Anda di halaman 1dari 9

JOURNAL OF ECOLOGY ARCHITECUTRE

Penerapan Sustainable Material dan Landscape pada


Komplek Museum Kars Indonesia

Application of Sustainable Materials and Landscape at the


Indonesian Kars Museum Complex
*Marheindro Gilang Nugroho

Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik


Universitas Udayana, Bali, Indonesia

Diterima: Mei 2020; Disetujui: 2020; Dipublikasi: 2020


*Corresponding author: E-mail : marheindrogilang@student.unud.ac.id

Abstrak
Kawasan kars adalah area yang patut dilindungi keberadaannya. Selain menjadi situs berharga dunia,
Kawasan kars menyimpan sumber daya yang melimpah khusunya air bersih. Kaitannya dengan
pengembangan penggunaan lahan serta aktivitas manusia, kars menjadi daerah yang rawan akan dampak
tersebut. Oleh karena itu Eko-arsitektur hadir dalam penyelesaian antara perkembangan bangunan
terhadap konservasi alam kars . Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu penerapan arsitektur
ekologi pada objek penelitian ini yaitu Komplek Museum Kars Indonesia. Jurnal ini bertujuan untuk
mempelajari pengaplikasian arsitektur ekologi dalam perancangan landscape dan penggunaan
sunstainable material pada Komplek Museum Kars Indonesia. Metode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif dengan penjabaran unsur unsur ekologi objek. Diharapkan dengan adanya jurnal ini dapat
menjadi acuan dalam merancang bangunan khusunya pada Kawasan kars agar tidak menimbulkan
bencan atau merusak sumber daya yang ada. Hasil dari Jurnal ini dapat diaplikasikan pada Kawasan Geo-
park lain dalam perancangan masterplan pariwisata ataupun kepada bangunan masyarakat sekitar, mulai
dari penggunaan sustainable material, penataan landscape, sampai pengheamtan energi
Kata Kunci : Karst, Arsitektur ekologi, Masyarakat

Abstract
The karst area is an area that should be protected by its existence. Apart from being a valuable world site, the
karst region has abundant resources, especially clean water. In connection with the development of land use and
human activities, karst is an area that is prone to these impacts. Therefo re eco-architecture is present in the
settlement between the development of the building and the conservatio n of the karst nature. Based on this
background, it is necessary to apply ecological architecture to the object of this research, namely the Kars
Indonesia Museum Complex. This journal aims to study the application of ecological architecture in landscape
design and the use of sunstainable materials at the Kars Indonesia Museum Complex. The method used is
descriptive qualitative with the elaboration of the ecological elements of the object. It is hoped that this journal
can become a reference in designing buildings especially in the karst area so as not to cause disasters or damage
existing resources. The results of this journal can be applied to other Geo-park areas in designing tourism master
plans or to surrounding community buildings, starting from the use of sustainable materials, landscape
arrangement, to energy saving.

Keywords: Ecological architecture, Resort District, Environment.


How to Cite : Marheindro Gilang Nugroho, (2021), Penerapan Sustainable Material dan Landscape pada Komplek Museum
Kars Indonesia
Journal of Architecture and Urbanism Research, 3 (2) (2020): 129-138

PENDAHULUAN pengelolaan ekosistem yang terjadi


Kehidupan manusia di Bumi yang berbarengan. Arsitektur mengambil jalan
semakin padat mengakibatkan semakin tengah antara keduanya dengan menerapkan
banyak penggunaan sumber daya untuk sistem ekologi arsitektur dalam
memenuhi kehidupan manusia. Untuk pendekatannya. Arsitektur ekologi
memenuhi kebutuhan, manusia melakukan merupakan pendekatan perancangan
perubahan mulai dari penggunaan lahan, bangunan yang berorientasi pada
penggunaan sumber daya alam, serta keberlansungan ekosistem alami demi
meningkatkan teknologi untuk meminimalisir dampak perubahan yang
mengefisienkan pekerjaan. Acapkali terjadi akibat aktivitas manusia. Tujuan
perubahan tersebut tidak menimbulkan utama arsitektur ekologi adalah
perubahan yang positif dan berujung menciptakan eco desain, arsitektur ramah
sebaliknya. Misalnya rusaknya ekosistem, lingkungan. Konsep ekologis merupakan
punahnya beberapa hewan dan tumbuhan, konsep penataan lingkungan dengan
meningkatnya polusi baik itu udara, air, dan memanfaatkan potensi atau sumberdaya
tanah, serta masih banyak lagi perubahan alam dan penggunaan teknologi
negatif lainnya. berdasarkan manajemen etis yang ramah
Penggunaan sumber daya alam serta lingkungan. (Sidik & Daniel, 2016). Penataan
penggunaan lahan juga terjadi pada Kawasan landscape serta penggunaan sustainable
kars. Padahal Kawasan kars adalah area yang material adalah salah satu upaya arsitektur
sangat rentan akan kerusakan ekosistem. ekologi mengatasi isu tersebut. Penataan
Jika dilihat dari pengertiannya Karst adalah landscape yang bagus akan memperindah
sebuah istilah dalam Bahasa Jerman yang serta menghindarkan dari bahaya akibat
diturunkan dari Bahasa Slovenia yang pengelohan lahan yang salah.
berarti lahan gersang berbatu (Adji dkk, Berdasarkan latar belakang yang telah
1999). Kawasan karst di Museum Kars dijabarkan, maka dapat dirumuskan masalah
Indonesia merupakan gugusan pegunungan dalam penelitian adalah : (1) Bagaimana
karst “Gunungsewu” yang digolongkan ke penerapan arsitektur ekologi pada Kawasan
dalam kars terbuka (bare/nackter karst) kars?; (2) Material apa saja yang mendukung
berupa conical hill dan merupakan satu- arsitektur ekologi pada Kawasan Museum
satunya di dunia. Kawasan ini mendapatkan Kars Indonesia ?; (3) Bagaimana penataan
penghargaan dari Asia-Pasific Forum on landscape berdasarkan prinsip ekologi pada
Karst Ecosystem and World Heritage sebagai Kawasan Museum Kars Indonesia ?. Tujuan
World Natural Heritage. Kawasan kars dari penelitian ini adalah untuk
menyimpan potensi SDA yang sangat mengidentifikasi penerapan prinsip ekologi
melimpah khususnya pada persediaan air pada penataan landscape serta penggunaan
bersih. PBB memperkirakan persediaan air sustainable material Kawasan Museum Kars
sekitar 25 % penduduk dunia merupakan Indonesia.
sumber air karst, Ko 1997. EKO-ARSITEKTUR
Arsitek dituntut dapat mengatasi Eko-arsitektur adalah suatu kaitan
permasalahan antara penggunaan lahan yang saling berhubungan antara bangunan
yang semakin meningkat dengan dengan kondisi alam di sekitarnya. Menurut
(Yeang, 2006), pendekatan ekologi dalam Gambar 1. Pola pikir desain eko-arsitektur
arsitektur didefinisikan dengan Ecological Sumber : : Frick, H. (2007). Dasar-dasar
design is bioclimatic design, design with the Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius.
climate of the locality, and low energy design.
Dengan demikian terdapat korelasi antara
ARSITEKTUR LANDSCAPE
kondisi local dari ekologi, iklim makro serta
Perancangan kondisi landscape
mikro, tanggapan terhadap iklim, serta
bangunan tidak jauh kaitanya dengan ekologi
penggunaan energi yang rendah.
arsitektur. Dalam merencanakan kondisi
Prinsip-prinsip desain yang ekologis
landscape haruslah memerhatikan keadaan
sebagai berikut:
lingkuangan sekitar. Jika kita lihat dari
1. Solution Grows from Place: Pemahaman
pengertiannya, menurut Garret Eckbo dalam
atas masyarakat local, terutama mengenai
Architecture for Living mendefinisikan
aspek social dan budaya di dalamnya.
2. Design with Nature : Desain yang Arsitektur “… arsitektur lansekap adalah
bagian dari kawasan lahan yang dibangun
mengedepankan ekosistem dalam
atau dibentuk oleh manusia di luar
perencanaanya.
bangunan, jalan, utilitas dan sampai ke alam
3. Meminimalisir pemakaian energi dan
bebas, yang dirancang terutama sebagai
material
ruang untuk tempat tinggal manusia”.
4. Mengsinkronasi antara budaya dan alam
Sedangkan menurut Noeman T. Newton
5. Menjaga factor-faktor lingkungan, seperti
tanah, vegetasi, udara, dsb. (1971) “Seni dan pengetahuan yang
mengatur permukaan bumi dengan ruang-
Dari prinsip-prinsip di atas dapat
ruang serta segala sesuatu yang ada di atas
dijabar pendekatan perancangan yang
bumi untuk mencapai efisiensi, keselamatan,
berkelanjutan. dalam kawasasn
kesehatan dan kebahagiaan umat manusia”.
berkelanjutan. Menurut peraturan Greenship
Kawasan Berkelanjutan/Sustainable Jadi dari kedua pegertian tersebut dapat kita
Neighborhood – GBC Indonesia, beberapa simpulkan bahwa arsitektur landscape
perancangan dalam Kawasan berkelanjutan adalah suatu perancangan arsitektur di luar
harus memenuhi kriteria berikut : bangunan yang berfungsi suntuk mencapai
1. Melakukan Peningkatan ekologi lahan keselamatan dan kenyamanan pengguna.
2.Mengetahui Kinerja lalu lintas sekitar Elemen-elemen dasar pada
kawasan arsitektur landscape menurut Burton (1995)
3. Pengaturan konservasi air adalah sebagai berikut :
4. Manajemen penggunaan material 1. Topografi : wujud lahan yang merupakan
5. Mengatur keberlangsungan kehidupan tempat elemen-elemen ditempatkan
masyarakat sekitar. 2. Vegetasi : Semua jenis tanaman baik yang
tumbuh secara alami maupun dikelola
3. Iklim dan Hidrologi : Elemen ruang luar
dan modifikasi dari iklim mikro dan makro
4. Struktur site : elemen-elemen yang
terdapat pada landscape misalanya ramp,
kursi, dll
Elemen-elemen yang telah
disebutkan diatas merupakan modal dasar
dalam perancangan suatu landscape
bangunan. Namun kita harus mengetahui
prinsip-prinsip apa saja yang harus
diterapkan pada desain landscape. Prinsip
tersebut meliputi : keseimbangan, irama dan
pengulangan, penekanan, kesederhanaan,
kontras, proporsi, ruang dan kesatuan.
(Hakim, 2012). Kedelapan unsur tersebut
jika dikolaborasikan akan menghasilkan Gambar 2. Museum Kars Indonesia
desain landscape yang fungsional dan efektif.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan mengambil data
dan analisis secara primer dan sekunder,
primer berasal dari observasi langsung ke
lapangan disertai dengan wawancara,
sedangkan sekunder berasal dari
pengumpulan informasi dari pengelola, Gambar 3. Peta Menuju Museum Kars Indonesia
penelitian, atau pihak lain. Dalam metode ini
menganalisis dan menyimpulkan mengenai
prinsip arsitektur ekologi yang berkaitan
dengan landscape dan sustainable material
pada objek penelitian. Data yang disajikan
berupa analisis data secra detail yang
menjelaskan objek.
Studi kasus yang diteliti yaitu Komplek
Museum Kars Indonesia yang berlokasi di
Mudal, Gebangharjo, Pracimantoro,
Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah 57664. Gambar 4. Layout Museum Kars Indonesia
Museum kars Indonesia adalah museum yang
berisi pengetahuan mengenai batuan kars Metode pengumpulan data pada
dan proses kejadian alam lainnya, selain itu penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu ; data
terdapat juga area rekreasi berupa taman, fisik dan non fisik. Pada data fisik diperoleh
foodcourt, panggung pertunjukan dan wisata dari observasi dan wawancara pengelola
goa pada komplek Museum Kars Indonesia serta warga sekitar, sedangkan data non fisik
bersal dari teori ahli yang sesuai. Teori
yang sesuai adalah teori dari Yeang (2006)
dan Peraturan Greenship Kawasan
Berkelanjutan/Sustainable Neighborhood –
GBC Indonesia, sedangkan untuk landscape Gambar 6. Pengolahan Landscape
menggunakan teori ahli oleh Garret 2. Vegetasi
Eckbo(1950), Noeman T. Newton (1971), Pada Objek yang diobservasi
Burton (1995) dan (Hakim, 2012). vegetasi merupakan hal yang turut
diperhatikan dalam pengelolaan area
HASIL DAN PEMBAHASAN
landscape. Jika dilihat dari kondisi tanah
ELEMEN LANDSCAPE
dan iklimnya, objek ini berada pada
1. Topografi
Kawasan kars yang memiliki tanah keras
Geomorfologi pada Komplek Museum
dan kondisi iklim yang panas. Jadi
Kars Indonesia merupakan kontur bertipe
perbukitan, lembah kars dan doline. Doline Vegetasi yang tumbuh pada area ini
adalah ledokan yang berbentuk corong pada merupakan tumbuhan yang tahan panas
batu gamping dengan dan sering terisi air dan memiliki akar yang kuat seperti
hujan. Kontur lembah ini terdapat pada area pohon jati, dan pohon peneduh seperti
museum ini dan di sekitar museum terdapat pohon
doline sehingga pada kasus hujan lebat dapat
mengakibatkan banjir di area museum kars.

Gambar 6 dan Gambar 7. Vegetasi


Gambar 5. Topografi Objek
Vegetasi pada area ini terbagi
Dari hasil observasi dan wawancara
terdapat pengolahan kontur pada area
menjadi beberapa fungsi peneduh,
museum sehingga memerlukan perancangan penahan longsor, estetika, dan pengarah
lebih lanjut terhadap laju air alami, sehingga sekaligus penyerap polusi
tidak membuat genangan air terjadi pada Pada vegetasi peneduh terdapat di
pengolahan landscape komplek museum. beberapa tempat rekreasi outdoor,
Pengolahan tersebut dapat berupa seperti taman, panggung, dan foodcourt.
pembuatan gorong gorong dan resapan air Vegetasi yang digunakan adalah
yang cukup luas. tumbuhan besar yang memiliki daun
yang lebat.

nn Gambar 8. Pohon Peneduh Taman


Untuk vegetasi penahan longsor digunakan adalah vegetasi rimbun yang
terdapat lereng lereng yang cukup tinggi, di sisi jalan kebanyakan vegetasi
curam, sehingga potensi kelongsoran alami site yang ditata sedemikian rupa
berkurang. Pohon yang digunakan sehingga kondisi keaslian alam masih
memiliki akar yang kuat untuk terjaga. Pohon yang terdapat pada fungsi
menopang tanah. Vegetasi alami pada ini adalah pohon jati, pohon pete, dll.
site dipertahankan pada area ini.

Gambar 11. Vegetasi Pengarah &


Gambar 9. Vegetasi Penahan Longsor Penyerap Polusi
Selanjutnya estetika merupakan
penghias area bangunan agar 3. Iklim dan Hidrologi
memperindah tampilan bangunan, pohon Berkaitan dengan iklim, iklim di
yang digunakan bukanlah tumbuhan asli Indonesia merupakan iklim tropis yang
Kawasan kars karena fungsinya sebagai mempunyai 2 musim yaitu musim panas dan
musim hujan, dan lebih spesifiknya pada
estetika. Pohon yang digunakan adalah
kawasan ini berada di gugusan batuan kapur
pohon palem.
yang cukup panas dan persediaan air di
permukaan terbatas karena saluran air
kebanyakan di bawah tanah.

Gambar 10. Vegetasi Estetika


Dan fungsi vegetasi terakhir
adalah vegetasi pengarah dan penyerap
polutan, vegetasi ini berada pada jalan Gambar 12. Kondisi Iklim Site
Pengolahan bangunan dan landscape
menuju museum kars, tumbuhan yang
juga mengikuti keadaan iklim dan hidrologi
objek. Pada Observasi didapati 2 pengolahan
site terakit hal tersebut, yang pertama adalah
pembuatan saluran air yang besar dan
pembuatan bangunan hardscape tinggi.

Gambar 15. Ramp dan Tangga

Gamabar 13. Panggung pada area landscape SUISTAINABLE MATERIAL


Panggung Museum ini menggunakan Penggunaan material pada komplek
atap yang tinggi dan tidak terdapat dinding Museum Kars Indonesia tidak jauh dari unsur
penutup panggung sehingga kondisi iklim lingkungan di sekitarnya. Kolaborasi unsur
yang panas dapat dikurangi dari alur udara alam dan post-modern dari bentuk bangunan
panas menuju ke atas panggung. menghasilkan bangunan Museum yang megah
dan kokoh tanpa menghiangkan unsur unsur
4. Struktur Site alam disekitar.
Di landscape terdapat elemen elemen Penggunaan material ramah
pendukung seperti ramp, kursi, tangga dan lingkungan juga menjadi perhatian khusus
air mancur di sekeliling bangunan utama dalam membangun museum ini, hal ini dapat
museum. Ramp dan tangga berada pada dibuktikan dalam penggunaan elemen
entrance masuk, penempatan kursi berada di alumunium composite panel. Alumunium
sekeliling taman, sedangkan air mancur composite adalah sejenis bahan bangunan
berada pada depan fasad bangunan sebagai yang digunakan untuk melapisi dinding
penambah estetika. eksterior maupun interior, bahan ini cukup
kuat dengan berat yang relative ringan. Hal
yang membuat alumunium composite
tergolong ke suistainable material adalah
karena bahan ini 85% berasal dari material
alumunuim daur ulang, selain itu bahannya
yang tahan akan perubahan iklim cocok
digunakan pada bangunan museum.

Gambar 14. Air Mancur dan Kursi Taman


SIMPULAN
Berdasarkan analisa pada
pembahasan yang tekag dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa
Museum Kars Indonesia mengambil
pendekatan bangunan post-modern yang
dilandasi oleh konsep ekologi.
Bangunan Museum Kars
Indonesia sebenarnya berada di daerah
Kawasan kars yang rawan kerusakan,
Gambar 16. Alumunium Composite pada akan tetapi pengelolaan dan perancangan
eksterior bangunan yang baik membuat Kawasan ini menjadi
Kawasan yang tertata dan terhindar dari
Selain menggunakan material bencana akibat kegagalan design.
modern, Museum juga menggunakan Dalam pengaturan landscape
material yang diambil dari lingkungan sudah memenuhi kriteria elemen
sekitar seperti batu gamping, batu alam dan landscape berupa pengolahan topografi
batu candi. Penggunaan batu-batuan pada yang bagus, penataan vegetasi yang sesuai
area museum membuat kesan terhadap fungsi tanpa menghilangkan vegetasi
lingkungan sekitar lebih menyatu meskipun alami site, pengolahan jalur hidrologi
bangunan museum sangat mencolok. serta tanggapan iklim yang cukup baik
dalam perancangan, dan kriteria struktur
site yang mendukung landscape seperti
ramp dan tangga juga tersedia.
Dalam penerapan suistainable
material, objek sudah menggunakan
bahan bahan ramah lingkungan dan
bahan yang cocok terhadap lingkungan
sekitar seperti batu alam dan alumunium
composite.
Berdasarkan kajian yang telah
Gambar 17. Material Batu Alam pada Dinding dilakukan dapat dilihat bahwa Museum
Museum Kars Indonesia sudah menerapakan
prinsip ekologi pada penataan landscape
dan penggunaan suistainable material
guna menjaga keseimbangan antara
kondisi lingkungan dengan bangunan.

Gambar 18. Penggunaan Batu Candi Pada


Dinding Museum
DAFTAR PUSTAKA Cahyadi Ahmad, Efrinda A. A. , dan BayuA.
Rohmah, Maria Ulfiatun, Musyawaroh P. “ URGENSI PENGELOLAAN
Musyawaroh, and Ummul SANITASI AIR DI KAWASAN
Mustaqimah. "BARON KARST GUNUNGSEWU
TECHNOPARK SEBAGAI KABUPATEN GUNUNGKIDUL”
KAWASAN WISATA EDUKASI Fakultas Geografi Universitas
DENGAN PENDEKATAN Gadjah Mada, 2013
ARSITEKTUR EKOLOGI."
ARSITEKTURA 13.2 (2017). Syarapuddin, Herry Santosa, Tito H. “
Pendekatan Arsitektur Ekologi
Limenta, Bima Surya. "Strategi pada Perancangan Kawasan
Pengembangan Arboretum Wisata Danau Lebo Kabupaten
Berbasis Arsitektur Ekologis di Sumbawa Barat” Arsitektur
Hutan Pinus Pracimantoro Universitas Brawijaya
Wonogiri." ARSITEKTURA 19.1:
107-116. H. Frick “ Dasar-Dasar Arsitektur
Ekologis” Kanisius, Yogyakarta,
Haryono Eko dan Adji T. N. “Geomorfologi 2007
dan Hidrologi Karst” Universitas
Gajah Mada

Adji T. N. , Haryono Eko, Woro S.


“KAWASAN KARST DAN
PROSPEK PENGEMBANGANNYA
DI INDONESIA” Makalah Seminar
PIT IGI, 1999

Anda mungkin juga menyukai