Anda di halaman 1dari 24

BAB V RUKUN IMAN

A. IMAN KEPADA ALLAH


Dosen Pengampu:
Agus Nana Supena, S.Si.,MT.,IPM

Asisten:
Ira Ayu Wulandari
01
Hakekat Iman Kepada
Allah
Menurut Sayyid Sabiq secara Bahasa iman berarti pembenaran hati, sedangkan secara istilah menurut
pendapat jumhur ulama adalah:

“Tasdiiqun bilqalbi wa iqraarun billisaan wa’amalun bil arkaani”


(membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan)

Iman kepada Allah adalah asas pokok ajaran Islam, merupakan akar dan seluruh amal dan ibadah. Allah
SWT. adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya, semua sembahan
selain-Nya adalah batil.

Wujud Allah SWT bersifat Muthlaq, artinya Dia adalah sumber keberadaan segala sesuatu. Jadi mustahil
adanya alam semesta dan tatannya tanpa keberadaan-Nya. Tanda-tanda akan wujud-Nya sedemikian
jelas dan terasa sehingga dapat ditunjukkan dengan akal, hati, fitrah dan pancaindra manusia. Akan tetapi
wujud Dzat Allah SWT yang bersifat ghaib, hanya dapat disentuh oleh iman. Al-Quran mengisyaratkan
bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap Insan dan hal tersebut fitrah (bawaan) manusia sejak asal
kejadiannya.
Perhatikan firman Allah SWT di bawah ini:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka. Itulah orang –orang yang beriman dengan sebenar-benarnya, mereka akan memeroleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.”
(QS. Al-Anfal (8): 2-4)
Fitrah Allah, menurut Tafsir Departemen Agama: “Ciptaan Allah. Manusia diciptakan
Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak
beragama tauhid, itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.” Sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Ruum (30): 30

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.”
Muara iman adalah fitrah manusia, dengan keyakinan bahwa Allah
SWT adalah Dzat Yang Ghaib, tidak mungkin dibuktikan dengan panca
indra, mengapa demikian? Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Agung
dan Maha Suci, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Sementara orang
yang menuntut bukti wujud dengan pembuktian material, seakan-akan
menginginkan, Allah SWT tampil dalam batasan ruang waktu.
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan
telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau)
kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup
melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu
dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu dijadikan gunung itu hancur
luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: “ Maha Suci Engkau, aku
bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama beriman”. (QS. Al-A’raf (7): 143)
Peristiwa tersebut membuktikan bahwa manusia
agungpun tidak mampu untuk melihat-Nya
dalam kehidupan dunia ini. Dalam kenyataan
sehari-hari kita sering mengakui keberadaan
sesuatu tanpa melihatnya seperti angin, suara,
energi listrik dll. Jadi, sesuatu yang tidak terlihat
belum tentu tidak ada.
Jika manusia tidak mungkin melihat Allah
SWT secara langsung dengan mata
kepala, maka Al-Quran menggunakan
seluruh wujud sebagai bukti keberadaan-
Nya, sehingga disebut sebagai ayat-ayat
Allah SWT dalam bentuk al-kaun (alam).
02
Iman Kepada Asma’
(Nama-Nama) Allah dan
Sifat-Nya
Kemampuan manusia untuk mengetahui Dzat Allah SWT hanya bisa dilakukan
dengan memahami sifat-Nya. Sifat menggambarkan hakikat dzat, tidak mungkin
ada dzat tanpa ada sifat, maupun sebaliknya. Demikian juga tentang Allah SWT,
untuk mengetahui hakekat dan wujud-Nya dapat diketahui melalui sifat-sifat
dan asma-Nya.

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna maka bermohonlah kepada-Nya dengan


menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya nanti mereka
akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-
A’araf (7): 180)
Allah menolak segala sesuatu yang menyerupai-Nya
dan menetapkan bahwa Dia Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. Dia memiliki nama dan sifat tersendiri
yang diberikan untuk diri-Nya. Allah mengancam
orang yang menyelewengkan asma-Nya dan
membalas perbuatan mereka yang buruk itu dengan
api neraka
Asma (nama-nama) Allah SWT secara keseluruhan berjumlah 99.
Syekh Ibnu Taimiyah menyebutkan, bahwa bilangan Asma Al-Husna,
dijelaskan dalam hadist riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah,
sebagai berikut:

“Rasulullah Saw bersabda: sesungguhnya Allah memiliki 99 nama,


seratus kurang satu. Barang siapa yang menghitung dan
memeliharanya, maka ia masuk surga.”
Asma Al-Husna
Selain asma Allah SWT diatas, maka terdapat sifat wajib
bagi Allah SWT, yaitu sifat yang mesti dan pasti ada pada
Dzat Allah. Sedang sifat mustahil bagi Allah adalah sifat
yang pasi tidak ada pada Dzat Allah. Adapun sifat jaiz
bagi Allah adalah sifat yang boleh ada pada Dzat Allah
dan boleh juga tidak ada
Para Ahli Ilmu /tauhid merumuskan sifat wajib bagi Allah dari Al-Quran.
Rumusan mereka itu pada garis besarnya sebagai berikut:

a. Sifat Nafsiyah, sifat kedirian bagi Allah. Sifat Nafsiyah ini hanya satu yaitu:
1. wujud (ada). Dalil naqli yang menunjukkan antara lain QS. Ali Imran (3): 2,

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia… “

Dalil naqlinya (menurut akal) yang wujud mutlak itu pasti/mesti ada (wajib)
sedang yang adam (tidak ada mutlak) adalah mustahil.
b. Sifat Salbiyah, yaitu yang mencabut atau menolak. Maksudnya adalah “Sifat
Salbiyah adalah sifat Allah yang yang menolak segala sifat yang tidak layak
disifatkan kepada-Nya”. Sifat Salbiyah itu ada 5, yaitu:

02 03

Qidam, maha terdahulu sebelum segala Baqa, yaitu kekal, tidak habis dan tidak
sesuatu ada. Dalil naqlinya antara lain QS. berubah, tetap sebagaimana semula. Dalil
Al-Hadid (57): 3, naqlinya yaitu QS. Al-Hadid (57):3

“Dialah yang Awal dan yang Akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu
Qiyamuhu bi nafsihi, berdiri sendiri/ada sendiri, tanpa didirikan
dan tanpa diadakan oleh siapapun.

“Allah, Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah melainkan


Dia Yang Hidup serta berdiri sendiri (ada dengan sendiri-Nya
dan tidak mmbutuhkan sesuatupun dari makhluk-Nya…” (QS.
Al-Baqarah (2): 255

04 05
Mukhalafatul lil Hawadits, yaitu berbeda dengan
makhluk, tidak ada yang menyerupai-Nya

“…tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah


yang Maha Mendengat dan Melihat” (QS.Al-Syura (42): 11)
6. Wahdaniyyah, yaitu Yang Maha Esa dan tunggal
tidak ada yang mendampingi-Nya

“Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa


c. Sifat Ma’aniy yaitu sifat wajib bagi Allah yang dari lafazhnya
sama dengan sebutan sifat makhluk, tetapi dalam maknanya
berbeda. Sifat ma’aniy ada 7 yaitu:

Qudrah, Allah itu pasti berkuasa terhadap segala sesuatu (makhluk)


07

“…Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya


Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Nur (24): 45)

Iradah, Allah berkehendak terhadap segala sesuatu (makhluk)


08

“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami


menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “kun
(jadilah)”, maka jadilah ia.”
Ilmu, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang lampau,
09 sedang terjadi maupun yang akan terjadi nanti.

“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-


Mujadalah (58): 7)

Hayat, Allah Maha Hidup. Hidupnya Allah adalah kehidupan yang


10 amat sempurna.

“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak


mati dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cupkuplah Dia Maha
Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Furqan (25): 58)
Sama’, Allah itu mendengar segala sesuatu yang maujud (ada)
11

“… Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-


Mujadalah (58): 1)
Bashar, Allah Maha Melihat segala sesuatu tanpa dibatasi oleh ruang, waktu
12 dan masa.

“… Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-


hamba-Nya.”

Kalam, Allah berfirman dengan cara menurunkan wahyu melalui malaikat


13

“… dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An-Nisa (4):
164)
d. Sifat Ma’nawiyah, yaitu sifat yang dinisbahkan kepada sifat
ma’aniy, karena sifat ini merupakan penjelasan lebih lanjut dari
sifat ma’aniy. Sifat manawiyah ada tujuh diantaranya:
Kaunuhu
Kaunuhu ‘Aliman, Mutakalliman,
keadaan Allah itu keadaan Allah itu Kaunuhu Bashiran,
Kaunuhu Qadirah,
Maha Mengetahui Maha Berfirman keadaan Allah itu
keadaan Allah itu
Maha Berkuasa Maha Melihat

14 16 18 20
15 17 19
Kaunuhu Muridan, Kaunuhu Sami’an,
keadaan Allah itu keadaan Allah itu
Kaunuhu Hayyan,
Maha Berkehendak Maha Mendengar
keadaan Allah itu
Maha Hidup
Alhamdulillah!

Anda mungkin juga menyukai