PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kini banyak budaya yang disibukkan dengan urusan makan. Di negara-negara maju
dewasa ini, restoran dengan berbagai menu makanan menjamur, demikian juga tempat-
tempat makan cepat saji, dan banyak majalah dan program televisi khusus tentang masak-
memasak. Pada saat yang sama, banyak orang yang mengalami kelebihan berat badan.
Pengaturan pola makan untuk menurunkan berat merupakan hal yang umum dan keinginan
banyak orang, terutama kaum perempuan, untuk bertubuh lebih langsing telah menciptakan
bisnis bernilai jutaan dolar setahu. Melihat minat yang sangat besar terhadap makanan dan
makan itu sendiri tidak mengherankan bahwa aspek perilaku manusia ini dapat mengalami
gangguan.
Stres merupakan gejala gangguan psikologi yang sering kita temui dalam kehidupan
sehari-hari, dimana setiap individu pasti pernah mengalaminya. Secara psikologis, stres telah
terbukti mampu menciptakan perilaku makan pada manusia. Tidak hanya manusia, bahkan
stres pun dapat menyebabkan perilaku makan pada hewan (Mark, Allan, & John, 2006).
Kebanyakan orang yang sedang dalam kondisi stres akan lebih sering makan karena mereka
percaya bahwa makan bisa mengatasi stres yang dialami (Brittany Gower, Zachariah, &
University).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1998), stres diartikan sebagai
tekanan atau gangguan atau kekacauan mental dan emosional. Pengertian stres menurut salah
satu ahli, Hans Selye (dalam Mumtahinnah, 2008) mendefinisikan stres sebagai respon yang
tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan atau terjadi kepadanya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stres, apabila seseorang mengalami beban
yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat atau sulit mengatasi sesuatu yang dibebankan itu,
maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap beban tersebut, sehingga orang
tersebut dapat mengalami stres. Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan
psikologis. Sedangkan Korchin (dalam Mumtahinnah, 2008) menyatakan bahwa keadaan
stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam
kesejahteraan atau integritas seseorang.
Stres dapat dibedakan menurut tingkatannya, tingkat stres yang dialami setiap
individu berbeda-beda. Tingkat stres sangat ringan, terjadi apabila tidak terdapat gejala berat
yang dialami. Seseorang yang mengalami stres tingkat ringan masih dapat melakukan
pekerjaan dan kegiatannya sehari-hari. Sedangkan tingkat stres yang sangat tinggi terjadi jika
semua gejala-gejala stres yang dialami berintensitas berat. Pada individu yang mengalami
tingkat stres yang berat ini akan mengalami perubahan pola hidup (Dewi, Lilik, & Karyanta,
2013)
Sumbangan pertama dalam penelitian tentang stres diberikan oleh Cannon pada tahun
1932 mengenai respon fight-or-flight, yang menyatakan bahwa organisme merasakan adanya
suatu ancaman, maka secara cepat tubuh akan terangsang dan termotivasi melalui sistem
saraf sistematik dan endokrin. Melalui respon fisiologis ini, organisme didorong untuk
menyerang ancaman tadi atau melarikan diri. Selanjutnya, sumbangan paling penting dalam
penelitian stres dilakukan oleh Hans Seyle pada tahun 1936 tentang General Adaptation
Syndrome (GAS). Seyle menyatakan bahwa ketika organisme berhadapan dengan stresor, dia
akan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan yang diatur oleh kelenjar adrenal
yang menaikkan aktivitas sistem saraf simpatetik. Tanpa memperhatikan penyebab dari
ancaman, individu akan merespon dengan pola reaksi fisiologis yang sama, selebihnya
dengan mengulangi atau memperpanjang stres sehingga akan melicinkan dan mematahkan
sistem (Ninggalih, 2013).
Pada beberapa orang stres sering kali bisa terlihat melalui fisik tubuhnya. Misalnya
munculnya jerawat, problem pencernaan, insomnia, kelelahan, sakit kepala, dan masalah
sewaktu buang air, maupun reaksi psikosomatik lainnya mungkin merupakan tanda-tanda
bahwa ada tekanan pada diri sesorang (Hardjana 1994 dalam Solihat, 2009). Sedangkan stres
dilihat dari sisi psikologis seringkali dikaitkan dengan konsumsi makanan yang meningkat,
terutama dalam mengkonsumsi makanan berlemak tinggi (Sims, et al., 2008). Perbedaan
individu dalam faktor-faktor psikologis dan fisiologi menjelaskan mengenai perilaku makan
dalam respon terhadap stres (Roemmich, Lambiase, Lobarinas, & Balantekin). Menurut
Marci (2006) stres muncul untuk mengubah asupan makanan secara keseluruhan dengan cara
makan berlebihan, yang mungkin dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya tingkat keparahan
stres.
Tingkat keparahan stres ini akan mempengaruhi pola makan yang tidak normal yang
dapat menyebabkan gangguan makan (eating disorder). Eating disorder adalah suatu gejala
gangguan pola makan yang tidak normal. Eating disorder diartikan sebagai kelainan yang
terjadi pada kebiasaan makan seseorang yang diakibatkan oleh kekhawatiran orang tersebut
akan bentuk tubuhnya (Fairburn, 2000 dalam Garrow, 2000). Terdapat tiga jenis gangguan
makan menurut DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
5, 2014) yaitu : anorexia nervosa, bulimia nervosa dan binge eating disorder. Anorexia
nervosa adalah kelainan atau gangguan makan yang membuat seseorang terobsesi akan berat
badan yang sangat kecil sehingga membuat mereka rela kelaparan atau bahkan berolahraga
berlebihan; bulimia nervosa adalah kelainan atau gangguan makan pada seseorang yang
membuat dia memuntahkan setiap makanan yang telah dikonsumsi untuk menjaga berat
badannya agar tidak berubah; sedangkan binge eating disorder adalah suatu kelainan atau
gangguan pola makan tidak normal dimana seseorang memakan makanan dengan jumlah
yang sangat banyak dalam suatu waktu yang terbatas, dibanding yang dimakan oleh orang
pada umumnya. Jangka waktu untuk suatu binge itu biasanya 1-2 jam.
Dari ketiga jenis eating disorder diatas yang berhubungan dengan tingkat tekanan stres yang
kita biasa lihat dengan makan yang berlebihan adalah binge eating disorder (Marci, 2006).
Dimana disaat seseorang mengalami stres, kadang seseorang makan dengan pola yang tidak
wajar atau berlebihan dan bisa juga makan dengan sembunyi-sembunyi, lalu setelah itu
seseorang akan menyesal dengan apa yang ia sudah makan dengan bertambahnya berat
badan.
Dari hasil penelitian tahun 2005 dari organisasi ANRED (Anorexia Nervosa and
Related Eating Disorders, Inc.) menyatakan bahwa binge eating disorder juga memiliki
angka yang tidak sedikit dari anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Sebuah studi di Inggris
menyebutkan lebih dari 2 % (1-2 juta) orang dewasa menderita binge eating (dalam Hapsari,
2009). Menurut perkiraan yang dilakukan oleh US Conses Bureau, International Data
Base (2004) dan Tantiani (2007) ditemukan perkiraan prevalensi penderita binge eating di
Indonesia sebesar 1,669,170 dari populasi perkiraan sebesar 218,452,952. Selain itu, binge
eating lebih banyak ditemukan pada populasi yang mengalami kelebihan berat badan (30%)
dibandingkan sampel dari populasi umum (5% wanita dan 3 % laki-laki) (Brown,2005 dalam
Hapsari 2009).
Selanjutnya, dari hasil data statistik Kementerian Kesehatan (KemenKes) tahun 2010
juga menyatakan bahwa prevalensi nasional obesitas secara umum (usia >15 tahun) di
Indonesia diperkirakan sebesar 19,1% (8,8% overweight dan 10,3% obes) dan prevalensi
obesitas sentral sebesar 18,8%. Prevalensi obesitas nasional di Indonesia lebih besar pada
wanita (23,8%) dibanding pria (13,9%) (kesehatan, 2013). Sebab itu, dapat dikatakan bahwa
masalah keluhan obesitas lebih banyak diakui oleh wanita daripada pria. Alasannya karena
wanita cenderung lebih banyak mempermasalahkan penampilannya dibandingkan dengan
pria (Mappiare, 1982 dalam Bestiana, 2012). Seorang perempuan dapat dikatakan wanita jika
dia sudah memasuki masa perkembangan dewasa awal, masa dewasa awal berkisar dari umur
20-an sampai 30-an (Santrock, 2011).
Dari hasil uraian diatas, hubungan antara tingkat stres dan kecenderungan binge
eating disorder pada wanita khususnya di masa dewasa awal yang mengalami obesitas.
Selain itu dampak dari penderita binge eating disord23
A. Deskripsi gangguan
Anoreksia nervosa, bulimia nervosa dan binge eating disorders(BED) semua termasuk
makan yang dapat diamati, sering menggunakan obat pencahar dan perilaku-perilaku yang
lain. bagaimanapun, untuk mengembangkan konsep secara lengkap dari setiap gangguan
ditambahkan dari sisi sosiokultural, behavioral, kognitif dan proses emosi.
Prevalensi dari anoreksia nervosa pada perempuan dewasa diperkirakan sekitar 0.3 %-
1.62 % (Hoek & van hoeken,2003;Kaye, Klump,Frank &Strober,2000). Bulimia berdasarkan
penelitian merupakan gangguan makan yang lebih umum jika dibandingkan dengan anoreksia
nervosa, yaitu 1-5% pada perempuan usia sekolah, 1-3% pada perempuan dewasan(Harris &
Kuba,1993) dan 0.2% pada laki-laki muda (warheit,langer,Zimmerman &Biafora,1993).
1. Anoreksi nervosa
Anorexia Nervosa adalah gangguan psikis dimana penderitanya merasa bahwa dirinya
terlalu gemuk dan membiarkan diri mereka kelaparan. Penderita anoreksia mencoba
mempertahankan berat badan jauh di bawah normal sehingga terlihat sangat kurus. Mereka
cenderung menolak makanan meskipun terasa lapar ini merupakan cara tidak sehat untuk
mengatasi masalah emosional. Ketika anda memiliki anorexia nervosa, anda sering
menyamakan kekurusan adalah bernilai. Anorexia nervosa sulit diperbaiki. Tetapi dengan
pengobatan, seseorang dapat meningkatkan pemikiran yang lebih baik mengenai siapa
dirinya, mengembalikan kebiasaan makan yang sehat dan menyembuhkan beberapa
komplikasi serius anorexia. Orang-orang yang menderita anoreksia mengalami ketakutan
yang teramat sangat terhadap kenaikan berat badan, bahkan saat mereka sebenarnya sudah
sangat kurus. Penderita anoreksia akan melakukan berbagai usaha untuk diet, melakukan
kegiatan fisik secara berlebihan, atau melakukan berbagai usaha lain untuk mencegah
kenaikan berat badan (seperti mengkonsumsi obat pencuci perut dan muntah yang disengaja)
untuk menurunkan berat badan.
Penyebab utama dari anoreksia nervosa sampai saat ini masih belum diketahui.
Berbagai faktor yang mempengaruhi termasuk depresi dan berbagai gangguan mental
lainnya. Gen dan hormon juga memegang peran penting. Media sosial juga dapat
memengaruhi persepsi seseorang mengenai standar kecantikan yaitu postur tubuh yang sangat
kurus dan telah menadi sebuah budaya ( Brownell,1991) Penyakit ini biasanya menyerang
remaja-remaja terutama remaja wanita pada masa puber karena di masa itu lah seorang
remaja umumnya mulai menetapkan standar tubuh ideal mereka sendiri, biasanya langsing
dan cenderung kurus. Orang-orang penderita anoreksia sangat takut gemuk dan sebagai
hasilnya, mereka bisa menerapkan cara-cara diet ekstrim untuk menurunkan berat badan
secara drastis dalam waktu sesingkat mungkin. Cara-cara tersebut antara lain dengan olahraga
berlebihan, mengonsumsi laksatif untuk mendorong keluarnya sisa makanan, atau bahkan
menghindari makan. Dengan melakukan diet berbahaya tersebut, berat badan mereka bisa
turun hingga 15% dari berat badan normal sehingga tubuh mereka terlihat sangat kurus.
Walau demikian, seorang penderita anoreksia biasanya tetap berpikir bahwa tubuh mereka
masih terlalu gemuk meskipun faktanya mereka sudah terlampau kurus, terserang penyakit,
dan bahkan mendekati kematian.
Gejala fisik anoreksia meliputi rendahnya tingkat metabolisme kenikmatan darah
rendah, intoleransi dingin, insomnia bradikardia pola patologis alopeci dan kulit kering.
Pengalaman gangguan makan selama sekejap, khususnya satu chacateritizad oleh penurunan
berat badan yang ekstrem dan atau muntah berulang sering juga berakibat pada peningkatan
risiko gejala fisik host selama awal masa dewasa. Gejala ini meliputi rasa sakit kelelahan dan
insomnia, gejala neurogis dan kesehatan kardiovaskular yang buruk (Johnson, coben).
Seseorang dapat dianggap anoreksia saat ia membatasi asupan makanannya sedemikian rupa
supaya berat badannya sangat rendah disertai dengan rasa takut yang intens untuk berat badan
yang naik dan perhatian yang berlebihan tehadap berat badan atau bentuk badan.Tantangan
terbesar dalam menangani seseorang dengan anoreksia nervosa adalah menyadarkan mereka
bahwa mereka memiliki sebuah gangguan. Banyak penderita anoreksia menyangkal bahwa
mereka memiliki pola makan yang tidak sehat. Para penderita yang pada akhirnya melakukan
perawatan medis hanya mereka yang benar-benar serius. Idealnya, seseorang dapat
menyingkirkan anoreksia dengan bantuan tim yang meliputi seorang profesional kesehatan
mental (seperti psikolog atau konselor berlisensi), kesehatan medis profesional (seperti dokter
atau perawat), dan seorang ahli gizi.
2. Bulimia Nervosa
Dalam beberapa tahun terakhir, bulimia nervosa telah mendapatkan perhatian yang
meningkat seiring besarnya kejadian dan tingkat keparahan simtomatologinya yang telah
diketahui, meskipunbulimia secara harfiah diterjemahkan berarti "sapi kelaparan," untuk
sebagian besar dengan kondisi ini. Makan memiliki keterkaitan dengan pemenuhan kelaparan
biologis secara normal. Pesta makan mungkin lebih merupakan akibat dari pembatasan
diet secara sukarela, persepsi yang menyimpang, ukuran tubuh, dan kebutuhan untuk
mencapai tubuh ideal. Perilaku ini dipelajarisebagai cara untuk membersihkan tubuh dari
kelebihan kalori terhadap pesta makan tersebut. Namun, setiap melakukan pesta makan akan
terjadi pembersihan dan pembatasan diet, ini berlangsung terus menerus sehingga tergambar
sebagai siklus.
Mereka mencoba melepaskan tubuh mereka dari apa yang baru saja mereka
makan dengan memuntahkannya sendiri, menggunakan obat pencahar atau diuretik,
sedangkan mereka yang memiliki tipe tidak terbantahkan mencoba mengimbangi apa yang
mereka makan dengan berpuasa atauolahraga berlebihan.Mereka terlibat dalam episode
berulang pesta makan yang ditandai dengan (1) makan secara substansial jumlah makanan
yang lebih banyak dalam kerangka waktu tertentu dan (2) mengalami kekurangan kontrol atas
makan selama episode ini
Mereka terlibat dalam perilaku kompensasi yang tidak tepat yang bertujuan untuk
mencegah berat badan. Keuntungan (muntah yang disebabkan sendiri, puasa, olah raga yang
berlebihan, atau penggunaan obat pencahar, diuretik, atau enema). Perilaku makan dan
kompensasi pesta makan keduanya rata-rata terjadi setidaknya dua
kali dalam seminggu selama 3 bulan.
Data dari literatur yang tersedia dan survei profesional yang terkait dengan gangguan
makan menunjukkan bahwa kebutuhan pesta makan terdiri dari yang besarjumlah
makanannya, atau frekuensi pestanya yang minim, dapat dipenuhi sebelum diagnosis bulimia
nervosa dibuat (Wilson, 1992). Pesta makan bisa terdiri dari jumlah makanan yang relatif
sedikit; danmungkin jarang terjadi sekali dalam seminggu. Faktor psikologisnya merasa
bahwa makan itu di luar kendali dan makanan itu "dilarang". Meskipun tidak ada kriteria
yang ditetapkan untuk menetapkan asupan minimal selamapesta makan, Bagi kebanyakan
orang bulimia, ada biaya psikologis dari praktik mereka yang sejajar.Budaya kita
mempromosikan standar perilaku yang dapat diterimapenyerapan dan eliminasi (termasuk
muntah). Perilaku meluas, dengan beberapa-kali konsumsi luar biasa dan penghapusan paksa,
melintasi batas-bataspenerimaan. Sebagian besar yang terlibat dalam praktik ini sangat
menyadari hal tersebuttidak dapat diterima; Banyak yang merasa malu karenanya. Kesadaran
seperti itu terkait dengan rendahnyaharga diri, perasaan tidak mampu, dan derogasi diri
diamati di antara banyak orangbulimia. Rasa malu yang menyertai praktik ini mungkin
adalah alasan utama masalah ini tetap ada.
Kriteria diagnosis mengindikasikan gangguan ini sama dengan bulimia nervosa yaitu
termasuk menyantap makanan secara berlebih dan meningkatkan psikopatologi. Pada orang
dewasa episode makan berlebih dan psikopatologi memiliki hubungan. Penyebab dari BED
ini sendiri salah satunya adalah frustasi. Perbedaan yang jelas dengan bulimia adalah pada
penderita BED mereka tidak memuntahkan makanan yang mereka makan.
Pada bulimia ketika penderitanya sudah memakan makanan secara berlebih maka
mereka akan stress dan merasa bersalah dengan apa yang mereka lakukan. Cara mengatasi
rasa bersalah mereka adalah dengan memuntahkan segala sesuatu yang mereka makan
biasanya menggunakan obat pencahar. Sedangkan pada BED, hampir sama dengan bulimia,
namun mereka tidak memuntahkan makanannya. Ketika makan berlebih akan timbul rasa
bersalah, dan cara mereka menekan rasa bersalah itu dengan makan lagi sebanyak-banyaknya
begitu seterusnya.
Perawatan dan pengobatan untuk mengatasi binge eating disorder tergantung pada penyebab
dan tingkat keparahannya. Ada banyak pilihan pengobatan yang bisa dilakukan. Beberapa
orang mungkin hanya butuh melakukan satu pengobatan saja, sementara yang lain harus
mencoba kombinasi terapi yang berbeda sampai mereka merasa cocok.
Terapis atau seorang profesional medis akan memberikan saran perawatan atau terapi yang
paling sesuai dengan Anda.
Cognitive behavioral therapy (CBT)
CBT membantu pasien untuk dapat mengatasi isu-isu yang mengakibatkan ia mengalami
episode binge eating, membantu pasien mengambil kembali kontrol atas dirinya, dan
membiaasakannya untuk makan secara teratur.
Sebenarnya, terapi ini bekerja dengan cara melihat hubungan antara pikiran negatif, perasaan
dan perilaku yang berkaitan dengan makan, bentuk tubuh dan berat badan.Begitu penyebab
emosi negatif dan pola telah diketahui, maka strategi selanjutnya dapat ditentukan.
Strategi ini meliputi menetapkan tujuan, pemantauan diri, mencapai pola makan reguler,
mengubah pemikiran tentang diri dan berat badan, serta mendorong kebiasaan pengendalian
berat badan yang sehat.
Jika sebelumnya perawatan yang diberikan adalah untuk mengatasi pikiran negatif yang
dimiliki pasien, maka kali ini terapi IPT lebih fokus pada hubungan pasien dengan orang di
sekitarnya, keluarga teman, rekan kerja. Terapi ini berfungsi untuk mengatasi binge eating
yang disebabkan oleh hubungan yang buruk dengan sekitarnya.
Terapi dapat berupa kelompok atau secara langsung dengan terapis, dan terkadang
dikombinasikan dengan CBT. IPT memiliki efek positif jangka pendek maupun jangka
panjang untuk mengurangi binge eating. Ini mungkin sangat efektif untuk orang dengan
binge eating yang lebih parah.
Jenis terapi ini berfungsi agar pasien mampu mengendalikan stress dan mengatur emosi agar
tidak lagi mengalami episode binge eating. Namun masih diperlukan lebih banyak penelitian
untuk menentukan apakah terapi ini dapat diterapkan pada semua orang dengan BED.
Biasanya, orang dengan binge eating akan mengalami obesitas. Nah, maka itu mereka
memerlukan terapi khusus untuk menurunkan berat badannya. Sebenarnya tujuan lain dari
terapi ini adalah untuk membuat perubahan gaya hidup sehat secara bertahap. Dari
melakukan diet, olahraga rutin, dan membuat pasien mampu mengerem nafsu makannya.
Terapi penurunan berat badan ini juga dapat membantu memperbaiki citra tubuh dan
mengurangi berat badan dan risiko kesehatan yang terkait dengan obesitas. Namun terapi ini
terbukti tidak seefektif CBT atau IPT untuk mengendalikan BED.
Meski begitu, ini mungkin masih menjadi pilihan yang baik untuk orang yang tidak berhasil
dengan terapi lain atau yang tertarik untuk menurunkan berat badan.
5. Mengandalkan obat-obatan
Pemberian obat antidepresan, antikonvulsan, atau antiADHD bisa mengurangi gejala binge
eating. Lisdexamfetamine dimesylate, obat anti ADHD, adalah obat pertama yang disetujui
FDA untuk mengatasi binge eating sedang sampai berat.
Obat-obatan tersebut dapat menyebabkan efek samping ringan sampai serius, konsultasikan
dahulu dengan dokter Anda untuk informasi penggunaan dan dosis yang dianjurkan.
Langkah pertama dalam menghentikan BED adalah berbicara dengan seorang profesional
medis. Ia dapat membantu mendiagnosis perilaku ini dengan benar, menentukan tingkat
keparahan dan merekomendasikan perawatan yang paling tepat.
Secara umum, pengobatan yang paling efektif adalah CBT tapi masih banyak berbagai
perawatan yang lain, yang mungkin lebih cocok untuk kondisi Anda. Mungkin saja Anda
butuh lebih dari satu pengobatan. Apapun strategi pengobatan yang disarankan, penting juga
untuk membuat gaya hidup sehat.
Berikut beberapa tips untuk mengatasi binge eating disorder yang bisa Anda lakukan sendiri:
Mencari dan mengetahui pemicu BED Anda. Ini merupakan langkah penting dalam
mempelajari bagaimana mengendalikan dorongan binge eating Anda.
Berlatih untuk menahan nafsu makan yang berlebih.
Cari seseorang untuk diajak bicara untuk mendapatkan dukungan.
Pilih makanan sehat. Diet yang terdiri dari makanan tinggi protein dan lemak sehat,
dengan banyak buah dan sayuran akan membantu Anda tetap kenyang dan
memberikan nutrisi yang Anda butuhkan.
Olahraga teratur. Olahraga dapat membantu meningkatkan penurunan berat badan,
memperbaiki citra tubuh serta memperbaiki gejala mood dan kecemasan Anda.
Tidur yang cukup. Kurang tidur dikaitkan dengan asupan kalori yang lebih tinggi dan
pola makan yang tidak teratur. Pastikan setidaknya tidur 7-8 jam sehari.
Jika Anda memperhatikan bahwa ada anggota keluarga atau teman memiliki kepercayaan diri
yang rendah, kebiasaan diet yang ekstrim dan tidak puas dengan penampilannya, Anda boleh
melakukan pendekatan untuk berbicara tentang masalahnya.
Bila Anda sendiri menyadari bahwa nyatanya malah Anda yang memiliki beberapa tanda dan
gejala gangguan anoreksia nervosa, Anda bisa mengikuti langkah-langkah ini:
Pertama, harus bisa mengakui bahwa Anda memiliki masalah pada pola makan yang
tidak sehat. Langkah pertama dalam pemulihan anoreksia ini, hanya butuh kesadaran
dari perasaan dan ketidaknyamanan fisik serta emosional yang dirasakan.
Bicarakan kecemasan dan perasaan yang Anda alami. Sebetulnya sulit, tapi Anda
harus bisa. Anda mungkin merasa malu, bimbang, atau takut. Tapi penting untuk
dipahami bahwa Anda tidak sendiri. Temukan pendengar yang baik atau seseorang
yang akan mendukung Anda saat Anda berusaha menjadi lebih baik.
Jauhi orang, tempat, dan aktivitas yang memicu obsesi Anda menjadi kurus. Anda
mungkin perlu menghindari melihat majalah mode, stalking selebgram atau seseorang
yang Anda anggap sempurna. Sementara itu, tarik diri sedikit dengan teman-teman
atau grup yang terus membahas tentang diet. Hal itu bisa menimbulkan kekacauan
niat Anda untuk sembuh.
Carilah bantuan dan dukungan dari ahli atau dokter profesional yang terlatih dapat
membantu Anda mendapatkan kembali kesehatan Anda, belajar untuk makan dengan
normal lagi, dan kembangkan sikap sehat tentang makanan dan tubuh Anda.
Cobalah untuk mulai mengikuti sesi perawatan dan terapi oleh psikolog. Niatkan
tekad dan jangan pernah menyimpang dari aturan makan yang benar tiap harinya,
meskipun Anda merasa tidak nyaman.
Minta anjuran pada dokter tentang suplemen vitamin dan mineral yang sesuai dengan
kondisi tubuh. Jika Anda mengalami pola makan yang buruk, kemungkinan besar
tubuh Anda tidak mendapatkan nutrisi penting yang dibutuhkan.
Jangan menutup diri dari anggota keluarga yang peduli dan teman yang ingin
membantu Anda untuk sehat kembali. Pahami bahwa mereka memiliki niat baik untuk
kepentingan Anda sendiri.
Memuntahkan makanan secara paksa adalah hal yang salah. Untuk menjaga berat badan dan
bentuk tubuh agar tetap ideal, Anda dianjurkan untuk menerapkan pola makan yang sehat,
yaitu dengan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, makan porsi kecil tetapi sering,
serta membatasi cemilan dan asupan tinggi lemak jenuh.
Penyebab Bulimia
Penyebab utama bulimia belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang
diduga dapat memicu seseorang terkena bulimia, yaitu:
Faktor keturunan
Jika salah satu anggota keluarga inti (orang tua atau saudara kandung) menderita atau
memiliki riwayat bulimia, maka risiko seseorang untuk menderita kelainan yang sama
akan meningkat.
Faktor emosional dan psikologis
Risiko terkena bulimia makin tinggi jika seseorang mengalami gangguan emosional
dan psikologis, seperti depresi, rasa cemas, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan
obsessive compulsive disorder (OCD).
Faktor lingkungan sosial
Bulimia dapat muncul akibat pengaruh tekanan dan kritik dari orang-orang sekitar
mengenai kebiasaan makan, bentuk tubuh, atau berat badan.
Faktor pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan menuntut pekerjanya untuk tetap menjaga berat badan ideal,
misalnya model atau atlet. Tuntutan ini dapat menyebabkan pekerja tersebut
mengalami depresi atau bulimia.
Gejala Bulimia
Gejala awal seseorang menderita bulimia adalah kebiasaan melakukan diet ketat dengan tidak
makan sama sekali atau hanya mengonsumsi makanan tertentu dalam jumlah yang sangat
sedikit.
Kondisi ini terus berlangsung hingga penderita kehilangan kendali dan mengonsumsi
makanan secara berlebihan, meskipun dirinya tidak merasa lapar. Kebiasaan ini muncul
karena masalah emosional, seperti stres atau depresi.
Penderita akan merasa bersalah, menyesal, dan membenci diri sendiri, sehingga memaksa
tubuhnya untuk mengeluarkan semua makanan dengan cara tidak alami, seperti
menggunakan obat pencahar atau memaksa diri untuk muntah.
Selain itu, penderita bulimia juga dapat menunjukkan gejala fisik, berupa:
Jangan ragu untuk memeriksakan anak atau anggota keluarga Anda ke psikiater jika muncul
tanda-tanda yang diduga gejala bulimia. Gejala bulimia sering kali terlihat oleh orang lain,
karena penderita cenderung tidak sadar bahwa dirinya mengalami gejala bulimia.
Jika Anda atau anggota keluarga memiliki masalah dengan berat badan, sebaiknya
konsultasikan kepada dokter gizi. Dokter gizi akan memberikan informasi mengenai cara
yang tepat dan sehat untuk memperoleh berat badan ideal. Salah satunya adalah dengan
menerapkan pola makan yang sehat.
Diagnosis Bulimia
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti memeriksa kondisi gigi yang rusak
atau terkikis akibat paparan asam dalam muntah. Pemeriksaan mata juga mungkin dilakukan
untuk mengetahui apakah ada pembuluh darah mata yang pecah. Ketika muntah, pembuluh
darah akan tegang dan berisiko pecah.
Selain memeriksa gigi dan mata pasien, dokter juga akan memeriksa tangan pasien. Penderita
bulimia cenderung memiliki luka kecil dan kapalan di bagian atas sendi jari karena sering
digunakan untuk memaksa diri agar muntah.
Tidak hanya pemeriksaan fisik, tes darah dan urine juga dilakukan untuk mendeteksi kondisi
lain yang dapat menyebabkan bulimia dan memeriksa dampak bulimia dalam tubuh, seperti
dehidrasi atau gangguan elektrolit. Dokter juga melakukan echo jantung untuk mendeteksi
gangguan pada jantung.
Pengobatan Bulimia
Fokus utama pengobatan bulimia adalah mengobati gangguan mental yang dialami penderita
dan memperbaiki pola makan. Upaya pengobatan ini melibatkan peran dari berbagai pihak,
yaitu keluarga, psikiater, dan dokter gizi. Ada beberapa metode pengobatan untuk menangani
bulimia, yaitu:
Psikoterapi
Psikoterapi atau konseling bertujuan untuk membantu penderita bulimia dalam membangun
kembali sikap dan pikiran positif terhadap makanan dan pola makan. Ada dua jenis
psikoterapi yang dapat dilakukan, yaitu:
Obat-obatan
Untuk meredakan gejala yang dialami penderita bulimia, dokter akan memberikan fluoxetine.
Obat ini merupakan jenis obat antidepresan yang paling sering digunakan untuk mengobati
bulimia, namun tidak diperuntukkan bagi penderita bulimia di bawah usia 18 tahun.
Fluoxetine juga dapat meredakan depresi dan gangguan cemas yang dialami penderita.
Selama pengobatan dengan antidepresan, dokter akan memantau perkembangan kondisi dan
reaksi tubuh penderita terhadap obat secara berkala.
Konseling gizi
Konseling gizi bertujuan untuk mengubah pola makan dan pola pikir terhadap makanan,
meningkatkan asupan nutrisi dalam tubuh, serta meningkatkan berat badan secara perlahan.
Jika gejala bulimia semakin memburuk atau disertai komplikasi yang serius, maka
penanganan secara khusus di rumah sakit perlu dilakukan. Langkah ini perlu dilakukan untuk
mencegah akibat fatal dari komplikasi, misalnya bunuh diri.
Pengobatan bulimia membutuhkan waktu yang cukup lama. Dukungan dan motivasi dari
keluarga, teman, dan kerabat terdekat sangat penting dalam proses penyembuhan penderita.
Komplikasi Bulimia
Bulimia dapat menimbulkan malnutrisi yang dapat merusak sistem organ dalam tubuh. Selain
itu, bulimia dapat menyebabkan penderitanya mengalami dehidrasi akibat terlalu banyak
cairan yang keluar melalui muntah.
Bulimia juga dapat memicu komplikasi yang bersifat serius dan bahkan berakibat fatal jika
tidak segera ditangani. Beberapa komplikasi yang dapat muncul adalah:
Penderita bulimia yang sedang hamil juga berisiko tinggi mengalami komplikasi selama
kehamilan, seperti keguguran, kelahiran prematur, cacat lahir pada janin, dan depresi
pascamelahirkan.
Pencegahan Bulimia
Langkah pencegahan bulimia belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Namun, peran
keluarga dan teman dapat membantu mengarahkan penderita bulimia ke arah perilaku yang
lebih sehat. Cara yang dapat dilakukan adalah:
Meningkatkan rasa percaya diri dengan saling memberikan motivasi untuk selalu
hidup sehat setiap hari.
Menghindari pembicaraan yang berhubungan dengan fisik atau yang memengaruhi
psikologis penderita, misalnya badannya terlalu kurus atau gemuk, serta wajahnya
tidak cantik.
Mengajak anggota keluarga untuk selalu makan bersama keluarga.
Melarang diet dengan cara tidak sehat, seperti menggunakan obat pencahar atau
memaksakan diri untuk muntah.
KESIMPULAN
Anoreksia nervosa adalah salah satu gangguan makan yang paling banyak terjadi
pada anak gadis remaja dan wanita muda dan disebabkan oleh berbagai faktor seperti biologi,
sosial dan psikososial.Diperlukan terapi yang menyeluruh dalam penatalaksanaan anoreksia
nervosa termasuk didalamnya hospitalisasi, psikoterapi dan terapi biologis.Tanda dan gejala
yang sering timbul pada penyakit ini adalah Berat badan turun secara drastic,diet
berkelanjutan,Ketakutan bertambah berat badan atau menjadi gemuk, bahkan ketika berat
badannya dibawah rata rata,Gejala yang tidak semestinya pada bentuk/ berat badan dalam
evaluasi diri,Sibuk menghitung kalori makanan dan nutrisi,Lebih memilih makan
sendirian,Latihan berlebih,selain itu penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Diagnosis gangguan makan jauh lebih kompleks daripada sekedar memeriksa kriteria yang
tercantum dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental. Sifat kompleks mereka,
beberapa etiologi, dinamika keluarga, dan sifat yang sangat tahan lama membuat mereka
sangat menantang masalah klinis.
Seseorang dikatakan memiliki BED jika gejala-gejala di atas muncul setidaknya 1 kali per
minggu, dalam 3 bulan. Pada binge eating disorder ringan, episode gejala muncul sebanyak
1-3 kali per minggu. Pada BED berat, episode gejala dapat muncul sebanyak 8-13 kali per
minggu. Sedangkan pada BED yang sangat parah, episode gejala dialami lebih dari 14 kali
per minggu.
Jika tidak ditangani dengan tepat, binge eating disorder berpotensi besar menyebabkan
beberapa masalah kesehatan, seperti obesitas, diabetes tipe 2, dan hipertensi. BED juga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti kembung dan sembelit, bahkan gangguan
psikologis, seperti gangguan cemas dan depresi.
Untuk memastikan diagnosis, penderita BED perlu mendapatkan pemeriksaan dari dokter
spesialis kesehatan jiwa (psikiater), baik berupa pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
psikologis.
Jika diperlukan, dokter akan menyarankan pemeriksaan penunjang, seperti tes darah dan
urine. Setelah diagnosis binge eating disorder dipastikan, dokter akan menentukan metode
penanganan sesuai dengan faktor risiko atau pencetusnya, serta tingkat keparahan BED
pasien.
Psikoterapi interpersonal
Tujuan dari terapi ini adalah membantu pasien meningkatkan kemampuan interpersonalnya,
seperti bagaimana ia berinteraksi dengan keluarga, teman, rekan kerja, termasuk orang lain
yang baru dikenal. Dengan begitu, gejala BED yang dipicu oleh masalah hubungan sosial
atau komunikasi diharapkan dapat berkurang. Biasanya metode terapi ini dikombinasikan
dengan terapi perilaku kognitif.
Pemberian obat-obatan
Selain psikoterapi, penanganan binge eating disorder juga dapat dilakukan dengan pemberian
obat. Lisdexamfetamin dimesylate, obat antiepilepsi topiramat, dan golongan
obat antidepresan adalah obat-obatan yang dapat digunakan untuk meredakan gejala binge
eating disorder.
Membantu mengontrol berat badan
Binge eating disorder sering membuat penderitanya kesulitan menjaga berat badan ideal.
Membantu pasien BED untuk memperoleh berat badan ideal adalah salah satu aspek
penanganan yang penting dilakukan. Target penurunan berat badan yang diharapkan adalah
sekitar setengah kilogram per minggu.
Dalam prosesnya, dokter akan menentukan jumlah serta jenis makanan yang dikonsumsi
pasien. Dengan menurunnya berat badan, pasien diharapkan akan lebih percaya diri dan
muncul citra positif terhadap dirinya, sehingga binge eating disorder bisa berkurang secara
perlahan.
Jika Anda mengalami gejala-gejala binge eating disorder atau kesulitan menahan dorongan
untuk makan berlebih, jangan ragu berkonsultasi ke dokter guna mendapatkan pemeriksaan.
Dokter akan mengevaluasi kondisi kesehatan Anda secara menyeluruh. Jika Anda terbukti
menderita binge eating disorder, dokter akan memberikan penanganan sesuai kondisi Anda.
Gejala psikologis
Lingkungan keluarga yang tidak harmonis seperti komunikasi yang kurang baik,
sering bertengkar, dan sulit mengatasi konflik rumah tangga.
Pernah mengalami peristiwa yang menyebabkan trauma, seperti diperkosa atau
mengalami perundungan (bullying) terkait berat badan atau bentuk tubuh.
Masalah psikologis, seperti sulit mengungkapkan perasaan, tidak menyukai bentuk
tubuh sendiri, rendah diri, menerapkan standar tinggi pada bentuk tubuh
(perfeksionis), serta mudah merasa cemas, kesepian, depresi, dan marah.
Anggapan dan tekanan di masyarakat bahwa bentuk tubuh yang langsing adalah
sempurna.
Terlahir prematur, memiliki berat lahir rendah, atau terlahir kembar.
Ketidakseimbangan kimia otak yang mengatur rasa lapar.
Riwayat anoreksia dalam keluarga.
Terlalu banyak diet.
Dokter juga dapat menjalankan pemeriksaan fisik, meliputi pengukuran tinggi dan berat
badan, serta mengukur tanda vital pasien, seperti tekanan darah dan detak jantung.
Sejumlah tes juga dapat dilakukan, untuk memastikan diagnosis, menyingkirkan
kemungkinan kondisi lain yang menyebabkan penurunan berat badan, serta memeriksa
kemungkinan terjadi komplikasi. Beberapa tes tersebut adalah: