Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Juli 2020 Vol.

25 (3): 424431
ISSN 0853-4217 http://journal.ipb.ac.id/index.php/JIPI
EISSN 2443-3462 DOI: 10.18343/jipi.25.3.424

Praktik Higiene Sanitasi dalam Pengelolaan Pangan di Sepuluh Industri


Jasa Boga di Kota Bogor
(Hygiene and Sanitation Practices during Food Production in Ten Catering
Industries in Bogor City)
Widiati Purnawita1, Winiati Pudji Rahayu1,2*, Siti Nurjanah1,2

(Diterima November 2019/Disetujui Mei 2020)

ABSTRAK
Industri jasa boga merupakan suatu usaha pengelolaan pangan yang menghasilkan pangan siap saji atau pangan
yang siap dikonsumsi langsung oleh konsumen tanpa pemasakan atau pemanasan terlebih dahulu. Oleh karena itu,
keamanan pangan asal industri jasa boga menjadi sangat penting. Selama periode 2015–2017, pangan asal industri
jasa boga menjadi penyebab terbesar ketiga insiden keracunan pangan di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan
rendahnya pemenuhan higiene sanitasi pangan di industri jasa boga, terutama dalam pengelolaan pangan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengukur tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan pangan di industri jasa
boga. Penelitian dilakukan di 10 industri jasa boga yang berlokasi di Kota Bogor, yang terdiri atas 2 industri jasa
boga golongan A2, 4 industri jasa boga golongan A3, dan 4 industri jasa boga golongan B. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik observasi menggunakan checklist yang dikembangkan dari Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1096 Tahun 2011. Hasil menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan
pangan di industri jasa boga golongan A2, A3, dan B termasuk ke dalam kategori cukup. Tahap penyimpanan bahan
pangan di industri jasa boga golongan A2 dan tahap pengolahan pangan di industri jasa boga A2, A3, dan B memiliki
tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi yang masih kurang sehingga perlu lebih ditingkatkan.

Kata kunci: higiene sanitasi, industri jasa boga, tingkat pemenuhan, pengelolaan pangan

ABSTRACT
Catering industry is a food business which produces ready-to-eat food or food that will not be cooked or reheated
before serving. Therefore, the safety of food produced by catering industry becomes very important. During period
of 2015–2017, the food produced by catering industry was the third largest cause of food borne outbreak in Indonesia.
This showed poor compliance level of food hygiene and sanitation in the catering industry, especially during food
production. This study was aimed to measure the compliance level of sanitation and hygiene practices during food
production in catering industries. This study was carried out in 10 catering industries located in Bogor City,
consisting of 2 catering industries in class A2, 4 catering industries in class A3, and 4 catering industries in class B.
Data collection was carried out by observation using checklist which was developed from Regulation of The Minister
of Health Number 1096 Year 2011. Result showed that catering industries in class A2, A3, and B had an average
compliance level of hygiene and sanitation practices during food production. The stage of raw material procurement
in class A2 and stage of food processing in class A2, A3, and B were still in poor compliance level of hygiene and
sanitation practices that should be more improved.

Keywords: catering industries, compliance level, hygiene and sanitation, food production

PENDAHULUAN menjadi tiga golongan, yaitu golongan A (A1, A2, dan


A3) yang melayani kebutuhan masyarakat umum,
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor golongan B yang melayani kebutuhan masyarakat
1096 Tahun 2011 (Permenkes 1096/2011), industri dalam kondisi tertentu (misalnya asrama, pabrik, dan
jasa boga didefinisikan sebagai usaha pengelolaan fasilitas pelayanan kesehatan), dan golongan C yang
pangan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar melayani kebutuhan masyarakat di dalam alat angkut
pesanan, yang dilakukan oleh perseorangan atau umum internasional dan pesawat udara. Industri jasa
badan usaha. Berdasarkan kriteria luas jangkauan boga golongan A1 masih menggunakan dapur rumah
yang dilayani, industri jasa boga tersebut dibedakan tangga dan dikelola oleh keluarga, industri jasa boga
1
golongan A2 masih menggunakan dapur rumah
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
tangga, namun telah mempekerjakan tenaga kerja,
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB
Darmaga, Bogor 16680 sedangkan industri jasa boga golongan A3 telah
2 SEAFAST Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan
kepada Masyarakat (LPPM), Kampus IPB Darmaga, Bogor tenaga kerja.
16680 Pengelolaan pangan merupakan rangkaian kegi-
* Penulis Korespondensi: E-mail: wini_a@hotmail.com atan yang meliputi penerimaan bahan pangan segar
JIPI, Vol. 25 (3): 424431 425

atau pangan terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, melalui observasi di industri jasa boga, sedangkan data
pengemasan, pewadahan, pengangkutan, dan penya- sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor.
jian. Permenkes 1096/2011 menyaratkan industri jasa
boga dalam melakukan pengelolaan pangan untuk Pengumpulan Data Sekunder
memenuhi prinsip higiene sanitasi agar pangan siap Data sekunder yang dikumpulkan dari Dinas
saji yang dihasilkan aman. Higiene sanitasi adalah Kesehatan Kota Bogor ialah data berupa daftar 52
upaya untuk mengendalikan faktor-faktor terjadinya nama dan alamat industri jasa boga yang berlokasi di
kontaminasi pada pangan, baik yang berasal dari Kota Bogor yang telah memperoleh Sertifikat Laik
bahan pangan, orang, tempat, dan peralatan, agar Higiene Sanitasi, yang terdiri atas 24 industri jasa boga
pangan tersebut aman. Dalam upaya menjamin golongan A2, 24 industri jasa boga golongan A3, dan 4
keamanan pangan siap saji, Permenkes 1096/2011 industri jasa boga golongan B. Tidak ada industri jasa
juga menyaratkan industri jasa boga untuk memiliki boga yang termasuk ke dalam golongan A1 dan C.
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi dari Dinas Kesehatan Data tersebut selanjutnya digunakan dalam penentuan
Kabupaten/Kota sebagai syarat untuk memperoleh izin responden penelitian.
usaha.
Berdasarkan Laporan Tahunan yang diterbitkan Penentuan Responden
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Penentuan responden penelitian dilakukan dengan
periode 20152017, diketahui bahwa pangan asal in- teknik purposive sampling. Kriteria industri jasa boga
dustri jasa boga menjadi penyebab insiden keracunan yang digunakan sebagai responden adalah yang
pangan terbesar ketiga setelah pangan asal rumah memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi yang masih
tangga dan pangan jajanan. Insiden keracunan pangan berlaku, beroperasi secara rutin, dan bersedia menjadi
tersebut paling banyak disebabkan oleh bakteri pa- responden. Berdasarkan kriteria tersebut, dari 52
togen, baik yang terkonfirmasi maupun yang dicurigai, industri jasa boga yang tercakup dalam daftar yang
dengan rincian 65% pada tahun 2016 (BPOM 2017), diberikan Dinas Kesehatan Kota Bogor, terdapat 10
58,49% pada tahun 2017 (BPOM 2018), dan 66% pada industri jasa boga yang memenuhi kriteria tersebut,
tahun 2018 (BPOM 2019). Data lainnya menyebutkan yang terdiri atas 2 industri jasa boga golongan A2, 4
bahwa 74,9% insiden keracunan pangan yang terjadi industri jasa boga golongan A3, dan 4 industri jasa
di Indonesia pada tahun 20002015 disebabkan oleh boga golongan B.
bakteri patogen (Arisanti et al. 2018). Bakteri patogen
yang berkontribusi di antaranya adalah Escherichia Pengembangan Checklist
coli, Bacillus cereus, Staphylococcus sp, Salmonella, Checklist terdiri atas dua bagian. Bagian pertama
Clostridium sp, Shigella, Streptococcus, Enterobacter berisi profil responden. Bagian kedua berisi per-
sp, Vibrio parahaemolyticus, dan Vibrio cholerae syaratan untuk melakukan evaluasi pemenuhan prinsip
(Arisanti et al. 2018; Budiati et al. 2018; Harjanti et al. higiene sanitasi dalam pengelolaan pangan. Persya-
2018). Hal tersebut menunjukkan rendahnya peme- ratan tersebut diambil dari Permenkes 1096/2011 dan
nuhan higiene sanitasi pangan di industri jasa boga, dilengkapi good practices dari Kumpulan Modul Kursus
terutama dalam pengelolaan pangan. Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman (Kemenkes
Pemeriksaan higiene sanitasi pangan di industri 2012).
jasa boga yang selama ini dilakukan Dinas Kesehatan Setiap persyaratan diberi bobot dengan kisaran 1–
Kabupaten/Kota lebih banyak memberikan fokus pada 3 berdasarkan tingkat pengaruhnya pada keamanan
pemenuhan persyaratan teknis fisik, seperti bangunan, pangan. Bobot 1 berarti persyaratan tidak berpengaruh
fasilitas, peralatan, dan tenaga kerja, serta persyaratan langsung, bobot 2 berarti berpotensi menyebabkan
cemaran kimia dan biologi pada pangan, sedangkan bahaya, dan bobot 3 berarti syarat mutlak karena
pemeriksaan terkait pemenuhan prinsip higiene sani- menyebabkan bahaya. Checklist mencakup 51 butir
tasi dalam pengelolaan pangan masih sangat terbatas. persyaratan dengan total bobot 116. Uji coba checklist
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk me- dilakukan di 2 industri jasa boga untuk memastikan
ngukur tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi kelengkapan checklist sebagai alat evaluasi.
dalam pengelolaan pangan di industri jasa boga yang
mencakup tahap pembelian bahan pangan, penyim- Pelaksanaan Observasi
panan bahan pangan, pengolahan pangan, pengang- Observasi pemenuhan prinsip higiene sanitasi
kutan pangan, dan penyajian pangan. dalam pengelolaan pangan dilakukan dengan cara
mengamati langsung implementasi persyaratan yang
tercantum pada checklist. Persyaratan yang tidak
METODE PENELITIAN dapat diamati secara langsung dievaluasi melalui
wawancara.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei Juli 2019
di 10 industri jasa boga yang berlokasi di Kota Bogor. Pengolahan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas Tahap awal dalam pengolahan data adalah meng-
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh konversi nilai implementasi setiap persyaratan pada
checklist yang telah diobservasi, dengan ketentuan
426 JIPI, Vol. 25 (3): 424431

bahwa nilai baik dikonversi menjadi 2, nilai cukup penyajian, misalnya satu kali makan siang). Industri
dikonversi menjadi 1, dan nilai kurang dikonversi jasa boga golongan B melayani kebutuhan masyarakat
menjadi 0. Tahap selanjutnya adalah menghitung nilai dalam kondisi khusus, seperti pasien dan dokter rumah
pemenuhan prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan sakit dengan waktu penyajian berangkai (penyajian
pangan (nilai akhir) dan per tahapan pengelolaan secara terus menerus, meliputi makan pagi, makan
pangan (nilai per tahapan) dengan rumus berikut. siang, makan malam, dan snack).
Nilai pemenuhan prinsip higiene sanitasi
Σ Bobot¡ x nilai¡
Tingkat Pemenuhan Prinsip Higiene Sanitasi dalam
= x 100% Pengelolaan Pangan
2 x total bobot
Nilai pemenuhan prinsip higiene sanitasi dalam
Keterangan: pengelolaan pangan di industri jasa boga golongan A2,
Boboti = Bobot untuk persyaratan butir ke-i A3, dan B disajikan pada Gambar 1. Secara berurutan,
Nilaii = Nilai implementasi untuk persyaratan butir nilai yang diperoleh industri jasa boga golongan A2,
ke-i A3, dan B adalah 60, 74, dan 73% (kategori cukup).

Nilai akhir dan nilai per tahapan tersebut dinyatakan Tahap Pembelian Bahan Pangan
dalam satuan persen (%) dengan rentang nilai 0 Tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada
100%. Berdasarkan nilai yang diperoleh, dilakukan tahap pembelian bahan pangan di industri jasa boga
pengkategorian tingkat pemenuhan prinsip higiene golongan A2, A3, dan B termasuk dalam kategori baik
sanitasi dengan ketentuan berikut, kategori baik dengan kisaran nilai 8891%. Secara ringkas, hasil
apabila nilai ≥80%, kategori cukup apabila nilai 60  evaluasi pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada
79%, dan kategori kurang apabila nilai <60%. Peng- tahap pembelian bahan pangan disajikan pada Tabel
kategorian tersebut mengacu pada ketentuan 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa masih terdapat aspek
Khomsan (2000) dengan sedikit modifikasi pada batas yang belum dipenuhi oleh semua industri jasa boga
minimal nilai baik. golongan A2 dan sebagian besar industri jasa boga
golongan A3 dan B, yaitu pengendalian suhu dingin
bahan pangan yang mudah rusak pada saat peng-
HASIL DAN PEMBAHASAN angkutan. Kondisi ini juga ditemukan oleh Sawong et
al. (2016) di 3 industri jasa boga golongan A2 dan 7
Porfil Industri Jasa Boga industri jasa boga golongan A3 di Kota Palangkaraya.
Pengendalian suhu dingin penting dilakukan untuk
Profil industri jasa boga yang menjadi responden
penelitian disajikan pada Tabel 1. Pada umumnya, mencegah penurunan mutu pada bahan pangan.
Osimani et al. (2011) menyebutkan bahwa mutu bahan
industri jasa boga golongan A2 dan A3 memiliki bentuk
usaha berupa perseroan komanditer/ commanditaire pangan yang rendah merupakan salah satu faktor
risiko paling umum yang dapat menyebabkan wabah
vennootschap (CV), sedangkan industri jasa boga
golongan B pada umumnya memiliki bentuk usaha penyakit bawaan pangan. Hasil tinjauan Osimani dan
Clementi (2016) mengenai kasus listeriosis yang terjadi
berupa perseroan terbatas (PT). Industri jasa boga
golongan A2 memiliki tempat usaha yang lebih kecil di Eropa menunjukkan bahwa salah satu penyebab
keberadaan Listeria monocytogenes dalam pangan
dibandingkan dengan industri jasa boga golongan A3
dan B karena dilakukan di rumah tempat tinggal, siap saji adalah mutu bahan pangan yang rendah.
sedangkan tempat usaha industri jasa boga golongan
Tahap Penyimpanan Bahan Pangan
A3 dan B cenderung besar karena dilakukan di
Tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada
bangunan khusus untuk operasional jasa boga.
Industri jasa boga golongan A2 dan A3 melayani tahap penyimpanan bahan pangan di industri jasa
boga golongan A2 termasuk dalam kategori kurang
kebutuhan masyarakat umum, seperti pada acara
pernikahan dengan waktu penyajian tunggal (satu kali dengan nilai 55%, di industri jasa boga golongan A3

Tabel 1 Profil industri jasa boga


Golongan No. Bentuk Luas tempat Jumlah produksi Waktu Pengguna
jasa boga responden usaha usaha (m2) (porsi/hari) penyajian layanan
1 CV 60 100 Tunggal Umum
A2
2 CV 60 300 Tunggal Umum
3 CV 60 300 Tunggal Umum
4 CV 100 300 Tunggal Umum
A3
5 PT 120 1000 Tunggal Umum
6 CV 150 1000 Tunggal Umum
7 PT 100 500 Berangkai Badan Diklat
8 PT 100 1250 Berangkai Rumah Sakit
B
9 PT 120 900 Berangkai Rumah Sakit
10 CV 150 500 Berangkai Pabrik
JIPI, Vol. 25 (3): 424431 427

Gambar 1 Nilai pemenuhan prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan pangan. A2 (n=2), A3 (n=4), dan B (n=4).

Tabel 2 Ringkasan pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada tahap pembelian bahan pangan
Implementasi di jasa boga No.
Ringkasan persyaratan (bobot)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Membeli bahan pangan dari sumber atau tempat yang baik (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Membeli bahan pangan segar dengan mutu yang baik (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Membeli BTP yang sesuai dengan regulasi (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Membeli bahan pangan olahan pabrikan dengan mutu yang baik (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Mencegah kontaminasi pada bahan pangan saat diangkut (2) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Menjaga suhu dingin bahan pangan saat diangkut (2) 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0
Keterangan: 2 = Baik dan 0 = Kurang.

termasuk dalam kategori baik dengan nilai 86%, dan di akibat pertumbuhan bakteri, seperti yang dilaporkan
industri jasa boga golongan B termasuk dalam kategori oleh Lin et al. (2016) bahwa terjadi peningkatan
cukup dengan nilai 72%. Secara ringkas, hasil evaluasi pertumbuhan Pseudomonas fluorescens pada susu
pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada tahap yang disimpan pada suhu 4, 15, dan 29°C.
penyimpanan bahan pangan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa kebersihan tempat Tahap Pengolahan Pangan
penyimpanan bahan pangan di semua industri jasa Tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada
boga golongan A2 dan sebagian industri jasa boga tahap pengolahan pangan di industri jasa boga
golongan A3 dan B belum terkendali dengan baik. golongan A2, A3, dan B termasuk dalam kategori
Kondisi tersebut ditemukan pada gudang bahan kurang dengan kisaran nilai 43–59%. Gambar 1 me-
pangan kering. Hambatan untuk menyimpan stok nunjukkan bahwa tahap pengolahan pangan memiliki
bahan pangan nabati (sayuran) masih terdapat di salah nilai pemenuhan prinsip higene sanitasi yang paling
satu industri jasa boga golongan A2 dan B dikarenakan rendah dibandingkan dengan tahapan lainnya. Secara
chiller tidak berfungsi (rusak) dan kapasitas yang ringkas, hasil evaluasi pemenuhan prinsip higiene
terbatas. Pengaturan jarak penyimpanan bahan sanitasi pada tahap pengolahan pangan disajikan pada
pangan dengan dinding dan lantai belum dilakukan Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa kebersihan area
secara maksimal oleh semua industri jasa boga dapur di semua golongan industri jasa boga belum
golongan A2, A3, dan B. Hal ini juga ditemukan oleh terkendali. Kondisi tersebut juga ditandai dengan lalat
Sawong et al. (2016). Keterbatasan jumlah freezer juga dan hewan peliharaan yang masuk ke area dapur.
menyebabkan tata letak berbagai bahan pangan Seperti yang diketahui bahwa lalat berperan sebagai
hewani dengan tingkat cemaran mikrob yang berbeda- vektor yang dapat mentransmisi mikrob patogen,
beda belum dapat diatur secara maksimal. seperti Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, ke
Semua industri jasa boga golongan A2 dan dalam pangan dan risiko tersebut akan semakin
sebagian industri jasa boga golongan A3 dan B belum meningkat apabila ada hewan peliharaan yang masuk
melengkapi chiller dan freezer dengan termometer ke area dapur (Barreiro et al. 2013).
yang berfungsi untuk mengontrol suhu penyimpanan. Pencucian sayuran yang akan dimakan segar
Pengontrolan suhu penyimpanan diperlukan untuk dengan bahan desinfektan yang direkomendasikan
menjaga mutu bahan pangan yang disimpan dan belum dilakukan oleh semua golongan industri jasa
menghindari penurunan masa simpan bahan pangan boga. Pencucian bahan pangan hanya menggunakan
428 JIPI, Vol. 25 (3): 424431

Tabel 3 Ringkasan pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan pangan
Implementasi di jasa boga No.
Ringkasan persyaratan (bobot)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Memeriksa kondisi bahan pangan sebelum disimpan (1) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Menggunakan tempat yang bersih dan bebas hama (3) 0 1 2 2 2 1 2 1 2 1
Menyimpan bahan pangan pada chiller atau freezer (3) 1 2 2 2 2 2 2 2 2 0
Menyimpan bahan pangan kering di tempat tidak lembab (2) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1
Memberi jarak antara bahan pangan dengan lantai dan dinding (2) 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0
Mencegah kontaminasi silang saat penyimpanan (3) 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1
Menggunakan prinsip FIFO dan FEFO dalam penyimpanan (1) 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2
Melengkapi chiller dan freezer dengan termometer (1) 0 1 0 2 2 0 0 2 2 0
Keterangan: 2 = Baik, 1 = Cukup, dan 0 = Kurang.

Tabel 4 Ringkasan pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada tahap pengolahan pangan
Implementasi di jasa boga No.
Ringkasan persyaratan (bobot)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menggunakan dapur yang bersih dan bebas dari hama (3) 1 0 2 2 1 0 1 1 2 1
Menggunakan bidang kerja yang bersih (2) 0 0 0 2 2 0 2 1 2 0
Menyortir bahan pangan yang rusak (2) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Mencuci bahan pangan dengan air bersih dan mengalir (2) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Mencuci bahan pangan dengan bahan desinfektan/air panas (3) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Menempatkan pangan yang sudah dicuci dalam wadah bersih (2) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Menyimpan kembali pangan yang belum dimasak dalam chiller (2) 0 0 1 1 2 0 0 1 1 0
Melunakkan daging beku dengan cara yang aman (3) 0 0 0 0 1 0 0 2 0 0
Menggunakan peralatan yang higienis untuk mengolah pangan (3) 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
Menggunakan alat berbeda untuk bahan segar dan matang (2) 0 2 2 2 2 2 2 2 2 0
Menggunakan peralatan yang aman dan tidak terbuat dari kayu (2) 1 0 2 2 2 2 1 2 2 1
Menggunakan peralatan yang utuh (1) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Mengolah pangan maksimum 3 jam sebelum waktu penyajian (2) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1
Mengolah pangan dengan panas dan waktu yang cukup (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Memeriksa suhu internal daging yang diolah dengan termometer (1) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mendahulukan mengolah pangan sesuai urutan (1) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Tidak menjamah pangan langsung dengan tangan (3) 2 0 2 1 1 0 2 2 2 2
Menggunakan sendok khusus untuk mencicipi pangan (3) 0 0 0 0 2 0 0 1 1 0
Menggunakan alat pelindung pencegah kontaminasi (2) 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Menghindari perilaku buruk selama mengolah pangan (3) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Menempatkan pangan terolah dalam wadah yang higienis (3) 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
Tidak membiarkan pangan dalam kondisi terbuka (3) 2 0 1 1 2 1 2 1 2 2
Keterangan: 2 = Baik, 1 = Cukup, dan 0 = Kurang.

air kran yang mengalir. Harsojo & Chairul (2011) 0,70,9 log CFU/g pada daging sapi yang dilunakkan
menemukan bakteri patogen Staphylococcus pada selama semalam pada suhu ruang.
sayuran mentah, seperti kacang panjang, timun, kubis, Berdasarkan observasi, talenan berbahan kayu
dan kemangi. Oleh karena itu, sayuran harus dicuci digunakan oleh semua industri jasa boga golongan A2
dengan bahan desinfektan, seperti larutan kalium dan sebagian industri jasa boga golongan B.
permanganat dengan konsentrasi 0,02% selama 2 Permenkes 1096/2011 tidak merekomendasikan peng-
menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi 70% gunaan talenan kayu karena susah untuk dibersihkan
selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air mendidih dan dapat mengakumulasi kotoran sehingga men-
(suhu 80100°C) selama 15 detik (Kemenkes 2011). dukung terjadinya pertumbuhan mikrob. Akan tetapi,
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa hampir semua perlu dilakukan kajian lebih lanjut karena hasil
industri jasa boga belum melakukan pelunakan penelitian Lücke & Skowyrska (2015) menyimpulkan
(thawing) bahan pangan beku (daging) dengan metode tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah
yang aman untuk menghindari suhu danger zone mikrob pada permukaan talenan kayu dan plastik
sehingga tidak menyebabkan pertumbuhan bakteri setelah pencucian. Higiene peralatan yang digunakan
patogen, seperti Salmonella Typhimurium, seperti untuk pengolahan pangan perlu ditingkatkan oleh
yang dilaporkan oleh Roccato et al. (2015). Walaupun semua industri jasa boga golongan A2, A3, dan B.
thawing pada suhu ruang merupakan metode yang Walaupun secara visual kondisi wadah tampak bersih
cepat, proses dapat menyebabkan pertumbuhan dari debu dan kotoran lainnya, secara mikrobiologi
mikrob patogen apabila suhunya meningkat dan belum dapat dipastikan higienis. Risiko tersebut akan
mencapai suhu danger zone (Akhtar et al. 2013). Hal semakin meningkat jika air yang digunakan dalam
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Manios & pencucian adalah air tanah yang tidak diolah terlebih
Skandamis (2014) yang menemukan peningkatan dahulu (Kovacic et al. 2017).
jumlah Salmonella spp. dan E. coli O157:H7 sebesar
JIPI, Vol. 25 (3): 424431 429

Pemeriksaan suhu internal daging yang diolah Aspek yang perlu ditingkatkan di semua industri
menggunakan termometer belum dilakukan di semua jasa boga adalah higiene wadah yang digunakan untuk
golongan industri jasa boga karena belum tersedia menempatkan pangan yang sudah diolah karena tidak
termometer di industri jasa boga. Secara umum, in- didesinfeksi pada saat pencucian wadah. Kain lap yang
dustri jasa boga mengontrol tingkat kematangan digunakan untuk membersihkan wadah tidak dapat
pangan yang diolah dengan cara melakukan penga- dipastikan higienis sehingga diidentifikasi sebagai
matan visual, seperti perubahan warna dan tekstur. Hal sumber kontaminasi mikrob (Todd et al. 2010a). Ada
tersebut ditemukan juga oleh Elsahat et al. (2019). pula industri jasa boga yang mengalasi wadah dengan
Pemeriksaan suhu internal daging menggunakan kertas koran bekas untuk menyerap minyak dari
termometer bertujuan untuk memastikan tercapainya pangan yang digoreng sehingga berpotensi menye-
suhu internal minimal 70°C agar dapat mematikan babkan kontaminasi logam timbal pada pangan,
mikrob patogen (Kemenkes 2012). terlebih jika pangan dalam kondisi panas maka jumlah
Pengendalian kontaminasi dari penjamah pangan logam timbal yang berpindah semakin tinggi
belum dilakukan dengan baik di semua golongan (Suwaidah et al. 2014). Hal lainnya yang perlu diper-
industri jasa boga. Beberapa penjamah pangan hatikan adalah tidak membiarkan pangan yang sudah
menyentuh pangan yang sudah diolah langsung diolah terbuka terlalu lama.
dengan tangan tanpa menggunakan alat, seperti
sarung tangan, sendok, atau penjepit, seperti yang Tahap Pengangkutan Pangan
dilaporkan juga oleh Mukhopadhyay et al. (2012). Hal Tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi untuk
ini berisiko menyebabkan perpindahan bakteri patogen tahap pengangkutan pangan di industri jasa boga
dari tangan ke pangan yang diolah (Lee et al. 2017). golongan A2 termasuk dalam kategori cukup dengan
Perilaku lain yang dapat mengontaminasi pangan nilai 67%, sedangkan di industri jasa boga golongan A3
adalah menggunakan pakaian kerja di luar area kerja dan B termasuk dalam kategori baik dengan nilai 85
sehingga dapat membawa mikrob masuk ke dalam dan 88%. Secara ringkas, hasil evaluasi pemenuhan
lingkungan kerja, termasuk mikrob patogen yang prinsip higiene sanitasi pada tahap pengangkutan
berasal dari anggota keluarga yang sedang terinfeksi pangan disajikan pada Tabel 5. Tahap pengangkutan
(Tood et al. 2010a). Berdasarkan observasi, hampir pangan dimulai sejak proses pewadahan pangan untuk
semua penjamah pangan tidak mencuci tangan pada memudahkan dalam pengangkutan. Salah satu
saat pergantian kegiatan dan setelah menyentuh industri jasa boga golongan A2 dan A3 melakukan
bahan pangan mentah, bagian tubuh, sampah, atau pewadahan di tempat yang tidak terjaga kebersihan-
permukaan kotor lainnya, padahal mencuci tangan nya sehingga berisiko mengontaminasi ulang pangan
dengan sabun dan air bersih merupakan cara yang yang sudah diolah dengan sempurna. Higiene wadah
efisien untuk menghilangkan mikrob patogen dari untuk mengangkut pangan juga perlu ditingkatkan
tangan dan harus dilakukan setiap selesai melakukan dengan cara melakukan tahap desinfeksi pada saat
kegiatan yang menyebabkan tangan menjadi kotor pencucian peralatan. Tempat penyimpanan peralatan
(Todd et al. 2010b). Assefa et al. (2015) menekankan yang sudah bersih juga perlu dikendalikan untuk
bahwa tangan merupakan vektor kontaminasi bakteri mencegah kontaminasi ulang pada peralatan, salah
patogen pada pangan dan dapat menyebabkan insiden satunya akibat hama.
keracunan pangan. Kondisi tersebut perlu diperbaiki
dan didukung dengan penyediaan fasilitas cuci tangan Tahap Penyajian Pangan
yang memadai dan perubahan budaya kerja. Ber- Tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada
dasarkan observasi, masih banyak penjamah pangan tahap penyajian pangan di industri jasa boga golongan
yang menggunakan perhiasan pada saat mengolah A2, A3, dan B termasuk dalam kategori baik dengan
pangan, seperti yang dilaporkan juga oleh Ababio & Adi kisaran nilai 84–88%. Secara ringkas, hasil evaluasi
(2012). Berbicara pada saat mengolah pangan masih pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada tahap
sering dilakukan, sedangkan penjamah pangan dalam penyajian pangan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6
keadaan tidak menggunakan masker. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa aspek higiene peralatan saji dan
ditemukan oleh Fatmawati et al. (2013). peralatan makan perlu ditingkatkan oleh semua

Tabel 5 Ringkasan pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada tahap pengangkutan pangan
Implementasi di jasa boga No.
Ringkasan persyaratan (bobot)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menggunakan tempat dan bidang kerja yang bersih (3) 2 0 2 2 2 0 2 2 2 2
Menggunakan wadah pengangkut yang higienis dan utuh (3) 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
Memisahkan wadah untuk setiap jenis pangan (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Memisahkan pangan yang berkuah antara lauk dan kuahnya (1) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Mencegah terjadinya kondensasi uap pangan dalam wadah (1) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Menggunakan kendaraan khusus dan bersih (3) 0 0 2 1 2 1 2 1 1 2
Mengangkut pangan dalam kondisi tertutup (2) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Menjaga suhu pangan tetap panas/dingin (2) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Keterangan: 2 = Baik, 1 = Cukup, dan 0 = Kurang.
430 JIPI, Vol. 25 (3): 424431

Tabel 6 Ringkasan pemenuhan prinsip higiene sanitasi pada tahap penyajian pangan
Implementasi di jasa boga No.
Ringkasan persyaratan (bobot)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Memisahkan setiap jenis pangan dalam wadah penyajian (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Mencampur pangan pada saat menjelang disajikan (1) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Hanya menyajikan bahan yang dapat dimakan (1) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Mempertahankan suhu pangan tetap panas selama disajikan (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Menggunakan peratalan yang higienis dan utuh (3) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Mencegah kontaminasi selama menyajikan pangan (3) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Menyediakan bank sampel untuk setiap jenis pangan (1) 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0
Keterangan: 2 = Baik, 1 = Cukup, dan 0 = Kurang.

industri jasa boga golongan A2, A3, dan B. Umumnya, Akhtar S, Khan MI, Faiz F. 2013. Effect of thawing on
industri jasa boga maupun jasa penyewaan alat frozen meat quality: a comprehensive review.
katering belum melakukan desinfeksi pada saat Pakistan Journal of Food Sciences. 23(4): 198211.
pencucian peralatan, yang berfungsi untuk mematikan
mikrob. Puteri et al. (2017) menyebutkan bahwa Arisanti RR, Indriani C, Wilopo SA. 2018. Kontribusi
desinfeksi peralatan makan dapat dilakukan dengan agen dan faktor penyebab kejadian luar biasa
larutan kaporit dengan konsentrasi 50 ppm dan waktu keracunan pangan di Indonesia: kajian sistematis.
kontak 2 menit yang dapat menurunkan jumlah mikrob Berita Kedokteran Masyarakat. 34(3): 99106.
sebesar 99,08%. Hampir semua industri jasa boga https://doi.org/10.22146/bkm.33852
belum menyediakan bank sampel untuk setiap jenis Assefa T, Tasew H, Wondafrash B, Beker J. 2015.
pangan yang disajikan, untuk konfirmasi apabila Assessment of bacterial hand contamination and
terdapat kasus keracunan atau keluhan dari pengguna associated factors among food handlers working in
layanan (konsumen) setelah mengonsumsi pangan the student cafeterias of Jimma University Main
yang diproduksinya. Berdasarkan observasi, hanya 2 Campus, Jimma, South West Ethiopia. Community
industri jasa boga golongan B yang melayani rumah Medicine and Health Education. 5(2): 18. https://
sakit yang sudah melakukan penyediaan bank sampel doi.org/10.4172/2161-0711.1000345
tersebut.
Barreiro C, Albano H, Silva J, Teixeira P. 2013. Role of
flies as vectors of foodborne pathogens in rural
KESIMPULAN areas. International Scholarly Research Notices
Microbiology. 2013: 17. https://doi.org/10.1155/
Tingkat pemenuhan prinsip higiene sanitasi dalam 2013/718780
pengelolaan pangan di industri jasa boga golongan A2, [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2017.
A3, dan B termasuk ke dalam kategori cukup. Tahap Laporan Tahunan 2016. BPOM, Jakarta (ID).
penyimpanan bahan pangan di industri jasa boga
golongan A2 dan tahap pengolahan pangan di industri [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2018.
jasa boga A2, A3, dan B memiliki tingkat pemenuhan Laporan Tahunan 2017. BPOM, Jakarta (ID).
prinsip higiene sanitasi yang masih kurang sehingga [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2019.
perlu lebih ditingkatkan. Laporan Tahunan 2018. BPOM, Jakarta (ID).
Budiati T, Suryaningsih W, Umaroh S, Poerwanto B,
UCAPAN TERIMA KASIH Bakri A, Kurniawati E. 2018. Antimicrobial activity of
essential oil from Indonesian medicinal plants
against food-borne pathogens. IOP Conference
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dinas
Series: Earth and Environmental Science. 207(1):
Kesehatan Kota Bogor yang telah menyediakan data
012036. https://doi.org/10.1088/1755-1315/207/
guna penentuan responden penelitian dan kepada
1/012036
industri jasa boga yang telah berpartisipasi dalam
penelitian ini. Elsahat S, Woodside JV, Mckinley MC. 2019. Meat
thermometer usage amongst European and North
American consumers: a scoping review. Food
DAFTAR PUSTAKA Control. 106(2019): 112. https://doi.org/10.1016/
j.foodcont.2019.06.018
Ababio PF, Adi DD. 2012. Evaluating food hygiene Fatmawati S, Ali R, Handarsari E. 2013. Perilaku
awareness and practices of food handlers in the higiene pengolah makanan berdasarkan
Kumasi Metropolis. Internet Journal of Food Safety. pengetahuan tentang higiene mengolah makanan
14: 3543. dalam penyelenggaraan makanan di Pusat
Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar Jawa
JIPI, Vol. 25 (3): 424431 431

Tengah. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Kolkata. Al Ameen Journal of Medical Sciences.
Semarang. 2(2): 3038. 5(1): 2128.
Harjanti DW, Ciptaningtyas R, Wahyono F, Setiatin ET. Osimani A, Aquilanti L, Babini V, Tavoletti S, Clementi
2018. Isolation and identification of bacterial F. 2011. An eight-year report on the implementation
pathogen from mastitis milk in Central Java of HACCP in a university canteen: impact on
Indonesia. IOP Conference Series: Earth and themicrobiological quality of meals. International
Environmental Science. 102(1): 012076. https:// Journal of Environmental Health Research. 21(2):
doi.org/10.1088/1755-1315/102/1/012076 120132. https://doi.org/10.1080/09603123.2010.
515669
Harsojo, Chairul SM. 2011. Kandungan mikroba
patogen, residu insektisida organofosfat dan logam Osimani A, Clementi F. 2016. The occurrence of
berat dalam sayuran. Ecolab. 5(2): 8996. https:// Listeria monocytogenes in mass catering: an
doi.org/10.20886/jklh.2011.5.2.89-95 overview in the European Union. International
Journal of Hospitality Management. 57: 917.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2011. Peraturan
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2016.05.005
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1096/MENKES/PERVI/2011 tentang Higiene Puteri SNAA, Rahmawati, Darmiah. 2017.
Sanitasi Jasaboga. Penggunaan alat pengatur konsentrasi kaporit
(Ca(ClO)2) dalam meningkatkan efektivitas
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2012. Kumpulan
desinfeksi peralatan makan. Jurnal Kesehatan
Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan dan
Lingkungan. 14(2). https://doi.org/10.31964/jkl.
Minuman. Jakarta (ID). Kemenkes.
v14i2.37
Kovacic A, Huljev Z, Susi E. 2017. Ground water as the
Roccato A, Uyttendaele M, Cibin V, Barrucci F, Cappa
source of an outbreak of Salmonella Enteritidis.
V, Zavagnin P, Longo A, Catellani P, Ricci A. 2015.
Journal of Epidemiology and Global Health. 7:
Effects of domestic storage and thawing practices
181184. https://doi.org/10.1016/j.jegh.2017.05.
on Salmonella in poultry-based meat preparations.
001
Journal of Food Protection. 78(12): 21172125.
Lee HK, Halim HA, Thong KL, Chai LC. 2017. https://doi.org/10.4315/0362-028X.JFP-15-048
Assessment of food safety knowledge, attitude, self-
Sawong KSA, Andrias DR, Muniroh L. 2016.
reported practices, and microbiological hand
Penerapan higiene sanitasi jasa boga pada katering
hygiene of food handlers. International Journal of
golongan A2 dan golongan A3 di Kota
Environmental Research and Public Health. 14(1):
Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. Media
55. https://doi.org/10.3390/ijerph14010055
Gizi Indonesia. 11(1): 110. https://doi.org/
Lin H, Shavezipur M, Yousef A, Maleky F. 2016. 10.20473/mgi.v11i1.1-10
Prediction of growth of Pseudomonas fluorescens in
milk during storage under fluctuating temperature. Suwaidah IS, Achyadi NS, Cahyadi W. 2014. Kajian
Journal of Dairy Science. 99(3). https://doi.org/ cemaran logam berat timbal dari kemasan kertas
10.3168/jds.2015-10179 bekas ke dalam makanan gorengan. Penelitian Gizi
Makanan. 37(2): 145154.
Lücke F-K, Skowyrska A. 2015. Hygienic aspects of
using wooden and plastic cutting boards, assessed Todd ECD, Michaels BS, Greig JD, Smith D, Holah J,
in laboratory and small gastronomy units. Journal of Bartleson CA. 2010a. Outbreaks where food
Consumer Protection and Food Safety. 10: workers have been implicated in the spread of
317322. https://doi.org/10.1007/s00003-015- foodborne disease. Part 7. Barriers to reduce
0949-5 contamination of food by workers. Journal of Food
Protection. 73(8): 15521565. https://doi.org/10.43
Manios SG, Skandamis PN. 2014. Effect of frozen 15/0362-028X-73.8.1552
storage, different thawing methods and cooking
processes on the survival of Salmonella spp. and Todd ECD, Michaels BS, Smith D, Greig JD, Bartleson
Escherichia coli O157:H7 in commercially shaped CA. 2010b. Outbreaks where food workers have
beef patties. Meat Science. 101: 2532. https:// been implicated in the spread of foodborne disease.
doi.org/10.1016/j.meatsci.2014.10.031 Part 9. Washing and drying of hands to reduce
microbial contamination. Journal of Food
Mukhopadhyay P, Joardar GK, Bag K, Samanta A, Protection. 73(10): 19371955. https://doi.org/
Sain S, Koley S. 2012. Identifying key risk behaviors 10.4315/0362-028X-73.10.1937
regarding personal hygiene and food safety
practices of food handlers working in eating
establishments located within a hospital campus in

Anda mungkin juga menyukai