Anda di halaman 1dari 164

`

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TERINTEGRASI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan


Praktikum Terintegrasi (PTIN)

Disusun Oleh:

Nama/NPM : Muhammad Rifky R / 10070219103


Fikri Pirmansyah / 10070219107
Kelompok : 39
Hari / Shift : Sabtu / 3
Asisten : Inas Ayu Thalitha

PRAKTIKUM TERINTEGRASI
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021 M / 1443 H
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TERINTEGRASI

Disusun Oleh:
Muhammad Rifky R (10070219103)
Fikri Pirmansyah (10070219107)

Telah Diperiksa dan Disetujui Sebagai Laporan Akhir

Praktikum Terintegrasi

Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik

Universitas Islam Bandung

Pada:

Hari :

Tanggal :

Jam :

Asisten

Inas Ayu Thalitha

2
MOTTO

“You don’t need anyone to see your goodness”

-Muhammad Rifky R-

“Belajarlah dari hal kecil, untuk menciptakan hal besar”

-Fikri Pirmansyah-

3
AYAT AL-QUR’AN

Q.S Al-Mulk Ayat 10

‫ب ال َّس ِع ۡي ِر‬ ۡ َ‫َوقَالُ ۡوا لَ ۡو ُكنَّا ن َۡس َم ُع اَ ۡو ن َۡعقِ ُل َما ُكنَّا فِ ۡۤى ا‬
ِ ‫ص ٰح‬

Artinya:
“Sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (berfikir untuk
kelangsungan hidup) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala
- nyala” .

Penjelasan:
QS Al-Mulk Ayat 10 menjelaskan tentang kesadaran kita untuk terus berpikir
(untuk kelangsungan hidup), berpikir itu sendiri tentang apa yang kita kerjakan
dalam perancangan modul praktikum terintegrasi ini, dimulai modul 1 hingga 9,
dengan berharap mendapat ilmu yang bermanfaat yang dapat dibawa hingga
akhirat nanti.

4
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, kekuatan, dan kesehatan. Sholawat serta salam tetap
tercurah kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya
dan orang-orang yang mengikuti jejaknya. Atas izin-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan akhir yang menjadi salah satu syarat kelulusan mata kuliah
Praktikum Terintegrasi (PTIN) dan Praktikum Terintegrasi ini dapat kami
selesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini juga, kami tak lupa ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah banyak membantu kami untuk menyelesaikan laporan
akhir ini, yaitu :
1. Allah SWT.
2. Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun
materiil kepada penulis.
3. Ibu Dr. Nita Puspita Anugrawati Hidayat., Ir., MT., selaku Dosen Mata
Kuliah Praktikum Terintegrasi (PTIN).
4. Seluruh Asisten Praktikum Terintegrasi selaku pembimbing dalam
pennyusunan laporan dan laporan akhir Praktikum Terintegrasi.
5. Teman-teman serta pihak lain yang telah banyak membantu kami dalam
proses penyusunan laporan akhir.
Laporan akhir ini telah dibuat dengan sebaik mungkin agar dapat
meminimalisir kesalahan dalam laporan ini. Namun sadar masih banyak
kekurangan yang terdapat pada laporan ini. Maka dari itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun terhadap laporan akhir ini. Semoga ilmu yang
terdapat pada laporan akhir ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung, 31 Desember 2020

Penyusun

5
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

6
BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan dunia saat ini membuat tingkat persaingan industri


manufaktur semakin ketat, hal ini menyebabkan perusahaan untuk terus
meningkatkan produktivitas dan kinerja agar hasil produksi dapat diterima oleh
pasar/konsumen. Oleh karena itu perusahaan perlu melakukan perbaikan dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Untuk mewujudkannya
perusahaan harus mengolah bahan baku menjadi output yang bermutu dan
berkualitas. Dengan menerapkan strategi – strategi yang mampu mewujudkan hal
tersebut, dengan melakukan perencanaan, penjadwalan, penanganan, pengelolaan,
dan peningkatan kinerja sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan
efisien.
Sistem manufaktur merupakan suatu rangkaian proses produksi mengubah
bahan baku menjadi produk fisik melalui serangkaian kegiatan menciptakan
perubahan pada karakteristik fisik atau kimia dari bahan tersebut. Dalam
melakukan pengolahan bahan mentah untuk menjadi barang jadi diperlukan
sumber daya lain seperti tenaga manusia, mesin–mesin, dan peralatan pendukung.
Kegiatan pengolahan ini disebut juga dengan istilah proses manufaktur, dimana
dilakukan dalam skala kecil hingga besar dengan tujuan untuk dijual ke konsumen
luas sehingga mendapat keuntungan. (Mariah & Sugandi, 2011).
Praktikum Terintegrasi ini yaitu memproduksi sebuah produk Mainan
Mobil Truk Tangki (Tangki) dan Mainan Mobil Truk Muatan (MTM). Tahap
awal dari Praktikum Terintegrasi ini yaitu merancang sebuah produk untuk
memenuhi kebutuhan pasar dengan menggunakan metode Quality Function
Deployment (QFD), terdapat beberapa tahap dalam metode QFD ini diantaranya
perencanaan produk, perencanaan komponen, perencanaan proses, dan
perencanaan produksi berdasarkan pada penelitian pasar dengan menyebarkan
sebuah kuesioner terbuka dan tertutup. Setelah itu melakukan pengukuran waktu
dengan metode jam henti serta membuat peta – peta kerja guna mengetahui
perbaikan apa yang harus segera dilakukan untuk meminimasi sebuah proses yang
tidak efektif dan efisien. Tahap selanjutnya melakukan peramalan berdasarkan

7
pada data masa lalu, berujuan untuk melakukan suatu perencanaan dengan efektif
dan efisien. Kemudian tahap selanjutnya melakukan perencanaan produksi
berujuan untuk menentukan tingkat output manufacturing secara keseluruhan
guna memenuhi tingkat penjualan yang direncanakan. Tahap berikutnya yaitu
menganalisa keseimbangan lintasan perakitan (Assembly Line Balancing), tahap
ini bertujuan agar meminimasi ketidakseimbangan antara pekerja dan mesin agar
memenuhi output yang dibutuhkan oleh linasan. Selanjutnya melakukan
pengendalian kualitas terhadap produk berdasarkan pada Seven Quality Control
Tools dan Failure Mode and Effect Analysis bertujuan untuk menghilangkan
ataupun meminimasi kecacatan yang dapat diprediksi dari sebuah produk MTT
dan MTM, Tahap berikutnya yaitu melakukan perbaikan kerja berdasarkan
antropometri berutujuan untuk merancang sebuah peralatan dan mesin yang
mendukung sehingga pekerja nyaman dalam melakukan pekerjaannya.
Berikutnya menganalisa dan melakukan perbaikan berdasarkan pada lingkungan
kerja fisik yang bertujuan untuk perbaikan dan perancangan ulang berdasarkan
hasil lingkungan kerja fisik yang kurang memadai. Tahap terakhir yaitu
menentukan lokasi pemasaran produk guna memperluas jaringan pasar dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas bagi perusahaan dan kebutuhan
konsumen berdasarkan pada spesifikasi kebutuhannya.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Pasar dan Perancangan Produk dengan Menggunakan


Metode Quality Function Deployment (QFD)
Persaingan bisnis menuntut perusahaan agar mampu menerapkan rencana
strategis untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam pengembangan produk
dengan peningkatan kualitas, performansi, dan pengurangan biaya serta waktu
produksi. Lingkungan yang kompetitif saat ini membuat kegiatan ini lebih sulit
dilakukan dari sebelumnya. Pelanggan tidak hanya menuntut tingkat kualitas yang
lebih tinggi dalam produk baru, tetapi juga menuntut inovasi terbaru. Produk
berkualitas tinggi merupakan prasyarat utama untuk perusahaan kompetitif
(Paulo, 2007). Banyaknya kompetitor yang bergerak di bidang yang sama dan
menghasilkan produk yang serupa, suatu perusahaan dituntut untuk melakukan
pengembangan produk secara berkelanjutan. Di sisi lain, pemilihan mainan anak
juga menjadi penting untuk diperhatikan orang tua sebagai lingkungan yang
paling dekat dengan anak. Untuk mengembangangkan produk mainan anak ini,
perusahaan menggunakan metode yang dapat mengangkap keinginan orang tua
dengan baik agar produk mainan anak ini nantinya dapat diterima sesuai dengan
keinginan. Metode dan tools diterapkan perusahaan untuk mengkomersialkan
produk dan menciptakan inovasi yang akan meningkatkan nilai produk. Quality
Function Deployment (QFD) merupakan salah satu metode untuk pengembangan
produk berorientasi pelanggan (Paulo, 2007).
2.1.1 Quality Function Deployment (QFD)
Proses QFD menggunakan suatu matriks untuk menerjemahkan
kebutuhan-kebutuhan konsumen mulai dari perencanaan sampai pengendalian
produksi. Dalam matriks tersebut terdapat empat tahap yaitu:
1. Perencanaan Produk (Product Planning), meliputi proses penerjemahan
karakteristik kualitas yang menjadi keinginan pelanggan menjadi
karakteristik teknik perusahaan. Tahap Perencanaan Produk biasa disebut
juga The House Of Quality. Pada tahap ini dikumpulkan data-data tentang
kebutuhan-kebutuhan konsumen, keterangan jaminan, peluang dari

9
persaingan, ukuran produk, ukuran produk pesaing, dan kemampuan teknis
organisasi untuk memenuhi setiap kebutuhan pelanggan.
2. Perencanaan Komponen (Part Planning), meliputi proses penerjemahan
dan pengembangan karakteristik teknik perusahaan yang dihasilkan pada
fasa (1) menjadi lebih detail dan membentuk karakteristik kualitas per
bagian. Desain produk menghendaki ide team yang kreatif dan inovatif.
Konsep produk dibuat selama tahap ini dan mengspesifikasi bagian yang
telah didokumentasikan. Bagian-bagian yang ditentukan menjadi yang
terpenting untuk memenuhi keinginan-keinginan konsumen yang
selanjutnya disebarkan kedalam perencanaan proses (tahap 3).
3. Perencanaan Proses (Process Planning), meliputi proses penerjemahan
karakteristik kualitas pada tiap bagian yang dihasilkan pada fasa (2) untuk
menentukan karakteristik proses masing-masing. Selama perencanaan
proses, proses- proses manufacturing dijadikan diagram alir dan parameter
proses (target values) didokumentasikan.
4. Perencanaan Produksi (Production Planning), proses pembentukan
hubungan dan keselarasan antara karakteristik proses yang dihasilkan pada
fasa (3) dengan karakteristik keinginan bagian produksi. Dalam
perencanaan produksi, petunjuk- petunjuk pekerjaan dibuat untuk
memantau proses produksi, jadwal pemeliharaan, dan pelatihan
keterampilan operator-operator. Selain itu, pada tahap ini dibuat beberapa
keputusan untuk menempatkan proses-proses yang paling beresiko dan
beberapa kendali ditempatkan untuk mencegah kerusakan.
2.1.1.1 Definisi Quality Function Deployment (QFD)
QFD merupakan suatu metodologi yang digunakan oleh perusahaan
untuk mengantisipasi dan menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan
konsumen, serta menggabungkan kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut
dalam produk dan jasa yang disediakan bagi konsumen. Berikut ini dikemukakan
beberapa definisi dari QFD antara lain :
a. QFD adalah suatu metodologi terstruktur yang digunakan dalam proses
perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi
kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis

10
kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen. (Lou Cohen, 1995)
b. QFD adalah suatu metodologi untuk menerjemahkan kebutuhan dan
keinginan konsumen kedalam suatu rancangan produk yang memiliki
persyaratan teknik dan karakteristik kualitas tertentu. (Akao 1990; Urban
Hauser 1993)
c. QFD adalah suatu sistem untuk mendesain sebuah produk atau jasa yang
berdasarkan permintaan pelanggan, dengan melibatkan partisipasi fungsi-
fungsi yang terdapat dalam organisasi tertentu (Oakland J.S : 1995)
d. QFD juga dapat diartikan sebagai penyebaran fungsi-fungsi yang terkait
dengan pengembangan produk dan pelayanan dengan mutu yang
memenuhi kepuasan konsumen. (Reville dan Jackson; 1995)
Berdasarkan definisinya, QFD merupakan praktik untuk merancang suatu
proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menterjemahkan
apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan oleh organisasi.
QFD memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan,
menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut dan memperbaiki
proses hingga tercapainya efektifitas maksimum. QFD juga merupakan praktik
menuju perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui
harapan pelanggan.
Penggunaan QFD dalam proses perancangan produk akan membantu
manajemen dalam memperoleh keunggulan kompetitif melelui proses penciptaan
karakteristik dan atribut kualitas produk atau jasa yang mampu meningkatkan
kepuasan konsumen. Mengenai kebutuhan kansumen yang diperoleh pada tahap
awal proses perencanaan diterapkan pada seluruh tahapan produk, hingga produk
sampai ke tangan konsumen.
2.1.1.2 Manfaat Quality Function Deployment (QFD)
Manfaat QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya
saingnya melalui perbaikan kualitas dan produktifitasnya secara
berkesinambungan adalah fokus pada pelanggan, efisiensi waktu, orientasi
kerjasama tim (Teamwork Oriented) dan orientasi pada dokumentasi adalah
sebagai berikut:

11
1. Fokus pada pelanggan
Organisasi TQM merupakan organisasi yang berfokus pada pelanggan.
QFD memerlukan pengumpulan masukkan dan umpan balik dari
pelanggan.
2. Efisiensi waktu
QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk karena
memfokuskan pada persyaratan pelanggan yang spesifik dan telah
diidentifikasikan dengan jelas.
3. Orientasi kerja sama tim
QFD merupakan pendekatan kerjasama tim. Semua keputusan dalam
proses didasarkan konsensus dan dicapai melalui diskusi mendalam dan
brainstorming.
4. Orientasi pada dokumentasi
Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD adalah dokumen
komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan segala
proses yang ada dan perbandingannya dengan persyaratan pelanggan.
Dapat kita simpulkan secara spesifik manfaat penerapan penerapan QFD
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan keandalan produk.
2. Meningkatkan kualitas produk.
3. Meningkatkan kepuasan konsumen.
4. Memperpendek time to market.
5. Mereduksi biaya perancangan.
6. Meningkatkan komunikasi.
7. Meningkatkan produktivitas.
8. Meningkatkan keuntungan perusahaan.
2.1.1.3 Proses Quality Function Deployment (QFD)
Proses QFD menggunakan suatu matriks untuk menerjemahkan
kebutuhan-kebutuhan konsumen mulai dari perencanaan sampai pengendalian
produksi. Dalam matriks tersebut terdapat empat tahap, yaitu :

12
1. Perencanaan Produk (Product Planning), meliputi proses penerjemahan
karakteristik kualitas yang menjadi keinginan pelanggan menjadi
karakteristik teknik perusahaan. Tahap perencanaan produk biasa disebut
juga The House Of Quality. Pada tahap ini dikumpulkan data-data tentang
kebutuhan-kebutuhan konsumen, keterangan jaminan, peluang dari
persaingan, ukuran produk, ukuran produk pesaing, dan kemampuan
teknis organisasi untuk memenuhi setiap kebutuhan pelanggan.
2. Perencanaan Komponen (Part Planning), meliputi proses penerjemahan
dan pengembangan karakteristik teknik perusahaan yang dihasilkan pada
fasa (1) menjadi lebih detail dan membentuk karakteristik kualitas per
bagian. Desain produk menghendaki ide tim yang kreatif dan inovatif.
Konsep produk dibuat selama tahap ini dan mengspesifikasi bagian yang
telah didokumentasikan. Bagian-bagian yang ditentukan menjadi yang
terpenting untuk memenuhi keinginan-keinginan konsumen yang
selanjutnya disebarkan kedalam perencanaan proses (tahap 3).
3. Perencanaan Proses (Process Planning), meliputi proses penerjemahan
karakteristik kualitas pada tiap bagian yang dihasilkan pada fasa (2) untuk
menentukan karakteristik proses masing-masing. Selama perencanaan
proses, proses-proses manufacturing dijadikan diagram alir dan parameter
proses (target values) didokumentasikan.
4. Perencanaan Produksi (Production Planning), proses pembentukan
hubungan dan keselarasan antara karakteristik proses yang dihasilkan pada
fasa (3) dengan karakteristik keinginan bagian produksi. Dalam
perencanaan produksi, petunjuk-petunjuk pekerjaan dibuat untuk
memantau proses produksi, jadwal pemeliharaan, dan pelatihan
keterampilan operator-operator. Selain itu, pada tahap ini dibuat beberapa
keputusan untuk menempatkan proses-proses yang paling beresiko dan
beberapa kendali ditempatkan untuk mencegah kerusakan.
Ilustrasi proses perpindahan informasi dari matriks perencanaan produk ke
matriks tahap berikutnya digambarkan pada Gambar 2.

13
Gambar 2. 1 Pembentukan Matriks-Matriks
2.1.2 Kuesioner
Kuesioner merupakan alat untuk mengumpulkan data. Sebuah kuesioner
yang baik adalah yang mengandung pertanyaan-pertanyaan yang baik dimana
pertanyaan yang diajukan tidak menimbulkan interpretasi lain dari responden.
Pertanyaan-pertanyaan data kuesioner harus jelas dan mudah dimengerti untuk
mengurangi kesalahan interpretasi responden dalam mengisi kuesioner.
Berdasarkan jenis pertanyaan kuesioner dapat dibedakan menjadi empat macam
(Singarimbun, 1989):
1. Pertanyaan Tertutup.
Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang telah disertai pilihan
jawabannya. Adapun jenis-jenis pertanyaan tertutup, yaitu :
a. Dikotomi

14
Suatu pertanyaan dengan dua kemungkinan jawaban.
b. Pilihan Berganda
Suatu pertanyaan dengan tiga atau lebih jawaban.
c. Skala Likert
Suatu pertanyaan yang menunjukkan tingkat kesetujuan atau
ketidaksetujuan responden.
d. Diferensiasi Semantik
Suatu skala yang menghubungkan dua kata yang saling berlawanan,
dimana responden memilih sebuah titik yang menunjukkan
pendapatnya.
e. Skala Kepentingan
Suatu skala yang menghubungkan dua kata yang saling berlawanan,
dimana responden memilih sebuah titik yang menunjukkan
pendapatnya.
f. Skala Peringkat
Suatu skala yang menunjukkan peringkat beberapa atribut dari buruk
sampai istimewa.
g. Skala Maksud Membeli
Suatu skala yang menunjukkan keinginan untuk membeli
2. Pertanyaan Terbuka.
Pada pertanyaan terbuka responden bebas dalam memberikan jawaban,
karena dalam pertanyaan terbuka ini tidak terdapat pilihan jawaban.
Sehingga jawaban murni dari hasil pemikiran responden. Adapun jenis-
jenis pertanyaan terbuka, yaitu:
a. Tidak Terstruktur
Suatu pertanyaan yang dapat dijawab responden dengan cara yang
hampir tidak terbatas.
b. Asosiasi Kata
Kata-kata disajikan satu persatu, dan responden menyebutkan kata
pertama yang muncul dalam pikirannya.
c. Penyelesaian Kalimat

15
Sebuah kalimat yang belum lengkap disajikan dan responden diminta
untuk menyelesaikan kalimat tersebut.
 Penyelesaian Cerita
Sebuah cerita yang belum lengkap disajikan dan responden diminta
untuk menyelesaikannya.
 Penyelesaian Gambar
Sebuah gambar dengan dua tokoh disajikan, dengan salah satu
tokoh membuat suatu pernyataan. Responden diminta untuk
mengidentifikasi pernyataan tokoh yang satu lagi dan diisikan
dalam balon yang kosong.
 Tes Persepsi Tematis (Thematic Apperception Test)
Sebuah gambar disajikan dan responden diminta untuk mengarang
sebuah cerita mengenai apa yang mereka pikirkan sedang atau
mungkin terjadi dalam gambar tersebut.
3. Pertanyaan Kombinasi Tertutup dan Terbuka.
Pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka adalah pertanyaan yang telah
disediakan pilihan jawabannya tetapi kemudian diberi pertanyaan terbuka.
4. Pertanyaan Semi Terbuka.
Pertanyaan semi terbuka yaitu pertanyaan yang diberi pilihan jawabannya
tetapi kemudian masih ada kemungkinan bagi responden untuk
memberikan tambahan jawaban.
2.1.3 Pretest
Pretest diadakan untuk menyempurnakan kuesioner. Melalui pretest akan
diketahui berbagai hal yaitu:
1. Apakah pertanyaan tertentu perlu dihilangkan. Pertanyaan tertentu
mungkin tidak relevan untuk masyarakat yang diteliti.
2. Apakah pertanyaan tertentu perlu ditambah. Adakalanya terlupa
memasukkan pertanyaan yang perlu dimasukkan.
3. Apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden.
4. Apakah urutan pertanyaan perlu diubah atau tidak.
5. Apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperlunak dengan mengubah
bahasa.

16
6. Berapa lama pengisian kuesioner memakan waktu.
2.1.4 Uji Validitas
Data yang telah terkumpul dari hasil kuesioner terlebih dahulu harus diuji,
teknik pengujian yang digunakan salah satunya teknik uji validitas. Uji validitas
adalah untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut memiliki taraf kesesuaian atau
ketepatan dalam melakukan pengukuran. Langkah yang harus ditempuh dalam
melakukan uji validitas antara lain sebagai berikut (Singarimbun, Metode
Penelitian Survei, 1989) :
1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang digunakan dalam
penelitian sebagaimana diketahui bahwa konsep itu memiliki konstruk
dimana konstruk tersebut harus dicari, salah satu diantaranya yaitu dengan
mencari definisi dan rumusan tentang konsep yang akan diukur.
2. Memasukan data ke dalam tabulasi kemudian menghitung korelasi
masing-masing item dalam skor total, yaitu dengan menggunakan rumus
teknik korelasi product moment. (Masri Singarimbun, Metode Penelitian
Survey, 1989, hal 137).
Salah satu cara untuk menghitung validitas suatu alat test yaitu dengan
melihat daya pembeda item discriminality (korelasi Pearson Product Moment dan
“korelasi item-total”).
 Korelasi Rank Sperman (Korelasi Item-Total)
Korelasi item-total yaitu konsistensi antara skor item dengan skor secara
keseluruhan yang dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara
setiap item dengan skor keseluruhan, yang dalam penelitian ini
menggunakan koefisien korelasi Rank – Spearman. Apabila item yang
dihadapi berbentuk skala ordinal (skala sikap), maka untuk nilai korelasi
rank spearman pada item ke-i adalah :

.....................................................................(2-1)
Rumus diatas digunakan apabila tidak terdapat data kembar, atau terdapat
data kembar namun sedikit. Apabila terdapat banyak data kembar
digunakan rumus berikut ini

17
.........................(2-2)
dimana : R(X) = Ranking nilai X R(Y) = Ranking nilai
 Korelasi Pearson Product Moment (Korelasi Item Discriminality)
Analisis korelasi digunakan untuk menentukan suatu besaran yang
menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain,
dengan tidak mempersoalkan apakah suatu variabel tertentu tergantung
kepada variabel lain. Simbol korelasi untuk sampel adalah r yang disebut
koefisien korelasi sedangkan simbol parameternya adalah  (dibaca rho).
Berikut adalah rumus untuk korelasi Pearson Product Moment :
N ( XY )  ( X Y )
r
[N X 2
 ( X ) 2 ] [ N  Y  ( Y )
2 2
]

.......................(2-3)

Keterangan :
r = Korelasi product moment XY = Skor pernyataan dikalikan skor total
X = Skor pernyataan N = Jumlah responden pretest
Y = Skor total seluruh pernyataan
Variabel dinyatakan valid apabila rhitung > rtabel.
2.1.5 Uji Reliability
Instrumen yang reliabel adalah instrument yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama
(Sugiyono, 2012). Reliabilitas dapat juga dikatakan sebagai tingkat kepercayaan
hasil suatu pengukuran. Pengukuran reliabilitas bertujuan untuk menunjukkan
kestabilan dan kekonsistesian alat ukur dalam mengukur konsep yang ingin
diukur.
2.1.6 Software SPSS ver 22.0
Penelitian yang menggunakan analisis statistik, pasti memerlukan bantuan
software stastistik untuk melakukan pengolahan data. Setiap software memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Salah satu software yang sering
digunakan untuk pengolahan data statistik adalah software SPSS.

18
SPSS adalah software statistik yang dibuat oleh Norman H Nie, Hadlai
Hull dan Dale H Bent dari Stanford University pada tahun 1968. SPSS yang
merupakan kepanjangan dari Statistical Package for Social Science, pada mulanya
memang digunakan untuk menganalisis data-data sosial kemasyarakatan. SPSS
banyak digunakan oleh penelitian pasar, penelitian kesehatan, survey, penelitian
pendidikan, pemasaran, dll. Kelebihan yang dimiliki oleh software SPSS antara
lain sebagai berikut :
 Mampu mengakses data dari berbagai macam format yang tersedia,
seperti pada dBase, Lotus, Text File, dll. Sehingga data yang sudah ada
dari berbagai format data dapat langsung digunakan untuk dianalisis.
 SPSS memberikan tampilan data yang lebih informatif.
 Memberikan informasi lebih akurat dengan memberikan kode alasan jika
terjadi missing data.
 Mudah digunakan, pengguna tidak perlu belajar bahasa pemograman.
Sedangkan kekurangan software SPSS antara lain :
 Pengguna harus mengetahui dasar ilmu statistik terlebih dahulu.
 Banyak berkembang versi terbaru.
Secara garis besar, cara kerja SPSS terbagi atas 3 tahapan yaitu :
1. Input Data
Langkah awal saat mengoperasikan SPSS adalah dengan memasukkan
data. Masukkan data dalam data view, untuk pengaturan dan memberi nama
variabel pada variabel view.
2. Proses
Sebelum dilakukan proses analisis data, pastikan bahwa anda sudah
memilih terlebih dahulu jenis analisis yang digunakanuntuk mengolah data.
Berbagai jenis analisis terdapat pada menu analyze.
3. Output atau hasil analisis
Setelah proses analisis data dilakukan, kemudian kan muncul hasil analisis
pada jendela output. Hail analisis dapat berupa angka yang tersusun dalam
tabel maupun grafik sesuai jenis analisis yang digunakan.

19
2.1.7 Komunikasi Fungsi Silang
Pada kebanyakan organisasi, proses pengembangan produk atau jasa
telah ada jauh sebelum QFD. Pengenalan QFD seringkali dipandang oleh
pengembang sebagai alat yang harus atau dapat digunakan dalam proses
penambahan terhadap proses pengadaan proses pengembangan. Alternatif lain
dari pengamatan QFD adalah sebagai organisator, atau sebagai perekat yang dapat
mengikat berbagai aspek dari pengembangan.
Diagram di bawah menjelaskan mengenai berbagai objek yang diatur di
sekitar lingkaran disekitar QFD yang menggambarkan fungsi khas dari organisasi,
masing-masing berperan sesuai perannya dalam membawa produk ke pasar secara
sukses. Dalam rangka melaksanakan fungsi mereka harus berkomunikasi dengan
satu sama lain secara efisien, dan mereka semua harus dipusatkan pada tujuan
yang umum.
Secara garis besar, pemikiran QFD sebagai yang berada di pusat proses
komunikasi membantu masing-masing fungsi grup untuk menemukan bagaimana
hal tersebut berjalan dengan sesuai, dan untuk memberitahukan kepada semua
kelompok apa yang dibutuhkan dari mereka.

Gambar 2. 2 Cross-Functional Communication


Sumber : Cohen (1995)
2.1.8 House of Quality (HOQ)
Penerapan metodologi QFD dalam proses perancangan produk diawali
dengan pembentukan matrik atau sering disebut sebagai House Of Quality (rumah
kualitas). Pada dasarnya HOQ merupakan suatu matrik yang tergabung dalam fase
pertama (perencanaan produk) yang berisi informasi tentang pelanggan dan
kebutuhan potensialnya, kepentingan relatif diantaranya kebutuhan-kebutuhan

20
tersebut, serta persepsi dan kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa yang
diberikan perusahaan dibandingkan dengan kompetitor lainnya.
Menurut Daetz, Barnard, dan Norman (1995), tujuan dasar penggunaan
HOQ adalah:
1. Agar mengerti dan mampu dalam menentukan prioritas dan tujuan
strategis pada segmen pasar yang diharapkan mampu menghasilkan
keuntungan.
2. Memenuhi keinginan pelanggan, mendengarkan suara konsumen,
menyaring dan mengorganisasi data tentang kebutuhan pelanggan dan
kebutuhan yang secara langsung dapat memuaskan mereka.
3. Menterjemahkan keinginan pelanggan tersebut kedalam desain produk.
Berdasarkan pengertian dan tujuan tersebut, maka didalam penyusunan
suatu matrik HOQ diperlukan variabel-variabel yang mampu menggambarkan
tingkat kualitas produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan saat ini dan tingkat
kualitas yang sebenarnya diinginkan pelanggan, yang meliputi karakteristik
keinginan konsumen, karakteristik kualitas yang diberikan kompetitor. Informasi
tentang variabel-variabel tersebut diperoleh dengan cara menyebarkan daftar isi
kepada responden (kuesioner) yang berada diwilayah penelitian.
HOQ memperlihatkan struktur untuk mendesain dan membentuk suatu
siklus, dan bentuknya menyerupai sebuah rumah. Kunci dalam membangun HOQ
adalah difokuskan kepada kebutuhan pelanggan, sehingga proses desain dan
pengembangannya lebih sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan dan
disesuaikan dengan teknologi dan inovasi. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi yang penting dari pelanggan. Di bawah ini adalah gambar
yang menunjukan komponen-komponen dari tabel kualitas atau diagram HOQ.

21
E
Korelasi persyaratan
teknis

E
Korelasi Persyaratan teknis

C
Persyaratan teknis

A D
B
Kebutuhan dan Hubungan (pengaruh persyaratan
Matrik perencanaan
keinginan konsumen teknis terhadap kebutuhan konsumen

F
Matrik persyaratan teknis
(urutan tingkat kepentingan daya saing
dan target untuk persyaratan teknis

Gambar 2. 3 Rumah Kualitas


Sumber: Cohen (1995)

 Bagian A (Kebutuhan dan keinginan pelanggan)


Berisi data informasi yang diperoleh dari hasil penelitian pasar tentang
kebutuhan dan keinginan konsumen.
 Bagian B (Planning matrix)
Memuat planning matrix, dan disebut sebagai tempat penentuan
sasaran/tujuan produk, didasarkan pada interprestasi tim terhadap data riset
pasar. Planning matrix, berisi tiga jenis data, yaitu :
a. Tingkat kepentingan / ranking kebutuhan dan keinginan konsumen.
b. Data tingkat kepuasan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh
perusahaan dan produk pesaing.
c. Tujuan strategis untuk produk dan jasa baru yang akan dikembangkan.
 Bagian C (Technical Response)
Berisikan persyaratan-persyaratan teknis untuk produk atau jasa yang akan
dikembangkan oleh pihak perusahaan. Data ini diturunkan berdasarkan
informasi yang diperoleh mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen
(Matrik A). terdapat beberapa informasi yang didapat pada persyaratan
teknis, alternatif yang paling umum adalah kebutuhan produk atau jasa dan
kemampuan serta fungsi produk atau jasa.
1. Bagian D (Relationship)
Berisi penilaian manajemen mengenai kekuatan hubungan antara elemen-
elemen yang terdapat pada bagian persyaratan teknis (Matrik C) terhadap
kebutuhan konsumen (Matrik A) yang dipengaruhinya kekuatan hubungan
ditunjukan dengan menggunakan simbol tertentu.

22
2. Bagian E (Matrix Correlation)
Menunjukan korelasi antara persyaratan teknik yang satu dengan
persyaratan teknik yang lain yang terdapat pada matrik C.
3. Bagian F (Matrix Requiment)
Berisi tiga jenis data, yaitu :
a. Urutan tingkat kepentingan (ranking) persyaratan teknis.
b. Informasi hasil perbandingan kinerja persyaratan teknis produk yang
dihasilkan oleh perusahaan terhadap kinerja produk pesaing.
c. Targat kinerja persyaratan teknis produk baru yang dikembangkan.
2.1.9 Matriks QFD (The House Of Quality)
Dalam menentukan keberhasilan komersial suatu produk sangat
tergantung pada kualitas produk, dengan demikian proses perancangan harus
memberikan jaminan hubungan antara karakteristik engineering dan atribut
produk. Metode Quality Function Deployment adalah metode yang
memperhatikan kebutuhan konsumen dan menterjemahkannya kedalam
karakteristik engineering.
Prosedur metode ini adalah:
1. Mengelompokkan kebutuhan konsumen kedalam istilah atribut produk
Mengumpulkan, mengelompokkan pendapat (data dan informasi) tentang
atribut-atribut produk yang dibutuhkan dalam berbagai teknik penelitian.
Sebagai contoh ‘Car Door’ berikut:
Tabel 2. 1 Atribut Produk-Produk ‘Car Door’
Customer Needs Product Atribut
Easy to close from outside
Stays open on hill
Easy to open and close
Easy to open from outside
door
Doesn’t kick back
......
Doesn’t leak it rain
Isolation No rain noise
....
2. Menentukan kepentingan relatif atribut

23
Dalam kegiatan ini dilakukan penentuan bobot antar kebutuhan yang
menunjukkan tingkat kepentingan relatif kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Contoh : Produk ‘car door’
Tabel 2. 2 Tingkat Atribut Produk ‘Car Door’

3. Mengevaluasi atribut-atribut persaingan produk


Untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap produk yang dihasilkan
oleh perancang pada perusahaan “X” terhadap produk yang dihasilkan
oleh kompetitor utamanya. Pengamatan atribut-atribut dalam persaingan
produk, dapat dilakukan baik melalui konsumen individual maupun
penelitian pasar dengan metode perbandingan produk.
4. Menggambar suatu matriks atribut produk berlawanan karakteristik
engineering
Atribut produk membentuk baris matriks dan karakteristik engineering
membentuk kolom matriks. Setiap sel matriks menunjukkan hubungan
potensial di antara karakteristik engineering dengan kebutuhan konsumen.
5. Mengidentifikasi hubungan di antara karakteristik engineering dan atribut
produk
Perancang menjelaskan tingkat kekuatan hubungan antara kebutuhan
konsumen dan karakteristik engineering dengan mencatatnya dalam sel-sel
matriks. Penilaian hubungan dapat dilakukan dengan menggunakan angka,
yaitu: 9 = (untuk hubungan sangat kuat), 3 = (hubungan kuat), 1 =
(hubungan lemah).
6. Mengidentifikasi suatu interaksi di antara karakteristik engineering
Melakukan pengecekan sistematis untuk mengetahui hubungan pengaruh
mempengaruhi diantara karakteristik engineering, apakah pengaruh

24
mempengaruhi positif atau negatif. Melalui “Roof Matriks” dari rumah
kualitas.
7. Penetapan Target
Menentukan target untuk parameter yang dapat diukur dari karakteristik
engineering yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Untuk menentukan nilai target dari Besterfield (1999) menyatakan bahwa
nilai target sama dengan nilai persaingan pelanggan melalui pelanggan (1
untuk terburuk, dan 5 untuk terbaik). TQM QFD membutuhkan apakah
mereka ingin tetap produknya tidak berubah, meningkatkan produk atau
mmebuat produk lebih baik dari pesaingnya.

8. Faktor Skala
Faktor skala adalah perbandingan nilai target terhadap tingkat produk yang
diberikan dalam pemilaian pesaing melalui pelanggan. Semakin tinggi
jumlahnya maka upaya makin diperlukan. Di sini pertimbangan penting
adalah tingkat dimana produk sekarang dan apa tingkatan targetnya, dan
memutuskan apakah perbedaannya dalam bentuk alasan.

.........................................(2-1)
(Besterfield, 1999)
9. Poin Penjualan
Poin penjualan memberitahukan tim QFD seberapa baik suatu persyaratan
pelanggan akan terjual. Tujuan di sini adalah mempromosikan persyaratan
terbaik pelanggan dan beberapa persyaratan pelanggan lainnya yang akan
membantu dalam penjualan produk. Sebagai contoh dari Besterfield, 1999
poni penjualan adalah antara 1,0 dan 2,0 dengan 2 yang paling tinggi.
10. Bobot Absolut
Bobot absolut dihitung dengan mengalikan kepentingan terhadap
pelanggan, faktor skala, dan poin penjualan.
Bobot Absolut = Kepentingan terhadap pelanggan x faktor skala x poin
penjualan ...................................................................(2-2)
(Besterfield, 1999)

25
11. Bobot Absolut Teknis
Bobot absolut untuk deskripsi teknis dirumuskan oleh:

............................................................................................(2-3)
Keterangan :
Aj = vektor baris dari bobot absolut pada deskripsi secara teknis
Rij = bobot yang ditentukan pada matriks hubungan
Ci = vektor kolom dari kepentingan terhadap pelanggan pada
persyaratan pelanggan
M = jumlah deskripsi secara teknis
N = jumlah persyaratan pelanggan
12. Bobot Relatif.
Dengan cara serupa, bobot relatif untuk deskripsi secara teknis diberikan
dengan menggantikan tingkat kepentingan pada persyaratan pelanggan
dengan bobot absolut pada persyaratan pelanggan, yaitu:

.............................................................................................(2-4)
Keterangan:
bj = vektor baris dari bobot relatif pada deskripsi secara teknis
Rij = bobot yang ditentukan pada matriks hubungan
Ci = vektor kolom dari bobot absolut persyaratan pelanggan
M = jumlah deskripsi secara teknis
N = jumlah persyaratan pelanggan
(Besterfield, 1999)
Semakin tinggi tingkat absolut dan relatif mengidentifikasi bidang dimana
upaya teknik perlu dikonsentrasikan. Perbedaan utama antara bobot tersebut

adalah bahwa bobot relatif juga mencakup dalam faktor skala dan poni penjualan.

2.1.10 Prosedur Pembuatan Matrik “WHAT HOW” (QFD)


Berikut ini akan diuraikan prosedur pembuatan matrik “WHAT/ HOW”
yang merupakan bagian dari House of Quality.

26
1. Buat identifikasi penuh dari keinginan-keinginan para pelanggan.
Daftarkan semua keinginan mereka, gaya untuk memasukkan juga
keinginan-keinginan mendasar yang biasanya dianggap sudah diketahui
umum. Pastikan bahwasanya ketidaksukaan pelanggan juga diidentifikasi
sama halnya seperti butir-butir pernyataan tentang keinginan atau yang
disukai pelanggan. Buat simpulan keinginan-keinginan para pelanggan ke
dalam sejumlah kecil keinginan utama (primary wants) di dukung oleh
jumlah keinginan sekunder, dan jika perlu keinginan tersier. Dengan
pemilihan kata-kata yang seksama pola keinginan-keinginan para
pelanggan secara penuh, akan dapat diungkapkan dalam term subjektif.

Gambar 2. 4 Identifikasi Keinginan Pelanggan


2. Keinginan-keinginan para pelanggan dibuat peringkatnya dengan urut-
urutan berdasarkan tingkat pentingnya keinginan tadi di mata pelanggan.

27
Tabel 2. 3 Derajat Kepentingan Konsumen

3. Terjemahkan keinginan-keinginan ini dengan bagaimana cara


memenuhinya yang berkaitan (corresponding hows). Setelah itu
ekspresikan mereka dalam istilah-istilah yang dapat dikuantifikasi atau
dikualifikasi dan atur mereka dalam urutan primer, sekunder dan tersier.

Gambar 2. 5 Cara Memenuhi Keinginan Pelanggan


4. Buat matrik hubungan antara What dan How untuk memeriksa setiap
hubungan yang ada antara setiap keinginan yang ada dengan setiap
“HOW” yang dirumuskan. Jika hubungan ada, buat kategorinya apakah itu
kuat, menengah, atau lemah.

28
c
Gambar 2. 6 Matrik Hubungan antara WHAT dengan HOW
2.1.11 Metode Pendukung QFD
QFD merupakan suatu metodologi yang digunakan oleh perusahaan untuk
mengantisipasi dan menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen,
serta menggabungkan kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut dalam produk
dan jasa yang disediakan bagi konsumen
2.1.11.1 Diagram Pohon Objektif
Tahap ini merupakan tahap awal kegiatan perancangan. Kegiatan yang
dilakukan adalah mengemas ‘suara konsumen’ menjadi suatu pohon tujuan
perancangan produk. Metode yang digunakan adalah metode pohon objektif, yaitu
suatu metode yang mencoba menguraikan kebutuhan pelanggan yang telah
diperoleh, menjadi hubungan tujuan dengan sub tujuan dan menjelaskan
hubungan terjadi. Prosedur yang dilakukan dalam tahap ini adalah “The Objective
Tree Method” (Cross, 1989), yaitu mempersiapkan suatu tujuan perancangan
yaitu menyusun semua keiginan dan kebutuhan konsumen yang telah diperoleh,
dengan menempatkan faktor yang lebih sempit sebagai bagian dari faktor yang
lebih luas.
1. Mempersiapkan suatu tujuan perancangan yaitu menyusun semua
keinginan
dan kebutuhan konsumen yang telah diperoleh, dengan menempatkan
faktor yang lebih sempit sebagai bagian dari faktor yang lebih luas.

29
2. Pendataan objektif (tujuan) level atas dan level bawah
Pengaturan data menurut satuan sasaran level atas dan level bawah,
berdasarkan pengelompokan secara umum menurut tingkatan hirarki.
3. Menggambar suatu diagram pohon objektif
Mengemukakan hubungan secara hirarki dan keterkaitan untuk objektif
sebagai level atas dan sub objektif sebagai level bawah pada sebuah
diagram pohon objektif.
Tahap ini merupakan tahap awal kegiatan perancangan. Kegiatan yang dilakukan
adalah mengemas ‘suara konsumen’ menjadi suatu pohon tujuan perancangan
produk. Metode yang digunakan adalah metode pohon objektif, yaitu suatu
metode yang mencoba menguraikan kebutuhan pelanggan yang telah diperoleh,
menjadi hubungan tujuan dengan sub tujuan dan menjelaskan hubungan terjadi.
Prosedur yang dilakukan dalam tahap ini adalah “The Objective Tree
Method” (Cross, 1989), yaitu mempersiapkan suatu tujuan perancangan yaitu
menyusun semua keiginan dan kebutuhan konsumen yang telah diperoleh, dengan
menempatkan faktor yang lebih sempit sebagai bagian dari faktor yang lebih luas.
1. Mempersiapkan suatu tujuan perancangan yaitu menyusun semua
keinginan dan kebutuhan konsumen yang telah diperoleh, dengan
menempatkan faktor yang lebih sempit sebagai bagian dari faktor yang
lebih luas.
Contoh :
Permasalahan mesin perkakas harus ‘safe’, dapat diluaskan pada maksud-
maksud:
 Low risk of injury to operator
 Low risk of operator mistake
 Low risk of damage to work-piece or tool
 Automatic cut-out on overload
2. Pendataan objektif (tujuan) level atas dan level bawah
Pengaturan data menurut satuan sasaran level atas dan level bawah,
berdasarkan pengelompokan secara umum menurut tingkatan hirarki.
Contoh :
Machine must be safe

30
Low risk of injury to operator
Low risk of operator mistake
Low risk of damage to work-piece or tool
Automatic cut-out on overload
3. Menggambar suatu diagram pohon objektif
Mengemukakan hubungan secara hirarki dan keterkaitan untuk objektif
sebagai level atas dan sub objektif sebagai level bawah pada sebuah
diagram pohon objektif.
Contoh :
Diagram pohon objektif sebuah mesin perkakas dengan statement objektif
‘safety’.

Machine must How


be safe

Machine must Machine must Machine must


be safe be safe be safe
Why

Machine must
be safe

Gambar 2. 7 Diagram Hierarki Relationship


2.1.11.2 Function Analysis
Penetapan fungsi merupakan suatu tahap identifikasi terhadap fungsi dan
sub fungsi yang berperan dalam proses produksi, dalam kaitannya dengan usaha
perancangan dan pengembangan produk yang sesuai dengan keinginan atau
kebutuhan konsumen. Metode yang digunakan adalah “Analisis Fungsi”. Caranya
adalah :
1. Mengekspresikan keseluruhan fungsi untuk rancangan dalam istilah
perubahan input ke dalam output, yaitu menggambarkan produk/alat yang
dirancang dalam suatu gambar ‘Black Box’ dimana mengubah ketentuan
‘input’ ke dalam ‘output’ yang diinginkan.

31
BLACK BOX

Input Function Output

Gambar 2. 8 Model Sistem Black Box


2. Menganalisa seluruh fungsi terhadap suatu satuan subfungsi-subfungsi
sesungguhnya. Subfungsi tersebut termasuk semua tugas yang dikerjakan
dalam ‘Black Box’.
3. Menggambarkan suatu ‘Transparant Box’ yang melibatkan hubungan-
hubungan di antara subfungsi-subfungsi. Block diagram digambarkan
secara transparan, sehingga hubungan di antara subfungsi dapat dilihat
dengan jelas.
‘TRANSPARANT BOX’

Sub-Fungsi Sub Fungsi

Sub Fungsi Sub Fungsi

Gambar 2. 9 Suatu Model Transparant Box


4. Menggambarkan batasan-batasan sistem. Batasan sistem didefinisikan
sebagai batas-batas fungsional untuk produk atau alat yang akan
dirancang.
5. Menyelidiki kekurangan komponan-komponen dalam pengerjaan
subfungsi-subfungsi dan hubungan di antaranya.
2.2.11.3 Pengaturan Requirements (Setting Requirement)
Masalah-masalah rancangan selalu diatur dalam batas-batas tertentu
seperti spesifikasi performance, yaitu batas-batas daerah penerimaan suatu
rancangan. Metode yang digunakan dalam pengaturan requirements adalah
‘Metode Spesifikasi Performance’, prosedurnya adalah:
1. Mempertimbangkan perbedaan level-level generalitas level-level tersebut
dapat dibedakan kedalam Level atas generalitas (alternatif-alternatif
produk), Level tengah generalitas (tipe-tipe produk) dan Level bawah
generalitas (simbol-simbol produk).
Contoh :

32
Desainer mengusulkanalternatif Alat tetap, sentral pemanas radiator
Level atas pemanas suatu rumah & saluran udara panas
generalitas kebebasan desainer
Level medium dibatasi berhubungan
generalitas dengan tipe-tipe perbedaan
alat
Level bawah Kebebasan desainer dibatasi
generalitas pertimbangan yang
berhubungan dengan simbol-
simbol di dalam suatu tipe alat

Level atas Dipertimbangkan jika alat yang diproduksi adalah suatu usulan yang
generalitas meluaskan aktivitas-aktivitas berbagai aspek pemanas

Level medium Dipertimbangkan jika menambah/mengganti bagian dari suatu alat


generalitas pemanas

Level bawah Dipertimbangkan jika membuat modifikasi terhadap alat pemanas


generalitas yang ada

Gambar 2. 10 Level Bawah Generalitas dan Level Tengah Generalitas


2. Mengidentifikasikan atribut performance yang diperlukan.
Suatu produk mempunyai atribut-atribut dan memerlukan pengaturan,
dimana dispesifikasikan ke dalam spesifikasi performance.
Contoh : atribut performance dari produk adalah sebagai berikut
 Permukaan genteng yang tidak
berlubang-lubang
 Mudah dibersihkan
 Mempunyai kerataan
 Struktur yang keras
 Mempunyai rupa bercahaya
3. Membuat spesifikasi-spesifikasi dalam batas-batas tertentu terhadap
keperluan perancangan. Sebagai contoh spesifikasi ‘produk genteng’.
Tabel 2. 4 Spesifikasi Produk Genteng
Spesifikasi produk genteng Batasan/ukuran
Biaya komponen Maksimal Rp.3.000,-/buah
Bahan Tabah liat
.......dsb ........dsb
2.1.11.4 Peta Morfologi
Perancangan suatu produk adalah berkaitan dengan pemecahan masalah-
masalah perancangan dan memberi kemungkinan dalam menemukan pemecahan-

33
pemecahan baru yang potensial. Metode yang digunakan adalah “Metode Peta
Morfologi”. Prosedur pelaksanaan kegiatannya adalah:
1. Pendataan gambar-gambar atau fungsi-fungsi produk secara benar.
Maksudnya adalah mencoba menetapkan aspek-aspek penting yang
diterapkan pada produk dalam istilah fungsi.
2. Pendataan komponen-komponen untuk gambar atau fungsi yang mungkin
dicapai. Merupakan sub pemecahan setiap pendataan gambar dalam
bentuk pemecahan perancangan.
3. Menggambarkan suatu peta yang melibatkan semua sub pemecahan yang
mungkin. Peta morfologi berbentuk tabel matriks, kolom pada tabel
merupakan fungsi-fungsi produk sedangkan baris pada matriks merupakan
solusi atau pencapaian fungsi-fungsi tersebut.
Tabel 2. 5 Peta Morfologi
Solusi
1 2 3 4
Sub fungsi
A
B
C
D
4. Mengidentifikasi kombinasi-kombinasi yang mungkin bagi sub
pemecahan.
Setiap pemecahan potensial dapat dipertimbangkan satu atau beberapa
pemecahannya (untuk alasan-alasan ongkos, performance, novelty, atau
kriteria penting) yang dipilih untuk meningkatkan pengembangan.
2.1.11.5 The Weighted Objective Method
The weighted objective method adalah metode evaluasi untuk
menentukan pilihan dari alternatif-alternatif rancangan yang dihasilkan dalam
proses perancangan. Prosedur pelaksanaan kegiatannya adalah:
1. Pendataan tujuan-tujuan rancangan.
Menyusun struktur kriteria penilaian (spesifikasi performance) dari tujuan-
tujuan yang telah ditentukan pada awal proses penentuan titik.
2. Proses pengurutan kepentingan objektif.

34
Membandingkan secara sistematis pasangan-pasangan objektif. Sebuah
peta sederhana digunakan untuk membandingkan dengan suatu urutan
kepentingan objektif.
Contoh :
Tabel 2. 6 Urutan Kepentingan Objektif
Objektif A B C D E Total Deret
A - 0 0 0 1 1
B 1 - 1 1 1 4
C 1 0 - 1 1 3
D 1 0 0 - 1 2
E 0 0 0 0 - 0
Selanjutnya, seperti contoh di atas: pengurutan kepentingan relatif
berdasarkan ‘angka’ total deret, yaitu B, C, D, A, dan E.
3. Pengurutan pembobotan relatif tujuan.
Melaksanakan pengurutan kriteria-kriteria penilaian menurut kepentingan
relatif masing-masing tujuan, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
perancang.
4. Penentuan parameter-parameter performance untuk setiap tujuan.
Statement-statement objektif diubah kedalam parameter-parameter yang
dapat diukur. Skala paling sederhana biasanya mempunyai 5 tingkatan
yang dapat menggambarkan performance mesin itu jauh di bawah rata-
rata, di bawah rata-rata, rata-rata, di atas rata-rata, jauh di atas rata-rata.
Untuk parameter-parameter kuantitatif dan kualitatif dapat dibandingkan
bersamaan dengan suatu poin.
Tabel 2. 7 Tingkatan Performansi Mesin
Poin Keadaan
0 Sangat tidak menyenangkan
1 Kurang menyenangkan
2 Di bawah rata-rata menyenangkan
3 Rata-rata menyenangkan
4 Di atas rata-rata menyenangkan
5 Menyenangkan
6 Sangat menyenangkan
5. Menghitung dan membandingkan nilai guna dari alternatif rancangan.

35
Tahapan akhir dalam penilaian adalah mempertimbangkan setiap usulan
menggunakan peta pembobotan evaluasi alternatif sebagai berikut:
Tabel 2. 8 Peta Pembobotan Evaluasi Alternatif
Alternatif A Alternatif B
Objektif Bobot Parameter
Keadaan Skor Nilai Keadaan Skor Nilai
A
B
C
Nilai daya guna setiap objektif diperoleh dengan mengalikan skor dengan nilai
bobot, sedangkan total nilai daya guna adalah hasil penjumlahan nilai-nilai setiap
objektif pada suatu rancangan alternatif. Alternatif terbaik yaitu memiliki nilai
yang tinggi.
2.1.12 Kelemahan Quality Function Deployment (QFD)
Menurut Tony Wijaya di buku Manajemen Kualitas Jasa (2011:49)
berpendapat bahwa Quality Function Deployment (QFD) mempunyai kelemahan
kelemahan, diantaranya:
1. Memerlukan keahlian spesifik beragam yaitu input pada QFD memerlukan
analis pasar. Penerjemahan karakteristik kualitas membutuhkan keahlian
perancangan.
2. Kesulitan dalam pengisian matriks
3. Hanya merupakan alat, tidak ada kejelasan kerangka pemecahan masalah.
4. Bersifat proyek tanpa kelanjutan yaitu tidak ada pembakuan institusi atau
job description yang tepat untuk orang-orang yang terlibat didalamnya.
2.1.13 Dimensi Kualitas
Kualitas produk memiliki dimensi yang dapat digunakan untuk
menganalisis karakteristik dari suatu produk. Menurut David Garvin dalam buku
Fandy Tjiptono (2016:134) kualitas produk memiliki delapan dimensi sebagai
berikut:
1. Performance (Kinerja), merupakan karakteristik operasi pokok dari
produk inti (core product) yang dibeli.
2. Features (Fitur atau ciri-ciri tambahan), yaitu karaktersitik sekunder atau
pelengkap.

36
3. Reliability (Kehandalan), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal dipakai.
4. Confermance to Specifications (Kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu
sejauh mana karakteristik desain dan operasi dari sebuah produk
memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak
ditemukan cacat pada produknya
5. Durability (Daya Tahan), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan
direparasi serta penanganan keluhan secara memuaskan.
7. Esthetics (Estetika/Keindahan), yaitu daya tarik produk terhadap panca
indera.
8. Perceived Quality (Kesan Kualitas), yaitu kesan kualitas suatu produk
yang dirasakan oleh konsumen. Dimensi kualitas ini juga berkaitan dengan
persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut.
2.2 Pengukuran Waktu Baku Dengan Jam Henti dan Peta-Peta kerja
Pengukuran waktu kerja dengan metode jam henti (stop watch time study)
diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu.
Metode ini baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung
singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan
diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan, yang mana
waktu ini akan berguna sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua
pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu.
Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu baku dibagi kedalam
dua bagian, yaitu :
a. Secara langsung
Cara ini disebut demikian karena pengukurannya dilakukan secara
langsung, yaitu ditempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan.
Dua cara yang termasuk didalamnya adalah cara jam henti dan sampling
pekerjaan.
b. Secara tak langsung

37
Cara ini melakukan penghitungan waktu tanpa harus berada ditempat
pekerjaan, yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan
mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan. Yang
termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan.
Dengan salah satu dari cara-cara ini, waktu penyelesaian suatu pekerjaan
yang dijalankan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan. Sehingga jika
pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, yang terbaik di
antaranya dilihat dari segi waktu dapat dicari yaitu sistem yang membutuhkan
waktu penyelesaian tersingkat.
2.2.1 Pengukuran Waktu Baku Secara Langsung
Salah satu pengukuran waku baku secara langsung adlah dengan
pengukuran waktu jam henti. Ada beberapa aturan pengukuran yang perlu
dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik (Sutalaksana, Anggawisastra, dan
Tjakraatmadja, 2006: 133). Aturan-aturan tersebut adalah :
1. Penetapan tujuan pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-
hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil
pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan
yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan
kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan. Tentu suatu kondisi yang
ada dapat dicari waktu yang pantas tersebut; artinya akan didapat juga
waktu pantas untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kondisi yang
bersangkutan.
3. Memilih operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang akan diukur bukanlah
orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi
beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan
dapat diandalkan hasilnya. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan
normal dan dapat diajak bekerja sama.

38
4. Melatih operator
Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih
diperlukan adanya latihan bagi operator tersebut terutama bila kondisi dan cara
kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.Hal yang
terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja sesudah
mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu
karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang
telah ditetapkan (dan telah dibakukan) itu. Harap diingat bahwa yang dicari adalah
waktu penyelesaian pekerjaan yang didapat dari suatu penyelesaian wajar bukan
penyelesaian dari orang yang bekerja kaku dengan kesalahan.
Lingkungan dikenal sebagai lingkungan belajar (learning curve). Operator,
baru dapat diukur apabila sudah berada pada tingkat penguasaan maksimum yang
pada kurva ditunjukkan pada garis stabil yang mendatar, dimana pada garis ini
operator telah memiliki penguasaan paling tinggi yang dapat ia capai; biasanya
latihan-latihan lebih lanjut tidak akan merubah banyak bentuk kurva tersebut.
(Sutalaksana, Anggawisastra, dan Tjakraatmadja, 2006: 128).

Gambar 2. 11 Kurva Penjualan


5. Mengurai pekerjaan atas elemen-elemen pekerjaan
Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan
gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah
yang diukur waktunya.
6. Menyiapkan alat-alat pengukuran
Setelah kelima langkah dijalankan dengan baik, tibalah sekarang pada
langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran, yaitu menyiapkan alat-
alat yang diperlukan. Alat-alat tersebut adalah :

39
1. Jam henti (stopwatch)
2. Lembaran pengamatan
3. Pena atau pensil
4. Papan pengamatan
Hal pertama yang dilakukan selama pengukuran berlangsung adalah
pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan ialah
untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat
ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Tingkat ketelitian dan keyakinan ini
ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran. Untuk
mengetahui beberapa kali pengukuran harus dilakukan, diperlukan beberapa tahap
pengukuran pendahuluan. Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan
melakukan beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur,
biasanya sepuluh kali atau lebih. Setelah pengukuran tahap pertama ini
dijalankan, tiga hal harus mengikutinya yaitu menguji keseragaman data,
menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan dan bila jumlah belum
mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan kedua. Istilah
pengukuran pendahuluan terus digunakan selama jumlah pengukuran yang telah
dilakukan pada tahap pengukuran belum mencukupi (Sutalaksana, Anggawisastra,
dan Tjakraatmadja, 2006: 132). Pengukuran pendahuluan tahap pertama telah
dilakukan dan menghasilkan data-data waktu, data tersebut dikelompokan ke
dalam subgrup dan hitung harga rata-ratanya.
 Hitung rata-rata untuk setiap subgrup dengan:

............................................................(2-8)
 Hitung rata-rata dari harga rata-rata setiap subgrup dengan:

.........................................................................(2-9)
Keterangan:

= jumlah data dalam sub grup

=jumlah rata-rata dari setiap sub grup


n = banyaknya data dalam sub grup

40
k = banyaknya sub grup
 Hitung Standar Deviasi dengan:

............................................................................(2-10)
 Hitung Simpangan Baku dari distribusi harga rata-rata subgrup dengan:

............................................................................................(2-11)
 Tentukan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah (BKA & BKB)
dengan:

.................................................................... (II-12)

................................................................... (II-13)
Batas-batas kontrol ini merupakan batas apakah data subgrup “seragam”
yaitu yang berada dalam sistem yang sama atau tidak. Jika semua rata-rata
subgrup berada dalam batas kontrol maka dapat dilakukan perhitungan banyaknya
pengukuran yang diperlukan dengan menggunakan rumus:

.............................................. (II-14)

 Waktu Baku
Pada prinsipnya waktu baku berisi dari waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diteliti (diukur) pada waktu
yang lalu. Dengan demikian, bila pekerjaan tersebut diulang, waktu yang
pantas menyelesaikannya sudah diketahui.
penentuan waktu baku :
a. Waktu siklus:

Ws =
∑ Xi ................................................................................ (II-15)
N
Dimana:
Ws = Waktu siklus

41
ΣXi = Jumlah data pengukuran
N = Banyaknya data/pengukuran
b. Waktu Normal:
Wn = Ws x p ................................................................................ (II-16)
Dimana:
Wn = Waktu Normal
Ws = Waktu Siklus
p = Faktor Penyesuaian
Faktor penyesuaian ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan waktu
perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan siklus rata-rata yang
wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka faktor penyesuaiannya (p) = 1,
artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika pekerjaannya terlalu lambat,
maka untuk menormalkannya pengukur harus memberikan harga p < 1, dan
sebaliknya p > 1, jika dianggap bekerja dengan cepat. Terdapat 3 cara penentuan
faktor penyesuaian, yaitu cara Shumard, Westinghouse dan objektif. (Sutalaksana,
Anggawisastra, dan Tjakraatmadja, 2006: 140-147)
c. Waktu Baku:
Wb = Wn x (1+I) ..................................................................... (II-17)
Dimana:
Wb = Waktu Baku
I = Faktor Kelonggaran
Kelonggaran diberikan untuk 3 hal yaitu kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiga hal ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun
dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal,
kelonggaran perlu ditambahkan. (Sutalaksana, Anggawisastra, dan Tjakraatmadja,
2006: 151-153).
2.2.1.1 Faktor Penyesuaian
Faktor penyesuaian ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan waktu

42
perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan siklus rata-rata yang
wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka faktor penyesuaiannya (p) = 1,
artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika pekerjaannya terlalu lambat,
maka untuk menormalkannya pengukur harus memberikan harga p < 1, dan
sebaliknya p > 1, jika dianggap bekerja dengan cepat. Terdapat cara penentuan
faktor penyesuaian, yaitu cara Westinghouse (Sutalaksana, Anggawisastra dan
Tjakraatmadja, 2006). Cara menentukan faktor penyesuaian ialah sebagai berikut:
 Cara Westinghouse
Westinghause mengerahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu:
1) Keterampilan adalah sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang
ditetapkan.
2) Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator
ketika melakukan pekerjaannya.
3) Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungan seperti keadaan
pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.
4) Konsistensi adalah waktu penyelesaian yang selalu tetap dari satu waktu
ke waktu lain
Tabel 2. 9 Faktor Penyesuaian Westinghouse

Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas


dengan ciri – ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini:

43
SUPPER SKILL:
1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.
2. Bekerja dengan sempurna
3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik
4. Gerakan – gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk
diikuti.
5. Kadang – kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan – gerakan mesin.
6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau
terlihat karena lancarnya.
7. Tidak terkesan adanya gerakan – gerakan berpikir dan merencanakan dan
merencanakan tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).
8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerjaan bersangkutan adalah
pekerjaan yang baik.
EXCELLENT SKILL:
1. Percaya pada diri sendiri
2. Tampak cocok dengan pekerjaannya.
3. Terlihat telah terlatih baik.
4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran–pengukuran
atau pemeriksaan–pemeriksaan.
5. Gerakan–gerakan kerja beserta urutan–urutannya dijalankan tanpa
kesalahan.
6. Menggunakan peralatan dengan baik.
7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.
8. Bekerjanya cepat tetapi halus.
9. Bekerja berirama dan terkoordinasi.
GOOD SKILL:
1. Kualitas hasil baik.
2. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada
umumnya.
3. Dapat memberikann petunjuk – petunjuk pada pekerja lain yang
keterampilannya lebih rendah.
4. Tampak jelas sebagai kerja yang cakap.

44
5. Tidak memerlukan banyak pengawasan.
6. Tiada keragu – raguan
7. Bekerjanya “stabil”
8. Gerakannya – gerakannya terkoordinasi dengan baik.
9. Gerakan – gerakannya cepat.
AVERAGE SKILL:
1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
2. Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.
3. Terlihatnya ada pekerjaan – pekerjaan yang perencana
4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.
5. Gerakan – gerakannya cukup menunjukan tidak adanya keragu – raguan.
6. Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik.
7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk
pekerjaannya.
8. Bekerjanya cukup teliti.
9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.
FAIR SKILL:
1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.
2. Mengenal peralatan dan lingkuan secukupnya.
3. Terlihat adanya perencanaan – perencanaan sebelum melakukan gerakan.
4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah
ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama.
6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak selalu
tidak yakin.
7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan – kesalahan sendiri.
8. Jika tidak bekerja sungguh – sungguh outputnya akan sangat rendah.
9. Biasanya tidak ragu – ragu dalam menjalankan gerakan – gerakanya.
POOR SKILL:
1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
2. Gerakan – gerakannya kaku
3. Kelihatan ketidak yakinannya pada urutan – urutan gerakan.

45
4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.
5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.
6. Ragu – ragu dalam menjalankan gerakan – gerakan kerja.
7. Sering melakukan kesalahan – kesalahan
8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
Untuk usaha atau Effort cara Westinghouse membagi juga kedalam kelas -
kelas dengan ciri masing - masing. Yang dimaksut dengan usaha disini adalah
kesungguhan yang ditunjukan atau diberikan operator ketikan melakukan
pekerjaannya. Berikut ini ada enam kelas usaha dengan ciri – cirinya.
EXCESSIVE EFFORT:
1. Kecepatan sangat berlebihan.
2. Usahanya sangat besungguh – sungguh tetapi dapat membahayakan
kesehatannya.
3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari
kerja.
EXELLENT EFFORT:
1. Jelas terlihat kecepatan kerjannya yang tinggi
2. Gerakan - gerakan lebih “ekonomis” daripada operator - operator biasa.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
4. Banyak memberi saran - saran.
5. Menerima saran – saran dan petunjuk dengan senang.
6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.
7. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.
8. Bangga atas kelebihannya.
9. Gerakan – gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.
10. Bekerja sitematis.
11. Karena lancarnya, perpindahan dari satu element
12. Keelemen lainnya tidak terlihat
GOOD EFFORT:
1. Bekerja berirama
2. Saat – saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang - kadang tidak ada.

46
3. Penuh perhatian pada pekerjaan. Senang pada pekerjaannya
4. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.Percaya pada
kebaikan maksut pengukuran waktu.
5. Menerima saran - saran dan petunjuk - petunjuk dengan senang.
6. Dapat memberikan saran – saran untuk perbaikan kerja.
7. Tempat kerjanya diatur dengan baik dan rapi.
8. Menggunakan alat – alat yang tepat dengan baik.
9. Memelihara dengan baik kondisi peralatan.
AVERAGE EFFORT:
1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor
2. Bekerja dengan Stabil
3. Menerima saran – saran tetapi tidak melaksanakannya.
4. Set Up dilakukan dengan baik.
5. Melakukan kegiatan – kegiatan perencanaan.
FAIR EFFORT:
1. Saran – saran yang baik diterima dengan kesal.
2. Kadang – kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaanya.
3. Kurang sungguh – sungguh.
4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.
6. Alat – alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.
7. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaanya.
8. Terlampau hati–hati.
9. Sitematika kerjanya sedang – sedang aja.
10. Gerakan – gerakan tidak terencana.
FAIR EFFORT:
1. Saran – saran yang baik diterima dengan kesal.
2. Kadang – kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaanya.
3. Kurang sungguh – sungguh.
4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.
6. Alat – alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.

47
7. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaanya.
8. Terlampau hati–hati.
9. Sitematika kerjanya sedang – sedang aja.
10. Gerakan – gerakan tidak terencana.

2.2.1.1 Faktor Kelonggaran


Kelonggaran diberikan untuk 3 hal yaitu kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiga hal ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun
dihitung. Adapum penilaian faktor kelonggaran dapat dilihat pada gambar berikut.

48
Ga
m
b
a
r

2. 12 Faktor Kelonggaran
2.2.2 Pengukuran Waktu Baku Secara Tidak Langsung
Salah satu penguuran waktu baku secara tidak langsung adalah dengan
MTM (Sutalaksana, Anggawisastra, dan Tjakraatmadja, 2006: 197). MTM
membagi gerakan-gerakan kerja atas dasar elemen-elemen kerja, antara lain:
1. Menjangkau (RE)
Digunakan dengan maksud untuk memindahkan tangan atau jari ke suatu
tempat tujuan. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada tujuan, panjang
gerakan dan jenis menjangkau. Ada lima kelas menjangkau,yaitu:

49
A : Gerakan menjangkau ke suatu tempat yang pasti, atau kesatuan objek
ditangan lain.
B : Gerakan menjangkau kearah suatu sasaran yang tempatnya berada
pada jarak kira-kira tapi tertentu dan diketahui.
C : Gerakan menjangkau kearah suatu objek yang tercampur aduk dengan
banyak objek lain.
D : Gerakan menjangkau kearah suatu objek yang sangat kecil sehingga
diperlukan suatu pegangan yang teliti (grasping).
E : Gerakan menjangkau kearah satu sasaran yang tempatnya tidak pasti.
2. Mengangkut (M)
Mengangkut adalah gerakan dasar yang dikerjakan bila maksud utamanya
adalah untuk membawa suatu obyek ke suatu sasaran. Ada tiga kelas
mengangkut:
A : Bila mengangkut merupakan perpindahan objek dari suatu tangan ke
tangan lain atau berhenti karena suatu penahan.
B : Bila mengangkut merupakan pemindahan objek ke suatu sasaran yang
letaknya tidak pasti.
C : Bila mengangkut merupakan pemindahan objek ke suatu sasaran yang
letaknya pasti.
3. Memutar (T)
Memutar adalah gerakan yang dilakukan untuk memutar tangan baik
dalam keadaan kosong (tanpa beban) maupun dengan beban. Waktunya
tergantung pada besarnya derajat pemutaran dan beratnya.
4. Memegang (G)
Memegang adalah elemen dasar yang digerakkan dengan maksud utama
untuk menguasai sebuah atau beberapa obyek baik dengan jari maupun
dengan tangan untuk memungkinkan melakukan gerakan dasar berikutnya.
Hal-hal yang mempengaruhi lamanya gerakan ini adalah mudah sulitnya
dipegang, bercampur tidaknya dengan obyek lain, bentuk obyek dan lain-
lain.
5. Melepas (RL)

50
Melepas adalah gerakan dasar penguasaan atas obyek dengan jari atau
tangan.
6. Lepas Rakit (D)
Lepas rakit adalah gerakan dasar untuk memisahkan suatu obyek dari
obyek lainnya, dua hal yang mempengaruhinya adalah mudah sulitnya
dipindahkan serta mudah sulitnya dipegang.
7. Gerakan Mata (E)
Umumnya gerakan mata tidak mempengaruhi waktu gerakan, kecuali bila
gerakan diarahkan oleh mata.
2.2.3 Peta-Peta Kerja
Peta-peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa
mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu
Metode kerja. Jadi peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan
secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini juga kita
bisa melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja
dari mulai masuk ke pabrik (berbentuk bahan baku); kemudian menggambarkan
semua langkah yang dialaminya, seperti: transportasi, operasi mesin, pemeriksaan
dan perakitan; sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau
merupakan bagian dari suatu produk lengkap. Dengan demikian, peta ini
merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga
mempermudah dalam perencanaan perbaikan kerja (Sutalaksana, Anggawisastra,
dan Tjakraatmadja, 2006: hal 13).
Menurut catatan sejarah, peta-peta kerja yang ada sekarang ini
dikembangkan oleh Gilberth. Pada saat itu untuk membentuk suatu peta kerja,
Gilberth mengusulkan 40 buah lambang yang bisa digunakan. Kemudian pada
tahun berikutnya jumlah lambang-lambang tersebut disederhanakan menjadi 6
macam, yaitu :
OPERASI
Adalah suatu kegiatan operasi yang terjadi apabila benda kerja mengalami
perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi, mengambil informasi maupun
memberikan informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi.Operasi

51
merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses. Dan biasanya
terjadi pada suatu mesin atau suatu stasiun kerja, contohnya:
 Pekerjaaan menyerut kayu dengan mesin serut.
 Pekerjaan mengeraskan logam.
 Pekerjaan merakit.
Dalam prakteknya, lambang ini juga bisa digunakan untuk menyatakan
aktivitas administrasi misalnya aktivitas perencanaan atau perhitungan.
PEMERIKSAAN
Adalah suatu kegiatan pemeriksaan yang terjadi apabila benda kerja atau
peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk kualitas maupun kuantitas.
Lambang ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek
atau membandingkan objek tertentu dengan suatu standar. Suatu pemeriksaan
tidak menjuruskan bahan ke arah menjadi suatu barang jadi, contohnya :
 Mengukur dimensi benda.
 Memeriksa warna benda.
 Membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin uap.
TRANSPORTASI
Adalah suatu kegiatan transportasi yang terjadi apabila benda kerja,
pekerja atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan
bagian dari suatu operasi, contohnya :
 Benda kerja diangkut dari mesin bubut ketempat mesin scrap untuk
mengalami operasi berikutnya.
 Suatu objek dipindahkan dari lantai bawah ke lantai atas lewat elevator.
Suatu pergerakan yang merupakan bagian dari operasi atau disebabkan
oleh petugas pada tempat kerja sewaktu operasi atau pemeriksaan berlangsung
bukanlah merupakan transportasi.
Contoh:
Keramik yang mengalami operasi pemanasan sambil bergerak diatas ban berjalan
merupakan kegiatan operasi, walaupun keramik tersebut mengalami perpindahan
tempat tetapi perpindahan tersebut merupakan bagian dari kegiatan pemanasan.
MENUNGGU

52
Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan
tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu (biasanya sebentar). Kejadian
ini menunjukkan bahwa suatu objek ditinggalkan untuk sementara tanpa
pencatatan sampai diperlukan kembali, contohnya:
 Objek menunggu untuk diproses atau diperiksa.
 Peti menunggu untuk dibongkar.
 Bahan menunggu untuk diangkat ke tempat lain.
PENYIMPANAN
Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka
waktu yang cukup lama. Jika benda tersebut akan diambil Kembali biasanya
memerlukan suatu prosedur perijinan tertentu. Lambang ini digunakan untuk
menyatakan suatu objek yang mengalami penyimpanan permanen, yaitu ditahan
atau dilindungi terhadap pengeluaran tanpa ijin tertentu. Prosedur perijinan dan
lamanya waktu adalah dua hal yang membedakan antara kegiatan menunggu dan
penyimpanan, contohnya:
 Dokumen-dokumen atau catatan-catatan disimpan dalam brankas.
 Bahan baku disimpan dalam gudang.
Selain kelima lambang standar diatas, kita bisa menggunakan lambang lain
apabila merasa perlu untuk mencatat suatu aktivitas yang memang terjadi selama
proses berlangsung dan tidak terungkap oleh lambang-lambang tadi.
Aktivitas gabungan
Adalah kegiatan yang terjadi apabila antar aktivitas operasi dan
pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
2.2.4 Macam-Macam Peta-Peta Kerja
Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang ini bisa dibagi dalam dua
kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu:
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja
keseluruhan.
 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart/ OPC)
 Peta Aliran Proses (Flow Proces Chart/FPC)
 Peta Proses Kelompok Kerja (Work Group Process Chart)
 Diagram Alir (Flow Diagram)

53
2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja
setempat.
 Peta Pekerja dan Mesin.
 Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
1. Peta-Peta Kerja Yang Digunakan Untuk Menganalisa Kegiatan Kerja
Keseluruhan
a. Peta Perakitan (Assembling Chart)
Yaitu suatu pernyataan grafis dari suatu siklus dimana bagian dan sub
bagian produk dirakit menjadi produk akhir. Peta ini sangat membantu dalam
memahami beberapa hal penting (Mundel, hal 137), antara lain :
a. Komponen apa saja yang membentuk produk.
b. Bagaimana komponen/bagian-bagian tersebut tersusun bersama.
c. Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan bagian.
d. Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan.
e. Keterkaitan antar bagian/komponen dengan rakitan bagian.
f. Penggambaran menyeluruh dari proses perakitan.
g. Urutan waktu komponen bergabung bersama.
h. Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan

54
Contoh Peta Perakitan :

Gambar 2. 13 Peta Perakitan


b. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart / OPC)
Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan (bahan-bahan) baku mengenai
urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk
jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang
diperlukan untuk analisa lebih lanjut seperti: waktu yang dihabiskan, material
yang digunakan dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu
Peta Proses Operasi, yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan
pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan.
(Sutalaksana, Anggawisastra, dan Tjakraatmadja, 2006: 21). Dengan adanya
informasi-informasi yang biasa dicatat melalui Peta Proses Operasi, kita bisa
memperoleh banyak manfaat, diantaranya :
a. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
b. Bisa memperkirakan kebutuhan bahan baku (dengan memperhitungkan
efisiensi di tiap operasi)
c. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
e. Sebagai alat untuk latihan kerja.

55
Contoh Peta Proses Operasi :

Gambar 2. 14 Peta Proses Operasi


c. Peta Aliran Proses (Flow Process Chart / FPC)
Peta Aliran Proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan
dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi
selama suatu proses atau prosedur berlangsung, serta di dalamnya memuat pula
informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa seperi waktu yang dibutuhkan
dan jarak perpindahan. Waktu biasanya dinyatakan dalam jam dan jarak
perpindahan biasanya dinyatakan dalam meter, walaupun hal ini tidak terlampau
mengikat. (Sutalaksana, Anggawisastra, dan Tjakraatmadja, 2006: 28). Secara
lebih terperinci dapat diuraikan kegunaan umum dari suatu Peta Aliran Proses,
sebagai berikut :
a. Bisa digunakan untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang mulai
dari awal masuk dalam suatu proses atau prosedur sampai aktivitas
terakhir.

56
b. Peta ini bisa memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu
proses atau prosedur.
c. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan
atau dilakukan oleh orang selama proses atau prosedur berlangsung.
d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metode
kerja.
e. Khusus untuk peta yang hanya menggambarkan aliran yang dialami oleh
suatu komponen atau satu orang, secara lebih lengkap, maka peta ini
merupakan suatu alat yang akan mempermudah proses analisa untuk
mengetahui tempat-tempat dimana terjadi ketidakefisienan atau terjadi
ketidaksempurnaan pekerjaan, sehingga dengan sendirinya dapat
digunakan untuk menghilangkan ongkos-ongkos yang tersembunyi.
Contoh Peta Aliran Proses :

c
Gambar 2. 15 Peta Aliran Proses
d. Peta Proses Kelompok Kerja (Work Group Process Chart)
Peta Proses Kelompok Kerja digunakan untuk menunjukkan beberapa
aktifitas dari sekelompok orang yang bekerja bersama-sama dalam suatu proses
atau prosedur kerja, dimana satu aktifitas dengan aktifitas lainnya saling
bergantung, artinya suatu hasil kerja secara kelompok dapat berhasil, jika setiap
aktifitas dari anggota kelompok tersebut berlangsung dengan lancar. Karena

57
adanya ketergantungan tiap aktifitas ini, maka dalam Peta Proses Kelompok Kerja
biasanya banyak dijumpai lambang-lambang kelambatan (menunggu = D), yang
menunjukkan bahwa suatu aktifitas sedang menunggu aktifitas lainnya.
(Sutalaksana, Anggawisastra, dan Tjakraatmadja, 2006: 32).
Tujuan utama yang harus dianalisa dari kelompok kerja ini adalah kita
harus bisa meminimumkan waktu menunggu (delay) ini. Dengan berkurangnya
waktu menunggu berarti kita bisa mencapai tujuan lain yang lebih nyata
diantaranya:
a. Bisa mengurangi ongkos produksi atau proses.
b. Bisa mempercepat waktu penyelesaian produksi atau proses.
Keuntungan-keuntungan di atas bisa dicapai seteleh kita melakukan
analisa yang teliti.
e. Diagram Alir (Flow Diagram)
Diagram Alir adalah suatu gambaran menurut skala dari susunan lantai
dan gedung, yang menunjukkan lokasi dari semua aktivitasyang terjadi dalam
Peta Aliran Proses. Aktivitas yang berarti pergerakan suatu material atau orang
dari suatu tempat ketempat berikutnya, dinyatakan oleh garis aliran dalam
diagram tersebut. Arah aliran digambarkan oleh anak panah kecil pada garis aliran
tersebut. (Sutalaksana, Anggawisastra, dan Tjakraatmadja, 2006: 39). Secara lebih
lengkap, kegunaan suatu diagram aliran dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Lebih memperjelas suatu Peta Aliran Proses, apalagi jika arah aliran
merupakan faktor yang penting.
b. Menolong dalam perbaikan tata letak tempat kerja.
Contoh Diagram Alir:

58
Gambar 2. 16 Diagram Alir
f. Peta-Peta Kerja yang Digunakan untuk Menganalisa Kegiatan Kerja
Setempat
A. Peta Pekerja dan Mesin
Peta pekerja dan mesin merupakan suatu grafik yang menggambarkan
koordinasi antara waktu bekerja dan waktu menganggur dari kombinasi
antara pekerja dan mesin. Dengan demikian, peta ini merupakan alat yang
baik digunakan untuk mengurangi waktu menganggur. (Sutalaksana, hal 41).
Informasi paling penting yang diperoleh melalui peta kerja dan mesin ialah
hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin
yang ditanganinya. Dengan informasi ini maka kita mempunyai data yang
baik untuk melakukan penyelidikan, penganalisaan dan perbaikan suatu pusat
kerja sedemikian rupa sehingga efektivitas penggunaan pekerja dan atau
mesin bisa ditingkatkan, dan tentunya keseimbangan kerja antara pekerja dan
mesin bisa lebih diperbaiki. Peningkatan efektifitas penggunaan dan
perbaikan keseimbangan kerja tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan
cara:
 Merubah tata letak tempat kerja.
 Mengatur Kembali gerakan-gerakan kerja.
 Merancang Kembali mesin dan peralatan.

59
 Menambah pekerja bagi sebuah mesin atau sebaliknya, menambah mesin
bagi seorang pekerja.
Contoh Peta Pekerja Dan Mesin:

Gambar 2. 17 Peta Pekerja Dan Mesin


Keterangan:
= Menunjukkan kerja tak bergantung (independent)
= Menunjukkan waktu menganggur
= Menunjukkan kerja kombinasi
B. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Peta tangan kiri dan tangan kanan merupakan suatu alat dari studi
gerakan untuk menemukan gerakan-gerakan yang efisien, yaitu gerakan-
gerakan yang memang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu
menganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan, juga
menunjukkan perbandingan antara tugas yang dibebankan pada tangan kiri
dan tangan kanan ketika melakukan suatu pekerjaan. Pada dasarnya, peta
tangan kiri dan tangan kanan berguna untuk memperbaiki suatu statsiun
kerja. Sebagaimana peta-peta yang lain, peta inipun mempunyai kegunaan
yang lebih khusus, diantaranya :
 Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan.

60
 Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan
tidak produktif, sehingga mempersingkat waktu kerja.
 Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja.
 Sebagai alat untuk melatih pekerjaan baru, dengan cara kerja yang ideal.
2.3 Antropometri
Istilah antropometri berasal dari "anthro" yang berarti manusia dan "metri"
yang berarti ukuran. Secara definitive antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia khususnya
dimensi tubuh dan aplikasi yang menyangkut geometri fisik, massa, dan kekuatan
tubuh manusia. Permasalahan variasi dimensi antropometri seringkali menjadi
faktor dalam menghasilkan rancangan yang "fit" untuk pengguna. Antropometri
dibagi kedalam 2 bagian, yaitu:
1. Antropometri Statis. Antropometri statis lebih berhubungan dengan
pengukuran ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan statis (diam) yang
distandarkan. Dimensi yang diukur pada antropometri statis diambil secara
linier (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh pada saat diam.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia. di
antaranya: Umur, Jenis Kelamin, Suku Bangsa, Pekerjaan.
2. Antropometri Dinamis. Antropometri dinamis lebih berhubungan dengan
pengukuran ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan dinamis, dimana
dimensi tubuh yang diukur dilakukan dalam berbagai posisi tubuh ketika
sedang bergerak sehingga lebih kompleks dan sulit dilakukan. Terdapat
tiga kelas pengukuran dinamis, yaitu :
a. Pengukuran tingkat keterampilan sebagi pendekatan untuk mengerti
keadaan mekanis dari suatu aktivitas. Contoh: dalam mempelajari
performansi atlit.
b. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat bekerja. Contoh :
jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja,
yang dilakukan pada saat berdiri atau duduk.
c. Pengukuran variabilitas kerja. Contoh : analisis kemampuan jari-jari
tangan dari seorang juru ketik atau operator komputer.

61
Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang
tepat berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan memakai
produk tersebut, dalam hal ini kegiatan perancangan peralatan kerja ini harus
mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dan populasi terbesar yang akan
menggunakan produk hasil rancangan tersebut.
2.3.1.1 Antropometri dan Aplikasi dalam Perancangan Fasilitas Kerja
Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar dsb),
berat dan lain-lain yang berbeda satu sama lainnya. Antropometri secara luas akan
digunakan sebagai pertimbangan ergonomi dalam proses perancangan produk
maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia.
Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas
antara lain dalam hal:
1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dll)
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools)
dan sebagainya.
3. Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja komputer dan
sebagainya.
4. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan
menemukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk
yang dirancang yang akan mengoperasikan atau menggunakan produk tersebut.
Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan
dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil
rancangan. tersebut. Secara umum sekurang-kurangnya 90-95% dari populasi
yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu
menggunakan dengan selayaknya. Dalam beberapa kasus tertentu ada beberapa
produk yang dirancang fleksibel, misalnya kursi mobil, dapat digerakan maju
mundur dan sudut sandarnya bisa dirubah untuk menciptakan posisi nyaman.
Rancangan produk yang dapat diatur secara fleksibel jelas memberikan
kemungkinan lebih besar bahwa produk tersebut akan mampu digunakan oleh
setiap orang meskipun ukuran tubuh mereka berbeda-beda.

62
Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi
dimensi tubuh tertentu jarang sekali dapat mengakomodasikan seluruh range
ukuran tubuh dari populasi yang akan menggunakannya. Kemampuan
penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan suatu prasyarat yang amat
penting dalam proses perancangannya terutama produk-produk yang berorientasi
ekspor.
2.3.1.2 Data Antropometri dan Cara Pengukurannya
Salah satu faktor pembatas kinerja tenaga kerja adalah tiadanya keserasian
ukuran, bentuk sarana dan prasarana kerja terhadap tenaga kerja. Guna mengatasi
keadaan tersebut diperlukan data antropometri tenaga kerja sebagai acuan dasar
disain sarana dan prasarana kerja. Antropometri sebagai salah satu disiplin ilmu
yang digunakan dalam ergonomi memegang peranan utama dalam rancang
bangun sarana dan prasarana kerja. Data Antropometri digunakan untuk macam-
macam keper-luan. Pada kedokteran kehakiman, salah satu fungsi antro-pometri
adalah untuk identifikasi. Di sektor ketenaga kerjaan peranan antropometri cukup
dominan dalam menentukan efektifitas dan efisiensi peralatan dan fasilitas kerja.
Bagi seorang ahli ergonomi, antropometri merupakan salah satu perangkat untuk
mendapatkan hasil akhir berupa hubungan yang harmonis antara manusia dan
peralatan kerja. Dikenal dua macam antropometri, yakni antropometri statis dan
antropometri dinamis. Pada umumnya berkaitan dengan rancang bangun sarana
dan prasarana kerja cukup digunakan data-data antropometri statis. Dimensi tubuh
manusia sangat bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya, antara laki-laki
dan perempuan dan antara beberapa suku bangsa
Manusia pada umumnya berbeda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran
tubuhnya. Disini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh
manusia sehingga semestinya seorang perancang produk harus rnemperhatikan
faktor-faktor tersebut, antara lain :
1. Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar,
seiring dengan bertambahnya umur, menurut penelitian yang dilakukan
oleh A.F. Roche dan G.H Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan

63
bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia
21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun.
2. Jenis kelamin (sex)
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan
dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti
pinggul dsh.
2. Suku bangsa (ethnic)
Setiap suku bangsa akan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan
lainnya. Variasi dimensi akan terjadi, karena pengaruh etnis.
3. Posisi tubuh
Posisi tubuh (postur) akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh sebab
itu posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survey pengukuran.
Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran, yaitu :
 Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension) disini
tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak tetapi
tegak sempurna.
 Pengukuran dimensi fungsional tubuh (fungsional body dimension)
Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh. pada saat
berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan
kegiatan yang harus diselesaikan.
4. Pakaian
Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh
bervariasinya iklim/musim yang berbeda dari suatu tempat ke tempat yang
lainnya terutama untuk daerah dengan empat musim. Misalnya pada waktu
musim dingin manusia akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan
ukuran yang relatif lebih besar. Ataupun untuk para pekerja
dipertambangan lepas pantai, pengecoran logani. Bahkan para penerbang
dan astronot pun harus punya pakaian khusus.
5. Faktor kehamilan pada wanita
Faktor ini sudah jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti
kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang

64
berkaitan dengan analisis perancangan produk (APP) dan analisis
perancangan kerja (APK).

6. Cacat tubuh secara fisik


Skala prioritas pada rancangan bangun fasilitas akomodasi untuk para
penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta
merasakan "kesamaan" dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi
didalam pelayanan untuk masyarakat. Masalah yang sering timbul
misalnya: keterbatasan jarak jangkauan, dibutuhkan ruang kaki (knee
space) untuk desain meja kerja, lorong/jalur khusus untuk kursi roda,
ruang khusus didalam lavatory, jalur khusus untuk keluar masuk
perkantoran, kampus, hotel, restoran, supermarket dan lain-lain.
2.3.1.3 Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Produk/Fasilitas
Kerja
Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya
pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar
rancangan produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan
mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil dalam aplikasi
data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan
berikut ini :
1) Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim
Disini perancangan produk dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran
produk, yaitu:
a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia. yang mengikuti klasifikasi
ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan rata-
ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain
(mayoritas dari populasi yang ada).
Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang
diaplikasikan ditetapkan dengan cara:

65
a. Untuk dimensi minimum harus ditetapkan dari suatu rancangan
produk umumnya didasarkan pada nilai persentil terbesar, seperti 90,
95, 99. contoh pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran
minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.
b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan
nilai persentil yang paling rendah (persentil 1, 5, 10) dari distribusi
data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan sebagai contoh dalam
penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus
dioperasikan oleh seorang pekerja.
Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk
ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 5 untuk
dimensi maksimurn dan 95 untuk dimensi minimumnya.
2) Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antara rentang
ukuran tertentu.
Disini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagi macam ukuran
tubuh. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel
semacam ini, maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah
dalam rentang nilai persentil 5-95.
3) Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran
manusia (persentil 50). Tentu saja prinsip ini memiliki banyak kekurangan
karena hanya bisa digunakan oleh 50 persen populasi walaupun dapat
menghemat bahan baku. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru
sedikit sekali mereka yang berada dalam ukuran rata-rata. Disini produk
dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran rata-rata, sedangkan
bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan
tersendiri.
Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang akan diperlukan dalam
proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa
saran atau rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-
langkah seperti berikut:

66
a) Pertama kali terlebih dahulu menetapkan anggota tubuh yang
nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.
b) Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan
tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus
menggunakan data structural body dimension atau fungsional body
dimension.
c) Tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan
dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini
lazim dikenal sebagai market segmentation, seperti produk mainan
untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita dll.
d) Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti, apakah rancangan
tersebut untuk ukuran indivisual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksibel atau ukuran rata-rata.
e) Pilih prosentasi populasi yang harus diikuti ; 90, 95, 99 ataukah nilai
persentil lain yang dikehendaki.
f) Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya
pilih atau tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang
sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran
(allowness) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat
faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator,
pemakaian sarung tangan dll.

67
2.3.1.4 Dimensi Tubuh Antropometri

Gambar 2. 18 Antropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya

Tabel 2.10 Antropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya


No Dimensi Tubuh Lanbang No Dimensi Tubuh Lambang
1 Tinggi Badan Tegak TBT 19 Rentang Tangan RT
2 Tinggi Mata Berdiri TMB 20 Tinggi Jangkauan Tangan TJT
3 Tinggi Bahu Berdiri TBB 21 Jangkauan Tangan ke Depan JTD
4 Tinggi Siku Berdiri TSB 22 Tangan Lantai TL
5.1 Tinggi Duduk Tegak TDT 23 Lingkar Pinggul LP
5.2 Tinggi Duduk Normal TDN 24 Panjang Sandaran PS
6 Tinggi Mata Duduk TMD 25 Tinggi Pinggang Berdiri TPB
7 Tinggi Bahu Duduk TBD 26 Bahu ke Kepala BK
8 Tinggi Siku Duduk TSD 27 Bahu ke Pangkal Kaki BPK
9 Tinggi Paha TIP 28 Pangkal Kaki ke Lutut PKL
10 Pantat ke Lutut PL 29 Bahu ke Siku BS
11 Pantat Popliteal PPL 30 Siku ke Lantai SL
12 Lutut ke Lantai LL 31 Pantat ke Perut PP
13 Tinggi Popliteal TIP 32 Punggung ke Dada PD
14 Lebar Bahu LBH 33 Siku ke Siku SS
15 Lebar Pinggul LEP 34 Lebar Sandaran Duduk LSD
16 Lingkar Pinggang LPG 35 Tinggi Siku Istirahat TSI
17 Lingkar Dada LD 36 Tinggi Sandaran TS
18 Siku Tangan ST 37 Tinggi Pinggang Duduk TPD
19 Rentang Tangan RT 38 Lebar Pinggang LEPG

68
Gambar 2. 19 Antropometri Tangan

Berikut adalah tabel antropometri tangan seperti pada tabel 2.11.


Tabel 2.11 Antropometri Tangan
No Dimensi Tubuh Lambang
1 Panjang Tangan PT
2 Panjang Telapak Tangan PTT
3 Panjang Ibu Jari (Jempol) PIJ
4 Panjang Jari Telunjuk PJT
5 Panjang Jari Tengah PJTH
6 Panjang Jari Manis PJM
7 Panjang Jari Kelingking PJK
8 Lebar Telapak Tangan LTT
9 Lebar Jari 2345 LJ-2345
10 Lingkar Pergelangan Tangan LPT

Gambar 2. 20 Antropometri Kepala


Berikut adalah tabel antropometri kepala seperti pada Tabel 2.14.

69
Tabel 2.12 Antropometri Kepala
Lamban
No Dimensi Tubuh No Dimensi Tubuh Lambang
g
Mata ke
1 Lebar Kepala LK 8 MBK
Belakang Kepala
Diameter Maximum dari Antara Dua Pupil
2 DMD 9 ADPM
Dagu Mata
Hidung ke
3 Dagu ke Puncak Kepala DPK 10 HPK
Puncak Kepala
Hidung ke
4 Telinga ke Belakang Kepala TP 11 HBK
Belakang Kepala
Mulut ke Puncak
5 Telnga ke Belakang Kepala TBK 12 MUPK
Kepala
6 Antara Dua Telinga ADT 13 Lebar Mulut LM
7 Mata ke Puncak Kepala MPK 14 Lingkar Kepala LK

Gambar 2. 21 Antropometri Kaki

Tabel 2.13 Antropometri Kaki


No Dimensi Tubuh Lambang
1 Panjang Telapak Kaki PTK
2 Panjang telapak Lengan Kaki PTLK
3 Panjang Kaki Sampai Jari Kelingking PKSJK
4 Lebar Kaki LEK
5 Lebar Tangkai Kaki LTK
6 Mata Kaki ke Lantai MKL
7 Tinggi Bagian Tengah Telapak Kaki TBTTK

70
8 Jarak Horizontal Tangkai Kaki JHTK
2.3.1.5 Metode Perancangan dengan Antropometri (Anthropometri Methods)
Tahapan perancangan sistem kerja menyangkut work space design dengan
memperhatikan faktor antropometri secara umum adalah sebagai berikut (Roebuk,
1995) :
1. Menentukan kebutuhan perancangan dan kebutuhannya (establish
requirement)
2. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai
3. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya
4. Penentuan kebutuhan data ( dimensi tubuh yang akan diambil)
5. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan pemilihan
persentil yang akan dipakai
6. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai
7. Pengambilan data
8. Pengolahan data
1. Uji keseragaman data
 Tentukan jumlah seluruh data ( ∑x)
 Tentukan rata-rata sebenarnya dengan rumus :

;
Ket : Xi = Data antropometri
N = Banyaknya data
 Tentukan standar deviasi dengan rumus :

 Hitung batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dengan rumus:

BKA/BKB =

1. Uji Kecukupan Data


 Untuk data yang belum normal

71

Untuk data dimensi tubuh yang sudah diasumsikan normal

 Kesalahan standar (standar error)


 Rata-rata yang akan diukur
X = X ±1,96 Sx
 Hasil subtitusi di atas :
N = 38400
Kesalahan standar (Standard Error) untuk persentil yang umum
dipakai dijadikan sebagai standar error rata-rata, di antaranya yaitu:
 Untuk 10 dan 90 persentil dipakai 1,7 Sx
 Untuk 50 dan 95 persentil dipakai 2,1 Sx
 Untuk 01 dan 99 persentil dipakai 3,7 Sx
Misalkan untuk tingkat ketelitian 1% pada 01 dan 99 persentil, maka
ukuran sampel diperkirakan dari :
N’ = (3,7)2 N
2. Uji kenormalan data
 Tentukan jumlah kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n
 Tentukan Rentang Kelas (R)
R = data maksimum – data minimum
 Tentukan Panjang kelas interval (I)
I =R/k
Menghitung Nilai Z1 dan Z2
Batas.bawah .kelas.boundaris− X̄
Z 1=
stan dar .deviasi
 Tentukan luas kurva

72
P(Z1<Z<Z2)
 Tentukan Nilai ei
Menghitung X 2 hitung
Hipotesis
1. H0 : X 2 tabel > X 2 hitung (Data berdistribusi normal)
2. H1 : X 2 tabel < X 2 hitung (Data tidak berdistribusi normal)
3. α : 0,05
4. Daerah kritis : X 2 tabel > X 2 hitung
Dimana X 2 tabel dapat dilihat pada buku Walpole / myers rabel L 5
(Nilai kritis distribusi chi-kuadrat) halaman 1158.
Derajat Kebebasan V = k – 1 = 9 – 1 = 8
X 2 tabel = X 2 (0,09)(8) = 13,697
5. Perhitungan :
2
( fi−ei)
∑ ei
X 2 hitung =
Apabila X 2
tabel < X 2
hitung maka dapat dikatakan tidak berdistribusi
normal, sedangkan jika X 2
tabel > X 2
hitung maka dapat dikatakan
berdistribusi normal.
3. Perhitungan persentil data (persentil kecil, rata-rata dan besar)
 Rumus persentil untuk data normal

P5 =

P50 =

P95 =
 Rumus persentil untuk data tidak normal

4. Visualisasi rancangan dengan memperhatikan:


 Posisi tubuh secara normal
 Kelonggaran (pakaian dan ruang)

73
 Variasi gerak
1. Analisis hasil rancangan
2.4 Lingkungan Fisik Kerja
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja
dan yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan dan lain-lain. Dengan
memperhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang
mampu memberikan motivasi untuk bekerja, sehingga akan membawa pengaruh
terhadap semangat karyawan dalam bekerja. Lingkungan kerja yang kondusif
akan memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja
dengan seoptimal mungkin (Danang Sunyoto, 2015).
2.4.1 Tata Letak Fasilitas
Perancangan fasilitas yang umumnya digambarkan sebagai rencana lantai
merupakan suatu susunan fasilitas, fisik untuk mengoptimalkan hubungan antara
manusia, aliran barang, aliran informasi, dan tata cara yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Dalam hal ini tujuannya adalah memperoleh hasil rancangan
sistem kerja yang baik.
Tujuan perancangan fasilitas untuk memudahkan proses, memelihara
keluwesan susunan fasilitas, menghemat pemakaian ruang dan memberikan
kemudahan, keselamatan dan kenyamanan dalam melakukan aktivitas. Jadi tujuan
perancangan fasilitas secara umum adalah untuk meningkatkan efisiensi serta
efektivitas suatu proses atau aktivitas.
Prinsip-prinsip perancangan tata letak fasilitas adalah :
1. Prinsip penggunaan ruangan secara optimal: tata letak yang baik adalah
yang dapat menggunakan luas ruang seefektif mungkin.
2. Prinsip aliran kerja: aliran kerja diatur sedemikian rupa yang dapat
memungkinkan pergerakan orang dan barang tidak mengalami hambatan.
3. Prinsip minimasi jarak perpindahan: prinsip ini dapat mengefisienkan
waktu transportasi manusia.maupun barang.
4. Prinsip kepuasan dan kesamaan kerja: tata letak fasilitas yang baik diatur
dengan mempertimbangkan adanya kesamaan pekerjaan (pengelompokkan

74
fasilitas dan ruang berdasarkan kesamaan pekerjaan pada satu ruangan)
dan menimbulkan kepuasan, kenyamanan serta keamanan bagi pekerja.
5. Prinsip integrasi total: tata letak fasilitas dapat
mengintegrasikan/menyatukan manusia, alat, bahan, metoda, mesin dan
ruang sedemikian rupa, sehingga menghasilkan kompromi yang harmonis.
6. Prinsip keluwesan: tata letak tersebut telah mempertimbangkan faktor
penyesuaian dan kelonggaran untuk manusia, mesin, dan kemungkinan
pengembangan masa datang.
2.4.2 Tata Letak Fasilitas Mempengaruhi Lingkungan Kerja Fisik
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh pada proses perencanaan tata
letak fasilitas pada praktikum ini adalah temperatur udara, tingkat kebisingan,
kadar kelembaban, tingkat penerangan rungan, dan kadar debu ruangan. .
A. Temperatur dan Kelembaban Ruangan
Temperatur ruang dan kelembaban dapat mempengaruhi kenyamanan
pekerja. Suhu yang tinggi akan diiringi oleh peningkatan kadar kelembaban
sehingga pekerja lebih cepat merasa lelah. Ticheur telah menyelidiki pengaruh
temperatur terhadap produktivitas para pekerja penenunan kapas, yang
menyimpulkan bahwa tingkat produksi paling tinggi dicapai pada kondisi
temperatur antara 24˚ C - 27˚ C.
Tabel 2.14 Beberapa Harga Temperatur dan pengaruh Terhadap Kondisi Tubuh
Temperatur Pengaruh
10 º C Kekakuan fisik yang ekstrim mulai muncul
24º C kondisi optimum
Aktifitas mental dan daya tangkap menurun, mulai
29.5º C membuat kesalahan dalam pekerjaan dan timbul
kelelahan fisik
Temperature yang dapat ditahan sekitar 1 jam tetapi
49º C
jauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental
B. Penerangan atau Pencahayaan Ruangan
Pada penerangan atau pencahayaan ini terbagi atas dua yaitu Pencahayaan
Alami Siang hari dan Pencahayaan Buatan.
A. Pencahayaan Alami Siang Hari (PASH)

75
Terang Langit untuk pencahayaan alami ini dimana cahaya matahari yang
langsung tidak dihendaki masuk kedalam ruangan. Di dalam langit perancangan
ini adanya variabilitas keadaan langit yang sangat besar, diperlukan beberapa
syarat yang harus dipenuhi oleh keadaan langit untuk dipilih sebagai langit
perancangan, di antaranya bahwa langit yang demikian sering dijumpai. Untuk
Indonesia sebagai langit perancangan ditetapkan:
1. Langit biru tanpa awan, atau
2. Langit yang seluruhnya tertutup oleh awan abu-abu putih
Langit perancangan ini memberikan tingkat pencahayaan minimum pada
titik-titik di bidang datar di lapangan terbuka sebesar 10000 lux. Pencahayaan
Alami pada Siang Hari (PASH) yang merupakan performansi lubang cahaya pada
ruangan tersebut. Dimana tingkat pencahayaan pada suatu titik yang mendapatkan
cahaya alami melalui lubang cahaya merupakan akumulasi dari cahaya langit
langsung dan cahaya pantulan. Oleh karena itu, Faktor pencahayaan terdiri dari
tiga komponen, yaitu:
1. Komponen Langit (Faktor Langit/ FL) yaitu komponen pencahayaan
langsung dari langit.
2. Komponen Refleksi Luar (Faktor Refleksi Luar/ FRL) yaitu komponen
pencahayaan yang berasal dari pantulan permukaan yang berada diluar
bangunan.
3. Komponen Refleksi Dalam (Faktor Refleksi Dalam/ FRD) yaitu
komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan
di dalam ruangan.
Gambar di bawah ini menjelaskan faktor-faktor pencahayaan di atas:

76
Gambar 2. 22 Komponen-Komponen Faktor Pencahayaan dalam Suatu Ruangan
Keterangan:
1. Faktor Langit (FL)
2. Faktor Refleksi Luar (FRL)
3. Faktor Refleksi Dalam (FRD)
Karena FRL dan FRD mempunyai harga yang relatif kecil dan diperlukan
perhitungan yang cukup panjang untuk mendapatkannya, maka dalam kenyatakan
sehari-hari kedua komponen refleksi ini sering tidak diperhitungkan dalam
perancangan. Dengan demikian faktor langit lebih sering digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan letak dan ukuran lubang cahaya sebuah ruangan.
Faktor Langit, suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu ruangan adalah angka
perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari langit di bidang tersebut dengan
tingkat pencahayaan oleh terang langit pada bidang datar di lapangan terbuka,
pada saat yang bersamaan. Angka ini (dinyatakan dalam %) yang merupakan
suatu angka karakteristik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan
PASH di dalam suatu ruangan.
Besar kecilnya harga FL ini tergantung pada letak dan ukuran lubang
cahaya serta ada tidaknya penghalang (baik karena adanya bangunan/benda yang
berada di luar bangunan maupun bagian dari lubang cahaya itu sendiri. misalnya
adanya overhang/sirip). Dengan demikian dikenal suatu istilah lubang cahaya
efektif, yaitu bagian dari lubang cahaya dimana suatu titik dapat 'melihat' langit
secara langsung.

77
Persyaratan besarnya FL untuk suatu berbeda-beda sesuai dengan fungsi
ruangan atau bangunan tersebut. Sebagai contoh berikut ini adalah syarat teknis
besarnya faktor langit untuk bangunan sekolah.
Tabel 2.15 FLmin pada TUU dan TUS untuk Bangunan Sekolah
No Jenis Ruangan FL di TUU (%) FL di TUS (%)
1 R. Kelas Biasa 0.35 d 0.20 d
2 R. Kelas Khusus 0.45 d 0.20 d
3 Laboratorium 0.35 d 0.20 d
4 Bengkel 0.25 d 0.20 d
5 R. Olahraga 0.25 d 0.20 d
6 Kantor 0.35 d 0.15 d
7 Dapur 0.20 d 0.20 d
Keterangan :
TUU = Titik Ukur Utama
TUS = Titik Ukur Samping
d = jarak antara bidang cahaya dengan dinding di seberangnya
Titik ukur adalah titik pad bidang kerja didalam ruangan yang keadaan
pencahayaan merupakan indikator keadaan pencahayaan alami siang hari untuk
ruangan tersebut. Ada dua macam titik ukur yaitu Titik Ukur Utama (TUU) dan
Titik Ukur Samping (TUS) yang letaknya di dalam ruangan adalah sebagai
berikut:
1. Titik Ukur Utama (TUU)
a. Pada bidang kerja (bidang sejajar lantai dengan ketinggian 75 cm dari
lantai)
b. Berjarak 1/3 d dari bidang lubang cahaya, dimana d adalah jarak
bidang lubang cahaya dengan dinding di seberangnya.
c. Terletak di antara kedua dinding samping.
2. Titik Ukur Samping (TUS)
a. Pada bidang kerja (bidang sejajar lantai dengan ketinggian 75 cm dari
lantai)
b. Berjarak 1/3 d dari bidang lubang cahaya, dimana d adalah jarak
antara, bidang lubang cahaya dengan dinding di seberangnya,

78
c. Berjarak 50 cm dari kedua dinding samping

Gambar 2. 23 Denah Pencahayaan Alami


Catatan : Apabila d ≤ 6 meter, maka 1/3 d = 2 meter
B. Perancangan Pencahayaan Buatan
Persyaratan-persyaratan dalam sistem tata cahaya suatu bangunan atau
ruangan mencakup tiga aspek, yaitu:
1. Tugas visual.
2. Kenyamanan visual.
3. Penampilan dan suasana ruangan yang ingin ditampilkan,
Terminologi tugas visual diartikan sebagai apa yang harus dilihat dalam
arti luas (dapat pula diartikan sebagai pekerjaan yang harus dilakukan). Ketiga
aspek tersebut saling bergantung satu sama lain dimana tingkat kepentingan atau
urutan prioritasnya sangat bervariasi tergantung pada aplikasinya. Pemilihan
lampu, dalam hal ini pemilihan antara jenis lampu pijar dan lampu pelepasan
listrik. Pemilihan lampu ini antara lain dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
1. Tingkat pencahayaan yang dibutuhkan/disyaratkan
2. Persyaratan efek warna (color rendering).
3. Pertimbangan struktur dan ruang (space).
4. Persyaratan khusus, misalnya bayangan, highlight.
5. Biaya awal dan biaya operasional.
Tingkat kepentingan dari faktor-faktor di atas bervariasi sesuai dengan
fungsi ruangan. Misainya, faktor 1) dan 5) sangat penting diperhatikan dalam
merancang sistem tata cahaya pada ruangan yang sangat luas dan membutuhkan
tingkat pencahayaan yang tinggi. Dalam hal ini lampu jenis pelepasan listrik lebih

79
tepat digunakan. Faktor 2) dan 4) merupakan hal yang penting untuk daerah
display (seperti etalase, ruang resepsionis, museum), dimana fleksibilitas dan
"penekanan" pada lokasi tertentu, kilauan, dan suasana santai dan menyenangkan
sangat diutamakan. Lampu jenis pijar merupakan pilihan yang tepat untak
keperluan ini.
Pemilihan sistem pencahayaan yang tersedia, untuk interior bangunan
industri dan komersil, dapat dikelompokan sebagai berikut:
a. Pencahayaan umum (general overhead).
b. Pencahayaan setempat (localised general).
c. Pencahayaan gabungan (local plus general).
Sistem a) pencahayaan umum sudah jelas. Sistem b) terutama
diaplikasikan di pabrik dimana terdapat barisan meja kerja. Barisan luminer lampu
dipasang di atas setiap barisan meja. Cahaya limpasan (spill light) dari abrisan
luminer dan cahaya pantulan pada umumnya sudah cukup untuk keperluan
pergerakan didalam ruangan. Sistem c) dapat diterapkan Pada tempat yang
memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, 1000 lux atau lebih.
Iluminasi, bekerja dalam ruang yang terang akan berbeda dengan jika kita
bekerja dalam ruang yang remang-remang cahayanya. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam iluminasi ialah: kadar cahaya, distribusi cahaya, sinar yang
menyilaukan. Pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan kejelian mata menuntut
kadar cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan dimana
penglihatan yang tajam tidak begitu diperlukan.
Pemilihan warna, erat kaitannya dengan iluminasi yaitu penggunaan warna
pada ruangan dan peralatan kerja. Warna dinding ruangan tempat kerja
berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek, warna disekitar
tempat kerja juga berpengaruh secara psikologis bagi para pekerja. Menurut
penyelidikan, setiap warna memberikan pengaruh, secara. psikologis yang
berbeda-beda terhadap manusia. Banyak orang memberikan makna yang tinggi
pada penggunaan warna atau kombinasi warna yang tepat untuk ruangan.
Beberapa manfaat dari penataan warna adalah:
a. Sebagai upaya menghindari ketegangan mata. Warna berbeda dalam
kemampuan pantulan cahayanya, seperti : Dinding yang putih

80
memantulkan cahaya lebih banyak daripada dinding dengan warna yang
gelap.
b. Alat untuk menciptakan ilusi tentang besarnya dan suhunya ruangan kerja,
yang memiliki efek psikologis, seperti :
 Ruangan.kerja yang dicat dengan warna gelap menyebabkan ruangan
terasa menjadi lebih sempit dan tertutup dari yang sebenarnya.
 Sebaliknya dinding-dinding yang berwarna muda dan terang
memberikan rasa ruangan yang lebih luas dan terbuka.
Tabel 2.16 Efek Psikologis dari Warna
Warna Efek Jarak Efek Suhu Efek Psikis
Biru Jauh Sejuk Menenangkan
Hijau Jauh Sangat sejuk Sangat menenangkan
Merah Dekat Panas Sangat mengusik
Orange Sangat dekat Sangat panas Merangsang
Kuning Dekat Sangat panas Merangsang
Coklat Sangat dekat Netral Merangsang
Lembayun Sangat dekat sejuk Angresif dan
g melesukan
Sumber: A. Munandar, Psikologi Industri, 2001 hal 4.14
Dengan adanya sifat-sifat warna tersebut, maka pengaturan warna
ruangan tempat kerja perlu diperhatikan, dalam arti luas harus disesuaikan dengan
kegiatan kerjanya.
 Perhitungan Pencahayaan Buatan
Metode Lumen, seperti telah disebutkan di atas bahwa metode Lumen
digunakan untuk menghitung jumlah luminer terpilih dan daya listrik yang
dibutuhkannya untuk menerangi ruangan tertentu. Metode ini memperhitungkan
jumlah cahaya yang diterima oleh bidang kerja yang meliputi:
a. Komponen cahaya langsung (dari luminer).
b. Komponen cahaya tidak langsung (yang berasal dari pantulan langit-
langit, dinding dan lantai).
Jumlah cahaya yang diperlukan untuk mencapai bidang kerja adalah sama
dengan perkalian antara tingkat pencahayaan rata-rata (Lux) yang disyaratkan

81
dengan luas ruangan (m). Secara matematis, hal tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut:
E = NF (UF) (LLF)/A
Dimana:
E = Tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang direkomendasikan (Lux).
N = Jumlah lampu yang dibutuhkan.
F = Fluks cahaya yang dihasilkan oleh setiap lampu. Untuk lampu pelepasan
listrik, umumnya nilai ini adalah nilai awal (100 jam) yang dituliskan pada
katalog atau kemasan lampu oleh produsen lampu tersebut (Lux / M).
UF = Utilization Faktor menunjukkan proporpi jumlah cahaya dari luminer
yang sampai pada benda kerja, baik komponen cahaya langsung dan
komponen cahaya tak langsung setelah pantulan.
LLF = Light Loss Faktor, merupakan faktor-faktor kerugian cahaya yang
disebabkan atau berasal dari kondisi lampu.
(UF)(LLF) = 0.5- 1
A = Luas ruangan (m).
Apabila besaran-besaran E, F, UF, LLF, dan A diketahui, maka jumlah
lampu N yang diperlukan dan daya listrik yang diperlukan dapat dihitung, serta
jumlah luminer yang diperlukan (dalam hal pada setiap armatur terdapat lebih dari
satu lampu) juga dapat dihitung. Selanjutnya dapat direncanakan tata letak
pemasangannya dan juga pengelompokkan penyalaannya.
Utilization Factor sering disebut juga dengan Coefficient Of Utility atau
koefisien penggunaan. KF (Koefisien Faktor) merupakan besaran dengan nilai
lebih kecil dari 1 (satu) yang dipengaruhi oleh:
a. Bentuk distribusi (intensitas) cahaya dari luminer.
b. Ukuran ruangan.
c. Koefisien refleksi cahaya permukaan ruangan.
Pada umumnya distribusi intensitas cahaya luminer dapat diklasifikasikan
menjadi distribusi langsung, semi langsung, difus, semi tidak langsung dan tidak
langsung. Yang disebut pertama akan memberikan nilai UF yang terbesar.
Sedangkan yang disebut terakhir mempunyai nilai UF yang terkecil.

82
Light Loss Factor, adakalanya disebut sebagai Maintenance Faktor, MF
(sering disebut sebagai Koefisien Depresiasi, KD), merupakan besaran yang harus
diperhitungkan dalam metode lumen karena harga E pada persamaan matematis
yang diberikan adalah tingkat pencahayaan minimum yang harus selalu dipenuhi
sepanjang waktu. Jumlah cahaya yang akan dikeluarkan lampu akan berkurang
sebagai fungsi waktu, yaitu:
1. Umur lampu, makin tua umur lampu, maka jumlah cahaya yang
dikeluarkan akan berkurang.
2. Adanya kumulasi debu pada lampu atau luminer, serta permukan ruangan
(langit-langit dan dinding).
3. Penurunan tegangan listrik yang seharusnya.
Pada umumnya untuk ruangan yang kebersihannya terpelihara dengan
baik, dalam perencanaan atau perhitungan pencahayaan buatan diambil harga
(UF)(LLF) digunakan angka 0,5.
Tingkat penerangan harus disesuaikan dengan jenis aktifitas yang
dilakukan. Langkah-langkah penentuan tingkat penerangan yang sesuai:
1. Menentukan tingkat iluminasi ideal. Nilai-nilai ini telah dibakukan dalam
berbagai literatur.
2. Menghitung tingkat penerangan ruangan yang diamati melalui kegiatan
praktikum.
3. Melakukan analisis untuk membandingkan kondisi aktual penerangan
ruangan terhadap harga iluminasi ideal yang telah baku agar dapat
menentukan teknik yang cocok untuk memperbaiki kondisi yang ada.
Berikut tingkatan pencahayaan dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2.17 Tingkat Pencahayaan


No Macam Pekerjaan Lux Contoh
1 Pencahayaan untuk 20 Iluminasi minimum
daerah yang tidak 50 Parkir dan daerah

83
terus menerus 100 sirkulasi didalam ruangan
dipergunakan Kamar tidur hotel
200 Membaca dan menulis
350 yang tidak terus menerus
Pencahayaan untuk
Pencahayaa untuk
2 bekerja didalam
400 perkantoran. Pertokoan,
ruangan
membaca dan menulis
Ruang gambar
750 Pembacaan untuk koreksi
Pencahayaan 1000 tulisan
3 setempat untuk 2000 Gambar yang sangat teliti
pekerjaan yang teliti Pekerjaan yang sangat
rinci dan presisi
C. Kebisingan
Kebisingan merupakan bunyi yang dihasilkan oleh suatu objek (dari luar
maupun dalam sistem kerja). Gelombang suara yang dibawa udara menggetarkan
gendang telinga dan dapat bersifat merusak jika telah mendekati ambang batas
kemampuan maksimal pendengaran manusia. Sedangkan ambang batas untuk
kebisingan adalah 85 dB. Pada nilai tersebut bisa menerima kebisingan kurang
dari 8 jam tanpa merusak pendengaran. Suara bising dapat mengalihkan perhatian
pekerja (mengganggu konsentrasi).
Kebisingan sampai pada tingkat tertentu bisa menimbulkan gangguan pada
fungsi pendengaran manusia. Resiko terbesar adalah hilangnya pendengaran
(hearing loss) secara permanen. Dan jika resiko ini terjadi (biasanya secara medis
sudah tidak dapat di atasi/"diobati"). sudah barang tentu akan mengurangi
efisiensi pekerjaan si penderita secara signifikan.
Secara umum dampak kebisingan bisa dikelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu :
1. Dampak auditorial (Auditory effects)
Dampak ini berhubungan langsung dengan fungsi (perangkat keras)
pendengaran, seperti hilangnya/berkurangnya fungsi pendengaran, suara
dering/ berfrekuensi tinggi dalam telinga.

84
2. Dampak non-auditorial (Non-auditory effects)
Dampak ini bersifat psikologis, seperti gangguan cara berkomunikasi,
kebingungan, stress, dan berkurangnya kepekaan terhadap masalah
keamanan kerja.
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa
menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : lama, intensitas, dan
frekuensinya. Makin lama telinga kita mendengarkan kebisingan, makin buruk
akibatnya bagi kita. di antaranya pendengaran yang makin berkurang.
Intensitas biasanya diukur dengan satuan desibel (dB), yang menunjukkan
besarnya arus energi per satuan luas.
Tabel 2.18 Skala Intensitas Kebisingan

Sumber : Iftikar Z Sutalakasana, hal. 86


Tingkat pembicaraan dapat dikategorikan sebagai berikut :
 Percakapan biasa : 60 - 65 dB
 Pembicara di suatu seminar : 65 - 75 dB
 Berteriak : 80 - 85 dB
Untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang
pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman
adalah sebagai berikut (formula yang telah ditetapkan oleh (OSHA):

.................................................................................... (II-18)

85
Dimana:
T = Waktu maksimum di mana pekerja boleh berhadapan dengan tingkat
kebisingan (dalam jam)
L = Tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
5 = Exchange rate
Sebagaimana halnya dengan warna, suara dapat mempengaruhi
produktivitas karyawan. Pada umumnya. karyawan lebih menyukai suasana kerja
yang nyaman sehingga bekerja dengan rasa senang. Ketika suara yang timbul
pada saat bekerja mulai mengganggu, maka suara tersebut dapat dianggap sebagai
kebisingan. Bising dinyatakan oleh Mc Cormick sebagai suara yang memiliki
hubungan informasi dengan tugas atau aktivitas yang dilaksanakan oleh yang
bersangkutan. Perusahaan perlu mengusahakan pengurangan tingkat kebisingan
untuk melindungi kesehatan.
D. Kadar Debu
Kadar debu diudara dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain iklim,
pola peredaran udara (angin) di suatu ruangan, dan lingkungan disekitar sistem
kerja lainnya. Debu yang berlebihan dapat mengganggu pernafasan dan
penglihatan sehingga akan menimbulkan penyakit yang membahayakan pekerja.
Debu memiliki beberapa ukuran yang berbeda-beda. Debu ukuran 5 - 10 mikron
akan tertahan pada jalan pernafasan bagian atas, debu berukuran 3 - 5 mikron
ditahan oleh bagian tengah pernafasan. Baku mutu debu yang diijinkan di
Indonesia adalah 0,26 mg/m, sedangkan di Amerika 2,28 mg/m.
2.4.3 Kondisi Ruangan Secara Makro dan Mikro
Kondisi lingkungan yang dapat kita amati sebelum kita memperbaikinya,
kita harus memperhatikan secara makro (luar ruangan) dan mikro (dalam
ruangan). Dibawah ini adalah tabel yang berisikan tentang standar mikro dan
makro lingkungan kerja fisik.
Tabel 2. 19 Standar Makro dan Mikro Lingkungan Kerja Fisik
No Uraian Standar Mikro Standar Makro
1 Suhu Ruangan 25°C - 26°C 40°C
2 Kelembaban 50 - 65% 30 - 40%
< 3000 (siang hari,
3 Radiasi Panas Maks 37°C
cerah, tidak berawan)

86
4 Kebisingan 45 - 50 dBA 80 - 90 dBA
5 Kecepatan Angin 0 Km/jam 10 Km/jam
6 Tekanan Udara 74 - 74,5 cm/Hg 74 - 74,5 c,/Hg
Maks 0,36 mg/m/1
7 Debu Maks 0,36 mg/m/1 jam
jam
Penerangan
8 200 - 500 Lux
Ruangan
2.4.4 Display (Alat Peraga)
Display berfungsi sebagai sistem komunikasi yang menghubungkan
fasilitas kerja maupun mesin kepada manusia (Nurmianto, 2005). Contoh dari
display diantaranya adalah jarum speedometer, jalan raya, dan peta yang
menggambarkan keadaan suatu kota. Display memiliki beberapa hal utama
sebagai instrumen yang harus diperhatikan diataranya visibility, lightning, dan
clarity (Nurmianto, 2005).
1. Tipe – tipe Display
Sehubungan dengan lingkungan, menurut para ahli display terbagi dalam
beberapa macam. Menurut Sutalaksana display terbagi menjadi dua macam
yaitu:

Gambar 2. 24 Tipe – tipe Display

87
Beberapa definisi dari peramalan antara lain :
 Peramalan merupakan perkiraan permintaan dimasa mendatang.
Peramalan dapat ditentukan dengan perhitungan matematis menggunakan
data historis, peramalan dapat dibuat secara subjektif melalui perkiraan
sumber daya informal. (Fogarty, Blackstone, Hoffmann, 1991, hal 77)
 Peramalan adalah suatu tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu
produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang
akan datang. (Biegel, 1992, hal 19)
 Peramalan adalah suatu alat bantu yang penting untuk melakukan suatu
perencanaan yang efektif dan efisien. (Makridakis, Wheelwright, McGee,
hal 3)
 Prinsip-Prinsip Peramalan
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam peramalan, yaitu :
1. Peramalan selalu melibatkan error.
2. Peramalan famili produk selalu lebih akurat daripada peramalan individu
(item).
3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka
panjang.
Jika dimungkinkan, hitung permintaan daripada meramal permintaan.
2.5 Peramalan (Forecasting)
Peramalan merupakan perkiraan permintaan dimasa mendatang.
Peramalan dapat ditentukan dengan perhitungan matematis menggunakan data
historis, peramalan dapat dibuat secara subjektif melalui perkiraan sumber daya
informal. (Fogarty, Blackstone, Hoffmann, 1991, hal 77)
2.5.1 Definisi Peramalan
Beberapa definisi dari peramalan antara lain :
 Peramalan merupakan perkiraan permintaan dimasa mendatang.
Peramalan dapat ditentukan dengan perhitungan matematis menggunakan
data historis, peramalan dapat dibuat secara subjektif melalui perkiraan
sumber daya informal. (Fogarty, Blackstone, Hoffmann, 1991, hal 77)

88
 Peramalan adalah suatu tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu
produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang
akan datang. (Biegel, 1992, hal 19)
 Peramalan adalah suatu alat bantu yang penting untuk melakukan suatu
perencanaan yang efektif dan efisien. (Makridakis, Wheelwright, McGee,
hal 3)
 Prinsip-Prinsip Peramalan
Prinsip-prinsip yang terdapat dalam peramalan, yaitu :
4. Peramalan selalu melibatkan error.
5. Peramalan famili produk selalu lebih akurat daripada peramalan individu
(item).
6. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalan jangka
panjang.
Jika dimungkinkan, hitung permintaan daripada meramal permintaan.
2.5.2 Jenis-Jenis Peramalan
Peramalan pada umumnya dapat dibedakan dari beberapa segi tergantung
dalam cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunan peramalan, maka
peramalan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1) Peramalan Subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau
intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan atau
ketajaman pikiran orang yang menyusunnya sangat menentukan baik
tidaknya hasil peramalan.
2) Peramalan Obyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang
relevan pada masa lalu dengan menggunakan teknik-teknik dan metode-
metode dalam penganalisisan data tersebut.
Dilihat dari kegunaan peramalan dapat dibagi atas tiga jenis. Namun
peramalan menurut kegunaan hampir sama dengan peramalan berdasarkan jangka
waktu karena kegunaan ditentukan oleh jangkauan waktu dan sebaliknya. Tipe
peramalan tersebut adalah (Biegel, 1992, hal 22) :
1. Peramalan fasilitas merupakan tipe peramalan berdasarkan rincian hasil
output maksimum yang diharapkan dengan jangkauan waktu

89
peramalannya adalah waktu perencanaan fasilitas dan waktu kostruksi
ditambah waktu pengembangan fasilitas.
2. Peramalan perencanaan produksi merupakan tipe peramalan berdasarkan
rincian hasil volume produk sesuai dengan tipe yang dipilih dengan
jangkauan waktu peramalannya adalah beberapa siklus pembuatan atau
paling sedikit satu siklus permintaan dengan penjualan musiman.
3. Peramalan produk merupakan tipe peramalan berdasarkan rincian hasil
satuan produk yang dijual dengan jangkauan waktu peramalannya adalah
tenggang waktu (waktu tunggu) ditambah paling sedikit satu siklus
pembuatan.
Dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, peramalan dapat
dibedakan atas tiga macam, yaitu:
a) Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk
penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari lima tahun.
b) Peramalan jangka menengah, yaitu peramalan yang dilakukan untuk
penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya berkisar antara satu
hingga lima tahun.
c) Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk
penyusunan hasil ramalan yang kurang dari satu tahun.
d) Peramalan dapat dikategorikan atau diklasifikasikan berdasarkan metode
peningkatan peramalan, yaitu (Biegel, 1992, hal 23):
1 Berdasarkan pendapat subjektif dari orang-orang yang bekerja dalam
penjualan dan bagian pemasaran adalah suatu cara di mana beberapa
atau seluruh manusia yang ada di bagian penjualan dan pemasaran
memberikan pendapatnya untuk menentukan volume penjualan di masa
yang akan datang, kemudian pendapat-pendapat ini dikumpulkan dan
dinilai.
a. Berdasarkan indeks kegiatan perusahaan adalah peramalan yang
berdasarkan indeks perusahaan dimana baik buruknya hasil
ramalan tergantung pada indeks yang digunakan sebagai dasar dan
koreksi yang ada antara permintaan nyata dengan peramalan yang
didasarkan pada indeks.

90
b. Berdasarkan data penjualan rata-rata masa lampau adalah
peramalan yang menganggap bahwa data penjualan masa lampau
dapat diarahkan untuk permintaan yang akan datang dimana
kebenaran anggapan ini dapat diuji dengan menggunakan peta-peta
kontrol.
c. Berdasarkan analisis statistik dari data penjualan masa lampau
merupakan peramalan yang memberikan kemungkinan metode
yang lebih teliti, asalkan terdapat suatu hubungan timbal balik
antara masa lalu dan masa yang akan datang.
d. Berdasarkan kombinasi metode-metode tersebut merupakan
kombinasi dari beberapa atau semua tipe peramalan di atas dan
juga dikehendaki untuk menambah metode-metode lainnya dengan
jaminan tingkat ketelitian yang dikehendaki dapat diperoleh dengan
penyesuaian yang tepat dari peramalan-peramalan yang dibuat
dengan beberapa metode.
2 Dilihat dari sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu :
1) Peramalan kualitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data
kualitatif masa lalu. Hasil peramalan yang ada sangat tergantung pada
orang yang menyusunnya, karena peramalan tersebut sangat
ditentukan oleh pemikiran yang bersifat intuisi, judgement (pendapat)
dan pengetahuan serta pengalaman dari penyusunnya. Peramalan
kualitatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Metode eksploratoris, yaitu metode yang dimulai dengan masa
lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak ke arah
masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua
kemungkinan yang ada.
b. Metode normatif, yaitu metode yang dimulai dengan
menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian
bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai,
berdasarkan kendala, sumber daya, dan teknologi yang tersedia.

91
2) Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data
kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat
tergantung pada metode yang digunakan dalam peramalan tersebut.
Metode yang baik adalah metode yang memberikan nilai-nilai
perbedaan atau penyimpangan yang terkecil. Peramalan kuantitatif
hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut :
a. Tersedianya data tentang masa lalu.
b. Data tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data numerik.
c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola yang lalu akan
terus berlanjut di masa mendatang.
Peramalan kuantitatif dapat dibedakan atas :
a. Metode deret berkala (Time Series), yaitu metode peramalan yang
didasarkan atas penggunaan analisis pola hubungan antara variabel yang akan
diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret waktu. Tujuan metode
peramalan deret berkala seperti itu adalah menemukan pola dalam deret data
historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Peramalan deret
berkala memperlakukan sistem sebagai kotak hitam (black box) dan tidak ada
usaha untuk menemukan faktor yang berpengaruh pada perilaku sistem tersebut.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.23 (Makridakis, Wheelwright, McGee, 1993,
hal 17) :

Gambar 2. 25 Black Box

Metode peramalan ini terdiri dari:


i. Metode Smoothing, yang mencakup Metode Data Historis (Past Data),
Metode Rata-Rata Kumulatif, Metode Rata-rata Bergerak (Moving
Average) dan Eksponensial Smoothing. Metode smoothing merupakan
metode yang menggabungkan dua atau lebih nilai pengamatan yang
diambil dari periode selama faktor-faktor kausal yang sama pengaruhnya
memberikan nilai halusan, atau estimasi.

92
ii. Metode Boxes Jenkins. Metode ini digunakan untuk peramalan deret
berkala, di mana dasar pendekatannya terdiri dari 3 tahap, yaitu:
identifikasi, penaksiran dan pengujian serta penerapan. Satu-satunya
persamaan yang paling sederhana adalah (Makridakis, 1993, 113):

...................................(II – 19)
iii. Winter's Model adalah suatu metode yang menggunakan tiga parameter
yakni pemulusan faktor untuk dasar permintaan, trend, penaksir-penaksir
musiman (Fogarty, Blackstone, Hoffmann,1991, hal 111).
Peramalan dengan Winter’s Model hampir sama dengan time series,
berikut persamaan yang digunakan untuk Winter’s Model

...............................................................(II – 20)
di mana :
Bn = peramalan dasar permintaan di dalam periode n
(i.e.,perpotongan + n x kemiringan)
Tn = taksiran dari kemiringan untuk periode n
Sn = indeks musiman Untuk Periode n
i = nomor dari periode di masa datang
p = nomor dari periode di dalam satu tahun
b. Metode Kausal (Eksplanatoris), yaitu metode peramalan yang didasarkan
atas penggunaan analisis pola hubungan antara variabel lain yang
mempengaruhinya, disebut metode korelasi atau sebab akibat. Maksud dari model
kausal adalah menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk
meramalkan nilai mendatang dari variabel tak bebas. Peramalan eksplanatoris
mengasumsikan adanya hubungan input dengan output dari suatu sistem, seperti
ditunjukkan pada gambar 2.2 di bawah ini (Makridakis, Wheelwright, McGee,
1993, hal 16) :

Gambar 2. 26 Hubungan Kausal (Eksploratoris)

93
Metode peramalan ini terdiri dari :
i. Metode Regresi dan Korelasi. Jika terdapat hubungan negatif antara harga
dan konsumsi, kita mengetahui bahwa jika kita menaikkan harga kita akan
cenderung menurunkan konsumsi dan demikian sebaliknya. Jika kita
meregresikan konsumsi pada harga, pilihan suatu bentuk fungsional
(linear) dan carilah koefisien-koefisien terbaik, sehingga kita dapat
menaksir berapa konsumsi untuk tingkat harga tertentu. Makin baik
regresi, makin baik taksiran yang diperoleh dan regresi linear akan
semakin cocok jika terdapat suatu hubungan linear yang kuat (korelasi)
antara harga dan konsumsi. Dengan demikian dapat dilihat bahwa korelasi
dan regresi berkaitan erat.
Istilah regresi sederhana dapat dikaitkan dengan setiap regresi dari suatu
ukuran Y sebagai variabel tidak bebas terhadap ukuran X = t sebagai
variabel bebas. Secara umum akan melibatkan suatu himpunan n pasangan
hasil pengamatan, yang dinyatakan sebagai :
{Xi, Yi} untuk i = 1, 2, 3, ..., n.
Adapun untuk persamaan peramalan regresi linier dipakai tiga konstanta,
yaitu a, b dan F. Dengan masing-masing formulasinya adalah sebagai
berikut :

………………………………........(II - 21)

………………...………………….............(II - 22)

……………………………………………….....(II - 23)
dimana :
Ft = variabel yang diprediksi
a = koefisien intersep
b = koefisien kemiringan
Xt = variabel independent.

94
ii. Metode Ekonometri. Tujuan utama metode ekonometri dalam peramalan
adalah untuk memperoleh nilai-nilai variabel bebas sehingga variabel
bebas tersebut tidak perlu ditaksir lagi.
iii. Metode Input dan Output. Metode ini merupakan metode untuk
menemukan hubungan sebab dan akibat dengan mengamati output sistem
dan menghubungkannya dengan input yang bersangkutan. Jika proses itu
dilakukan dengan benar akan memberikan taksiran tentang jenis dan
tingkat hubungan antar input dan output. Hubungan ini kemudian dapat
digunakan untuk meramalkan keadaan sistem yang akan datang, dengan
memberikan input yang telah diketahui untuk keadaan mendatang itu.
iv. Metode Kuadratik memilki tujuan untuk menemukan garis lurus sebagai
pengganti garis yang masih patah-patah. Menurut fungsi kuadratik
parabola sebagai pengganti garis patah-patah yang dibantu oleh data
historis. Adapun rumusnya sebagai berikut (David D Bedwoth, james E
Balley, 1987, hal 89)
Y (t) = a + bt + ct2…………………………………………….. (2-9)
Y (t) = nilai ramalan yang diinginkan dalam periode t
a,b,c = parameter yang ditentukan
c. Metode Dekomposisi
Metode dekomposisi ini biasa digunakan untuk memisahkan tiga
komponen dari pola dasar yang cenderung mencirikan deret data ekonomi dan
bisnis. Komponen tersebut adalah faktor trend siklus dan musiman. Dekomposisi
mempunyai asumsi bahwa data itu tersusun sebagai berikut (Makridakis,
Wheelwright, McGee, 1993, hal 123) :
Data = pola + kesalahan
= f(trend, siklus, musiman) + kesalahan.
Adapun penulisan matematis umum dari pendekatan dekomposisi
adalah:

………………………………………. (II-24)
Dimana:
Xt = nilai deret berkala (data aktual) pada periode t
It = komponen (atau indeks) musiman pada periode t

95
Tt = komponen trend pada periode
Ct = Komponen Siklus pada periode t, dan
Et = komponen kesalahan atau random pada periode t
Terdapat beberapa variasi untuk menerapkan pendekatan dekomposisi
dalam peramalan, yakni:
 Metode Dekomposisi Klasik dengan Rasio pada Rata-rata Bergerak
Metode dekomposisi klasik dapat berasumsi pada model aditif atau
multiplikatif dan bentuknya dapat bervariasi. Sebagai contoh, dekomposisi
rata-rata sederhana berasumsi pada model aditif dan metode rasio pada
trend menggunakan model multiplikatif. Metode ini digunakan karena
kemudahan dalam pengoperasian. Namun seiring meluasnya komputer
metode ini jarang digunakan.
 Metode Dekomposisi Cencus II
Metode Cencus II dikembangkan oleh Biro Sensus dan Departemen
Perdagangan AS. Metode Cencus II meliputi empat fase yang berbeda.
Fase pertama, dilakukan penyesuaian data terhadap variasi hari
perdagangan (trading day). Fase kedua, penaksiran pendahuluan dari
faktor musiman dan penyesuaian pendahuluan terhadap deret data untuk
musiman. Fase ketiga, memperkirakan penyesuaian tersebut sehingga
dapat dihitung faktor musiman secara lebih tepat. Selain itu dilakukan
taksiran dari unsure tren-siklus dan unsur random atau komponen yang tak
beraturan. Fase keempat, menghasilkan statistik ringkas yang dapat
digunakan untuk menentukan keberhasilan penyesuaian musiman yang
telah dilakukan dan memberikan informasi yang diperlukan untuk
menaksir untuk menaksir unsure trend-siklus dalam data untuk tujuan
peramalan.
2.5.3 Prosedur Melakukan Peramalan
Prosedur peramalan (forecasting) yang dilakukan mengikuti langkah -
langkah sebagai berikut.
1. Definisikan tujuan peramalan.
2. Buat scatter diagram (diagram pencar)
3. Memilih model peramalan yang tepat

96
4. Menghitung peramalan dan kesalahannya
5. Pilih fungsi peramalan dengan tingkat kesalahan terkecil
6. Memvalidasi dan interpretasi hasil peramalan
2.5.4 Plotting Data
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala (time series)
yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode
yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan
menjadi 4 jenis pola data, yaitu (Makridakis, 1995, hal 10) :
1. Pola Horizontal (H) atau Horizontal Data Pattern
Pola data ini terjadi bilamana data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata
yang konstan. Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau
menurun selama kurun waktu tertentu (tidak mengalami perubahan)
termasuk jenis pola ini. Bentuk pola datanya tidak teratur, tetapi jika
ditarik garis horizontal, datanya mendekati rata-rata. Bentuk Pola Data
Horizontal (H) :

Gambar 2. 27 Pola Data Horizontal

2. Pola Musiman (S) atau Seasional Data Pattern


Pola data ini terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor
musiman. misalnya dalam kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari
pada minggu tertentu. Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es
krim, dan bahan bakar pemanas ruangan menunjukan pola data ini. Pada
pola musiman itu terjadi berulang dengan sendirinya pada interval yang
tetap seperti tahun, bulan, atau minggu. Bentuk Pola Data Musiman (S) :

97
Gambar 2. 28 Pola Data Musiman

3. Pola Siklis (C) atau Cyclied Data Pattern


Pola data ini terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi
jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
Penjualan produk seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya
menunjukkan pola data ini. Pola siklis mempunyai jangka waktu yang
lebih lama dan lamanya berbeda dari siklus yang lain. Bentuk Pola Data
Siklis (C):

Gambar 2. 29 Pola Data Siklis

4. Pola Trend (T) atau Trend Data Pattern


Pola data ini terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data. Trend dapat dimodifikasi oleh fenornena
musiman. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan
berbagai indikator bisnis ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend
selama perubahannya sepanjang waktu. Bentuk pola data trend (T):

98
Gambar 2. 30 Pola Data Trend
2.5.5 Pemilihan Metode Peramalan
Dalam melakukan peramalan (forecasting) ini, metode yang dilakukan
dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Double Moving Average
Metode ini menjelaskan suatu variasi dari prosedur rata-rata bergerak yang
diinginkan untuk dapat mengatasi adanya trend secara lebih baik. Dasar metode
ini adalah menghitung rata-rata bergerak kedua. Perhitungannya dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Makridakis, Wheelwright, McGee,
1993, hal 74):

S’t = ………………………………......(II-27)

S”t = ……………………………........(II-28)
a t = S’t + (S’t – S”t) = 2 S’t – S”t ……………………………………………... (II-29)

bt= ………………………………………………... (II-30)

…………………………………………………….....(II-31)
dimana :

= hasil ramalan
= pemulusan pertama
= pemulusan kedua

= koefisien intersep

= koefisien kemiringan

99
N = periode yang bergerak
m = jumlah periode ke depan
2. Double Exponential Smoothing from Brown (Pemulusan Eksponensial
Ganda : Metode Linier Satu Parameter dari Brown)
Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari Brown adalah
serupa dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan
ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend.
Perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Makridakis, Wheelwright, McGee, 1993, hal 88) :
S’t = αXt + (1-α ) S’t-1 ..................................................................... (II-36)
S’’ = αS’+ (1-α ) S’’t-1 ………………………..………………… (II-37)
Dimana S’t adalah nilai pemulusan exponential tunggal dan S’’t adalah
nilai pemulusan exponential ganda.

……………...………………… (II-38)

……………………………………………… (II-39)

……………………………………………………. (II-40)
dimana :

= hasil ramalan

= demand aktual
= pemulusan pertama
= pemulusan kedua

= nilai rata-rata yang disesuaikan dengan untuk periode t

= trend
α = konstanta pemulusan yang nilainya berkisar antara 0 – 1 (0 ≤ a ≤
1,0)
m = jumlah periode ke depan
3. Double Exponential Smoothing from Holt (Pemulusan Eksponensial
Ganda : Dua-Parameter dari Holt)

100
Metode pemulusan eksponensial linier dari Holt dalam prinsipnya serupa
dengan Brown kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan
berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan
parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli.
Ramalan dari pemulusan eksponensial linier Holt didapat dengan menggunakan
dua konstanta pemulusan (dengan nilai antara 0 dan 1) dan tiga persamaan, yaitu
(Makridakis, Wheelwright, McGee, 1993, hal 91) :
St = αXt + (1-α)(St-1 + bt-1) ………………………….……………. (II-41)
bt = α (St – St-1) + (1-α)bt-1 ………………………………………… (II-42)
Ft+m = St + bt.m.....................................................................................(II-43)
inisialisasi St = X1 ; b1 =X2 - X1
dimana :

= hasil ramalan

= demand aktual

= pemulusan eksponensial

= koefisien kemiringan
α = koefisien intersep
β = koefisien kemiringan
m = jumlah periode ke depan
4. Metode Regresi
Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang memungkinkan
untuk meramalkan nilai-nilai suatu variabel tidak bebad dari nilai-nilai satu atau
lebih variabel bebas. Regresi dikatakan linier apabila hubungan antara peubah
bebas dan peubah tidak bebas adalah linear, sedangkan apabila hubungan antara
peubah bebas dan peubah tidak bebas tidak linear maka dikatakan regresi non
linear. Metode regresi linear sederhana dinyatakan dalam persamaan:
F (t) = y’ = a + bt ……………………………………………...…… (V-30)
a = (∑ 𝑦−𝑏 ∑ 𝑡)/n ……………………………………………………(V-
31)
b = (𝑛 ∑(𝑡.𝑦)− ∑𝑡 ∑𝑦)/ (𝑛 ∑𝑡 2−(∑𝑡) 2) …………………………...(V-32)
Dengan:

101
F(t) = hasil peramalan periode tertentu
∑𝑦 = Jumlah dari data aktual
∑𝑡 = Jumlah dari data periode
∑𝑡 ∑𝑦 = Jumlah data dari aktual yang dikalikan dengan periode
∑𝑡 2 = Jumlah peiode setelah dipangkatkan dua
2.5.6 Uji Verifikasi Metode Peramalan
Maksud dari langkah ini adalah untuk mencocokkan hasil dari plotting
data dengan metode peramalan yang akan digunakan. Pada umumnya untuk
mendapatkan metode yang dapat menghasilkan ramalan yang baik digunakan
minimal tiga metode sebagai alternatif, yaitu dengan meghitung parameter-
parameter fungsi peramalan.
Adapun ukuran-ukuran ketepatan metode peramalan yang dapat digunakan
dalam peramalan adalah sebagai berikut :
1) Ukuran Statistik Standar
Ukuran statistik standar meliputi ukuran-ukuran dengan teknik-teknik
sebagai berikut :

a. Mean Absolute Deviation (MAD)


Metode yang digunakan untuk mengevaluasi metode peramalan dapat
menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut (Pakaja et
al., 2012). Mean Absolute Deviation (MAD) adalah metode yang
mengukur ketepatan suatu ramalan dengan merata-ratakan kesalahan
dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan).

.............................................................................(II-45)
b. Rata-rata Kesalahan Kuadrat (Mean Squared Error)
Untuk melihat apakah data yang kita ambil memiliki perbedaan simpangan
kesalahan yang cukup kecil, maka harus dicari error yang terkecil
sehingga kita bisa memperkirakan bahwa antara hasil ramalan dan data
observasi diyakini tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Mean Square
Error (MSE) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

102
............................................................................(II-47)
2) Ukuran-Ukuran Relatif
Ukuran-ukuran relatif digunakan sehubungan adanya keterbatasan dari
ukuran statistik standar. Adapun ukuran relatif tersebut adalah Rata-rata
Kesalahan Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error). Rata-
rata Kesalahan Persentase Absolut dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

................................................................................(II-49)
2.5.7 Uji Validasi Peramalan
Moving range test dirancang untuk membandingkan nilai-nilai permintaan
yang akan terjadi sehingga kita bisa mengetahui demand aktual bila terjadi
perubahan-perubahan yang tidak diharapkan.
Rumusnya adalah sebagai berikut (Biegel, 1992, hal 65):

MRt = I I ................................................................. (II-55)

................................................................................................(II-56)
Ket : n = jumlah periode MR
Out Of Control Test:
Parameter-parameter dalam Out Of Control Test, adalah (Biegel, 1992,
hal 66 & 68):
 UCL = + 2,66
 LCL = - 2,66
 REGION A = ± 2/3 ( 2,66 ) = ± 1,77
 REGION B = ± 2/3 (2,66 ) = ± 0,89
 REGION C = CENTER LINE =0

103
Gambar 2. 31 Kriteria Tak Terkendali (Biegel, 1992, hal 67)
Data out of control jika :
a. Dari 3 titik berurutan terdapat dua titik atau lebih dalam satu daerah A.
b. Dari 5 titik berurutan terdapat empat titik atau lebih dalam satu daerah B.
c. Dari 8 titik berurutan terdapat dalam salah satu sisi garis tengah.
2.6 Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Dalam sebuah perusahaan, perencanaan dan pengedalian produksi
merupakan suatu hal yang wajib untuk dilakukan. Tujuan dilakukannya
perencanaan dan pengendalian produksi ini adalah untuk menjaga tingkat
produksi dengan mengetahui kapasitas tersedia bagi perusahaan dan kebutuhan
kapasitas yang direncanakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengelolaan
produksi adalah pengelolaan persediaan bahan baku yang terkendali, karena bahan
baku yang tidak terkendali dapat menyebabkan keterlambatan produksi. Untuk
menghindari hal ini, maka diperlukan adanya suatu perencanaan dan
pengendalian persediaan dalam suatu proses produksi agar tingkat produksi tetap
terjaga sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut Gaspersz (1998: 128),
Perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan tingkat output
manufacturing secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang
direncanakan dan inventory yang diinginkan. Perencanaan produksi dilakukan
untuk merencanakan dan menjadwalkan seluruh kegiatan produksi dalam
menghasilkan output dari setiap periode ke periode berikutnya. Kegiatan
perencanaan produksi terangkum dalam fungsi PPIC (Production Planning and
Inventory Control) yang akan merencanakan dan mengelola kegiatan produksi
dimulai dari peramalan permintaan untuk periode yang akan datang, penyusunan
jadwal produksi, konfirmasi terhadap kesediaan kapasitas di perusahaan,

104
pengelolaan komponen yang dibeli dari luar perusahaan hingga pengelolaan
terhadap komponen yang diproduksi sendiri
2.6.1 Perencanaan Produksi
Aspek yang mempengaruhi dalam suatu perencanaan produksi adalah
ongkos. Salah satu metode yang mengembangkan bahasa mengenai ongkos, yaitu
metode optimasi yang terdiri dari Transportasi Land dan Programa Linier
Variabel Cost, di antaranya:
1. Regular Time Cost
Ongkos produksi/unit selama jam kerja regular, termasuk ongkos tenaga
kerja langsung dan ongkos tenaga kerja tidak langsung, material, dan
ongkos manufaktur.
2. Over Time Cost
Ongkos untuk memproduksi satu unit produk diluar jam kerja
normal/Regular Time.(Bedworth, et al., 1987, hal 127)
3. Subcontracting Cost
Ongkos total per-unit apabila produksi di-subkontrak-kan kepada sumber
di luar perusahaan. (Bedworth, et al., 1987, hal 127)
4. Production Rate Change Cost
Ongkos perubahan laju produksi, ongkos untuk mengadakan perubahan
laju produksi yang melebihi kebutuhan normal
5. Inventory Cost
Biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan persediaan produk, selain itu
juga, asuransi termasuk ke dalam biaya tersebut. (Bedworth, et al., 1987,
hal 127)
2.6.2 Agregate Planning
Dalam melakukan kegiatan perencanaan produksi terdapat salah satu
bagian yang perlu dilakukan yaitu Agregate Planning. Agregate Planning adalah
hasil rencana dari pengukuran tenaga kerja dan tingkat produksi di suatu
kumpulan perencanaan fasilitas yang telah diberikan. Rencana yang dimaksud
adalah rencana secara umum yang dibuat dari masing-masing periode untuk
periode berikutnya (Bailey dan Bedworth., 1987, hal. 126).

105
2.6.2 Disagregasi
Disagregasi adalah aktifitas pengkonversian level produksi yang telah
direncanakan kedalam kuantitas dari masing-masing model produk yang telah
dikerjakan pada perencanaan fasilitas. (Bedworth, et al., 1987, hal 126). Ada
beberapa metode yang mencoba untuk memecahkan permasalahan disagregasi.
Berikut ini akan dibahas dua metode disagregasi, di antaranya:
1 Hax and Meal Method
Perhitungan disagregasi dilakukan perperiode, dimana inventory akhir
pada suatu bulan akan menjadi inventory awal pada bulan berikutnya.
Iterasi pertama = Disagregasi pada bulan 1
 Perhitungan demand tiap item
 Penentuan keputusan perlunya suatu item diproduksi
Kriteria :
 Suatu item perlu diproduksi apabila jumlah unit di gudang tidak
mencukupi target
 Suatu item tidak perlu diproduksi apabila jumlah unit di gudang
mencukupi target
Target produksi adalah jumlah unit yang harus dipenuhi untuk
memuaskan konsumen. Apabila perusahan tidak memerlukan adanya
safety stock, maka target yang perlu dipenuhi adalah sesuai dengan
permintaan konsumen. Lain halnya apabila perusahaan yang
memerlukan adanya safety stock untuk merespon adanya
ketidakpastian (baik ketidakpastian permintaan atau ketidakpastian
lead time), maka target yang perlu disediakan adalah sebesar
permintaan konsumen ditambah dengan safety stock yang harus
sebagai cadangan pengaman.
Apabila dibuat dalam bahasa algoritma, maka:
 Suatu item perlu diproduksi jika:
Tanpa safety stock, jika jumlah persediaan (Iij) < demand (Dij)
Dengan safety stock, jika jumlah persediaan (Iij) < demand (Dij) )+
safety stock (Ssij)
 Suatu item tidak perlu diproduksi jika:

106
Tanpa Saafety stock, jika jumlah persediaan (Iij ) ≥ demand (Dij)
Dengan Safety stock jika jumlah persediaan (Iij) ≥ demand (Dij) +
safety stock (Ssij)
Perhitungan Safety stock:

SS = z. ...................................................................................(II-66)
Dimana :
Z = Nilai dari tabel distribusi normal dengan confidence level
tertentu. Dimana service level ditentukan oleh pihak menajemen
berdasarkan tingkat kemampuan yang diinginkan perusahan dalam
memenuhi permintaan konsumen
= Standar deviasi permintaan masa lalu untuk melihat
besarnya fluktuasi atau ketidakpastian permintaan, maka cadangan untuk
mengantisipasi juga harus besar.
Lt = Lead time produk
Perhitungan ukuran Lot produksi (Qij*) Dengan Metode EOM (Economic
Order Manufacture)

...........................................................................(II-67)
Dimana :
λI = biaya set up family i item j
Dij = demand item j famili i item j
hij = biaya simpan famili i item j
Penentuan jumlah item yang di produksi
1. Menentukan ukuran lot produksi
2. Konversi ukuran lot produksi dalam satuan agregat
3. Apabila jumlah lot yang diproduksi tidak sesuai dengan rencana
agregat, maka tentukan faktor indeks (multiple indexs) yang mampu
melipatkan ukuran lot produksi sedemikian sehingga apabila
dijumlahkan, hasilnya sama dengan ukuran rencana agregat

...................................................(II-68)

107
4. Normalisasi ukuran lot produksi sesuai dengan indeksnya
2. Hax and Candea Method (Hax dan Bitran Method)
Metode ini terdiri dari 2 algoritma, yaitu (Bedworth, et al., 1987, hal 147):
a. Algoritma untuk membagi kuantitas rencana agregat ke dalam kuantitas
famili produk.
b. Algoritma untuk membagi kuantitas produk, ke famili dalam kuantitas
produk individu.
Sebelum melanjutkan prosedur di atas, terlebih dahulu akan dibahas istilah-
istilah yang digunakan dalam produk campuran produk (product mix). Famili
didefinisikan sebagai sekumpulan produk sejenis yang layak diproduksi
bersama, dipandang dari sudut ekonomi dan teknologi.
Dengan kata lain, karena biaya pergantian produksi dari satu famili ke
famili lain besar, perlu dilakukan perencanaan untuk menentukan famili mana
yang akan diproduksi sebelum menentukan untuk pindah ke famili lainnya.
Secara umum, di dalam suatu pabrik ada beberapa famili. Kumpulan famili
disebut tipe produksi.
Langkah pertama prosedur ini yaitu menentukan famili mana yang akan
diproduksi. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah produk
tersedia dan jumlah permintaan setiap produk dalam famili. Jika ekspektasi
jumlah produk pada akhir periode lebih kecil dari persediaan cadangan (safety
stock), maka seluruh produk dalam famili tersebut diproduksi. Secara formal
untuk produk j dalam famili i, jika jumlah ekspektasi q ij,t pada akhir periode t
lebih kecil dari persediaan cadangan SS ij, seluruh produk dalam famili akan
diproduksi.
Jika Iij,t-1 adalah jumlah persediaan produk j pada akhir periode t – 1 dan jumlah
permintaan adalah D ij,t, maka:

Jika q ij,t = I ij,t-1 – D ij,t , Dan jika : { q ij,t - SS ij } ≤ 0


Maka setiap produk j dalam famili i diproduksi pada periode t.
Formulasi masalah yang dikembangkan Hax and Bitran, yaitu :

..........................................................(II-69)
Mengacu pada:

108
= X*
X I ≥ LB i
X I ≤ UB i
Dimana:
S = Biaya set up untuk memproduksi famili i
X* = Kebutuhan produksi yang ditentukan pada rencana agregat
Kij = Faktor konversi jumlah unit produksi j dalam famili i terhadap unit
agregat produksi
Dij,t = Permintaan produk j dalam famili i pada periode t
hi = Biaya simpan produk famili i
Xi = Jumlah unit famili i yang diproduksi
LBi = Batas bawah untuk produksi famili i
UBi = Batas atas untuk produksi famili i
Z = Kumpulan famili yang diproduksi
Batas bawah ditentukan oleh kebutuhan untuk memenuhi persediaan cadangan

pada periode berikutnya. Perhitungan dilakukan dengan :

LBI ……………………….......................... (II-70)


Batas atas diperlukan untuk menjamin kelebihan persediaan tidak
terakumulasi. Sebagai contoh, suatu kebijaksanaan menentukan tidak lebih dari
n periode persediaan. Perhitungan batas atas adalah :

UBI …………………......….......(II-71)
Jika ΣUB < x* maka solusi di atas akan menghasilkan unit di atas bagian atas.
Kelebihan produksi tersebut harus dialokasikan relatif terhadap biaya
persediaan. Jika biaya tiap famili sama, maka tingkat produksi adalah:

......................................................................................(II-72)
Jika Σ LBi > x*, masalah di atas tidak fisibel dan persediaan akan di bawah
safety stock. Dalam hal ini, rencana produksi didistribusikan pada famili lain

109
untuk menyeimbangkan biaya kekurangan persediaan. Agar biaya konstan,
resiko back order dikurangi (diratakan) menggunakan :

......................................................................................(II-73)
Jika ΣLBi ≤ x* ≤ ΣUBi, algoritma di atas akan memberikan jadwal produksi
sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
Algoritma pertama yaitu melakukan disagregasi famili. Langkah-langkah
algoritma yaitu :
Untuk iterasi 1, set β = 1, P1 = x * dan Z1= z

 Langkah 1 : Hitung untuk setiap i ε Z1

Yiβ = . pβ………………….............................(II-
74)
 Langkah 2 : Untuk i ε Z1
Jika LBi ≤ ≤ UBi maka y * =
Jika < LBi atau > UBi, maka lanjutkan ke langkah 3
 Langkah 3 : Bagi famili lainnya menjadi 2 grup
Untuk semua famili dimana > UBi
Untuk semua famili dimana < UBi
Hitung :

jika UBi ...........................................(II-75)

jika < LBi...................................................................(II-76)


 Langkah 4 :

Jika maka = UBi untuk semua

Jika maka = Lbi untuk semua

110
(seluruh family yang ditemukan) dan
(untuk setiap I yang dijadwalkan pada iterasi β)
Jika maka selesai, apabila kondisinya lain, maka kembali ke
langkah 1.
Langkah berikutnya yaitu membagi produksi famili menjadi produk individu.
Algoritma disagregasi produk adalah sebagai berikut :
 Langkah 1 : Untuk setiap famili I yang diproduksi, tentukan jumlah
periode N yang memenuhi
Yij ≤ Σ Kij [Σ Dijn + SSij – Iijt-1] ………………………………………………...... ..................(II-77)
 Langkah 2 : Hitung

Ei ......................................................................... ............................... (II-78)

 Langkah 3 : Untuk setiap produk dalam famili i, hitung jumlah produksi:

Yij = …………………............... (II-79)

Jika < 0 untuk semua produk, misalnya j = g, maka = 0 keluarkan produk


g dari family A.
2.6.3 Jadwal Produksi Induk
Jadwal Produksi Induk (JPI) merupakan hasil disagregasi dari sebuah
rencana agregat yang menggabungkan produk-produk yang sama (identik) ke
dalam kelompok produk, memecah permintaan dalam bulanan dan kadang-kadang
menentukan kelompok/produk, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap produk
individu dan pelayanan yang harus dijadwalkan secara spesifik pada setiap stasiun
kerja.
Selain itu juga jadwal Produksi induk merupakan suatu pernyataan tentang
produk akhir (termasuk suku cadang) dari suatu perusahan industri manufaktur
yang merencakan untuk memproduksi output yang berkaitan dengan kuantitas dan
periode waktu (Gaspersz, Vincent, 1998, hal 141). Jadwal produksi induk
merupakan suatu rencana produksi yang fisibel yang menyatakan jumlah dan
waktu produksi dari produk akhir.

111
Jadwal Produksi Induk bukanlah merupakan suatu ramalan penjualan
tetapi benar-benar suatu rencana produksi yang fisibel yang memperhatikan
faktor-faktor:
a. Kapasitas / beban produksi dan perubahannya.
b. Perubahan dalam inventori produk jadi.
c. Fluktuasi permintaan.
d. Efisiensi dan faktor utilitas dari faktor-faktor produksi.
e. Lot sizing produksi.
Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS)
membutuhkan lima input utama. Dari 5 input tersebut dapat dijelaskan beberapa
hal berikut (Gaspersz, Vincent, 1998, hal 142):
 Data Permintaan Total merupakan salah satu sumber data bagi proses
penjadwalan induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan
penjualan (sates forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).
 Status Inventory berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory,
stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock),
pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released
production and purchase orders), dan firm planned orders. MPS harus
mengetahui secara akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan
menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
 Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS
harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori,
dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu.
 Data Perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang
harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safefy stock), dan
waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia
dalam file induk dari item (item master file).
 Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk
pengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. Pada
dasarnya RCCP dan MPS merupakan aktivitas perencanaan yang berada
pada level yang sama (level 2) dalam hierarki perencanaan prioritas dan
perencanaan kapasitas pada sistem MRP II. RCCP menentukan kebutuhan

112
kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari
MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau penyusun
Jadwal produksi induk untuk mengambil tindakan perbaikan apabila
ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan
kapasitas yang tersedia.

Gambar 2. 32 Proses Penjadwalan Produksi Induk


(Sumber: Gaspersz, Vincent, 1998, hal 142)
Selain itu, menurut Narasimhan beberapa input dalam produksi induk di
antaranya adalah pesanan pelanggan yang tertunda dan peramalan penjualan suatu
produk. Kebutuhan jadwal produksi induk didalamnya harus terdapat: (sumber:
Narasimhan, et al., 1995, hal 306)
1) Interplant Requirement
2) Kebutuhan pelayanan (service part requirements)
3) Kebutuhan distribusi gudang
Adapun cara pembuatan JPI adalah sebagai berikut :
1) Pada dasarnya untuk menentukan komponen-komponen mana (terkumpul
dalam family) yang akan dibuat, berdasarkan catatan persediaan dikurangi
permintaan.
2) Tentukan jumlah produk yang akan dibuat untuk setiap family.
3) Tentukan jumlah unit untuk setiap unit.
2.6.4 Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Kasar (RCCP)
Perencanaan kebutuhan kapasitas kasar adalah proses pengkonversian
perencanaan produksi dan atau JPI kedalam kapasitas yang di butuhkan bagi
sumber daya uatama seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku dan kemampuan

113
pemasok. (Fogarty, et al., 1991, hal 410). Dalam penentuan kebutuhan kapasitas
kasar digunakan tiga metode yaitu Pendekatan Total Faktor (Overall Factor
Approach), Pendekatan Daftar Tenaga Kerja (Bill of Labour Approach), dan
Pendekatan Profil Sumber (Resource Profile Approach). Ketiga metode tersebut
memiliki tujuan yang sama tapi berbeda dalam penyiapan data dan kompleksitas
perhitungan. Ketiga metode tersebut dirancang untuk mengubah Jadwal Produksi
Induk (JPI) dari satuan unit produk menjadi kebutuhan waktu proses dalam
penggunaan sumber tertentu.
Beberapa input dalam kebutuhan kapasitas kasar di antaranya adalah
sebagai berikut : (Fogarty, et al., 1991, hal 122)
1 Kapasitas sumber daya yang tersedia
2 MPS (Master Production Schedulling)
3 Kapasitas produk yang dibutuhkan dengan kemampuan lead time yang
tersedia
Adapun ketiga metode penentuan Kebutuhan Kapasitas Kasar tersebut
dijelaskan (Fogarty, et al., 1991, hal 411) sebagai berikut:
 Overal Vactor Approach
Merupakan metode yang menggunakan data dan usaha perhitungan paling
sedikit. Metode ini mudah di pengaruhi oleh volume produksi dan tingkat
kesulitan membuat produk. Pendekatan total faktor membutuhkan tiga data
masukan yaitu JPI, waktu total yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu
produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. Jika ada lebih dari satu
famili, maka diperlukan waktu total proses untuk setiap famili. Pendekatan
total faktor mengalihkan waktu total tiap famili terhadap jumlah JPI untuk
memperoleh total waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai JPI. Total
waktu ini kemudian dibagi menjadi waktu penggunaan masing-masing sumber
dengan mengalihkan total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber.
 Bill of Labour Approach
Dengan menggunakan pendekatan daftar tenaga kerja, jumlah kebutuhan
kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengalihkan waktu tiap
komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah produk
yang harus di buat setiap bulan. Jumlah yang harus dibuat diperoleh dari JPI.

114
Pendekatan daftar tenaga kerja mengguanakan detail data pada waktu normal
untuk menghasilkan masing-masing produk. Pendekatan daftar tenaga kerja
adalah suatu daftar angka dari sejumlah buruh yang disediakan oleh suatu
kategori buruh yang utama untuk menghasilkan item-item atau kelompok
dalam sejumlah produk. Hal ini cenderung tidak menjadi suatu cara, tapi lebih
pada perkiraan kapasitas kebutuhan item-item utama. Pendekatan daftar
tenaga kerja bisa saja dipadukan untuk item-item tertentu atau sekelompok
item yang sama dan diperluas oleh kuantitas yang tersusun untuk mengurangi
kebutuhan kapasitas.
 Resource Profile Approach
Baik itu pendekatan total faktor maupun pendekatan tenaga kerja kedua-
duanya tidak mempertimbangkan tenggang waktu (lead time). Kedua
pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa seluruh komponen dibuat pada
periode yang sama sebagai item akhir. Teknik pendekatan profil sumber
merupakan tingkatan kebutuhan tenaga kerja. Masing-masing rencana
pengaturan tenaga kerja harus ditingkatkan sehingga dapat menggunakan
pendekatan profil sumber. Teknik pendekatan profil sumber merupakan teknik
perencanaan kebutuhan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak serinci
perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement Planning). Jika profil
sumber telah dibuat, kebutuhan kapasitas kasar diperoleh dengan mengalikan
profil sumber dengan JPI.
2.6.5 Material Requirements Planning (MRP)
Ada beberapa pengertian dari MRP, antara lain :
1. Material Requirements Planning (MRP) merupakan aktivitas perencanaan
material untuk seluruh komponen dan raw material (bahan baku) yang
dibutuhkan sesuai dengan JPI (Jadwal Produksi Induk) yang sama halnya
dengan demand/permintaan per komponen (White, et al., 1987, hal 55).
2. Material Requirements Planning (MRP) merupakan suatu teknik atau
prosedur yang logis untuk menterjemahkan Jadwal Produksi Induk (JPI)
dari barang jadi atau end item menjadi kebutuhan bersih untuk beberapa
komponen yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan JPI. MRP ini
digunakan untuk menentukan jumlah dari kebutuhan material untuk

115
mendukung Jadwal Produksi Induk dan kapan kebutuhan material tersebut
dijadwalkan (Orlicky, et al., 1994, hal 37).
3. Material Requirements Planning (MRP) merupakan sistem informasi
berbasis komputer yang didesain untuk memesan dan menjadwalkan
permintaan (raw material, komponen dan sub assemblies) dengan cara
yang terkoordinasi. (Oden, et al., 1998, hal 109).
a. Fungsi MRP
MRP ini mencakup kebutuhan atas semua komponen. MRP adalah sistem
kebutuhan material, dimana terdapat dua fungsi ditetapkannya MRP yaitu (John
A. White, et al., 1987, hal 57):
 Pengendalian Persediaan
Menjaga tingkat persediaan pada tingkat minimum tetapi dapat memenuhi
permintaan saat dibutuhkan.
 Penjadwalan Produksi
Menentukan dengan tepat jadwal pembuatan item-item, kapan suatu sub
assemblies, komponen, dan raw material harus siap untuk dapat dirakit.
b. Tujuan MRP
Perencanaan kebutuhan material mempunyai tujuan tersendiri, yaitu
(Sheikh, 2002, hal 90):
1. Menentukan kebutuhan untuk mendukung JPI.
Tujuan utama dari MRP I adalah untuk menentukan apakah komponen-
komponen yang diperlukan untuk memenuhi MPS dan yang didasarkan
pada lead time, untuk menghitung setiap periode ketika komponen-
komponen harus tersedia. Semua itu ditentukan dengan cara:
(a) Bahan dan komponen apa saja yang harus dipesan
(b) Berapa banyak yang diperlukan
(c) Kapan waktu untuk memesan
(d) Menjadwalkan kapan komponen akan dikirim.
2. Mengendalikan persediaan.
Salah satu sasaran dari MRP I adalah untuk memelihara tingkat inventory
terendah yang mungkin. Hal ini dilakukan dengan menentukan kapan
komponen diperlukan, dan menjadwalkan untuk siap pada waktu itu, tidak

116
lebih cepat dan tidak pula terlambat. Dengan demikian, dalam MRP I,
komponen tidak diproduksi maupun dilakukan proses permesinan hanya
karena mungkin dibutuhkan.
3. Menjadwalkan produksi.
MRP I adalah sistem inventori yang pertama untuk mengenali inventaris
dari bahan mentah, komponen-komponen, dan barang jadi yang mungkin
perlu untuk ditangani dengan cara yang berbeda. Pertama-tama,
permintaan untuk komponen/parts tidaklah harus diramalkan, itu dapat
diketahui dari permintaan diramalkan untuk produk jadi. Yang kedua,
dengan komponen/parts, permintaan tidak perlu terjadi di suatu dasar yang
berkelanjutan.
4. Menjaga jadwal valid dan up-to-date.
Hal yang sering terjadi di perusahaan adalah "hal yang diinginkan jarang
berjalan sesuai apa yang direncanakan", seperti pesanan datang terlambat,
pelanggan mengubah pesanan, komponen-komponen yang dibutuhkan
telah habis, supplier terlambat menyerahkan bahan baku, kerusakan mesin,
pekerja tidak datang ke pabrik, limbah yang berlebihan, perubahan sesai
dan lainnya. Maka untuk menghadapi masalah itu, MRP harus bisa
menyusun suatu skala prioritas agar rencana tetap dapat dijalankan, harus
bisa menambah, mengurangi, menjalankan dan mengubah pesanan. MRP I
dapat menjaga job order agar tetap dikerjakan meskipun suatu aspek dalam
produksi tidak dapat dihindarkan karena ada kendala, atau melakukan
penjadwalan ulang kegiatan yang akan dilakukan. MRP bisa melakukan
perubahan yang sensitif maupun reaktif untuk menjaga jadwal yang valid
dan up to date.
5. Secara khusus berguna dalam lingkungan manufaktur yang kompleks dan
tidak pasti. Industri membuat produk yang kompleks, mengkoordinasikan
komponen-komponen produk, dalam hal ini MRP I sangat berperan. MRP
I dirancang untuk merencanakan hasil-hasil yang bersifat kompleks yang
BOM-nya memiliki dua level atau lebih.
c. Asumsi-Asumsi yang Mendasari MRP
Asumsi-asumsi yang mendasari MRP adalah (Orlicky, et., 1994, hal 51) :

117
1. Setiap item persediaan dapat masuk dan keluar dari stock.
2. Semua komponen untuk suatu rakitan yang dibutuhkan ada pada saat
perakitan dilaksanakan.
3. Komponen-komponen yang dikeluarkan akan digunakan dalam lot
yang berbeda.
4. Beberapa item yang diolah dapat diproses secara bebas antara yang
satu dengan yang lainnya.
d. Input dan Output MRP
Adapun input dan output MRP adalah sebagai berikut:

Gambar 2. 33 Input MRP


(Tersine, 1994, hal 339)
 Input MRP (Tersine., 1994, hal 339) antara lain:
● The master requirement production schedule menguraikan secara singkat
rencana produksi untuk semua end item, hal tersebut menyatakan berapa
banyak item yang direncanakan dan kapan item tersebut diinginkan. Output
item ini berasal dari hasil ramalan end item dan perintah pesanan dari
pelanggan. Master scheduling adalah sebagai dasar input daya penggerak dari
sistem MRP. MRP membawa master schedule dan menterjemakannya ke
dalam individual time-phased component requirements.
● The product structure records juga dikenal dengan bill of materials (BOM)
records yang berisikan informasi terhadap semua bahan, komponen atau

118
subassemblies yang diperlukan untuk menghasilkan masing-masing item akhir
(master scheduled item), sementara master production schedule merencanakan
berapa banyak end item yang harus tersedia pada tanggal tertentu. The product
structure records digunakan untuk menghasilkan sejumlah komponen yang
diperlukan membentuk suatu produk sampai item akhir.
● The inventory status records berisikan on hand dan on order status setiap item
persediaan barang. MPS memberikan informasi pada sistem MRP mengenai
item apa yang harus diproduksi dan BOM yang mengakses sistem untuk
menemukan komponen apa yang akan dicek untuk menentukan apakah
persediaan memenuhi jadwal produksi untuk dalam satu periode tertentu.
 Proses Perencanaan Kebutuhan Material
Ada empat tahap dalam proses perencanaan kebutuhan material, tahapan
tersebut adalah sebagai berikut (Orlicky, et al., 1994, hal 91):
1. Netting (Perhitungan kebutuhan bersih)
Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan
selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan.
2. Lotting (Penentuan ukuran pemesanan)
Lotting adalah menentukan besarnya pesanan setiap individu berdasarkan pada
hasil perhitungan netting.
3. Offsetting (Penetapan besarnya waktu ancang-ancang)
Offsetting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melaksanakan
rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih yang diinginkan Lead
Time.
4. Exploding (Perhitungan selanjutnya untuk level di bawahnya)
Exploding adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat level di
bawahnya, berdasarkan pada rencana pemesanan.
 Output dari MRP

119
Gambar 2. 34 Output MRP
MRP akan memberikan informasi tentang (Tersine, 1994, hal 341) :
1. Bahan dan komponen apa saja yang akan dipesan serta berapa banyak
yang diperlukan.
2. Kapan waktu komponen itu akan dipesan.
3. Apakah kompoen tersebut pemesanannya dipercepat, diperlambat atau
dibatalkan.
Secara garis besar output dari proses MRP dapat dibagi dalam tiga bagian
(Oden, et, al., 1998 hal 144) yaitu:
1. MRP Primary Report (Laporan Utama)
Primary Report atau yang biasa dikenal dengan MRP Report, merupakan
format laporan yang terdiri dari dua bentuk, yaitu format horizontal (dalam
harian dan mingguan) dan format vertikal (dengan waktu dalam setiap
harinya).
Contoh format horizontal :
Tabel 2. 20 Final MRP
LOT ITEM Periode
LT OH SS ALL LEVEL KETERANGAN PD
SIZE CODE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gross Requirements
Schedule Receipts
Project on Hand
Net Requirements
Planned Order Receipts
Planned Order Releases

Catatan pada kolom di atas mempunyai arti sebagai berikut (Oden, et al., 1998,
hal 114) :
 Gross Requirement: Total produksi yang harus dipenuhi pada periode
waktu tertentu. Untuk end item jumlah diproleh dari MPS, dan komponen
jumlahnya diperoleh dari “planned order releases” level sebelumnya.

120
 Schedule Receipt (Biasa dikenal dengan dengan on-order, open order atau
schedule order): Material yang sudah dipesan, atau telah tiba.
 Project on Hand: Jumlah inventory yang ada pada akhir periode yang
dapat digunakan untuk memenuhi demand pada periode berikutnya.
 Net Requirement: Jumlah akhir dari item yang harus disediakan untuk
memenuhi master schedule requirements. (Net requirements sama dengan
nol jika inventory yang tersedia memenuhi gross requirements).
 Planned Order Receipts: Ukuran dari perencanaan order (order belum
ditempatkan) pada periode yang dibutuhkan. Muncul pada periode waktu
yang sama seperti net requirements, tapi ukurannya dibatasi dengan
ketentuan lot size yang tepat.
 Planned Order Releases: Saat order sudah di-release maka item sudah
tersedia pada saat dibutuhkan. Sama halnya dengan planned order receipt
yang sudah diimbangi dengan lead time. Planned order releases pada
periode pertama digunakan untuk material requirements level di
bawahnya.
Contoh format vertikal :
Tabel 2. 21 Format Vertikal
Date Reference Parent Start Recpt Reqt Avail
15-Jun 25
15-Jun WO3519 CBA 25 0
22-Jun WO3518 12-Jun 50 50
22-Jun PL3622 CBA 25 25
etc
Item = A Bicycle, LT = 8 days, QQ = LFL, SS = 0
2. Action Report (Laporan Kegiatan)
Output ini biasa disebut dengan MRP Expection Report (laporan
pengecualian), perencana MRP memfokuskan perhatian langsung terhadap
kebutuhan item dan keputusan selama melakukan kegiatannya. Contoh:
Tabel 2. 22 Contoh Action Report
MRP ACTION REPORT
Planned : WJB Run Date : 8/15

121
Date
Item Description Action Order Quantity Date to
from
B-21 Mountain Bike Rel/Exp P2469 200 15-Aug 8-Aug
Release P2475 200 15-Aug
B-23 Mountain Bike-special Resshed W3321 100 31-Aug 22-Sep
S445 Spokes Expedite S8293 1000 15-Sep 28-Aug
S226 Seat-Vinyl Cancel S7321 50 12-Sep

3. MRP Pegging Report (laporan penetapan MRP)


Output ini akan menyediakan sumber dari kebutuhan pada level tertinggi
selanjutnya dalam Bill of Material, seperti tiap pesanan perusahaan yang
dikeluarkan dari item pada setiap kebutuhan kotor. Contoh :

Tabel 2. 23 Contoh Pegging Report


ITEM : DATE :
DESCRIPTION : Bearing
4327 6/11
Required Quantit Order
Source of requirements
date y number
15-Jun 11 Item 7653 W5473
15-Jun 17 Item 9365 W7754
22-Jun 30 Item 4768 W4752
22-Jun 5 Portland Plant W1732
22-Jun 10 Service Forecast
29-Jun 17 Item 9365 W7758
29-Jun 15 Item 3472 W4471
e. Keuntungan dari MRP
Beberapa keuntungan dari MRP (Heizer,et.al., 1993, hal 606) adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan.
2. Meningkatkan utilitas dan fasilitas dari tenaga kerja.
3. Perencanaan persediaan dan penjadwalan menjadi lebih baik.
4. Respon terhadap perubahan pasar semakin cepat.
5. Mengurangi level persediaan tanpa mengurangi pelayanan pelanggan.

122
2.6.6 Persediaan
Pengendalian dan pemeliharaan persediaan merupakan suatu masalah yang
dihadapi oleh setiap perusahaan di berbagai sektor ekonomi. Terminologi dari
persediaan dapat digunakan untuk beberapa pengertian yang berbeda-beda, seperti
(Tersine, 1994, hal 3) :
2. Stok yang dimiliki saat ini (on hand) pada waktu tertentu (aset yang tidak
dapat dirasakan, dilihat dan dihitung).
3. Daftar item-item dari semua aset fisik.
4. Alat yang digunakan untuk menentukan jumlah item yang dimiliki saat ini.
5. Merupakan nilai dari stok barang-barang yang dimiliki oleh organisasi
pada suatu saat tertentu (untuk laporan keuangan).

a. Definisi dan Fungsi Persediaan


Persediaan dapat didefinisikan sebagai bahan yang disimpan dalam
gudang untuk kemudian digunakan atau dijual (Biegel, et al., 1992, hal 112).
Persediaan dapat berupa bahan baku untuk keperluan proses, barang-barang yang
masih dalam pengolahan dan barang jadi yang disimpan untuk penjualan.
Persediaan adalah hal yang pokok sebagai fungsi yang tepat dari suatu usaha
pengolahan/pembuatan.
Persediaan bahan baku disimpan untuk kemudian diubah menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi. Persediaan bahan baku harus diadakan karena
secara umum adalah tidak ekonomis apabila membeli atau menjadwalkan
penyerahan bahan baku pada saat diperlukan dalam proses pembuatan.
Sepanjang mengadakan pembuatan atau pengolahan akan selalu memakan
waktu, dimana persediaan akan selalu terdiri dari barang-barang dalam proses
pengolahan. Dalam beberapa industri, bahan-bahan harus diolah dalam lot atau
dalam bentuk tumpukan-tumpukan. Dalam industri lainnya, aliran bahan harus
disiapkan untuk menghasilkan produk sekaligus dalam beberapa tahapan
kelengkapan.
b. Tipe Persediaan

123
Persediaan dapat terdiri dari supplies, raw materials, in-process goods,
and finished goods. Adapun beberapa tipe dari persediaan adalah sebagai berikut
(Tersine, et al., 1994, hal 3)
 Supplies Inventory, adalah unit persediaan yang digunakan pada saat
normal yang bukan bagian dari produk akhir.
 Raw Materials Inventory, adalah unit persediaan yang digunakan untuk
komponen dibeli dari supplier untuk digunakan sebagai input ke dalam
proses produksi.
 In-Process goods Inventory, adalah unit persediaan yang digunakan pada
komponen yang digunakan untuk melengkapi produk akhir dan masih
melewati proses produksi.
 Finished Goods Inventory, adalah unit persediaan yang digunakan pada
komponen yang akan menjadi produk akhir.

c. Alasan-Alasan Diadakannya Persediaan


Persediaan barang jadi secara umum dibuat karena tiga alasan (Biegel, et
al., 1992, hal 115) :
1 Untuk membuat barang dalam jumlah ekonomis. Pembuatan barang dalam
jumlah yang ekonomis memerlukan pemindahan persediaan yang disebabkan
waktu tenggang operasi yang berturut-turut, mulai dari membeli bahan atau
untuk mendapatkan bahan dari produsen sampai ke distributor.
2 Untuk menyediakan permintaan atau penjulan di masa yang akan datang
(perkiraan persediaan). Perkiraan persediaan dibuat sesuai dengan peramalan
permintaan yang telah diketahui. Perkiaraan persediaan dapat dibuat untuk
memenuhi peramalan permintaan dari suatu kampanye penjualan yang cepat
atau suatu musim ramai, atau menaikkan perusahaan pada suatu periode
liburan.
3 Untuk menyiapkan suatu penyangga dalam menghadapi gejolak permintaan
aktual dari permintaan yang diramalkan (fluktuasi atau stok pengaman).
Persediaan keamanan dibuat untuk memenuhi suatu kebutuhan yang muncul

124
dari variasi dalam permintaan nyata dari peramalan permintaan, variasi dari
produksi nyata dari ancaman prduksi dan variasi dalam waktu tenggang.
d. Lot Sizing
Lot sizing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan
ukuran kuantitas produksi dan pembelian. Untuk melakukan penentuan besarnya
lot yang dibutuhkan dalam MRP, dikenal beberapa metoda, antara lain (Oden, et
al., 1998, hal 165):
1. Metode Lot For Lot (LFL)
Jumlah pesanan untuk setiap perioda sama dengan jumlah kebutuhan pada
perioda tersebut akibatnya jumlah persediaan adalah nol ( 0 ).
2. Metode Least Unit Cost ( LUC )
Menentukan ukuran lot berdasarkan ongkos per unit terkecil dengan cara
coba-coba.

.............(II-80)
3. Metode Silver-Meal Algorithm (SMA)
Metode lot sizing yang berdasarkan pada ongkos periode terkecil. Metode
ini mencerminkan ongkos rata-rata per periode sebagai banyaknya periode
pada peningkatan order perlengkapan.

………..(II-81)
4. Metode Part Periode Balancing ( PPA )
Algoritma ini dilakukan dengan pendekatan lot sizing secara heuristic
yang menentukan ukuran ordernya dengan menyeimbangkan antara
ongkos pesan dengan ongkos simpan yang bertujuan untuk menurunkan
ongkos secara total.

…………………………………………………………(II-82)
C = Ongkos Pesan

125
Ph = Ongkos Simpan
5. Wagner-Within Algorithm (WWA)
Teknik ini mengutamakan dalam menentukan ukuran lot yang optimum
dengan mengevaluasi seluruh kemungkinan jumlah order untuk menutupi
kebutuhan bersih sepanjang horizon perencanaan. Algoritma ini
menggunkan prosedur optimasi yang didasari model program dinamis.
WWA meminimasi total dari ongkos set up dan mempengaruhi kelebihan
persediaan sepanjang horison perencanaan.

Zce = C + H ,………………………………………..(II-83)
Dimana:
C Ongkos pesan setiap satu kali pemesanan
H Ongkos simpan/unit/periode
Meneritukan Ongkos Minimum
Rumus :
fe=Min.(zce + fC-1)...............................................................................(II-84)

6. Metode Economic Order Quantity (EOQ)


Teknik didasarkan pada asumsi bahwa kebutuhan bersifat berkelanjutan
(continue) dan pola permintaan yang stabil.

…………………………………………………(II-85)

…………………………………………………… (II-86)
Keterangan :
C = Ongkos Pesan (Rp./pesan)
H = Ongkos Simpan (Rp./unit / bulan)
S = Rata-rata Kebutuhan (unit / bulan)
7. Metode Fixed Period Requirements (FPR)
Teknik ini berdasarkan pada interval pemesanan yang konstan, sedangkan
kuantitas pemesanannya (lot size) boleh bervariasi. Ukuran kuantitas

126
pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan bersih (RT) dari
setiap periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang telah
ditetapkan.

…………………………………………………………(II-87)
Keterangan :
C = Ongkos Pesan (Rp./pesan)
H = Ongkos Simpan (Rp./unit / bulan)
S = Rata-rata Kebutuhan (unit / bulan)
8. Metode Period Order Quantity (POQ)
Identik dengan teknik FPR, interval pemesanan ditentukan dengan suatu
perhitungan yang didasari pada logika EOQ klasik yang telah
dimodifikasi sehingga dapat digunakan pada permintaan pada waktu
periode yang diskrit.

……………………………(II-89)

2.6.7 Capacity Requirements Planning (CRP)


CRP akan menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pada
pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat
kerja selama periode waktu tertentu. Output yang dihasilkan dari CRP adalah
Capacity Requirements Plan Report (CRRP). CRRP ini menunjukkan sebuah
grafik hubungan antara beban yang telah diperhitungkan dengan kapasitas setiap
periode.
Yang termasuk input bagi CRP adalah sebagai berikut (Oden, et al., 1998,
hal 183):
1. Schedule Receipt Status (On Order/Open Order)
Hal pokok dari schedule receipt merupakan baris yang akan menunjukkan
waktu pengadaan sebelumnya dari order/pemesanan yang telah
dijadualkan untuk diterima dan digunakan (tersedia).
2. Planned Orders

127
Hal pokoknya merupakan baris yang akan menunjukkan kapan waktu
pemesanan akan ditempatkan / dilakukan untuk pengadaan sejumlah
kebutuhan dari item.
3. Routing Data
Merupakan arah atau aturan yang akan diikuti suatu item dari satu stasiun
kerja ke stasiun kerja yang lain secara menyeluruh.
4. Work Center Data
Berisi informasi penting yang secara langsung menyinggung tentang
manajemen kapasitas dan siklus kegiatan manufaktur seperti :
 Identifikasi dan deskripsi.
 Urutan mesin atau stasiun kerja.
 Urutan hari kerja per periode.
 Urutan shift per hari kerja.
 Urutan jam per shift.
 Faktor utilitas.
 Faktor efisiensi.
 Rata-rata waktu mengantri.
 Rata-rata waktu menunggu dan perpindahan.
Proses-proses dalam pembuatan CRP adalah sebagai berikut (Oden, et al.,
1998, hal 186):
1. Menghitung kapasitas stasiun kerja (Work Center).
2. Memperoleh informasi on orders dan routing.
3. Menentukan beban (load) setiap work center setiap periode waktu.
4. Menampilkan hasil CRP dengan menunjukkan beban dengan kapasitas
setiap periode waktu.
5. Membandingkan beban setiap work center dengan kapasitas dan
mengambil tindakan yang tepat.
2.7 Sistem Produksi Perakitan
Keberhasilan sistem pada sebuah industri manufaktur dapat diketahui dari
bagaimana proses produksi dalam industri itu berjalan. Proses produksi yang baik
adalah proses produksi yang seimbang, salah satunya yaitu tidak ada penumpukan
material pada satasiun kerja yang memiliki waktu operasi lama dan minimnya

128
waktu idle pada operator di stasiun kerja tertentu akibat menunggu hasil dari
proses di stasiun kerja sebelumnya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut,
maka suatu perusahaan harus mampu mengambil keputusan yang tepat dalam hal
menentukan apa saja yang harus dilakukan perusahaan agar aktivitas operasional
perusahaan meningkat sehingga dapat tercapainya proses produksi yang
seimbang. Untuk itu, line balancing adalah salah satu upaya yang umum
dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut. Menurut Bedworth dan Bailey
(1987:320), Line balancing merupakan suatu jadwal aliran produksi yang
menyeimbangkan beban kerja di setiap stasiun produksi. Line balancing memiliki
kesamaan karakteristik dengan pengalokasian dan penyeimbangan sumber daya,
selain itu line balancing juga berusaha untuk meminimasi cycle time (maksimasi
kecepatan produksi) yang disesuaikan dengan jumlah stasiun kerja.
2.7.1 Line Balancing
Beberapa pengertian dari line balancing:
1. Line Balancing merupakan suatu jadwal aliran produksi yang
menyeimbangkan beban kerja disetiap stasiun produksi. Line Balancing memiliki
kesamaan karakteristik dengan pengalokasian dan penyeimbangan sumberdaya,
selain itu balancing juga berusaha untuk meminimasi stasiun produksi yang
disesuaikan dengan cycle time, atau bisa juga meminimasi cycle time (maksimasi
kecepatan produksi) yang disesuaikan dengan jumlah stasiun kerja (Bedworth, et
al 1987, hal 320).
2. Line Balancing merupakan suatu metode yang digunakan untuk
meminimasi ketidakseimbangan antara mesin atau orang agar memenuhi output
yang dibutuhkan oleh lintasan (Heizer, 1993, hal 399)
3. Line Balancing ialah metode efektif untuk mengamati dan mengendalikan
jadwal sebuah proyek sama baiknya seperti jadwal produksi. Line balancing
mendeterminasikan keadaan dan keseluruhan aktivitas dalam suatu jaringan kerja
dan mengidentifikasi aktifitas-aktifitas yang terlambat dalam proses seperti
penjadwalan (Elsayed et al., 1994, 272).
4. Line Balancing adalah penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas
dari suatu assembly line ke workstation untuk meminimumkan banyaknya
workstation dan meminimumkan total idle time pada semua stasiun untuk tingkat

129
output tertentu. Dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per-unit
produk yang dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus
dipertimbangkan (Gasperz, 2001, hal 360).
Dalam suatu perusahaan yang mempunyai tipe produksi massa, yang
melibatkan sejumlah besar komponen yang harus dirakit, perencanaan produksi
memegang peranan yang penting dalam membuat penjadwalan produksi, terutama
dalam pengaturan operasi-operasi penugasan kerja yang harus dilakukan. Bila
pengaturan dan perancangan tidak tepat, maka setiap stasiun kerja dilintas
perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Hal ini akan
mengakibatkan lintasan perakitan tersebut tidak efisien, terjadi penumpukan
material atau produk setengah jadi di antara stasiun kerja yang tidak berimbang
kecepatan produksinya. Akibat samping lainnya adalah kompensasi ongkos-
ongkos yang hilang serta akibat psikologis yang negatif bagi pekerja.
Persoalan dalam penyeimbangan lintasan berawal dari adanya kombinasi
dari penugasan kerja terhadap operator atau kelompok operator yang menempati
pekerjaan tertentu. Masalah kombinasi tersebut menjadi menyeimbangkan
lintasan, menyeimbangkan opersai atau stasiun kerja dengan tujuan untuk
mendapatkan waktu yang sama disetiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan
produksi yang diinginkan.
Pada umumnya, merencanakan suatu keseimbangan didalam sebuah
lintasan perakitan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas
yang optimal, dimana tidak terjadi penghamburan fasilitas.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keseimbangan
lintasan perakitan tersebut didasarkan pada :
1. Hubungan antara kecepatan produksi (Production Rate),
2. Operasi yang dibutuhkan dan urutan-urutan kebergantungan (squence),
3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi (Work Elemen
Time),
4. Sejumlah operator yang melakukan operasi.
2.7.2 Perhitungan Waktu Baku
Cara sederhana untuk melakukan perhitungan efisiensi lintasan adalah:

130
∑ Wi x 100 %
Efisiensi Lintasan = k .Wb .............................................................(II-
111)
Dimana: Wi = Waktu baku setiap stasiun
Wb = Waktu baku terbesar antar stasiun
K = Jumlah stasiun
2.7.3 Perhitungan Produktivitas
Produktivitas merupakan suatu tingkat keefektifan penggunaan sumber
daya, yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan antara output dan input
(Stevenson, 2002). Cara sederhana untuk melakukan perhitungan produktivitas:
Output
P=
Input ..............................................................................................(II-110)
Dimana: Input = Jumlah produk terurai
Output = Jumlah produk jadi
2.7.4 Metode Line Balancing
Dalam menyeimbangkan lintas perakitan, ada berbagai metoda dan cara
pendekatan yang berbeda-beda, akan tetapi tujuan penyelidikan pada prinsipnya
sama, yaitu mengoptimalkan lintas perakitan untuk mendapatkan penggunaan
tenaga kerja dan fasilitas yang efisien dimana tekanan penyelidikan
dikonsentrasikan pada aspek waktu.
Cara pendekatan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Meminimumkan jumlah stasiun kerja untuk suatu kecepatan produksi
tertentu.
2. Meminimumkan waktu siklus (memaksimumkan kecepatan produksi).
Berdasarkan jumlah stasiun yang telah ditentukan sebelumnya, metoda
keseimbangan lintas perakitan dapat dikelompokan menjadi lima kelompok besar
yaitu :
1. Metoda Analitis (Matematik) (Elsayed et al., 1994, hal 346)
Pada umumnya metoda analitic didalam memecahkan persoalan
keseimbangan lintas perakitan menggunakan operation reseach dalam
mengoptimalkanya, seperti penggunaan program linier, program dinamis, dan
program bilangan dinamis, dan program bilangan bulat nol satu. Penggunaan

131
program linear ini untuk memecahkan masalah lintasan perakitan dikemukakan
oleh M.E Salveson yang mencoba memecahkan masalah ini dengan jalan
mengelompokan operasi-operasi perakitan kedalam sejumlah kombimasi-
kombinasi tersebut menjadi tugas untuk setiap stasiun kerja. Selanjutnya berusaha
untuk mendapatkan alternatif yang terbaik untuk menyusun kombinasi-kombinasi
ini menjadi urutan tugas sepanjang lintasan perakitan tersebut. Salveson juga
menggunakan programa linear bilangan bulat untuk memastikan bahwa setiap
tugas (kelompok) hanya dibebankan pada satu stasiun. Namun demikian metode
ini masih memerlukan ketelitian serta usaha yang cukup besar untuk memecahkan
persoalan yang kompleks. Metode ini lebih menekankan terhadap pemecahan
masalah secara teoritis, sehingga kurang praktis untuk diterapkan pada persoalan
yang sebenarnya meskipun hasil yang dicapai teliti dankeoptimalannya terjamin.
M
Z =∑ f j X j +cC
Minimize j=1 .............................................................(II – 92)
Untuk rumus di atas dapat dilihat dari uraian di bawah ini :

∑ t i X ij − C ≤ 0
i∈ N , j ∈ M ..............................................................(II-93)

∑ X ij = 1
i∈ M , i ∈ N ......................................................................... (II-94)
k
X ik ≤∑ X hj
j=1 , k∈M , j∈N , h ∈ P i .................................................
(II-95)

∑ X ij−‖W j ‖X j≤0
i∈Wj , j = 1,2,....,M ....................................................(II-96)
La La
∑ iX ai− ∑ jX bj ≤1
i= Ea i=Eb , .........................................................................(II-97)
C1 < C < Cu.............................................................................(II-98)
Dimana :
fj = Biaya pengadaan satu stasiun kerja j
c= Baiaya yang terkait dengan waktu siklus

132
Xij = variable biner 0/1, dimana i menunjukkan pekerjaan dan j
menunjukkan stasiun kerja. Xij bernilai 1 jika pekerjaan i
ditugaskan pada stasiun j dan sebaliknya bernilai o.
ti = waktu proses pekerjaan i
Wj = Kumpulan pekerjaan yang akan ditugaskan pada stasiun kerja; II W j
II adalah bagian dari Wj
Ei = Staiun kerja pertama yang dapat menerima penugasan
Li = Stasiun kerja terakhir yang dapat menerima penugasan
C = Waktu Siklus
Z = Ongkos Total
2. Metoda Probabilistik (Elsayed et al., 1994, hal 366)
Metoda ini dikembangkan oleh para ahli karena seringkali mengalami
kesulitan dalam memecahkan keseimbangan lintasan perakitan. Kesulitan tersebut
terutama disebabkan oleh adanya perubahan kecepatan kerja (konsistensi kerja)
dari para operator apabila mereka beralih dari satu siklus ke siklus berikutnya.
Perubahan kecepatan kerja ini timbul akibat adanya variasi waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan. Sehubungan adanya variasi waktu
elemen kerja dalam lintasan perakitan dengan melakukan penelitian yang
ditunjukan pada aspek elemen tersebut kerja yang bervariasi.
ST − CT
Z=
σ ststion .......................................................................(II-99)
3. Metoda Heuristik
Karena masalah keseimbangan lintasan produksi merupakan persoalan
persoalan kombinasi yang belum bisa dipecahkan secara praktis, maka
berkembang metoda heuristik sebagai suatu metode yang dapat memecahkan
masalah keseimbangan lintasan secara praktis. Prosedur heuristik untuk
memecahkan keseimbangan lintasan ini untuk pertama kali dikembangkan oleh
Fred M Tonge.
Pendekatan dengan metoda heuristik tidak selalu menjamin solusi jawab
yang optimum tetapi didasarkan pada penyederhanaan persoalan kombinasi yang
kompleks sehingga dapat dipecahkan secara sederhana dan dengan metode yang
mudah dimengerti. Pendekatan dengan metode heuristik ini sebenarnya tidak

133
menjamin suatu solusi yang optimal sehingga kriteria yang pokok untuk suatu
pendekatan dengan metode heuristik ini, adalah:
1. Pemecahan lebih baik dan lebih cepat
2. Lebih mudah dan lebih murah untuk diaplikasi ke komputer.
3. Lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya.
Langkah awal dari setiap metode keseimbangan lintasan dengan
menggunakan metoda heuristik yang ada bermula dari Presedence diagram dan
precedence matriks. Pembuatan precedence diagram biasanya menggunakan data
yang berasal dari peta operasi. Kemudian langkah selanjutnya akan mengalami
perbedaan sesuai dengan cirinya dari masing – masing, untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan seperti di bawah ini.
Beberapa metoda heuristik yang umum digunakan dengan teknik manual
adalah sebagai berikut:
a. Metode Helgeson Birnie (Ranked Position Weight / RPW) (Elsayed, et al,
1994, hal 360) Ranked position Weight (RPW) merupakan suatu metode
yang digunakan untuk menyeimbangkan lintasan pada proses produksi
dengan diketahui terlebih dahulu waktu-waktu yang ada dalam proses
perakitan tersebut dengan tujuan agar proses produksi itu berjalan dengan
baik. Metode ini diusulkan oleh W.B Helgeson dan D.P. Birnie.Langkah-
langkah pengolahannya adalah:
1. Lakukan pembobotan dengan cara menentukan jalur/node/jaringan
terpanjang dari masing-masing operasi/tugas berdasarkan waktu
proses dengan melihat kepada precedence yang ada (Position Weight).
2. Jumlahkan waktu operasi dari jalur/node/jaringan yang telah
terbentuk.
3. Urutkan/ranking operasi-operasi berdasarkan waktu terpanjang
(Position Weight terbesar). operasi yang memiliki bobot tertinggi
diberi rangking pertama.
4. Alokasikan operasi yang mempunyai ranking paling awal kepada
stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram.
5. Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada.

134
6. Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu
prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan
dan tidak melanggar precedence diagram.
b. Metode Large Candidate Ruler (LCR)
Metode LCR merupakan penentuan operasi pada stasiun kerja dengan
mengurutkan waktu operasi yang terbesar hingga yang terkecil. Waktu
yang terbesar memiliki ranking satu (1), kemudian perangkingan tersebut
diikuti oleh waktu-waktu operasi selanjutnya. Pengalokasian operasi tiap
komponen pada stasiun dimulai dengan operasi yang memiliki ranking
awal, tetapi hal ini harus tetap dilakukan dengan memperhatikan
precedence diagram.Langkah-langkah pengolahannya adalah:
1. Urutkan/ranking setiap operasi/tugas berdasarkan waktu proses
terlama/terbesar.
2. Alokasikan operasi yang mempunyai ranking paling awal kepada
stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram.
3. Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada.
4. Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu
prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan
dan tidak melanggar precedence diagram.
c. Metode Killbridge Wester (Region Approach / RA) (Elsayed et al., 1994,
hal 353)
Metode ini membagi precedence diagram dalam beberapa wilayah secara
vertikal, dan pada setiap wilayah tidak boleh ada operasi yang berurutan.
Operasi yang tidak memiliki pendahulu (predecessor) ditempatkan pada
wilayah yang paling awal. Pengalokasian operasi pada stasiun diawali
dengan operasi yang berada pada daerah yang lebih awal dengan tetap
memperhatikan precedence diagram, dengan catatan bahwa ketika akan
mengalokasikan operasi yang ada pada wilayah berikutnya, maka seluruh
operasi yang ada pada wilayah sebelumnya harus sudah ditempatkan pada
stasiun yang ada. Pada prinsipnya metode ini berusaha membebankan
terlebih dahulu operasi yang memiliki tanggung jawab yang besar.
Langkah-langkah pengolahannya adalah:

135
1. Bagi precedence diagram yang ada kedalam beberapa wilayah
(region).
2. Pembagian wilayah dilakukan secara vertikal, yang mana setiap
wilayah tidak boleh ada dua operasi yang saling berhubungan.
3. Operasi yang tidak memiliki operasi pendahulu (predecessor)
diletakkan pada wilayah yang pertama /lebih awal.
4. Alokasikan operasi yang terletak pada wilayah yang paling awal
kepada stasiun yang lebih awal dengan memperhatikan precedence
diagramn,
5. Setiap operasi yang berada pada wilayah yang sama mempunyai hak
yang sama untuk dialokasikan kepada stasiun yang ada, oleh karena
itu bisa dipilih operasi mana saja yang akan dialokasikan kedalam
stasiun yang ada.
6. Jika kita akan mengalokasikan operasi yang ada pada wilayah
berikutnya, maka seluruh operasi yang ada pada wilayah sebelumnya
harus sudah dialokasikan semuanya.
7. Alokasikan seluruh operasi kepada seluruh stasiun yang ada.
8. Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu
prosesnya tidak boleh melebihi CT (Cycle Time) yang telah ditentukan
dan tidak melanggar precedence diagram.
d. Metoda Moodie Young (MY) (Elsayed et al.,1994, hal 357):
Metode ini terdiri dari dua fase, yaitu:
Fase 1 : Elemen kerja ditandai dengan stasiun kerja yang berhubungan
dalam garis perakitan, terutama dengan metode Large Candidate Ruler
(LCR). LCR terdiri dari penentuan nilai elemen yang tersedia (dengan
tidak memperhatikan precedence) sesuai dengan penurunan nilai waktu.
(lihat langkah-langkah waktu pengolahan LCR).
Fase 2 : Fase ini berusaha untuk membagi waktu menganggur secara
merata untuk seluruh stasiun kerja dengan mekanisme trades and transfer
antar stasiun. Langkah-langkah dalam fase 2 ini adalah sebagai berikut:

1. Tentukan waktu stasiun terbesar (


ST max ) dan waktu stasiun terkecil (

ST min ) fase 1.

136
2. Setengah dari perbedaan kedua nilai tersebut dinamakan GOAL.
ST Max − ST Min
GOAL =
2 ....................................................(II-100)

3. Tetapkan seluruh elemen tunggal pada ST Max yang kurang dari 2 kali
nilai GOAL dan tidak melanggar aturan precedence jika dipindahkan

ke
ST Min .
4. Tetapkan seluruh kemungkinan pertukaran dari single elemen dari ST

Max ke single elemen ST Min seperti halnya reduksi di ST Max dengan

menambahkan elemen ke ST Min yang mempunyai waktu operasi


mendekati nilai GOAL dengan memperhatikan precedencenya.
5. Lakukan pertukaran atau perpindahan berdasarkan operasi yang
memiliki selisih terkecil dengan GOAL.
6. Jika tidak ada pertukaran atau perpindahan yang memunginkan antara
stasiun terbesar dengan terkecil, tempatkan pertukaran dan
perpindahan antara stasiun yang telah diurutkan berdasarkan pada
nilai N (N-stasiun dirankingkan berdasarkan nilai idle time terbesar),
N – 1,....,3 ,2 , 1.
7. Jika tidak ada pertukaran atau perpindahan yang mungkin dilakukan,
maka kurangi pembatasan dari nilai GOAL dan tetapkan, melalui
langkah pertama sampai dengan langkah 6 untuk mendapatkan
pertukaran atau perpindahan yang tidak akan menaikkan waktu
masing-masing stasiun yang tidak melebihi cycle time.
2.8 Pengendalian Kualitas
Perkembangan dunia usaha yang didorong oleh kemajuan teknologi
memberikan banyak pilihan kepada konsumen untuk memilih produk baik yang
sejenis ataupun yang berbeda jenisnya. Meskipun dihadapkan pada banyak
pilihan, konsumen akan memilih produk yang menurut mereka paling berkualitas,
yaitu barang yang sesuai dengan karakteristik keinginannya dan mampu
memenuhi bahkan melebihi harapannya. Oleh karena itu, perusahaan dituntut
untuk memberikan kualitas produk terbaik terhadap konsumen agar mampu
bersaing dengan produk sejenis. Untuk mengetahui kelayakan kualitas suatu

137
produk sebelum dipasarkan kepada konsumen, maka dilakukan pengendalian
kualitas yang bertujuan untuk mengendalikan kualitas yang berkesinambungan
sehingga diperoleh perbaikan yang maksimal. Menurut Edward Deming (1986),
Kualitas dapat dicapai melalui perbaikan proses. Perbaikan atau peningkatan
kualitas proses akan meningkatkan keseragaman produk, mengurangi overlapping
dalam pekerjaan serta berbagai kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan,
mengurangi pemborosan tenaga kerja, waktu, dan material serta peningkatan
output dengan usaha yang minimum. Menurut Feigenbaum, A V (1986),
Pengendalian kualitas merupakan suatu sistem yang terdiri dari pemeriksaan atau
pengujian, analisa, dan tindakan-tindakan yang harus diambil dengan
memanfaatkan kombinasi seluruh peralatan dan teknik untuk mengendalikan
kualitas produk dengan ongkos minimal sesuai dengan keinginan konsumen.
2.8.1 Definisi Kualitas
Kualitas mempunyai berbagai macam arti, di mana setiap ahli memiliki
pengertian yang berbeda-beda. Salah satu definisi dari kualitas adalah ‘Kesesuaian
dengan persyaratan’ (Crosby, 1979). Definisi ini kemudian berkembang menjadi
definisi kualitas menurut Garvin, yang membagi definisi kualitas menjadi 5
bagian, yaitu :
1. Transcendent Quality, yaitu kondisi ideal menuju keunggulan
2. Product-based Quality, yaitu suatu atribut produk yang memenuhi kualitas
3. User-based Quality, yaitu kesesuaian atau ketetapan dalam penggunaan
produk (barang dan/atau jasa)
4. Manufacturing-based Quality, yaitu kesesuaian terhadap persyaratan-
persyaratan standar
5. Value-based Quality, yaitu derajat keunggulan pada tingkat harga yang
kompetitif
Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya
definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian
yang lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak dikenal antara
lain:
 Kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang
kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara

138
tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi
yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus
didefinisikan terlebih dahulu (ISO 8402 dan SNI 19-8402-1991).
 Kualitas adalah suatu strategi bisnis mendasar yang mengupayakan
mengahasilkan aneka barang dan jasa yang memuaskan para pelanggan
baik internal maupun eksternal secara lengkap dengan berusaha memenuh
harapan–harapan mereka baik yang emplisit maupun eksplisit (Ternner &
Toro, 1992)
 Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen
sekarang dan masa mendatang (E. Edward Deming, 1928)
Kualitas merupakan suatu kondisi yang selalu berubah (dinamis) serta
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (customer). Deming (1928)
menjelaskan bahwa kualitas dapat dicapai melalui perbaikan proses. Perbaikan
atau peningkatan kualitas proses akan meningkatkan keseragaman produk,
mengurangi overlapping dalam pekerjaan serta berbagai kesalahan dalam
pelaksanaan kegiatan, mengurangi pemborosan tenaga kerja, waktu dan
material serta peningkatan output dengan usaha yang minimum.
2.8.2 Total Quality Control
Juran dalam “Quality Control Handbook” menyatakan bahwa
pengendalian kualitas terdiri dari 3 aspek, yaitu:
1. Quality Planning. Pada tahap ini, produsen harus:
 Identifikasi kebutuhan konsumen, baik internal maupun eksternal
 Rancang produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen
 Rancang proses produksi produk itu
 Produksi produk sesuai dengan spesifikasi
2. Quality Control, Pengendalian kualitas produk pada saat proses produksi.
Pada tahapan ini, produsen harus:
 Identifikasi element kritis yang harus dikendalikan dan berpengaruh
pada kualitas
 Kembangkan alat dan metode pengukurannya
 Kembangkan standar bagi elemen kritis

139
3. Quality Improvement
Kegiatan ini dilakukan jika ditemui ketidaksesuaian antara kondisi aktual
dengan kondisi standar. Metode Six Sigma merupakan tindakan yang
berada pada tahapan ini.
2.8.3 Kapabilitas Proses
Kapabilitas proses (process capability) adalah kisaran di mana variasi
alami suatu proses terjadi akibat penyebab umum suatu sistem, atau dengan kata
lain pencapaian suatu proses dalam kondisi stabil. Memahami kapabilitas suatu
proses memungkinkan untuk memprediksi secara kuantitatif seberapa baik suatu
proses dapat memanuhi spesifikasi serta untuk menentukan kebutuhan suatu
peralatan serta suatu pengendalian yang dibutuhkan.

Hubungan antara variasi dan spesifikasi alami sering diukur menggunakan


tolok ukur yang disebut dengan indeks kapabilitas proses. Indeks kapabilitas
proses, Cp, diartikan sebagai rasio lebar spesifikasi terhadap toleransi alami
proses tersebut.

.................................................................................(2-131)
Dimana :
USL = upper specification limit
LSL = Lower specification limit
= standar deviasi proses
Keterangan :
Cp = 1 ~ proses berada di tengah dan memenuhi spesifikasi
Cp < 1 ~ proses tidak memenuhi spesifikasi
Cp < 1 ~ proses memenuhi spesifikasi tapi harus dilakukan monitoring
Cp index mengasumsikan bahwa proses tesebut berpusat di tengah
sehingga nilai Cp tidak terantung pada rata-rata proses tersebut. Untuk mencakup

140
informasi mengenai penempatan proses di pertengahan, sering kali digunakan
indeks atau sisi.

...................................................................................(2-132)

....................................................................................(2-133)
Dimana :
USL = upper specification limit
LSL = Lower specification limit
= standar deviasi proses
Cpu = Capability Process Upper
Cpl = Capability Process Lower
2.8.4 Tujuh Alat Pengendali Kualitas
Dalam upaya untuk menciptakan perbaikan kualitas yang berkelanjutan
diperlukan tools yang bisa merealisasikan hal tersebut. Pada dasarnya terdapat
tujuh alat yang biasa disebut seven quality control tools yang dapat dipergunakan
dalam pengendalian kualitas:
1. Lembar Periksa (Check Sheet)
2. Grafik
3. Pemisahan Masalah (Stratifikasi)
4. Peta Kendali
5. Diagram Pencar
6. Diagram Pareto
7. Diagram Sebab Akibat
2.8.4.1 Checksheet
Checksheet (Lembar Periksa) adalah suatu alat sederhana yang
dipergunakan untuk mengumpulkan data serta untuk memudahkan dalam
melakukan analisis selanjutnya. Checksheet berbentuk suatu lembaran yang berisi
bahan-bahan keterangan yang telah ditentukan sasarannya dengan kolom
jumlah/ukuran barang atau kegiatan yang diperiksa dengan penentuan waktu yang
teratur ataupun bebas. Adapun fungsi dari shecksheet adalah sebagai berikut:
 Untuk menghitung jumlah produksi/jasa yang dihasilkan

141
 Untuk menghitung kerusakan/kesalahan produk yang dibuat
 Untuk mengukur bentuk (panjang/volume hasil produksi)
 Untuk mengukur keadaan/kondisi alat/hasil produksi
 Untuk mengukur waktu proses pekerjaan
Tabel 2. 24 Check Sheet
LEMBAR PERIKSA
NAMA PRODUK :
KARAKTER YANG DIUKUR :
STASIUN PEMERIKSAAN :
DIPERIKSA OLEH :
TANGGAL DIPERIKSA :

KARAKTERISTIK KUALITAS (CM)


PEMERIKSAAN KE - NO. PRODUK
TINGGI LEBAR DIAMETER

2.8.4.2 Grafik Histogram


Histogram adalah bentuk dari grafik kolom yang memperlihatkan
distribusi yang diperoleh bila mana data dalam bentuk angka telah terkumpul.
Dalam histogram, nilai dari peubah berkesinambungan digambarkan pada sumbu
horizontal yang dibagi dalam kelas atau sel yang mempunyai ukuran sama.
Histogram ini dipakai untuk mennetukan masalah dengan melihat bentuk dan sifat
dispersi dan nilai rata-rata.

HISTOGRAM
JUMLAH CACAT

30
20
JUMLAH CACAT
10
0
A B C D E F G
PENYEBAB CACAT

Gambar 2. 35 Histogram

142
2.8.4.3 Stratifkasi
Stratifikasi adalah penguraian atau pengklasifikasian persoalan menjadi
kelompok atau golongan yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tungal dalam
persoalan. Stratifikasi dimaksudkan untuk mengelompokkan objek permasalahan
di mana hal-hal serupa dapat dikelompokkan menjadi satu sehingga arah
pemecahan menjadi jelas atau mudah. Dalam pengendalian kualitas stratifikasi
digunakan untuk berbagai macam variasi kualitas pada proses produksi menurut:
1. Jenis kesalahan atau kerusakan
2. Penyebab kesalahan atau kerusakan
3. Lokasi kesalahan atau kerusakan
4. Material, unit kerja, lot dan lain-lain.
2.8.4.4 Peta Kendali (Control Chart)
Peta kendali merupakan alat kendali mutu pada proses, dan memberikan
petunjuk jika mutu proses menyimpang dari batas kendali (atas dan bawah) yang
telah ditentukan. Batas kendali diperoleh dari analisis statistik berdasarkan
perhitungan matematis. Peta kendali hanya dapat menunjukkan adanya
penyimpangan, tetapi tidak dapat menunjukkan penyebab dari penyimpangan.
Peta kendali berguna untuk menganalisis proses dengan tujuan untuk
memperbaiki secara terus-menerus. Tujuan penggunaan dari peta kendali ini
adalah untuk menghilangkan variasi yang terjadi dalam proses. Peta kendali
berdasarkan jenis data yang digunakan dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Peta Kendali Variabel: peta kendali ini disusun berdasarkan data-data hasil
pengukuran (data yang diukur), contohnya panjang, lebar, isi dan berat.
2. Peta Kendali Atribut : peta kendali atribut disusun berdasarkan data-data
hasil menghitung (data yang dihitung/jumlah), contohnya jumlah
kerusakan dan jenis kerusakan. Macam-macam peta kendali atribut :
2.8.4.5 Peta Kendali Variabel
 Peta Kendali R
Peta Kendali R digunakan untuk memonitor stabilitas variasi proses. Peta

kendali R biasanya digunakan bersama-sama dengan peta kendali X .

- Menghitung R subgrup

143
R  X terbesar  X terkecil
.............................................................(II-123)

-
Menghitung R

R1  R2  R3  ...  Rk
R
k ....................................................(II-124)

Menghitung batas-batas kendali :

- Batas Kendali Atas (Upper Control Limit) = D4 R ................(II-

125)

- Batas Kendali Bawah (lower Control Limit) = D3 R ...........(II-126)

 Peta Kendali X
Peta Kendali X digunakan untuk memonitor stabilitas mean sebuah proses.

Peta kendali X biasanya digunakan dalam volume produksi menegah

sampai tinggi yang memungkinkan penggunaan subgrup.


- Menghitung nilai rata-rata X untuk setiap subgrup

X 1  X 2  X 3  ...  X n
X
n
.....................................................(II-127)

- Menghitung rata-rata total x dengan membagi seluruh x dari masing-

masing subgrup dengan jumlah sub grup k:

X 1  X 2  X 3  ...  X k
X
k
...................................................(II-128)

Menghitung batas-batas kendali :

- Batas Kendali Atas (Upper Control Limit) = x + A2 R ..........(II-129)

- Batas Kendali Bawah (lower Control Limit) = x – A2 R .......(II-130)

144
2.8.4.6 Peta Kendali Atribut
 Peta Kendali P
Peta kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi produk dalam
satu lot yang tidak memenuhi syarat spesifikasi atau proporsi produk yang
cacat dalam suatu proses. Proporsi produk yang tidak memenuhi syarat
didefinisikan sebagai perbandingan banyaknya item yang tidak memenuhi
syarat dalam suatu populasi terhadap banyaknya item dalam populsasi
tersebut.

......................................................................................(II-131)
Dimana :
P = rata-rata bagian yang ditolak
Di = jumlah cacat yang ditolak
n = jumlah item/sampel yang diperiksa
Menghitung batas-batas kendali :

- Garis Tengah (Central Limit): CL= p .....................................(II-132)

- Batas kendali atas (Upper Control Limit):

UCL = p + .............................................................(II-133)
- Batas kendali bawah (Lower Control Limit):

LCL = p – ................................................................(II-134)
 Peta kendali np
Peta kendali np ini hampir sama dengan peta kendali p. Peta kendali np
digunakan untuk ukuran jumlah barang yang diperiksa. (sampel) konstan.

.....................................................................................(II-135)
Dimana :
np = rata-rata bagian yang ditolak
Di = jumlah cacat yang ditolak
n = jumlah item/sampel yang diperiksa

145
Menghitung batas-batas kendali :

- Garis Tengah (Central Limit): CL = n p ...............................(II-136)

- Batas kendali atas (Upper Control Limit):

UCL = n p + (II-137)
.........................................................

- Batas kendali bawah (Lower Control Limit):

LCL=n p - (II-138)
...............................................................

 Peta Kendali C
Jika peta kendali p dan np didasarkan pada unit produk yang cacat maka
peta kendali c digunakan untuk mengendalikan jumlah total kecacatan per
unit dimana ukuran masing-masing sampel harus konstan.

.........................................................................................(II-139)
Dimana :
= rata-rata ketidaksesuaian yang diamati dari sejumlah barang yang
diperiksa.
Ci = jumlah ketidaksesuaian per produk
n = jumlah item/sampel yang diperiksa.
Menghitung batas-batas kendali :
- Garis Tengah (Central Limit):
c
..............................................................................................(II-140)
- Batas kendali atas (Upper Control Limit):

c  3 c ......................................................................................(II-141)

- Batas kendali bawah (lower Control Limit):

c3 c
.......................................................................................(II-142)

 Peta kendali u
Peta kendali u sama dengan peta kendali c tetapi dengan ukuran jumlah
barang yang diperiksa (sampel) bervariasi.

146
k

u
i 1
i
u k

n
i 1
i

...........................................................................................(2-143)

Dimana :
u = rata-rata ketidaksesuaian yang diamati dari sejumlah barang yang
diperiksa
ui = jumlah ketidaksesuaian per produk
ni = jumlah item/sampel yang diperiksa
Menghitung batas-batas kendali :
- Garis Tengah (Central Limit):

CL = u ......................................................................................(II-144)

- Batas kendali atas (Upper Control Limit):

u
u 3
UCL = n
..........................................................................(II-145)

- Batas kendali bawah (Lower Control Limit):

u
u3
n
LCL = ..........................................................................(II-146)

2.8.4.7 Diagram Pencar


Diagram pencar adalah suatu diagram yang memperlihatkan hubungan
(korelasi) sebab akibat suatu penyebab dengan penyebab lainnya, atau antara
suatu penyebab dengan akibatnya. Misalnya:
- Antara penerimaan dengan pengeluaran
- Antara tinggi badan dengan berat badan
- Antara tingkat produksi dengan tingkat penjualan

147
Tabel 2.25 Macam Diagram Pencar
No Diagram Keterangan
Korelasi Porsitif
- Pertambahan pada sumbu y tergantung pada
1 pertambahan sumbu x
- Bila x dikendalikan maka y akan terkendali
pula

148
Tabel 2.23 Macam Diagram Pencar
No Diagram Keterangan
Korelasi Porsitif mungkin ada
- jika x bertambah, maka y akan bertambah
2
sedikit, tetapi y seolah-olah mempunyai
penyebab lain selain dari x
Tidak ada korelasi
- Tidak terdapat hubungan/korelasi
3
- Perubahan x tidak mempunyai perubahan nilai
dari y
Korelasi Negatif
- Pertambahan pada sumbu x akan menyebabkan
4
penurunan pada sumbu y
- Maka x dapat dikendalikan sebagai pengganti y
Korelasi negatif mungkin ada
- Pertambahan pada sumbu x menyebabkan
kecenderungan penurunan sedikit pada sumbu
5
y
- Perubahan y tidak semata-mata disebabkann oleh
x

Peaks
- Diagram terbagi dua
6 - Area kiri dapat diperlakukan sebagai korelasi positif dan area kanan
sebagai korelasi negative

Troughs
- Diagram terbagi dua
7
- Area kiri dapat diperlakukan sebagai korelasi negatif dan area kanan
sebagai korelasi positif

2.8.4.8 Diagram Pareto


Diagram pareto adalah histogram data yang mengurutkan data dari
frekuensinya terbesar hingga terkecik. Diagram pareto dipergunakan untuk
mengidentifikasi karakteristik mutu yang perlu mendapatkan prioritas perbaikan

149
dan pengendalian. Diagram pareto dapat menunjukkan item kecacatan yang sering
muncul., kecacatan tersebut ditangani terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan item cacat tertinggi kedua dan seterusnya. Kegunaan diagram pareto
antara lain:
1. Menunjukkan masalah utama dengan menunjukkan urutan prioritas dari
beberapa masalah.
2. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan.
3. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada daerah
terbatas.
4. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah
perbaikan.
815 105
85
610
65
jumlah
405 45 cacat
25 Kum %
200
5 Cacat
-5 -15
A C B E D

Gambar 2. 36 Diagram Pareto

2.8.2.9 Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat adalah sebuah metode grafis sederhana untuk
membuat hipotesis mengenai rantai penyebab dan akibat serta untuk menyaring
potensi penyebab dan mengorganisasikan hubungan antar variabel. Kegunaan
utama diagram ini adalah untuk menganalisis timbulnya akibat, yaitu dengan
mencari atau menemukan dan menggambarkan faktor-faktor yang menjadi
penyebab dari suatu masalah. Untuk mennetukan faktor penyebab yang
berpengaruh, biasanya terdapat 5 faktor utama yang harus diperhatikan, yaitu:
 Manusia (man)
Berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan (tidak terlatih, tidak
berpengalaman), kekurangan dengan ketermapilan dasar yang berkaitan
dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidak pedulian dan lain-lain.
 Mesin (machine)

150
Berkaiatan dengan system perawatan preventif terhadap mesin-mesin
produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan
spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu panas, dan
lain-lain.
 Metode kerja (method)
Berkaiatan dengan tidak ada prosedur dan metoda kerja yang benara, tidak
jelas, tidak diketahui, tidak distandarisasi, tidak cocok dan lain-lain.
 Bahan (material)
Berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan
penolong yang ditetapkan, ketiadaan bahan penanganan yang efektif
terhadap bahan baku dan bahan penolong itu.
 Lingkungan (environment)
Berkaitan dengan kondisi tempat kerja saat melakukan pekerjaan yng
berpengaruh terhadap karyawan/operator, kelembapan, suhu ruangan,
tingkat kebisingan dan lain-lain.

Manusia Mesin

Mutu

Metode Bahan Lingkungan

Cause Effect

Gambar 2. 37 Diagram Sebab Akibat


2.8.5 Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
FMEA adalah suatu alat kualitatif yang dapat mendukung strategi-strategi
mutu yang proaktif. Failure Mode and Effects Analysis adalah alat yang sangat
esensial dalam praktik sejak dari pendefinisian produk dan proses, mengawali
perencanaan mutu dan penyebaran fungsi mutu serta berlanjut hingga tahap-tahap
pengembangan. FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai modus dan
mekanisme kegagalan yang mungkin, beraneka efek dan konsekuensi yang
dipunyai modus-modus kegagalan pada unjuk kerjanya, dan beraneka sarana

151
pencegahan yang mungkin. Hasil dari FMEA adalah rencana-rencana produk dan
tindakan proses untuk mengeliminasi dari modus-modus kegagalan. Desain
(produk) atau proses FMEA dapat menyediakan beberapa fungsi, seperti yang
terurai di bawah ini:
 Suatu cara tinjauan sistematik dari komponen kegagalan untuk
meyakinkan bahwa kegagalan yang lain menghasilkan kerusakan yang
minimal kepada produk atau proses.
 Menentukan efek dari kegagalan apa saja yang ada dalam item lain
didalam produk atau proses dan fungsinya.
 Menentukan part dari produk atau proses dimana kegagalan mempunyai
efek kritis dalam produk atau proses operasi, hingga menghasilkan
kerusakan yang besar, dan modus kegagalan mana yang akan
membangkitkan efek kerusakan.
 Mengkalkulasikan peluang kegagalan dalam perakitan, sub-perakitan,
produk dan proses dari peluang kegagalan individual dari tiap
komponennya dan perencanaan dari tiap bagian tersebut. Sejak komponen
memiliki lebih dari satu modus kegagalan, peluang merupakan satu hal
yang pasti didalam seluruh jumlah dari total semua modus kegagalan.
 Menetapkan program pengujian yang dibutuhkan untuk menentukan
modus kegagalan dan tingkat data yang tidak tersedia dari sumber lain.
Terdapat dua tipe FMEA, yaitu:
1. Design FMEA
FMEA membantu dalam proses perancangan dengan mengidentifikasi
modus kegagalan yang diketahui dan dapat diduga dari sekarang, dan
kemudian merangking kegagalan tersebut berdasarkan dampak relatifnya
terhadap produk.

152
Tabel 2.26 Design FMEA
FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (DESIGN FMEA)
FMEA NUMBER :
ITEM : DESIGN RESPONSIBILITY PAGE 1 OF 1
MODE NUMBER/YEAR : KEY DATE : PREPARED BY :
CORE TEAM : FMEA DATE (ORIG) (REV):
POTENTIAL POTENTIAL POTENTIAL CAUSE CURRENT RESPONSIBILITY AND
ITEM/ RECOMMENDED
FAILURE EFFECTS (S) S (S)/MECHANISM (S) OF O PROCESS D RPN TARGET
FUNCTION ACTION
MODES OF FAILURE FAILURE COMTROL COMPLETION DATES
2. Process FMEA
Process FMEA merupakan teknik analitik yang dimanfaatkan oleh
engineering team yang bertanggung jawab dalam proses manufaktur yang
akan menyakinkan peluang modus kegagalan, dan hubungannya dengan
penyebab/mekanisme yang dipertimbangkan.
Tabel 2.27 Process FMEA
FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (Process FMEA)
FMEA NUMBER :
ITEM : DESIGN RESPONSIBILITY PAGE 1 OF 1
MODE NUMBER/YEAR : KEY DATE : PREPARED BY :
CORE TEAM : FMEA DATE (ORIG) (REV):
POTENTIAL POTENTIAL POTENTIAL CAUSE CURRENT RESPONSIBILITY AND
ITEM/ RECOMMENDED
FAILURE EFFECTS (S) S (S)/MECHANISM (S) OF O PROCESS D RPN TARGET
FUNCTION ACTION
MODES OF FAILURE FAILURE COMTROL COMPLETION DATES

2.8.6 Pendekatan 5W+1H


Pada dasarnya rencana-rencana tindakan akan mendeskripsikan tentang
alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan alternatif yang akan digunakan
dalam implementasi. Bentuk pengawasan dan usaha-usaha untuk mempeljari
melalui pengumpulan data dan analisis ketika implementasi dari suatu rencana
juga harus direncanakan pada tahap ini (Gasperz, 2002). Contoh untuk
pengembangan rencana tindakan dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.

153
Tabel 2.28 5W+1H

2.9 Analytical Hierarki Proses (AHP)


Analitycal Hierarki Proses (AHP) merupakan suatu model pengambilan
keputusan yang dapat masalah multi factor ataupun masalah multi kriteria yang
kompleks menjadi suatu susunan hirarki (Saaty, 1993). Analitycal Hierarki
Proses (AHP) banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam
menyelesaikan masalah-masalah dalam hal perencanaan, penentuan alternative,
penyusunan prioritas, pemilihan kebijakan, alokasi sumber daya, penentuan
kebutuhan, peramalan hasil, perencanaan hasil, perencaan sistem, pengukuran
performansi, optimasi dan pemecahan konflik (Aditya W, 2005).
AHP adalah sebuah metode untuk memeringkat alternatif keputusan dan
memilih yang terbaik dengan beberapa kriteria. AHP mengembangkan satu nilai
numerik untuk memeringkat setiap alternatif keputusan, berdasarkan pada sejauh
mana tiap-tiap alternatif memenuhi kriteria pengambil keputusan (Taylor, 2014).
AHP adalah sebuah konsep untuk pembuatan keputusan berbasis multicriteria
(kriteria yang banyak). Beberapa kriteria yang dibandingkan satu dengan lainnya
(tingkat kepentingannya) adalah penekanan utama pada konsep AHP (Nugeraha,
2017). AHP adalah analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan
dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami

154
suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil
keputusan (Putri, 2012)

2.9.1 Dasar - Dasar dalam Menentukan Lokasi Pemasaran


Pemasaran yang efektif terlihat dari bagaimana konsumen dapat
menjangkau produknya dengan mudah. Maka dari itu, penentuan lokasi
pemasaran sangat berpengaruh terhadap pertimbangan keputusan konsumen
dalam membeli suatu produk. Lokasi merupakan tempat usaha yang sangat
mempengaruhi keinginan seorang konsumen untuk datang dan berbelanja
(Suwarman, 2011,h.280). Pemilihan lokasi pemasaran ini harus ditentukan
berdasarkanpertimbangangan-pertimbangan yang disertai dengan fakta konkrit
karena pemilihan lokasi pemasaran sangat berperan dalam menentukan
tercapainya tujuan perusahaan.
Menurut Novelia dan Sardjito (2015), permasalahan penentuan lokasi
pemasaran bukanlah sesuatu yang mudah dipecahkan. Pada umumnya, terdapat
beberapa kondisi yang mengakibatkan terjadinya penentuan lokasi terbaru,
diantaranya:
1. Perluasan Pabrik/Pasar.
Perluasan pabrik atau perluasan pasar adalah salah satu strategi untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan. Menurut Asihanto (2013),
perusahaan melakukan perluasan pabrik, jika dalam usahanya terdapat:
a) Fasilitas-fasiltas produksi yang dipergunakan terlalu tradisional.
b) Keperluan pasar (market demand) meningkat dan berkembang di
luar jangkauan volume produksi yang ada
c) Service yang tidak memadai pelanggan.
2. Penguraian Pabrik ke dalam sentral-sentral unit kerja (Desentralisasi).
Desentralisasi adalah suatu proses dimana pabrik memisahkan lokasi ke
berbagai tempat dengan fasilitas dan tanggung jawab yang sama (Oktavia,
2007). Sistem ini meminimalkan keseluruhan anggaran produksi yang
sedikit dan memaksilkan keuntungan. Pemilihan tempat merupakan
keputusan yang signifikan, lantaran kekacauan yang telah dilakukan harus

155
secepat mungkin diperbaiki untuk menghindari kerugian pemodalan dalam
mencari aternatif lokasi di tempat lain.
3. Aspek ekonomis
Aspek ini meliputi modifikasi pasar, pengadaan sumber daya manusia dan
sebagainya. Menurut Pratiwi (2010) dalam membuat keputusan lokasi
terdapat lima langkah yang perlu dilakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Memutuskan kriteria yang diharapkan, antara lain: melihat dari kondisi
alamnya, suhu udara, ketersediaan SDM, dan ketersediaan infrastruktur
2. Mengindentifikasi faktor- faktor yang penting.
3. Mengembangkan alternatif lokasi.
4. Mengevaluasi alternatif
5. Menentukan lokasi.
2.9.2 Tujuan Penentuan Lokasi Pemasaran
Menurut A. Harits Nu’man (2013), untuk perusahaan yang baru pertama
kali berdiri, tujuan dari perencanaan lokasi adalah:
1. Agar dapat melayani konsumen dengan baik. Tempat usaha yang strategis
tentunya akan memudahkan perusahaan baru mendapatkan dan selanjutnya
mempertahankan konsumennya. Tempat usaha yang baik, mudah
ditemukan dan dijangkau tentu akan menarik bagi konsumen.
2. Untuk mendapatkan bahan baku yang baik & kontinyu. Seringkali
perusahaan harus memilih lokasi usaha di daerah dimana bahan baku
produksi mudah diperoleh. Baik untuk mengantisipasi mudah rusaknya
bahan baku, ataupun kesulitan angkut bahan baku tersebut. Contoh:
Perusahaan pengalengan ikan, perusahaan minuman, dan sejenisnya.
3. Untuk mendapatkan tenaga kerja yang baik. Selain bahan baku,
pertimbangan lainnya adalah kemudahan dalam mendapatkan sumber daya
manusia yang akan menjadi karyawan atau pekerja. Perusahaan padat
karya seperti perusahaan rokok, perusahaan garmen, tentu akan memilih
lokasi usaha yang padat penduduk guna mendapatkan sumber daya
manusia yang cukup.
4. Untuk keperluan usaha di kemudian hari. Antisipasi terhadap
berkembangnya perusahaan juga perlu diperhatikan. Jangan sampai

156
perusahaan mengalami kesulitan dalam memperluas usahanya dikarenakan
tidak ada lagi lahan kosong di kiri, kanan, belakang, atau depan (sekitar)
lokasi usaha saat ini. Sempitnya lahan usaha dapat diantisipasi dengan
merencanakan pondasi untuk keperluan bangunan bertingkat, yang dapat
ditambah, sewaktu-waktu dibutuhkan tambahan ruangan.
5. Agar operasi perusahaan dapat berjalan dengan optimal. Semua alasan
tersebut di atas dimaksudkan akan proses produksi lacar, tidak terganggu
oleh masalah kekurangan bahan baku, kekurangan tenaga kerja, sampai
dengan kesulitas menambah kapasitas produksi di kemudian hari.
6. Menyesuaikan kemampuan perusahaan. Aspek lain yang tidak
kalahpentingnya adalah masalah kemampuan perusahaan saat ini dan di
kemudian hari. Penentuan lokasi usaha seringkali dipengaruhi juga oleh
tersedianya dana perusahaan. Lokasi yang diinginkan tidak selamanya
sesuai dengan dana yang tersedia, karena lokasi usaha yang baik/strategis
biasanya menuntut investasi yang besar/mahal juga.
Sedangkan bagi perusahaan yang telah beroperasi sebelumnya, tujuan atau alasan
perencanaan lokasi adalah:
1. Berpindahnya pusat kegiatan bisnis. Seperti kita ketahui, bahwa pusat
bisnis merupakan salah satu pasar yang paling potensial bagai perusahaan.
Di pusat bisnislah banyak transaksi akan terjadi, dan di pusat bisnislah
peredaran uang sangat besar, sehingga perusahaan harus mengikuti di
mana pusat bisnis itu berlangsung.
2. Berubahnya adat kebiasaan masyarakat. Seiring dengan waktu, seringkali
diikuti dengan perubahan adat atau kebiasaan masyarakat, tempat di mana
perusahaan saat ini beroperasi. Sebagai contoh, sebuah lingkungan yang
berangsur-angsur ditempati oleh masyarakat yang mayoritas muslim
misalnya, tentu akan mendorong pengusaha peternak atau restoran yang
menyediakan masakan dari binatang babi untuk memindahkan lokasi
usahanya.
3. Berpindahnya konsentrasi perumahan. Selain perumahan masyarakat
identik dengan tersedianya pasar, perumahan tersebut juga identik dengan
semakin menyempitnya lahan dan tuntutan-tuntutan dari penghuni

157
perumahan tersebut. Sebagai contoh, sebuah peternakan ayam yang
terletak ditengah-tengan sawah, mungkin 10 tahun kemudian harus
memindahkan usahanya karena tuntutan dari penduduk sekitar karena
sawah telah berubah menjadi perumahan padat dan keberadaan peternakan
tersebut dianggap mengganggu ? Adilkah jika peternakan yang harus
mengalah dan pindah lokasi ?
4. Adanya sarana prasarana yang lebih baik. Operasi perusahaan
membutuhkan sarana dan prasarana seperti akses jalan, listrik, air bersih,
telekomunikasi, dan lain-lain. Memburuknya sarana prasarana tersebut di
lokasi usaha saat ini tentu akan mendorong perusahaan untuk mencari
lokasi usaha yang lebih baik.
5. Untuk meningkatkan kapasitas produksi. Pemindahan lokasi usaha juga
sering dilakukan sebagai akibat dari berkembangnya usaha perusahaan,
sementara lokasi perusahaan saat sudah tidak mampu lagi menampung
aktivitas perusahaan. Untuk menghindari terjadinya ‘opportunity cost’,
perusahaan kemudian mencari lokasi usaha yang lebih layak untuk
menampung perkembangan usaha yang terjadi.
6. Peraturan pemerintah. Salah satu faktor yang seringkali tidak dapat
dihindari adalah adanya peraturan pemerintah yang menghendaki
perusahaan memindahkan lokasi usahanya, karena misalnya alasan
pelebaran jalan, pembuatan jalur hijau, dan kebijakan penataan kota
lainnya.
7. Persaingan yang ketat. Meskipun tidak semua usaha menghindari
persaingan, namun persaingan yang terlalu ketat dan berat, juga sering
menjadi alasan mengapa sebuah perusahaan memindahkan lokasi
usahanya guna mendapatkan pasar yang lebih mudah (karena
persaingannya belum ketat).
8. Sebab-sebab lain. Yang dimaksud di sini misalnya terjadinya bencana
alam yang memaksa perusahaan memindahkan lokasi usahanya.
2.9.3 Tahapan Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi

158
Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi beberapa tingkat/
level rincian, yaitu: Tujuan Utama, Kriteria, dan Alternatif.
 Tujuan Utama disebut juga Goal merupakan masalah utama atau fokus
yang perlu dicari solusinya terdiri dari hanya atas satu elemen yaitu
sasaran menyeluruh.
 Kriteria merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam
mengambil keputusan atas tujuan utama. Untuk masalah yang kompleks,
kriteria dapat diturunkan menjadi sub kriteria.
 Alternatif merupakan berbagai tindakan akhir dan merupakan pilihan
keputusan dari penyelesaian masalah yang dihadapi.
Adapun baga struktur AHP dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. 38 Struktur Hierarki


2. Membuat Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwaise
Comparison) antar Kriteria
Setelah menyusun hirarki, selanjutnya membuat matriks
perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar kriteria. Matriks
tersebut dibuat berdasarkan data penelitian (kuesioner penilaian tentang
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat hirarki dari para pakar).
Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap
prioritas kriteria yang ditetapkan. Berikut contoh tabel kuesioner penilaian
tentang tingkat kepentingan relatif antara satu kriteria terhadap kriteria
lainnya dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 2. 29 Kuesioner Penilaian Tingkat Kepentingan Relatif Antar Kriteria
Kriteria Skala Perbandingan Kriteria
K1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K2
K1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K2

159
K1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K4
K2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K3
K2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K4
K3 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K4
Keterangan:
1: Sama
pentingnya 7: Jauh lebih penting daripada
dengan
3: Agak lebih
9: Mutlak lebih penting daripada
penting daripada
5: Lebih penting
2,4,6,8: Jika terdapat keraguan antara penilaian berdekatan
daripada
Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen
digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9. Jika penilaian condong ke arah
kanan, maka nilai skala tersebut berlaku aksioma resiprokal. Penilaian
dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan yang ahli dalam
bidang persoalan yang sedang dianalisa dengan menilai tingkat
kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya. Berikut uraian skala
kuesioner perbandingan berpasangan antar kriteria dapat dilihat sebagai
berikut.
Tingkat
Definisi
Kepentingan
1 Equal Importance
Weak importance of one over
3
another
5 essential or strong importance
7 demonstrated importance
9 extreme importance
2,4,6,8 intermediate values between the two
Resiprokal Kebalikan
3. Menetapkan Bobot Prioritas Kriteria dengan Menentukan
Eigenvector
Untuk setiap kriteria, perlu dilakukan perbandingan berpasangan
(pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah
untuk menentukan peringkat alternatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria
kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan
penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.
Penetapan Eigenvector dilakukan dengan cara sebagai berikut:

160
1) Menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks perbandingan
berpasangan.
2) Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang
bersangkutan untuk memperoleh normasilisasi matriks.
3) Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan
jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata
Berdasarkan perhitungan akan diperoleh nilai Eigenvector
sebanyak Kriteria yang dibandingkan. Kriteria dengan nilai
Eigenvector yang tertinggi menunjukkan bahwa Kriteria tersebut yang
paling diprioritaskan.
4. Mengukur Konsistensi Logis dengan Menguji Consistency Index (CI)
dan Consistency Ratio (CR)
Mengukur konsistensi logis bertujuan untuk mengetahui apakah
pemberian nilai oleh para pakar dalam perbandingan antar elemen telah
dilakkan secara konsisten. Ketidakkonsistenan dapat timbul karena
miskonsepsi atau ketidaktepatan dalam melakukan hirarki, kekurangan
informasi, kekeliruan dalam penulisan angka dan lain-lain. Berikut
merupakan langkah-langkah perhitungan konsistensi logis sebagai berikut:
a. Mencari nilai Vektor [X]
Vektor [X] = A x W
Keterangan:
A = Matriks Awal
W = Bobot Prioritas
b. Mencari nilai Vektor [Y]

Keterangan:
W = Bobot Prioritas
c. Mencari nilai Maximum Eigenvalue (𝜆maks)

Keterangan:
𝜆maks = Maximum Eigenvalue

161
n = Jumlah elemen
d. Mengukur Consistensy Index (CI)

e. Menghitung Consistency Ratio (CR)

Keterangan:
CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi
RI = Indeks random konsistensi (inkonsistensi).
Daftar RI dengan n merupakan ukuran matriks dapat dilihat pada
tabel dibawah
Tabel 2. 30 Nilai Indeks Random

Sumber: Saaty (2008)


Jika nilai CR ≤ 0.1 berarti hasil perhitungan data dapat dibenarkan. Sedangkan
jika CR > 0,1 maka data tidak dapat digunakan dan perlu direvisi.
5. Membuat Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwaise
Comparison) dan Menghitung Bobot Prioritas (Eigenvector) antar
Alternatif berdasarkan Kriteria serta Mengukur Konsistensi
Logisnya
Seperti halnya antar Kriteria, matriks perbandingan berpasangan
antar Alternatif kaitannya dengan Kriteria juga dibuat. Cara membuat
matriksnya sama. Selanjutnya menghitung bobot prioritas tiap Alternatif
yang akan dipilih kaitannya dengan Kriteria. Cara perhitungannya sama
dimulai dengan menjumlahkan semua nilai setiap kolom dalam matriks,
membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan
untuk memperoleh normalisasi matriks serta menjumlahkan nilai-nilai dari
setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan
rata-rata.

162
Nilai bobot prioritas sebanyak Alternatif yang dibandingkan.
Alternatif dengan bobot prioritas tertinggi menunjukkan bahwa Alternatif
tersebut yang paling diprioritaskan terkait dengan Kriteria tertentu. Jika
Pakar lebih dari satu maka dilakukan perhitungan Geometric Mean.
Setelah itu dilakukan pengujian konsistensi logis setiap Alternatif
kaitannya dengan Kriteria tersebut. Rumus dan cara mengukur konsistensi
logis (CI dan CR) sama dengan rumus dan cara mengukur konsistensi
logis Kriteria. Ketentuannya juga sama, yaitu CR tidak boleh lebih dari
10% (CR ≤ 0,1).
6. Membuat Prioritas Global (Global Priority)
Prioritas global diperoleh dengan cara mengalikan bobot tiap
Alternatif dengan bobot Kriteria yang disebut juga dengan melakukan
sintesa prioritas. Hasilnya merupakan tingkat bobot prioritas dari masing-
masing Alternatif.
7. Menuliskan Hasil Perhitungan pada Kotak Hierarki masing-masing
Kriteria dan Alternatif
Setelah diperoleh nilai dari masing-masing Kriteria dan Alternatif,
selanjutnya bagan hierarki AHP ditampilkan kembali dan menuliskan
nilai-nilai yang sudah diperoleh tersebut ke dalam kotak masing-masing
Kriteria dan Alternatif.
8. Mengambil Keputusan
Langkah terakhir dalam proses AHP yaitu mengambil keputusan
yang merupakan jawaban dari fokus masalah yang diteliti. Pengambilan
keputusan berdasarkan hasil perhitungan prioritas global (yang dituliskan
juga dalam bagan hierarki AHP), yaitu nilai Alternatif tertinggi yang
merupakan bobot prioritas pertama dan diputuskan untuk dipilih sebagai
“jawaban yang tepat terhadap permasalahan” yang dihadapi oleh peneliti.
2.9.4 Aksioma Utama Analytical Hierarchy Process (AHP)
Menurut KBBI, aksioma merupakan pernyataan yang dapat diterima
sebagai kebenaran tanpa pembuktian. AHP didasarkan atas tiga aksioma utama,
yaitu:
1. Aksioma Resiprokal

163
Aksioma resiprokal menyatakan jika PC (EA, EB) adalah sebuah
perbandingan berpasangan antara eleman A dan elemen B, dengan
memperhitungkan C sebagai elemen parent, menunjukkan berapa kali
lebih banyak properti yang dimiliki elemen A terhadap elemen B, maka
PC(EB, EA) = 1/PC (EA, EB). Misalnya jika A 3 kali lebih besar dari B
(A = 3B), maka B = 1/3.
2. Aksioma Homogenitas
Aksioma homogenitas menyatakan bahwa elemen yang dibandingkan
tidak berbeda terlalu jauh. Jika perbedaan terlalu besar, hasil yang
didapatkan mengandung nilai kesalahan yang tinggi. Ketika hierarki
dibangun, peneliti harus berusaha mengatur elemen-elemen agar elemen
tersebut tidak menghasilkan hasil dengan akurasi rendah dan inkonsistensi
tinggi.
3. Aksioma Ketergantungan
Aksioma ketergantungan menyatakan bahwa prioritas elemen dalam
hierarki tidak bergantung pada elemen di bawahnya. Aksioma ini
membuat peneliti dapat menerapakan prinsip komposisi hierarki.

164

Anda mungkin juga menyukai