LAPORAN PENDAHULUAN
Vulnus Laceratum
NAMA : FITRIANI
NIM : 2004003
CI INSTITUSI
B. ETIOLOGI
a. Mekanik
Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam
atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok dan luka tusuk
Benda tumpul
Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non mekanik
Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
Trauma fisika
Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer,
exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.
Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia,edema dan vesikel.
Luka akibat trauma listrik
Luka akibat petir
Luka akibat perubahan tekanan udara (mansjoer,2001)
c. Radiasi
C. ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI
1) Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan
epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga
merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung
syaraf yang saling bertautan.”
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1). Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak ber inti dan
bertanduk.
2). Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk
setelah mengalami proses di ferensiasi.
b. Dermis
Dermis terletak dibawah epidermis dan terdiri dari serabut-serabut kolagen elastin,
dan reticulum yang tertanam dalam substansi dasar. Metric kulit mengandung
pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi pada epidermis.
Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan
leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi instasi benda-benda asing. Serabut-
serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.
c. Lemak subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga yang
terletak dibawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi untuk
mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.
2) Jaringan oto
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi
denan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut silindris
yang mempuanyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain. Semua sel di ikat menjadi
berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur
kontaktil.
3) Jaringan saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur.
a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
b. Unsur putih serabut saraf.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. setiap sel saraf dan
prosesnya disebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus
dengan nucleus besar dan berdinding sel lainnya. Berbagai juluran timbul
(prosesus) timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan rangsangan
saraf kepada dan daeri sel saraf.
D. MANIFESTASI KLINIK
Mansjoer (2000) menyatakan #Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
a. Luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bilat kekerrasanya di daerah rambut
f. Tampak lecet atau memar di setiap luka.
E. KOMPLIKASI
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan diagnostic yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap. Tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi. Pemeriksaanya melalui laboratorium.
b. Sel-sel darah putih. Leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada
lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkpa, hematocrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus
G. PENATALAKSANAAN
dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi
luka,tindakan antiseptik, pembersih luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan,
pemberian antibiotic dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan antiseptic, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic seperti :
Alcohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
Halogen dan senyawanya
a.Yodium, merupakan antiseptic yang sangat kuat, berspektrum luas dan
dalam konsetrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b. Povindo Yodium (Betadin,septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c.Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptic
borok.
d. Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane),merupakan senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air,
tidak merangsang kulit dan mukosa, dan baunnya tidak menusuk hidung.
Oksidansia
- Kalium permanganate, bersifat bakterisid dan fungisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
- Perhidrol (peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran
dari dalam lukan dan membunuh kuman anaerob
Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghabat pertumbuhan bakteri
dan jamur.
- Merkurokrom (obat merah ) dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik
lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya
kerak (korts)
Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah ( konsentrasi 3%).
Derivate fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaanya sebagai antiseptic wajah dan genitalia
eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan
aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dan konsentrasi 0,1%. Kegunaannya
sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi
(Mansjoer,2001).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian. Penggunaan cairan
pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatnya biaya perawatan. Pemilihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain
larutan antiseptic yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang
saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga
NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida
9,0 g dengan osmolatitas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na⁺154 mEq/I
(ISO Indonesia, 2000).
3. Pembersihan luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris.
Berapa langkah yang harus di perhatikan dalam pembersihan luka :
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati
dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati
3. Berikan antiseptic
4. Bila di perlukan tindakan ini dapat di lakukan dengan pemberian anastesi local
5. Bila perlu lakukan penutupan luka
4. Penjahitan Luka
Luka bersih dam diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh di jahit perimer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaikknya di biarkan sembuh persekundam atau pertertiam
5.Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
H. PENCEGAHAN
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi menjadi 2 yaitu
identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi yaitu identitas yang melekat
pada pribadi pasien ( termasuk ciri-cirinya) misalnya Nama,Tanggal
Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat, Status Perkawinan dan lain-lain
termasuk.Sedangkan identitas sosial meliputi identitas yang menjelaskan tentang
sosial,ekonomi dan budaya pasien misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas
orang tua,identitas penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
- Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas total :
Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas, mendengkur
Sumbatan jalan napas parsial :
Tampak kesulitan bernapas
Retraksi supra sterna
Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
- Distress pernapasan
- Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing ( Pernapasan)
- Kaji frekuensi napas
- Suara napas
- Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman, simetris atau
tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa stetoskop), feel (rasakan
hembusan napas, atau dengan perkusi dan palpasi)
c. Circulation (Sirkulasi)
- ada tidaknya denyut nadi karotis
- Ada tidaknya tanda-tanda syok
- Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan trauma capitis adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular, ketidakmampuan
mengelurkan secret
2. Pola napas tidak efektif b.d Gangguan neurologis (Trauma Kepala)
3. Ketidakfektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke otak (Iskemia)
4. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik (trauma), peningkatan TIK
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Cidera kepala
O2 gangguan
metabolisme tek. Pemb.darah
Pulmonal
Asam laktat
tek. Hidrostatik
Oedem otak
kebocoran cairan Difusi O2
kapiler terhambat
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak oedema paru
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Pola napas tidak Penumpukan
efektif cairan/secret
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Corwin, E.J. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta:
EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC
Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI