Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otonomi daerah memberikan kewenangan yang besar kepada Pemerintah
Daerah dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Salah satu
kewenangan tersebut adalah dalam pembinaan karir pendidik dan tenaga
kependidikan, termasuk rekrutmen kepala sekolah/madrasah. Implementasi
kewenangan tersebut selama ini menunjukkan dua kecenderungan yaitu: (1)
adanya perbedaan proses rekrutmen antara daerah yang satu dengan yang lain, dan
(2) ditemukannya indikasi penyimpangan dari prinsip-prinsip profesionalisme
dalam proses rekrutmen kepala sekolah/madrasah.
Dalam konteks ini pemerintah pusat memiliki kewenangan membuat
regulasi agar dua hal tersebut dapat dikurangi/ditekan melalui berbagai peraturan
dan kebijakan antara lain Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dan Permendiknas
No. 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
Permendiknas tersebut mengamanatkan perlunya penataan kembali sistem
rekrutmen dan pembinaan karir kepala sekolah/madrasah agar diperoleh kepala
sekolah/madrasah yang kredibel dan berkompeten. Karena itu semua pihak yang
terkait, terutama pemerintah daerah dalam hal rekrutmen kepala sekolah/madrasah
harus memiliki komitmen yang sama dalam melaksanakan Permendiknas No. 28
Tahun 2010 tersebut. Untuk melaksanakan sistem rekrutmen dan pembinaan karir
kepala sekolah/madrasah diperlukan adanya komitmen yang sama i pada tataran
kebijakan di level Pemerintah kabupaten/kota di seluruh indonesia .
Memang peningkatan mutu pendidikan tidak terjadi di kantor Dinas
Pendidikan atau ruang kepala sekolah, tapi di dalam kelas dengan guru sebagai
ujung tombaknya. Namun untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan iklim
sekolah yang kondusif, motivasi kerja dan komitmen guru yang tinggi, yang harus
diciptakan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer untuk
meningkatkan kinerja guru. Sementara Lipham James dalam Wahyusumidjo

1
2

(2005) menggambarkan posisi kepala sekolah sebagai yang menentukan titik


pusat dan irama sekolah, bahkan keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala
sekolah. Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi
kekuatan penggerak kehidupan sekolah.
Di negara-negara maju masalah kepala sekolah ditangani oleh lembaga
tersendiri yang khusus melatih kemampuan kepala sekolah dan mempersiapkan
calon kepala sekolah. Di Singapura ada lembaga ”Leadership School” khusus
untuk melatih kepala sekolah dan mempersiapkan calon-calon kepala sekolah.
Lembaga ini sudah go internasional. Begitu juga di Malasyia, Korea Selatan,
Australia dan negara-negara Eropa memiliki lembaga sejenis. Sedangkan di
Indonesia seiring dengan lahirnya Permendiknas No.28 thun 2010 sudah terbentuk
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS).
Sebagai sebuah sistem yang kompleks sekolah terdiri dari sejumlah
komponen yang saling terkait dan terikat, diantaranya: kepala sekolah, guru,
kurikulum, siswa, bahan ajar, fasilitas, uang, orangtua dan lingkungan. Komponen
kepala sekolah merupakan komponen terpenting karena kepala sekolah
merupakan salah satu input sekolah yang memiliki tugas dan fungsi paling
berpengaruh terhadap proses berlangsungnya sekolah.
Kepala sekolah merupakan sumber daya manusia jenis manajer (SDM-M)
yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menserasikan
sumberdaya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui sejumlah input manajemen
agar SDM-P menggunakan jasanya untuk becampur tangan dengan sumberdaya
selebihnya, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik
untuk dapat menghasilkan output yang diharapkan (Poernomosidi Hadjisarosa :
1997).
Perubahan paradigma pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralisasi
menjadi desentralisasi dengan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
menuntut seorang kepala sekolah tidak hanya menjadi seorang manajer yang lebih
banyak berkosentrasi pada permasalahan anggaran dan persoalan administratif
lainnya, namun juga dituntut menjadi seorang pemimpin yang mampu
menciptakan visi dan mengilhami staf serta semua komponen individu yang
3

terkait dengan sekolah. MBS menuntut seorang kepala sekolah menjadi seorang
manajer sekaligus pemimpin atau meminjam istilah Gardner (1986) sebagai
”manajer pemimpin”. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut seorang
kepala sekolah dituntut untuk memiliki karakteristik dan kompetensi yang
mendukung tugas dan fungsinya dalam menjalankan proses persekolahan.
Slamet PH (2002) menyebutkan kompetensi yang wajib dimiliki seorang
kepala sekolah untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal
sebagai berikut : kepala sekolah harus memiliki wawasan ke depan (visi) dan tahu
tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar cara yang akan
ditempuh (strategi), memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menserasikan
seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang
umumnya tidak terbatas, memiliki kemampuan pengambilan keputusan dengan
terampil, memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk
mencapai tujuan dan mampu menggugah bawahannya untuk melakukan hal-hal
penting bagi tujuan sekolahnya. Disamping itu kemampuan untuk membangun
partisipasi dari kelompok-kelompok kepentingan sekolah (guru, siswa, orangtua
siswa, ahli, dsb.) sehingga setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan
partisipatif.
Sementara Permen Diknas no. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah mensyaratkan untuk menjadi kepala sekolah profesional harus kompeten
dalam menyusun perencanaan pengembangan sekolah secara sistemik; kompeten
dalam mengkoordinasikan semua komponen sistem sehingga secara terpadu dapat
membentuk sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; kompeten dalam
mengerahkan seluruh personil sekolah sehingga mereka secara tulus bekerja keras
demi pencapaian tujuan institusional sekolah, kompeten dalam pembinaan
kemampuan profesional guru sehingga mereka semakin terampil dalam mengelola
proses pembelajaran; dan kompeten dalam melakukan monitoring dan evaluasi
sehingga tidak satu komponen sistem sekolah pun tidak berfungsi secara optimal,
sebab begitu ada satu saja diantara seluruh komponen sistem sekolah yang tidak
berfungsi secara optimal akan mengganggu pelaksanaan fungsi komponen-
komponen lainnya. Kompleksitas sekolah sebagai satuan sistem pendidikan
4

menuntut adanya seorang kepala sekolah yang memiliki kompetensi kepribadian,


manajerial, kewirausahaan, sipervisi dan sosial.
Kepala sekolah yang memiliki kompetensi tinggi mutlak dibutuhkan untuk
membangun sekolah berkualitas, sekolah efektif, karena kepala sekolah sebagai
pemegang otoritas dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah perlu memahami
proses pendidikan di sekolah serta menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga
proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat berjalan sesuai dan sejalan
dengan upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena
“Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan
penggerak kehidupan sekolah”. Untuk mewujudkan sekolah efektif dibutuhkan
kepala Sekolah yang tidak hanya sebagai figur personifikasi sekolah, tapi juga
paham tentang tujuan pendidikan, punya visi masa depan serta mampu
mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada menjadi suatu kekuatan yang
bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan.
Untuk membangun sekolah efektif menurut N. Hatton dan D. Smith (1992)
dalam tulisannya Perspective on Effective school perlu kepemimpinan
instruksional yang kuat, perhatian yang jelas pada hasil belajar, penghargaan
murid yang tinggi, lingkungan yang baik serta pengawasan tingkat prestasi, semua
ini akan terwujud apabila seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di
sekolah berjalan optimal sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Dibutuhkan iklim
sekolah yang baik untuk menjadikan sekolah sebagai sekolah efektif. Menurut
Paula F. Silver (1983) iklim sekolah dibentuk oleh hubungan timbal balik antara
perilaku Kepala Sekolah dan perilaku guru sebagai suatu kelompok. Perilaku
Kepala Sekolah dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para guru. Dengan
demikian dinamika kepemimpinan Kepala Sekolah dengan kelompok (guru dan
staf) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim sekolah.
 Interaksi antara guru dan kepala sekolah akan menentukan iklim sekolah
yang bagaimana yang akan terwujud, iklim sekolah yang baik dan kondusif bagi
kegiatan pendidikan akan menghasilkan interaksi edukatif yang efektif,
meningkatkan motivasi kerja guru dan staf yang pada akhirnya meningkatkan
5

kinerja guru dan staf, sehingga upaya pencapaian tujuan pendidikan sekolah akan
berjalan dengan baik, dan keadaan sebaliknya akan terjadi jika iklim sekolah tidak
kondusif.
Robert Stinger (2002) menyebutkan perilaku pemimpin mempengaruhi
iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi kerja karyawan. Motivasi
merupakan pendorong utama terjadinya peningkatan kinerja. Dalam perspektif
kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama
kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3)
administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim
kerja; dan (7) wirausahawan;
Untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang profesional dibutuhkan
sistem yang kondusif, baik rekrutmen maupun pembinaan. Dari proses rekrutmen
yang sarat KKN mustahil dilahirkan seorang kepala sekolah yang profesional.
Dibutuhkan sistem rekrutmen yang berfokus pada kualitas dan pembinaan yang
berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan ”reward & punishment” yang tegas
dan konsekuen untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang tangguh.
Pengadaan kepala sekolah merupakan proses mendapatkan calon kepala
sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka mengisi formasi kepala
sekolah dalam satuan pendidikan tertentu. Rangkaian kegiatan pengadaan kepala
sekolah terdiri dari : penetapan formasi, rekrutmen calon, seleksi calon dan
pengangkatan calon yang paling memenuhi kualifikasi. Tahap rekrutmen dan
seleksi merupakan tahap yang paling krusial, yang jika terjadi salah langkah pada
tahap ini bisa berakibat fatal bagi sekolah yang mendapat kepala sekolah yang
kurang kompeten. Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki potensi besar
karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak berkembang,
stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang tidak
kompeten.
Untuk melahirkan kepala sekolah yang profesional, Depdiknas telah
menelorkaan regulasi  Peraturan Menteri No.28 tahun 2010 Tentang Pedoman
Dan Panduan Pelaksanaan Pengadaan Kepala Sekolah, untuk dijadikan pegangan
bagi daerah dalam pengadaan kepala sekolah. Beberapa prinsip rekrutmen yang
6

penting dalam pengadaan kepala sekolah menurut permendiknas Nomor 28 thn


2010  adalah :
1. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara rutin pada awal tahun
berdasarkan hasil analisis dan penetapan formasi jabatan kepala sekolah
2. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara proaktif dalam rangka
mendapatkan guru yang paling menjanjikan untuk menjadi kepala sekolah.
Rekrutmen calon kepala sekolah hendaknya dilakukan melalui proses
pencarian secara aktif kepada semua guru yang dipandang memiliki
kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah, sehingga guru-guru yang memiliki
kualifikasi dak kompetensi yang paling menjanjikan banyak melamar dan
mengikuti seleksi calon kepala sekolah.
3. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara terbuka melalui surat
kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada guru yang memenuhi kualifikasi.
Sesuai permendiknas nomor 28 Tahun 2010 Bab X tentang ketentuan
penutup dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak berlakunya permediknas
ini , Pemerintah kabupaten/kota dan penyelenggara sekolah wajib menyiapakan
program penyiapan calon kepala sekolah .
LPPKS yang mempunyai Tupoksi menyiapkan pengembangan dan
pemberdayaan kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk mesosialisasikan Prog
Penyiapan calon Kepsek di kab/kota seluruh Indonesia dengan harapan : (a) 
Tercipta pemahaman yang sama pada semua lembaga yang terlibat dalam
penyelenggaraan diklat calon kepala sekolah/madrasah; (b) Pemahaman yang
sama dalam penyelenggaraan diklat akan menghasilkan proses yang terstandar;
dan,(c) Proses diklat calon kepala sekolah/madrasah yang terstandar akan
menghasilkan calon-calon kepala sekolah yang betul-betul berpotensi dan
kompeten.
Lahirnya Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010, tentang Penugasan guru
sebagai kepala sekolah/ madrasah merupakan bentuk pengendalian standar profesi
kepala sekolah / madrasah yang intinya memberikan acuan dalam hal: penyiapan
calon kepala sekolah / madrasah, Masa tugas, Pengembangan keprofesian
7

berkelanjutan, Penilaian kinerja kepala sekolah /madrasah, dan mutasi serta


pemberhentian sebagai kepala sekolah / madrasah. 
Proses Penyiapan calon kepaka sekolah / madrasah meliputi Rektrutmen,
Pendidikan dan Pelatihancalon kepal sekolah/madrasah. Rektrutmen bertujuan
untuk memilih guru – guru yang memiliki pengalaman dan potensi terbaik untuk
mendapatkan tugas sebagai kepala sekolah / madrasah , dengan langkah – langkah
kegiatan yang meliputi : (1). pengusulan calon oleh kepala sekolah dan atau
pengawas sekolah, (2). Seleksi administrative, dan Seleksi akademik. Seleksi
administrstif berupa pemeriksaan terhadap dokumen administrasi calon kepala
sekolah dengan tujuan untuk memastikan bahwa calon kepala sekolah memenuhi
persaratan administrative seperti tercantum dalam permendiknas nomor 28 tahun
2010 pasal 2 ayat (2),
 Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
 Memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma
empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang
terakreditasi;
 Berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu
pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/ madrasah; atau setinggi-
tingginya 54 tahun pada saat mengajukan lamaran.
 Sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter
Pemerintah;
  Tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
 Memiliki sertifikat pendidik;
 Pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis
dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-
kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB)
memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di
TK/RA/TKLB;
 Memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai
negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan
8

yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan


dengan SK inpasing;
 Memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk
unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai
(DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2
(dua) tahun terakhir; dan
 Memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua)
tahun terakhir.
Kepala Sekolah sebagai seorang pemimpin mempunyai peran yang sangat
penting di sekolah. Sesuai dengan permendiknas No 13 tahun 2007 kepala sekolah
wajib memiliki Lima kompetensi yaitu, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi
Manajerial, Kompetensi Kewirausahaan, Kompetensi Supervisi dan Kompetensi
Sosial. Dasar kompetensi kepribadian ini akan sangat menentukan kompetensi
lainnya, khususnya dalam melaksanakan program pendidikan nasional, propinsi,
dan kabupaten/kota. Sebagai tambahan pengetahuan dan keilmuan dalam bidang
perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan, kepala sekolah harus mampu
menunjukkan kinerjanya berdasarkan kebijakan, perencanaan, dan program
pendidikan.
Kompetensi manajerial merupakan kompetensi kepala sekolah dalam
memahami sekolah sebagai sistem yang harus dipimpin dan dikelola dengan baik,
di antaranya adalah pengetahuan tentang manajemen. Dengan kemampuan dalam
mengelola ini nantinya akan dijadikan sebagai pegangan cara berfikir, cara
mengelola dan cara menganalisis sekolah dengan cara berpikir seorang kepala
sekolah.
Kepala sekolah juga harus memiliki kompetensi kewirausahaan.
Kompetensi supervisi ini setidaknya mencakup (1) merencanakan program
supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru (2)
melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan
pendekatan dan tehnik supervisi yang tepat (3) menindaklanjuti hasil supervisi
akademis terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru
(Depdiknas, 2007:228).
9

Kompetensi supervisi akademik intinya adalah membina guru dalam


meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sasaran supervisi akademik adalah guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang terdiri dari materi pokok dalam
proses pembelajaran, penyusunan silabus dan RPPH , pemilihan strategi/ metode/
teknik pembelajaran, penggunaan media dan teknologi informasi dalam
pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran serta penelitian tindakan
kelas. Oleh karena itu, materi ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada
Kepala Sekolah dalam meningkatkan kompetensi supervisi akademik yang
meliputi: (1) memahami konsep supervisi akademik, (2) membuat rencana
program supervisi akademik, (3) menerapkan teknik-teknik supervisi akademik,
(4) menerapkan supervisi klinis, dan (5) melaksanakan tindak lanjut supervisi
akademik.
Peran dan fungsi kepala sekolah sangat penting dalam meningkatkan mutu
pendidikan, oleh karena itu pemerintah merumuskan berbagai kebijakan untuk
pengembangan kepala sekolah yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 28 tahun 2010. Desain utama program pengembangan kepala
sekolah adalah rekrutmen calon kepala sekolah. Sistem rekrutmen, seleksi dan
program penyiapan kepala sekolah sudah dikembangkan dan diujicoba oleh
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS).
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS)
mengadakan pendidikan dan latihan calon kepala sekolah. Setelah melalui tahapan
seleksi administrasi dan seleksi akademik. Diklat tersebut dilaksanakan oleh
LPPKS melalui kegiatan in service 1, OJL , dan in service 2.
Kegiatan OJL penting bagi peserta diklat calon kepala sekolah untuk
mempraktikkan kompetensi yang telah dipelajari selama kegiatan in service 1.
Dalam OJL dipraktikkan bagaimana membuat rencana tindak kepemimpinan,
melakukan supervisi terhadap guru junior, menyusun perangkat pembelajaran,
mengkaji dokumen sekolah yaitu mengkaji RKS, pengelolaan kurikulum sekolah,
pengelolaan keuangan, pembinaan tenaga administrasi sekolah, pengelolaan
peserta didik, pengelolaan sarana prasarana sekolah, pengelolaan pendidikan dan
tenaga kependidikan, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, sistem monitoring
10

dan evaluasi, dan upaya peningkatan AKPK calon kepala sekolah yang
dilaksanakan di sekolah asal dan sekolah magang kedua.
Berdasarkan hasil pelaksanaan OJL pada TK PGRI Babul Jihad dan TK
Negeri 22 Rontu Kota Bima, penulis menyusun laporan akhir OJL. Laporan ini
merupakan salah satu tugas wajib peserta Diklat calon kepala sekolah berdasarkan
kondisi nyata di lapangan untuk meningkatkan kompetensi calon kepala sekolah.
B. Tujuan OJL
Tujuan memuat peningkatan kelima kompetensi kepala sekolah, yaitu :
1. Peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, kewirausahaan, manajerial dan
supervisi dari Calon Kepala Sekolah;
2. Peningkatan kinerja sekolah di salah satu SNP (isi, proses, SKL dan penilaian).
C. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan adalah suatu kondisi yang diharapkan terwujud
setelah kegiatan OJL dilakukan, misalnya: Saudara memiliki kemampuan untuk:
1. Mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dalam setiap kegiatan OJL, khususnya
pada pelaksanaan RTK.
2. Mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan dalam setiap kegiatan OJL,
khususnya pada pelaksanaan RTK.
3. Mengintegrasikan nilai-nilai kepemimpinan pembelajaran dengan
memprioritaskan kepada peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah;
4. Meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan pengelolaan penilaian
perkembangan anak.
5. Menyusun perangkat pembelajaran (RPPH, Bahan Ajar dan Evaluasi) sesuai
standar;
6. Mengkaji 9 aspek manajerial di sekolah sendiri dan sekolah magang lain;
7. Melaksanakan supervisi guru junior yang meliputi pra observasi, observasi,
pasca observasi, dan tindak lanjut.

8. Mengelola peserta didik-kognitif (melalui hasil belajar (magang) di sekolah


magang kedua) (Contoh no. 8 ini: jika calon KS lemah pada kompetensi
manajerial pada aspek pengelolaan peserta didik berdasarkan hasil AKPK
terlemah yaitu kompetensi kepribadian.

Anda mungkin juga menyukai