Beranda ▼
KATA
PENGANTAR
BAB
I
PENDAHULUAN
Menurut
klasifikasi Diagnostic and Statisyical Manual of Mental Disorder Text
Revision (DSM IV, TR 2011,
harga diri
rendah merupakan salah satu jenis gangguan jiwa kategori gangguan
kepribadian (Videbeck, 2011).
World
Health Organitation tahun 2011 menyatakan paling tidak 1 dari 4 orang
atau sekitar 450 juta orang terganggu
jiwanya. Sedangkan menurut Dharmono (2013), penelitian yang dilakukan World
Health Organitation di berbagai
Negara menunjukkan bahwa sebesar 20 – 30 %
pasien yang datang ke pelayanan kesehatan menunjukkan gejala
gangguan jiwa. Departement
of Human Service (2014),
memperkirakan 51 juta penduduk Amerika didiagnosis
mengalami gangguan jiwa
(Videbeck, 2012).
Menurut
data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad
Ildrem Medan klien
skizoprenia sebanyak 16.419 jumlah rawat jalan
sebanyak 14.349 orang dan rawat inap sebanyak 2.070 orang, jumlah
laki – laki
pada pasien rawat jalan 9.789 orang dan jumlah perempuan sebanyak 4.562 orang.
Data 10 penyakit terbesar
tahun 2014 di antaranya. Gangguan mental organic ( f
oo – F 09 ) sebanyak 432 orang, gangguan mental dan prilaku
akibat akibat
penggunaan zat psiko aktif (f 10 – f19) sebanyak 971 orang , skz, gangguan
skijotipal dan gangguan
waham (f 20 –f 29) sebanyak 11.059, gangguan suasana
perasaan (afektif ) f 30 – f 39 sebanyak 1.441, gangguan neurotik
, somatufram
dan gangguan yang berkaitan dengan steres
( f 40 – f 49 ) sebanyak 312, gangguan sindrom prilaku yang
berhubungan dengan
gangguan fisiologis dan factor fisik (f 50 – f 59) sebanyak 20 orang , gangguan
kepribadian dan
prilaku masa dewasa ( f 60 – f 69 ) sebanyak 0, gangguan
retardasi mental (f 70 – f 59) sebanyak
78 orang , gangguan
perkembangan pisiko logis ( f 80 – f 89) sebanyak 8 orang,
dan gangguan perilaku dan emosional dengan onset pada
masa kanak – kanak dan remaja
(f 90 –f 98) sebanyak 28 0rang.
Strategi
pelaksanaan komunikasi adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal
yang diterapkan pada
pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan
jiwa yang ditangani (Fitria, 2012).
Strategi pelaksaan
komunikasi pada pasien harga diri rendah mencakup kegiatan
yang dimulai dari mengidentifikasi hingga melatih
kemampuan yang masih dimiliki
pasien sehingga semua kemampuan dapt dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki
akan meningkatkan harga diri pasien (Keliat, 2015).
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, penulis ingin memberikan Asuhan Keperawatan Jiwa
pada Ny A dengan
Harga Diri Rendah
Pada di ruang Melur RSJD Provsu Medan
dengan pelayanan kesehatan secara holistik dan
komunikasi terapeutik dalam
meningkatkan kesejahteraan serta mencapai
tujuan yang diharapkan.
Tujuan
Khusus
a.
Mampu mengkaji Ny.A dengan harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa daerah
Provsu Medan.
b.
Mengetahui kemampuan kognitif dan
psikomotor Klien
dalam meningkatkan harga diri sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok
kontrol di ruangan Melur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.
BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
A.
Landasan Teoritis Medis
1. Definisi
Harga
diri rendah adalah penilaian uang salah
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan
ideal diri. Pencapaian ideal diri cita-cita/harapan langsung menghasilkan
perasaan berharga. Harga
diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri
maupun dari orang lain. Perkembangan harga diri juga
ditentukan oleh perasaan
diterima, dicintai, dihormati oleh orang lain, serta keberhasilan yang pernah
dicapai
individu dalam hidupnya (Hidayat, 2010).
Menurut
Erikson (2013
dikutip dari Potter dan Perry, 2012),
anak-anak kecil mulai mengembangkan rasa berguna
dengan cara belajar untuk
bertindak berdasarkan inisiatif mereka sendiri. Contoh seorang anak yang sangat
pandai
dalam pelajaran metematika akan merasa nyaman untuk untuk mengerjakan
soal-soal matematika dibandingkan
dengan temannya yang lain. Hal ini dapat
meningkatkan harga diri anak tersebut.
Sebaliknya
bila seorang anak yang baru pindah ke sekolah baru dan tidak dapat menyesuaikan
diri dengan teman
sekelasnya, maka harga dirinya dapat menurun sampai anak
tersebut mencapai kembali kepercayaan dirinya di
dalam lingkungan yang baru. Frekuensi
pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga
diri yang
tinggi. Empat cara meningkatkan harga diri:
a.
Memberi kesempatan berhasil
b.
Menanamkan gagasan
c.
Mendorong aspirasi
d.
Membantu membentuk koping
Menurut
Boyd (2013),
individu yang memiliki harga diri yang positif akan lebih percaya diri untuk
mencoba perilaku
sehat yang baru dan sangat kecil kemungkinan untuk mengalami
depresi. Sedangkan gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai persaan yang
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal
mencapai
keinginan.
Pendapat
ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan yang disampaikan oleh Potter dan
Perry (2012)
bahwa
seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukan keberhasilan
yang diraihya sesuai dengan adalah
atas bantuan orang lain dan bukan karena
kemampuannya sendiri. Individu yang harga dirinya rendah akan merasa
tidak berdaya, frustasi ,
depresi, dan menjadi korban. Individu yang harga dirinya rendah sangat rentan
terhadap
tekanan akibat stres. Sementara itu, individu yang memiliki harga diri
yang positif akan memperlihatkan keyakinan
diri dan menunjukkan antusiasme pada
suatu kegiatan dan dapat mengatasi rasa frustasi dengan baik.
Stuart
dan Laraia (2010)
menyatakan bahwa harga diri sangat terancam selama masa remaja. Pada masa ini
harga
diri remaja akan mengalami banyak perubahan, karena pada masa ini banyak
keputusan yang harus dibuat remaja
menyangkut dirinya sendiri. Remaja dituntut
untuk menentukan pilihan diri sendiri, posisi peran, dan memutuskan
apakah
remaja mampu meraih sukses dibidang kegiatan yang dipilihnya, dan apakah remaja
dapat berpartisipasi
atau diterima diberbagai aktivitas sosial. Harga diri akan
stabil pada masa dewasa dan dapat memberikan kejelasan
pada gambaran diri individu dewasa. Karena pada
periode ini, individu dewasa lebih mudah untuk menerima
dirinya dan lebih
idealis dibandingkan usia remaja. Individu dewasa mampu belajar untuk mengatasi
segala
kelemahannya dan mempu mengoptimalkan kekuatan yang ada pada dirinya.
Pada lansia, gangguan harga diri akan
muncul kembali karena adanya
perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia antara lain memasuki masa pensiun,
kehilangan pasangan, dan kelemahan fisik.
Gangguan
harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara:
1.
Situasional, yaitu terjadi trauma yang
tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, perceraian, putus sekolah,
putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
Gangguan
pada klien yang dapat terjadi harga diri rendah karena:
a. Privacy yang
kurang diperhatikan, misalnya: pemerikasaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang
tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan
parineal).
b. harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena
dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan
petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa
persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan
fisik.
2. Kronik
yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini
mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptif.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan
fisik yan kronis atau pada klien
gangguan jiwa.
2. Penyebab
Gangguan harga
diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara:
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena
sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat
terjadi harga diri rendah, karena :
1. Privacy yang kurang diperhatikan,
misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan,
pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter,
pemeriksaan perneal).
2. Harapan akan struktur, bentuk dan
fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit.
3. Perlakuan petugas kesehatan yang
tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan,
berbagai
tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir
yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan
respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan
pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
Dalam
tinjauan life span history klien,
penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan,
kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok
(Yosep, 2012)
Tanda dan
Gejalanya :
a. Data
subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta
bantuan orang laindan mengungkapkan malu dan tidak bisa
bila diajak melakukan sesuatu.
b. Data
objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan tidak
melakukan aktivitas yang seharusnya
dapat dilakukan, wajah tampak murung.
3.
Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya
isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang
maladaptif,
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 2011 : 336).
Tanda dan gejala :
Data Subyektif :
a. Mengungkapkan
untuk memulai hubungan/pembicaraan
b.
Mengungkapkan
perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c.
Mengungkapkan
kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif:
a. Kurang
spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi
wajah kosong
d.
Menurun
atau tidak adanya komunikasi verbal
e.
Bicara
dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
4.
Proses terjadinya Masalah
Konsep
diri di definisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
membuat seseorang mengetahui
tentang diriya dan mempengaruhi hubungannya dengan
orang lain (Stuart & Sunden, 2010).
Konsep diri tidak
terbentuk sejak lahir namun dipelajari.
5. Penatalaksanaan
Therapy
medik :
1.
Trihexiphenidil
THP 2 mg (2x1)
2.
Clompromazine
100 mg (1x1)
B.
TEORITIS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal
dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan meliputi data biologi,
psikologi, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian
kesehatan jiwa dapat dikelompokan menjadi faktor predisposisi,
prespitasi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien ( Keliat, 2005).
2. Masalah Keperawatan
Adapun
masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Harga diri rendah adalah sebagai
berikut:
a.
Harga
diri rendah
b.
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c.
Harga diri rendah.
d.
Isolasi sosial
e.
Berduka disfungsional
f.
Penatalaksanaan regimen terapeutik
inefektif
g.
Koping keluarga inefektif
h.
Koping
Individu inefektif
(Fitria, 2009)
5. Evaluasi
a. Kemampuan
yang diharapkan dari pasien :
1.
Pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan
aspek positif yang dimliki
2.
Pasien dapat menilai kemampuan yang
dapat dikerjakan
3.
Pasien dapat melatih kemampuan yang
dapat dikerjakan
4.
Pasien dapat membuat jadwal kegiatan
harian
5.
Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai
jadwal kegaiatan harian
b. Kemampuan
yang diharapkan keluarga :
1.
Mengidentifikasikan kemampuan yang
dimiliki pasien
2.
Menyediakan fasilitas untuk pasien dapat
melakukan kegaitan
3.
Mendorong pasien melakukan kegiatan
4.
Memuji pasien saat mpasien dapat
melakukan kegiatan
5.
Membantu melatih pasien
6.
Membantu penyusunan jadwal kegiatan
pasien
7.
Membantu perkembangan pasien
BA
B
TINJAUAN
KASUSIII
A. Kasus
Pengkajian dilakukan pada
tanggal 09 Desember 2016 dengan nama klien Ny A berusia 36 tahun. Klien masuk
pada
tanggal 27 September 2016 di Ruangan
melur. Klien dibawa kerumah sakit dengan alasan, klien merasa tidak
berguna,
klien suka melamun, pergi tanpa tujuan, sedih dan suka menangis,
bicara ngawur. Klien menyesal karna telah
selingkuh .
B.
Pengkajian
Ruang
rawat : Melur
Tanggal
Rawat : 27 November 2016
I.
Identitas Klien
Inisial :
Ny.
A
Tanggal pengkajian :
13
Desember 2016
Umur : 36 Tahun
No. MR :
03.78.62
Informan :
Klien
II.
Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien menangis
tanpa sebab dan mengatakan ingin bunuh diri dan menyesali perbuatannya.
III.
Faktor Predisposisi
1.
Klien
mengalami gangguan jiwa 5 bulan yang lalu dan pernah berobat ke psikiater
2.
Klien
pernah berobat di RSJ, pulang dalam keadaan tenang. Pada saat di rumah klien
tidak mau minum obat dan
tidak kontrol ke RSJ dan dibawa kembali ke RSJ.
3.
Klien
mengatakan tidak ada keluarganya yang gangguan jiwa
4.
Klien
mengalami penolakan dari masyarakat di daerah tempat tinggalnya karena sering berantam
dengan suaminya
dan juga karena
klien sudah dirawat di RSJ.
Masalah Keperawatan : - Regiment Traupetik Inefektif
-
Koping
keluarga Inefektif
5.
Pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien
menyesal telah menyelingkuhi suaminya.
IV. FISIK
1.
Tanda
vital : TD : 110/8097 mmHg N : 80x/i
S : 37 0C P : 20 x/i
2.
Ukur :
TB : 165 cm BB : 63 kg
Pasien menyatakan tidak memiliki keluhan fisik dan merasa
sehat
V.
PSIKOSOSIAL
1.
Genogram
: Pasien
: Tinggal serumah
Keterangan:
Klien
anak ke 1 dari 3 bersaudara, klien selama sakit tinggal bersama
orangtuanya. Keluarga
tidak pernah
memperhatikan
: : dan memperdulikan klien sehingga klien sering
menyendiri, melamun, malas berhubungan dengan
orang
M lain, merasa tidak berguna
dan bersalah, keluarga tidak ada yang memperhatikan klien selama berada
La
dirumah,
e
ki- klien mengatakan selama di rumah sakit keluarganyanya tidak pernah menjenguknya.
Masalah
ni
lak Keperawatan : Koping Keluarga inefektif.
in
gg
Konsep
Diri
al
a.
Gambaran
diri : Klien merasa tidak senang dengan anggota tubuhnya karna gendut
b.
Identitas
: klien anak ke 1
dari tiga bersaudara
c.
Peran
: klien senang sama
anak-anak
d.
Ideal
diri : klien ingin cepat
sembuh dan ingin cepat pulang
e.
Harga
diri :klien
merasa tidak
: berarti lagi dikeluarga, gagal dalam
4. Spiritual
a.
Nilai
dan keyakinan : klien percaya
adanya tuhan
b.
Kegiatan
ibadah : selama diRSJ Klien tidak pernah beribadah
STATUS MENTAL
1.
Penampilan
Klien mengunakan pakaian seperti biasanya dan tampak rapi dan rambut
acak-acakan
2.
Pembicaraan
Klien berbicara lambat
dan klien menjawab pertanyaan sesuai yang ditanyakan dan klien mampu memulai
pembicaraan
3.
Aktifitas
Motorik
Klien
masih dapat beraktifitas diruangan dengan baik dan pada saat melaksanakan
aktifitas klien tidak banyak
bicara
4.
Alam
Perasaan
Klien mengatakan
merasa ketakutan diceraikan suaminya.
Masalah Keperawatan : Konsep Diri
5.
Afek
Klien bila ditanya hanya menjawab seadanya dan tidak mau bertanya lagi
6.
Interaksi
selama wawancara
Klien selama diajak wawancara, klien tampak kooperatif,
kontak mata kurang. Klien tampak sedikit malu-malu.
7.
Persepsi
Klien
sering mendengar suara bisikan seperti penghakiman
Masalah Keperawatan : Halusinasi pendengaran
8.
Proses
Pikir dan Isi Pikir
Pada
saat wawancara, klien sangat koperatif dan memberi respon yang baik dan tidak
ditemukan berpikir waham.
9.
Tingkat
Kesadaran
Tingkat kesadaran klien baik karena klien masih dapat
membedakan disorientasi waktu, tempat dan orang.
10.
Memori
Memori klien baik, klien masih dapat mengingat kejadian
yang lalu dan kejadian yang sekarang dan dapat
menceritakannya dengan perawat.
11.
Tingkat
Konsentrasi dan Kemampuan Berhitung
Tingkat konsentrasi berhitung klien baik, klien masih
dapat berhitung dengan hitungan sederhana tanpa bantuan
orang lain.
12.
Kemampuan
penilaian
Ketika perawat menanyakan perbuatan jahat dan baik, klien
mampu membandingkannya dan klien mampu
menetukan pilihan ketika diberi pilihan,
seperti duluan mana mandi atau makan, klien menjawab mandi dulu
karena kalau
mandi badan terasa segar setelah itu baru makan.
13.
Daya
Tilik Diri
Klien menyadari
saat ini sedang sakit dan berada di rumah sakit jiwa
VII.
Kebutuhan Persiapan Pulang
1.
MAKAN
dan BAB/BAK
Klien dapat makan dan BAB BAK sendiri, tampa
bantuan orang lain.
2.
Mandi
dan Berpakaian/berhias
Klien dapat mandi dan berpakain sendiri tanpa membutuhkan
bantuan orang lain
3.
Istirahat
dan tidur
Klien menyatakan bahwa tidur siang kurang dari 1 jam dan
kalau malam ± 6 jam. Klien juga sering
melakukan
kegiatan dirumah sakit walau harus disuruh dulu oleh pegawai.
4.
Penggunaan
obat dan Pemeliharaan kesehatan
Klien sebelum dirawat jarang meminum obat dan sekarang
lagi mengikuti perawatan lanjutan di RSJ. Prof. DR. M.
Ildrem
Masalah Keperawatan : Regiment Traupetik
Inefektif
5.
Kegiatan
di RSJ. Prof. DR. M. Ildrem
Klien dalam kegiatan sehari-harinya di RSJ. Prof. DR. M.
Ildrem membantu dalam mempersiapkan makanan, mencuci
dan menjemur pakaian. Tekait klien masih dirawat, maka keuangan
diatur oleh keluarganya.
6.
Kegiatan
di luar rumah
Klien jarang beraktivitas diluar rumah, karena
tetangganya menjauhi dia semenjak kejadian itu. Sehingga klien
hanya menyendiri
dirumah.
VIII. MEKANISME
KOPING
Mekanisme koping klien adaptif, klien dapat berbicara dan
berinteraksi dengan orang lain, tetapi tampak malu-malu.
Klien jika tidak
diajak berkomunikasi maka akan selalu menyendiri.
Masalah keperawatan : Koping individu
inefektif
IX.
MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Klien
kurang dukungan dari kelompok masyarakat karena klien kurang berinteraksi
dengan baik disebabkan respon
kejadian yang dilakukan klien terhadap suaminya,
sehingga klien susah bergaul dan sering menyendiri. Klien
mengatakan hanya
tamat STM dan ingin melanjutkan kuliah namun tidak ada biaya. Klien
mengatakan pernah
melamar pekerjaan namun tidak diterima
sehingga klien merasa gagal dalam hidupnya, tidak berguna. Klien senang
berdiam diri di rumah, klien jarang
berinteraksi dengan orang lain dan jarang bergaul.
Masalah keperawatan
: Harga diri rendah dan Isolasi Sosial
Isolasi
Sosial
E.
Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri
G.
Rencana Keperawatan :
NO SP Kemampuan/Kompetensi
1 HDR Sp 1 : Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif
yang dimiliki pasien
Sp 2:
- Menilai Kemampuan yang dapat digunakan
- Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan
- Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 1
Sp 3: Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih dari SP 2
Sp 4 : Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang
dipilih SP 3
2 Isolasi SP 1 : Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
Sosial
SP 2 :
H.
ASUHAN KEPERAWATAN
WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa, 1.
Data :
WIB keluarga
dan lingkungan O :
semenjak klien Klien mampu
dirawat di rumah sakit, melakukan
Klien terlihat sedih kebersihan dan
karena berada di RSJ merapikan tempat
merasa terasing dari tidurnya
keluarga dan terpisah
Rabu, 1.
Data : Klien merasa S : Klien senang
14-12-2016 hidupnya tidak berarti
2.
Diagnosa A : Harga Diri Rendah
Keperawatan: (+)
“Harga Diri Rendah”
P : Melatih kemampuan
3.
Tindakan
Keperawatan membersihkan dan
: merapikan ruangan
Sp 2 : setiap hari.
a.
Evaluasi jadwal
kegiatan harian
b. Anjurkan klien
untuk memberikan
contoh
membersihkan dan
merapikan tempat
tidur
c.
Anjurkan klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
harian
Kamis, 1.
Data : S : Klien
senang
15-12-2016 Klien merasa hidupnya
3.
Tindakan
Keperawatan:
Sp 3:
a.
Melatih kemampuan
klien (Sp 2)
b. Anjurkan klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
harian
Sp 4 :
a. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian
b.
Menganjurkan klien untuk
melakukan kembali
bagaimana merapikan
tempat tidur dan
membersihkan
lingkungan
c.
Klien mampu mengambil
air minum.
d.
Menganjurkan klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
Jumat, 1.
Data : S : Klien senang
16-12-2016 Klien mengatakan sering
2.Diagnosa Keperawatan:
A : Isolasi
Sosial (+)
“Isolasi
Sosial : Menarik
P : Mengidentifikasi
Diri”
penyebab Isolasi
sosial
c.
Tindakan
Keperawatan :
Sp 1 :
1.
Mengidentifikasi
penyebab,
menanyakan Siapa
yang tidak dekat
dengan paien
2.
Menanyakan
keuntungan dan
kerugian
berinteraksi dengan
orang lain
serta
Mendiskusikan
kerugian bila pasien
hanya mengurung
diri dan tidak
bergaul dengan
orang
lain.
3.
Menjelaskan
pengaruh isolasi
sosial terhadap
kesehatan fisik
pasien.
klien tampak
menyendiri O : Klien melakukan
hal yang
diajarkan
“Isolasi
Sosial : Menarik P : Latihan kemampuan
Diri” yang dimiliki 2x
sehari
3. Tindakan
Keperawatan:
SP 2 :
1.
Mengevaluasi
kegiatan yang
lalu (SP 1).
2.
Melatih
berhubungan
sosial dengan
bertahap
kepada
perawat
3.
Memasukkan
dalam jadwal
kegiatan pasien.
Senin, 1.
Data :
A : Isolasi
Sosial (+)
2.
Diagnosa P : Anjurkan
Keperawatan: berkenalan dan
“Isolasi
Sosial : Menarik berinteraksi pada
Diri” orang lain 2 x sehari
3.
Implementasi:
SP 3 :
1.
Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 2).
2.
Latih cara berkenalan
dengan 2 orang atau lebih
3.
Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
BAB
IV
PEMBAHASAN
Setelah
penulis melaksanakan asuhan keperawatan jiwa kepada Ny.A dengan gangguan konsep
diri diri : Harga Diri
Rendah Di ruang melur RSJ.
Prof. DR. M. ILDREM, maka penulis pada BAB ini akan membahasan kesenjangan
antara
teoritis dengan tinjauan kasus.
Pada
pembahasan ini diuraikan
tentang hasil pelaksanaan
tindakan keperawatan dengan
pemberian terapi kognitif
pada klien harga diri rendah. Pembahasan
menyangkut analisis hasil
penerapan terapi kognitif
terhadap masalah
keperawatan
harga diri rendah berdasarkan teori
model stres adaptasi
Stuart dan teori
model interpersonal Peplau.
Tindakan keperawatan didasarkan
pada pengkajian dan diagnosis
keperawatan yang terdiri
dari tindakan generalis
dan tindakan spesialis
yang dijabarkan sebagai berikut.
A. Pengkajian
Tahap
pengkajian pada klien harga diri rendah
dilakukan interaksi perawat-klien
melalui komunikasi terapeutik
untuk mengumpulkan data dan
informasi tentang status kesehatan
klien. Pada tahap
ini terjadi proses
interaksi
manusia,
komunikasi, transaksi dengan peran yang
ada pada perawat sebagaimana konsep
Peplau tentang manusia
yang bisa dipengaruhi
dengan adanya siatu
proses interpersonal (Fitzpatrick & Whall, 1989). Perawat
bersama-sama
klien kemudian menetapkan masalah yang dihadapi klien,
menentukan tujuan yang akan dicapai,
mengidentifikasi
cara atau
rencana kegiatan, serta
melaksanakan kegiatan-kegiatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
melalui pemberian tindakan
keperawatan generalis dan terapi kognitif.
Selama pengkajian
dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari pasien dan tenaga
kesehatan di
ruangan. Penulis mendapat sedikit kesulitan dalam menyimpulkan
data karena keluarga pasien jarang mengunjungi
pasien di rumah sakit jiwa. Maka
penulis melakukan pendekatan kepada pasien melalui komunikasi terapeutik yang
lebih terbuka membantu pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan
observasi kepada pasien.
Adapun upaya tersebut yaitu:
Melakukan pendekatan dan membina
hubungan saling percaya diri pada klien agar klien lebih terbuka dan lebih
percaya
Mengadakan pengkajian dengan cara
membaca status, melihat buku rawatan dan bertanya kepada pegawai ruangan
melur
Dalam
pengkajian ini, penulis tidak menemukan kesenjangan karena ditemukan hal sama
seperti pada tinjauan teoritis.
Pada kasus Ny.A, klien mendengar suara-suara,
gelisah, bicara sendiri, mondar-mandir, tampak tegang, mudah emosi,
putus asa,
sedih dan lain-lain. Gejala gejala tersebut merupakan manifestasi klinis dari
halusnasi (Keliat, dkk.2014).
selain itu terdapat faktor predisposisi maupun
presipitasi yang menyebabkan kekambuhan penyakit yang dialami oleh
Ny.A
Tindakan
keperawatan spesialis dengan pemberian
terapi kognitif bertujan untuk membantu
klien mengembangkan
pola pikir
yang rasional, berfikir
realitas dan membentuk kembali
perilaku dengan mengubah
pesan-pesan
internal (Copel,
2007). Terapi kognitif
berfokus pada pemrosesan
pikiran dengan segera,
yaitu bagaimana
individu
mempersepsikan atau menginterpretasi pengalamannya
dan menentukan bagaimana cara
dia merasakan
dan berperilaku
(Viedebeck, 2010).
Pemberian terapi
kognitif dapat membantu
klien untuk mengubah
pernyataan dirinya yang mempengaruhi
perasaannya ke arah pikiran yang
lebih positif. Pelaksanaan terapi
kognitif menggunakan pedoman
yang telah
teruji
melalui beberapa riset yang menunjukkan hasil
keefektifan terapi pada
klien harga dirirendah kronis
(Rahayuningsih, dkk, 2011) ( Sasmita, dkk, 2011). Hasil penerapan terapi kognitif
ini juga menunjukkan
hasil bahwa
dengan
penerapan terapikognitif didapatkan
kemampuan klien melawan pikiran
otomatis negatif denganperilaku
rasional
secara mandiri sehingga
klien mampu menerima
diri terkaitdengan stresor yang
dihadapi (Jumaini, dkk,
2011; Syarniah,
dkk, 2011; Sartika,dkk, 2011). Pemberian
tindakan terapi kognitif
bermanfaat untuk dapat
meningkatkan harga
diri klien secara
bermakna. Pelaksanaaan terapi
kognitif dilakukan secara individu
setiap
klien dan
dilakukan sendiri oleh
penulis.
Pemberian
terapi kognitif diberikan dengan frekuensi
interaksi rata-rata enam (6) kali
pertemuan dengan tiap
pertemuan berlangsung selama
30-45 menit. Prosespelaksanaan
terapi kognitif terdiri dari empat (4) sesi pertemuan,
namun beberapa klien
memerlukan pertemuan ulang
tergantung dari jumlah
pikiran negatif yang muncul,
sehingga rata-rata dilakukan
sebanyak enam (6) kali pertemuan.
Isolasi
Sosial
Regiment Traupetik Inefektif
Koping keluarga Inefektif
Koping individu inefektif
Diagnosa
ini telah telah tertangani, dikarenakan pasien sedang melakukan perawatan di
RSJ. Prof. DR. M. Ildrem, sehingga
minum obat serta perawatan teraupetik telah
dilakukan dan diingatkan oleh perawat selama perawatan.
Koping keluarga Inefektif
Dikerenakan
keluarga tidak pernah mendatangi klien selama masa pemberian asuhan keperawatan
Koping individu inefektif
4. Implementasi
Sesi
satu terapi kognitif, perawat dan klien secara bersama-sama mengidentifikasi pikiran otomatis
negatif klien dan
alasan timbulnya pikiran
tersebut. Peran perawat dan
klien pada sesi
satu ini sesuai
dengan konsep
interpersonal
Peplauyaitu membina hubungan perawat dengan klien yang disebut tahap
orientasi. Pada fase orientasi
ditandai
dimana perawat melakukan
kontrak awal untuk membangun kepercayaan klien dan terjadi
proses
pengumpulan data (Alligood &Tomey,
2010). Peran lain
yang dilakukan perawat
pada fase ini
adalah sebagai
konselor dimana
perawat menggali perasaan klien dan menanyakan kesiapan klienuntuk berinteraksi.
Fase orientasi
dilanjutkan
fase identifikasi, dimana
terjadiproses penggalian perasan-perasaan yang
dialami klien, pengkajian
data-data, pengalaman klien, serta
bagaimana cara klien
mengatakan
ketakutan,ketidakmampuan dan
ketidakberdayaan dalam
berhubungan dengan orang
lain.
Fase orientasi
dan identifikasi dalam
sesi satu terapi
kognitif merupakan tahap pengkajian dasar,
dimana
perawat memfasilitasi
klien untuk bisa
menentukan tindakan apa yang akan dilakukan. Pelaksanaan
sesi satu
terapi
kognitif pada klien
harga diri rendah
ditemukan pikiran otomatis negatif pada klien berupa penilaian diri
sebagai orang yang tidak berguna, tidak
berharga, gagal dalam hidup, tidak ada
orang yang peduli dengan klien,
pikiran tidak memiliki kemampuan
apapun, ragu-ragu, serta malu
dengan kondisi diri. Temuan
ini sesuai
dengan
pendapat yang mengungkapkan
bahwa pada klien harga diri
rendah kronis ditemukan perasaan dan
penilaian diri secara negatif tentang
kondisi dan kemampuan
diri (Keliat, 2006;
NANDA, 2012; Townsend, 2009;
Stuart, 2009). Pada klien dengan harga diri rendah akan terjadi
penolakan
dan membenci kondisi diri sendiri.
Sesi dua
terapi kognitif yaitu
mengidentifikasi tanggapan rasional
dan latihan melawan pikiran
otomatis
negatif. Pada
pelaksanan sesi dua
ini menggunakan pendekatan
model interpersonal Peplau tahap
eksploitasi.
Pada tahap eksploitasi ini perawat melatih klien untuk
menggunakan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis
negatif. Tahap ini
dilakukan sampai klien benar-benar menguasai dengan baik secara kognitif maupun
psikomotor.
Peran perawat
dalam pemberian terapi
kognitif adalah untuk
membuat pikiran klien yang
terselubung menjadi
lebih
terbuka dan ini
sangat penting untuk mengatasi kognitif
yang bersifat otomatis
(Gladding, 2009). Kognitif
atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan yang merujuk pada pikiran
rasional, mempelajari fakta, mengambil
keputusan dan mengembangkan
pemikiran, sedangkan psikomotor
atau
kemampuan praktek merujuk pada
pergerakan muskuler yang
merupakan hasil dari
kordinasi pengetahuan
dan menunjukkan
penguasaan terhadap suatu
tugas atau keterampilan (Craven,
2006). Pada sesi
ini klien
melakukan
pengambilan keputusan terhadap pilihan
perawatan atau penyelesaian masalah yang
dihadapi
dengan mempelajari fakta rasional.
Sesi tiga
tindakan terapi kognitif
adalah mengidentifikasi manfaat
dari latihan tentang kemampuan
untuk
menggunakan tanggapan
rasional terhadap pikiran otomasi negatif. Pada sesi tiga ini
juga menggunakan
pendekatan fase eksploitasi Peplau. Pada
sesi ini merupakan
situasi dimana klien
dapat merasakan adanya nilai
hubungan
sesuai pandangan/persepsinya terhadap
situasi yang dialami
dan dirasakan. Dalam fase
ini perawat
mendiskusikan
lebih mendalam tentang manfaat penggunaan tanggapan
rasional. Proses ini membutuhkan
banyak
energi agar dapat mentransfer energi klien dari yang negatif menjadi
seorang yang positif dan produktif. Hasil yang
dicapai pada sesi ini adalah
klien mengungkapkan hasil dan
mencatat dalam buku
harian dan seluruh
klien
mampu mengikuti
latihan dengan baik. Seluruh
klien menyatakan mendapatkan manfaat
terhadap latihan yang
dilakukan
dan klien mampu
mengungkapkannnya. Sebagian besar
klien mampu menggunakan buku harian
dengan baik.
Sesi
empat terapi kognitif merupakan pemanfaatan support system yang bertujuan untuk
meningkatkan komunikasi
perawat dengan klien
dan keluarga yang merupakan support
system utama bagi
klien. Terapi kognitif
sesi
empat dilaksanakan dengan
melibatkan keluarga khususnya care giver utama klien. Care giver utama
diberikan
penjelasan dan
teknik terapi kognitif
secara singkat sehingga diharapkan
mampu mendampingi atau
mengontrol klien dalam melakukan latihan
secara mandiri. Hal
ini sesuai dengan
prinsip terapi bahwa terapi
kognitif merupakan suatu pendekatan terapi yang bersifat edukatif dengan
tujuan mengajarkan klien
untuk dapat
menolong
dirinya sendiri (Townsend, 2009). Kemampuan
care giver diharapkan
menjadi support system
yang
menunjang kemampuan klien secara mandiri.
Pada
diagnosa keperawatan harga diri rendah strategi pertemuan yang dilakukan yaitu
mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
Strategi pertemuan yang kedua yaitu membantu klien menilai kemampuan
yang dapat
digunakan. Strategi pertemuan yang ketiga yaitu membantu klien
memilih/menetapkan kemampuan yang
akan dilatih. Strategi pertemuan yang keempat
yaitu latih kemampuan yang dipilih klien. Pada diagnosa keperawatan
Isolasi social strategi pertemuan yang dilakukan yaitu Mengidentifikasi penyebab isolasi social,
melatih berhubungan
sosial secara bertahap, Melatih cara berkenalan dengan 2
orang atau lebih dan kelompok dan Memasukkan dalam
jadwal kegiatan pasien. Implementasi
pada keluarga tdak dilakukan, dikarenakan selama melakukan pengkajian
hingga
berakhirnya implementasi, tidak ada keluarga pasien yang menjenguk Ny A .
5. Evaluasi
Evaluasi
yang dilakukan pada tindakan keperawatan pada klien harga diri rendah ini
dengan membandingkan data
respon klien atau penilaian terhadap stresor pada
scaning pengkajian. Data ini me`liputi
respon kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku, dan sosial
yang dibandingkan saat
pertama klien akan
diberikan intervensi dan setelah
intervensi diberikan. Pada
tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah : Klien dapat melakukan latihan
bercakap-
cakap dengan orang lain, Klien mampu melaksanakan jadwal yang telah
dibuat bersama bahkan klien dapat diajak
unutk bernyanyi bersama sambil bermain
gitar, Selain itu, dapat dilihat dari setiap evalusi yang dilakukan pada
asuhan
keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala yang dialami oleh Ny.A dari hari
kehari selama proses
interaksi.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah
penulis melakukan pengkajian dan perawatan pada Ny.A dengan gangguan konsep
diri : Harga diri rendah di
Ruang Sorik
Merapi RSJ.
Prof. DR. M. Ildrem selama 2 minggu penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
dalam
malakukan perawatan jiwa sangat penting sekali membina hubungan saling
percaya dan juga membutuhkan
kolaborasi yang baik dengan tenaga medis (dokter
dan perawat), keluarga dan juga lingkungan terapeutik, agar semua
maksud dan tujuan klien
dirawat maupun perawat yang merawat tercapai.
B.
SARAN
1.
Klien
a.
Libatkan klien dalam aktivitas positif
b.
Minum obat secara rutin
c.
Memahami aspek positif dan kemampuan
yang dimilikinya
d.
Berlatih untuk berinteraksi dengan orang
lain
2.
Perawat
a.
Lebih mengingatkan terapi theraupetik
terhadap klien
b.
Menyarankan perawat ruangan akan
memperhatikan kondisi pasien yang memiliki diagnosa khusus, tidak
menyamakan
perilaku (Terkait pemberian SP)
c.
Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan
perawatan klien
d.
Memberi reinforcement
Unknown
di
09.38
Berbagi
1 komentar:
Publikasikan Pratinjau
Beri tahu saya
‹ Beranda
Mengenai Saya
Unknown
Lihat profil lengkapku
About Me
Unknown
Lihat profil lengkapku