A. LATARBELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah terjadi penurunan yaitu dari
307/100.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2002, turunmenjadi 228/100.000 KH
pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Angka ini sudah mendekati sasaran RPJMN 2004-2009
yaitu 226/100.000 KH, dan diupayakan terus untuk mencapai target pencapaian MDG
102/100.000 KH pada tahun 2015. Penyebab langsung dari kematian ibu adalah
perdarahan(28%), hipertensi dalam kehamilan (24%), infeksi (11 %), abortus tidakaman
(5%) dan persalinan lama (5%). Departemen Kesehatan sebagai sektor yang
bertanggung jawab secara langsung dalam Percepatan Penurunan AKI telah berupaya
secara maksimal dengan beberapa upaya terfokus antara lain : Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), Kemitraan Bidan dan Dukun, PKM
PONED, Unit Transfusi Darah di Rumah Sakit mampu PONEK (UTD RS PONEK) dan
pemenuhan Sumber Daya Kesehatan Ibu.
Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritasutama Depkes, dan
salah satu indikator utama dalam RPJMN periode 2005-2009. Percepatan penurunan
AKI dilaksanakan melalui Strategi Making Pregnancy Safer (MPS). Cakupan pelayanan
asuhan antenatal saat ini sudah cukup baik,walaupun di beberapa Kabupaten/Kota
masih terdapat disparitas. CakupanK1 (kunjungan antenatal ke-1) sudah mencapai
92,65% dan K4 (kunjungan antenatal ke-4) sudah mencapai 86,04% (Laporan Tahunan
Dit Binkes Ibu,2008), tetapi persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) baru mencapai
80,36%.
Sejalan dengan telah tingginya akses pelayanan asuhan antenatal tersebut,
maka kualitas asuhan antenatal juga harus dimantapkan. Ibu hamil perlu mendapatkan
perlindungan secara menyeluruh, baik mengenai kehamilan dan komplikasi kehamilan,
serta intervensi lain yang perlu diberikan selama proses kehamilan untuk
kesehatan/keselamatan ibu dan bayinya. Dari data yang ada saat ini prevalensi pada
Wanita Usia Subur (WUS) yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) mencapai
13,60% (Riskesdas, 2007) sedangkan prevalensi Anemia Gizi pada Ibu Hamil mencapai
40,1%.
Hal ini perlu mendapat perhatian karena sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan janin yang dikandungnya, dan kemungkinan timbulnya komplikasi
kehamilan dan persalinan yang kelak dapat mengancam nyawa ibu. Menurut SKRT 2001,
persentase ibu hamil yang positif malaria diJawa Bali sebesar 0,3%, Sumatera 3,8% dan
di kawasan Indonesia Timur mencapai 3,9%. Namun pada daerah endemis malaria,
data Ibu hamil yangmemakai kelambu hanya 29,0% (SDKI, 2007). Hal ini perlu
mendapatkan intervensi khusus mengingat malaria dalam kehamilan merupakan
komplikasi yang berbahaya bagi ibu, janin dan bayinya. Demikian juga tuberkulosis (TB)
dalam kehamilan dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janinnya, oleh karenanya
pada daerah dengan prevalensi infeksi TB yang tinggi, programDOTS TB perlu
diintegrasikan dalam asuhan antenatal.
Sejak tahun 2000 Indonesia memasuki klasifikasi Epidemi terkonsentrasi untuk
infeksi HIV, bahkan sejak tahun 2006 di Papua danPapua Barat sudah memasuki
klasifikasi Epidemi umum. Seiring dengan meningkatnya Cakupan HIV pada perempuan,
maka program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke bayi (PMTCT/ Prevention of
Mother to Child HIV Transmission) merupakan hal yang tidak bisa ditunda lagi kalau kita
tidak ingin kehilangan generasi karena terjangkit HIV. Perlu perhatian khususuntuk
Keppri, Papua, Papua Barat, Bali dan Jawa Barat karena pada daerahtersebut telah
terjadi perubahan metode penularan tertinggi dari PenggunaNapza Suntik (Penasun)
menjadi Heteroseksual. Hal yang hampir sama mengenai Sifilis, yang mempunyai
potensi menimbulkan Sifilis Kongenital. Apabila terdeteksi dini dan mendapat
pengobatan yang tepat, maka komplikasi dapat dihindari.
Oleh karenanya perlu intervensi selamakehamilan.Indonesia saat ini menduduki
peringkat ke-107 dari 179 negara padatahun 2007 dalam Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index ) dimana awalnya lebih disebabkan oleh tingkat kesehatan,
utamanyaterhadap stimulasi otak dini janin dan asupan gizi pada ibu hamil. Salah
satukegiatan yang sedang berkembang pada saat ini dalam peningkatan potensisumber
daya manusia melalui stimulasi potensi otak janin saat ibu hamiladalah program Brain
Booster, sebagai solusi alternatif untuk mendapatkan satu generasi yang lebih cerdas–
secara teoritis dan merupakan investasi SDM di masa depan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka pelayananasuhan
antenatal perlu dilaksanakan secara terpadu dengan program lainyang terkait.
Pelayanan Asuhan Antenatal Terintegrasi adalah integrasiasuhan antenatal dengan
pelayanan program Gizi, Imunisasi, IMS-HIV-AIDS, ESK dan Frambusia, TB dan Kusta,
Malaria, Kecacingan, dan Intelegensia dengan pendekatan yang responsif gender
untuk menghilangkan missed opportunity yang ada. Selanjutnya akan menuju pada
pemenuhan hak reproduksi bagi setiap orang khususnya ibu hamil. Untuk itu
perlu adanya perbaikan standar pelayanan asuhan antenatal yangterpadu, yang
mengakomodasi kebijakan, strategi, kegiatan dari program t e r k a i t . Dalam
pelaksanaannya perlu dibentuk tim pelayanan AsuhanAntenatal Terintegrasi, yang dapat
memfasilitasi kemitraan antara dokter spesialis, dokter umum, bidan maupun dukun
dengan sistem rujukan yang jelas, dilengkapi fasilitas pendukung dari masing-masing
program guna mewujudkan Making Pregnancy Safer.
B. ANTENATAL CARE
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehinggamampu menghadapi
persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi
secara wajar1.
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau doktersedini
mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal.
Pelayanan Antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan
memastikan bahwa komplikasidideteksi sedini mungkin serta ditangani secara
memadai2.
Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan
mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,persalinan dan masa nifas,
sehingga keadaan mereka post partum sehat dannormal, tidak hanya fisik tetapi juga
mental3.
Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal rutin dengan
beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai prioritas Departemen
Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitaspelayanan antenatal.
C. TUJUAN
Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara teratur dan
tertentu. Dengan usaha itu ternyata angka mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi jelas
menurun. Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik dan
mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa
nifas, sehingga keadaan mereka baik dan sehat. Postpartum sehat dan normal, tidak
hanya fisik akan tetapi juga mental. Ini berarti dalam Antenatalcare harus diusahakan
agar : Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya
atau lebih sehat; Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati,
Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pulafisik dan metal.
Tujuan Asuhan Antenatal yaitu :
Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan Ibu dantumbuh kembang
bayi;
Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosialibu dan bayi,
mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,kebidanan dan pembedahan,
mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, Ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin, mempersiapkan peran Ibu dan keluarga
dalam menerima kelahiran bayiagar dapat tumbuh kembang secara normal
Standar :
Semua wanita yang melahirkan dan bayi yang dilahirkannya harus terlindung dari Tetanus
Tujuan :
Mencegah Tetanus Maternal dan Neonatal (MNT)
Pelaksanaan :
Tim asuhan antenatal di tempat pelayanan asuhan antenatal, secara khusus, harus :
Sebelum pemberian vaksin, periksa tgl kadaluwarsa dan VVM (vial-vaccine-monitoring)
Vaksin yang sebelumnya telah membeku tidak boleh diberikan. Pada pelayanan antenatal,
periksalah status imunisasi ibu hamil melalui penapisan (dengan anamnesis atau memeriksa
kartu), sebagaimana ditunjukkandalam tabel 1.
Jika ibu hamil sebelumnya (di masa lampau) telah mendapatkan 1-4 dosis TT dimasa
lampau, berikan satu dosis TT sesuai dengan selang waktu pemberian minimal(sehingga
total perlindungan sejumlah 5 dosis sepanjang masa suburnya)
Table 1. cara penapisan imunisasi TT pada WUS dan ibu hamil
Pemberian Imunisasi Kapan pemberian (selang waktu Lama Proteksi
pemberian Minimal)
TT 1 -
TT 2 Minimal 4 minggu setelah TT 1 1-3 Tahun
TT 3 Minimal 6 bulan setelah TT 2 Minimal 5 tahun
TT 4 Minimal setahun setalah TT 3 Minimal 10 tahun
TT 5 Minimal setahun setelah TT 4 Minimal 25 tahun
Ibu hamil dapat menunjukkan bukti tertulis vaksinasi saat bayi dan usia sekolah dengan
vaksin yang mengandung Tetanus (misalnya DPT, DT, Td atau TT) berikan dosis sesuai
Tabel 2 berikut. Tabel 2. Pedoman imunisasi TT bagi ibu hamil yang telah diimunisasi saat
bayi, atau anak usia sekolah Usia saat vaksinasi terakhir Imunisasi sebelumnya
(berdasarkan rekaman tertulis) Imunisasi yang dianjurkan pada kunjungan ini/pada
kehamilan kemudian (dengan interval minimal setahun).
Table 2. pedoman imunisasi TT pada Ibu hamil yang telah di imunisasi saat bayi atau
anak sekolah.
Usia saat vaksinasi Imunisasi Imunisasi yang di anjurkan
terakhir sebelumnya Pada kunjungan Kemudian dengan
rekaman tertulis
Bayi 3 DPT 2 dosis TT/Td 1 dosis TT/Td
(minimal interval 4
minggu antara
kedua dosis)
Anak usia sekolah 1 DT + 2 TT/Td dosis TT/Td
Rekam/catat dosis yang telah diberikan pada register standar imunisasi TT, kartuimunisasi
pribadi, dan buku KIA. Kartu imunisasi pribadi dan buku KIA harus disimpan oleh yang
bersangkutan. Bila teridentifikasi suatu kasus Tetanus Neonatal (TN), berikan ibu satu dosis
TT secepatnya dan rawat bayinya sesuai pedoman nasional. Dosis selanjutnya diberikan
sesuai dengan waktu pemberian minimal. Rekam/catat semua kasus MNT dan laporkan
pada yang berwenang. Semua kasus MNT yang berasal dari daerah berisiko rendah harus
diselidiki lebih lanjut. Rekam/catat dan laporkan semua kasus Tetanus dari kelompok umur
lain secara terpisah. Penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat
tentang perlu dilaksanakannya imunasasi tetanus6
Standar :
Semua ibu hamil mendapatkan pelayanan dan konseling gizi pada setiap kunjungan
antenatal.
Tujuan :
Mencegah dan menangani masalah gangguan gizi selama masa kehamilan
agar menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal, serta ibu
yang sehat8
Penatalaksaan :
a. Semua ibu hamil mendapatkan penyuluhan/konseling gizi, menyusui.
b. Semua ibu hamil mendapatkan suplementasi tablet besi 1 tablet perhariselama hamil
sampai dengan masa nifas (minimal untuk 90 hari), termasukkonsumsi tablet besi
mandiri. Pemberian dilakukan pada waktu pertama kali ibuhamil memeriksakan
kehamilannya (K1).
c. Semua ibu hamil diperiksa status gizi dengan pita LILA pada kunjunganpertama
antenatal. Ibu hamil dengan KEK dirujuk ke fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi).
d. Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal. Ibu hamil
dengan anemia dirujuk ke fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi).
e. Semua ibu hamil dengan anemia dan KEK berat dirujuk ke pelayanan kesehatanrujukan.9
Pencegahan IMS
Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan) Departemen Kesehatan RI, tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan
beberapa tindakan, seperti:
a. Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks yang sehat,
pentingnya menunda usia aktivitas hubungan seksual, perkawinan monogami, dan
mengurangi jumlah pasangan seksual.
b. Melindungi masyarakat dari IMS dengan mencegah dan mengendalikan IMS pada para
pekerja seks komersial dan pelanggan mereka dengan melakukan penyuluhan
mengenai bahaya IMS, menghindari hubungan seksual dengan berganti-ganti
pasangan, tindakan profilaksis dan terutama mengajarkan cara penggunaan kondom
yang tepat dan konsisten.
c. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan dini
terhadap IMS. Jelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan tentang gejala-gejala IMS dan
cara-cara penyebarannya
Standar :
Semua ibu hamil pada setiap kunjungan antenatal mendapatkan informasi dan penapisan
Infeksi Menular Seksual (IMS)/Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), serta diberi pengobatan
dan rujukan yang tepat dan efektif bagi ibu hamil danpasangannya.
Tujuan :
Menurunkan morbiditas, mortalitas maternal dan infertilitas yang disebabkan oleh IMS dan
ISR, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi/anak.10
Penatalaksaan :
Standar :
Semua ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal harus mendapatkan layanan
penapisan sifilis dan atau penapisan frambusia serta diberi pengobatan dan rujukan yang
tepat dan efektif bagi ibu hamil dan pasangannya.9
Tujuan :
Menurunkan mortalitas dan morbiditas ibu dan atau bayi akibat sifilis dan frambusia
Pelaksanaan :
a. Penapisan semua ibu hamil dengan sifilis on site dengan metode uji cepat (rapid test)
pada kunjungan antenatal yang pertama. penapisan harus dikerjakansedini mungkin
(lebih baik sebelum 16 minggu dari kehamilan) untuk mencegahinfeksi kongenital.
Pada kunjungan ulang, ibu yang dengan beberapa alasan tidak dapat
menunjukkan hasil tes sifilis harus di tes kembali.
b. Apabila hasil rapid test pertama positif, dilakukan pengobatan dan diberiinformasi
tentang perlunya pemeriksaan terhadap infeksi HIV. Satu minggu kemudian pasien
dirujuk untuk pemantauan dan penatalaksanaan lebih lanjut. Apabila hasil rapid test
pertama negatif, maka akan dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester ketiga.
c. Review hasil uji sifilis pada saat kunjungan dan saat persalinan. Jika ibu belum dites
pada saat kehamilan, tes sifilis seharusnya ditawarkan setelah persalinan. Semua ibu
hamil yang seropositif diberikan Benzathine benzyl penicilin, dosis 2,4 juta
uintramuskuler sebagai dosis tunggal, kecuali alergi penicilin. Pada kasus alergi
penisilin, ibu hamil harus dirujuk pada pelayanan lebih tinggi.
d. Pada ibu yang positif, dilakukan konseling bahwa pasangannya juga harus
dites dan diberi tindakan dengan regimen yang sama, segera setelah kelahiran.
e. Semua ibu hamil dengan dengan riwayat kehamilan yang buruk, seperti abortus, lahir
mati, bayi terinfeksi sifilis harus di tes dan diberikan perawatan yang sesuai.
f. Semua ibu hamil yang memiliki gejala klinis atau riwayat terpapar denganorang yang
terkena sifilis harus mendapatkan perawatan.
g. Semua ibu hamil yang terinfeksi sifilis dilakukan penapisan untuk IMS
lainnyasertakonseling dan perawatan yang sesuai.
h. Semua ibu hamil yang positif sifilis dianjurkan untuk konseling VCT.
i. Buat perencanaan untuk perawatan bayi sejak saat kelahiran.
j. Rekam hasil tes dan perawatan di buku KIA.
k. Lakukan pemeriksaan inspeksi kulit pasien untuk mencari kemungkian adanya
frambusia pada semua ibu hamil di daerah endemis (dan pada daerahnon-endemis jika
hasil tes serologis sifilis positif)
l. Dilakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran individu, keluarga dan
komunitas tentang pentingnya mendatangi klinik antenatal lebihawal untuk pencegahan
sifilis dan perawatannya.10
Pelaksanaan :
a. Semua ibu hamil mendapatkan informasi serta faktor risiko HIV, cara pemeriksaan/tes
HIV, risiko penularan ke bayi pada ibu hamil dengan HIV.
b. Pada daerah yang prevalensi HIV tinggi dan atau pada populasi berperilaku risiko tinggi
dilakukan full-coverage untuk VCT.
c. Pada kunjungan antenatal pertama (K1) pemberi pelayanan melakukan
penapisan/penapisan tanda dan gejala HIV serta penapisan/penapisan apakah ibu
hamil termasuk dalam kelompok berisiko tinggi HIV. Jika ya maka dorong danberi
dukungan agar ibu hamil dan juga suaminya mau melakukan konsultasi dantes HIV di
klinik VCT terdekat, melakukan aktivitas seksual yang sehat (termasuk penggunaan
kondom) dan konsultasikan ke klinik TBC jika ditemukan batuk lamayang tidak sembuh.
d. VCT dilakukan dengan prinsip 3C; Counselling, Confidential dan Consent
e. Ibu hamil dengan status HIV -, beri dukungan untuk tetap negatif dan melakukan
aktivitas seksual yang sehat.
f. Ibu hamil dengan HIV mengetahui upaya yang dilakukan untuk menurunkan risiko
penularan ke bayi dan mempunyai akses untuk profilaksis ART, pilihan persalinan
(melalui konseling) dan PASI (Pengganti Air Susu Ibu) (melaluipenyuluhan atau
konseling).
g. Ibu hamil dengan status HIV +, diberikan profilaksis ARV (untuk mencegahpenularan
dari ibu ke bayi) dan kemudian dilakukan pemeriksaan CD4 nya untukmenentukan
indikasi pemberian ARV.
h. Ibu hamil dengan HIV +, mempunyai pilihan untuk menentukan cara persalinanm
(melalui konseling) apakah memilih melahirkan melalui partus normal atau SC dan
berharap ibu dengan HIV tidak memberikan ASI kepada bayinya.
i. Ibu dengan HIV +, setelah melahirkan mendapatkan ARV dengan indikasi (karena
pemberian ART adalah untuk seumur hidup).
j. Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV , mendapatkan profilaksis ARV dan dilakukan
pemeriksaan status HIV nya pada umur 18 bulan.12
Malaria serebral jumpai pada daerah endemik seperti Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi
Utara, Maluku dan Irian Jaya. Di Sulawesi Utara mortalitas 30,5% sedangkan di RSUP
Manado 50%.
Standar :
Semua ibu hamil di daerah endemis malaria mendapatkan penapisan malaria, kelambu
berinsektisida (LLIN/Long Lasting Insecticide Nets (Kelambu berinsektisidatahan lama) pada
kunjungan antenatal pertamakali, dan bila hasil pemeriksaan positif untuk malaria, maka ibu
hamil diberi pengobatan sesuai usia kehamilan.
Tujuan :
Menurunkan insidens penyakit malaria dan berbagai komplikasi/dampak negatif terhadap
ibu hamil yang disebabkan oleh penyakit malaria13
Pelaksanaan :
Tim antenatal di daerah endemis harus mampu:
a. Melakukan pemeriksaan sediaan darah dengan mikroskopik atau RDT pada kunjungan
pertama ibu hamil ataupun kunjungan berikutnya bila disertai dengan keluhan
demam. Apabila serologis positif dilakukan pengobatan berdasarkanumur kehamilan.
Trimester I : Kina (dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan 3 kali sehari selama 7 hari)
Trimester II, III : ACT (Artemisinin Combination Therapy) (Artesunat 10
mg/kgBB,Amodiakuin 10mg/kgBB selama 3 hari )
b. Setiap ibu hamil diberikan kelambu berinsektisida disetiap kunjungan pertama, atau
kunjungan berikutnya apabila belum mendapatkan kelambu pada
kunjunganpertama/sebelumnya.
c. Dilakukan pemberian motivasi secara sungguh-sungguh agar semua ibuhamil bersedia
tidur memakai kelambu sesegera mungkin selama umur kehamilan mereka bahkan
dilanjutkan setelah pasca persalinan.14
Tim Antenatal di daerah non-endemis harus mampu :
a. Mewaspadai jika dijumpai ibu hamil yang memiliki gejala anemis dan/ataudemam jika
sebelumnya mempunyai riwayat pernah menderita dan/atauberkunjung di daerah
endemis malaria. Selanjutnya diberikan pengobatan sesuai dengan standar teknis
pengobatan malaria yang berlaku secara nasional.
b. Sebagai bentuk upaya pencegahan dan dapat memberikan nasehat agar semua ibu
hamil lebih waspada apabila akan tinggal atau berpergian ke wilayahendemis malaria
dan dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap gigitannyamuk misal dengan
memakai pakaian tertutup, lotion anti nyamuk , dll3.Dibuatkan catatan
riwayat pengobatan malaria secara lengkap di kartuantenatal dari semua ibu hamil.14
Standar :
Semua wanita yang dijumpai pada periode kehamilan harus diberikan informasi yang tepat
mengenai pencegahan dan pengenalan penyakit TB Paru dan Kusta. Mereka harus
diperiksa gejala dan tanda TB Paru dan Kusta, dan bila perlu diberikan pengobatan yang
tepat dan efektif bagi mereka.
Tujuan :
Menurunkan angka kesakitan atau angka kematian penyakit TB Paru dan Kustadengan cara
memutuskan rantai penularan, kekambuhan dan Multi Drug Resistant(MDR) (khusus pada
TB Paru) dapat dicegah sehingga penyakit TB Paru dan Kustatidak lagi merupakan masalah
kesehatan bagi ibu hamil di Indonesia.15
Pelaksanaan :
1. Paradigma Sehat
a. Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin, serta
meningkatkan cakupan program
b. Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.
c. Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu.
2. Srategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), sesuai rekomendasiWHO,
terdiri dari 5 komponen yaitu :
a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dana.
b. Diagnosa TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis yang terjaminmutunya
c. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TBdengantatalaksanan
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO).
d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutue)Sistim Pencatatan dan pelaporan secara
baku untuk memudahkanpemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.
3. Prinsip pengobatan bagi ibu hamil yang menderita TB paru adalah tidak berbedadengan
pengobatan TB pada umumnya :
a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 ( 6 bulan) :
1) Phase Intensif 2 b u l a n setiap hari
2) Phase Lanjutan 4 bulan 3 kali seminggu
3) Kategori 1 untuk pasien baru BTA (+), pasien baru BTA (-) dengan Rontgen (+)
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 (8 bulan):
1) Phase Intensif 3 bulan setiap hari
2) Phase Lanjutan 5 bulan 3 kali seminggu.
c. Kategori 2 untuk pasien kambuh, pengobatan setelah putus berobat (default), gagal
(failure)
4. Hampir semua OAT aman untuk kehamilan kecuali streptomisinIbu hamil dapat
diberikan pengobatan TB kecuali streptomisin. Sebaiknya bila ibu hamil memerlukan
pengobatan kategori 2 maka pengobatan sebaiknya ditunda setelah melahirkan.
Apabila pengobatan tidak bisa ditunda maka sebaiknya dirujuk untuk pengobatannya.
5. Prinsip pengobatan ibu hamil yang menderita kusta tidak berbeda dengan penderita
kusta lainnya:
a. Multi Drug Treatment (MDT) untuk Pauci Basiler (PB) : Obat diberikanselama 6-9
bulan, terdiri dari:
Dapson setiap hari
Rifamipisin (1x/bulan)
b. MDT Multi Basiler (MB) : Obat diberikan selama 12-18 bulan terdiri dari:
Rifamipisin (1x/bulan)
Dapson setiap hari
Klofazimin setiap hari
c. Reaksi Kusta Reaksi kusta merupakan fase akut pada perjalanan penyakit kusta
yang kronis. Sebelum, selama, dan sesudah penyakit kusta, reaksi dapat
terjadi.Jika terjadi reaksi pada ibu hamil yang menderita kusta, pasien harus
dirujukd ) S e m u a M D T a m a n u n t u k i b u h a m i l
6. Bidan di desa membantu penemuan kasus TB dan Kusta pada bumil melalui pengiriman
dahak ke Unit pelayanan ANTE NATAL pada TB, dan melaporkan tersangka/kasus
Kusta pada petugas/wasor kusta di Puskesmas/Kabupaten.
7. Pengembangan program dilaksanakan secara bertahap keseluruh UPK.
8. Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi, diseminasi
informasi dengan memperhatikan peran masing-masing.
9. Kabupaten/Kota sebagai titik berat manajemen program meliputi :
perencanaan,pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya
(dana,tenaga, sarana dan prasarana).
10. Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur
terkait.
11. Memperhatikan komitmen internasional.
12. Pada setiap ibu hamil harus dilakukan inspeksi kulit untuk mencari tanda/gejalakusta,
dilakukan minimal sekali selama kehamilan. Bila ditemukan kelainankulit/bercak disertai
gangguan saraf berupa mati rasa/baal, nyeri saraf,tangan/kaki bengkok, kaki semper
atau mata tidak dapat menutup, rujuk kelayanan yang lebih tinggi (petugas/wasor kusta
atau dokter terlatih).
13. Tersedia informasi sistem rujukan dan tempat rujukan kasus TB Paru atau Kusta9
Dampak
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan banyaknya kasus kegagalan program vaksinasi
tetanus di daerah Asia dan Afrika terkait dengan beberapa faktor, seperti ketidaktepatan
jadwal imunisasi, potensi vaksin rendah, serta rendahnya respons imun ibu. Padahal, angka
kasus infeksi cacing di banyak negara di Asia dan Afrika masih tinggi.
a. Menurunkan berat badan ibu hamil
Kekurangan micronutrient dalam darah menyebabkan pasokan gizi ibu hamil dan janin
berkurang. Keadaan yang demikian jika dibiarkan berlanjut selama kehamilan akan
meyebabkan berat badan ibu hamil tidak bertambah bahkan bisa berkurang karena
cadangan gizi ibu hamil ditujukan untuk pertumbuhan janin.
b. Menyebabkan perdarahan pada usus
Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat
perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap
6 jam perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali
dengan cepat karena turn over sel epithel usus sangat cepat.
Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya
lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri
walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah
yang hilang dengan infeksi cacing ini.
c. Menyebabkan kekurangan mikronutrien ibu hamil
Cacing pada usus ibu hamil selain menyebabkan perdarahan, juga menyebabkan
terganggunya penyerapan nutrisi makanan yang masuk. Jika selama kehamilan tersebut
cacing masih terdapat pada usus, maka penyerapan micronutrient akan terganggu.
Micronutrient dalam darah cenderung menurun.
Pada ibu hamil, kekurangan micronutrient menyebabkan menurunnya kemampuan untuk
melahirkan anak-anak yang sehat dan berotak cerdas. Sementara cacing trikhuris dapat
menimbulkan perdarahan kecil yang dapat menimbulkan anemia, meski tak separah
cacing tambang.
Komplikasi
a. Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi usus
(ileus)
b. Anemia berat
c. Perdarahan
d. BBLR
e. Kecacingan berat dapat menyebabkan radang paru, gangguan hati, kebutaan,
penyumbatan usus, bahkan kerusakan tubuh secara signifikan yang meninggalkan
kecacatan
Standar :
Semua wanita hamil harus terlindung dari kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya, baik
terhadap ibu maupun bayi yang dilahirkan. Bila dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-
tanda lain, perlu adanya penapisan khusus tentang kecacingan.
Tujuan :
Mencegah kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya (anemia) pada ibu hamil maupun bayi
yang dilahirkan9
Penerapan standar :
a. Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal.
b. Semua ibu hamil dengan gejala dan tanda anemia, terutama Hb < 8 g/dl perlu
dilakukanpenapisan kecacingan dengan pemeriksaan tinja/feses dan gambaran hitung
jenis (eosinofilia)
c. Bila pemeriksaan tinja/feses menunjukkan hasil positif telur cacing ataukeluar cacing
pada waktu buang air besar maka perlu pengobatan
d. Bila teridentifikasi suatu kasus kecacingan pada ibu hamil, berikan ibu obatcacingan
sesudah melewati trimester ke 1.
e. Pada daerah dengan prevalensi kecacingan yang tinggi, semua ibu hamildilakukan
penapisan terhadap kecacingan.
f. Memberikan penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang
perlunya pencegahan kecacingan dalam kehamilan.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba. Ilmu kebidanan. Jakarta, penyakit kandungan, keluarga berencana untuk
pendidikan Bidan: EGC; 2002.
2. Saifudin. Buku panduan praktis pelayanan keseshatan maternal dan neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 2002.
3. Wiknojosastro. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP; 2005.
4. final D. Asessment of the safety of artemisinin compuonds in pragnancy: UNDP/World
Bank WHO special program for research and training in tropical diseases; 2002.
5. Depkes. Imunisasi TT (Tenatus Toxoid) pada ibu hamil [9 Oktober 2012]; Available
from: lenteraimpian.wordpress.com.
6. Depkes. Buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta2009.
7. Depkes. UNICEF, HKI, MI, apa dan mengapa tentang vitamin A. Jakarta 2008.
8. Depkes. Pedoman praktis terapi gizi medis. Jakarta 2006.
9. world health organization Department of making pregnancy safer, Integreted
management of pregnency and childbirth : Standar for maternal an d neonatal care.
Geneva 2007.
10. Depkes. Pedoman dasar infeksi menular seksual dan saluran reproduksi lainnya pada
pelayanan kesehatan reproduksi terpadu. Jakarta 2008.
11. Depkes. Pedoman tata laksana infeksi HIV dan Antiretrovial pada anak di Indonesia.
Jakarta 2008.
12. Depkes. Pembatasan penyakit dan pengendalian lingkungan, pedoman keperawatn,
dukungan dan pengbatan bagi Odha. Jakarta 2006.
13. Depkes. Pedoman pencegahan dan penaganan malaria pada ibu hamil dan nifas.
Jakarta 2009.
14. Depkes. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta 2008.
15. Depkes. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosus. Jakarta 2008