Anda di halaman 1dari 3

B.

Perkawinan dan Keluarga

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah suatu hubungan yang paling penting dari semuahubunga antara manusia. Ia juga
diberikan nama sebagai suatu ujian yang paling berat mengenai penyesuaian diri seorang[1]. Tidak
seorangpun seharusnya memasuki jenjang perkawinan tanpa mempertimbangkan banyak hal yang
turut serta bersama perkawinan itu. Laki-laki dan perempuan yang beklum siap untuk mengerti atau
menghadapi tantangan dalam kehidupan perkawinan sebaiknya tidak memasuki jenjang perkawinan
itu karena mereka akan sangat kecewa nantinya. Suatu rumah tangga yang berantakan bukanlah
tempat yang baik untuk membesarkan anak.

Istilah “perkawinan” berkenaan dengan sesuatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang tidak
akan berhenti sampai melahirkan anak saja, akan tetapi akan tetap berlanjut terus setelah si anak
lahir sampai anak itu sanggup mencari penghidupannya sendiri dan memenuhi kebutuhannya.[2]

Bagardus mendefinisikan perkawinan sebagaisuatu institusi lembaga yang mengizinka laki-laki dan
wanita untuk menjalani kehidupan berkeluarga. Yaitu, kehidupan dalam bentuk hubungan intim
antara seorang suami dan istrinya dengan tujuan utama adalah untuk memperoleh dan
membesarkan anak.

Menurut undang-undang pilipina “perkawinan bukanlah hanya sebuah kontrak saja tetapi sebuah
lembaga social yang tidak boleh dilanggar”. Sifatnya, akibatnyadan peristiwanya atau kejadiannya
diatur oleh hokum dan ia tidak tunduk pada syarat apapun kecuali pada perjanjiaatau penyelesaian
perkawinandapat sampai sejauh tertentu menentukan hubungan harta bendaselam perkawinan.

Perkawinan adalah lembaga alami, dan ia juga merupakan lembaga hokum yang positif dari Tuhan.
Perkawinan itu alami, maka memang alami bila seorang itu cenderung untuk melakukannya, dan
bangsa manusia ini akan lenyap tanpa adanya perkawinan itu. Perkawinan mempunyai tujuan yang
jauh lebih besar lagi, bukan hanya untuk melanjutkan keturunan suatu bangsa saja. Memeng, anak
dapat melahirkan di luar perkawinan, tetapi tanpa adanya lembaga perkawinan yang stabil dan
keluarga dan keluarga yang dihasilkanya, maka anak-anak tidak dapat di besarkan secara wajar dan
dididik, anak-anak tidak dapat diberikan kesempatan-kesempatan yang penuh dalam hal
perkembangan fisik, mental dan spiritual tanpa kehadiran suatu keluarga yang si sahka oleh
perkawinan, yang telah ditetepkan alam. Karena, bila memperoleh anak adalah hanya tujuan utama
suatau perkawinan, maka memperoleh anak itu berarti lebih dari pada hanya sekedar
melahirkannyaberada pada alam dunia ini dan membuatnya matang dengan cara yang sejalan
dengan syarat-syarat hak, akal, dan kecenderungan manusia yang normal.

1.Bentuk-bentuk Perkawinan
Bentuk organisasi perkawinan dan keluarga yang terdapat diantara bangsa yang primitive ada tiga
macam, yaitu: monogami, poligini, dan poliandri. Dari yang tiga ini, monogami, atau penyatuan
seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk jangka waktu tertentu, telah menjadi tipe
perkawinan yang tetap berlangsung. Di antara orng-orang primitive alas an untuk terus hidupnya
monogami lebih berdasarkan pada sifat biologis dari pada sifat psikologis.

Poligini dan poliandri termasuk dalam jenis perkawinan yang disebut poligani, poligani adalah
keadaan perkawinan atau kebiasaan mempunyai lebih dari satu suami atau istri yang saat bersama.
Poligini adalah bentuk perkawinan dimana seorang kaki-laki mempunyai dua atau lebih istri pada
waktu yang bersamaan. Sebab-sebab terjadinya poligini dapat berdasarkan keadaan status ekonomi
dan status social,karena hal tersebut akan meletakka diatas status yang beristri.[3]

Namun, poligami itu tidak mempunyai dasar kebenaran yang praktis pada hari tua. Keadaan itu akan
cenderung memahitkan kehidupan perempuan, dan tidak konsisten dengan tipe hubungan pribadi
yang lebih baik antara anggota keluaraga yang pentinga bagi nilai-nilai social dari lembaga tersebut.

Bentuk perkawinan yang ketiga yang terdapat di kalangan bangsa-bangsa yang premitif adalah
poliandri, atau penyatuan seoranga perempuan dengan lebih dari suatu suami. Diantara
penyebabnya yang utama adalah jumlah banyaknya laki-laki dengan perempuan yang tidak
seimbang. Dibeberapa daerah yang berpadang pasir subur kelahirannya bagi laki-laki jauh melebihi
kelahiran banyi perempuan.

Pada saat ini hampir semua Negara, khususnya dimana agama Kristen sudah tersebar dan bahkan di
Negara-negara yang bukan Kristen, perkawinan monogamy telah di praktekan.

Di Pilipina bentuk perkawinan yang diterima adalah bentuk yang monogami. Hal in yang tersebar
paling luas di dunia. Banyak keuntunan yang dapat dipunyai bentuk perkawinan ini disbandingkan
dengan bentuk poliandri. Keuntungan-keuntungan itu adalah:

1.Monogamy menjamin pemeliharaan anak yang lebih baik. Didlam perkawinan yang seperti inilah
ayah dan ibu bersatu dalam usahanya untuk membesarkan anak-anak mereka, lebih besar lagi
perhatian yang dapat diberikan pada pendidikan anak oleh kedua orang tua itu dalam
suatauperkawinan monogamy dari pada dalam bentuk perkawinan lainnya.

2.Keluarga monogamy saja yang dapat menghasilkan jenis cintakasih yang paling tinggi, cinta yang
tidak mementingkan diri sendiri dan pendambaan yang penuh toleransi. Dalam perkawinan poligami
si ayah tidak memperlihatkan kasih sayangnya pada madding-masing anaknya secara penuh, atau
mengajar istrinya yang banyak itu karena jaumlah kesemuaannya itu terlampau besar. Dalam
perkawinan monogamy, sebaliknya. Baik si ayah maupun si Ibu sama-sama banyak berkorban dalam
saling pada pendidikan anak-anak.
3.Monogamy membentuk ikatan keluarga yang lebih erat dari pada bentuk perkawinan maupun
juga. Cintakasih antara orang tua, antara tua dan anak, dan antara anak-anak itu sendiri, tumbuh
dengan sehat. Hubungan sah dan hubungan darah lebih mudah, lebih tuidak ruwet, dan tidak kecil
kemungkinan untuk terjadinya percekcokan yang permanen.

4.Monogamy menyokong bukan saja terpeliharanya kehidupan anak-anak tetpi juga kehidupan
kedua orang tua meraka. Dalam monogamy orang tua yang sudah tua sampai waktu tertentu akan
dipelihara oleh anak-anaknya.

2.sebab-sebab kegagalan perkawinan

1.Perkawinan modern menghentikan kematangan emosional yang lebih besar, setidak-tidaknya


dalam bentuk perkembangannya, dari pada hubungan –hubungan lain untuk menghindarkan
perkawinan yang telah porak poranda oleh perceraian untuk laju yang belum terjadi sebelumnya.
Sudah wujudnya bagi orang-orang dan mereka yang belasan tahun untuk mengetaui sebab-sebab
maslah social yang buruk itu.

2.Menurut ahli statistic, dari semua perkawinan dibawah umur setengahnya akan berakhir dengan
perceraian atau perpisahan sebelum mereka berumur duapuluh lima tahun. Suami istri menyatakan
alasan-alasan mengenai suramnya masa depan perkawinan dikalangan belasan tahun itu sebagai
berikut: [4]

3.Orang-orang dibawah usia dua puluh tahun masih menalami pergeseran yang bersifat biologis
maupun psikologis, sejalan dengan perubahan tubuhnya dan penyesuaian pribadinya pada
kehidupan dewasa, maka kebutuhannya juga berubah dan bergeser. Apa yang dahulunya tertarik
baginya dalam diri seorang anak laki-laki dan perempuan mungkin saja tidak dikehendakinya atau
dibutuhkanya dalam diri seorang istri ataupun suami ketika mereka mencapai umur akhir dua
puluhan.

4.Pada masa belasan tahun, laki-laki atau perempuan selalu saja berusaha untuk menemukan siapa
benar laki-laki itu atau permpuan itu. Karena itulah mereka belumlah siap untuk membuat perjanjian
cinta jangka panjang. Bila merek sendiri belum mengetahui siapa sebenarnya mereka sendiri
bagaimana ia akan mengetahui siapa sebenarnya orang pasangannya.

Perkawinan adalah hubungan jenis dewasa, kerena itu kematangan emosional merupakan syarat
mutlak. Seorang anak-anak laki-laki ataupun seorang perempuan secara intelektual mengkin saja
telah sanggup mencari uang tetapi secara emosional belum matang untuk memenuhi tuntutan
hubungan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai