Anda di halaman 1dari 19

Departemen Gawat Darurat

LAPORAN PENDAHULUAN
Vulnus Laceratum

NAMA : Fitriani
NIM : 2004003

CI LAHAN CI INSTITUSI

( Syamsul Kamar,S.Kep.,Ns.) ( Hasniaty AG, S.Kp., M.Kep. )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
PANAKKUKANG MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Mansjoer (2000) mengatakan vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang
terdiri dari akiat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau
otot vulnus Laseratum (luka robek) adalah luka yang terjadi akibat kekerasan benda
tumpul robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah.

Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda
tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah
Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga
terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang
hebat sehingga memutuskan jaringan. Secara umum luka dapar dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Simple, bila hanya melibatkan kulit.
2. Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.
Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50 % )
misalnyakarena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan
lalu lintas, traumaarteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera:

1. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.
2. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan
biasanyamenimbulkan pendarahan yang hebat.
3. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan pen
darahan yangtidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi
sehingga masuk ke jaringan Karena elastisitasnya
B. ETIOLOGI
a. Mekanik
 Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam
atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok dan luka tusuk
 Benda tumpul
 Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non mekanik
 Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
 Trauma fisika
 Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer,
exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.
 Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia,edema dan vesikel.
 Luka akibat trauma listrik
 Luka akibat petir
 Luka akibat perubahan tekanan udara (mansjoer,2001)
C. ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI
1) Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan
epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga
merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung
syaraf yang saling bertautan.”
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1). Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak ber inti dan
bertanduk.
2). Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk
setelah mengalami proses di ferensiasi.
b. Dermis
Dermis terletak dibawah epidermis dan terdiri dari serabut-serabut kolagen elastin,
dan reticulum yang tertanam dalam substansi dasar. Metric kulit mengandung
pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi pada epidermis.
Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan
leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi instasi benda-benda asing. Serabut-
serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.
c. Lemak subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga yang
terletak dibawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi untuk
mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.
2) Jaringan oto
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi
denan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut silindris
yang mempuanyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain. Semua sel di ikat menjadi
berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur
kontaktil.
3) Jaringan saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur.
a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
b. Unsur putih serabut saraf.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. setiap sel saraf dan
prosesnya disebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus
dengan nucleus besar dan berdinding sel lainnya. Berbagai juluran timbul
(prosesus) timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan rangsangan
saraf kepada dan daeri sel saraf.
D. MANIFESTASI KLINIK
Mansjoer (2000) menyatakan #Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
a. Luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bilat kekerrasanya di daerah rambut
f. Tampak lecet atau memar di setiap luka.
E. KOMPLIKASI
 Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
 Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius
yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah.
 Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
Jaringan
Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan diagnostic yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap. Tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi. Pemeriksaanya melalui laboratorium.
b. Sel-sel darah putih. Leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada
lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkpa, hematocrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus mellitus
G. PENATALAKSANAAN
dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi
luka,tindakan antiseptik, pembersih luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan,
pemberian antibiotic dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan antiseptic, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic seperti :
 Alcohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
 Halogen dan senyawanya
a.Yodium, merupakan antiseptic yang sangat kuat, berspektrum luas dan
dalam konsetrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b. Povindo Yodium (Betadin,septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c.Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptic
borok.
d. Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane),merupakan senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,
tidak merangsang kulit dan mukosa, dan baunnya tidak menusuk hidung.
 Oksidansia
- Kalium permanganate, bersifat bakterisid dan fungisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
- Perhidrol (peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran
dari dalam lukan dan membunuh kuman anaerob
 Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghabat pertumbuhan bakteri
dan jamur.
- Merkurokrom (obat merah ) dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik
lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya
kerak (korts)
 Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah ( konsentrasi 3%).
 Derivate fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaanya sebagai antiseptic wajah dan genitalia
eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
 Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan
aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dan konsentrasi 0,1%. Kegunaannya
sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi
(Mansjoer,2001).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian. Penggunaan cairan
pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatnya biaya perawatan. Pemilihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain
larutan antiseptic yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang
saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga
NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida
9,0 g dengan osmolatitas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na⁺154 mEq/I
(ISO Indonesia, 2000).
3. Pembersihan luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris.
Berapa langkah yang harus di perhatikan dalam pembersihan luka :
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati
dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati
3. Berikan antiseptic
4. Bila di perlukan tindakan ini dapat di lakukan dengan pemberian anastesi local
5. Bila perlu lakukan penutupan luka
4. Penjahitan Luka
Luka bersih dam diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh di jahit perimer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaikknya di biarkan sembuh persekundam atau pertertiam
5.Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi
luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai
fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada
luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
8. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jWidiyas
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi
H. PENCEGAHAN
1. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan
antiseptic, misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia, logam berat dan asam berat.
2. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka,
menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris.
3. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi
berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau
pertertiam.
4. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada
luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik
dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi menjadi 2 yaitu
identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi yaitu identitas yang   melekat
pada pribadi pasien ( termasuk ciri-cirinya) misalnya Nama, Tanggal Lahir/Umur,
Jenis Kelamin, Alamat, Status Perkawinan dan lain-lain termasuk. Sedangkan
identitas sosial meliputi identitas yang menjelaskan tentang sosial, ekonomi dan
budaya pasien misalnya, agama, pendidikan, pekerjaan, identitas orang tua, identitas
penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
- Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas total :
 Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
 Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas, mendengkur
Sumbatan jalan napas parsial :
 Tampak kesulitan bernapas
 Retraksi supra sterna
 Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
- Distress pernapasan
- Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing ( Pernapasan)
- Kaji frekuensi napas
- Suara napas
- Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman, simetris atau
tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa stetoskop), feel (rasakan
hembusan napas, atau dengan perkusi dan palpasi)
c. Circulation (Sirkulasi)
- ada tidaknya denyut nadi karotis
- Ada tidaknya tanda-tanda syok
- Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale

e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian pasien tetapi
cegah hipotermi)
[ CITATION HIP14 \l 1033 ].
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien
dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalanI
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih
baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri?
apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi
di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri
dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri
itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri
ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda
vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan
darah, berat badan, dan skala nyeri.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan trauma capitis adalah:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Resiko Infeksi
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan proses penyakit
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)


HASIL (SLKI)
Nyeri berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri :
1.
pencedera fisiologis asuhan keperawatan 1x8 jam
obsevasi
diharapkan dengan kriteria
hasil tingkat nyeri pasien 1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi,
berkurang : frenkuensi,kwalitas,intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
1. Nyeri berkurang dengan
3. Monitor efek samping penggunaan analgetik
skala nyeri 2
Terapeutik
2. Pasien tidak mengeluh nyeri
3. Pasien tampak tenang 4. Beri teknik nonfamakologi untuk meredahkan
nyeri ( teknik relaksasi napas dalam )
Edukasi

5. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat


Kolaborasi

6. Kolaborasi pemberian annalgetik jika perlu


Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka
2
asuhan keperawatan 1x8 jam
Observasi
diharapkan tingkat infeksi
menurun dengan dengan  monitor karakteristik luka
criteria hasil : (mis,drainase,warna,ukuran,bau)
 monitor tanda-tanda infeksi
 Nyeri meningkat menjadi
menurun Terapeutik
 Bengkak dari meningkat
 lepaskan balutan dan plester secara perlahan
menjadi menurun
 bersihkan dengan cairan Nacl atau pembersih
 Kemerahan dari
nontoksik sesuai kebutuhan
meningkat menjadi
 bersihkan jaringan nerkotik
menurun
 berikan salep yang sesuai kekulit/lesi jika
perlu
 pasang balutan sesuai jenis luka
 pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
 ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
 jadwalkan perubahan posisi sesuai setiap 2
jam atau sesuai kondisi pasien
 berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis,vit A,vit C) sesuai indiikasi

Edukasi
 jelaskan tanda dan gejala infeksi
 anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
 ajarkan prosedur perawatan luka mandiri

kolaborasi

 kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu


Gangguan integritas kulit/jaringan Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka
3
berhubungan dengan proses penyakit Keperawatan selama 1x6 jam observasi
diharapkan integritas kulit dan  Monitor karakteristik luka
jaringan membaik , dengan ( ukuran,warna,drainase)
kriteria hasil:  Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik
 Kerusakan jaringan
 Bersihkan dengan cairan Nacl sesuai kebutuhan
menurun
 Berikan salep yang sesuai
 Perdarahan menurun
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam sesuai
kondisi pasien
Edukasi
 Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
Gangguan pola tidur berhubungan Setelah dilakukan tindakan Dukungan tidur
4
dengan penyakit Keperawatan selama 1x6 jam
Observasi
diharapkan pola tidur membaik
 identifikasi pola aktivitas dan tidur
, dengan kriteria hasil:
 identifikasi factor penggangu tidur
 keluhan sulit tidur menurun (mis,fisik/psikologis)
menjadi meningkat  identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
 keluhan sering tejaga Terapeutik
menurun menjadi  modifikasi lingkungan (mis,
meningkat suhu,matras,tempat tidur)
 keluhan pola tidur berubah  lakukan prosedur untuk meningkatkan
dari menurun menjadi kenyamanan (mis, pengaturan posisi)
meningkat  sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau
tindakan untuk menunjan siklus tidur-terjaga
Edukasi
 anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap REM
 Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
DAFTAR PUSTAKA

CarpWidiyato, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek

Klinis, Edisi 6, EGC ; Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah, EC, Jakarta.

Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan

Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Med

NANDA North american nursing diagnosis association NIC-NOC, Jogjakarta :

Mediaction publishing.

Tim pokja SDKI DPP PPNI.(2016) Standar diagnose keperawatan Indonesia.

Jakarta selatan: dewan pengurus pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai