Proposal
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Metode Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Siti Nurkhasanah
11170130000029
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Karakter dapat diartikan sebagai watak, akhlak atau kepribadian yang dipandang
sebagai karakteristik diri seseorang dan merupakan hasil dari internalisasi nilai yang
diterima dari lingkungannya. Begitupun dalam hal anak sebagai peserta didik di
lingkungan sekolah. Berbagai upaya dapat dilakukan dalam membina karakter peserta
didik di sekolah, diantaranya dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 62 tahun 2014 tentang Kegiatan
Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dinyatakan bahwa
kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan peserta didik di luar jam belajar, kegiatan
intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan
pendidikan, bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan,
kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal untuk mendukung
pencapaian tujuan pendidikan (Lestari, 2016).
Ada banyak bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh masing-masing
sekolah berdasarkan minat dan bakat peserta didik, diantaranya seperti Palang Merah
Remaja, Kepramukaan, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Pasukan Pengibar Bendera
(Paskibra), beberapa kegiatan kesenian seperti Dance, Marawis, Marcing Band, kegiatan
keolahragaan seperti Badminton, Voli, Basket, Sepak Bola, termasuk juga olah raga
kekinian yang disebut dengan Electronic Sports (E-Sports).
E-Sports merupakan olahraga elektronik dimana aspek dari olahraga ini di
fasilitasi oleh sistem elektronik. Secara garis besar pengertian E-Sports sendiri
merupakan sebuah cabang olahraga yang tidak bertanding secara fisik tapi lebih
mementingkan strategi dalam pertandingan secara online melalui komputer sehingga
masing-masing tim dapat bertanding tanpa bertatap muka
Perkembangan IPTEK yang sangat pesat, menjadi faktor penentu dalam
perkembangan dunia pendidikan. Gamepun menjadi trend di dunia pendidikan. Peserta
didik pada saat ini merupakan generasi yang sangat cepat tanggap dalam merespon
perkembangan teknologi. Pada saat ini, banyak game online yang bukan hanya sekadar
untuk hiburan semata namun juga banyak game online yang menuntut pemainnya
menggunakan skill baik dalam hal mengatur strategi, mengelola kerja sama tim,
bernegosiasi serta bagaimana cara mengambil keputusan yang tepat. Game yang
mebutuhkan skilll tersebut seperti Overwatch, Defense of the Ancient 2, Counter Strike,
League of Legends, Mobile Legends, Arena of Valor, Free Fire dan masih banyak lagi.
Memang dalam hal pendidikan dan game online ketika disandingkan satu sama
lain banyak terdapat pro dan kontra. Pihak kontra menyatakan bahwa stigma yang ada
dalam masyarakat adalah anak-anak yang keseringan bermain game, maka mereka
cenderung lupa atau mengabaikan pendidikan mereka sebagai prioritas. Banyak orang tua
yang sering memarahi anak mereka saat bermain game, sehingga anak-anak kerap
sembunyi-sembunyi untuk sekedar menghibur diri dengan game. Selain itu tidak sedikit
kejadian tindak kriminal anak yang dapat terekspos di media sosial karena bermain game
online. Sebagai contoh, banyak kasus anak yang rela mencuri hanya untuk membeli
voucher game online. Sejalan dengan hal ini (Yunus, 2017) menyatakan bahwa krisis
karakter anak yang diakibatkan oleh kemajuan jaman semakin modern, semua serba
otomatis dan digital. Efek dari era modernisasi ini adalah perubahan aktivitas bermain
anak dari yang semula permainan tradisional beralih ke permainan modern/digital yang
identik dengan penggunaan teknologi seperti games on-line, video game serta play
station. Ketertarikan terhadap permainan modern saat ini semakin akut, sehingga sangat
mempengaruhi tingkah lalu dan kebiasaan anak. Dampak yang muncul karena fenomena
itu sangat memprihatinkan, berpengaruh pada prestasi belajar anak, krisis karakter dan
memiliki perilaku agresif, bahkan menjerumuskan anak dalam tindak kriminal seperti
pencurian dan pemerkosaan, serta menyebabkan anak mengalami kepribadian ganda yang
bisa berujung pada kematian.
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan
yang luas. Oleh karena itu, dilakukan pembatasan masalah secara jelas dan terfokus. Masalah
yang akan menjadi objek penelitian dibatasi sebagai berikut.
1. Menganalisis mengenai tentang bagaimana PEMBINAAN PENDIDIKAN
KARAKTER MELALUI GAME ONLINE E-SPORTS TERHADAP MATERI
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS XI DI MAN 9 JAKARTA
TAHUN 2020.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Apa hakikat dari pendidikan?
2. Apa hakikat dari karakter?
3. Apa pegertian dari pendidikan karakter?
4. Apa pengertian dari Game Online?
5. Bagaimana pembinaan pendidikan karakter siswa melalui game online terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia?
6. Mengapa siswa lebih cenderung bermain game dibandingkan mempelajari bahasa
Indonesia?
E. Tujuan Masalah
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui hakikat dari pendidikan.
2. Mengetahui hakikat dari karakter.
3. Mengetahui pengertian dari pendidikan karakter.
4. Mengetahui pengertian dari Game Online.
5. Mengetahui PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI GAME
ONLINE E-SPORTS TERHADAP MATERI PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA KELAS XI DI MAN 9 JAKARTA TAHUN 2020.
6. Menjelaskan alasan siswa lebih tertarik bermain Game Online E-Sports disbanding
belajar bahasa Indonesia.
F. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
KAJIAN TEORI
A. Hakikat Pendidikan
Pendidikan secara etimologi berasal dari kata “paedagogie” dari bahasa Yunani,
terdiri dari kata “pais” artinya anak dan “again” artinya membimbing, jadi jika diartikan,
paedagogie artinya bimbingan yang diberikan kepada anak.1 Dalam bahasa Romawi
pendidikan berasal dari kata “educate” yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada
dari dalam.2 Sedangkan dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan dengan kata “to
educate” yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.3
Menurut aristoteles, “Education is a function of the state, and is conducted,
primarily at least, for the ends of the State. State- highest social institution which
secures the highest goal or happiness of man. Education is preparation for some worthy
activity. Education should be guided by legislation to make it correspond with the results
of phsycological analysis, and follow the gradual development of the bodily and mental
faculties.”
Artinya bahwa, pendidikan adalah salah satu fungsi dari suatu Negara, dan
dilakukan, terutama, setidaknya, untuk tujuan Negara itu sendiri. Negara adalah institusi
sosial tertinggi yang mengamankan tujuan tertinggi atau kebahagiaan manusia.
Pendidikan adalah persiapan/bekal untuk beberapa aktivitas/pekerjaan yang layak.
Pendidiakn semestinya dipandu oleh undang-undang untuk membuatnya sesuai
(koresponden) dengan hasil analisis psikologis, dan mengikuti perkembangan secara
bertahap, baik secara fisik (lahiriah) maupun mental (batiniah/jiwa).4
Secara bahasa definisi pendidikan mengandung arti bimbingan yang dilakukan
oleh seseorang (orang dewasa) kepada anak-anak, untuk memberikan pengajaran,
1
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan.(Jakarta: Rineka Cipta) 2207, hlm. 67.
2
Abdul Kadir, dkk, Dasar-dasar Pendidikan. (Jakarta: Kharisma), 2012, hlm. 59.
3
Ibid., hlm. 59.
4
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-pendidikan/ diakses pada hari Rabu, 25 Maret 2020. Pkl
16.38 WIB.
perbaikan moral dan melatih intelektual. Bimbingan kepada anak-anak dapat dilakukan
tidak hanya dalam pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah, akan tetapi peran
keluarga dan masyarakat dapat menjadi lembaga pembimbing yang menumbuhkan
pemahaman dan pengetahuan. Serta muntuk bekal yang baik untuk masa depan,
mendapat pekerjaan yang layak, dan hidup yang lebih terarah.
B. Hakikat Karakter
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani,
yaitu charassein yang berarti “to engrave’.5 Kata “to engrave” dapat diterjemahkan
“mengukir, melukis” (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1995). Makna ini dapat
dikaitkan dengan persepsi bahwa karakter adalah lukisan jiwa yang termanifestasi dalam
perilaku. Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan “tabiat, sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,
dan watak.6
Having good character does not simply mean being competent as an individual.
Good character also includes being committed to making positive contributions to one‟s
community, and to promoting a democratic way of life based upon justice, equality, and
respect for all people.7
Artinya, memiliki karakter yang baik tidak hanya berarti kompeten sebagai
individu. Karakter yang baik juga mencakup komitmen untuk memberikan kontribusi
positif pada komunitas seseorang, dan untuk mempromosikan cara hidup demokratis
berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap semua orang. Serta orang
berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau
berwatak. Makna seperti itu menunjukkan bahwa karakter identik dengan kepribadian,
akhlak, atau perilaku.
5
Ryan, Kevin & Karen E. Bohlin, Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to
Life. San Francisco: Jossey Bass, 1999.
6
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.(2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.Cet. I, Jakarta:
Pusat Bahasa.
7
Victor Battistich, Character Education, Prevention and Positive Youth Development, University of
Missouri, (t.t).
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter dimaknai
sebagai pendidikan yang mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta didik
sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-
nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara
yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.8
Menurut Koesoema, pendidikan karakter merupakan nilai-nilai dasar yang harus
dihayati jika sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai
seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi,
perasaan senasib, sependeritaan, pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai
yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter.9 (2007: 250).
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping
itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter juga diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak
peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru
berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal
terkait lainnya. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan
warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-
nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber
dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi
muda. Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan
8
Kementerian Pendidikan Nasional, 2010, hlm. 4.
9
A. Doni Koesoema, Pendidikan Karakter: Mendidik Anak di Zaman Global. (Jakarta: Grasindo), 2007, hlm.
250.
secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang
membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan
bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan anak didik
berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah secara alami.
. Menurut Andrew Rollings dan Ernest Adams (2006), game online lebih tepatnya
disebut sebagai sebuah teknologi dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis
permainan, sebuah mekanisme untuk menghubungkan pemain bersama dibandingkan
pola tertentu dalam sebuah permainan.10Jadi, permainan online juga dapat disebut sebagai
bagian dari aktivitas sosial karena pemain bisa saling berinteraksi secara virtual dan
seringkali menciptakan komunitas maya.
MAN 9 Jakarta adalah Sekolah Menengah Atas yang berciri khas agama
Islam. sebuah lembaga yang dikelola di bawah naungan Kementerian Agama
RI. Asal muasal pendirian lembaga ini bermuara dari Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) 2 Cijantung Jakarta Timur yang memiliki kelas filial di Jln. H.
Dogol Pondok Bambu Duren Sawit Jakarta Timur dengan nama Madrasah
Aliyah Negeri 2 Filial Pondok Bambu Jakarta Timur. Pada tahun 1994 MAN
ini dimandirikan menjadi Madrasah Aliyah Negeri 9 Jakarta. Perkembangan
MAN 9 Jakarta pada saat itu cukup pesat, sehingga tidak dapat menampung
permintaan masyarakat untuk menyekolahkan putra-putri mereka. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, pada tahun 1997 dibukalah kelas Jauh
dengan nama, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 9 KJ Pondok Kopi Jakarta
Timur yang sekarang berubah nama menjadi(MAN)18, yang berlokasi di
jalan Raya Rawa Bahagia, Pondok Kopi (13460) Jakarta Timur.
2. Penelitian Relevan
a. Penelitian yang pertama yang dilakukan oleh Amin (2012) dengan judul
penelitian “Penerapan Kebijakan Pendidikan Karakter dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di SD Babarsari Depok Sleman
Yogyakarta”. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa kegiatan yang
dilakukan di sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar yaitu: (1) pada
awal dan akhir kegiatan belajar mengajar selalu berdoa, (2) adanya pre test
atau tanya jawab yang diberikan di awal pertemuan dan memberikan
tugas/PR di akhir pelajaran, (3) menumbuhkan sikap disiplin di dalam
kelas. (4) setiap seminggu sekali siswa belajar di laboratorium untuk mata
pelajaran bahasa, IPA dan Komputer, (5) pada hari senin dan selasa
menggunakan bahasa Indonesia, Rabu dan Kamis berbahasa Inggris,
Jum’at dan Sabtu menggunakan bahasa Jawa baik di luar kelas maupun di
dalam kelas, (6) memberikan jam tambahan pelajaran bagi siswa kelas VI
dalam menghadapi UASBN. Di bidang non akademik, penerapan
pendidikan karakter diterapkan pada: (1) kegiatan pramuka yang diadakan
2 minggu sekali, (2) kerja bakti dan gerakan penghijauan di lingkungan
sekolah sebulan sekali, (3) kebersihan kelas menjadi tanggung jawab
siswa. Faktor pendukung penerapan pendidikan karakter di SDN Babarsari
yaitu: (1) kepala sekolah sudah faham akan konsep pendidikan karakter,
(2) sarana dan prasarana yang menunjang dalam kegiatan belajar
mengajar. Faktor penghambat yaitu: (1) tidak adanya pedoman yang pasti
dari pemerintah atau dinas dalam penerapan pendidikan karakter, (2)
faktor lingkungan siswa, (3) perkembangan teknologi yang
disalahgunakan siswa (game online dan playstation), (4) kebijakan
pemerintah yang meniadakan ujian tes saat masuk sekolah dasar.
b. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Arip Almin dengan skripsinya yang
berjudul PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP
PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN PRODUKTIF SISWA
KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI
SMK N 1 LOSARANG KABUPATEN INDRAMAYU.
c. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Atri Waldi dengan judul skripsinya
yaitu Pembinaan Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Game Online E-
Sports di SMA 1 PSKD Jakarta Prodi Pendidikan Kewarganegaraan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
F. Alasan Siswa Lebih Cenderung Menyukai Game Online dibanding bahasa
Indonesia
Adapun beberapa dampak negatif dan positif game online bagi pelajar, dampak
positif dari game online bagi pelajar adalah:
1. pergaulan peserta didik akan lebih mudah diawasi oleh orang tua;
2. otak peserta didik akan lebih aktif dalam berfikir;
3. reflek berfikir dari peserta didik akan lebih cepat merespon;
4. emosional peserta didik dapat di luapkan dengan bermain game; dan
5. peserta didik akan lebih berfikir kreatif.
1. peserta didik akan malas belajar dan sering menggunakan waktu luang mereka untuk
bermain game online;
2. peserta didik akan mencuri curi waktu dari jadwal belajar mereka untuk bermain game
online;
3. waktu untuk belajar dan membantu orang tua sehabis jam sekolah akan hilang karena
maen game online;
4. uang jajan atau uang bayar sekolah akan diselewengkan untuk bermain game online;
5. lupa waktu;
7. Emosional peserta didik juga akan terganggu karena efek game ini;
9. peserta didik cenderung akan membolos sekolah demi game kesayangan mereka.
Dampak positif dari game online bagi pelajar adalah pergaulan siswa akan lebih
mudah di awasi oleh orang tua, otak siswa akan lebih aktif dalam berfikir, reflek berfikir
dari siswa akan lebih cepat merespon, emosional siswa dapat di luapkan dengan bermain
game, siswa akan lebih berfikir kreatif. Dampak negatif dari game online bagi pelajar
adalah siswa akan malas belajar dan sering menggunakan waktu luang mereka untuk
bermain game online, siswa akan mencuri curi waktu dari jadwal belajar mereka untuk
bermain game online, waktu untuk belajar dan membantu orang tua sehabis jam sekolah
akan hilang karena maen game, uang jajan atau uang bayar sekolah akan di selewengkan
untuk bermain game online, lupa waktu Pola makan akan terganggu, emosional siswa
juga akan terganggu karena efek game ini, jadwal beribadahpun kadang akan di lalaikan
oleh siswa, siswa cenderung akan membolos sekolah demi game kasayangan mereka.
Pelajar yang kita maksud di sini adalah seorang anak, baik laki-laki maupun
perempuan, berusia 8-17 tahun yang masih menjajaki dunia pendidikan khususnya di
tingkat SD, SMP, dan SMA. Siswa, selain mempunyai hak yang harus di terima, juga
mempunyai kewajiban yang harus dipenuhinya. Salah satu kewajiban seorang pelajar
yang kita ketahui adalah menuntut ilmu dan belajar. Di jaman sekarang kewajiban
seorang pelajar mulai terkikis adanya arus globalisasi pada kemajuan teknologi, pelajar
lebih menomorduakan belajar dari pada bermain game online, di dalam kesehariannya
para pelajar lebih cepat terpengaruh ajakan dari teman-teman, selain ajakan teman-teman
rasa penasaran akan sesuatu yang baru lah yang mendorong mereka untuk mencoba
mencoba hal-hal yang belum pernah mereka lakukan.
Pelajar sendiri mudah terpengaruh adanya hal hal yang baru, umumnya mereka
terpengaruh dari pergaulan, teman teman dari pergaulan tersebut yang mencoba
mempengaruhi pelajar trsebut untuk bermain game online. Namun pengaruh tersebut
lebih baik daripada diajak untuk kearah lebih negatif seperti mabuk mabukan, judi,
narkoba dll. Pada situasi seperti ini, peran orang tua yang lebih bisa dianggap untuk
mengatasi masalah tersebut, orang tua dirumah lebih berperan penting dalam mengatur
tingkah laku dan kepribadian dari pelajar tersebut, sedangkan orang tua di sekolah lebih
diatur untuk mengarahkan kemana pelajar tersebut bergaul.
Banyak penyebab yang ditimbulkan dari kecanduan game online, salah satunya
karena gamer tidak akan pernah bisa menyelesaikan permainan sampai tuntas. Selain itu,
karena sifat dasar manusia yang selalu ingin menjadi pemenang dan bangga semakin
mahir akan sesuatu termasuk sebuah permainan. Dalam game online apabila point
bertambah, maka objek yang akan dimainkan akan semakin hebat, dan kebanyakan orang
senang sehingga menjadi pecandu. Penyebab lain yang dapat ditelusuri adalah kurangnya
pengawan dari orang tua, dan pengaruh globalisai dari teknologi yang memang tidak bisa
dihindari.
Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan adiksi remaja
terhadap game online. Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan terjadinya adiksi
terhadap game online, sebagai berikut:
1. keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam
game online, karena game online dirancang sedemikian rupa agar gamer
semakin penasaran dan semakin ingin memperoleh nilai yang lebih tinggi;
2. rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di sekolah;
3. ketidak mampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivis penting lainya
juga menjadi penyebab timbulnya adiksi terhadap game online; dan
4. kurangnya self control dalam diri remaja, sehingga remaja kurang
mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain game online secara
berlebihan.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain
game online pada remaja, sebagai berikut:
1. lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat teman- temanya yang lain
banyak yang bermain game online;
2. kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja mememilih
alternatif bermain
3. game sebagai aktivitas yang menyenangkan; dan
4. harapan orang tua yang melabung terhadap anaknya untuk mengikuti berbagai
kegiatan seperti kursus- kursus atau les-les, sehingga kebutuhan primer anak,
seperti kebersaman, bermain dengan keluarga menjadi terlupakan (Laufi Dian
Deodo Saputra, Makalah Dampak Game Online Terhadap Kaum Remaja,
tersedia: http//ber5aja.blogspot.com/.../dam pak-game-online-terhadap-kaum-
remaja. ht.)
Menurut Smart mengemukakan bahwa seseorang suka bermain game online
dikarenakan seseorang terbiasa bermain game online melebihi waktu. Beberapa orang tua
menjadikan bermain game online sebagai alat penenang bagi anak dan apabila hal itu
dilakukan secara berulang-ulang maka anak tersebut akan terbiasa bermain game online
adalah sebagai berikut:
a. Kurang perhatian dari orang- orang terdekat Beberapa orang berfikir bahwa
mereka dianggap ada jika mereka mampu mengusai keadaan. Mereka merasa bahagia
jika mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekatnya, terutama ayah dan ibu. Dalam
rangka mendapatkan perhatian, seseorang akan berperilaku yang tidak menyenangkan
hati orang tuanya. Karena dengan berbuat demikian, maka orang tua akan
memperingatkan dan mengawasinya.
b. Depresi Beberapa orang menggunakan media untuk menghilangkan rasa
depresinya, diantaranya denga bermain game online. Dan dengan rasa nikmat yang
ditawarkan game online, maka lama kelamaan akan menjadi kecanduan.
c. Kurang control Orang tua denga memanjakan anak dengan fasilitas, efek
kecanduan sangat mungkin terjadi. Anak yang tidak terkontrol biasanya akan berperilaku
over.
d. Kurang kegiatan Menganggur adalah kegiatan yang tidak menyenangkan.
Dengan tidak adanya kegiatan maka bermain game online sering dijadikan pelarian yang
dicari.
e. Lingkungan Perilaku seseorang tidak hanya terbentuk dari dalam keluarga. Saat
di sekolah, bermain dengan teman teman itu juga dapat membentuk perilaku seseorang.
Artinya meskipun seseorang tidak dikenalkan terhadap game online dirumah, maka
seseorang akan kenal dengan game online karena pergaulannya.11
BAB III
METODE PENELITIAN
11
Hardiyansyah Masya, Dian Adi Candra, jurnal yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Gangguan Kecanduan Game Online pada Peserta Didik Kelas X di Madrasah Aliyah Al Furqon Prabumulih
Tahun Pelajaran 2015/2016”, 03 (2); 2016; 103-118 KONSELI: Jurnal Bimbingan dan Konseling (E-Journal), hlm. 104-
106.
A. Desain Penelitian
12
HF Nashori, 2007
Dari gambar di atas dapat diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi
adalah kehidupan seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami
sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang
mengembangkan sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari
suatu kelompok budaya atau suatu individu, dan fokus studi kasus adalah
spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu,
kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan.13 Lebih lanjut Creswell
mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : (1)
mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah
“sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan
berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan
gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan
(4) Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan “menghabiskan waktu”
dalam menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.3 Hal ini
mengisyaratkan bahwa suatu kasus dapat dikaji menjadi sebuah objek studi
(Stake, 1995) maupun mempertimbangkannya menjadi sebuah metodologi
(Merriam, 1988). suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat
sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu
13
Gambar diambil dari buku John W.Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among
Five Tradition . (London: SAGE Publications), hlm. 37-38.
individu.14 Dengan perkataan lain, studi kasus merupakan penelitian dimana
peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan
kegiatan (program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) serta
mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan
berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu.
14
Ibid, hlm. 61
15
Ibid, hlm. 61-62
16
Ibid, hlm. 36
17
Michael Quinn Patton, How to Use Qualitative Methods in Evaluation (London: SAGE Publications,
1991), hlm. 23
18
Creswell mencontohkan penelitian Hamel (1993) yang mencoba melacak asal mula studi kasus ilmu
sosial modern melalui antropologi dan sosiologi. Hamel mengutip studi Pulau Trobriand dari ahli antropologi
Malinowksi, studi tentang keluarga dari sosiolog asal Perancis LePlay dan studi kasus di Universitas Chicago Jurusan
Sosiologi pada tahun 1920-an dan 1930an, yaitu studi yang dilakukan oleh Thomas & Znaniecki tahun 1958 dengan
pendekatan kualitatif atau kuantitatif dalam mengembangkan studi kasusnya.
Seperti yang dilakukan oleh Yin (1989) mengembangkan studi kasus kualitatif
deskriptif dengan bukti kuantitatif. Merriam (1988) mendukung suatu pendekatan
studi kasus kualitatif dalam bidang pendidikan. Hamel (1993) seorang sosiolog
menunjukkan pendekatan studi kasus kualitatif untuk sejarah. Stakes (1995)
menggunakan pendekatan ekstensif dan sistematis untuk penelitian studi kasus.
Untuk itu Creswell menyarankan bahwa peneliti yang akan
judul The Polish in Europe and America sebuah sejarah dalam penelitian studi kasus kualitatif
mengembangkan sebuah matriks pengumpulan data dengan berbagai informasi
yang dikumpulkan mengenai suatu kasus
5. Memutuskan “batasan” sebuah kasus. Batasan-batasan tersebut dapat
dilihat dari aspek waktu, peristiwa dan proses.19
2. Studi Kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang
dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari (everyday reallife),
5. Studi Kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atas
transferabilitas,
6. Studi Kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi
pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut. Berdasarkan manfaat studi
kasus diatas, penelitian studi kasus akan mampu memberikan kejelasan
terhadap subuah kasusu yang mendalam dan akurat. Studi kasus juga terbuka
orang lain dalam menafsirkan sebuah konteks atau kasus sehingga hasil yang
dicapai akan lebih akurat dan komprehensif.20
19
9 Ibid, hlm 63
20
Tuaufik Hidayat, PEMBAHASAN STUDI KASUS SEBAGAI BAGIAN METODOLOGI PENELITIAN, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
2. Tujuan Studi Kasus
Tujuan penelitian studi kasus adalah untuk memberikan diskripsi, menguji teori
dan menghasilkan teori (Eisenhardt, 1989). Terbuka peluang menggunakan studi
kasus sebagai salah satu pendekatan penelitian dan membangun teori. Eisenhardt
(1989) menjelaskan tahapan penelitian menggunakan beberapa langkah, yaitu
6) Membentuk hipotesis;
21
Unika Prihatsanti1, Suryanto2, & Wiwin Hendriani3, Menggunakan Studi Kasus sebagai Metode Ilmiah
dalam Psikologi, Buletin Psikologi ISSN 0854-7106 (Print) 2018, Vol. 26, No. 2, 126 – 136 ISSN 2528-5858 (Online)
DOI: 10.22146/buletinpsikologi.38895 https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi, hlm, 133-134.
1. Tempat Penelitian
2.Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu tanggal 22 Mei
2020 dan 23 Mei 2020. Alokasi waktu pada saat penelitian yaitu 2 jam atau 90
menit dari jam 08.10-09.40.
E. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN 9 Jakarta tahun pelajaran
2020/2021. Jumalah seluruh siswa dalam kelas ini adalah 36 siswa, 21 siswa
perempuan, dan 15 siswa laki-laki. Dalam penelitian ini guru bahasa Indonesia ikut
terlibat sebagai observer.
BAB IV
DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Sekolah
B. Hasil Analisis Data
C. Interpretasi Hasil Analisis Data
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA