Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

OLEH:
LUH SRI BUDIARTINI
20089142114

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATN BULELENG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

I. KONSEP DASAR ASUHAN PENYAKIT


A. Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian
bawah. Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan
menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit
ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun karena pada
kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh
yang masih rentan terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al. 2016)
B. Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (2016) infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
penyakit menular didunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahunnya
akibat ISPA. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak dan orang
lanjut usia, terutama di negara berkembang dengan pendapatan per kapita
rendah dan menengah.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi penyakit ISPA di
Indonesia menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan atau gejala yang pernah
dialami, yaitu sebesar 9,3% dan tertinggi pada kelompok usia 1-4 tahun, yaitu
sebesar 13,7%.
C. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,
hemofilus, bordetella, dan korine bacterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,
herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya
bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas
akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu
tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-
anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum
sempurna.
Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko
serangan ISPA. Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap
kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi
kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.
D. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat
pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending
dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.
Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan
infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada
bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,
dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi
sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-
bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah
terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap,yaitu:
1. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.
E. Pathway

Infeksi virus/bakteri

Kesulitan/sakit menelan Peradangan pada saluran ResikoInfeksi


dan mengunyah pernafasan (faring dan tonsil).

Sistem imun
Anoreksia Kuman melepas endotokis menurun

Merangsang tubuh untuk


Resiko Defisit
melepas zat pirogen oleh
Nutrisi
leukosit

Hipotalamus ke bagian
termoreguler

Suhu tubuh meningkat Hipertermia

Merangsang mekanisme
pertahanan tubuh terhadap
adanya mikroorganisme

Meningkatkan produksi
Penumpukan sekresi
mucus sel-sel basilica
mucus pada jalan nafas
sepanjang saluran pernafasan

Obstruksi jalan
nafas
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
F. Klasifikasi
a) Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
1. ISPA ringan : seseorang yang menderita ISPA ringan apabila
ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.
2. ISPA sedang : apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih
dari 390C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat : gejalanya meliputi yaitukesadaran menurun, nadi
cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung
nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
b) Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2
bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):
1. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
 Pneumonia Berat Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di
dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas
cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit
atau lebih.
 Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa) Bila tidak ditemukan
tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas
cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan,
yaitu: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun
sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum), kejang,
stridor, wheezing, demam/dingin,dan kesadaran menurun.
2. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
 Pneumonia Berat : Bila disertai napas sesak yaitu adanya
tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu
anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
 Pneumonia Sedang Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat
ialah:
1) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau
lebih.
2) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
 Bukan Pneumonia Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk
golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu : Tidak bisa minum,
kejang, dan kesadaran menurun.
3. Secara anatomis ISPA dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
 ISPA Atas (Acute Upper Respiratory Infections) : ISPA atas
yang perlu diwaspadai adalah radang saluran tenggorokan
(pharingitis) atau radang teling atengah (otitis). Pharingitis
yang disebabkan oleh kuman tertentu (streptococcus
hemolyticus) dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung,
sedangkan radang telinga tengah yang tidak diobati dapat
berakibat terjadinya ketulian.
 ISPA Bawah (Acute Lower Respiratory Infections) :salah satu
ISPA bawah yang berbahaya adalah Pneumonia.
4. Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA
sebagai berikut:
 Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan
dinding dada kedalam (chest indrawing).
 Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
 Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa
napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia.
G. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu
berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. Sedangkan tanda
gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
1. Gejala dari ISPA Ringan : Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA
ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: Batuk,
serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
pada waktu berbicara atau menangis), pilek, yaitu mengeluarkan lender
atau ingus dari hidung, panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C
atau jika dahi anak diraba.
2. Gejala dari ISPA Sedang : Seorang anak dinyatakan menderita ISPA
sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut: Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada
anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per
menit pada anakyang berumur satu tahun atau lebih.
3. Gejala dari ISPA Berat : Seorang anak dinyatakan menderita ISPA
berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: Bibir atau kulit membiru,
lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas, anak tidak sadar atau kesadaran menurun, pernafasan berbunyi
seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah, sela iga tertarik ke
dalam pada waktu bernafas, nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau
tidak teraba, tenggorokan berwarna merah.
H. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi system tubuh secara menyeluruh


dengan menggunakan tehnik inspeksi, palpasi perkusi dan auskultasi.
1) Keadaan umum
Kaji tentang keadaan umum klien, kesadaran, dan tanda-tanda vital.
2) Kepala dan leher
Konjungtiva merah muda atau anemis, sclera putuh atau icterus,
mukosa bibir kering dan sianosis disekitar mulut, hiperemi faring,
pernafasan cuping hidung, bila sampai terjadi dehidrasi maka dapat
muncul ubun-ubun cekung, mata cowong, penggunaan otot bantu nafas.
3) Dada
Dispneu, pernafasan cepat dan dangkal, auskultasi paru terdengan
ronki retraksi dada sedang, batuk dengan atau tanpa sputum.
4) Abdomen
Distensi abdomen, peningkatan bising usus
5) Genetalia
Tidak terdapat masalah, bila sempat dehidrasi terjadi penurunan
eliminasi urine.
6) Ekstremitas/integument
Fisik lemah karena tonus otot menurun, kulit lembab karena sesak,
turgor kulit mungkin menurun, akral dingin, CRT dapat > 2 detik.
I. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Ada tiga cara pemeriksaan yang
lazim dikerjakan, yaitu :
a) Biakan Virus Bahan berasal dari secret hidung atau hapusan dinding
belakang faring kemudian dikirim dalam media gelatin lactalbumine dan
ekstrak yeast (GLY) dalam suhu 40C. Untuk enterovirus dan adenovirus
selain bahan diambil dari dua tempat dapat juga diambil dari tinja dan
hapusan rektum. Untuk pembiakan Mikoplasma pneumonia digunakan
media tryticase, soya boilon dan bovine albumin (TSB).
b) Reaksi Serologis Reaksi serologis yang digunakan anatara lain adalah
pengikatan komplemen, reaksi hambatan hemadsorpsi, reaksi hambatan
hemaglutinasi, reaksi netralisasi, RIA serta ELISA.
c) Diagnostik Virus secara langsung Dengan cara khusus yaitu
imonofluoresensi RIA, ELISA dapat didentifikasi virus influenza, RSV
dan mikoplasma pneumonia, mikropon electron juga dipergunakan pada
pemeriksaan virus corona. Selain itu, jumlah leukosit dan hitung jenis.
Leukositosis dengan peningkatan sel PMN di dalam darah maupun
sputum menandakan ada infeksi sekunder oleh karena bakteri. Jarang
terjadi leokositosis yang paling sering jumlah leukosit normal atau
rendah.
Menurut (Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015) Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan:
 Pemeriksaan Darah Rutin
 Analisa Gas darah (AGD)
 Foto rontgen toraks 4.
 Kultur virus dilakukan untuk menemukan RSV
J. Penatalaksanaan
1) Keperawatan
Penatalaksanaan meliputi pencegahan, penatalaksanaan keperawatan
meliputi:
 Istrirahat Total
 Peningkatan intake cairan
 Memberikan penyuluhan sesuai penyakit
 Memberikan kompres hangat bila demam
 Pencegahan infeksi lebih lanjut 24
2) Medis Penatalaksanaan medis meliputi :
 Sistomatik
 Obat kumur
 Antihistamin
 Vitamin C
 Espektoran
 Vaksinasi (Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015)
K. Komplikasi
1) Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar, karena pada bayi dan
anak kecil sinus paranasal belum tumbuh, gejala umum tampak lebih besar,
nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya di daerah sinus
frontalis dan maksilaris.
2) Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung ke daerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media
akut (OMA).
3) Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronchitis, dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula
terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis perulental.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
1) Data umum
 Identitas pasien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tempat tanggal lahir, suku, diagnose medis, golongan darah
 Identitas penanggung jawab yang meliputi nama, hubungan dengan pasien,
umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan telp/no.HP
2) Riwayat kesehatan saat ini :
 Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien)
 Alasan berobat (hal/kejadian apa yang menyebabkan pasien berobat ke
puskesmas)
 Riwayat penyakit (Tanya pada pasien atau keluarga pasien apakah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya)
3) Riwayat kesehatan dahulu
 Penyakit yang pernah dialami
 Riwayat perawatan (apakah pernah melakukan perawatan atau mendapat
perawatan di puskesmas atau tidak pernah)
 Riwayat operasi (apakah pernah mengalami operasi)
 Riwayat pengobatan (apakah pernah melakukan pengobatan)
 Kecelakaan yang pernah dialami (apakah pernah mengalami kecelakaan)
 Riwayat alergi (tanyakan pada pasien apakah memiliki alergi terhadap
makanan atau obat)
4) Riwayat psikologi dan spiritual
5) Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a) Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b) Perkembangan
 Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, mulai
menunjukan kekakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal
dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).

 Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson. Autonomy vs


Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan
orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua
terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan
tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.

 Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
6) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum dan tanda- tanda vital
Keadaan : berupa composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma

Penampila : cenderung sederhana

Ekspresi wajah : lihat ekspresi wajah pasien


Kebersihan secara umum : lihat kebersihan diri pasien
Tandaa- tanda vital : Tekanan darah : meningkat/ menurun/ normal
Suhu : kadang meningkat
Nadi : biasanya cepat
Respirasi : meningkat
 Head to toe
1. Kepala dan rambut
Inspeksi : bentuk, ukuran, distribusi, dan warna rambut
Palpasi : tebal dan banyaknya rambut, hematoma
2. Mata
Inspeksi : simetris, konjungtiva, pupil, sclera
Palpasi : tekanan bola mata, ada atau tidaknya nyeri tekan pada
bola mata
3. Telinga
Inspeksi : ukuran, bentuk, serumen
Palpasi : kartilago telinga, ada tidaknya nyeri tekan pada bola
mata
4. Hidung dan sinus
Inspeksi : bentuk tulang, kesimetrisan lubang hidung, ada atau
tidaknya pernapasan cuping hidung
Palpasi : sinus maksilaris, ada tidaknya nyeri tekan
5. Mulut dan faring
Inspeksi : amati ada tidaknya kelainan pada bibir
Palpasi : palatum, langit- langit dan lidah
6. Leher
Inspeksi : bandingkan antara leher kanan dan kiri
Palpasi : ada atau tidaknya pembengkakan
7. Dada
- Paru- paru
Inspeksi : kesimetrisan paru kanan dan kiri, bentuk, dan postur
Palpasi : ada tidaknya pembesaran dan nyeri tekan, massa
Perkusi: batas jantung
Auskultasi : suara paru (wheezing, ronchi)

- Jantung
Inspeksi dan palpasi : batas jantung dan ada tidaknya
ketidakseimbangan denyut jantung
Perkusi : ukuran dan bentuk jantung
Auskultasi : suara jantung
8. Abdomen
Inspeksi : bentuk dan gerakan abdomen
Auskultasi : bising usus
Palpasi : bentuk, ukuran, dan konsistensi organ
Perkusi : ada tidaknya cairan dan massa nyeri tekan pada abdomen
9. Genetalia
Inspeksi : distribusi rambut pubis, kulit, dan ukuran
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan, benjolan, serta cairan
10. Ekstrimitas
- Ekstrimitas atas
Inspeksi : warna kulit, ada tidaknya pembengkakan, ada atau
tidaknya fraktur tertutup atau terbuka, serta ada
tidaknya luka
Palpasi : temperature, sendi- sendi, otot erta adanya nyeri
tekan atau benjolan
- Ekstrimitas bawah
Inspeksi : perhatikan adanya dislokasi atau pembengkakan
Palpasi : struktur, konsistensi dan ukuran tulang
7) Pengkajian Fungsional Gordon
a) Pemeliharaan dan presepsi terhadap kesehatan
b) Pola nutrisi/metabolic
c) Pola eliminasi
d) Pola aktivitas dan latihan
e) Pola tidur dan istirahat
f) Pola kognitif – perseptual
g) Pola persepsi diri/ konsep diri
h) Pola seksual dan reproduksi

i) Pola peran – hubungan


j) Pola manajemen koping stress
k) Pola keyakinan dan nilai

B. Diagnosa Yang Mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksijalannafas (peningkatan
produksi muskus/secret).
2. Hipertermia b/d penyakit.
3. Resiko deficit nutrisi b/d faktor psikologis.
4. Resiko infeksi b/d agen virus/ bakteri (penyebaran).
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Rasional
. Keperawatan Kriteria hasil Intervensi

1. Bersihan jalan 1. Respiratory status: Airway Suction


nafas tidak Ventilation. Untuk mengetahui
efektif b/d 2. Respiratory status: 1. Obeservasi TTV px, TTV px, keluhan
obstruksi jalan Airway Patency. keluhan utama, dan utama, dan tanda-
nafas tanda-tand adari tanda dari ISPA.
(peningkatan Setelah dilakukan asuhan ISPA. Untuk memantau
produksi keperawatan selama suplai O2 yang
muskus/secret). …..x24 jam, diharapkan 2. Berikan terapi O2 masuk ke tubuh
kriteria hasil: kepada px untuk px.
memfasilitasi
Untuk menambah
 Menunjukkan jalan suction nasotrakeal,
edukasi px dan
nafas yang paten dan monitor status
keluarga tentang
(klien merasa tidak O2 px.
penyakit agar bisa
tercekik, irama mencegahnya.
nafas, frekuensi 3. Berikan edukasi
pada px dan Untuk
pernafasan dalam
keluarga tentang mempercepat
rentang normal, dan
penyakit ISPA proses
tidak ada suara nafas
(pencegahannya, penyembuhan px.
abnormal.
 Mampu mengiden- penularan, dan
tifikasi dan tanda).
mencegah faktor 4. Kolaborasikan
yang dapat dengan dokter dalam
menghambat jalan pemberian obat dan
nafas. tindakan intensif
 Mendemonstrasikanb lainnya.
atuk efektif dan
suaranafasbersih,
tidak ada sianonis dan
dyspneu.

2. Hipertermia 1. Thermoregulation Temperature Regulation


b/d penyakit.  Untuk
Setelah dilakukan asuhan 1. Obeservasi TTV px, mengetahui TTV
keperawatan selama keluhan utama,
…..x24 jam, diharapkan tanda hipertermi, px, keluhan
criteria hasil: dan monitor suhu utama,
minimal tiap 2 jam tandahipertermi,
 Suhu tubuh dalam sekali. dan hasil suhu
rentang normal. tubuh tiap 2 jam.
 Nadi dan RR dalam 2. Lakukan kompres  Untuk mencegah
rentang normal. pasien pada lipatan panas tubuh lebih
 Tidak ada perubahan paha dan aksila, meningkat lagi,
warna kulit dan serta tingkatkan dan agar kembali
tidak pusing. intake cairan dan dalam batas
nutrisi normal suhu
3. Berikan edukasi tubuh.
pada px dan  Untuk menambah
keluarga tentang edukasi px dan
indikasi dari keluarga tentang
hipertermi dan indikasi dari
mencegah keletihan hipertermi dan
akibat panas. bias
melakukannya.
4. Kolaborasikan  Untuk
dengan dokter dalam mempercepat
pemberian obat dan proses
tindakan lain. penyembuhan px.

3. Resiko deficit 1. Nutritional Status Nutrition Management


nutrisi b/d 2. Nutritional Status:  Untuk
factor food and fluid intake 1. Observasi TTV px, mengetahui TTV
psikologis. 3. Nutritional Status: keluhan utama dan px, keluhan
nutrient intake. kaji adanya alergi utama dan ada
makanan. atau tidaknya
Setelah dilakukan asuhan alergi makanan.
2. Berikan makanan
keperawatan selama
yang terpilih (sudah  Untuk
…..x24 jam, diharapkan meningkatkan
dikonsultasikan
kriteria hasil: status nutrisi px
dengan ahli gizi),
dan berikan agar bias
 Tidak ada tanda meningkatan
malnutrisi. substansi gula.
fungsi
 Mampu 3. Berikan edukasi pengecapan dan
mengindetifikasi pada px dan menelan.
kebutuhan nutrisi. keluarga tentang  Untuk menambah
 Menunjukkan kebutuhan nutrisi pengetahuan
peningkatan fungsi serta anjurkan tentang
pengecapan dan meningkatkan kebutuhan nutrisi
menelan. protein dan vit. px agar tidak
 Tidak terjadi terjadi penurunan
penurunan berat 4. Kolaborasikan berat badan yang
badan yang berarti. dengan dokter dalam berarti.
pemberian obat, dan  Untuk
ahli gizi dalam mempercepat
menentukan jumlah proses
kalori dan nutrisi. penyembuhan px.

4. Resiko infeksi 1. Immune Status Infection Control


b/d agen 2. Knowledge:  Untuk
virus/bakteri Infection Control 1. Observasi TTV px, mengetahui TTV
(penyebaran) 3. Risk Control keluhan utama, serta px, keluhan
tanda dan gejala utama, serta
Setelah dilakukan asuhan infeksi. tanda dan gejala
keperawatan selama 2. Lukakan monitor infeksi.
…..x24 jam, diharapkan kerentanan terhadap  Untuk
kriteria hasil: infeksi, mengetahui
memberikan terapi kerentanan px
 Klien bebas dari tanda antibiotic bil aperlu, terhadap infeksi,
dan gejala infeksi. dan tingkatkan dan mengurangi
 Mendeskripsikan intake nutrisi. penyebaran
proses penularan 3. Berikan edukasi virus/bakteri.
penyakit, faktor yang kepada px dan  Untuk menambah
mempengaruhi keluarga tentang edukasi px dan
penularan serta tanda dan gejala keluarga tentang
penatalaksanaannya infeksi dan mencuci tanda dan gejala
 Menunjukkan tangan sebelum dan infeksi dan
kemampuan untuk sesudah berkunjung mencegah
mencegah timbulnya pada pasien. penularan
infeksi. 4. Kolaborasikan virus/bakteri.
dengan dokter dalam  Untuk
pemberian obat. mempercepat
proses
penyembuhan px.
DAFTAR PUSTAKA

Sofia, 2017. Faktor Risiko Lingkungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Journal Action,
Aceh nutrition journal. Mei 2017; 2(1): 43-50

Susanti. 2017. Analisis Program Penaggulangan ISPA Pada Balita di Puskesmas


Sungai Lansek Tahun 2017. FKM : Universitas Andalas

Trimurti, 2016. Faktor Resiko Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukaharjo. Naskah Publikasi. Surakarta: FakIK Univ
Muhammadiyah

Wulandari D & Purnamasari L. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Pada Anak


Dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Indonesian Journal On Medican
Science. Vol: 2 No:2

Anda mungkin juga menyukai