Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN PADA

PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

PEMBIMBING: Hasniaty AG,SKp.,M.Kep

OLEH :

RAHMAWATI

2004019

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PANAKKUKANG MAKASSAR

TAHUN 2021/2022
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi Trauma Abdomen

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara


toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal
wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan
ilium. (Paul, 2008)
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Paul,
2008)
Jadi, trauma abdomen adalah trauma atau cedera pada abdomen yang
menyebabkan perubahan fisiologis yang terletak diantara diafragma dan
pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau tusuk (Sudart, 2015)
B. Etiologi Trauma Abdomen

a. Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga


peritonium)
1) Luka akibat terkena tembakan

2) Luka akibat tikaman benda tajam

3) Luka akibat tusukan

b. Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam


rongga peritonium).
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

2) Hancur (tertabrak mobil)

3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

4) Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (Hudak


dan Gallo, 2009)
C. Jenis-jenis Trauma Abdomen
Berdasarkan mekanismenya, trauma abdomen dibagi menjadi dua kategori
yaitu: trauma tumpul abdomen ( non penetrans) dan trauma tajam abdomen
(penetrans). Dikarenakan penanganan trauma tumpul dan trauma tajam berbeda
maka akan dibicarakan secara terpisah.
a. Trauma Tumpul Abdomen

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
Mekanisme trauma :

1) Compression Injury, terjadi dimana organ – organ viscera


terperangkap diantara kekuatan yang datang dari dinding depan
abdomen dan dinding depan dada dengan tulang belakang daerah
lumbal atau dada sebagai bantalannya. Suatu pukulan langsung,
misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang melesak
kedalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun
crush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat
maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama
organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan
mengakibatkan perdarahan maupun peritonitis.
2) Shearing force, secara klasik dimulai oleh deselerasi tiba-tiba pada
kecelakaan lalu lintas. Terjadi akibat perubahan kecepatan mendadak
dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian yang
terfixir dengan bagian yang bergerak dapat menyebabkan robekan
pedikel vascular seperti mesenterium, porta hepatic, atau hilus renalis.
Misalnya sebuah mobil yang melaju kencang tiba-tiba terhenti karena
menabrak pohon, hal ini mengakibatkan tubuh penumpang ikut
terhenti sehingga organ dalam abdomen yang bersifat mobile (gaster,
intestinum dan kolon) dapat lepas dari perlekatannya.
3) Sudden rise in intra abdominal pressure. Peningkatan tekanan
intraabdomen yang tiba – tiba yang disebabkan oleh external
compression forces yang dapat memberikan tekanan yang merusak
organ padat (to brust injury of solid organs) seperti hepar, limpa atau
ruptur organ berongga seperti usus.
Pada pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul,
organ yang paling sering terkena adalah lien (40-55%), hepar (35-
45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami
hematoma retroperitoneal (Paul, 2008)
b. Trauma Tajam Abdomen ( Penetrans)

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam
atau luka tembak (Paul, 2008)
1) Luka Tusuk
Akibat trauma ini tergantung dari daerah trauma, arah trauma, dan
kekuatan tusukan serta panjang dan ukuran dari tusukan. Mekanismenya
bisa berupa sayatan dan robekan pada jaringan. Luka tusuk akan
menyebabkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka
tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%),
dan colon (15%).
2) Luka Tembak
Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan
oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya
maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek
pecahan tulangnya. Mekanisme luka tembak lebih kompleks, tergantung
pada energi kinetik yang tersimpan pada proyektil dan kemampuannya
untukmeledakkanbenda-bendadisekitarnya.

Luka tembak kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi


kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan
berupa temporary cavitation, dan dapat pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan organ lainnya.(1) (Paul, 2008)

D. Manifestasi Trauma Abdomen

1) Tanda dan gejala trauma tumpul yaitu :

• Perdarahan yang tidak diketahui

• Riwayat syok

• Adanya trauma dada mayor

• Adanya fraktur pelvis

• Penderita dengan penurunan kesadaran

• Adanya hematuri

2) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)

3) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

4) Respon stres simpatis

5) Perdarahan dan pembekuan darah

6) Kontaminasi bakteri

7) Kematian sel

3) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)

1) Kehilangan darah.

2) Memar/jejas pada dinding perut.

3) Kerusakan organ-organ.
4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut
5) Iritasi cairan usus (Sudart, 2015)
E. Patofisiologi Trauma Abdomen

Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus.


Trauma tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi
rongga abdomen oleh benda-benda terfiksasi, seperti sabuk pengaman atau
setir kemudi akan meningatkan tekanan intraluminal dengan cepat, sehingga
mungkin menyebabkan ruptur usus, atau pendarahan organ padat. Gaya
deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau regangan antara
struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergerak. Deselerasi dapat
menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar, atau kapsul
organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ padat, seperti limpa
dan hati merupakan jenis organ yang tersering mengalami terluka setelah
trauma tumpul abdomen terjadi (Paul, 2008)

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi


pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-
tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya
gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami
perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat
tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah
terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami
takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis (Sudart, 2015)

F. Komplikasi
Menurut smeltzer(2001) komplikasi yang di sebabkan karena adanya trauma pada
abdomen adalah dalam waktu segera dapat terjadi syok hemoragik dan cidera,
pada fase lanjut dapat terjadi infeksi, thrombosis vena,emboli pulmonar, stress 4
ulserasi dan perdarahan, pneumonia, tekanan ulserasi, ateletasis maupun sepsis.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Musliha, 2010, pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen, yaitu:

a. Foto thoraks

Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

b. Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya
trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
c. Plain abdomen foto tegak

Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro


perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

d. Pemeriksaan urine rutin.

Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.


Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
e. VP (Intravenous Pyelogram).

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan


trauma pada ginjal
f. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL).

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:

1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

2) Trauma pada bagian bawah dari dada

3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,


cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
6) Patah tulang pelvi
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:

1) Hamil

2) Pernah operasi abdominal

3) Operator tidak berpengalaman

4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

g. Ultrasonografi dan CT Scan

Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan


disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum.

Pemeriksaan khusus :

a. Abdomonal Paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat


berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum.
Lebih dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari
rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9%
selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan Laparoskopi. Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk
mengetahui langsung sumber penyebabnya.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto- sigmoidoskopi.
2. Pemeriksaan Medis dan Farmakologi

a. Abdominal paracentesis

b. Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum, merupakan


indikasi untuk laparatomi
c. Pemeriksaan laparoskopi

d. Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut

e. Pemasangan NGT

f. Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen

g. Pemberian antibiotic

h. Mencegah infeksi
i. Laparatomi.

H. Penatalaksanaan

Penanganan Trauma Abdomen

Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah adanya kecurigaan yang
besar untuk trauma abdomen (high index of suspicion) yaitu pemeriksa harus
menganggap bahwa ada kerusakan organ intra abdomen dan pemeriksa harus
menentukan apakah perlu intervensi operasi segera atau tidak. Untuk diketahui
bahwa lebih kurang 75 % - 90 % luka tembak abdomen memerlukan tindakan
operasi segera, 25 % - 35 % untuk luka tusuk abdomen, dan hanya 15 % - 20 %
untuk trauma tumpul abdomen.
Penanganan pertama pada pasien trauma abdomen dimulai dengan primary
survey: A (Airway dengan kontrol servikal), B (Breathing), C (Circulation dengan
kontrol perdarahan), D (Disability), E (Exposure) kemudian dilanjutkan dengan
secondary survey(14) Pada primary survey dilakukan penilaian :
a. Airway dengan kontrol servikal : harus dievaluasi derajat patensinya, reflex
proteksi, benda asing sekresinya dan derajat cederanya dengan tetap
memperhitungkan ada tidaknya cedera cervical.
b. Breathing : yaitu menilai derajat pernafasan pasien berdasarkan frekuensi dan
kedalaman pernafasan atau adanya retraksi otot pernafasan.
c. Circulation dengan kontrol perdarahan : dinilai dengan menilai tingkat
kesadaran pasien, warna kulit, dan suhu tubuh. Pada pasien dengan shock
hemoragik pada mulanya akan gelisah dan koma jika perdarahan terus terjadi.
Tanda vital seperti denyut nadi, tekanan darah, frekuensi nafas tidak cukup
sensitif dan spesifik pada syok hemoragik.
d. Disability : penilaian awal dengan menilai defisit neurologi sebelum
pemberian sedatif. Penilaian berdasarkan GCS dan kekuatan 4 extremitas.
e. Exposure : pada pasien trauma harus dinilai ada tidaknya cedera lain yang
dapat meperberat morbiditas.Nasogastric tube dipasang jika tidak ada
kontraindikasi untuk dekompresi dan menilai ada tidaknya darah. Jika pasien
mengalami cedera maksilofacial maka digunakan orofaringeal tube.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian keperawatan
 Pengkajian primer
Identitas Klien : Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

1) Airway

a) Jalan napas bersih atau terdapat penumpukan secret

b) Terdengar ada tidaknya bunyi napas (Snoring, gurgling, stridor)


c) Lidah tidak jatuh kebelakang

2) Breathing

a) Peningkatan frekuensi pernapaan

b) Menggunakan otot-otot pernapasan ( abdomen, thoraks)

c) Irama napas (teratur, dangkal, tumpul)

d) Distress pernapasan (pernapasan cuping hidung, takipneu,


retraksi)
e) Terapi oksigen: nasal canul, NRM (non rebreathing mask) ,

RM (rebreathing mask) , inshalasi nebulizer

f) Spo2: 95%

3) Circulation

a) Nadi karotis dan nadi perifer teraba (kuat, lambat)

b) Penurunan curah jantung (gelisah, latergi, takikardi)

c) Capillary refill kembali dalam 3 detik

d) Akral (dingin, hangat)

e) Tidak sianosis
f) Kesadaran somnolen

3.

1) Disability

a) Kesadaran compos mentis dengan GCS=E4 V5 M6

b) Reaksi pupil dengan pen light: Isokor atau unisokor, midriasis,


dilatasi, ukuran)

c) Kekuatan otot motoric.

2) Exposure

a) Integritas kulit baik

b) Ada/tidak luka bekas post operasi laparatomi

c) Capillary refill kembali dalam 3 detik

 Sekunder

 Anamnesa : KOMPAK (Kelehan, Obat, makanan terakhir, penyakit


penyerta, alergi, kejadian)

 Log roll: periksa dengan teliti untuk menilia adakah BTLS (perubahan
Bentuk, Tumor, Luka, dan Sakit)

 TTV

Diagnosis Keperawatan

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

b) Risiko hipovolemia dengan faktor risiko kehilangan cairan secara aktif

c) Risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahan tubuh


primer
d) Risiko defisit nutrisi dengan faktor risiko ketidakmampuan mencerna
makanan
e) Risiko ketidakseimbangan cairan dengan faktor risiko
trauma/perdarahan

PERENCENAAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


dengan agen pencedera fisik keperawatan diharapkan tingkat
nyeri menurun dengan kriteria 1. Observasi
hasil:
a. Identifikasi lokasi, karakt
1. Keluhan nyeri menurun
frekuensi, kualitas,intensi
2. Meringis menurun b. Identifikasi skala nyeri

3. Gelisah menurun c. Identifikasi respon nyeri n

4. Frekuensi nadi membaik d. Identifikasi factor yang m


dan memperingan nyeri
5. Pola napas membaik
e. Identifikasi pengetahuan d
tentang nyeri.
f. Identifikasi pengaruh bud
respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nye
hidup
h. Monitor keberhasil
komplementer yang suda

i. Monitor efek samping


analgetik
2. Terapeutik

a. Berikan teknik nonfarma


mengurangi rasa
(mis.hipnosis,akupresur,
terapi pijat, aromater
imajinasi terbimbing, ko
atau dingin).
b. Kontrol lingkungan yang
rasa nyeri (mis.suh
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidu

d. Pertimbangkan jenis dan


dalam pemilihan strateg
nyeri.
3. Edukasi

a. Jelaskan penyebab, period


nyeri
b. Jelaskan strategi meredak

c. Anjurkan memonitor
mandiri
d. Anjurkan menggunakan a
tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmak
mengurangi rasa nyeri.
4. Kolaborasi

Kolaborasi peberian analgesik


2. Risiko hipovolemia dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolem
faktor risiko kehilangan keperawatan diharapkan status
1. Observasi
cairan secara aktif cairan membaik dengan kriteria
a. Periksa tandadan gejala
hasil:
(mis. Frkuensi nadi m
1. Kekuatan nadi meningkat
teraba lemah, tekanan dar
2. Tingkat kesadaran meningkat
tekanan nadi meningkat,
3. Tugor kulit meningkat menurun, membrane
volume urin menur
4. Tekanan darah membaik
meningkat, haus, lema
5. Membrane mukosa membaik
b. Monitor intake dan
6. Intake cairan membaik
2. Terapeutik

a. Hitung kebutuhan cairan

b. Berikan posisi modified t

c. Berikan asupan cairan ora

3. Edukasi

a. Anjurkan memperbanyak
oral
b. Anjurkan menghindari pe
mendadak
4. Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian cai


(mis. NaCl, RL)
b. Berikan pemberian cairan
(mis. Glukosa 2,5%, NaC
c. Kolaborasi pemberian
(mis. Albumin, plasma
d. Kolaborasi pemberi

3. Risiko infeksi dengan faktor Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi


risiko ketidakadekuatan keperawatan diharapkan
1. Observasi
pertahan tubuh primer tingkat infeksi menurun
a. Monitor tanda dan gejal
dengan kriteria hasil:
dan sistemik
1. Demam menurun
2. Terapeutik
2. Kemerahan menurun
a. Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun
b. Berikan perawatan ku
4. Bengkak menurun
edema
5. Kadar sel darah merah c. Cuci tangan sebelum
membaik kontak dengan pasien d
pasien
d. Pertahankan teknik asept
beresiko tinggi
3. Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala


b. Ajarkan cara mencuci tan
dan benar
c. Ajarkan cara memeriksa l
operasi
d. Anjurkan meningkatkan a

e. Anjurkan meningkatkan a

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian im
perlu
4. Risiko defisit nutrisi dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Gangguan
faktor risiko ketidakmampuan keperawatan diharapkan status
1. Observasi
mencerna makanan nutrisi menurun dengan
a. Monitor asupan dan kelu
kriteria hasil:
dan cairan serta kebutuha
1. Porsi makan
2. Terapeutik
yang dihabiskan meningkat
2. Frekuensi makan membaik a. Timbang berat badan seca

3. Nafsu makan membaik b. Diskusikan perilaku ma


aktivitas fisik (termak
4. Nyeri abdomen menurun
yang sesuai
c. Lakukan kontrak perila
berat badan, tanggung ja
d. Dampingi ke kamar ma
pengamatan perilaku
kembali makanan
e. Berikan penguatan po
keberhasilan target d
perilaku
f. Berikan konsekuensi
mencapai target sesuai ko
g. Rencanakan program pen
perawatan di rumah
konseling)

3. Edukasi

a. Anjurkan membuat
tentang perasaan dan
pengeluaran makan (m
yang disengaja, mu
berlebihan)
b. Ajarkan pengaturan di

c. Ajarkan keterampilan
penyelesaian mas
perilaku makan
4. Kolaborasi

a. Kolaborasi dengan ahli


target berat badan
kaloridan pilihan maka
5. Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan
cairan dengan faktor risiko keperawatan diharapkan
1. Observasi
trauma/perdarahan keseimbangan cairan
a. Monitor status hidrasi
meningkat dengan kriteria
nadi, kekuatan nadi, a
hasil:
kapiler, kelembaban
1. Asupan cairan meningkat
kulit, tekan darah)
2. Kelembaban
b. Monitor berat badan haria
membrane mukosa
3. Dehidrasi menurun
c. Monitor berat badan
4. Tekanan darah membaik sesudah dialysis
d. Monitor hasil
5. Membrane
laboratorium (mis hem
mukosa membaik
Cl, berat jenis urine, BU
e. Monitor status hemodin
MAP, CVP, PAP
tersedia)

2. Terapeutik

a. Catat intake-output dan


cairan 24 jam
b. Berikan asupan ca
kebutuhan
c. Berikan cairan intraven

3. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberi
tersedia

DAFTAR PUSTAKA

Paul, T. (2008). Abdominal Trauma. Jakarta: EGC.

Sudart, B. d. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Ari Setyajati. (2012):


file:///C:/Users/aldi/Downloads/02._NASKAH_PUBLIKASI.pdf Kepala ICU
RSUD.DR.Moewardi Surakarta

Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of
Nursing (10th Ed). USA: Perason Education.
Dougherty, L & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Prosedures (9th ed),
UK: The Royal Marsden NHS Foundation Trust.

Perry, A.G. & Potter, P. A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed). St Louis:
mosby Elsevier

Wilkinson, J. M., Treas, L. S., Barnett, K. & Smith, M. H. (2016). Fundamentals of


Nursing (3th ed). Philadelphia: F. A. Davis Company.

Siela, D. (2010). Evaluation standards for management of artifisial airways.


Critical care nurse, 30 (4), 76-78

Anda mungkin juga menyukai