juga harus
mampu mengidentifikasi upaya individu. Lebih jauh lagi, keragaman kinerja
yang lebih besar menciptakan social loafing yang lebih besar.
Social Loafing tampaknya memiliki bias Barat. Ini konsisten dengan budaya
individu, seperti Amerika Serikat dan Kanada, yang didominasi oleh
kepentingan pribadi. Ini tidak konsisten dengan masyarakat kolektivis, di mana
individu termotivasi oleh tujuan kelompok. Misalnya, dalam studi yang
membandingkan karyawan AS dengan karyawan dari Tiongkok dan Israel
(keduanya masyarakat kolektivis), orang Cina dan Israel tidak menunjukkan
kecenderungan untuk terlibat dalam kemalasan sosial dan benar-benar tampil
lebih baik dalam kelompok daripada sendirian.

15
Penelitian menunjukkan bahwa semakin kuat etos kerja seseorang,
semakin kecil kemungkinan orang tersebut terlibat dalam kemalasan
sosial.Selain itu, semakin besar tingkat kesadaran dan kesesuaian dalam suatu
kelompok, semakin besar kemungkinan kinerja akan tetap tinggi di mana pun
kelompok yang terdapat kemalasan sosial ataupun tidak.

Beberapa cara mengurangi social loafing (Baron & Byrne, 2003; Forsyth, 2010),
antara lain :

a. Melakukan penilaian terhadap tugas masing-masing individu. Kejelasan dalam


melakukan penilaian terhadap tugas akan dapat mengurangi social loafing,
karena dengan penilaian individu akan diketahui sejauh mana kontribusi
individu dalam tugas kelompok.
b. Meningkatkan komitmen anggota kelompok. Komitment individu untuk
mengerjakan tugas sebaik mungkin dapat meningkatkan semangat indvidu
dalam memberikan kemampuan terbaik dalam mengerjakan tugas, yang pada
akhirnya setiap indvidu bekerja keras dan dapat mengurangi social loafing.
c. Meningkatkan arti atau makna dari tugas tersebut. mengubah persepsi anggota
terhadap tugas merupakan hal penting dalam mengurangi social loafing.
Individu yang mempersepsikan tugasnya penting akan berdampak terhadap
maksimalnya kontribusi individu dalam mengerjakan tugas.
d. Memberikan pemahaman bahwa kontribusi individu terhadap tugas unik dan
penting. Pemimpin kelompok harus dapat meyakini anggotanya bahwa mereka
mempunyai persan yang istimewa dan unik dalam mengerjakan tugas. Hal
tersebut akan menimbulkan persaaan bangga dan motivasi untuk mengerjakan
tugas dengan sebaik mungkin.

16
Dimensi Social Loafing

Menurut Chidambaram & Tung (2005), kemalasan sosial dapat dilihat dari 2
dimensi yaitu:

1. Dilution Effect

Dilution Effect, kurangnya motivasi individu karena merasa kontribusinya


tidak berarti atau menyadari bahwa penghargaan yang diberikan kepada tiap
individu tidak ada. Hal ini menyebabkan individu bersikap acuh yang
menyebabkan individu tidak bertanggung jawab.

2. Immediacy gap

Immediacy gap (tidak terpaut dengan tugas dan kelompok), individu merasa
terasing atau terisolasi (karena kurang dekat dengan anggota kelompok
lainnya) dari kelompok, hal ini menandakan semakin jauh anggota kelompok
dari anggotanya maka ia semakin jauh dengan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya.

Aspek-aspek Social Loafing

Menurut Myers (2012), terdapat beberapa aspek terjadinya social loafing atau
kemalasan sosial, yaitu sebagai berikut:

a. Menurunnya motivasi individu untuk terlibat dalam kegiatan


kelompok. Seseorang menjadi kurang termotivasi untuk terlibat atau
melakukan suatu kegiatan tertentu pada saat orang tersebut berada
dalam keadaan bersama-sama dengan orang lain. Mereka kurang
termotivasi untuk terlibat dalam diskusi karena berada dalam
lingkungan di mana ada orang lain yang mungkin mau melakukan
respon yang kurang lebih sama terhadap stimulus yang sama.

17
b. Sikap pasif. Anggota kelompok lebih memilih untuk diam dan
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan usaha
kelompok.
c. Pelebaran tanggung jawab. Usaha untuk mencapai tujuan kelompok
merupakan usaha bersama yang dilakukan oleh para anggotanya.
d. Free ride atau mendompleng pada usaha orang lain. Individu yang
memahami bahwa masih ada orang lain yang mau melakukan usaha
kelompok cenderung tergoda untuk mendompleng (free ride) begitu
saja pada individu lain dalam melakukan usaha kelompok tersebut.
e. Penurunan kesadaran akan evaluasi dari orang lain. Pemalasan sosial
dapat juga terjadi karena dalam situasi kelompok terjadi penurunan
pada pemahaman atau kesadaran akan evaluasi dari orang lain
(evaluation apprehension) terhadap dirinya.

Faktor Penyebab Terjadinya Social Loafing

Faktor-faktor kemalasan sosial menurut Genn (dalam Sarwono & Meinarno,


2009) adalah :

a. Output equity

Kemalasan sosial terjadi karena anggota kelompok beranggapan


bahwa anggota kelompok cenderung bermalas-malasan sehingga
mereka mengira teman sekelompok mereka juga bermalas-
malasan. Akibatnya, merekapun bermalas-malasan supaya sama.

b. Evaluation apprehension

Kemalasan sosial terjadi karena identitas individu menjadi


tersamarkan (anonim) ketika berada didalam kelompok. Hasil kerja
individu tidak tampak karena yang dilihat adalah hasil kelompok.

18
Akibatnya, individu yang tidak termotivasi dengan tugas tersebut
hanya sedikit berkontribusi.

c. Matching to standartd

Kemalasan sosial terjadi karena tidak tersedia standard yang jelas


untuk membandingkan performa individu. Hal ini karena hasil
kerja yang diperhitungkan adalah hasil kelompok.

2.8 Manfaat dan Kerugian dari Kelompok yang Kohesif/Padu

Menurut (Ivancevich, 2007) menyebutkan bahwa kohesivitas biasanya


dianggap sebagai sebuah kekuatan. Kohesivitas mengikat seluruh anggota
kelompok agar tetap berada dalam kelompoknya dan menangkal pengaruh
yang menarik anggota agar keluar dari kelompok. Sebuah kelompok yang
kohesif terdiri dari individu-individu yang saling tertarik satu dengan yang
lain. Sebuah kelompok yang memiliki kohesivitas rendah tidak memiliki
ketertarikan interpersonal antar anggota kelompoknya. Kelompok-kelompok
yang sangat kohesif lazimnya terdiri dari individu-individu yang termotivasi
untuk bersatu, sehingga akibatnya manajemen atau sebagian manajemen
cenderung mengharapkan kelompok yang kohesif tersebut menunjukkan
kinerja yang efektif.

2.9 Kekuatan dan Kelemahan Pengambilan Keputusan Kelompok

Kekuatan dan kelemahan pengambilan keputusan kelompok, menurut


(Robbins & Judge, Organizational Behavior, 2017):
1. Kekuatan
Kekuatan pengambilan keputusan kelompok menghasilkan informasi dan
pengetahuan yang lebih lengkap. Dengan mengumpulkan sumber daya dari
beberapa individu, kelompok-kelompok membawa lebih banyak input serta

19
perbedaan ke dalam proses pengambilan keputusan. Mereka menawarkan
peningkatan keragaman pandangan. Ini membuka peluang untuk
mempertimbangkan lebih banyak pendekatan dan alternatif. Akhirnya,
kelompok-kelompok mengarah pada peningkatan penerimaan suatu solusi.
Anggota kelompok yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan lebih
cenderung mendukung dan mendorong orang lain untuk menerimanya
nanti.
2. Kelemahan
Keputusan kelompok memakan waktu karena kelompok biasanya
membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencapai solusi. Ada tekanan
konfidensial. Keinginan oleh anggota kelompok untuk diterima dan
dianggap sebagai aset bagi kelompok dapat meredam setiap perselisihan
terbuka. Diskusi kelompok dapat didominasi oleh satu atau beberapa
anggota. Jika mereka anggota dengan kemampuan rendah dan sedang,
efektivitas keseluruhan grup akan menghilang. Akhirnya, keputusan
kelompok menjadi tanggung jawab yang ambigu. Dalam keputusan
individu, jelas siapa yang bertanggung jawab atas hasil akhir. Dalam
keputusan kelompok, tanggung jawab dari setiap anggota harus bisa
dipertanggungjawabkan.

Pengambilan Keputusan Kelompok

Dalam mengunakan kelompok, manajer harus memperhatikan keuntungan


dan kerugian dari kelompok tersebut. Menurut (Soedarso, 2018) terdapat
beberapa keuntungan dan kekurangan dalam pengambilan keputusan
kelompok, diantaranya sebagai berikut:

Keuntungan :

Keputusan individual dan kelompok ini masing – masing memiliki kekuatan


sendiri – sendiri, karenanya masing – masing juga tidak selalu ideal untuk

20
semua situasi. Namun beberapa keunggulan keputusan kelompok
dibandingkan dengan keputusan individual adalah sebagai berikut :

1. Informasi dan pengetahuan lebih lengkap. Dalam menghimpun sumber


daya dari sejumlah individu , berarti lebih banyak masukan yang dipakai
dalam proses pembuatan keputusan.
2. Keragaman pandangan lebih banyak. Selain masukan yang banyak,
kelompok dapat membawa serta heterogenitas mereka kedalam proses
keputusan. Hal ini membuka peluang bagi lebih banyak pendekatan dan
alternatip yang akan menjadi pertimbangan.
3. Penerimaan keputusan lebih besar. Banyak solusi yang ternyata gagal
setelah keputusan diambil, karena orang – orang tidak dapat menerima
hasil keputusan tersebut. Akan tetapi , bila orang yang akan dikenai oleh
keputusan itu dan orang tersebut dapat ambil bagian dalam proses
pembuatanya, maka mereka lebih cenderung untuk menerimanya, dan
bahkan akan mendorong orang lain untuk menerimanya.
4. Legitimasi keputusan lebih kuat. Masyarakat kita menghargai metode –
metode yang demokratis. Proses pengambilan keputusan kelompok yang
konsisten dengan sikap demokratis dipandang lebih memiliki keabsahan
dari pada keputusan yang dibuat oleh seorang individu.

Kekurangan :
Beberapa kekurangan keputusan kelompok antara lain :
1. Memakan waktu.Untuk membentuk suatu kelompok sudah jelas
membutuhkan waktu tersendiri. Proses interaksi yang terjadi begitu
kelompok terbentuk juga sering sekali tidak efisien. Akhirnya kelompok
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai kesepakatan
terhadap sebuah solusi dari pada yang dapat dilakukan seorang individu.

21
Hal ini tentu saja membatasi kemampuan manajemen untuk bertindak
cepat pada saat diperlukan.
2. Tekanan untuk sependapat. Keinginan anggota kelompok untuk diterima
dan dipertimbangkan sebagai aset bagi kelompok akan mengakibatkan
adanya penekanan pada pihak yang berbeda pendapat, dan mendorong
persesuaian diantara sejumlah pandangan. Keadaan seperti ini juga
mmendorong terjadinya pemikiran kelompok ( groupthink ) akan dimana
tekanan kelompok mengarah pada menurunya efisiensi mental, minimnya
uji realitas, dan kurangnya pertimbangan moral.
3. Dominasi oleh minoritas. Boleh jadi didominasi oleh satu atau beberapa
anggota Jika koalisi dominasi ini juga terdiri anggota yang berkemampuan
rendah dan menengah, maka efektifitas kelompok secara keseluruhan akan
mengalami gangguan.
4. Tanggung jawab yang kabur. Anggota kelompok sama berbagi ( share )
tanggung jawab, tetapi tak jelas siapa yang bertanggung jawab, sedangkan
pada keputusan kelompok tanggung jawab dari setiap anggota diabaikan.

Singkatnya, kelompok adalah kendaraan yang sangat baik untuk


melakukan banyak langkah dalam proses pengambilan keputusan dan
menawarkan keluasan input untuk pengumpulan informasi. Jika anggota
kelompok memiliki latar belakang yang beragam, alternatif yang dihasilkan
harus lebih luas dan analisisnya lebih kritis. Ketika solusi akhir disepakati,
ada lebih banyak orang dalam keputusan kelompok untuk mendukung dan
mengimplementasikannya. Namun, kelebihan ini mungkin lebih dari
diimbangi dengan waktu yang dihabiskan oleh keputusan kelompok, konflik
internal yang mereka ciptakan, dan tekanan yang mereka hasilkan terhadap
kepatuhan. Namun, kita harus berhati-hati dalam menentukan jenis konflik.

22
BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Bencana Konsensus

Ketika tiba saatnya bagi kelompok untuk mencapai suatu keputusan,


banyak yang beralih ke konsensus. Konsensus, situasi kesepakatan, sepertinya
ide yang bagus. Untuk mencapai konsensus, kelompok harus bekerja sama dan
berkolaborasi, yang pada akhirnya akan menghasilkan tingkat persahabatan dan
kepercayaan yang lebih tinggi. Selain itu, jika semua orang setuju, kebijakan
yang berlaku mengatakan setiap orang akan lebih berkomitmen pada keputusan.
Namun, kebutuhan akan konsensus terkadang dapat merusak fungsi
kelompok. Pertimbangkan “tebing fiskal” yang dihadapi oleh pemerintah AS
menjelang akhir 2012. Gedung Putih dan Kongres perlu mencapai kesepakatan
yang akan mengurangi pembengkakan defisit anggaran. Namun, banyak
Republikan dan Demokrat berpegang pada garis partai mereka, menolak untuk
berkompromi. Banyak yang memandang produk akhir yang mencapai
konsensus sebagai solusi yang kurang optimal. Masyarakat memberi Kongres
peringkat persetujuan hanya 13 persen, menyatakan frustrasi dengan kurangnya
kompromi, tetapi kelompok itu mungkin tidak dapat berfungsi dengan baik
sebagian karena kebutuhan untuk konsensus dalam menghadapi keberpihakan.
Jika konsensus tercapai, apakah itu berarti keputusannya tepat?
Pengkritik metode berbasis konsensus berpendapat bahwa keputusan apa pun
yang pada akhirnya dicapai lebih rendah daripada keputusan yang
menggunakan metode lain seperti memilih atau meminta anggota tim
memberikan masukan kepada pemimpin mereka, yang kemudian membuat
keputusan akhir. Para kritikus juga berpendapat bahwa karena tekanan untuk

23
menyesuaikan diri, groupthink jauh lebih mungkin, dan keputusan yang diambil
melalui konsensus adalah orang-orang yang paling tidak disukai.

Pertanyaan:

1. Apakah konsensus merupakan cara yang baik bagi kelompok untuk


mengambil keputusan? Mengapa atau mengapa tidak?
2. Dapatkah Anda memikirkan saat ketika kelompok yang Anda menjadi
anggotanya mengandalkan konsensus? Menurut Anda, bagaimana
keputusan itu terjadi? Bagaimana menurut Anda keputusan itu ternyata?
3. Martin Luther King Jr. pernah menyatakan, "Seorang pemimpin sejati
bukanlah seorang pencari konsensus, melainkan seorang pencipta
konsensus." Menurut Anda apa yang dia maksud dengan pernyataan itu?
Apakah Anda setuju dengan itu? Mengapa atau mengapa tidak?

3.2 Pembahasan

1. Apakah konsensus merupakan cara yang baik bagi kelompok untuk mengambil
keputusan? Mengapa atau mengapa tidak?
Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan didefinisikan sebagai
kesepakatan semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan . Dalam
kebanyakan situasi, konsensus hanya bisa dicapai setelah pertimbangan yang
matang serta evaluasi yang kritis atas lebih atau kurangnya. Pengambilan
keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak waktu dibandingkan
dengan pengambilan keputusan dengan pengaturan mayoritas. Walaupun tidak
serta merta pengaturan mayoritas akan lebih baik bila dilakukan secara terus
menerus karena bagaimanapun suara dari semua anggota juga berhak untuk
diterima, maka dari itu konsensus boleh dilakukan dengan catatan bahwa
pengambilan keputusan tidak memakan waktu yang terlalu lama yang akan
menghambat kinerja dari suatu kelompok atau perusahaan.

24
Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia (KBBI), Konsesus itu sendiri
memiliki arti sebagai kesepakatan kata atau pemufakatan bersama yang dicapai
melalui kebulatan suara. Maka setiap anggota atau individu dalam sebuah
kelompok atau organisasi ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Seperti menurut Moorhead dan Griffin (2013) persoalan utama dalam
pengambilan keputusan dalam sebuah kelompok adalah tingkat keterlibatan
individu dalam sebuah pengambilan keputusan. Sedangkan konsesus itu sendiri
sebuah cara pengambilan keputusan berdasarkan keterlibatan individu
didalamnya. Tidak peduli individu memiliki keinginan atau kemampuan atau
tidak didalamnya, pengambilan keputusan perlu terjadi.
Adapun permasalahan lainnya yang disebutkan dalam buku Moorhead
dan Griffin (2013) yaitu kelompok polarisasi, dimana ketika individu merasa
bahwa ada seseorang atau bahkan sekelompok yang sependapat dengan
pendapat individu tersebut, maka akan muncul argument persuasive
didalamnya yang mana akan timbul hasil keputusan yang belum tentu terbaik
bagi kelompok. Namun tidak semua situasi akan menghasilkan keputusan yang
kurang baik, adapaun mayoritas suara yang merupakan keputusan terbaik bagi
sebuah kelompok. Maka cara konsesus bisa jadi baik jika situasi didalamnya
memang turut berpartisipasi penuh.

2. Dapatkah Anda memikirkan saat ketika kelompok yang Anda menjadi


anggotanya mengandalkan konsensus? Menurut Anda, bagaimana keputusan
itu terjadi? Bagaimana menurut Anda keputusan itu ternyata?
Keputusan untuk menggunakan konsesus dapat terjadi saat kelompok
telak menyepakati kmengenai bagaimana cara untuk bisa mencapai tujuan
anggota kelompok yang didalamnya memiliki syarat keputusan kelompok yang
efektif yaitu partisipasi. Seperti menurut Moonhead dan Griffin (2013) yang
menyatakan bahwa masalah utama dalam pengambilan keputusan kelompok
adalah tingkat dimana seluruh anggota atau individu dilibatkan. Semua anggota

25
kelompok harus berusaha mengutarakan pendapatnya, penggunaan waktu yang
tepat dan berkualitas. Keputusan yang dapat dilaksanakan oleh seluruh anggota
kelompok dan adanya peningkatan atau paling tidak, tidak adanya penurunan
kemampuan kelompok dalam hal pemecahan masalah.
Jadi jika diperhatikan kembali, keputusan dengan cara konsesus tidak
terlalu buruk untuk diterapkan, selain karna keterlebitan seluruh anggota dalam
kelompok yang membantu jalannya dan pengambilan keputusan yang
walaupun memakan waktu yang lama seperti menurut Moonhead dan Griffin
(2013) bahwa pengambilan keputusan dengan melibatkan anggota dapat
mempermudah dan biasanya menghasilkan solusi yang lebih banyak dan lebih
baikdibandingkan dengan individu yang menentukan. Namun kelompok
membutuhkan waktu yang lebih lama daripada individu untuk mengembangkan
solusi dan mengamil keputusan karena perlunya kesepakatan anggota
didalamnya.

3. Martin Luther King Jr. pernah menyatakan, "Seorang pemimpin sejati bukanlah
seorang pencari konsensus, melainkan seorang pencipta konsensus." Menurut
Anda apa yang dia maksud dengan pernyataan itu? Apakah Anda setuju dengan
itu? Mengapa atau mengapa tidak?
Maksud dari pernyataan Martin Luther King Jr. tersebut adalah seorang
pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang tidak akan mencari kesepakatan
bersama dengan menanyakan hal apa yang baik untuk dilakukan kepada para
bawahannya, tetapi pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mampu
memilih jalan terbaik agar para bawahannya setuju dengan keputusan yang dia
pilih, yang artinya pemimpin tersebut dapat mempengaruhi bawahannya untuk
bekerja sama secara tulus tanpa ada paksaan.
Sehingga kami setuju dengan pernyataan Martin Luther King Jr. yang
menyatakan bahwa pemimpin yang baik yaitu pemimpin yang mampu memilih
jalan yang terbaik agar segala hasil keputusan yang dibuat dapat membuat

26
karyawan setuju. Dalam arti lain pemimpin tersebut dapat mempengaruhi
bawahannya untuk bekerja sama secara tulus demi menghasilkan hasil yang
maksimal tanpa ada paksaan.

27
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dengan adanya kesamaan dalam pekerjaan dan banyaknya waktu


yang dihabiskan bersama menimbulkan kedekatan satu sama lain
hingga tercipta suatu kelompok. Perkembangan kelompok itu dimulai
dari tahap pembentukan dimana banyak ketidakpastian mengenai apa
yang diinginkan oleh kelompok serta struktur dan kepemimpinannya,
namun akhirnya tahap ini dapat diselesaikan dengan kesadaran para
anggota bahwa mereka merupakan bagian dari suatu kelompok,
mereka menyadari apa yang seharusnya mereka lakukan dan
kebersamaan yang terjalin akibat penyelesaian suatu konflik dalam
kelompok. Di dalam suatu kelompok yang sebenarnya, para anggota
mempertimbangkan diri mereka sendiri dan bergantung satu dengan
lainnya untuk mencapai tujuan bersama, dan mereka saling
berhubungan satu dengan yang lain secara teratur.

4.2 Saran
Berada dalam suatu kelompok merupakan hal penting karena
kelompok memberikan pengakuan bagi anggotanya, dengan tergabung
dalam suatu kelompok para individu dapat merasa lebih kuat,
terpenuhi kebutuhan sosialnya dan biasanya apa yang tidak dapat
dicapai oleh individu seringkali terwujud dalam kelompok. Dalam
organisasi jugaada saat dimana dibutuhkannya lebih dari satu orang
untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Hal-hal diatas menunjukkan
bahwa keberadaan suatu kelompok akan sangat dibutuhkan. Sebaiknya
setiap anggota kelompok yang masuk kedalam sebuah organisasi baik

28
besar ataupun kecil harus mudah dalam beradaptasi dengan keadaan
organisasi tersebut dan mempertahankan perilaku yang baik pada diri
mereka sendiri.

29
DAFTAR PUSTAKA

Achmad S, Ruky, 2013. Sistem Manajemen Kinerja, Cetakan ketiga, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Baron, Robert dan donn Byrne (2003) Psikologi Sosial. Edisi Sepuluh. Jakarta:
Airlangga.

Chidambaram, T. dan Tung, L. L. (2005). Is out of sight, out of mind? An empirical


study of social loafing in technology-supported groups. Information Systems
Research, Vol. 16, No. 2, pp 149-168.

Ivancevich. (2007). Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1 edisi ketujuh. Jakarta:
Erlangga.

Moonhead, & Griffin. (2013). Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya


Manusia dan Organisasi. Salemba Empat.

Mulyana, D., & Solatun. (2007). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosda Karya.

Myers, D. G. (2012). Social Psychology. Jakarta: Salemba Humanika.

Robbins, S. P., & Judge. (2007). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior. New Jersey: Pearson
Education Limited .

Sarwono, Sarlito W. & Eko A. Meinarno. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika

30
Soedarso, S. W. (2018). Teknik-teknik Pengambilan Keputusan. Bandung: Mangga
Makmur Tanjung Lestari

Tuckman, Bruce W, 2001. development sequence in small group. A research and


applications journal. 2

31

Anda mungkin juga menyukai