Anda di halaman 1dari 25

PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI GAME ONLINE E-

SPORTS TERHADAP MATERI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


KELAS XI DI MAN 9 JAKARTA TAHUN 2020

Proposal

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Metode Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia

Dosen Pengampu Nur Syamsiyah, M. Pd.

Oleh:

Siti Nurkhasanah

11170130000029

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karakter dapat diartikan sebagai watak, akhlak atau kepribadian yang dipandang
sebagai karakteristik diri seseorang dan merupakan hasil dari internalisasi nilai yang
diterima dari lingkungannya. Begitupun dalam hal anak sebagai peserta didik di
lingkungan sekolah. Berbagai upaya dapat dilakukan dalam membina karakter peserta
didik di sekolah, diantaranya dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 62 tahun 2014 tentang Kegiatan
Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dinyatakan bahwa
kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan peserta didik di luar jam belajar, kegiatan
intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan
pendidikan, bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan,
kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal untuk mendukung
pencapaian tujuan pendidikan (Lestari, 2016).
Ada banyak bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh masing-masing
sekolah berdasarkan minat dan bakat peserta didik, diantaranya seperti Palang Merah
Remaja, Kepramukaan, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Pasukan Pengibar Bendera
(Paskibra), beberapa kegiatan kesenian seperti Dance, Marawis, Marcing Band, kegiatan
keolahragaan seperti Badminton, Voli, Basket, Sepak Bola, termasuk juga olah raga
kekinian yang disebut dengan Electronic Sports (E-Sports).
E-Sports merupakan olahraga elektronik dimana aspek dari olahraga ini di
fasilitasi oleh sistem elektronik. Secara garis besar pengertian E-Sports sendiri
merupakan sebuah cabang olahraga yang tidak bertanding secara fisik tapi lebih
mementingkan strategi dalam pertandingan secara online melalui komputer sehingga
masing-masing tim dapat bertanding tanpa bertatap muka
Perkembangan IPTEK yang sangat pesat, menjadi faktor penentu dalam
perkembangan dunia pendidikan. Gamepun menjadi trend di dunia pendidikan. Peserta
didik pada saat ini merupakan generasi yang sangat cepat tanggap dalam merespon
perkembangan teknologi. Pada saat ini, banyak game online yang bukan hanya sekadar
untuk hiburan semata namun juga banyak game online yang menuntut pemainnya
menggunakan skill baik dalam hal mengatur strategi, mengelola kerja sama tim,
bernegosiasi serta bagaimana cara mengambil keputusan yang tepat. Game yang
mebutuhkan skilll tersebut seperti Overwatch, Defense of the Ancient 2, Counter Strike,
League of Legends, Mobile Legends, Arena of Valor, Free Fire dan masih banyak lagi.
Memang dalam hal pendidikan dan game online ketika disandingkan satu sama
lain banyak terdapat pro dan kontra. Pihak kontra menyatakan bahwa stigma yang ada
dalam masyarakat adalah anak-anak yang keseringan bermain game, maka mereka
cenderung lupa atau mengabaikan pendidikan mereka sebagai prioritas. Banyak orang tua
yang sering memarahi anak mereka saat bermain game, sehingga anak-anak kerap
sembunyi-sembunyi untuk sekedar menghibur diri dengan game. Selain itu tidak sedikit
kejadian tindak kriminal anak yang dapat terekspos di media sosial karena bermain game
online. Sebagai contoh, banyak kasus anak yang rela mencuri hanya untuk membeli
voucher game online. Sejalan dengan hal ini (Yunus, 2017) menyatakan bahwa krisis
karakter anak yang diakibatkan oleh kemajuan jaman semakin modern, semua serba
otomatis dan digital. Efek dari era modernisasi ini adalah perubahan aktivitas bermain
anak dari yang semula permainan tradisional beralih ke permainan modern/digital yang
identik dengan penggunaan teknologi seperti games on-line, video game serta play
station. Ketertarikan terhadap permainan modern saat ini semakin akut, sehingga sangat
mempengaruhi tingkah lalu dan kebiasaan anak. Dampak yang muncul karena fenomena
itu sangat memprihatinkan, berpengaruh pada prestasi belajar anak, krisis karakter dan
memiliki perilaku agresif, bahkan menjerumuskan anak dalam tindak kriminal seperti
pencurian dan pemerkosaan, serta menyebabkan anak mengalami kepribadian ganda yang
bisa berujung pada kematian.
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul dari penelitian ini, “PEMBINAAN PENDIDIKAN


KARAKTER MELALUI GAME ONLINE E-SPORTS TERHADAP MATERI
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS XI DI MAN 9 JAKARTA TAHUN
2020”, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.
1) Siswa kurang antusias terhadap pelajaran Bahasa Indonesia.
2) Pendidik kurang memberikan pemahaman, pengawasan, dan bimbingan mengenai
pembelajaran bahasa bahasa Indonesia terhadap Game Online E-Sports.
3) Hasil belajar siswa menurun karena media dan metode yang diterapkan oleh
pendidik tidak variatif dan inovatif.
4) Belum mengetahui implikasi penelitian ini terhadap hasil belajar siswa.
5) Terabaikannya kualitas pendidikan di kalangan siswa terutama pendidikan
karakter terhadap pembelajaran bahasa Indonesia melalui Game Online E-Sports.

C. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan
yang luas. Oleh karena itu, dilakukan pembatasan masalah secara jelas dan terfokus. Masalah
yang akan menjadi objek penelitian dibatasi sebagai berikut.
1. Menganalisis mengenai tentang bagaimana PEMBINAAN PENDIDIKAN
KARAKTER MELALUI GAME ONLINE E-SPORTS TERHADAP MATERI
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS XI DI MAN 9 JAKARTA
TAHUN 2020.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Apa hakikat dari pendidikan?
2. Apa hakikat dari karakter?
3. Apa pegertian dari pendidikan karakter?
4. Apa pengertian dari Game Online?
5. Bagaimana pembinaan pendidikan karakter siswa melalui game online terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia?
6. Mengapa siswa lebih cenderung bermain game dibandingkan mempelajari bahasa
Indonesia?

E. Tujuan Masalah
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui hakikat dari pendidikan.
2. Mengetahui hakikat dari karakter.
3. Mengetahui pengertian dari pendidikan karakter.
4. Mengetahui pengertian dari Game Online.
5. Mengetahui PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI GAME
ONLINE E-SPORTS TERHADAP MATERI PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA KELAS XI DI MAN 9 JAKARTA TAHUN 2020.
6. Menjelaskan alasan siswa lebih tertarik bermain Game Online E-Sports disbanding
belajar bahasa Indonesia.

F. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menambah khazanah pengkajian pendidikan tentang pembinaan pendidikan karakter


melalui game online e-sports terhadap materi pembelajaran bahasa indonesia siswa
sehingga dapat menjadi masukan yang berguna bagi para penulis lainnya.
2. Memberikan informasi tentang pentingnya pengetahuan pendidikan karakter mengenai
pembeljaran bahasa Indonesia melalui Game Online E-Sports.
3. Memberikan informasi tentang pentingnya pengetahuan mengenai media dan metode
pembelajaran bagi para pendidik khususnya guru bahasa dan sastra Indonesia.
4. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian yang sudah ada dan mendorong
pembaca dalam meningkatkan daya kreatifitas dan penalaran dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Pendidikan

Pendidikan secara etimologi berasal dari kata “paedagogie” dari bahasa Yunani,
terdiri dari kata “pais” artinya anak dan “again” artinya membimbing, jadi jika diartikan,
paedagogie artinya bimbingan yang diberikan kepada anak.1 Dalam bahasa Romawi
pendidikan berasal dari kata “educate” yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada
dari dalam.2 Sedangkan dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan dengan kata “to
educate” yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.3
Menurut aristoteles, “Education is a function of the state, and is conducted,
primarily at least, for the ends of the State. State- highest social institution which
secures the highest goal or happiness of man. Education is preparation for some worthy
activity. Education should be guided by legislation to make it correspond with the results
of phsycological analysis, and follow the gradual development of the bodily and mental
faculties.”
Artinya bahwa, pendidikan adalah salah satu fungsi dari suatu Negara, dan
dilakukan, terutama, setidaknya, untuk tujuan Negara itu sendiri. Negara adalah institusi
sosial tertinggi yang mengamankan tujuan tertinggi atau kebahagiaan manusia.
Pendidikan adalah persiapan/bekal untuk beberapa aktivitas/pekerjaan yang layak.
Pendidiakn semestinya dipandu oleh undang-undang untuk membuatnya sesuai
(koresponden) dengan hasil analisis psikologis, dan mengikuti perkembangan secara
bertahap, baik secara fisik (lahiriah) maupun mental (batiniah/jiwa).4
Secara bahasa definisi pendidikan mengandung arti bimbingan yang dilakukan
oleh seseorang (orang dewasa) kepada anak-anak, untuk memberikan pengajaran,

1
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan.(Jakarta: Rineka Cipta) 2207, hlm. 67.
2
Abdul Kadir, dkk, Dasar-dasar Pendidikan. (Jakarta: Kharisma), 2012, hlm. 59.
3
Ibid., hlm. 59.
4
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-pendidikan/ diakses pada hari Rabu, 25 Maret 2020. Pkl
16.38 WIB.
perbaikan moral dan melatih intelektual. Bimbingan kepada anak-anak dapat dilakukan
tidak hanya dalam pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah, akan tetapi peran
keluarga dan masyarakat dapat menjadi lembaga pembimbing yang menumbuhkan
pemahaman dan pengetahuan. Serta muntuk bekal yang baik untuk masa depan,
mendapat pekerjaan yang layak, dan hidup yang lebih terarah.
B. Hakikat Karakter

Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani,
yaitu charassein yang berarti “to engrave’.5 Kata “to engrave” dapat diterjemahkan
“mengukir, melukis” (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1995). Makna ini dapat
dikaitkan dengan persepsi bahwa karakter adalah lukisan jiwa yang termanifestasi dalam
perilaku. Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan “tabiat, sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,
dan watak.6

Having good character does not simply mean being competent as an individual.
Good character also includes being committed to making positive contributions to one‟s
community, and to promoting a democratic way of life based upon justice, equality, and
respect for all people.7

Artinya, memiliki karakter yang baik tidak hanya berarti kompeten sebagai
individu. Karakter yang baik juga mencakup komitmen untuk memberikan kontribusi
positif pada komunitas seseorang, dan untuk mempromosikan cara hidup demokratis
berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap semua orang. Serta orang
berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau
berwatak. Makna seperti itu menunjukkan bahwa karakter identik dengan kepribadian,
akhlak, atau perilaku.

C. Pengertian Pendidikan Karakter

5
Ryan, Kevin & Karen E. Bohlin, Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to
Life. San Francisco: Jossey Bass, 1999.
6
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.(2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.Cet. I, Jakarta:
Pusat Bahasa.
7
Victor Battistich, Character Education, Prevention and Positive Youth Development, University of
Missouri, (t.t).
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter dimaknai
sebagai pendidikan yang mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta didik
sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-
nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara
yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.8
Menurut Koesoema, pendidikan karakter merupakan nilai-nilai dasar yang harus
dihayati jika sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai
seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi,
perasaan senasib, sependeritaan, pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai
yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter.9 (2007: 250).
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping
itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter juga diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak
peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru
berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal
terkait lainnya. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan
warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-
nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.

Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber
dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi
muda. Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan
8
Kementerian Pendidikan Nasional, 2010, hlm. 4.
9
A. Doni Koesoema, Pendidikan Karakter: Mendidik Anak di Zaman Global. (Jakarta: Grasindo), 2007, hlm.
250.
secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang
membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan
bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan anak didik
berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah secara alami.

D. Pengertian Game Online

Permaianan daring (Game Online) adalah jenis permainan dengan menggunakan


computer yang dimanfaatkan jaringan computer (LAN atau internet) sebagai media.
Permainan daring sudah disediakan dari peursahaan penyedia jasa online atau pemain
dapat langsung mengakses melalui system yang disediakan dari perusahaan yang
menyediakan permaianan tersebut.

. Menurut Andrew Rollings dan Ernest Adams (2006), game online lebih tepatnya
disebut sebagai sebuah teknologi dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis
permainan, sebuah mekanisme untuk menghubungkan pemain bersama dibandingkan
pola tertentu dalam sebuah permainan.10Jadi, permainan online juga dapat disebut sebagai
bagian dari aktivitas sosial karena pemain bisa saling berinteraksi secara virtual dan
seringkali menciptakan komunitas maya.

E. Pembinaan Pendidikan Karakter Siswa Melalui Game Online Terhadap


Pembelajaran Bahasa Indonesia

Penelitian ini menunjukkan bahwa (1) program pembinaan e-sports yang


dilakukan MAN 9 Jakarta terdapat esensi pembinaan nilai karakter berupa nilai kerja
keras, disiplin, kreatif, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, tanggung jawab.
(2) kendala dalam pelaksanaan program pembinaan e-sports adalah infrastruktur yang
10
Andrew Rollings and Ernest Adams, Andrew Rollings and Ernest Adams on Game Design Chapter 7:
Gameplay by Andrew Rollings and Ernest Adams, 2006, hlm. 770.
belum berkembang di level yang sama (sekolah), serta stigma negatif masyarakat
terhadap game kurang sinkron dengan pendidikan.
1. MAN 9 Jakarta

MAN 9 Jakarta adalah Sekolah Menengah Atas yang berciri khas agama
Islam. sebuah lembaga yang dikelola di bawah naungan Kementerian Agama
RI. Asal muasal pendirian lembaga ini bermuara dari Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) 2 Cijantung Jakarta Timur yang memiliki kelas filial di Jln. H.
Dogol Pondok Bambu Duren Sawit Jakarta Timur dengan nama Madrasah
Aliyah Negeri 2 Filial Pondok Bambu Jakarta Timur. Pada tahun 1994 MAN
ini dimandirikan menjadi Madrasah Aliyah Negeri 9 Jakarta. Perkembangan
MAN 9 Jakarta pada saat itu cukup pesat, sehingga tidak dapat menampung
permintaan masyarakat untuk menyekolahkan putra-putri mereka. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, pada tahun 1997 dibukalah kelas Jauh
dengan nama, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 9 KJ Pondok Kopi Jakarta
Timur yang sekarang berubah nama menjadi(MAN)18, yang berlokasi di
jalan Raya Rawa Bahagia, Pondok Kopi (13460) Jakarta Timur.

Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 9 Jakarta dipegang berturut-turut


oleh Drs. Tarli Sartijan, Drs. H. Zaenudin Anwar, MA., Drs. M. Fadoli
Kurdi., Drs. Amri, MM., dan terakhir saat ini dijabat oleh H.Sholehudin
Warto, S.Pd.I., M.M.

2. Penelitian Relevan

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan beberapa penelitian sebelumnya


yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti berikut ini.

a. Penelitian yang pertama yang dilakukan oleh Amin (2012) dengan judul
penelitian “Penerapan Kebijakan Pendidikan Karakter dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di SD Babarsari Depok Sleman
Yogyakarta”. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa kegiatan yang
dilakukan di sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar yaitu: (1) pada
awal dan akhir kegiatan belajar mengajar selalu berdoa, (2) adanya pre test
atau tanya jawab yang diberikan di awal pertemuan dan memberikan
tugas/PR di akhir pelajaran, (3) menumbuhkan sikap disiplin di dalam
kelas. (4) setiap seminggu sekali siswa belajar di laboratorium untuk mata
pelajaran bahasa, IPA dan Komputer, (5) pada hari senin dan selasa
menggunakan bahasa Indonesia, Rabu dan Kamis berbahasa Inggris,
Jum’at dan Sabtu menggunakan bahasa Jawa baik di luar kelas maupun di
dalam kelas, (6) memberikan jam tambahan pelajaran bagi siswa kelas VI
dalam menghadapi UASBN. Di bidang non akademik, penerapan
pendidikan karakter diterapkan pada: (1) kegiatan pramuka yang diadakan
2 minggu sekali, (2) kerja bakti dan gerakan penghijauan di lingkungan
sekolah sebulan sekali, (3) kebersihan kelas menjadi tanggung jawab
siswa. Faktor pendukung penerapan pendidikan karakter di SDN Babarsari
yaitu: (1) kepala sekolah sudah faham akan konsep pendidikan karakter,
(2) sarana dan prasarana yang menunjang dalam kegiatan belajar
mengajar. Faktor penghambat yaitu: (1) tidak adanya pedoman yang pasti
dari pemerintah atau dinas dalam penerapan pendidikan karakter, (2)
faktor lingkungan siswa, (3) perkembangan teknologi yang
disalahgunakan siswa (game online dan playstation), (4) kebijakan
pemerintah yang meniadakan ujian tes saat masuk sekolah dasar.

b. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Arip Almin dengan skripsinya yang
berjudul PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP
PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN PRODUKTIF SISWA
KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI
SMK N 1 LOSARANG KABUPATEN INDRAMAYU.

c. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Atri Waldi dengan judul skripsinya
yaitu Pembinaan Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Game Online E-
Sports di SMA 1 PSKD Jakarta Prodi Pendidikan Kewarganegaraan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
F. Alasan Siswa Lebih Cenderung Menyukai Game Online dibanding bahasa
Indonesia

Adapun beberapa dampak negatif dan positif game online bagi pelajar, dampak
positif dari game online bagi pelajar adalah:
1. pergaulan peserta didik akan lebih mudah diawasi oleh orang tua;
2. otak peserta didik akan lebih aktif dalam berfikir;
3. reflek berfikir dari peserta didik akan lebih cepat merespon;
4. emosional peserta didik dapat di luapkan dengan bermain game; dan
5. peserta didik akan lebih berfikir kreatif.

Sedangkan dampak negatif dari game online bagi pelajar adalah:

1. peserta didik akan malas belajar dan sering menggunakan waktu luang mereka untuk
bermain game online;

2. peserta didik akan mencuri curi waktu dari jadwal belajar mereka untuk bermain game
online;

3. waktu untuk belajar dan membantu orang tua sehabis jam sekolah akan hilang karena
maen game online;

4. uang jajan atau uang bayar sekolah akan diselewengkan untuk bermain game online;

5. lupa waktu;

6. pola makan akan terganggu;

7. Emosional peserta didik juga akan terganggu karena efek game ini;

8. jadwal beribadahpun kadang akan dilalaikan oleh peserta didik; dan

9. peserta didik cenderung akan membolos sekolah demi game kesayangan mereka.
Dampak positif dari game online bagi pelajar adalah pergaulan siswa akan lebih
mudah di awasi oleh orang tua, otak siswa akan lebih aktif dalam berfikir, reflek berfikir
dari siswa akan lebih cepat merespon, emosional siswa dapat di luapkan dengan bermain
game, siswa akan lebih berfikir kreatif. Dampak negatif dari game online bagi pelajar
adalah siswa akan malas belajar dan sering menggunakan waktu luang mereka untuk
bermain game online, siswa akan mencuri curi waktu dari jadwal belajar mereka untuk
bermain game online, waktu untuk belajar dan membantu orang tua sehabis jam sekolah
akan hilang karena maen game, uang jajan atau uang bayar sekolah akan di selewengkan
untuk bermain game online, lupa waktu Pola makan akan terganggu, emosional siswa
juga akan terganggu karena efek game ini, jadwal beribadahpun kadang akan di lalaikan
oleh siswa, siswa cenderung akan membolos sekolah demi game kasayangan mereka.
Pelajar yang kita maksud di sini adalah seorang anak, baik laki-laki maupun
perempuan, berusia 8-17 tahun yang masih menjajaki dunia pendidikan khususnya di
tingkat SD, SMP, dan SMA. Siswa, selain mempunyai hak yang harus di terima, juga
mempunyai kewajiban yang harus dipenuhinya. Salah satu kewajiban seorang pelajar
yang kita ketahui adalah menuntut ilmu dan belajar. Di jaman sekarang kewajiban
seorang pelajar mulai terkikis adanya arus globalisasi pada kemajuan teknologi, pelajar
lebih menomorduakan belajar dari pada bermain game online, di dalam kesehariannya
para pelajar lebih cepat terpengaruh ajakan dari teman-teman, selain ajakan teman-teman
rasa penasaran akan sesuatu yang baru lah yang mendorong mereka untuk mencoba
mencoba hal-hal yang belum pernah mereka lakukan.
Pelajar sendiri mudah terpengaruh adanya hal hal yang baru, umumnya mereka
terpengaruh dari pergaulan, teman teman dari pergaulan tersebut yang mencoba
mempengaruhi pelajar trsebut untuk bermain game online. Namun pengaruh tersebut
lebih baik daripada diajak untuk kearah lebih negatif seperti mabuk mabukan, judi,
narkoba dll. Pada situasi seperti ini, peran orang tua yang lebih bisa dianggap untuk
mengatasi masalah tersebut, orang tua dirumah lebih berperan penting dalam mengatur
tingkah laku dan kepribadian dari pelajar tersebut, sedangkan orang tua di sekolah lebih
diatur untuk mengarahkan kemana pelajar tersebut bergaul.
Banyak penyebab yang ditimbulkan dari kecanduan game online, salah satunya
karena gamer tidak akan pernah bisa menyelesaikan permainan sampai tuntas. Selain itu,
karena sifat dasar manusia yang selalu ingin menjadi pemenang dan bangga semakin
mahir akan sesuatu termasuk sebuah permainan. Dalam game online apabila point
bertambah, maka objek yang akan dimainkan akan semakin hebat, dan kebanyakan orang
senang sehingga menjadi pecandu. Penyebab lain yang dapat ditelusuri adalah kurangnya
pengawan dari orang tua, dan pengaruh globalisai dari teknologi yang memang tidak bisa
dihindari.
Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan adiksi remaja
terhadap game online. Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan terjadinya adiksi
terhadap game online, sebagai berikut:
1. keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam
game online, karena game online dirancang sedemikian rupa agar gamer
semakin penasaran dan semakin ingin memperoleh nilai yang lebih tinggi;
2. rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di sekolah;
3. ketidak mampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivis penting lainya
juga menjadi penyebab timbulnya adiksi terhadap game online; dan
4. kurangnya self control dalam diri remaja, sehingga remaja kurang
mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain game online secara
berlebihan.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain
game online pada remaja, sebagai berikut:
1. lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat teman- temanya yang lain
banyak yang bermain game online;
2. kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja mememilih
alternatif bermain
3. game sebagai aktivitas yang menyenangkan; dan
4. harapan orang tua yang melabung terhadap anaknya untuk mengikuti berbagai
kegiatan seperti kursus- kursus atau les-les, sehingga kebutuhan primer anak,
seperti kebersaman, bermain dengan keluarga menjadi terlupakan (Laufi Dian
Deodo Saputra, Makalah Dampak Game Online Terhadap Kaum Remaja,
tersedia: http//ber5aja.blogspot.com/.../dam pak-game-online-terhadap-kaum-
remaja. ht.)
Menurut Smart mengemukakan bahwa seseorang suka bermain game online
dikarenakan seseorang terbiasa bermain game online melebihi waktu. Beberapa orang tua
menjadikan bermain game online sebagai alat penenang bagi anak dan apabila hal itu
dilakukan secara berulang-ulang maka anak tersebut akan terbiasa bermain game online
adalah sebagai berikut:
a. Kurang perhatian dari orang- orang terdekat Beberapa orang berfikir bahwa
mereka dianggap ada jika mereka mampu mengusai keadaan. Mereka merasa bahagia
jika mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekatnya, terutama ayah dan ibu. Dalam
rangka mendapatkan perhatian, seseorang akan berperilaku yang tidak menyenangkan
hati orang tuanya. Karena dengan berbuat demikian, maka orang tua akan
memperingatkan dan mengawasinya.
b. Depresi Beberapa orang menggunakan media untuk menghilangkan rasa
depresinya, diantaranya denga bermain game online. Dan dengan rasa nikmat yang
ditawarkan game online, maka lama kelamaan akan menjadi kecanduan.
c. Kurang control Orang tua denga memanjakan anak dengan fasilitas, efek
kecanduan sangat mungkin terjadi. Anak yang tidak terkontrol biasanya akan berperilaku
over.
d. Kurang kegiatan Menganggur adalah kegiatan yang tidak menyenangkan.
Dengan tidak adanya kegiatan maka bermain game online sering dijadikan pelarian yang
dicari.
e. Lingkungan Perilaku seseorang tidak hanya terbentuk dari dalam keluarga. Saat
di sekolah, bermain dengan teman teman itu juga dapat membentuk perilaku seseorang.
Artinya meskipun seseorang tidak dikenalkan terhadap game online dirumah, maka
seseorang akan kenal dengan game online karena pergaulannya.11

BAB III
METODE PENELITIAN

11
Hardiyansyah Masya, Dian Adi Candra, jurnal yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Gangguan Kecanduan Game Online pada Peserta Didik Kelas X di Madrasah Aliyah Al Furqon Prabumulih
Tahun Pelajaran 2015/2016”, 03 (2); 2016; 103-118 KONSELI: Jurnal Bimbingan dan Konseling (E-Journal), hlm. 104-
106.
A. Desain Penelitian

Pada hakikatnya penelitian adalah suatu kegiatan atau proses sistematis


untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus
(case study research design). Informan penelitian diperoleh melalui purposive
sampling, dengan melakukan wawancara mendalam (indepth interview) kepada
pihak-pihak yang dinilai dapat memberikan data secara maksimal terkait
pembentukan karakter melalui program pembinaan e-sports yang dilakukan,
seperti peserta didik program pembinaan e-sports, pembina e-sports, kepala
sekolah, beserta guru. Data dari informan dikumpulkan dan diberikan kode-kode
atau dikoding sebelum dilakukan analisis agar data yang ada dapat terorganisasi
dan mendetail sehingga akan memunculkan gambaran tentang topik yang tengah
dipelajari, kemudian baru dilakukan reduksi data, display data hingga mengambil
keputusan dan verifikasi.12

Dalam kegiatan penelitian ini di awali dengan perencanaan tindakan


(planning), penerapan tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi proses
dan hasil tindakan (observation and evaluation), dan melakukan refleksi
(reflecting), sampai perbaikan atau peningkatan kata yang diharapkan tercapai
(kriteris keberhasilan).

B. Model Studi Kasus

Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang


kedudukan studi kasus dalam lima tradisi penelitian kualitatif yang dikemukakan
Foci berikut ini:

12
HF Nashori, 2007
Dari gambar di atas dapat diungkapkan bahwa fokus sebuah biografi
adalah kehidupan seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami
sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang
mengembangkan sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari
suatu kelompok budaya atau suatu individu, dan fokus studi kasus adalah
spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup individu,
kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan.13 Lebih lanjut Creswell
mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu : (1)
mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah
“sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan
berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan
gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan
(4) Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan “menghabiskan waktu”
dalam menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.3 Hal ini
mengisyaratkan bahwa suatu kasus dapat dikaji menjadi sebuah objek studi
(Stake, 1995) maupun mempertimbangkannya menjadi sebuah metodologi
(Merriam, 1988). suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat
sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu

13
Gambar diambil dari buku John W.Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among
Five Tradition . (London: SAGE Publications), hlm. 37-38.
individu.14 Dengan perkataan lain, studi kasus merupakan penelitian dimana
peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan
kegiatan (program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) serta
mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan
berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu.

Selanjutnya Creswell mengungkapkan bahwa apabila kita akan memilih


studi untuk suatu kasus, dapat dipilih dari beberapa program studi atau sebuah
program studi dengan menggunakan berbagai sumber informasi yang meliputi:
observasi, wawancara, materi audio-visual, dokumentasi dan laporan. Konteks
kasus dapat “mensituasikan” kasus di dalam settingnya yang terdiri dari setting
fisik maupun setting sosial, sejarah atau setting ekonomi. Sedangkan fokus di
dalam suatu kasus dapat dilihat dari keunikannya, memerlukan suatu studi (studi
kasus intrinsik) atau dapat pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan
kasus sebagai instrumen untuk menggambarkan isu tersebut (studi kasus
instrumental). Ketika suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus hendaknya
mengacu pada studi kasus kolektif.15 Untuk itu Lincoln Guba mengungkapkan
bahwa struktur studi kasus terdiri dari masalah, konsteks, isu dan pelajaran yang
dipelajari.16

Menurut Creswell, pendekatan studi kasus lebih disukai untuk penelitian


kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Patton bahwa kedalaman dan detail
suatu metode kualitatif berasal dari sejumlah kecil studi kasus. 17 Oleh karena itu
penelitian studi kasus membutuhkan waktu lama yang berbeda dengan disiplin
ilmu-ilmu lainnya.18 Tetapi pada saat ini, penulis studi kasus dapat memilih

14
Ibid, hlm. 61
15
Ibid, hlm. 61-62
16
Ibid, hlm. 36

17
Michael Quinn Patton, How to Use Qualitative Methods in Evaluation (London: SAGE Publications,
1991), hlm. 23
18
Creswell mencontohkan penelitian Hamel (1993) yang mencoba melacak asal mula studi kasus ilmu
sosial modern melalui antropologi dan sosiologi. Hamel mengutip studi Pulau Trobriand dari ahli antropologi
Malinowksi, studi tentang keluarga dari sosiolog asal Perancis LePlay dan studi kasus di Universitas Chicago Jurusan
Sosiologi pada tahun 1920-an dan 1930an, yaitu studi yang dilakukan oleh Thomas & Znaniecki tahun 1958 dengan
pendekatan kualitatif atau kuantitatif dalam mengembangkan studi kasusnya.
Seperti yang dilakukan oleh Yin (1989) mengembangkan studi kasus kualitatif
deskriptif dengan bukti kuantitatif. Merriam (1988) mendukung suatu pendekatan
studi kasus kualitatif dalam bidang pendidikan. Hamel (1993) seorang sosiolog
menunjukkan pendekatan studi kasus kualitatif untuk sejarah. Stakes (1995)
menggunakan pendekatan ekstensif dan sistematis untuk penelitian studi kasus.
Untuk itu Creswell menyarankan bahwa peneliti yang akan

Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi kasus adalah


sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam
kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta
melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam mengembangkan
penelitian studi kasus hendaknya pertama-tama,
mempertimbangan tipe kasus yang paling tepat. Kasus tersebut dapat
merupakan suatu kasus tunggal atau kolektif, banyak tempat atau di dalamtempat,
berfokus pada suatu kasus atau suatu isu (instrinsik-instrumental). Kedua, dalam
memilih kasus yang akan diteliti dapat dikaji dari berbagai aspek seperti beragam
perspektif dalam permasalahannya, proses atau peristiwa. Ataupun dapat dipilih
dari kasus biasa, kasus yang dapat diakses atau kasus yang tidak biasa.

Lebih lanjut Creswell mengemukakan beberapa “tantangan” dalam


perkembangan studi kasus kualitatif sebagai berikut :
1. Peneliti hendaknya dapat mengidentifikasi kasusnya dengan baik
2. Peneliti hendaknya mempertimbangkan apakah akan mempelajari
sebuah kasus tunggal atau multikasus
3. Dalam memilih suatu kasus diperlukan dasar pemikiran dari peneliti
untuk melakukan strategi sampling yang baik sehingga dapat pula mengumpulkan
informasi tentang kasus dengan baik pula
4. Memiliki banyak informasi untuk menggambarkan secara mendalam
suatu kasus tertentu. Dalam merancang sebuah studi kasus, peneliti dapat

judul The Polish in Europe and America sebuah sejarah dalam penelitian studi kasus kualitatif
mengembangkan sebuah matriks pengumpulan data dengan berbagai informasi
yang dikumpulkan mengenai suatu kasus
5. Memutuskan “batasan” sebuah kasus. Batasan-batasan tersebut dapat
dilihat dari aspek waktu, peristiwa dan proses.19

C. Manfaat dan Tujuan Metode Studi Kasus

1. Manfaat Metode Studi Kasus

Menurut Lincoln dan Guba, sebagaimana dikutip Mulyana (2013:


201202), keistimewaan Studi Kasus meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Studi Kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni


menyajikan pandangan subjek yang diteliti,

2. Studi Kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang
dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari (everyday reallife),

3. Studi Kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara


peneliti dengan subjek atau informan,

4. Studi Kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal


yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi
juga keterpercayaan (trustworthiness),

5. Studi Kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atas
transferabilitas,

6. Studi Kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi
pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut. Berdasarkan manfaat studi
kasus diatas, penelitian studi kasus akan mampu memberikan kejelasan
terhadap subuah kasusu yang mendalam dan akurat. Studi kasus juga terbuka
orang lain dalam menafsirkan sebuah konteks atau kasus sehingga hasil yang
dicapai akan lebih akurat dan komprehensif.20
19
9 Ibid, hlm 63
20
Tuaufik Hidayat, PEMBAHASAN STUDI KASUS SEBAGAI BAGIAN METODOLOGI PENELITIAN, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
2. Tujuan Studi Kasus

Tujuan penelitian studi kasus adalah untuk memberikan diskripsi, menguji teori
dan menghasilkan teori (Eisenhardt, 1989). Terbuka peluang menggunakan studi
kasus sebagai salah satu pendekatan penelitian dan membangun teori. Eisenhardt
(1989) menjelaskan tahapan penelitian menggunakan beberapa langkah, yaitu

1) Memulai penelitian dengan mendefinisikan pertanyaan penelitian, tanpa fokus


penelitian, peneliti akan kewalahan menghadapi banyaknya data. Penetapan
konstruk yang pada awal penelitian dapat membantu peneliti membuat desain
penelitian meskipun hal ini bukan hal umum untuk dilakukan.;

2) Memilih kasus dari populasi yang spesifik;

3) Menyusun instrumen dan prosedur penelitian, di mana peneliti menggunakan


metode pengambilan data dari berbagai sumber, menggunakan kombinasi data
kuantitatif dan kualitatif dan menggunakan lebih dari satu investigator atau
peneliti;

4) Terjun ke lapangan di mana terjadi tumpang tindih ketika pengumpulan data


dan melakukan analisis termasuk dalam pembuatan catatan lapangan,
pengumpulan data dilakukan secara flesibel;

5) Analisis data dengan mencari pola;

6) Membentuk hipotesis;

7) Mengkaji litetatur dengan melakukan perbandingan dengan literatur yang


bertentangan maupun literatur yang sama;

8) Penutupan, di mana peneliti harus berhenti menambahkan kasus maupun data


ketika kejenuhan teoritis tercapai.21

D. Tempat dan Waktu Penelitian

21
Unika Prihatsanti1, Suryanto2, & Wiwin Hendriani3, Menggunakan Studi Kasus sebagai Metode Ilmiah
dalam Psikologi, Buletin Psikologi ISSN 0854-7106 (Print) 2018, Vol. 26, No. 2, 126 – 136 ISSN 2528-5858 (Online)
DOI: 10.22146/buletinpsikologi.38895 https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi, hlm, 133-134.
1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas XI IPS MAN 9 Jakarta, yang beralamat di


Jalan Haji Dogol No. 54 RT 16/ RW 7 Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta
Timur, sebanyak 36 orang.

2.Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua kali pertemuan, yaitu tanggal 22 Mei
2020 dan 23 Mei 2020. Alokasi waktu pada saat penelitian yaitu 2 jam atau 90
menit dari jam 08.10-09.40.

E. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN 9 Jakarta tahun pelajaran
2020/2021. Jumalah seluruh siswa dalam kelas ini adalah 36 siswa, 21 siswa
perempuan, dan 15 siswa laki-laki. Dalam penelitian ini guru bahasa Indonesia ikut
terlibat sebagai observer.

Pada saat pelaksanaan tindakan guru bahasa Indonesia membantu peneliti


mengamati aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran.
Selain itu guru bahasa Indonesia juga nmelakukan observasi dan penilaian terhadap
peneliti pada saat melakukan tindakan. Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan
kualitas pengajaran yang dilakukan oelh peneliti pada saat melakukan tindakan dan
untuk mendapatkan informasi dalam rangka perbaikan pada pelaksanaan tindakan
berikutnya.

F.Teknik Pengumpulan Data


Dalam peneletian ini teknik yang akan digunakan oleh penulis yaitu:
1. Teknik observasi adalah melakukan pengamatan langsung terhadap objek
yang diteliti. Melalui teknik ini peneliti membuat lembar observasi
aktivitas guru dan siswa dan mencatat hal-hal yang dianggap perlu untuk
penelitian dan mempermudah dalam proses pengumpulan data.
Adapun lembar observasi yang digunakan oleh peneliti adalah:
Tabel 1. Karakter yang Dibentuk Melalui E-Sports Karakter yang
Dibentuk Petikan Wawancara Kerja Keras Informan 1: saya mengikuti e-
sports, selain karena hobi, saya juga ingin menjadi gamer yang
profesional (atlit) kelak, tentunya melalui program e-sports di sekolah
memberikan motivasi lebih untuk mewujudkan apa yang saya cita-
citakan. Informan 2: e-sports mewadahi kami untuk lebih berusaha
optimal dalam berlatih dan ikut turnamen e-sports bergengsi, karena
orang lain harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk latihan, sementara
kami difasilitasi dan dibina juga oleh coach. Disiplin Informan 1: kami
harus disiplin mengikuti e-sports karena bagi yang jarang berlatih/tidak
disiplin tidak akan dilibatkan mengikuti event-event e-sports. Informan 2:
memang di luar jam rutin kami melaksanakan e-sports, peserta didik
yang merupakan anggota e-sports boleh
Journal of Moral and Civic Education, 2 (2) 2018 ISSN: 2549-8851
(online) 2580-412X (print)| 97

memanfaatkan waktu luang/jam kosong, tentunya setelah dikonfirmasi


oleh pembina dan coach e-sports, jika masih dalam situasi pembelajaran
di kelas lain, kami tidak diijinkan untuk memakai lab e-sports diluar jam
rutin kami. Kreatif Informan 1: E-sports merupakan pembelajaran yang
menarik, selain dapat menjadikan kami gamer profesional, kami juga
dapat berkarir sebagai game analisis, komentator, bisnis, manajer dan
coach berdasarkan pengetahuan dan ilmu yang kami dapatkan melalui e-
sports. Informan 2: strategi, decision making, merupakan faktor penting
yang dilatih dalam e-sports, dengan kata lain kreatifitas berpikir peserta
didik akan terasah. Menghargai Prestasi Informan 1: bukan kalah atau
menang tujuan utama yang kita cari, tetapi hasil dari prosesnya itu kita
butuhkan dalam perkembangan peserta didik, termasuk sikap tidak takut
gagal dan siap untuk menerima kekalahan. Informan 2: masuknya
pertandingan e-sports dalam Asean Games 2018 (exhibiton) dan dua
medali diraih orang Indonesia, membangkitkan gairah peserta didik
untuk lebih mendalami esports. Komunikatif Informan 1: Decision
making, timing, komunikasi dan kerjasama merupakan faktor penting
dalam aktivitas e-sports. Informan 2: ketika berlatih kami anggota
pembinaan e-sports dilatih untuk menjalin komunikasi dan kerjasama
yang baik, secara tidak langsung komunikasi kami di luar kegiatan e-
sportspun terbentuk secara otomatis. Informan 3: ..... kalau komunikasi
kami tidak baik antar anggota tim, akan sulit untuk memenangkan
pertandingan, dengan kegiatan rutin, saya dengan teman-teman yang lain
jadi lebih mudah dalam berkomunikasi dan dapat “feel-nya”. Cinta
Damai Informan 1: karena ini merupakan program pembinaan, jadi
program e-sports mempunyai pengawasan dan pembinaan disetiap
kegiatannya, termasuk dalam menjaga sopan santun antar sesama pemain
e-sports, maupun di luar e-sports. Informan 2: dari e-sports ini kami
terlatih untuk lebih sabar, semisal adanya provokasi dari tim lawan atau
misskomunikasi antar sesama tim, karena akan berdampak pada jalannya
pertandingan. Bertanggung jawab Informan 1: kurikulum mandiri di
sekolah menuntut peserta didik bertanggungjawab, termasuk dalam
memilih program pembinaan yang mereka minati, dan salah satu
diantaranya adalah e-sports. Nantinya tugas mereka untuk mata pelajran
tertentu berbasiskan kegiatan e-sports mereka. Informan 2: saat
pertandingan e-sports, kami latih untuk tidak berkata-kata kasar, karena
setiap ID kami merupakan ID dari SMA
98 | Atri Waldi, Irwan Ekstrakurikuler sebagai Wahana …

1 PSKD dan membawa nama SMA 1 PSKD, dibandingkan dulu ketika


sebelum masuk SMA 1 PSKD saya kadang berbicara kurang baik/sopan.

BAB IV
DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Sekolah
B. Hasil Analisis Data
C. Interpretasi Hasil Analisis Data

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai