Anda di halaman 1dari 38

CASE 6

OSTEOARTHRITIS
Editor :

Joshua Sebastian Pratama S 1610211083

Penulis :

1. Chintya Mei Desia Hutasoit 1610211044


2. Wanodia Ayutama 1610211104
3. Ghassani Izlyn Fathara Sri N 1610211012
4. Venita Octavia Tambunan 1610211092
5. Yusi Rizky Novianty 1610211051

I. OVERVIEW CASE
II. INTERPRETASI KASUS
III. BASIC SCIENCE (TULANG RAWAN & SENDI)
IV. CLINICAL SCIENCE (OSTEOARTHRITIS)
V. PATOFISIOLOGI
VI. TATA LAKSANA
VII. DIAGNOSIS BANDING
VIII. SKDI
IX. REFERENSI
I. OVERVIEW CASE
Ny. W, 50 tahun

KU : nyeri region genu sinistra

RPS RPD RPK

Nyeri lutut kiri sejak 4 bulan lalu Trauma (-) Hipertensi & DM (-)

bagian dalam dan depan

ketika bangkit dari duduk / berdiri

hilang timbul

lokal / tidak menjalar

kesemutan (-)

Hipotesis

1. Osteoarthritis
2. Rheumatoid Arthritis
3. Cedera Ligamen / Meniskus
4. Bursitis / Sinovitis

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

Status Generalis Radiografi genu sinistra


KU : dalam batas normal AP & Lateral
Antropometri : TB 155 cm, BB 80 kg, Kedudukan tulang baik
habitus picnitus. Subluksasi / dislokasi (-)
Regio genu : deformitas varus, tanda radang Struktur intak, fraktur (-)
tidak jelas, nyeri tekan bag. medial genu bilateral Osteofit kondilus tibia, femur
terutama pd insersi pes anserinus, krepitasi (+), Eminensia interkondilar, patela
nyeri gerak (+). Sendi femorotibial medial
menyempit
Sklerosis subartikular
Kelainan jar. lunak (-)
Diagnosis

Osteoarthritis genu sinistra Kellgren-Lawrence grade III

Tata Laksana

A. Farmakologi
 Kontrol nyeri : NSAID, Na diklofenak 50 mg 2x / hari atau Meloxicam 7,5 mg
2x / hari selama 5 hari
 Visco suplementasi : tablet kondroitin dan glikosaminsulfat 1x / hari selama 3
bulan

B. Modifikasi Perilaku
 Olahraga 4-5x /minggu. Intensitas 50-60% target heart rate (220 – usia = 220
– 50 x 50-60% = 85-102x / menit. Tipe : non-weight bearing (sepeda
static/berenang). 30-45 menit.

II. INTERPRETASI KASUS -> Silahkan baca dari OVC


 Hipotesis Rheumatoid arthritis, cedera ligament/meniskus, dan bursitis/sinovitis karena
lokasi pada sendi genu, dan gejala klinis nyeri.
 Khas OA nyeri karena pergerakan dan tanda inflamasi tidak begitu tampak. Jika tampak
inflamasi bersifat lokal. Pemeriksaan radiografi terdapat osteofit, sklerosis subkondral,
penyempitan celah sendi.
 RA dapat dieliminasi jika inflamasi di banyak tempat (sistemik) dan pemeriksaan lab
faktor rheumatoid (-).
 Cedera dapat dieliminasi jika tidak ada trauma dan pemeriksaan radiografi tidak tampak
kelainan jaringan lain.
 Bursitis/sinovitis dapat diketahui jika bursa/sinovium tampak tanda radang.
 DD dapat berupa spondylosis jika kelainan di vertebrae.
 DD dapat berupa gout arthritis jika kelainan terutama di MTP (Metatarsophalangeal) 1,
terdapat nodus berisi kristal asam urat yang dapat digerakkan dari dasar. Pada OA tangan
nodus berupa tonjolan tulang sehingga tidak dapat digerakkan.
III. BASIC SCIENCE (TULANG RAWAN & SENDI)

IV. CLINICAL SCIENCE


OSTEOARTHRITIS (OA)
 Definisi
Gangguan kronis sinovial sendi yaitu pelunakan progresif dan disintegrasi
tulang rawan artikular disertai pertumbuhan tulang rawan baru dan tulang pada
margin sendi (Osteofit), pembentukan kista dan sklerosis di subkondral tulang,
sinovitis ringan dan kapsuler fibrosis. Sering terlokalisasi hanya satu bagian dari sendi
dan sering dikaitkan dengan beban yang abnormal.
Dalam bentuk umum, tidak disertai penyakit sistemik lain. Osteoarthritis
merupakan fenomena dinamis yg menunjukkan perusakan dan perbaikan. Pelunakan
dan disintegrasi tulang rawan disertai sejak awal oleh pembentukan tulang baru yg
hiperaktif, osteofitosis, dan remodeling.

 Etiologi
Usia
OA meningkat pada pertambahan usia. Seiring berjalannya waktu tulang rawan akan
menua, berkurangnya konsentrasi proteoglikan, kehilangan elastisitas dan penurunan
kekuatan.
Trauma/ Inflamasi
Tulang rawan artikular dapat rusak akibat trauma atau gangguan inflamasi
sebelumnya. Enzim yg dikeluarkan oleh sel sinovial dan leukosit menyebabkan
terkikisnya proteoglikan dari matriks, dan IL-1 yg dihasilkan sinovial menekan
sintesis proteoglikan.
Stres Mekanik
Disebabkan oleh peningkatan beban atau pengurangan bidang kontak artikular akibat
deformitas sendi atau instabilitas sendi.
 Faktor Predisposisi
 Displasia sendi
 Trauma
 Pekerjaan
 Kepadatan tulang
 Kegemukan
 Sejarah keluarga

 Epidemiologi
 Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling umum.
 Jenis Kelamin : OA primer lebih banyak pada wanita. OA sekunder pada pria.
 Ras : Semua ras, tetapi ras Asia lebih sering terkena.
 Umur : > 65 thn sering menunjukkan perubahan menuju OA
 Lokalisasi : Umumnya pinggul, lutut, vertebrae, jari-jari.

 Klasifikasi

 Manifestasi Klinis
OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat
mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.
1. Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada sumsum
tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya
kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri ketika melakukan aktifitas
berat. Pada tahap lebih parah, aktifitas minimal sudah dapat menimbulkan sakit.
2. Kekakuan sendi : Kekakuan sendi juga dapat ditemukan pada penderita OA setelah
sendi tidak digerakkan beberapa lama (gel phenomenon). Biasanya berlangsung tidak
lebih dari 30 menit.
3. Krepitasi : suara gemeretak akibat gesekan antar tulang yang kehilangan rawan sendi,
osteofit.
4. Pembengkakan : pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan
sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal
(DIP)) atau nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal
(PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan
pergerakan sendi yang progresif.
5. Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendi yang perlahan-lahan
mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut.
V. PATOFISIOLOGI
Umur Stres Mekanik/ Defek Obesitas Genetik Hormonal
Anatomi
Penggunaan
sendi berlebih

Material asing
Jejas Mekanik pd Jejas Kimiawi pd
hasil nekrosis
sinovial sendi sinovial sendi
jaringan / CSF

Makrofag Dalam cairan sendi :

Molekul abnormal ↑
Sitokin aktivator
plasminogen (PA) Produk degradasi kartilago ↑

IL-1,IL-6,TNF-a,TNF-
b,IFN-a, IFN-t Reaksi Inflamasi

Kondrosit Sintesis Sitokin proinflamasi ↑


kolagen II (IL-1)
CSF & IX ↓
Jumlah leukosit ↑
Sintesiss
Monosit dan PA kolagen I Kondrosit
& II ↑
Degradasi
Enzim degradasi Kemokin Asam arakidonat
kartilago Matriks
(protease)
sendi yang
terbentuk Prostaglandi Leukotrin
MMP 1 MMP 3
buruk
(kolagenase) (Stromelisi
Nyeri
n)

Degradasi Sintesis matriks


proteoglikan ECM (proteoglikan) (-)

Degradasi Perbaikan
kolagen ECM kondrosit (-)

Apoptosis
Osteofit Perbaikan sbg
Pergesekan antar Nyeri
respon tulang
Degradasi tulang yang telah
Menekan periosteum subkondral yg
kartilago sendi kehilangan sendi Krepitus
& radiks saraf medula berlebihan
spinalis Penyempitan
Titik tumpu
celah sendi
badan
Nyeri bergeser Sklerosis subkondral
 Diagnosis

 Patologi
 Penghancuran progresif tulang rawan
 Pembentukan subartikular kista, dengan
 Sklerosis pd tulang di sekitarnya
 Pembentukan osteofit
 Pembentukan kapsuler fibrosis.

 Grading Kellgren-Lawrence
 Grade 0 : normal
 Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit
 Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi
normal, terdapat kista subkondral
 Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat
penyempitan celah sendi
 Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista subkondral
dan sklerosis
VI. TATA LAKSANA
 Terapi
Tujuan terapi adalah :
 menghilangkan rasa nyeri dan kekakuan
 menjaga atau meningkatkan mobilitas sendi
 membatasi kerusakan fungsi
 mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup

 Terapi Farmakologis
Faktor yang dipertimbangkan dalam pemberian obat untuk pasien OA adalah
intensitas rasa sakit, efek samping, dan penyakit penyerta.

Obat yang digunakan :

1. Analgetik oral non opioid

 Parasetamol/ Asetaminofen
 ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan
parasetamol sebagai obat pertama dalam penatalaksanaan nyeri, karena
relatif aman, efikasi, dan harga murah dibanding NSAID.
 Sifat antipiretik lebih besar dibandingkan sifat analgetiknya, dan tidak
memiliki efek antiinflamasi.
 Tidak mengiritasi lambung.
 Pilihan bagi pasien dengan masalah ginjal

o Mekanisme kerja
Bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) untuk menghambat sintesa
prostaglandin, (yang berfungsi meningkatkan sensasi rasa nyeri). Dengan cara
memblok kerja siklooksigenase pusat. Parasetamol oral diabsorpsi, mencapai
konsentrasi puncak 1-2 jam, diaktivasi di hati dengan cara konjugasi dengan
sulfat atau glukoronid, dan metabolitnya diekskresi lewat ginjal.

o Efikasi
Parasetamol, penurun rasa sakit ringan sampai sedang, 2,6-4g/hari.*
*setara dengan aspirin 650mg empat kali sehari, ibuprofen 1200-2400mg/hari,
naproksen 750mg/hari, seperti halnya NSAID lain.

o Efek samping
Resiko bagi individu yang mempunyai resiko sakit hati atau pemakaian
overdosis atau konsumsi alkohol, akan menimbulkan hepatoksisitas,
kemungkinan dapat terjadi sampai fatal. Pada pemakaian jangka panjang
mungkin akan mengganggu ginjal.
Jika asetaminofen hingga dosis maksimal tidak memberikan respon
klinis yang memuaskan, golongan NSAID atau injeksi kortikosteroid
intraartikuler dapat digunakan.

2. Analgetik Topikal

 Glucosamine topikal
 Glucosamine topikal gel atau krim dioleskan 2x sehari.
 Tingkat absorpsi yang cukup baik dan mampu mengurangi nyeri secara
signifikan dibanding plasebo. Absorpsi tidak hanya sampai ke sendi,
melainkan juga di dalam darah.
 Efek penggunaan glucosamine topikal, dapat terlihat sejak minggu ke-4
hingga ke-8.

 Capsaicin
 Obat dioleskan 4x sehari, terutama pada OA tangan atau lutut.
 Capsaicin bekerja mengurangi sensitivitas kulit dan sendi terhadap nyeri,
dengan menurunkan kadar substance P di neuron sensorik perifer.
 Rasa nyeri akan mereda setelah sekitar dua minggu pemakaian secara
teratur.

 Efek samping rasa panas atau terbakar di kulit dan kemerahan yang akan
berangsur hilang.

3. NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug)

NSAID adalah suatu kelas obat yang dapat menekan inflamasi melalui inhibisi
enzim cyclooxygenase (COX). NSAID memberikan rasa nyaman bagi banyak orang
dengan masalah persendian kronis, tetapi dapat menimbulkan masalah penyakit
gastrointestinal serius. Untuk pasien berusia >75 tahun, NSAID topikal lebih
dianjurkan dibanding oral.

o Mekanisme Kerja
Prinsip mekanisme NSAID sebagai analgetik adalah blokade sintesa
prostaglandin melalui hambatan cyclooxcigenase (Enzim COX-1 dan COX-2).
 Enzim COX-1 terlibat dalam produksi prostaglandin gastroprotective
untuk mendorong aliran darah di gastrik dan menghasilkan bikarbonat.
COX-1 berada secara terus menerus di mukosa gastrik, sel vaskular
endotelial, platelets, renal collecting tubules, sehingga prostaglandin hasil
dari COX-1 juga berpartisipasi dalam hemostasis dan aliran darah di
ginjal.
 Blokade COX-1 (terjadi dengan NSAID nonspesifik) tidak diharapkan
karena mengakibatkan tukak lambung dan meningkatnya risiko
pendarahan karena adanya hambatan agregasi platelet.
 Enzim COX-2 tidak selalu ada di dalam jaringan, tetapi cepat muncul bila
dirangsang oleh mediator inflamasi, cedera/luka setempat, sitokin, IL,
interferon dan TNF.
 Hambatan dari COX-2 spesifik dinilai sesuai dengan kebutuhan karena
tidak memiliki sifat tersebut, dan hanya mempunyai efek antiinflamasi dan
analgesik.

o Efikasi
NSAID dipakai bila parasetamol tidak efektif, atau untuk OA
inflamatori. Efek analgesik terasa dalam hitungan jam, efek antiinflamasi
terasa setelah 2-3 minggu dengan terapi yang terus menerus. Untuk menilai
efikasi obat untuk pasien, harus dicoba selama 2-3 minggu untuk satu macam
obat dengan dosis yang dibutuhkan. Bila gagal dicoba NSAID lain sampai
ditemukan yang efektif.

o Efek Samping pada lambung


Pendarahan di saluran pencernaan. NSAID anion memasuki sel
mukosa lambung, melepaskan ion hidrogen dan merusak sel. Luka pada
mukosa lambung dapat disebabkan oleh NSAID yang menghambat sintesis
prostaglandin yang berfungsi sebagai gastroprotektor.
4. Analgetik oral opioid

Merupakan golongan narkotika. Diberikan ketika golongan NSAID tidak efektif


mengatasi nyeri, dan juga diberikan pada pasien yang memiliki kontraindikasi dengan
NSAID.

 Tramadol sama efektif dengan morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai
sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah. Dosis maksimum per hari
yang dianjurkan untuk tramadol adalah 400 mg.

5. Chondroprotective Agent

 Tetrasiklin
Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan menghambat kerja enzim
MMP.
 Asam Hialuronat (Viscosupplement)
Asam hialuronat dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial, dan berperan
dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan
proteoglikan. Diberikan secara intra-artikular.
 Glikosaminoglikan
Glikosaminoglikan menghambat enzim degradasi tulang, seperti : hialuronase,
protease, elastase, dan dapat merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat.
 Kondroitin sulfat
Pemberian kondroitin sulfat mempunyai efek protektif terhadap terjadinya
kerusakan tulang rawan sendi melalui 3 mekanisme utama : 1) anti inflamasi;
2) efek metabolik terhadap sintesis proteoglikan dan hialuronat; 3) anti
degradatif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat enzim
oksigen reaktif.

6. Steroid intra-artikular

 Kortikosteroid: antiinflamasi yang kuat, dapat diberikan secara suntik pada


sendi . Ini adalah tindakan untuk jangka pendek, tidak disarankan untuk lebih
dari 2-3 x suntik per tahun. Tidak diberikan per oral. Injeksi kortikosteroid
intraartikuler dapat diberikan bila terdapat infeksi lokal atau efusi sendi.
 Terapi Non Farmakologis
1. Edukasi Pasien
Program edukasi pasien, self-management, kelompok pendukung Arthritis,
dsb Dalam program ini pasien belajar memahami proses, prognosis, dan pilihan terapi
OA
2. Terapi Fisik & Occupational Therapy

Terapi fisik dengan panas atau dingin dan latihan fisik membantu menjaga dan
mengembalikan rentang gerakan sendi, mengurangi rasa sakit, mengurangi kejang
otot (relaksasi otot).

o Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat, dapat
mengurangi kekakuan dan rasa sakit.
o Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat menghilangkan rasa
sakit atau mengebalkan bagian yang ngilu.
 Untuk OA lutut, memakai sepatu dengan sol tambahan empuk untuk meratakan
pembagian tekanan akibat berat, sehingga akan mengurangi tekanan di lutut.

3. Latihan Fisik

Jumlah dan bentuk olahraga tergantung dari persendian yang terlibat,


kestabilan, dan sejarah pembedahan. Dilakukan tiga sampai empat kali sehari. Bila
terasa sakit, kurangi pengulangan. Panduan dari American Geriatrics Society untuk
latihan fisik bagi pasien OA adalah latihan fisik isometrik lebih dianjurkan
dibandingkan dengan isotonik karena isotonik akan memperburuk sendi yang terkena.

Contoh Latihan fisik:

 Latihan untuk menguatkan : Latihan dengan ban elastik,


menambah resistensi
 Aktivitas aerobik : Membuat paru dan peredaran darah lebih
baik
 Aktivitas rentang gerakan : Membuat sendi lentur, lemah
gemulai
 Latihan kegesitan, ketangkasan : Menjaga kegesitan sehari-
hari
 Latihan untuk menguatkan leher dan punggung : Menguatkan
tulang belakang kuat dan lentur
 Kombinasi aerobik (berjalan), latihan resistensi (olahraga
beban), dan peregangan (yoga)

4. Istirahat dan merawat persendian

Pasien harus belajar mendeteksi tanda-tanda tubuh, dan tahu kapan harus
menghentikan atau memperlambat aktivitas, untuk mencegah rasa sakit karena
aktivitas berlebihan. Beberapa pasien menggunakan tongkat atau bidai untuk
melindungi persendian dari tekanan. Bidai atau penahan (braces) memberikan
dukungan ekstra pada otot yang lemah. Bidai dipakai untuk masa terbatas sebab otot
membutuhkan latihan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan.
5. Pengendalian Berat Badan

Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi


penyangga. Penurunan hanya 5 lb (2,5Kg) dapat menurunkan tekanan biomekanik
pada sendi penyangga beban. Diet yang sehat dan olahraga akan sangat membantu.

6. Terapi Bedah

Terapi ini diberikan bila terapi farmakologis tidak berhasil mengurangi rasa
sakit dan untuk melakukan koreksi bila terjadi deformitas sendi.

 Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan
merubah sudut dari weight bearing. Tujuan : membuat kartilago sendi yang
sehat menopang sebagian besar berat tubuh.
 Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi
yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang
berada dalam high-density polyethylene.
VII. DIAGNOSIS BANDING
RHEUMATOID ARTHRITIS
 Definisi
Penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung
kronik, dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.

 Etiologi
Penyebab utamanya tidak diketahui. Namun ada beberapa teori yang
dikemukakan mengenai penyebab arthritis rheumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan non hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan
Saat ini arthritis rheumatoid diduga disebakan karena autoimun dan infeksi :
 Autoimun : bereaksi terhadap kolagen tipe II
 Infeksi : virus dan mikroorganisme mikoplasma menghasilkan antigen kolagen
tipe II dari tulang rawan sendi penderita

 Epidemiologi
Lebih sering menyerang wanita dibandingkan laki-laki dengan perbandingan
5:2. Menyerang lebih banyak pada kalangan usia 40-60 tahun. Menyerang sendi-sendi
kecil pada tangan serta pergelangan kaki dan sendi-sendi besar seperti lutut, panggul,
pergelangan tangan.

 Patologi
Kelainan-kelainan yang dapat terjadi pada arthritis rheumatoid :

1. Kelainan pada daerah artikuler (kelainan pada sinovia, tendo dan tulang)

Stadium I (Stadium sinovitis)

Pada tahap awal terjadi kongesti vaskuler, proliferasi sinovial disertai infiltrasi
lapisan subsinovial oleh sel-sel polimorf limfosit dan sel plasma. Selanjutnya terjadi
penebalan struktur kapsul sendi disertai pembentukan vili pada sinovium dan efusi
pada sendi serta pembungkus tendo.

Stadium II (Stadium destruksi)

Inflamasi berlanjut kronik serta terjadi destruksi sendi dan tendo. Kerusakan
pada tulang rawan sendi disebabkan oleh enzim proteolitik dan oleh jaringan
vaskulerpada lipatan sinovial serta oleh jaringan granulasi yang terbentuk pada
permukaan sendi (pannus). Erosi tulang terjadi pada bagian tepi sendi akibat invasi
jaringan granulasi dan akibat resorpsi osteoklas. Pada tendo terjadi tenosinovitis
disertai invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo baik parsial maupun
total.

Stadium III (Stadium deformitas)

Kombinasi antara destruksi sendi, ketegangan selaput sendi, dan ruptur tendo
akan menyebabkan instabilitas dan deformitas sendi.

2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler


Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah:
Otot
Terjadi miopati, menunjukan adanya degenerasi serabut otot. Degenerasi ini
berhubungan dengan fragemntasi serabut otot serta gangguan retikulum sarkoplasma
dan partikel glikogen. Terjadi atrofi yang disebakan kurangnya penggunaan otot
akibat inflamasi sendi.

Nodul Subkutan

Terdiri atas jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan dikelilingi oleh
lapisan sel mononuklear yang tersusun radier dengan jaringan ikat yang padat dan
diinfiltrasi oleh sel-sel bulat.

Pembuluh Darah Perifer


Terjadi proliferasi tunika intima, lesi pada pembuluh darah arteriol dan
venosa. Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa arthritis
nekrotik. Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.

Kelenjar Limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi,
hiperplasi folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan proliferasi
jaringan ikat yang mengakibatkan splenomegali.
Saraf
Terjadi perubahan pada jaringan perineural berupa nekrosis fokal, reaksi
epiteloid serta infiltrasi leukosit yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi
gangguan sensoris.

Viseral (organ viseral: jantung, paru-paru, ginjal, dan saluran gastrointestinal)

 Gambaran Klinis
Sangat bervariasi tergantung dari onset, distribusi, stadium dan progresivitas
penyakit. Gejala awal terjadi beberapa sendi yang disebut poli-arthritis rheumatoid.

 Stadium awal ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa malaise,


penurunan berat badan, rasa capek, demam, anemia
 Gejala lokal (bengkak, nyeri, gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal).
 Pada stadium lanjut terjadi kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat
permanen, selanjutnya hilang kestabilan sendi akibat ruptur tendo/ligamen yang
menyebkan deformitas rheumatoid yang khas berupa deviasi ulnar jari-jari,
deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.
 Gejala ekstra-artikuler yang khas adalah adanya nodul subkutan yang merupakan
tanda patognomonik.
 Gejala-gejala lain yang dapat dijumpai adalah atrofi otot, limfadenopati, skleritis,
sindroma jepitan saraf, atrofi dan ulserasi kulit.

 Diagnosis
Terdapat poliarthritis yang simetris mengenai sendi-sendi proksimal jari
tangan dan kaki dan menetap sekurang-kurangnya 6 minggu. Ditemukan nodul
subkutan pada daerah tonjolan tulang daerah ekstensor. Gambaran erosi peri-artikuler
pada foto rontgen.
Kriteria diagnosis RA menurut American Rheumatism Association (ARA) :
1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (morning stiffness)
2. Nyeri pergerakan sendi/nyeri tekan
3. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau efusi cairan) padas salah satu
sendi secara terus menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu
4. Pembengkakan sendi yang simetris
5. Uji aglutinasi faktor rheumatoid
6. Pengendapan cairan musin yang jelek
7. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
8. Gambaran histologik yang khas pada nodul

 Tata Laksana
Tujuan : Mengurangi keluhan/ gejala (nyeri), memperlambat progresivitas penyakit,
mencegah deformitas agar tidak terjadi kecacatan.

Metode pengobatan:
 Dukungan psikologis bagi penderita
 Istirahat dan pengobatan konstitusional
 Pemberian obat-obatan yang terdiri atas: obat-obat anti-inflamasi non-steroid,
kortikosteroid, garam-garam emas san penisilamin, injeksi intra-artikuler dengan
hidrokortison
 Alat bantu ortopaedi, contoh: Bidai
 Fisioterapi dan terapi okupasi
 Operasi dan rekonstruksi :
- Bila terdapat ruptur tendo : jahit tendo
- Bila kelainan pada sinovia : sinovektomi
- Bila terdapat kerusakan tulang & tulang rawan : osteotomi, artrodesis atau
artoplasti
 Patofisiologi
CEDERA LIGAMEN
 Definisi
Merupakan injury atau trauma yang terjadi pada ligamen (serabut otot yang
menghubungkan antar tulang) akibat aktivitas yang melebihi kapasitas regangnya.
Pada lutut, ligamen yang sering mengalami cedera adalah cruciate ligament (ACL),
Posteriot cruciate ligament (PCL), Lateral collateral ligament (LCL), dan Medial
collateral ligament (MCL). Insidens cedera ACL paling banyak.

 Etiologi
Olahraga, pergerakan sendi melebihi kapasitas.

 Jenis Cedera
 Traumatik Injury, jatuh, salah gerak, tertabrak dan lain-lain sehingga
menyebabkan robekan/putusnya jaringan lunak (soft tissue) seperti ligamen, otot,
tendon hingga terjadinya fraktur.
 Overuse Injury, pemakaian jaringan yang berlebih, istirahat yang kurang,
perawatan cedera sebelumnya yang kurang tepat, serta persiapan seperti warming
up, stretching dan cooling down efektif.
 Non-traumatik, cedera pasca arthritis, tendinitis kronik, serta mekanik tubuh
yang buruk misal kelemahan otot, struktur sendi yang buruk.

 Gejala Klinis
 Bunyi patah/robek yang keras ketika cedera terjadi.
 Inflamasi dapat timbul setelah 24 – 36 jam setelah cedera. Adanya peradangan
tersebut akan menimbulkan nyeri, bengkak, rasa panas, dan spasme otot.
 Kekakuan disebabkan oleh spasme otot tonik, tanda adanya cedera pada sekeliling
otot-otot tersebut.
 Sendi terasa longgar dan tidak mampu menopang berat tubuh.

 Klasifikasi
 Derajat 1, sedikit hematoma dalam ligamen dan hanya beberapa serabut yang
putus.
 Cedera ringan, nyeri ringan, sedikit bengkak, dan mungkin muncul kekakuan
sendi.
 Stretch ligamen atau kerobekan kecil pada ligamen.
 Biasanya terjadi pada ligament krusiatum anterior.
 Penurunan fungsi yang minimal.
 Dapat kembali beraktivitas dalam beberapa hari setelah injury.

 Derajat 2, lebih banyak serabut otot dari ligamen yang putus, tetapi lebih separuh
serabut ligamen masih utuh.
 Nyeri sedang sampai nyeri hebat, pembengkakan, dan muncul kekakuan sendi.
 Kerobekan parsial pada ligamen sendi.
 Penurunan fungsi yang cukup berat dengan kesulitan berjalan.
 Waktu 2 – 3 bulan sebelum memperoleh kembali kekuatan dan stabilitas
sendi.

 Derajat 3, seluruh ligamen putus sehingga kedua ujungnya terpisah.  


 Nyeri hebat setelah cedera, diikuti oleh sedikit nyeri atau tanpa nyeri akibat
kerusakan total dari serabut saraf.
 Pembengkakan besar dan sendi menjadi kaku selama beberapa jam setelah
cidera.
 Ruptur menyeluruh pada ligamen kolateral.
 Memerlukan beberapa bentuk immobilisasi selama beberapa minggu.
 Kehilangan fungsi dan memerlukan kruk.
 Terapi konservatif dengan program rehabilitasi, pembedahan.
 Masa recovery selama 4 bulan

 Cedera ligamen kronik, terjadi jika injury ringan berulang kali tanpa pengobatan
adekuat. Nyeri yang dirasakan adalah dull aching (sakit tumpul), bersifat
intermitten atau kadang-kadang konstan, nyeri cenderung meningkat jika
melakukan aktivitas.

 Tata Laksana
1. Cedera ringan akan sembuh sendiri dalam beberapa waktu. Hindari beban
berlebihan. Sesuai DD kasus, cedera pada lutut dapat menggunakan tongkat
penopang (crutch).
2. Kompres es setiap hari, 20-30 menit, setiap 3-4 jam untuk mengatasi bengkak.
3. Posisikan lutut lebih tinggi dari tubuh saat duduk atau berbaring.
4. Menggunakan obat NSAID.
5. Menggunakan knee brace.
6. Latihan menggerakan sendi secara perlahan dan istirahat.
7. Operasi rekonstruktif lutut.
CEDERA MENISKUS
 Etiologi
Gerak memutar / memelintir pada lutut ketika kaki menapak kaki, biasanya
saat olahraga atau mengangkat beban berat.

 Gejala Klinis
 Pada cedera ringan : nyeri ringan dan bengkak, hilang dalam 2-3 minggu.
 Pada cedera sedang : nyeri pada bagian sisi atau tengah lutut, memburuk selama 3
hari. Kadang disertai kekakuan. Nyeri berat ketika berjongkok atau melakukan
gerak memutar.
 Pada cedera berat : serpihan meniskus dapat masuk ke ruang antar sendi sehingga
kaku atau terkunci.

 Pemeriksaan penunjang dengan X-ray, MRI, tes fisik.

 Tata Laksana
 Terapi non-bedah sama dengan cedera ligament.
 Bedah reparasi meniskus dan mengambil serpihan-serpihan meniskus.
BURSITIS

 Definisi
Bursitis adalah peradangan pada bursa (struktur seperti kantung antara kulit-
tulang, atau antara ligament/tendon-tulang) atau kantung sendi.

 Etiologi
Penebalan sinovium dan peningkatan produksi cairan sendi. Dapat diakibatkan
autoimun atau infeksi. Sendi-sendi berikut paling sering terkena :
 Subacromial
 Olecranon
 Trochanteric
 Prepatellar
 Infrapatellar

 Gejala Klinis
 Nyeri, terutama ketika menggerakan tendon/ligament tertentu
 Edema, terdapat massa lunak, ukuran lebih besar jika dibandingkan dengan OA/RA
 Eritema
 Keterbatasan gerak

 Tata Laksana
 Istirahat
 Elevasi
 NSAID
 Aspirasi bursa untuk mengeluarkan cairan
 Intrabursal steroid injections (dengan atau tanpa anestetik lokal)
VIII. SKDI
OSTEOPOROSIS
 Definisi
Penyakit degeneratif pada tulang berupa penurunan massa (kepadatan) tulang
akibat ketidakmampuan tubuh meregulasi kandungan mineral dan disertai rusaknya
struktur tulang berupa pengeroposan sehingga kekuatan tulang menurun. Merupakan
silent disease karena tidak menunjukkan gejala-gejala khusus.

 Etiologi
1. Gangguan metabolisme: tingginya produksi osteoklas mempercepat proses
pengeroposan karena menurunnya kepadatan tulang.
2. Hasil interaksi kompleks antar faktor resiko.
 Faktor Resiko
1. Dapat diubah
 Kurang aktivitas fisik
 Kurang aktivitas dapat menghambat pembentukkan osteoblas sehingga
kepadatan tulang berkurang.
 Ukuran badan
 Ukuran badan yang tidak proprosional (terlalu berat) tentu memperbesar
beban tulang-tulang pada tubuh, sehingga tulang lebih mudah mengalami
kelelahan dan penurunan kekuatan yang dapat diikuti dengan
pengeroposan
 Kurang asupan kalsium
 Kurang vitamin D
 Kurang asupan protein
 Kurang paparan sinar matahari
 Kebiasaan merokok
 Konsumsi obat-obatan
 Konsumsi alkohol dan kafein berlebih
 Alkohol dan kafein menghambat pembentukan osteoblas sehingga
penambahan masa tulang ikut terhambat. Selain itu, sifatnya yang diuretik
menyebabkan kalsium banyak terbuang melalui urin.

2. Tidak dapat diubah


 Riwayat keluarga
 Usia
Semakin tua seseorang, resiko trkena osteoporosis semakin besar.
 Menopause
Resiko terkena osteoporosis pada wanita yang sudah menopause lebih besar
daripada wanita ynag belum menopause dan pria.
 Epidemiologi
Osteoporosis paling sering terjadi pada populasi Asia dan Kaukasia tetapi
jarang di Afrika dan Amerika populasi kulit hitam

 Predileksi
 Tulang belakang
 Panggul
 Pergelangan tangan

 Klasifikasi
1. Primer (Riggs & Melton)
 Tipe 1 : karena penuaan, menopause pada wanita (berkurangnya estrogen) dan
andropause pada pria (berkurangnya testosteron)
 Tipe 2 : karena adanya ganguan absorbsi kalsium. Namun pernyataan ini diralat
oleh Riggs & Melton, bahwa estrogen paling berpengaruh dalam insiden
osteoporosis baik tipe 1 maupun tipe 2.

2. Sekunder
 Terjadi penurunan kepadatan tulang yang signifikan
 Terjadi karena penyakit atau konsumsi obat-obatan

3. Idiopatik
 Belum diketahui penyebabnya
 Terjadi pada anak-anak, remaja, dan pria usia pertengahan.
 Gejala Klinis

1. Nyeri pada tulang dan otot sering pada bagian punggung)


2. Tulang punggung seakin membungkuk
3. Penurunan tinggi badan
4. Patah tulang
 Gambaran Klinis

1. Stadium 1: tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak dan lebih cepat
daripada tulang yang dihancurkan. Biasanya terjadi pada usia 30-35 tahun.
2. Stadium 2: umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai turun (osteopenia).
3. Stadium 3: usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan sentuhan atau
benturan ringan.
4. Stadium 4: biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul akibat patah
tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak , bahkan mengalami stres dan depresi (Waluyo,
2009).

 Diagnosis
Dapat terdiagnosis setelah terjadi keretakan. Metode:
 Rontgen : untuk mendeteksi adanya keretakan
 BMD (Bone Mineral Densitomertry) : untuk mengukur kekuatan dan
ketangguhan tulang.

 Patofisiolologi
Tingginya kadar osteoklas menyebabkan ketidakseimbangan, sehingga tulang menjadi
keropos dan menyebabkan osteoporosis.
 Tata Laksana
 Farmakologi
1. Pemberian kalsium dosis tinggi
2. Pemberian vitamin D dosis tinggi
3. Pemberian hormon estrogen tambahan
4. Analgetik (mengurangi nyeri)
 Non farmakologi
1. Diet
2. Menjauhi faktor resiko
3. Edukasi

 Pencegahan
1. Penuhi kebutuhan kalsium dan vitamin D melelui pajanan sinar matahari pagi
(sebelum jam 09.00).
2. Perbanyak aktivitas fisik.
3. Hindari merokok dan konsumsi alkohol.
4. Tes dini, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga osteoporosis.

GOUT ARTHRITIS
 Definisi
Arthritis gout (asam urat) merupakan penyakit peradangan sendi yang
dipengaruhi oleh asupan makanan yang tinggi purin. Prevalensi asam urat cenderung
memasuki usia semakin muda yaitu usia produktif. Kadar asam urat dalam darah
meningkat dikarenakan ketidakseimbangan antara produksi dan ekskresi.
Penyakit artritis gout adalah salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling
sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam
ataupun di sekitar persendian.

 Etiologi
 Faktor predisposisi
 Umur, terutama terjadi pada usia 30-40 tahun.
 Jenis kelamin, lebih banyak menyerang laki-laki dibanding wanita
perbandingan 20:1
 Iklim,banyak ditemukan pada daerah dengan suhu lebih tinggi
 Herediter, faktor dominan autosomal sangat berperan dan 25% disertai adanya
hiperurikemi.
 Keadaan yang dapat menimbulkan hiperurikemi.

 Diagnosis
The American Rheumatism Association menetapkan bahwa kriteria diagnostik untuk
gout :
1. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
2. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan
mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
3. Diagnosis lain, seperti ditemukan 6 dari beberapa fenomen aklinis, laboratoris, dan
radiologis sebagai tercantum dibawah ini:
a. Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut.
b. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari.
c. Serangan artrtis monoartikuler.
d. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang.
e. Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau membengkak.
f. Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
g. Serangan unilateral pada sendi MTP 1.
h. Dugaan tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago
artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi.
i. Hiperurikemia.
j. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja).

Bila tak ada cairan, sinovia/bursa atau tophus sebagai bahan untuk diperiksa, maka
diagnosis yang dibuat adalah sementara dan dasar-dasar kriteria klinik ialah:
1. Serangan-serangan yang khas dari arthritis yang hebat dan periodik dengan
kesembuhan yang nyata diantara serangan.
2. Podagra
3. Tofi
4. Hiperurekemia
5. Hasil yang baik dengan pengobatan kolkisin.

 Gout arthritis, meliputi 3 stadium:


1. Gout Arthritis Stadium Akut
Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Monoartikuler dengan KU
nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam,
menggigil dan merasa lelah. Lokasi MTP-1 yang biasanya disebut podagra.
Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan
tangan/kaki, lutut, dan siku. Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa
trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian
obat diuretik dan lain-lain.
2. Stadium Interkritikal
Periode interkritik asimptomatik. secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda
radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat.
3. Stadium Gout Arthritis Kronik
Tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan
obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Pada gout kronis terjadi
penumpukan tofi (monosodium urat) dalam jaringan yaitu di telinga, pangkal jari
dan ibu jari kaki.Lokasi tofi yang paling sering pada aurikula, MTP-1, olekranon,
tendon achilles dan distal digiti. Kadang disertai batu saluran kemih sampai
penyakit ginjal menahun.

 Gambaran Klinis
 Biasanya tidak menimbulkan gelaja sebelum usia 30 tahun.
 Dapat menyerang semua sendi. Tersering di jempol kaki dapat pula terjadi di
telapak kaki, tumit dan pergelangan tangan.

 Klasifikasi
a. Primer
Sekitar 90% pasien Gout akut primer memiliki predisposisi genetik.
Disebut primer karena ekskresi Asam Urat (AU) di ginjal dapat menyamai
pembentukan AU yang normal hanya bila konsentrasi AU di dalam plasma dan
filtrasi glomelurus meningkat (hiperurisemia asimtomatik).
b. Sekunder
Disebabkan oleh misalnya leukemia, pengobatan tumor (peningkatan metabolisme
nukleotida), atau gagal ginjal dengan penyebab lain (penurunan sekresi AU)

 Patofisiologi Gout Primer


Keterangan
1. AU produk akhir dari metabolisme purin. 90% hasil metabolit digunakan kembali untuk
dibentuk kelmbali menjadi AMP, IMP dan GMP oleh adenin fosforibusiltransferase
(APRT) dan hipoksantin guanin fosforibosil transferase (HGPRT). Sisanya, akan diubah
menjadi xantin lalu menjadi asam urat oleh XO (Xantin Oksidase).
2. Sekitar 10% dari jumlah yang difiltrasi, berarti konsentrasi AU/garam asam urat di urin
akhir adalah 10-20 kali lebih tinggi daripada di plasma.
3. Kelarutan urat rendah di cairan sinovial dan pada suhu yang rendah, serta karena ujung jari
lebih dingin daripada inti tubuh, kristal urat lebih sering dibentuk di ujung sendi kaki
(mikrotrofi).
4. Alkohol dapat meningkatkan metabolisme nukleotida adenin sehingga memudahkan
pengendapan kristal, seperti yg terjadi pada obesitas, pengendapan obat tertentu, dan
timbal dosis tinggi. Konsentrasi AU di dalam urin sering kali meningkat pada
hiperurisemia menimbulkan pembentukan batu ginjal (lih. No 5)
5. Kristal urat (mungkin akibat trauma) secara tiba-tiba dilepaskan dari mikrofili, dikenali
sist. imun sebagai benda asing. Selanjutnya terjadi inflamasi, menarik neutrofil untuk
memfagosit kristal urat. Jika diikuti dengan pemecahan neutrofil, kristal urat yang telah
difagosit dilepaskan kembali menyebabkan pembengkakan sendi yang sangat nyeri dan
berwarna merah gelap. 70-90% serangan pertama pada sendi bagian proksimal ibu jari.

Serangan Gout yang berulang (gout kronis) dapat merusak sendi (juga tangan , lutut,dll)
yang meluas sehingga terjadi nyeri yang menetap, deformitas sendi dengan kerusakan
kartilago dan atrofi tulang (lih. no 4). Dapat pula terjadi pengendapan urat sirkumskripta
(tofi) di sekitar sendi, ujung daun telinga serta di ginjal.

Gout yang kronik ditandai dengan pembengkakan dan kekakuan sendi. Pada stadium
lanjut kronik ini, dapat terjadi serangan akut. Pada foto Roentgen, timbunan kristal asam urat
murni memberi gambaran radiolusen, sedangkan timbunan kalsium tampak radioopak.

Pada px laboratorium ditemukan hiperurisemia dan pada 50% penderita ditemukan kristal
urat oada cairan sinovial atau tofus.

 Gout, I.:L: gutta : tetes, penyakit karena racun menetes terus


masuk sendi.
 Tofus, L :tophus :batu berpori, defosit natrium urat berkapur
yang dijumpai pada penyakit gout.
 Tata laksana
1. Farmakologi
a. Kolkisin, baik untuk menghentikan serangan akut.Pada awal serangan diberikan
setiap jam sampai nyeri hebat menghilang.
b. Fase kronik, Hiperurisemia diatasi dgn urikosurik seperti probenesid atau
alluprinol yg membantu menghambat produksi AU.
Alluprinol : menghambat produksi AU dari prekursornya (Xantin & Hipoxantin).
Probenesid : meningkatkan ekskresi AU dgn menghambat rearbsorbsi di ginjal.
2. Non- farmakologi
a. Hindari makanan yg kaya purin seperti hati, ginjal atau jeroan.
b. Diet
c. Menghindari minum alkohol
SPONDYLOSIS (OA VERTEBRAE)
 Definisi
Spondylosis atau penyakit diskus degeneratif adalah kondisi dimana terjadi
degenerasi sehingga terjadi penyempitan pada diskus antar tulang di tulang belakang.

 Epidemiologi
Penderita biasanya orang dengan usia di atas 40 tahun. Lebih sering pada pria.

 Faktor Predisposisi
1.Trauma sendi-sendi vertebra
2.Penyakit pada vertebra (scheuerman)

 Patologis (Patofisiolofi sama dengan OA)


Vertebra didukung oleh cakram/diskus penuh gel dan 80% air yang tangguh dan
fleksibel. Ketika beranjak tua, diskus akan mengalami keausan dan
dehidrasi/pengeringan dan menjadi lebih tipis, sehingga dukungan untuk tulang
beristirahat pada diskus berkurang. Selanjutnya, tubuh akan mengkompensasi hal itu
dengan memproduksi benjolan kecil tulang tambahan untuk lebih mendukung tulang
belakang yang disebut osteofit. Osteofit dapat menyebabkan tulang belakang menjadi
terlalu kaku dan nyeri. Terkadang gel diskus seperti nukleus mengandung protein
inflamasi dapat mengiritasi saraf yang juga dapat menimbulkan nyeri. Selain itu
perubahan struktur tulang juga bisa menekan saraf dan pembuluh darah di dekatnya,
yang menyebabkan gejala sakit yang lebih luas.

 Lokalisasi
 Cervicalis
Pergerakan besar di leher membuat daerah ini rentan terhadap perubahan
degeneratif.Rasa sakit dapat menyebar ke bahu atau bawah lengan.
 Torakal
Tulang belakang dada jarang terkena karena pergerakannya sedikit.Jika
ada spondylosis di daerah ini dapat terlihat penampilan bungkuk atau kifosis.
 Lumbal
Tulang belakang lumbar membawa sebagian besar berat tubuh.Oleh
karena itu, ketika perubahan degeneratif mempengaruhi struktur,Anda
mungkin akan mendapatkan rasa sakit saat aktivitas seperti berjalan dan
berdiri atau setelah lama istirahat.Nyeri dan kekakuan pagi adalah keluhan
umum.

 Manifestasi Klinis
• Rasa sakit dan nyeri
• Kelemahan otot
• Perubahan fungsi usus atau kandung kemih
Jika ada tekanan pada sumsum tulang belakang,dapat menyebabkan masalah
dengan berjalan, kehilangan keseimbangan, dan kehilangan atau perubahan kontrol
kandung kemih dan usus akibat hernia lumbalis.

 Tata Laksana
 Farmakologi
1. NSAIDs (Non-steroidal anti-inflammatory drugs) seperti aspirin, ibuprofen
yang berfungsi untuk mengurangi reaksi inflamasi dan meringankan rasa sakit.
2. Analgesik, acetaminophen tanpa NSAIDs, karena penggunaan berkepanjangan
antara keduanya dapat menyebabkan ulserasi lambung, gangguan ginjal, dan
hati.
 Non Farmakologi
1. Latihan
Latihan aerobik dengan dampak rendah seperti berenang atau
berjalan.Memperbaiki postur tubuh Anda saat berdiri dan duduk
2. Fisioterapi
Sebuah fisioterapis dapat memobilisasi sendi dan jaringan lunak serta
memberikan latihan untuk mengurangi kekakuan dan memperbaiki postur
tubuh.
3. Operasi
Dalam beberapa kasus yang parah mungkin akan disarankan operasi
sebagai pilihan terakhir.

IX. REFERENSI
 Buku Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Prof.Chairuddin
 Buku ajar ilmu bedah de Jong Ed 3
 Patofisologi Sibernagl
 Apleys
 IPD Jilid 3
 Jurnal : Pasien Penyakit Arthritis Rematik – Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes 2006
 Jurnal ‘’ DIAGNOSIS AND TREATMENT GOUT ARTHRITIS” oleh Fatwa
Maratus Sholihah, FK UNILA.
 SKRIPSI FAKTOR – FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS PADA PASIEN DENGAN
USIA DI ATAS 50 TAHUN, LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH - WISNU
WARDHANA, PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN, FK UNDIP
2012
 REPOSITORY USU
 SKRIPSI OSTEOPOROSIS PATOGENESIS DIAGNOSIS DAN PENANGANAN
TERKINI - I Ketut Siki Kawiyana, Sub Bagian / SMF Orthopaedi & Traumatologi,
Bagian Bedah FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar
 InfoDATIN MenKes RI
 http://www.nelft.nhs.uk, Medscape, WebMD

Anda mungkin juga menyukai