Anda di halaman 1dari 5

Tax review merupakan pelayanan yang bertujuan untuk menelaah dan meneliti tingkat kepatuhan wajib

pajak secara umum dan memberikan rekomendasi untuk meminimalkan pajak yang belum diketahui
perusahaan. Tax review meliputi seluruh kewajiban perpajakan waib termasuk PPN dan PPnBM.

Tax Review memiliki tujuan sebagai berikut :

 Untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan implementasi kewajiban dan prosedural


perpajakan dan kemudian dilakukan perbaikan dan penyesuaian dengan ketentuan peraturan
perpajakan.
 Hasil Tax Review dapat digunakan sebagai bahan acuan dasar untuk menysun SPT Tahunan dan
PPh Badan.
 Hasil Tax Review dapat dimanfaatkan sebagai upaya antisipasi apabila sewaktu-waktu dilakukan
pemeriksaan pajak.

Tax Review untuk Menangani Masalah Kepatuhan.

Untuk menjaga agar tetap menjadi wajib pajak patuh maka perusahaan seharusnya mempunyai
program yang disebut Tax Review.

1. Review waktu penerbitan faktur pajak:


 Penerbitan faktur pajak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
 Pembayaran tidak lebih dari tanggal terakhir bulan berikutnya.
 SPT masa PPN harus dimasukan pada tanggal terakhir bulan berikutnya.
2. Periksa apakah PPN Masukan atas pembelian berhubungan dengan kegiatan usaha atau bisnis
perusahaan san telah dikereditkan dengan PPN Keluaran.
3. Review penyiapan SPT Masa PPN.
4. Memastikan memiliki sistem filling atau penyimpanan dokumen PPN yang cukup untuk dapat
menghadapu pemeriksaam pajak dengan baik.
5. Hasil ekualisasi harus dapat menjelaskan berkaitan dengan perbedaan antara penjualan yang
dilaporkan pada SPT PPh Badan dengan penjualan yang dilaporkan pada SPT masa PPN.

Analisis Tax Review

Tax Review diharapkan dapat mengendalikan beban pajak perusahaan yang diakibatkan tidak
dipenuhinya kewajiban perpajakan dengan benar dan tetap.

1. Tujuan Tax Review PPN


a. Untuk mengetahui sejauh mana unit bisnis melakukan pemenuhan kewaiban perpajakan
PPN-nya, sesuai dengan penerapan perpajakan.
b. Meminimalisasi terjadinya transaksi berkaitan dengan PPN yang dapat menimbulkan resiko
permasalahan pajak.
c. Meminimalisasikan sanksi perpajakan PPN yang diakibatkan kesalahan pencataatan yang
dilakukan oleh unit bisnis dan memperbaikinya.
d. Agar unit bisnis tidak melakukan kesalahan yang sama pada waktu yang akan datang.
e. Mempersiapkan unit bisnis dalam menghadapi pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak
fiskus.
2. Prosedur Tax Review
Prosedur yang dilakukan dalam Tax Review PPN mencangkup langkah-langkah antara lain
sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan monitoring berupa penelitian data yang telah dikirim oleh unit bisnis,
yaitu SPT masa PPN dan SPT Tahunan Badan, buku besar (ledger), laporan keuangan,
meliputi hal teknis pengisian dan perhitungannya. Dari data ledger, dilakukan ekulisasi
dengan SPT masa PPN.
b. Meminta bukti atau dokumen pendukung untuk di cross cek terhadap objek PPN, seperti
Invoice Penjualan, Faktur Pajak Masukan, Faktur Pajak Keluaran, Bukti Kas, Nota Debit,
Kontrak Jual Beli atau Service, PO, Bukti penyerahan barang atau jasa, yang berkenaan
dengan SPT masa PPN.
c. Merekonsiliasi data obejek pajak berupa pendapatan atau omzet di ledger dengan SPT masa
PPN. Bila ternyata pendapatan ledger lebih besar, berarti ada penyerahan jasa yang tidak
dilaporkan di SPT masa PPN, dan sebliknya apabila ternyata pendapatan di ledger lebih kecil
berarti ada indikasi pendapatan yang belum dicatat.
Perbedaan tersebut harus ditelusuri penyebabnya sebelum dilakukan pelaporan SPT
tahunan Badan perusahan tersebut ke KPP.
Contoh:
Tabel V-1
Ekualisasi PPN antara Buku Besar (Ledger) atau SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa
PPN

Buku Besar ( Ledger) atau SPT SPT Masa PPN Menurut Beda
Tahunan PPh Badan Ledger SPT
Masa
Masa PPN-
2011 Ledger
Penjualan
Penjuala
Pembelian - PK PM PK-PM PK-PM
n
Pembelian
Jan 1.000 600 400 100 60 40 40 0
Feb 1.200 650 550 100 65 35 55 -20
Mar 1.300 700 600 120 70 50 60 -10
Apr 1.400 750 650 130 75 55 65 -10
Mei 1.500 800 700 150 80 70 70 0
Jun 1.600 850 750 140 85 55 75 -20
Jul 1.700 900 800 150 90 60 80 -20
Agu 1.800 950 850 180 95 85 85 0
Sep 1.900 1.000 900 150 100 50 90 -40
Okt 2.000 1.050 950 170 105 65 95 -30
Nov 2.100 1.100 1.000 210 110 100 100 0
Des 2.200 1.150 1.050 220 115 105 105 0
TOTAL 19.700 10.500 9.200 1.820 1.050 770 920 -150
Dalam bukunya tentang “Pemerikasaan Pajak- edisi 2”, Pardiat (2008:152) memberi contoh ekualisasi
dan rekonsiliasi antara jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN dengan jumlah peredaran usaha
menurut SPT Tahuna PPh, seperti di bawah ini.

“Penyerahan barang dan jasa menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan:

Penyerahan terutang PPN :

Ekspor (tarif 0%) 3.000.000.000

Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri 2.000.000.000


Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN 5.000.000.000

Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut 4.000.000.000

Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN 1.000.000.000


15.000.000.00
Jumlah penyerahan terutang PPN 0

Jumlah penyerahan tidak terutang PPN 500.000.000


15.500.000.00
Jumlah seluruh penyerahan 0

Jumlah peredaran usaha menurut SPT PPh:

14.000.000.00
Penjualan bruto 0
Dikurangi :

Potongan Penjualan -600.000.000

Retur Penjualan -400.000.000


13.000.000.00
Penjualan Neto 0

Ekspor 3.000.000.000
16.000.000.00
Jumlah peredaran usaha 0

Selisih -500.000.000

Di dalam pemeriksaan, apabila terdapat selisih jumlah peredaran (omzet) antara SPT PPh dan SPT PPN,
harus dibuat rincian perbedaan tersebut, apabila tidk dibuat perincian maka jumlah yang besar yang
benar.
Beberapa penyebab terjadinya perbedaan tersebut :

1. Dalam praktik sering terjadi, dalam penyusunan SPT masa PPN selalu didasarkan pada faktur tau
invoice yang diterima oleh bagian pajak. Sdangkan Accounting atau pembukuan dalam mencatat
pembelian dan penjualan tidak berdasarkan invoic, melainkan pada prinsip akuntansi sesuai
PSAK yakni akrual basis. Apabila telah timbul hak dan kewajiban secara hukum atas penyerahan
barang dan jasa kepada debitur, maka meskipun faktur atau invoice belum terbit, maka menurut
PSAK dan UU Perpajakan sudah harus dibukukan sebgai penghasilan dalam masa yang
bersangkutan.
Contoh:
Atas penyerahan barang dan jasa oleh PT Abx (penjual) kepada PT Dex (pembeli) untuk transaksi
penjualan barang senilai Rp 50 juta pada 20 Maret 2011:
a. Adanya kontrak Jual Beli dan atau Purchase Order /SPK tertgl. 20 Maret 2011.
b. Adanya tanda bukti Barang/Jasa sudah diserahkan dengan adanya Bukti Penerimaan/
Penyerahan Barang/ Jasa (delivery order) tertanggal 27 Maret 2011, sesuai pesanan
barang/jasa.
c. Barang/ Jasa yang ditransaksikan bukan barang/ jasa ilegal.

Sehingga meskipun invoice atau faktur penjualan baru dibuat oleh PT Abx tanggal 1April 2011,
bagian Accounting atau pembukuan sudah diperbolehkan untuk membukukan pengakuan
penghasilan dalam bulan Maret 2011, sebesar Rp 50 juta. Faktur pajak seharusnya sudah harus
diterbitkan selambat-lambatnya akhir bulan Maret 2011.

2. Uang muka. Dalam penyusunan SPT masa PPN, bagian pajak akan selalu memperhitungkan PPN
atas pembayaran yang diterima dimuka dalam tahun berjalan sebagai pajak keluaran,
sedangkan accounting baru melakukannya pada saat penyesuaian diakhir bulan/tahun buku.
Contoh :
Atas penyerahan barang dan jasa oleh PT Abx (penjual) kepada PT Dex (pembeli) untuk transaksi
penjualan barang senilai Rp 50 juta pada 22 Maret 2011:
a. Adanya kontrak jual beli atau purchase order/SPK tertanggal 22 Maret 2011.
b. Adanya tanda bukti barang/ jasa sudah diserahkan dengan adanya bukti penerimaan/
penyerahan berang/jasa (delivery order) tertanggal 3 April 2011, sesuai pesanan
barang/jasa.
c. Pembayaran DP diterima dimuka tanggal 25 Maret 2011 sebesar Rp 10 juta.
d. Barang/jasa yang ditransaksikan bukan barang dan jasa ilegal.

Sehingga meskipun Invoice/Faktur penjulan baru dikeluarkan oleh PT Abx tanggal 3 April 2011,
namun bagian pajak harus menerbitkan faktur pajak (keluaran) tanggal 25 Maret 2011 sebesar
Rp 5 juta berdasarkan kuwitansi DP yang diterima sebesar Rp 50 juta, dan selanjutnya
memasukkan Faktur Pajak keluaran tersebut dalam SPT masa Maret 2011.

3. Kesalahan dalam pembukuan yang menyebabkan terjadinya kekurangan atau kelebihan dalam
perhitungan pembelian atau penjualan.
4. Adanya retur penjualan atau pembelian yang belum tercatat.
5. Potongan penjualan.
6. Adanya kesalahan pencatatan dalam faktur pajak.
7. Penjualan dalam valuta asing.
8. Adanya barang konsinyasi yang belum dibuatkan faktur.
9. Pemakaian sendiri BKP/JKP.
10. Cabang yang belum masuk sentralisasi PPN.
11. Tidak menutupi kemungkinan adanya potensi fraud pada karyawan.
12. Rekayasa yang dilakukan perusahaan untuk mengecilkan PPN yang harus dibayar ke kas negara
13. Tanggung Jawab Renteng
Pada awalnya ketentuan tanggung jawab renteng ini diatur dalam pasal 33 UU KUP No. 16 thun
2000, kemudian ketentuan ini dihapus dalam UU KUP No. 28 tahun 2007, kemudian dihidupkan
kembali dengan penambahan Pasal 16F kedalam UU PPN No. 42 taun 2009, yakni:
“Pembelian Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara
renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah
dibayar”.
Contoh :
Pada tahun 2006 pemeriksaan pajak dari KPP A melakukan pemeriksaan SPT Masa PPN untuk
masa pajak Januari sampai Desember 2004 dari PKP D, ditemukan fakta bahwa KPP D dalam
suatu masa pajak melakukan penyerahan BKP dengan harga jual Rp 300 juta, ternyata tidak
membuat faktur pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP A menerbitkan SKPKB terhadap
PKP D disertai sanksi bunga sebesar 2% perbulan, dan denda 2% dari DPP.
Dari contoh di atas dapat kita pahami bahwa ketentuan tanggung jawab renteng ini berlaku bagi
pihak pembeli atau pejual. Dalam KUP dijelaskan “sesuai dengan prinsip beban pembayaran
PPN Barang dan Jasa dan PPnBM ada pada pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa
bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak
yang terutang tersebut ridak dapt ditaguh kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau
penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran pajakkepada penjual atau pemberi
jasa.”
Dengan memperhatikan contoh, maka dalam melakukan Tax Revuew, seorang Tax Manager
perusahaan harus melakukan pengawasan secara lebih cermat dengan memastikan :
 Jangan pernah ada satu pun faktur penjualanyang diterbitkan perusahaan tanpa disertai
faktur pajak.
 Setiap transaksi penjualan ada kontrak atau sales agreement-ya dan atau PO.

Anda mungkin juga menyukai