FISIKA DASAR
MODULUS YOUNG
OLEH:
KELOMPOK VI
SEFEARIFIN ZEGA
CCA 117 006
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
banyaknya limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
laporan praktikum Fisika Dasar tentang Modulus Young ini dengan waktu yang
telah ditentukan.
Selama proses pelaksanaan praktikum sampai dengan penulisan laporan
praktikum ini tentu penulis menemui berbagai kendala yang tidak bisa penulis
selesaikan sendiri. Oleh karenanya begitu banyak pihak yang telah membantu
sampai dengan proses penulisan laporan ini selesai.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Pembimbing Mata Kuliah Fisika Dasar beserta para Asisten Laboratorium yang
telah senantiasa membimbing penulis dimulai dari pelaksanaan praktikum sampai
dengan tahap menyelesaikan laporan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada rekan kelompok yang telah memberikan masukan selama proses penulisan
laporan praktikum ini.
Dalam penulisan laporan praktikum ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan yang terdapat di dalam penulisan laporan praktikum ini. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran dari berbagai pihak
agar laporan praktikum ini bisa menjadi lebih baik terlebih-lebih untuk penulisan
laporan praktikum berikutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GRAFIK
v
I. PENDAHULUAN
2.1 Elastisitas
Elastisitas adalah sifat suatu benda untuk kembali ke bentuk awalnya setelah
gaya luar dihilangkan. Perubahan bentuk tersebut dapat berupa pertambahan atau
pengurangan panjang (Bueche, 2006).
Sebuah benda dikatakan elastik sempurna jika setelah gaya
penyebab perubahan bentuk dihilangkan. Sifat dari elastik adalah lentur,
fleksibel, dapat mengikuti bentuk dan tidak getas. Banyak benda yang hampir
elastik sempurna, yaitu sampai depormasi yang terbatas disebut limit elastiknya,
dan apabila gaya-gaya dihilangkan, maka benda tersebut tidak kembali ke bentuk
semula. Beberapa bahan mendekati sifat tidak elastik sempurna dan
menujukkan tidak ada kecenderungan untuk kembali ke bentuk semula setelah
gaya dihilangkan. Bahan ini disebut bersifat pelastik yakni getar, keras namun
relatif mudah hancur dibanding benda pejal atau solid (Soedojo, 2004).
2.2 Tegangan
Tegangan adalah gaya-gaya yang merenggang per satuan luas penampang
yang dikenainya (Bahtiar, 2010 ). Secara kuantitatif tegangan dapat dinyatakan
dengan berbagai cara, yang paling sering adalah tegangan permukaan, yakni
gaya yang dikerahkan ke bidang permukaan per satuan panjang ( Robert, 1991).
Tegangan permukaan dinyatakan sebagai gaya per satuan panjang yang
diperlukan untuk memperluas permukaan. Simbol yang digunakan untuk tegangan
permukaan adalah γ dan satuannya adalah dyne/cm (Sutrisno, 1992).
2.3 Regangan
Regangan (ε) adalah perubahan bentuk akibat tegangan, diukur sebagai rasio
perubahan dari sejumlah dimensi benda terhadap dimensi awal dimana perubahan
terjadi (Kanginan, 2005).
Jika suatu benda ditarik atau ditekan, gaya P yang diterima benda
mengakibatkan adanya ketegangan antarpartikel dalam material yang besarnya
berbanding lurus. Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan adanya
pergeseran struktur material regangan atau himpitan yang besarnya juga
berbanding lurus. Karena adanya pergeseran, maka terjadilah deformasi bentuk
material misalnya perubahan panjang menjadi L + ∆L (atau L - ∆L). Dimana L
adalah panjang awal benda dan ∆L adalah perubahan panjang yang terjadi. Rasio
perbandingan antara ∆L terhadap L inilah yang disebut strain (regangan) dan
dilambangkan dengan “ε” (epsilon). Dengan demikian didapatkan rumus
(Gandavi, 2010):
∆𝐿
ε= 𝐿
ε = regangan/ strain
L = panjang benda mula-mula (m)
∆L = perubahan panjang benda (m)
Regangan tidak memiliki satuan karena merupakan rasio dari besaran-
besaran yang sama. Menurut Hooke regangan sebanding dengan tegangannya,
dimana yang dimaksud dengan regangan adalah persentase perubahan dimensi.
Terdapat 3 macam regangan, yakni regangan panjang, regangan volume,
dan regangan sudut (Zemansky, 1982).
Dengan A ialah luas`permukaan yang dikenai gaya luncuran dan M adalah apa
yang dinamakan modulus luncuran/Shear Modulus (Soedojo, 2004).
elastisitas suatu benda dan batas elastisnya. Modulus Young atau Modulus
elastisitas di definisikan sebagai:
𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
Modulus Young = 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
Modulus tersebut memiliki satuan yang sama dengan tegangan yaitu N/m2 atau
Pa. Modulus yang besar di butuhkan untuk menghasilkan regangan yang
diberikan benda tersebut kaku.Oleh karena itu (Budi, 2011):
𝜎
E=
𝜀
2
E : modulus young (N/m )
σ : tegangan (N/m2)
ɛ : regangan
Nilai E hanya bergantung pada bahan kawat atau batang, dan tidak
bergantung pada dimensi atau konfigurasinya. Sebagai konsekuensinya, modulus
young adalah ukuran dasar yang penting dari perilaku mekanis bahan (Bueche,
2006). Menurut Young (1998), modulus young suatu benda berbeda-beda sesuai
yang tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perkiraan Modulus Young
Bahan Modulus Young (Pa)
Aluminium 7.0 x 1010
Kuningan 9.0 x 1010
Tembaga 11 x 1010
Kaca 6.0 x 1010
Besi 21 x 1010
Timah 2.6 x 1010
Nikel 21 x 1010
Baja 20 x 1010
III. METODE PRAKTIKUM
3.3.2. Cara II
1. Menyiapkan statik, kemudian menggantungkan kawat di statik.
2. Menentukan skala 0 - 15 cm.
3. Menyiapkan 2 buah beban berbeda ukuran.
4. Menggantungkan beban pertama pada kawat di statik.
5. Mengamati regangan pada kawat tersebut.
6. Mencatat hasil pengamatan.
7. Menggantungkan beban kedua pada kawat statik dan mengamati regangan
pada kawat.
8. Mencatat hasil pengamatan.
9
3.3.4 Cara IV
1. Membandingkan perbedaan dengan hasil dari seluruh pengamatan yang
dilakukan.
2. Menentukan tegangan, regangan, modulus young, dan membuat grafik.
3. Membaut regresi dengan menggabungkan hasil pengamatan dari kelompok
lain.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1 Kawat 1
Pada kawat 1, percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan nilai percobaan
pertama diperoleh nilai tegangan 10,65 N/m2 dan regangannya 0,02. Dari data
tersebut menghasilkan modulus young sebesar 532,5 N/m2. Percobaan kedua
menghasilkan tegangan 19,89 N/m2 dan regangan 0,03 dengan nilai modulus
young sebesar 663 N/m2. Sedangkan percobaan ketiga menghasilkan tegangan
30,54 N/m2, regangan 0,03, dan modulus young sebesar 1018 N/m2.
Untuk melihat hubungan dari percobaan tersebut dapat dilakukan
pengamatan melalui grafik 1 sebagai berikut:
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Tegangan
4.1.2 Kawat 2
Pada kawat dua, percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan nilai
percobaan pertama diperoleh nilai tegangan 10,47 N/m2 dan regangannya 0,013.
Dari data tersebut menghasilkan modulus young sebesar 805,38 N/m2. Percobaan
kedua menghasilkan tegangan 19,99 N/m2 dan regangan 0,02 dengan nilai
modulus young sebesar 999,5 N/m2. Sedangkan percobaan ketiga menghasilkan
tegangan 30,45 N/m2, regangan 0,033, dan modulus young sebesar 922,72 N/m2.
12
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Tegangan
4.1.3 Kawat 3
Pada kawat tiga, percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan nilai
percobaan pertama diperoleh nilai tegangan 9,85 N/m2 dan regangannya 0,006.
Dari data tersebut menghasilkan modulus young sebesar 1641,7 N/m2. Percobaan
kedua menghasilkan tegangan 17,62 N/m2 dan regangan 0,013 dengan nilai
modulus young sebesar 1355,4 N/m2. Sedangkan percobaan ketiga menghasilkan
tegangan 27,50 N/m2, regangan 0,03, dan modulus young sebesar 916,7 N/m2.
Untuk melihat hubungan dari percobaan tersebut dapat dilakukan
pengamatan melalui grafik 3.
13
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25 30
Tegangan
4.1.4 Kawat 4
Pada kawat empat, percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan nilai
percobaan pertama diperoleh nilai tegangan 10,75 N/m2 dan regangannya 0,02.
Dari data tersebut menghasilkan modulus young sebesar 537,5 N/m2. Percobaan
kedua menghasilkan tegangan 20,47 N/m2 dan regangan 0,05 dengan nilai
modulus young sebesar 409,4 N/m2. Sedangkan percobaan ketiga menghasilkan
tegangan 31,23 N/m2, regangan 0,07, dan modulus young sebesar 446,1 N/m2.
Untuk melihat hubungan dari percobaan tersebut dapat dilakukan
pengamatan melalui grafik 4 sebagai berikut:
0.06
Regangan
0.04
0.02
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Tegangan
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Regangan
Dari hasil data yang disajikan dalam tabel menunjukan bahwa semakin kecil
nilai regangan yang diperoleh maka semakin besar juga nilai modulus young
suatu bahan.
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan adalah semakin berat massa
beban yang digantungkan, maka semakin besar pertambahan panjang kawat
tersebut. Pada percobaan kedua ini digunakan kawat besi sepanjang 35 cm.
Dengan bertambahnya ukuran kawat besi yang digunakan maka nilai regangan
semakin kecil sehingga dengan hal tersebut membuat nilai modulus youngnya
semakin besar.
16
4.2.1 Kawat 1
Pada kawat 1, percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan nilai percobaan
pertama diperoleh nilai tegangan 10,75 N/m2 dan regangannya 0,02. Dari data
tersebut menghasilkan modulus young sebesar 537,5 N/m2. Percobaan kedua
menghasilkan tegangan 20,47 N/m2 dan regangan 0,05 dengan nilai modulus
young sebesar 409,4 N/m2. Sedangkan percobaan ketiga menghasilkan tegangan
31,23 N/m2, regangan 0,07, dan modulus young sebesar 446,1 N/m2.
Untuk melihat hubungan dari percobaan tersebut dapat dilakukan
pengamatan melalui grafik 5 sebagai berikut:
0.02
Regangan
0.015
0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Tegangan
4.2.2 Kawat 2
Pada kawat 2, percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan nilai percobaan
pertama diperoleh nilai tegangan 10,42 N/m2 dan regangannya 0,002. Dari data
tersebut menghasilkan modulus young sebesar 5232 N/m2. Percobaan kedua
menghasilkan tegangan 19,99 N/m2 dan regangan 0,005 dengan nilai modulus
young sebesar 3998 N/m2. Sedangkan percobaan ketiga menghasilkan tegangan
30,45 N/m2, regangan 0,011, dan modulus young sebesar 2764,18 N/m2.
Untuk melihat hubungan dari percobaan tersebut dapat dilakukan
pengamatan melalui grafik 6 sebagai berikut:
17
0.006
0.004
0.002
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Tegangan
4.2.3 Kawat 3
Pada kawat 3, percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan nilai percobaan
pertama diperoleh nilai tegangan 9,88 N/m2 dan regangannya 0,0028. Dari data
tersebut menghasilkan modulus young sebesar 3528,57 N/m2. Percobaan kedua
menghasilkan tegangan 17,62 N/m2 dan regangan 0,0057 dengan nilai modulus
young sebesar 3091,22 N/m2. Sedangkan percobaan ketiga menghasilkan
tegangan 27,50 N/m2, regangan 0,14, dan modulus young sebesar 1964,28 N/m2.
Untuk melihat hubungan dari percobaan tersebut dapat dilakukan
pengamatan melalui grafik 7 sebagai berikut:
0.01
0.008
0.006
0.004
0.002
0
0 5 10 15 20 25 30
Tegangan
4.2.4 Kawat 4
Pada kawat 4, percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan nilai percobaan
pertama diperoleh nilai tegangan 10,757 N/m2 dan regangannya 0,0114. Dari data
tersebut menghasilkan modulus young sebesar 943,596 N/m2. Percobaan kedua
menghasilkan tegangan 20,477 N/m2 dan regangan 0,0171 dengan nilai modulus
young sebesar 1176,839 N/m2. Sedangkan percobaan ketiga menghasilkan
tegangan 31,234 N/m2, regangan 0,0285, dan modulus young sebesar 1097,929
N/m2.
Untuk melihat hubungan dari percobaan tersebut dapat dilakukan
pengamatan melalui grafik 8 sebagai berikut:
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Tegangan
20
Tegangan
15
10
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02
Regangan
.1 Kesimpulan
1. Elastisitas dari suatu bahan tidak sama dengan bahan yang lainnya.
2. Semakin kecil nilai regangan suatu bahan maka modulus young bahan tersebut
semakin besar.
3. Koefisien determinasi pada kawat 35 cm dengan nilainya adalah 0,416 lebih
besar dari kawat 15 cm dengan nilai 0,3034.
5.2 Saran
Dalam praktikum ini praktikan diharapkan lebih teliti dalam pengukuran
supaya data yang diperoleh lebih akurat.
21
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Gatot Setya. 2011. Pengujian Kuat Tarik dan Modulus Elastisitas Tulangan
Baja (Kajian terhadap Tulangan Baja dengan Sudut Bengkok 45°, 90°,
135°). Jurnal Teknik Sipil Untan Volume 11, Nomor 1.
Ganijanti, Aby Sarojo. 2002. Seri Fisika Dasar Mekanika. Salemba Teknika.
Jakarta
Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS.
Universitas Diponegoro. Yogyakarta
Hopcroft, Matthew A., Thomas W. Kenny, dan William D. Nix. 2010. What is the
Young’s Modulus of Silicon?. Journal of Microelectromechanical Systems
Volume 19, Nomor 2
Robert C. Reid. 1991. Sifat Gas dan Zat Cair. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Sears, Francis W., Mark W. Zemansky, dan Hugh D. Young. 1984. University
Physics Sixth Edition Part I. Addison-Wesley. Massachusetts
Young, Hugh D., dan Roger A. Freedman. 1998. University Physics 9th Edition.
Addison-Wesley. Massachusetts
22
Zemansky, Sears. 1982. Fisika untuk Universitas 1 Mekanika Panas Bunyi. Bina
Cipta. Bandung.