Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS KINERJA PELAYANAN RAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DITINJAU

DARI ASPEK NON FINANSIAL PADA RUMAH SAKIT KASIH IBU TAHUN 2007 2008

Indikator kinerja
Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategi yang telah

ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktorfaktor keberhasilan utama organisasi
(critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator) (Mardiasmo,
2004: 125).

Di dalan pelaksanaan kinerja pada rumah sakit Kasih ibu, indikatorindikator pelayanan yaitu:

manajemen untuk:

1)

2) 3)

4)

5) 6) 7)

Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan dalam pencapaian kinerja.

Memastikan tercapainya skema kinerja yang disepakati.

Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkan dengan skema kerja
serta melakukan untuk memperbaiki kinerja.

Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja
organisasi.

Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. Menunjukan peningkatan


yang perlu dilakukan.
Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

1)

Bed Occupancy Rate (BOR)

Adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu, yang memberikan
gambaran tinggi rendahnya pemanfaatan dari tempat tidur rumah sakit. Indikator ini digunakan
untuk mengetahui tingkat efisiensi rumah sakit, semakin tinggi tingkat yang dicapai berarti
efisiensi rumah sakit semakin baik. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 6085%
(Depkes RI, 2005). BOR antara rumah sakit yang berbeda tidak bisa dibandingkan oleh karena
adanya perbedaan fasilitas rumah sakit, tindakan medik, perbedaan teknologi intervensi. Semua
perbedaan tadi disebut sebagai case mix. Untuk memperoleh hasil perhitungan BOR dapat
dilakukan dengan rumus:

Jumlah hari perawat di RS periode tertentu Jumlah tempat tidur X hari dalam
BOR = X 100%
periode yang sama

Bed Turn Over (BTO)

Adalah frekuensi pemakaian tempat tidur, berapa kali dalam satu satuan waktu tertentu

tempat tidur rumah sakit dipakai, yang memberikan gambaran tingkat efisiensi pemakaian
tempat tidur. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. semakin tinggi tingkat yang dicapai berarti efisiensi rumah sakit semakin
buruk. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata rata dipakai 4050 kali (Depkes RI,
2005). Untuk memperoleh hasil perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan rumus:

Jumlah penderita rawat inap yang keluar dari RS dalam 1 tahun Jumlah tempat tidur
BTO =
pada tahun yang sama

Length of Stay (LOS)

Adalah lamanya rawatan seorang pasien, yang menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit.
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang
perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang ideal antara 69 hari (Depkes,
2005). Pasien yang dirawat lebih dari 9 hari menggambarkan rumah sakit kurang efisien. Untuk
memperoleh hasil perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan rumus:

Jumlah hari perawat pasien keluar/ tahun Jumlah penderita rawat inap yang keluar di RS
LOS =

Turn Over Interval (TOI)

Adalah ratarata hari, tempat tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya yang
menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Indikator ini memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran
13 hari. (Depkes RI, 2005). Tempat tidur yang kosong lebih dari 3 hari menggambarkan
kenaikan TOI yang menyebabkan BOR rendah. Kenaikan TOI disebabkan fasilitas yang
memadai kurang dan pelayanan yang diterima

oleh pasien kurang memuaskan. Ini dapat diatasi dengan memperbaiki organisasi di masing-
masing unit perbaikan SDM, serta perbaikan fasilitas dan pelayanan, selain itu RS juga harus
selalu up to date. Untuk memperoleh hasil perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan rumus:
Jumlah tempat tidur x jumlah HP dalam1tahun Jumlah pasien keluar
TOI =

Net Death Rate (NDR)

Adalah angka kematian ≥ 48 jam setelah dirawat di rumah sakit, yang menggambarkan mutu
pelayanan rumah sakit. Sehingga semakin sedikit tingkat kematian yang ≥ 48 jam setelah
dirawat berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Untuk memperoleh hasil perhitungan
tersebut dapat dilakukan dengan rumus:

Jumlah kematian pasien di RS ≥ 48 jam  Jumlah pasien yang dirawat


NDR = x1000 
periode yang sama

Gross Death Rate (GDR)


Adalah angka kematian umum untuk tiaptiap 1000 penderita keluar. Nilai GDR

ideealnya tidak lebih dari 45 per 1000 penderita keluar, semakin sedikit angka kematian yang
terjadi berarti semakin baik mutu pelayanan rumah sakit tersebut.

Jumlah pasien mati seluruhnya periode tertentu o

GDR=
Rasio Pasien Gawat Darurat dengan Perawat

×1000 /oo
7)

Jumlah pasien keluar pada periode yang sama

Adalah ratarata jumlah pasien gawat darur

Pada bagan di atas dapat terlihat bahwa ruang perawatan untuk unit rawat inap di rumah sakit
terbagi menjadi 8 bagian, yaitu:

1. 1)  Pelayanan penerimaan pasien

Pelayanan penerimaan pasien merupakan awal proses yang dilakukan oleh pasien yang
akan dirawat di rumah sakit. Pasien akan diberikan tempat di ruang perawatan oleh
bagian pelayanan penerimaan pasien. Oleh karena itu, pelayanan ini merupakan pusat
pengendalian ruang rawat inap.

2. 2)  Pelayanan rawat inap

Proses pelayanan rawat inap dimulai setelah pasien diterima di bagian penerimaan pasien,
yaitu admission departement rumah sakit. Kemudian bagian penerimaan pasien akan
mendata dan menempatkan pasien ke ruang atau kamar perawatan. Di ruang atau kamar
perawatan, pasien mendapatkan beberapa pelayanan, yaitu:

 Pelayanan tenaga medik


 Pelayanan non paramedik
 Lingkungan langsung penderita
 Penyediaan sarana medik
 Penyediaan sarana non-medik
 Obat-obatan
 Pelayanan makanan dan menu

3. 3)  Pelayanan tenaga medis

Pelayanan tenaga medik di rumah sakit hanya akan didapatkan dari dokter yang bertugas
di rumah sakit. Dokter bertugas memberikan pelayanan kepada pasien dan dan
mempertanggungjawabkannya sesuai dengan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu
kedokteran dan etik yang berlaku. Tenaga madik adalah dokter umum dan spesialis yang
bekerja di rumah sakit.

4. 4)  Pelayanan non medik

Pemberian pelayanan tenaga non medik kepada pasien rawat inap merupakan tugas dari
keperawatan. Bagian keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
secara profesional berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk bio-psiko sosio
spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada pasien, keluarga dan masyarakat, baik
yang sakit maupun sehat

5. 5)  Lingkungan langsung penderita

Lingkungan langsung penderita adalah tempat pasien dirawat yang diharapkan dapat
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pasien. Besarnya ruang, kebersihan, penata
ruang yang teratur, penerangan, ventilasi yang baik, tidak bising dan bebas serangga
merupakan faktor yang harus diberikan oleh pihak rumah sakit.

6. 6)  Sarana medik, non medik, dan obat-obatan

Penyediaan sarana medik dan non medik disesuaikan dengan standar peralatan masing-
masing kelas di rumah sakit. Untuk sarana non medik dibedakan dalam hal kenyamanan
yang berbeda antar kelas. Untuk obat- obatan, pihak rumah sakit bertanggung jawab
kepada bagian farmasi terhadap pengawasan kualitas, kuantitas, persediaan,
penyimpanan, penyaluran dan kadaluarsa obat kepada pasien.

7. 7)  Pelayanan menu dan makanan


Pelayanan menu dan makanan terletak di bawah pengawasan ahli gizi makanan yang
dihidangkan harus sesuai dengan kebutuhan pasien, enak dipandang, dirasa, dapat dicerna
dengan baik, kualitas baik, bersih dan bebas dari kontaminasi, dan disediakan pada waktu
yang tepat dan teratur. Pelayanan gizi bertugas membantu seseorang (pasien) dalam
keadaan sehat atau sakit untuk memilih dan memperoleh makanan yang sesuai guna
memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Pelayanan menu dan makanan tidak hanya ditunjukkan
untuk pasien rawat inap tetapi juga untuk rawat jalan dan karyawan rumah sakit.

8. 8)  Pelayanan administrasi dan keuangan

Pelayanan administrasi dan keuangan adalah tempat dilakukannya prosedur penerimaan


uang pemasukan rumah sakit berupa uang muka perawatan, penagihan berkala dan
penyelesaian rekening pada saat pasien akan keluar dari ruang perawatan apabila pasien
telah menyelesaikan pelayanan ini, maka pasien diperbolehkan untuk pulang.
STANDART PELAYANAN INSTALASI RAWAT
INAP
Standar adalah nilai ketentuan yang telah ditetapkan berkaitan dengan sesuatu
yang harus dicapai sedangkan pelayanan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Berdasarkan Keputusan
menteri kesehatan nomor 129 Tahun 2008 Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal
SPM juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan
minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. SPM untuk jenis layanan
rawat inap berdasarkan ketentuan Depkes adalah sebagai berikut:

INDIKATOR RAWAT INAP

1. Bed Occupancy Rate (BOR)

Adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu, yang memberikan
gambaran tinggi rendahnya pemanfaatan dari tempat tidur rumah sakit. Indikator ini digunakan
untuk mengetahui tingkat efisiensi rumah sakit, semakin tinggi tingkat yang dicapai berarti
efisiensi rumah sakit semakin baik. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 6085%
(Depkes RI, 2005). BOR antara rumah sakit yang berbeda tidak bisa dibandingkan oleh karena
adanya perbedaan fasilitas rumah sakit, tindakan medik, perbedaan teknologi intervensi. Semua
perbedaan tadi disebut sebagai case mix. Untuk memperoleh hasil perhitungan BOR dapat
dilakukan dengan rumus:

Jumlah hari perawat di RS periode tertentu Jumlah tempat tidur X hari dalam
BOR = dibagi
periode yang sama dikalikan 100 %

2. Bed Turn Over (BTO)

Adalah frekuensi pemakaian tempat tidur, berapa kali dalam satu satuan waktu tertentu

tempat tidur rumah sakit dipakai, yang memberikan gambaran tingkat efisiensi pemakaian
tempat tidur. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. semakin tinggi tingkat yang dicapai berarti efisiensi rumah sakit semakin
buruk. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata rata dipakai 40-50 kali (Depkes RI,
2005). Untuk memperoleh hasil perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan rumus:

Jumlah penderita rawat inap yang keluar dari RS dalam 1 tahun dibagi Jumlah tempat
BTO =
tidur pada tahun yang sama

Length of Stay (LOS)

Adalah lamanya rawatan seorang pasien, yang menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit.
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang
perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang ideal antara 69 hari (Depkes,
2005). Pasien yang dirawat lebih dari 9 hari menggambarkan rumah sakit kurang efisien. Untuk
memperoleh hasil perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan rumus:

Jumlah hari perawat pasien keluar/ tahun dibagi Jumlah penderita rawat inap yang
LOS =
keluar di RS

Turn Over Interval (TOI)

Adalah ratarata hari, tempat tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya yang
menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Indikator ini memberikan gambaran
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran
13 hari. (Depkes RI, 2005). Tempat tidur yang kosong lebih dari 3 hari menggambarkan
kenaikan TOI yang menyebabkan BOR rendah. Kenaikan TOI disebabkan fasilitas yang
memadai kurang dan pelayanan yang diterima

oleh pasien kurang memuaskan. Ini dapat diatasi dengan memperbaiki organisasi di masing-
masing unit perbaikan SDM, serta perbaikan fasilitas dan pelayanan, selain itu RS juga harus
selalu up to date. Untuk memperoleh hasil perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan rumus:

Jumlah tempat tidur x dikurangi jumlah HP dalam1tahun dibagi Jumlah pasien keluar
TOI =

Net Death Rate (NDR)

Adalah angka kematian ≥ 48 jam setelah dirawat di rumah sakit, yang menggambarkan mutu
pelayanan rumah sakit. Sehingga semakin sedikit tingkat kematian yang ≥ 48 jam setelah
dirawat berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Untuk memperoleh hasil perhitungan
tersebut dapat dilakukan dengan rumus:
Jumlah kematian pasien di RS ≥ 48 jam Jumlah pasien yang dirawat periode
NDR = dibagi
yang sama dikalikan 1000

Gross Death Rate (GDR)


Adalah angka kematian umum untuk tiaptiap 1000 penderita keluar. Nilai GDR

ideealnya tidak lebih dari 45 per 1000 penderita keluar, semakin sedikit angka kematian yang
terjadi berarti semakin baik mutu pelayanan rumah sakit tersebut.

GDR = jumlah pasien mati atau meninggal seluruhnya pada periode tertentu dibagi jumlah
pasien keluar pada periode yang sama dikalikan 1000

ALUR PELAYANAN
Alur pasien rawat inap, sebagai berikut :

1. 1)  Pasien membawa surat pengantar rawat dari klinik rawat jalan/ gawat darurat/

kamar bersalin ke pendaftaran rawat inap.

2. 2)  Pasien memesan kamar perawatan sesuai dengan jenis pembayaran (jika pasien

asuransi kesehatan akan dicek dengan pelayanan dan kamar perawatan sesuai

dengan plafon pasien) dan melakukan registrasi pendaftaran rawat inap.

3. 3)  Petugas menghubungi kamar perawatan untuk memes an kamar dan menyampaikan


hal-hal yang diperlukan dalam perawatan pasien berdasarkan

catatan dalam surat pengantar rawat.

4. 4)  Pasien diberi penjelasan general consent/persetujuan umum dan membubuhkan

nama, tanda tangan pada formulir tersebut (Gambar 1.9 Formulir General

Consent).

5. 5)  Pasien kembali ke klinik/ ruang gawat darurat untuk dipasang infus dan diberi

gelang pasien (Gambar 1.10 Gelang Pasien). Kemudian perawat menghubungi ruang
perawatan sebelum membawa pasien ke ruang perawatan. Perawat akan serahterima
pasien dan rekam medis serta dokumen penunjang lainnya untuk tindaklanjut
perawatan pasien.

6. 6)  Pasien masuk ruang perawatan diterima dokter ruangan/ perawat ruangan

TATA LETAK HUBUNGAN ANTAR RUANG

Anda mungkin juga menyukai