Anda di halaman 1dari 18

Departemen Gawat Darurat

LAPORAN PENDAHULUAN
Vulnus Laceratum

NAMA : FITRIANI
NIM : 2004003

CI INSTITUSI

(Hasniaty AG, S.Kp., M.Kep.)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
PANAKKUKANG MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Mansjoer (2000) mengatakan vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari
akiat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot vulnus
Laseratum (luka robek) adalah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul robekan
jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah.

B. ETIOLOGI
a. Mekanik
 Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam
atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok dan luka tusuk
 Benda tumpul
 Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non mekanik
 Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
 Trauma fisika
 Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer,
exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.
 Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia,edema dan vesikel.
 Luka akibat trauma listrik
 Luka akibat petir
 Luka akibat perubahan tekanan udara (mansjoer,2001)
c. Radiasi
C. ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI
1) Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan
epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga
merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung
syaraf yang saling bertautan.”
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1). Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak ber inti dan
bertanduk.
2). Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk
setelah mengalami proses di ferensiasi.
b. Dermis
Dermis terletak dibawah epidermis dan terdiri dari serabut-serabut kolagen elastin,
dan reticulum yang tertanam dalam substansi dasar. Metric kulit mengandung
pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi pada epidermis.
Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan
leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi instasi benda-benda asing. Serabut-
serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.
c. Lemak subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga yang
terletak dibawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi untuk
mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.
2) Jaringan oto
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi
denan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut silindris
yang mempuanyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain. Semua sel di ikat menjadi
berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur
kontaktil.
3) Jaringan saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur.
a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
b. Unsur putih serabut saraf.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. setiap sel saraf dan
prosesnya disebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus
dengan nucleus besar dan berdinding sel lainnya. Berbagai juluran timbul
(prosesus) timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan rangsangan
saraf kepada dan daeri sel saraf.

D. MANIFESTASI KLINIK
Mansjoer (2000) menyatakan #Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
a. Luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bilat kekerrasanya di daerah rambut
f. Tampak lecet atau memar di setiap luka.
E. KOMPLIKASI

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan diagnostic yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap. Tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi. Pemeriksaanya melalui laboratorium.
b. Sel-sel darah putih. Leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada
lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkpa, hematocrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus
G. PENATALAKSANAAN
dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi
luka,tindakan antiseptik, pembersih luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan,
pemberian antibiotic dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan antiseptic, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic seperti :
 Alcohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
 Halogen dan senyawanya
a.Yodium, merupakan antiseptic yang sangat kuat, berspektrum luas dan
dalam konsetrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b. Povindo Yodium (Betadin,septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c.Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptic
borok.
d. Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane),merupakan senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,
tidak merangsang kulit dan mukosa, dan baunnya tidak menusuk hidung.
 Oksidansia
- Kalium permanganate, bersifat bakterisid dan fungisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
- Perhidrol (peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran
dari dalam lukan dan membunuh kuman anaerob
 Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghabat pertumbuhan bakteri
dan jamur.
- Merkurokrom (obat merah ) dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik
lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya
kerak (korts)
 Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah ( konsentrasi 3%).
 Derivate fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaanya sebagai antiseptic wajah dan genitalia
eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
 Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan
aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dan konsentrasi 0,1%. Kegunaannya
sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi
(Mansjoer,2001).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian. Penggunaan cairan
pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatnya biaya perawatan. Pemilihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain
larutan antiseptic yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang
saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga
NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida
9,0 g dengan osmolatitas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na⁺154 mEq/I
(ISO Indonesia, 2000).
3. Pembersihan luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris.
Berapa langkah yang harus di perhatikan dalam pembersihan luka :
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati
dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati
3. Berikan antiseptic
4. Bila di perlukan tindakan ini dapat di lakukan dengan pemberian anastesi local
5. Bila perlu lakukan penutupan luka
4. Penjahitan Luka
Luka bersih dam diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh di jahit perimer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaikknya di biarkan sembuh persekundam atau pertertiam
5.Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan

H. PENCEGAHAN

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi menjadi 2 yaitu
identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi yaitu identitas yang   melekat
pada pribadi pasien ( termasuk ciri-cirinya) misalnya Nama,Tanggal
Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat, Status Perkawinan dan lain-lain
termasuk.Sedangkan identitas sosial meliputi identitas yang menjelaskan tentang
sosial,ekonomi dan budaya pasien misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas
orang tua,identitas penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
- Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas total :
 Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
 Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas, mendengkur
Sumbatan jalan napas parsial :
 Tampak kesulitan bernapas
 Retraksi supra sterna
 Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
- Distress pernapasan
- Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing ( Pernapasan)
- Kaji frekuensi napas
- Suara napas
- Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman, simetris atau
tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa stetoskop), feel (rasakan
hembusan napas, atau dengan perkusi dan palpasi)
c. Circulation (Sirkulasi)
- ada tidaknya denyut nadi karotis
- Ada tidaknya tanda-tanda syok
- Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale


e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian pasien tetapi
cegah hipotermi)
[ CITATION HIP14 \l 1033 ].
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien
dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalanI
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih
baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri?
apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi
di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri
dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri
itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri
ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda
vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan
darah, berat badan, dan skala nyeri.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan trauma capitis adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular, ketidakmampuan
mengelurkan secret
2. Pola napas tidak efektif b.d Gangguan neurologis (Trauma Kepala)
3. Ketidakfektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke otak (Iskemia)
4. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik (trauma), peningkatan TIK
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN


(SLKI) (SIKI)
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan PEMANTAUAN RESPIRASI
1.
gangguan neuromuscular, selama 6 jam diharapkan Bersihan jalan Tindakan
ketidakmampuan mengelurkan nafas meningkat kriteria hasil : Observasi
secret 1. Produksi sputum menurun 1. Monitor bunyi nafas tambahan (
2. Frekuensi nafas membaik mis.gurgling,wheezing,mengi,ro
3. Pola nafas membaik khi kering )
2. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
nafas dengan head-tiltt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curigai
trauma servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minuman hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, Jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen,jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari,jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator ,ekspentoran,
mukolitik, jika perlu.
Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan PEMANTAUAN RESPIRASI
2.
Gangguan neurologis (Trauma selama 6 jam diharapkan pola nafas Tindakan
Kepala) membaik dengan kriteria hasil : Observasi
1. Dispnea menurun 1. Monitor frekuensi, irama,
2. Penggunaan otot bantu nafas menurun kedalaman dan upaya napas
3. Frekuensi nafas membaik 2. Monitor pola nafas
4. Kedalaman nafas membaik 3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
6. Auskultasi bunyi nafas
7. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
3. Jelakan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan,Jika
perlu
Ketidakfektifan perfusi jaringan otak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor Tekanan Intra Kranial
3
b.d gangguan aliran darah ke otak selama 6 jam, klien mampu men-capai status 1. Catat perubahan respon klien
(Iskemia) sirkulasi dengan indikator: terhadap stimulus / rangsangan
1. Tekanan darah sis-tolik dan diastolik 2. Monitor TIK klien dan respon
dalam rentang yang diharapkan neurologis terhadap aktivitas
2. Tidak ada ortostatik hipotensi 3. Monitor intake dan output
3. Tidak ada tanda tan-da Perfusi jaringan 4. Pasang restrain, jika perlu
serebral, dengan indicator : 5. Monitor suhu dan angka leukosit
4. Klien mampu berko-munikasi dengan je- 6. Kaji adanya kaku kuduk
las dan sesuai ke-mampuan 7. Kelola pemberian antibiotik
5. Klien menunjukkan perhatian, konsen- 8. Berikan posisi dengan kepala elevasi
trasi, dan orientasi 30-40O dengan leher dalam posisi
6. Klien mampu mem-proses informasi netral
7. Klien mampu mem-buat keputusan de- 9. Minimalkan stimulus dari
ngan benar lingkungan
8. Tingkat kesadaran klien membaik 10. Beri jarak antar tindakan
keperawatan untuk meminimalkan
peningkatan TIK
11. Kelola obat obat untuk
mempertahankan TIK dalam batas
spesifik
Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan MANAJEMEN NYERI
4
(trauma), peningkatan TIK selama 6 jam, tingkat nyeri klien dapat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil : durasi,
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi,kualitas,intensitas
2. Meringis menurun nyeri
3. Gelisah menurun 2. Identifikasi skla nyeri
4. Kesulitan tidur menurun 3. Identifikasi factor yang
5. Frekuensi nadi membaik memperberat dan memperingan
2.  nyeri
4. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu.
PATHWAY

Kecelakaan lalu lintas

Cidera kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio cerebri Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Terjadi benturan benda asing

 tahanan vaskuler Nyeri


Aliran darah keotak 
Sistemik & TD 

O2  gangguan
metabolisme  tek. Pemb.darah
Pulmonal

Asam laktat 
 tek. Hidrostatik

Oedem otak
kebocoran cairan Difusi O2
kapiler terhambat
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak oedema paru
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Pola napas tidak Penumpukan
efektif cairan/secret
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E.J. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC

Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta:
EGC

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC

Sandra M. Nettina. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC

Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

Anda mungkin juga menyukai