Anda di halaman 1dari 5

KONSEP KEBAHAGIAAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

DENGAN PANDANGAN PSIKOLOGI

Kelompok 7 :
▪ Mera Pustika 2031060210
▪ Silfani Maulidi 2031060159

A. Ayat tentang konsep kebahagian

• Al-an’am ayat 16

ُ ‫ف َع رن ُه َي رو َمئذ َف َق رد َرح َم ُهۥ ۚ َو َذ َٰ ل َك ْٱل َف رو ُز ْٱل ُمب‬


‫ي‬
‫َّ ُ ر َ ر‬
‫من يْص‬
ِ ِ ِ ٍِ

• Al-Baqarah ayat 201

َّ َ َ َ َ َّ ً َ َ َ َ َٰ ۡ َّ ً َ َ َ َ ۡ ُّ َ ٰ َٓ ُ ۡ
‫اب النار‬ ‫َو ِمن ُه ۡم َّم ۡن َّيق ۡو ُل َرَّبنا ا ِتنا ِف الدنيا حسنة و ِف اۡل ِخرِة حسنة و ِقنا عذ‬

B. Penafsiran ayat
1. Ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia yang berbahagia adalah manusia yang
dijauhkan dan dilepaskan dari azab Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat,
manusia tersebut tergolong ke dalam golongan manusia yang mendapat rahmat
Allah karena taat dan patuh serta tidak mendurhakai Allah. Kebahagiaan menurut
kamus besar bahasa Indonesia juga yaitu kesenangan dan ketentraman hidup (lahir
batin) keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir batin. Mohamad Surya
menjelaskan bahwa kebahagiaan itu pada hakikatnya merupakan suatu wujud
penghayatan yang dialami manusia dalam menghadapi berbagai hal dalam
perjalanan hidupnya.
Yulia Woro Puspitarini menyebutkan pula kebahagiaan sebagai suatu keadaan,
pikiran atau perasaan kesenangan dan ketentraman hidup secara lahir dan batin
yang bermakna untuk meningkatkan fungsi diri. Manusia yang bahagia
mengalami ketenangan di kehidupannya, sehingga merasa berharga, baik dari
dirinya sendiri maupun orang lain.
M. Iqbal Dirham dalam bukunya juga mengatakan bahwa bahagia dimulai dari
ketenangan hati dalam menerima suatu peristiwa dan menunjukkan sikap yang
tenang dalam menyikapi atau memberikan respons terhadap peristiwa tersebut.
Semakin tenang hati manusia maka akan semakin bahagia. Sebaliknya jika hati
tidak tenang maka kehidupan akan runyam dan tidak menyenangkan. Bahagia
ternyata adalah a good thing in our mind/heart (sesuatu yang indah di dalam hati
dan pikiran).
2. Dan menurut penafsiran surah al-baqarah Esensi kebahagiaan memang sangat
penting dalam hidup, sehingga semua manusia berusaha untuk mendapatkannya.
Jalan yang ditempuh untuk meraih kebahagiaan antara tiap manusia berbeda-beda.
Sebagian memilih jalan rabbani yaitu dengan mengikuti petunjuk Allah. Sebagian
yang lain memilih jalan setani dengan mengikuti hawa nafsu, seperti seks bebas,
narkoba, berjudi, minum minuman keras, bahkan mencuri. Kedua jalan ini
memiliki makna dan efek yang sangat bertolak belakang. Manusia yang
menempuh jalan rabbani dalam menggapai kebahagiaan, akan mendapatkan
kehidupan yang indah baik di dunia maupun di akhirat. Namun, bagi yang
memilih jalan godaan setan dan mengikuti hawa nafsu akan terjatuh ke lubang
kesesatan dan mendapatkan kesengsaraan.
Masalah kebahagiaan merupakan topik yang tidak akan pernah habis
diperbincangkan. Begitu banyak pandangan dan pendapat mengenai kebahagiaan.
Mulai dari pemberian makna tentang kebahagiaan dan tolak ukur untuk
menempuh kebahagiaan. Sebagian manusia berpendapat bahwa kebahagiaan dapat
diukur dari seberapa banyak kekayaan materil yang dimiliki, sebagian lain
beranggapan bahwa kebahagiaan akan muncul jika memiliki suatu kelebihan yang
tidak dimiliki manusia lain, sebagian lain juga berpendapat bahwa kebahagiaan
terletak pada tahta, kewibawaan, pangkat dan ketenaran yang dimiliki. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa hal yang membawa kebahagiaan yaitu perasaan
ridha dan rela atas pemberian yang telah ditentukan Allah, sebagian lain
berpendapat bahwa kebahagiaan akan muncul jika mempunyai keterikatan dengan
keyakinan atau ideologi tertentu, bahkan ada yang berpendapat bahwa
kebahagiaan akan muncul jika memiliki suami yang shalih dan hidup harmonis
dalam rumah tangga. Beginilah ragam pendapat tentang bagaimana manusia
menginterpretasikan kata “bahagia”. Semua tergantung pada tujuan hidup masing-
masing manusia dalam kehidupannya. Sudah lumrah, setiap manusia mempunyai
definisi masing-masing mengenai kebahagiaan, karena memang manusia terlahir
dengan latar belakang berbeda-beda, lingkungan berbeda, tujuan hidup berbeda
dan kultur yang berbeda pula. Akan tetapi kebahagiaan sering disalahartikan,
konsep kebahagiaan lebih didefinisikan menurut versi individual, sehingga
lahirlah makna kebahagiaan yang bersifat subjektif.

C. Konsep kebahagian dalam perspektif al-qur’an dengan pandangan psikologi


Menurut Carr, kebahagiaan adalah keadaan psikologis positif yang ditandai
dengan tinggi derajat kepuasaan hidup, afek positif, dan rendahnya derajat afek
negatif. Menurutnya kebahagiaan adalah penilaian individu terhadap kehidupannya ,
melibatkan kepuasan hidup. Terdapat pula afek positif dan negatif. Dan pada dasarnya
pula, bahagia adalah fitrah atau bawaan alami manusia. Artinya, ia merupakan sesuatu
yang melekat dalam diri manusia. Bahagia pula sudah seharusnya dimiliki oleh setiap
manusia, karena menurut fitrahnya, manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan
dan kesempurnaan. Maka manusia adalah makhluk yang paling baik dan sempurna
dibanding dengan makhluk lainnya. Hal ini telah dinyatakan oleh Allah dalam Al
Qur’an sebagai berikut:
“Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu adam dan Kami angkat mereka di
daratan dan lautan, dan Kami telah memberikan rezeki yang baik kepada mereka,
dan Kami telah lebihkan mereka dari makhluk-makhluk lain yang telah Kami
ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.
Dan menurut kabir Helminski, seorang sufi penerus tradisi Jalaluddin Rumi,
menulis kan tentang manusia sempurna dalam bukunya, The Knowing Heart: A Sufi
Path of Transformation. Menurut tokoh ini, sifat manusia sempurna adalah refleksi
dari sifat-sifat Tuhan yang sebagian tercermin dalam 99 nama Allah (al-Asma ul
Husna). Kesempurnaan manusia adalah takdir bawaan manusia, yang memerlukan
hubungan yang harmonis antara kesadaran diri dan rahmat Ilahi. Itulah capaian
kebahagiaan yang sesungguhnya.
Demikianlah sebagian makna hakikat kebahagiaan dalam perspektif al-qur’an
yang telah dirumuskan oleh para filosof (sufi) yang boleh jadi masih berupa konsep
yang abstrak. Selanjutnya, menurut pandangan psikologi adalah bagaimana
mengkongkritkan hal yang abstrak ini. Jika ada seorang klien datang ke psikolog dan
berkata: “Hari ini saya merasa bahagia”, maka sang psikolog tentu akan bertanya
lebih lanjut: “Mengapa Anda merasa bahagia?”. Salah satu jawaban yang mungkin
akan diberikan seseorang adalah: “Karena saya merasa puas dengan apa yang terjadi
dengan hidup saya”. Demikian halnya dengan kehidupan seseorang, apakah bermakna
atau tidak dapat dinilai dari model pertanyaan dan jawaban di atas.
Para psikolog pun agaknya merasa sulit atau enggan untuk mengukur
kebahagiaan dan makna hidup seseorang secara objektif dan preskriptif, karena hal itu
dianggap bukan wewenangnya. Akan tetapi, mereka banyak menawarkan mekanisme
(metode) tertentu untuk dapat mengukur kebahagiaan seseorang secara subjektif, yaitu
dengan melihat adanya unsur perasaan (afektif). Para peneliti kebahagiaan menyebut
aspek ini dengan istilah subjective well-being (SWB). SWB diukur dengan emosi
positif dan kepuasan seseorang pada kehidupannya. Emosi positif boleh jadi berubah
setiap saat, tetapi seseorang dianggap bahagia, jika ia lebih banyak merasakan emosi
positif dari pada emosi negatif dalam hidupnya.
Dan dari penjelasan di atas mengindetifikasikan bahwa kebahagiaan hidup
seseorang dapat dinilai secara objektif (objective happiness) dan subjektif (subjective
happiness). Secara objektif, kebahagiaan seseorang dapat diukur dengan
menggunakan standar yang merujuk pada aturan agama atau pembuktian tertentu
sedangkan secara subjektif, kita dapat mengukur kebahagiaan seseorang dengan
bertanya kepadanya dengan singkat apakah ia bahagia atau tidak. Demikian pula
dengan ini konsep makna hidup.

D. Kesimpulan
Kebahagiaan merupakan ketika manusia mendapat rahmat dan ridha Allah.
Adapun bentuk-bentuk rahmat dan ridha Allah yang akan didapatkan oleh orang-
orang yang bahagia adalah dijauhkan azab oleh Allah pada hari pembalasan nanti dan
dimasukkan ke dalam surga-Nya. Dan karakteristik orang yang bahagia dapat
diperhatikan melalui perilaku yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
ta’at dan patuh kepada Allah dan Rasul, sehingga melaksanakan apa yang diperintah
dan meninggalkan apa yang dilarang, membersihkan diri dari akhlak tercela,
senantiasa menebar kebaikan dan mengajak orang untuk berbuat baik dan dermawan.
Adapun karakteristik lain dari orang yang bahagia yaitu akan mendapatkan timbangan
amal kebajikan lebih berat dibandingkan amal keburukan, sehingga mereka
ditempatkan ke dalam surga selamanya.
E. Daftar pustaka

Rakhmat, Jalaluddin. Meraih Kebahagiaan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media,


2008.

Tafsir Kebahagiaan. Bandung: Serambi, 2009. Sentanu, Erbe. Quantum Ikhlas:


Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008.

Abdullah Bin Muhammad. Lubaabul Tafsir Min Ibni Katsir, Jilid 2. Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2003.

Lubaabul Tafsir Min Ibni Katsir, Jilid 4. Bogor: Pustaka Imam AsySyafi’i, 2003.

Anda mungkin juga menyukai