Anda di halaman 1dari 5

Skenario 4

Kata kunci :

Bayi perempuan umur 3 hari

Kulit dan mata kuning

Bayi cukup bulan

Riwayat persalinan normal

Ibu bayi berusia 40 tahun

Persalinan dibantu bidan

Tidak ada riwayat keluhan kesehatan yang berarti

Kata sulit :

Pertanyaan :

1. Aspek biomedik terkait : anatomi, histologi, dan fisiologi serta biokimia (anatomi hepar, vesika felea
pada bayi) : alfi, sekar, claudya

2. Etiologi ikterus pada bayi : fima, kak juan, Helen

Neonatal hyperbilirubinemia adalah keadaan yang awam ditemukan pada bayi, karena bayi memiliki
jumlah eritrosit yang tinggi dan sering dihancurkan/diganti. Namun hepar dari bayi yang baru lahir
belum berkembang sepenuhnya, sehingga belum dapat memproses bilirubin dengan baik. Hal ini
menyebabkan jumlah bilirubin pada bayi bisa mencapai 2x lipat dari orang dewasa. Pada saat usia bayi
mencapai 2 minggu, maka jumlah bilirubin yang diproduksi akan menurun, dan heparnya sudah akan
berkembang sehingga semakin efektif dalam memproses dan mengeluarkan bilirubin dari dalam tubuh
bayi, yang berarti keadaan jaundice pada bayi normal akan hilang dengan sendirinya.

Breastfeeding atau Pemberian asi juga dapat meningkatkan resiko bayi terkena jaundice. Tetapi
pemberian asi tidak perlu diberhentikan meski timbul jaundice, karena biasannya merupakan keadaan
yang normal, dan akan hilang dalam beberapa minggu. Keuntungan yang didapat dari pemberian asi
jauh lebih besar dibandingkan dengan potensi resiko yang berhubungan dengan jaundice.
Belum begitu jelas mengapa pemberian asi dapat meningkatkan resiko terjadinya jaundice, tetapi ada
beberapa penelitian yang telah mengusulkan teori ini. Sebagai contoh, mungkin asi mengandung zat
tertentu yang mengurangi kemampuan hepar untuk mengolah bilirubin.

Jaundice juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan kesehatan (pathological Jaundice). Beberapa
penyebab dari pathological jaundice adalah: Hypothyroidism, Inkompatibilitas golongan darah, Rhesus
Factor Disease, Infeksi saluran kemih, Crigler-Najjar syndrome, difisiensi enzim glucose 6 phosphate
dehydrogenase (G6PD) dan obstruksi atau gangguan lainnya pada duktus biliaris atau empedu.

Sumber: nhs.uk

3. Mekanisme kekuningan pada bayi? : andika, ines, alfred

4. Jelaskan perbedaan ikterus normal dan abnormal pada bayi : ida, joyce, farel

5. Kadar bilirubin normal pada bayi,TTV normal bayi? dan derajat kekuninhan pada bayi : alfi, ines, joyce

6. Penyakit-penyakit apa saja yang dapat menyebabkan gejala kuning pada bayi? : sekar, andika, ida

7. Adakah hubungan usia ibu dan riwayat persalinan dengan gejala kuning pada bayi? : fima, claudya,
farel

8. Langkah-langkah diagnostik bayi dengan kasus kuning? : kak juan, helen, Alfred

Pemeriksaan bayi dengan jaundice dimulai dengan anamnesa yang lengkap yang di dalamnya termasuk
riwayat kehamilan, riwayat proses kehamilan, riwayat keluarga serta onset jaundice dan dapat juga
ditanyakan warna dari urin dan feses bayi. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan inspeksi
tampak bayi secara umum, kornea mata dan warna gusi bayi. Dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik
abdomen untuk menilai adanya hepatomegaly , splenomegaly atau asites.

Kemudian, untuk mengetahui derajat dari jaundice, maka sebagai pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan pemeriksaan bilirubin, dengan bilirubinometer, atau pemeriksaan darah, yang lebih
disarankan agar dapat juga membedakan jenis bilirubin, apakah bilirubin indirect (belum terkonjugasi)
atau direct (terkonjugasi).

Penting untuk membedakan bilirubin direct dan indirect, karena dapat menandakan keadaan bayi, dan
perlu/tidaknya terapi. Indirect bilirubin adalah yang paling sering ditemui pada bayi dengan jaundice,
karena dapat merupakan bentuk dari jaundice fisiologis. Pada jaundice fisiologis biasanya urin bayi akan
berwarna kuning terang, dan warna feses menyerupai kuning mustard. Jumlah bilirubin ini dapat
meningkat sebagai tanda penghancuran eritrosit yang sudah tua. Namun pada kasus tertentu, angka
bilirubin indirect ini bisa menjadi sangat tinggi. Pada keadaan seperti ini maka harus segera dilakukan
intervensi, karena dapat merusak otak dari bayi. Jika level bilirubin berada pada 20-25 mg/dl, dapat
menyebabkan iritasi pada beberapa daerah otak, atau encefalopati akut. Jika jumlah bilirubin tetap
tinggi di atas 25 mg/dl maka otak bayi akan beresiko untuk terkena trauma yang cukup parah.
Kemudian untuk bilirubin direct, atau bilirubin yang sudah terkonjugasi dapat meningkat karena untuk
beberapa alasan tertentu, bilirubin yang sudah diproses ini kemudian tidak bisa dikeluarkan, dan justru
kembali masuk ke dalam darah. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya keadaan patologis. Pada
keadaan ini warna urin bayi biasanya berwarna gelap seperti coca cola, dan warna feses bayi akan
terkesan pucat.

Biasanya pada keadaan ini akan terdapat gejala tambahan seperti bayi rewel, demam, atau terkadang
tidak ada gejala. Kerja sama dengan Spesialis pediatric gastroenterology dibutuhkan dalam keadaan ini.
Adanya penyakit hepar dapat ditegakkan dengan pemeriksaan lab tambahan, dan spesialis mungkin
akan meminta usg atau pemeriksaan lainnya. Hal ini akhirnya dapat mengarah pada biopsy hepar, untuk
ditelusuri lebih lanjut.

Sumber: Jurnal American College of Gastroenterology

9. Tata laksana bagi bayi dengan kondisi ikterus? : ines, ida, joyce

10. DD
LO :

1. KADAR BILIRUBIN NORMAL PADA BAYI, TTV NORMAL, DAN DERAJAT KEKUNINGAN BAYI : ALFI,
INES, JOYCE
2. HUBUNGAN USIA IBU DAN RIWAYAT PERSALINAN DENGAN KONDISI IKTERUS BAYI : FIMA,
CLAUDYA, FAREL
3. LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSTIK BAYI DENGAN KONDISI IKTERUS : KAK JUAN, HELEN, ALFRED

Pemeriksaan bayi dengan jaundice dimulai dengan anamnesa yang lengkap yang di dalamnya
termasuk riwayat kehamilan, riwayat proses kehamilan, riwayat keluarga serta onset jaundice dan
dapat juga ditanyakan warna dari urin dan feses bayi. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan fisik
dengan inspeksi tampak bayi secara umum, kornea mata dan warna gusi bayi. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan fisik abdomen untuk menilai adanya hepatomegaly , splenomegaly atau asites.

Kemudian, untuk mengetahui derajat dari jaundice, maka sebagai pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan pemeriksaan bilirubin, dengan bilirubinometer, atau pemeriksaan darah, yang lebih
disarankan agar dapat juga membedakan jenis bilirubin, apakah bilirubin indirect (belum
terkonjugasi) atau direct (terkonjugasi).

Penting untuk membedakan bilirubin direct dan indirect, karena dapat menandakan keadaan bayi,
dan perlu/tidaknya terapi. Indirect bilirubin adalah yang paling sering ditemui pada bayi dengan
jaundice, karena dapat merupakan bentuk dari jaundice fisiologis. Pada jaundice fisiologis biasanya
urin bayi akan berwarna kuning terang, dan warna feses menyerupai kuning mustard. Jumlah
bilirubin ini dapat meningkat sebagai tanda penghancuran eritrosit yang sudah tua. Namun pada
kasus tertentu, angka bilirubin indirect ini bisa menjadi sangat tinggi. Pada keadaan seperti ini maka
harus segera dilakukan intervensi, karena dapat merusak otak dari bayi. Jika level bilirubin berada
pada 20-25 mg/dl, dapat menyebabkan iritasi pada beberapa daerah otak, atau encefalopati akut.
Jika jumlah bilirubin tetap tinggi di atas 25 mg/dl maka otak bayi akan beresiko untuk terkena
trauma yang cukup parah.

Kemudian untuk bilirubin direct, atau bilirubin yang sudah terkonjugasi dapat meningkat karena
untuk beberapa alasan tertentu, bilirubin yang sudah diproses ini kemudian tidak bisa dikeluarkan,
dan justru kembali masuk ke dalam darah. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya keadaan
patologis. Pada keadaan ini warna urin bayi biasanya berwarna gelap seperti coca cola, dan warna
feses bayi akan terkesan pucat.

Biasanya pada keadaan ini akan terdapat gejala tambahan seperti bayi rewel, demam, atau
terkadang tidak ada gejala. Kerja sama dengan Spesialis pediatric gastroenterology dibutuhkan
dalam keadaan ini. Adanya penyakit hepar dapat ditegakkan dengan pemeriksaan lab tambahan,
dan spesialis mungkin akan meminta usg atau pemeriksaan lainnya. Hal ini akhirnya dapat mengarah
pada biopsy hepar, untuk ditelusuri lebih lanjut.

Sumber: Jurnal American College of Gastroenterology


4. TATA LAKSANA SECARA UMUM BAYI DENGAN KONDISI IKTERUS : INES, IDA, JOYCE
5. DD
a) IKTERUS FISIOLOGIS :
Epidemiologi : SEKAR, FAREL
Etiologi : KAK JUAN, INES
ikterus atau jaundice fisiologis terjadi karena adanya perbedaan mekanisme metabolisme
bilirubin pada neonatus, sehingga terjadi peningkatan jumlah bilirubin dalam darah.
Peningkatan jumlah bilirubin ini terjadi karena tingginya jumlah sel darah merah dengan lifespan
yang pendek, sehingga banyak bilirubin yang di produksi oleh karena destruksi eritrosit dengan
lifespan yang pendek tersebut dan penurunan ekskresi bilirubin karena adanya defisiensi enzim
uridine diphosphate glucoronosyltransferase (UGT) yang dimana pada neonatus, hanya
memiliki sekitar 1% dari jumlah enzim pada orang dewasa.
Sumber, Jurnal NCBI berjudul Neonatal Jaundice
Mekanisme : ALFI, HELEN
Gejala Klinis : FIMA, ALFRED
Tata Laksana Khusus : IDA, ANDIKA
Prognosis : CLAUDYA, JOYCE
Konseling/Edukasi/Pencegahan : SEKAR, INES
Komplikasi : KAK JUAN, FAREL
b) IKTERUS KAUSA DEFISIENSI G6PD
Epidemiologi : IDA, HELEN
Etiologi : ANDIKA, FIMA
Mekanisme : CLAUDYA, ALFRED
Gejala Klinis : ALFI, FAREL
Tata Laksana Khusus : FIMA, JOYCE
Prognosis : KAK JUAN, SEKAR
Dengan inter
Konseling/Edukasi/Pencegahan : INES, IDA
Komplikasi : JOYCE, CLAUDYA

Anda mungkin juga menyukai