Anda di halaman 1dari 10

Yang disetujui Preseptor Klinik : Yang disetujui Preseptor Akademik :

Hari/Tanggal: Hari/Tanggal:
Tanda tangan: Tanda Tangan:

( Ns. Yunita Ria Karliani, S,Kep ) ) ( )

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)

DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SITI AISYAH


KOTA LUBUKLINGGAU

LAPORAN RESUME

Disusun Oleh :

YUNIARTI SETIANIGSIH, S. Kep


NPM : 20260069

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS DEHASEN
BENGKULU
2020
Laporan Pendahuluan Vulnus Laceratum

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFENISI
a. Chada (1995) menyatakan “Vulnus (luka) adalah satu keadaan dimana terputusnya
kontinutas jaringan tubuh”. (p.66).
b. Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang
terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit
atau otot”. (p.219).
c. Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda
tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang.
(http://one.indoskripsi.com).

Dari pengertian di atas, vulnus laseratum adalah luka robek yang tidak beraturan yang
terjadi akibat kekerasan benda tumpul sering diikuti alat dalam seperti patah tulang.

2. Etiologi

Chada 1995 menyatakan “Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di
antaranya :

a. Alat yang tumpul.


b. Jatuh ke benda tajam dan keras.
c. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
d. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan”.

3. Pathofisiologi.

Menurut Price (2006:p.36), Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul,
goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon
tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya
infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme
yang biasanya tidak berbahaya.Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang
di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi
peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional.Jika
jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan
yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan
hidup.
Menurut Buyton & hal (1997:p.762), Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi
sehingga terjadi kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia
sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan
hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman
nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.

Pathway

Modifikasi : (Chada 1995, Carpenito 2000, Doenges 2000, Guiton & Hall 1997, Price
2005).
4. Manifestasi Klinis

Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:

a. Luka tidak teratur

b. Jaringan rusak

c. Bengkak

d. Pendarahan

e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut

f. Tampak lecet atau memer di setiap luka”. (p.219)

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
b. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi
luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus
B.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. Fokus Pengkajian

Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan vulnus
laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:

1. Aktifitas atau istirahat

Gejala : merasa lemah, lelah.

Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang


gerak, perubahan aktifitas.

2. Sirkulasi

Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.

Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.

3. Integritas ego

Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.

Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.

4. Eliminasi

Gejala : konstipasi, retensi urin.

Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.

5. Neurosensori

Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.

Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah
cidera , kemerah-merahan.

6. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.

Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa tidur.

7. Kulit

Gejala : nyeri, panas.


Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d diskontuinitas jaringan.
b. Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri.
c. Gangguan eliminasi BAB b/d kelemahan fisik.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.
e. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi b/d perawatan luka tidak efektif.
g. Resti kekurangan volume cairan b/d pendarahan.

3. Intervensi Keperawatan

Fokus intervensi di dasarkan oleh diagnosa keperawatan yang muncul pada teori.

1. Carpenito L (2000)

Gangguan rasa nyaman nyeri muncul akibat jaringan kulit , jaringan otot, jaringan
saraf terinfeksi oleh bakteri pathogen. Penggandaan zat-zat racunnya sehingga
mengakibatkan perubahan neurologis yanng sangat besar.

Tujuan : nyeri hilang / berkurang.

KH :

• pasien melaporkan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan penghilang
nyeri.

• Pasien rileks.

• Dapat istirahat / tidur dan ikut serta dalam aktifitas sesuai kemampuan.

Intervensi :

• Kaji tanda tada vital.

• Lakukan ambulasi diri.

• Ajarkan teknik distraksi dann relaksasi misalnya nafas dalam.

• Berikan obat sesuai petunjuk.

2. Menurut Doenges (2000:p.234)


Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan b/d nyeri.Gangguan kebutuhan
istirahat dan tidur adalah gangguan jumlah kualitas tidur.

Tujuan : gangguan istirahat tidur tetasi

KH :

• Mengatakan peningkatan rasa segar, tidak pucat, tidak ada lingkar hitam pada mata.

• Melaporkan perbaikan dalam pola tidur.

Intervensi :

• Kaji penyebab nyeri / gangguan tidur.

• Berikan posisi nyaman pada klien.

• Anjurkan minum hangat.

• Kolabirasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang.

3. Menurut Doenges, (2000:p.234)

Gangguan eliminasi BAB / konstipasi b/d penurunan mobilitas usus aadalah suatu
penurunan frekwensi defekasi yag normal pada seseorang, di sertai gangguan kesulitan
keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering.

Tujuan : tidak terjadi konstipasi.

KH :

• pasien mempertahankan / menetapkan pola nominal fungsi usus.

• Konsistensi feses normal.

• Perut tidak kembung.

Intervensi :

• Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.

• Anjurkan untuk ambulasi sesuai kemampuan.

• Berikan obat laksatif pelembek feses bila di perlukan.

4. Menurut Doenges (2000:p.930-931)


Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot

Tujuan : mempertahankan mobilitas fisik

KH :

• mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi atau bagian tubuh yang terkena.

• Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang di ajarkan.

• Kemungkinan melakukan aktifitas.

Intervensi :

• Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal.

• Bantu dalam aktifitas perawatan diri.

• Pantau respon pasien terhadap aktivitas. (doenges, 2000: 930-931)

5. Menurut Willson J.M (2007:p.466)

Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.

Kerusakan integritas kulit adalah suatu kondisi individu yang mengalami perubahan
dermis dan atau epidermis .

Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit.

KH : Bebas tanda tanda infeksi.

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu

Intervensi :

• Kaji / catat ukuran, warna keadaan luka, perhatikan daerah sekitar luka.

• Ajarkan pemeliharaan luka secara aseptik.

• Observasi tanda-tanda infeksi.

6. Menurut Willson J.M (2007:p.261)

Resiko infeksi sekunder b/d perawatan luka tidak efektif.

Resiko infeksi adalah suatu kondisi yang beresiko mengalami peningkatan terserang
organisme pathogenik.

Tujuan : tidak terjadi infeksi lebih lanjut.


KH :

• Tidak terdapat tanda tanda infeksi lebih lanjut dengan luka bersih tidak ada pus.

Intervensi :

• Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.

• Pantau ssuhu tubuh secara teratur.

• Berikan antibiotik secara teratur.

7. Menurut Doenges (2000 : p.913)

Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d pendarahan.

Tujuan : Volume cairan terpenuhi

KH : Keseimbangan cairan yang adekuat ditandai dengan TTV yang stabil , turgor,
kulit normal, membran rukosa lembab, pengeluaran urine yang sesuai.

Intervensi :

• Kaji pengeluaran dan pemasukan cairan.

• Pantau tanda-tanda vital.

• Catat munculnya mual muntah.

• Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.

• Pantau suhu kulit, palpasi, denyut perifer.

Daftar Pustaka

Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan) Edisi
6. EGC: Jakarta.

Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika:
Jakarta.

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.

Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI:
Jakarta.
Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.

Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.

Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi
(Terjemahan). Volume 2.Edisi 2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai