Anda di halaman 1dari 9

Urgensi Keterampilan Literasi Digital Pada Pembelajaran menuuju siap Asesmen

Nasional

Latar Belakang

Pembelajaran dalam jaringan internet, betapapun para warga belajar sudah menjadi terbiasa
dan ahli dalam melakukan kegiatan ini. Warga belajar adalah istilah sederhana penulis dalam
menyebut seluruh civitas akademik di Indonesia baik untuk jenjang Paud, SD, SMP, SMA,
SMK dan bahkan juga perguruan tinggi. Betapa tidak, dalam satu tahun ini, seluruh sekolah
memindahkan proses pembelajaran mereka, dari pembelajaran tatap muka di kelas menjadi
pembelajaran dengan pelaksanaan di rumah masing masing. Peserta didik di rumah dan guru
juga di rumah atau dari sekolah.

Saat ini secara berangsur, memang pembelajaran tatap muka sudah mulai dilaksanakan
kembali. Memang masih menggunakan tatap muka terbatas, dalam artian bahwa waktu
belajar peserta didik di sekolah, masih satu minggu satu hari atau dua hari. Momen ini
menunjukkan bahwa pembelajaran sebagian besar masih dilakukan melalui pola
pembelajaran jarak jauh. Baik itu menggunakan strategi secara daring (dalam jaringan
internet) ataupun luring (luar Jaringan internet). Strategi pembelajaran daring, berarti proses
pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan fasilitas internet.

Pembelajaran dengan memanfaatkan jaringan internet merupakan keniscayaan. Mungkin saat


pandemic, belum 100 % peserta didik dapat menikmati proses pembelajaran secara daring.
Biasanya mereka terhalag oleh sulitnya jaringan atau terbatasnya jumlah android yang
dimiliki oleh peserta didik. Tetapi, cepat atau lambat, seluruh peserta didik pasti menikmati
juga proses pembelajaran ini. Pembelajaran daring merupakan pembelajaran dengan proses
pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pada pembelajaran
daring, proses pembelajaran maupun media pembelajaran sepenuhnya menggunakan jaringan
internet. Beberapa akibat dari proses pembelajaran ini, tentu saja beragam. Dimulai dari
keuntungan menggunakan pembelajaran daring, misalnya: pembelajaran menjadi tidak
berjarak antara guru dengan peserta didik, sumber belajar tak terbatas, terbukanya
komunikasi peserta didik dengan narasumber ahli sesuai dengan tema yang mereka
munculkan. Dan tentunya masih banyak lagi.
Kerugian menggunakan pembelajaran secara daring sebenarnya juga banyak, yang paling
menonjol adalah: pergaulan peserta didik menjadi lebih bebas, karena terhubung di dunia
maya tanpa batas; mudah bagi peserta didik untk meninggalkan pembelajaran di kelas,
terlebih jika guru hanya mengandalkan metode pembelajaran tatap muka. Kerugian lainnya
adalah dicurigainya peserta didik membuka internet tidak hanya untuk kepentingan
pembelajaran, tetapi juga memanfaatkan legalisasi penggunaan internet ini untuk kegiatan
lainnya seperti game, film dan pornografi.

Tetapi, apakah dengan beberapa kerugian tersebut, kemudian pembelajaran dengan


memanfaatkan jaringan internet tersebut kita tinggalkan? Tentunya mboten bukan. Kunci
utama keberhasilan pembelajaran daring, terletak pada tingkat keterampilan literasi digital
yang dimiliki baik oleh guru maupun peserta didik. Dengan bekal keterampilan digital cukup,
maka beberapa keluhan tentang cara peserta didik menggunakan gadget, atau laptop saat
melakukan pembelajaran daring dapat dikurangi secara maksimal. Keterampilan literasi
digital disini, tentu saja erat kaitannya dengan cara peserta didik memperoleh informasi.

Tujuan

Memberikan informasi terkait literasi digital, cara menumbuhkan keterampilan serta


pemanfaatannya pada pembelajaran daring, merupakan tujuan utama penulisan artikel ini.
diharapkan guru dapat memanfaatkan tulisan ini untuk membekali para peserta didiknya
dengan baik.

Literasi Digital

Literasi merupakan suatu keterampilan dasar pada abad milenial. Komponen tersebut
meliputi literasi baca tulis, numerasi, digital, finansial, sains serta budaya dan
kewarganegaraan. Literasi dasar merupakan komponen pembangun terbentuknya empat
kecakapan abad 21. Sementara itu kecakapan abad 21 sendiri memiliki tiga komponen
pembangun, komponen tersebut adalah literasi dasar, kompetensi (berpikir HOTS) dan
karakter. Adapun untuk komponen kompetensi (berpikir HOTS) tersebut meliputi berpikir
kritis, berpikir kreatif, komunikatif serta kolaboratif. Adapun pada karakter abad 21,
diharapkan tumbuh 6 karakter pokok, yaitu rasa ingin tahu, inisiatif, gigih, adaptif,
kepemimpinan serta keterampilan dan social budaya. Dalam hal ini, karakter tentu saja
dibangun berdasarkan budaya negara kita yaitu Pancasila. Keenam karakter abad 21, jika
diadaptasi dengan karakter Pancasila, maka akan muncul 6 karakter Pancasila, yaitu beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, kritis, kreatif,gotong royong dan
kebinekaan global.

Gambar 1. Peta Konsep Pembangun Kecakapan Abad XXI

Pada gambar 1, ditunjukkan peta konsep pembangun kecakapan abad XXI. Pada peta konsep
dapat kita pahami bagaimana kecakapan abad XXI dapat dimiliki oleh peserta didik.
Dideskripsikan pada gambar 1, bahwa pembangun utama kecakapan abad XXI adalah tiga
pilar utama, yaitu keterampilan literasi, kompetensi dalam bentuk berpikir HOTS dan
karakter peserta didik. Akan tetapi pada bagian ini hanya akan kita kaji keterampilan literasi
digital.

Literasi digital merupakan keterampilan dasar dalam melakukan pencarian informasi. Secara
sepintas mirip dengan literasi informasi. Perbedaan mendasar antara konsep literasi digital
dengan konsep literasi informasi adalah teknologi yang digunakan. Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa literasi informasi lebih menajamkan kepada keterampilan seseorang dalam
memahamkan informasi sesuai dengan kebutuhan dirinya terhadap informasi yang diperlukan
oleh dirinya serta menggunakannya secara tepat.

Sementara itu pada konsep literasi digital, adalah tentang alat pencarian informasi. Pada
literasi digital, alat pencarian informasinya adalah internet. Sehingga literasi digital
mempunyai makna sebagai pencarian/ penelusuran informasi dengan menggunakan teknologi
informasi. Keterampilan literasi digital juga memiliki arti keterampilan seseorang untuk
terkoneksi dengan informasi hyperteks. Maksudnya memahami informasi atau bacaan secara
acak dengan bantuan teknologi informasi. (disarikan dari konsep Davis & Shaw, 2011).
Secara umum, keterampilan literasi digital sering dimaknai sebagai pengetahuan dan
keterampilan seseorang dalam memanfaatkan teknologi digital untuk menemukan,
menggunakan, membuat dan mengevaluasi informasi, serta memanfaatkannya secara tepat
sesuai dengan keperluan orang tersebut tanpa melanggar norma agama maupun aturan atau
hukum yang berlaku sebagai upaya membangun komunikasi dan interaksi dalam kehidupan
sehari-hari.

Bagaimana cara membangun keterampilan literasi digital pada seseorang? Douglas A.J.
Belshaw berpendapat, bahwa keterampilan literasi digital, dapat ditumbuhkan berdasarkan 8
komponen esensial, yaitu kultural, kognitif, konstruktif, komunikatif, percaya diri, kreatif,
kritis dan bertanggungjawab secara sosial. Pada gambar 2, digambarkan secara sederhana ke
delapan komponen esensial pembangun keterampilan literasi digital. Setelah dibuat gambar,
kelihatan ada irisan dengan pembangun kecakapan abad 21. Irisan tersebut terdapat pada cara
berpikir HOTS dan penguatan karakter. Irisan dengan berpikir HOTS adalah berpikir kreatif
dan berpikir kritis serta komunikatif. Sementara itu, irisan dengan penguatan karakter yaitu
percaya diri dan bertanggungjawab sosial. Adapun komponen esensial lainnya yaitu
konstruktif, kognitif dan kultural merupakan satu keterampilan seseorang dalam membangun,
merancang dan menyimpulkan beragam informasi menjadi satu informasi baru. Ketiga
komponen ini, dikembangkan berdasarkan teori belajar konstruktivis dan teori belajar
sosiokultural.

komunikatif percaya diri

konstruktif kreatif

kognitif kritis

kultural
literasi bertanggungjawab
secara sosial
digital
Gambar 2. Komponen esensial pembangun keterampilan literasi digital menurut Douglas

Berdasarkan teori belajar konstruktivis, dijelaskan bagaimana seseorang membangun


informasi baru berdasarkan beragam informasi sebelumnya. Disini orang tersebut meng
“create” beberapa informasi menjadi satu informasi baru. Kemudian, bagi orang tersebut
akan mengkomunikasikan informasi baru tersebut pada komunitasnya sebagai bentuk
validasi. Setelah mendapat validasi dari komunitasnya, maka informasi tersebut akan menjadi
satu pengetahuan baru bagi orang tersebut.

Banyak konsep tentang teknik untuk membangun keterampilan literasi digital seseorang.
Tetapi disini pengembang lebih suka menggunakan Teknik yang ditemukan sendiri dan sudah
menunjukkan hasil baik pada seseorang, atau dalam hal ini peserta didik. Dalam hal ini
pengembang memiliki tiga langkah untuk membangun keterampilan literasi digital peserta
didik.

Langkah pertama, guru perlu memberi contoh kepada peserta didik, saat guru memiliki
keperluan untuk mencari informasi informasi baru secara langsung menggunakan internet.
Dalam hal ini juga ditunjukkan kepada peserta didik tentang norma dan aturan saat
berselancar tersebut. Guru juga perlu menunjukkan bahayanya penyalahgunaan saat
menggunakan internet. Dalam hal ini, contoh sepertinya lebih berpengaruh bagi peserta didik
dari pada tutur atau tulisan tentang norma dan aturan. Ada istilah “like a teacher like a
student”. Begitu gurunya seperti itulah muridnya.

Langkah kedua adalah perlunya guru memberi kepercayaan kepada peserta didik untuk
berinteraksi dengan internet secara mandiri. Pada proses ini, guru perlu memberikanmasalah
belajar dengan bentuk konkrit atau realistik kepada peserta didik. Dekatkan peserta didik
dengan masalah belajar tersebut. Sementara itu, peserta didik dapat mempelajari masalah
belajar mereka serta merumuskan teknik dan strateginya untuk mendapatkan informasi baru
terkait dengan masalah belajarnya. Selanjutnya peserta didik dapat memberikan solusi. Solusi
dapat berupa rumusan penyelesaian masalah belajar ataupun dalam bentuk karya inovatif
lainnya. Pada langkah kedua ini selain menumbuhkan kemandirian peserta didik, juga perlu
ditumbuhkan tanggung jawab personalnya melalui komunitasnya.

Langkah ketiga, damping peserta didik saat, mereka melakukan selancar. Mendampingi
bukan berarti tidak percaya. Tetapi guru silakan membuat program kerjanya sendiri. Dalam
hal ini “seolah-olah” peserta asyik sendiri dan guru sibuk sendiri. Jangan sekali kali guru
tidak mempunyai kesibukan serius saat mendampingi peserta didiknya. Karena apapun
perilaku guru akan ditiru.

Ketiga langkah tersebut, sebaiknya dilakukan oleh seluruh guru, saat mereka memberikan
pembelajaran daring ataupun blended. Saat pembelajaran daring atau blended daring, peserta
didik pasti berinteraksi langsung dengan internet. Dalam hal ini jam terbang juga
berpengaruh terhadap keterampilan literasi digital peserta didik. Semakin tinggi jam
terbangnya, tentu saja semakin terampil.

Peran Literasi Digital Pada Pembelajaran Daring

Gambar 3. Peran Literasi Digital pada Pembelajaran Daring

Pada gambar 3, ditunjukkan peran keterampilan literasi digital peserta didik saat mengikuti
proses pembelajaran daring. Keterampilan literasi digital, merupakan keterampilan wajib,
bagi guru maupun peserta didik saat mereka melakukan pembelajaran daring. Karena internet
menjadi alat komunikasi utama pada proses pembelajaran ini. sumber belajar, komunikasi,
strategi pembelajaran disajikan dengan menggunakan jaringan internet. Semua proses belajar,
ketika disajikan oleh guru secara daring, akan menjadi informasi acak bagi peserta didik.
Informasi tersebut, supaya dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, tentu saja
memerlukan keterampilan dari peserta didik supaya dapat memahami dengan baik informasi
tersebut. Selain itu, guru juga harus membiasakan diri melakukan pembelajaran secara daring
dengan baik. Penyampaian pesan perlu menggunakan strategi tertentu dan runtut sehingga
dapat diterima oleh peserta didik sama seperti apa yang dimaksudkan oleh guru.

Pembelajaran daring, sebenarnya merupakan strategi pembelajaran alternative. Saat ini


pembelajaran daring masih merupakan pilihan terbaik bagi pemerintah untuk melaksanakan
proses pembelajaran. mengapa pembelajaran daring menjadi pilihan terbaik? Karena saat ini
sedang terjadi pandemi, pandemi telah merubah kompetensi guru dan peserta didik secara
maksimal. Memang secara berangsur pemerintah telah memberikan ijin kepada sekolah untuk
kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka, tetapi dengan waktu terbatas, sehingga
Sebagian besar waktu belajar peserta didik juga masih dilakukan di rumah. Selain itu
kementerian juga akan menyelenggaran sistem ujian berbasis daring secara penuh. Wah ini,
ini merupakan terobosan baru dari negara supaya keterampilan literasi digital seluruh warga
sekolah meningkat.

Pada saat peserta didik belajar di rumah, sebagaian besar dari mereka bersahabat akrab
dengan namanya android dan internet. Uang jajan mereka berpindah untuk membeli quota
internet. Nah, kondisi seperti ini sebaiknya guru segera membekali peserta didik supaya
memiliki keterampilan literasi digital. Kemudian, kembangkan strategi pembelajaran
elektronik. Manfaatnya guru dapat meningkatkan keterampilan selain literasi digital,
misalnya literasi baca-tulis, literasi numerasi dan literasi lainnya.

Dengan memiliki keterampilan literasi digital, akan mudah guru untuk mengembangkan
literasi literasi tersebut, karena sumber belajar “hyper” telah tersedia dalam genggaman.
Permasalahannya “tinggal bagaimana” guru memainkan perannya supaya peserta didik mau
memanfaatkan internet tersebut untuk kepentingan pembelajaran secara maksimal. Pada
ahirnya tentu saja tertingkatnya kecakapan abad 21 bagi seluruh peserta didik di negeri
tercinta ini. tentu kita tidak ingin generasi masa dating negeri ini hanya berperan sebagai
“kuli” atau “budak” di negeri sendiri bukan. Kita ingin generasi penerus kita adalah pewaris
negeri ini seutuhnya.

Penutup

Nah guru, demikian tulisan singkat yang mendeskripsikan betapa pentingnya keterampilan
literasi digital bagi warga sekolah.pada keterampilan literasi digital, merupakan keterampilan
dasar saat akan mengenalkan peserta didik untuk memulai surfing di dunia maya. Bekali dan
beri contoh baik tentang bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi informasi pada
peserta didik. Guru, supaya peserta didik memiliki keterampilan digital optimal, tentu saja
harus dimulai dari panjenengan, guru adalah contoh pembelajar bagi para peserta didik.
Mereka pasti mencontoh apapun yang dikerjakan oleh gurunya.

Keterampilan literasi digital, merupakan kunci supaya pembelajaran daring dapat


berlangsung optimal. Tentu saja keterampilan ini perlu dilakukan berulang kali, sehingga
baik guru maupun peserta didik menjadi ahli. Bermula dari literasi digital, guru dapat
menumbuhkan keterampilan literasi dasar lainnya. Semakin kompleks keterampilan literasi
digital peserta didik, tentu saja semakin tinggi pula keterampilan literasi lainnya. Dan ini
menunjukkan daya juang dan daya saing bagi mereka.

Satu informasi baru lagi, yaitu dengan diselenggarakannya UBKD (Ujian Berbasis Komputer
Daring). Ujian yang diselenggarakan oleh kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini,
sebagaian besar sekolah akan menyelenggarakan secara daring. Hal ini merupakan
keterampilan mutlak bagi peserta didik. Tentu saja sekolah harus segera berbenah, supaya
seluruh warga sekolah memiliki keterampilan literasi digital secepatnya.

Dan pada saatnya, anak didik kita insya Allah akan mampu memilah dan memilih informasi
digital seperti apa, yang memberi manfaat maksimal bagi dirinya. Karena merekalah generasi
penerus kita pada masanya. Mereka harus kuat, Tangguh, kreatif, kritis dan berkarakter
pancasila.

Daftar Rujukan

Bart, M. (2014). Blended and flipped: exploring new models for effective teaching 113 and
learning. Faculty focus (Special Report). Madison, Wisconsin: Magna Publications.

Bawden, D. (2001). Information and digital literacy: a review of concepts. Journal of


Documentation, 57(2),218-259

Bawden, D. (2008). Origins and concepts of digital literacy. Dalam C. Lankshear&M. Knobel
(eds). Digital literacies : concepts, policies, and paradoxes. Pp:15-32. New Yok: Peter
Lang

Davis, Charles H.; Shaw,Debora (eds). (2011). Introduction to information science and
technology. Medford,NJ: Information Today.
Douglas A.J. Belshaw.2011. What is ‘digital literacy’?.United Kingdom: creative common

Utami, I.G.A.L.P, 2016. Teori Konstruktivisme Dan Teori Sosiokultural: Aplikasi Dalam
Pengajaran bahasa Inggris. Malang: PRASI/Vol. 11/No. 01/ Januari - Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai