TINJAUAN KASUS
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi:merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidupan. Pasien merasakan stimulus
yang sebenarnya tidak ada. (Keliat,2014)
Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, memberikan persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu tanpa
ada objek/rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia untuk
membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsangan eksternal (Trimeilia,
2011).
3. Etiologi
Terdapat dua faktor yang menyebabkan gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran yaitu faktor predisposisi dan presipitasi.Faktor predisposisi menurut
Yosep (2010) meliputi:
1) Faktor perkembangan
Perkembangan terganggu contohnya kurangnya mengontrol emosi dan
keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, dan hilang percaya diri.
2) Faktor sosiokultural
Stress lingkungan yang dapat menyebabkan respon maladaptif contohnya
bermusuhan, kehilangan harga diri, kerusakan dalam berhubungan
interpersonal, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan.
3) Faktor biokimia Stress
yang berlebihan yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan contohnya
acetycolin dan dopamin dapat menyebabkan cemas berlebih.
4) Faktor psikologi
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyalahan gunaan zat adiktif contohnya klien memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam kenyataan meunju alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Faktor keluarga menunjukan hubugan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini, anak sehat yang disuruh orang tua penderita szikofrenia makan anak itu
memiliki risiko menderita szikofrenia.
1) Faktor Biologis
Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit
yang biasannya terdapat pada respons neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu
contohnya kesehatan seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat,
sistem syaraf pusat, gangguan persepsi informasi , kurang olahraga,
alam,perasaan abnormal,cemas dan lingkungan seperti kesehatan seperti
lingkungan seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam hubungan
interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan, tekanan terhadap
penampilan,perubahan dalam kehidupan dan pola aktivitas sehari-hari,
kesepian (kurang dukungan), serta tekanan pekerjaan.
Menurut Rawlins dan Heacokck (dalam Yosep 2010) penyebab halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi berikut:
1) Dimensi fisik
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
kekuatan tersebut.
3) Dimensi intelektual
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan imfuls yang menekan, namun
seluruh perhatian klien dan jarang akan mengontrol semua prilaku Klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dari fase awal dan comforting klien
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, contoh diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan ancaman, dirinya
atau orang lain individu cendrung keperawatan klien dengan mengupayakan
5) Dimensi spiritual
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual
larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun terasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
takdirnya memburuk.
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata cepat,
diam, asyik dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik
atau menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,
perubahan. Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden
dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
5. Tahapan Halusinasi
Menurut Yosep (2010) dan Trimelia (2011) tahapan halusinasi ada lima fase, yaitu :
Stage V : Conguering Panic Level Pengalaman sensori terganggu. Klien mulai terasa
of Anciety terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila
Klien mengalami gangguan dalam klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia
menilai lingkungan dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi
terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko
bunuh diri atau membunuh, kegiatan fisik yang
mereflekskan isi halusinasi (amuk, agitasi, menarik diri),
tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek
dan lebih dari satu orang.
Pikiran logis
1.Pikiran terkadang
Persepsi akurat
Emosi konsisten menyimpang 1.Kelainan pikiran
1) Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal,
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2) Respon psikososial Respon psikososial meliputi:
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang
c) benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
d) Emosi berlebihan atau berkurang.
e) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
f) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3) Respon maladaptif
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
e) diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk
mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi
penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara
optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam
pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting
dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien
berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien.
Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung
secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi.
Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama
(kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi.
Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan
keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih pasien
menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang
biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan
personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler.
Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga
mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu.
Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan
tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan
secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan
alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap
derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik,
mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita,
hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk
penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala
penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada
anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada
anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg
untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler
setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah
nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik.
Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis.
Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis
terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi,
sedasi, koma, depresi pernapasan.
8. Mekanisme Koping
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang
mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi maladaptif meliputi:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri
(sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindari sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data,
pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosis
keperawatan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik serta studi dokumentasi (Asmadi,
2008). Data yang dikumpulkan merupakan data pasien secara holistik,
meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang kemudian yang
akan dikelompokkan kembali menjadi menjadi data subjektif dan data
objektif (Direja, 2011). Menurut Keliat (2012), data objektif yaitu data yang
dapat secara nyata melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat. Sedangkan data subjektif yaitu data yang disampaikan secara lisan
oleh klien dan keluarganya. Data ini didapat melalui wawancara perawat
kepada klien dan keluarganya.
Stuart dan Sundeen dalam Yusuf dkk (2015) menyebutkan bahwa faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,
dan kemampuan koping yang dimiliki pasien adalah aspek yang harus digali
selama proses pengkajian. Menurut Yusuf, dkk (2015), pengkajian pada
pasien dengan halusinasi terdiri dari:
a. Factor Predisposisi
1) Factor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir
dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2) Factor social budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
muncul akibat berat seperti delusi dan halusinasi
3) Factor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat berakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi
halusinasi.
4) Factor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran
ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
5) Factor genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup
tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya
mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang
tuanya mengalami skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
1) Stressor social budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau
diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2) Factor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta
zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
3) Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
2. Pohon Masalah
Care problem
Isolasi social
Causa
3. Diagnosa Keperawatan
Rumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang
sudah dibuat. Menurut Dalami dkk (2014), diagnosa keperawatan klien
dengan halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:
a. Gangguan presepsi sensori : Halusinasi pendengaran
b. Isolasi social
c. Resiko prilaku kekerasan
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi/perencanaan merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan
terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis
keperawatan. Tahap perencanaan ini memberikan kesempatan kepada
perawat, klien, keluarga klien dan orang terdekat klien untuk merumuskan
rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami oleh
klien (Asmadi, 2008).
5. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Carpenito dalam Yusuf, dkk. 2015). Sebelum tindakan
keperawatan diiimplementasikan, perawat perlu memvalidasi apakah
rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat
ini (here and now) (Yusuf dkk. 2015).
Strategi
Tujuan Tindakan Tindakan Keperawatan
Pelaksanaan
Pasien dapat Sp 1 1. Sp 1 Pasien :
mengenali Membantu pasien mengenal halusinasi,
halusinasi menjelaskan cara mengontrol halusinasi,
yang di mengajarkan pasien mengontrol halusinasi
alaminya. dengan cara menghardik.
Sp 2 2. Sp 2 Pasien:
Pasien dapat
mengontrol Melatih pasien mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap bersama orang
halusinasinya lain.
Pasien Sp 3
3. Sp 3 Pasien:
mengikuti
program Melatih pasien mengontrol halusinasi
pengobatan Sp 4 dengan melaksanakan aktivitas terjadwal.
secara optimal 4. Sp 4 Pasien:
Melatih Individu/pasien minum obat secara
teratur.
Strategi
Tujuan Tindakan Tindakan Keperawatan
Pelaksanaan
Keluarga dapat Sp 1 1. Sp 1 Keluarga:
terlibat dalam Memberikan pendidikan kesehatan
perawatan tentang pengertian halusinasi, jenis
pasien, baik halusinasi yang di alami pasien, tanda
dirumah sakit dan gejala halusinasi, dan cara-cara
maupun merawat pasien halusinasi
Sp 2
dirumah 2. Sp 2 Keluarga:
Keluarga dapat Melatih keluarga praktik merawat
pasien lansung di hadapan pasien.
menjadi sistem
Memberi kesempatan kepada
pendukung yang keluarga untuk memperagakan cara
afektif untuk merawat pasien dengan halusinasi
pasien Sp 3 langsung di hadapan pasien.
3. Sp 3 Keluarga:
Melatih keluarga praktik merawat
pasien lansung di hadapan pasien.
Memberi kesempatan kepada
keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi
langsung di hadapan pasien.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan dan proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan kepada klien. Menurut Keliat (2014), evaluasi terhadap masalah
keperawatan halusinasi meliputi kemampuan pasien dan keluarganya serta
kemampuan keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Beberapa hal yang
harus dievaluasi adalah sebagai berikut (Trimeilia, 2011):
a. Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi, situasi,
waktu dan frekuensi munculnya halusinasi.
b. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi
muncul.
c. Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan empat
cara baru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap,
melaksanakan aktivitas terjadwal dan patuh minum obat.
BAB II
TINJAUAN KASUS
Lampiran 1
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn “ H” (L)
Umur : 33 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMU
Alamat : Prabumulih
Sumber Informasi : Pasien dan Keluarga
Keluarga mengatakan pasien merasa mendengar suara atau bisikan dari mantan
istrinya yang marah-marah. Sering melamun dan berbicara sendiri. Pasien sering marah
marah saat mendengar bisikan tersebut. . Suara yang ia dengar adalah suara
pertengkaran saat mereka bersama.
Pasien sudah berulang kali masuk keluar rumah sakit jiwa, status pengobatannya
sebelumnya tidak berhasil gejala menetap dan tidak ada kemajuan. Keluarga
mengatakan pasien lebih senang menyendiri karena tidak mau bertemu orang
karena merasa dirinya tidak berguna semenjak di PHK dari pekerjaaannya. Lama
kelamaan apabila dia melamun ada bisikan dari mantan istrinya yang marah
marah. Sehingga pasien sering biacara sendiri dan marah marah.
Masalah Keperawatan :
Gangguan presepsi sensori : Halusinasi , isolasi diri dan resiko prilaku
kekerasan
Masalah keperawatan :
Koping individu in - efektif
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
didapatkan hasil TD : 110/80 mmHg ; N : 80x/mnt ; S : 36,5oC ; P : 20x/mnt.
Klien memiliki tinggi badan 165 cm dan berat badan 65 Kg
Masalah Keperawatan :
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Klien mengatakan bagian tubuh yang tidak di sukai adalah
kulit badannya karena berwarna hitam. Bagian tubuh yang disukai nya tangan
karena dengan tangan dia dapat membela diri.
b. Identitas : Klien anak ke 3 dari 4 bersaudara, klien lulusan SMA dengan nilai
yang selalu mendapat peringkat di kelas. Setelah tamat klien bekerja menjadi
wiraswasta di perusahaan. Klien mengatakan sangat senang saat bekerja bersama
teman temannya.
d. Ideal diri : Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh dan tidak ingin lagi
mendengar suatu suara atau bisikan-bisikan yang jahat.
e. Harga diri : Klien mengatakan bahwa dirinya merasa sangat malu dengan
lingkunganya. Klien merasa dirinya tidak dihargai sejak dirinya ditinggal istrinya
dan di PHK dari pekerjaan, Klien merasa dirinya tidak berdaya dan tidak
berguna. Klien mengatakan bahwa lingkungan tetangga sering menyebut dirinya
orang gila.
3. Hubungan sosial
a. orang yang bearti
Klien mengungkapkan bahwa orang yang berarti dalam hidupnya adalah
ibunya dan untuk saat ini klien lebih nyaman berada di rumah sakit.
Lingkungan sekitar rumah juga selalu menghinanya dengan sebutan orang
gila. Klien merasa dirinya tidak berdaya dan tidak berguna.
b. peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Sebelum sakit klien adalah orang yang sangat giat bekerja, beberapa kali
ikut acara keagamaan dan klien adalah orang yang ramahdengan tetangga.
Setelah istri selingkuh dan menikah lagi klien menjadi orang yang sangat
tertutup dan tidak berkomunikasi lagi dengan orang di lingkunganya
c. hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan sekarang kondisinya sudah lebih baik, sudah memulai
untuk berkomunikasi dengan orang dalam satu rumahnya.
4. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama islam dan yakin dengan agamanya.
Klien mengatakan menurut agama yang di anutnya ini bukan gangguan
jiwa Klien mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat itu tidak mengerti
sebenarnya apa itu gangguan jiwa
5. Status Mental
Klien tidak memiliki gangguan daya ingat jangka panjang, jangka pendek
dan saat ini dan komfabulasi, di buktikan klien dapat menceritakan masa
lalunya.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
l. Tingkat konsentrasi berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
m. Kemampuan penilaian
Klien mampu menilai mana yang lebih diutamakan dalam mengambil
keputusan
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
n. Daya tilik diri
Klien merasa bahwa suara yang ia dengar itu nyata walaupun tidak bisa
melihatnya.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
6. Mekanisme Koping
Klien mengalami mekanisme koping maldaptif yaitu klien merespon
halusinasi dengan marah-mara sendiri dan berbicara sendiri.
Masalah keperawatan : Halusinasi Pendengaran
Risperidone 2 x 1
Clozapine 1 x 1
9. Analisis Data
DO:
1. Klien terlihat sering berbicara sendiri,
senyum sendiri dan marah-marah saat
sendirian.
DO:
Gangguan persepsi
Gangguan sensori
persepsi : halusinasi
sensori :
halusinasi
Isolasi social
11. Diagnosa
a. Diagnosa medis
Skizoprenia Paranoid
b. Diagnose keperawatan
1) Gangguan presepsi sensori : halusinasi pendengaran
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3) Koping individu in efektif
4) Resiko mencederai diri dan orang lain
Nama Klien : Tn “ H”
Diagnosa Medis : Skizoprenia Paranoid
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
TUM:
Klien dapat
membedakan antara
halusinasi dengan
realita
TUK : Setelah satu kali interaksi klien Bina hubungan saling percaya dengan Bila sudah terbina hubungan saling
1. Klien dapat menunjukan tanda tanda percaya kepada menggunakan hubungan prinsip komunikasi percaya diharapkan klien dapat
membina hubungan perawat: teraupetik: koperatif, sehingga pelaksanaan
saling percaya 1. Ekspresi wajah bersahabat 1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal asuhan keperawatan dapat berjalan
2. Menunjukan rasa senang maupun non verbal dengan baik.
3. Ada kontak mata 2. Perkenalkan nama, nama panggilan, dan
4. Mau berjabat tangan tujuan perawat berkenalan
5. Mau menyebutkan nama 3. Buat kontak yang jelas
6. Mau menyebutkan salam 4. Tunjukan sikap jujur dan menepati
7. Mau duduk berdampingan dengan janjisetiap kali berinteraksi
perawat 5. Tunjukan sikap empati dan menerima apa
8. Bersedia mengungkapkan adanya
maasalah yang dihadapi 6. Beri perhatian pada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar pasien
7. Tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi klien
8. Dengarkan dengan penuh perhatian dan
ekspresi perasaan klien
2. Klien dapat Setelah 1 x interaksi klien menyebutkan : 1. Adakan kontak sering dan singkat secara 1. Kontak seringdan singkat selain
mengenal 1. Isi bertahap upaya hubungan saling percaya
halusinasinya 2. Waktu 2. Observasi tingkah laku pasien terkait juga dapat memutuskan
3. Frekuensi dengan halusinasinya, jika pasien sedang halusinasi
4. Situasi dan kondisi yang berhalusinasi 2. Mengenal prilaku pada saat
menimbulkan halusinasi Tanyakan apakah pasien mengalami halusinasi timbul, memudahkan
sesuatu ( halusinasi pendengaran, perawat dalam melakukan
penglihatan, rasa, pengecap) intervensi
Jika pasien menjawab iya, tanyakan 3. Mengenal halusinasi
apa yang sedang dialami memungkinkan klien untuk
Katakana bahwa perawat percaya klien menghindar factor pencetus
mengalami hal tersebut, namun timbulnya halusinasinya
perawat sendiri tidak mengalaminya
(dengan nada bersahabat tanpa
menunda dan menghakimi)
Katakana bahwa ada klien yang lain
mengalami hal yang sama
Katakana bahwa perawat akan
membantu klien
3. Jika pasien sedang berhalusinasi,
klarifikasi tentang adanya halusinasi,
diskusikan dengan pasien : 4. Dengan mengetahui waktu, isi
Isi, waktu dan frekuensi terjadinya dan frekuensi munculnya
halusinasi (pagi, siang, sore malam, halusinasi mempermudah
sering atau kadang kadang) tindakan keperawatan yang akan
dilakukan perawat
Situasi dan kondisi yang menimbulkan
5. Untuk mengidentifikasi pengaruh
atau tidak menimbulkan halusinasi
halusinasi pasien
Setelah 1 x interaksi klien menyatakan 6. Untuk mengetahui koping yang
1. Diskusikan dengan klien apa yang
perasaan dan responnya saat mengalami dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri digunakan klien
halusinasi : kesempatan untuk mengungkapkan 7. Agar klien mengetahui akibat
1. Sedih perasaan dari kenikmatan halusinasi
2. Marah 2. Diskusikan dengan klien apa yang sehingga klien meminimalisir
3. Cemas dilakukan untuk mengatasi perasaan halusinasinya.
4. Senang tersebut
5. Takut 3. Diskusikan tentang dampak yang akan
6. Jengkel dialami bila klien menikmati halusinasi
3 Klien dapat 1. Setelah 2 x interaksi klien 1. Identifikasi bersama pasien cara atau 1. Upayah untuk memutuskan
mengontrol menyebutkan tindakan yang biasanya tindakan yang dilakukan jika terjadi siklus halusinasi sehingga
halusinasinya dilakukan untuk mengendalikan halusinasi (tidur, marah, menyibukkan halusinasi tidak berlanjut
halusinasinya diri dan lain lain ) 2. Resiforcemen positif dapat
2. Setelah 2 x interaksi klien Jika cara yang digunakan adaptif beri menguatkan harga diri klien
menyebutkan cara baru pujian
mengontrolhalusinasinya Jika cara yang digunakan maladatip
diskusikan kerugian cara tersebut 3. Memberikan alternative pilihan
2. Diskusikan cara baru untuk memutus bagi klien untuk mengontrol
/mengontrol timbulnya halusinasi lingkungan
Katakan pada diri sendiri bahwa ini
tidak nyata (saya tidak mau
dengar/lihat/penghidu/raba/kecap) pada
saat halusinasi terjadi
Menemui orang lain/perawat/teman/
anggota keluarga untuk menceritakan
halusinasi
Membuat dan melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari yang sudah
disusun
Meminta keluarga/ teman/ perawat
menyapa jika sedang berhalusinasi 4. Motivasi dapat meningkatkan
Bantu klien memilih cara yang sudah kegiatan klien untuk mencoba
diajarkan dan dilatih untuk memilih salah satu cara
mencobanya mengendalikan halusinasi dan
Beri kesempatan untuk melakukan dapat meningkatkan harga diri
cara yang dipilih dan dilatih klien
Pantau pelaksanaan yang telah dipilih 5. Memberikan kesempatan kepada
dan dilatih jika berhasil beri pujian klien untuk mencoba cara yang
3. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas sudah dipilih
kelompok, orentasi, realita, stimulasi 6. Stimulasi presepsi dapat
presepsi mengurangi perubahan intervensi
realitas klien akibat halusinasi
4. Klen dapat 1. Setelah 1x pertemuan keluarga, 1. Buat kontak dengan keluarga buat 1. Untuk mendapat bantuan
dukungan dari keluarga menyatakan setuju untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik) keluarga mengontrol halusinasi
keluarga dalam mengikuti pertemuan dengan perawat 2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat 2. Untuk mengetahui pengetahuan
mengontrol 2. Setelah 1x interaksi keluarga dapat pertemuan keluarga/ kunjungan keluarga) keluarga dan meningkatkan
halusinasinya menyebutkan pengertian, tanda dan Pengertian halusinasi kemampuan pengetahuan tentang
gejala, proses terjadinya halusinasi dan Tanda dan gejala halusinasi halusinasi
tindakan untuk mengendalikan Cara yang dapat dilakukan klien dan
halusinasi keluarga untuk memutus halusinasi
Obat obatan halusinasi
Cara merawat anggota keluarga 3. Agar keluarga dapat merawat
halusinasi dirumah ( beri kegiatan, klien atau anggota keluarga lain
jangan biarkan sendiri, makan yang berhalusinasi dirumah
bersama, bepergian bersama,
memantau obat obatan dan cara
pemberiannya untuk mengatasi
halusinasi)
Beri informasi waktu control 4. Keluarga klien menjadi tahu cara
kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi
mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi
dapat diatasi dirumah
5. Klien dapat 1. Setelah 2x interaksi klien menyebutkan 1. Diskusikan dengan klien tentang dan 1. Dengan menyebutkan nama,
memanfaatkan obat Manfaat ninum obat manfaat kerugian tidak minum obat, warna, dosis, efek terapi dan efek
dengan baik Kerugian tidak minum obat nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, diharapkan klien
Nama, warna, dosis, efek terapi dan samping obat. Pantau klien saat dapat melaksanakan program
efek samping obat menggunakan obat pengobatan
2. Setelah 2 x interaksi klien 2. Beri pujian jika klien menggunakan obat 2. Menilai kemampuan klien
mendemontrasikan penggunaan obat dengan benar dalam pengobatan sendiri
dengan benar 3. Diskusikan akibat berhenti minum obat 3. Program pengobatan dapat
3. Setelah x interaksi klien menyebutkan tanpa konsultasi kedokter sesuai dengan rencana
akibat minum obat tanpa konsultasi ke 4. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada 4. Dengan mengetahui prinsip
dokter dokter/perawat jika terjadi hal hal yang penggunaan obat, maka
tidak diinginkan. kemandirian klien untuk
pengobatan dapat ditingkatkan
secara bertahap.
Mengadakan kontak sering dan singkat secara Keluarga mengatakan saat klien mulai mendengar
bertahap bisikan, klien berbicara sendiri dan marah marah seperti
Mengobservasi tingkah laku pasien terkait dengan bertengkar, keluarga mengatasinya dengan menyuruh
halusinasinya, jika pasien sedang berhalusinasi minum obat
menanyakan apakah pasien mengalami sesuatu
( halusinasi pendengaran, penglihatan, rasa, Objektif :
pengecap) Klien tampak mengungkapkan perasaannya da
Jika pasien menjawab iya, tanyakan apa yang sedang nisi, waktu terjadinya halusinasi
dialami Klien tampak mengungkapkan perasaannya saat
Mengklarifikasi tentang adanya halusinasi, diskusikan klien merasakan halusinasi
dengan pasien : Klien menerima dan mendengar diskusi dampak
Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, dari halusinasi
siang, sore malam, sering atau kadang kadang) ,
Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak A : intervensi SP 2 teratasi
menimbulkan halusinasi
Mendiskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika P : lanjut intervensi SP 3
terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan Identifikasi bersama pasien cara atau tindakan
yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
Mendiskusikan dengan klien apa yang dilakukan marah, menyibukkan diri dan lain lain )
untuk mengatasi perasaan tersebut Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian
Mendiskusikan tentang dampak yang akan dialami Jika cara yang digunakan maladatip diskusikan
bila klien menikmati halusinasi kerugian cara tersebut
Diskusikan cara baru untuk memutus
/mengontrol timbulnya halusinasi
Menemui orang lain/perawat/teman/ anggota
keluarga untuk menceritakan halusinasi
Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan
sehari hari yang sudah disusun
Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orentasi, realita, stimulasi presepsi
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN SP 1 MEMBINA
HUBUNGAN SALING PERCAYA DENGAN KLIEN
PERTEMUAN 1 TANGGAL 14 OKTOBER 2021
Pertemuan :1
Hari/ tanggal : Kamis, 14 Oktober 2021
Nama klien : Tn “ H”
Tempat : Rumah klien
A. Proses keperawatan
1. Kondisi pasien
2. Diagnosa keperawatan
3. Tujuan khusus
4. Tindakan keperawatan
B. Strategi Komunikasi
1. Orentasi
a. Salam teraupetik
b. Kontak (topik, waktu, dan tempat )
c. Tujuan
2. Kerja (menjalarkan langkah langkah tindakan keperawatan secara oprasional )
3. Terminasi
a. Evaluasi ( respon klien terhadap tindakan keperawatan)
Evaluasi subjektif
Evaluasi objektif
b. Rencana tindak lanjut ( yang perlu dilatih klien sesuai rencana tindakan yg
dilakukan )
c. Kontak yang akan datang (topik waktu dan tempat )
d.
SP 1 Klien
Membantu klien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan mengharik halusinasi.
FASE ORIENTASI
Salam terapeutik: “Selamat malam bu! Perkenalkan nama saya “Ana Fitria”,
saya lebih senang dipanggil Ana. Saya mahasiswa dari Poltekkes yang akan
merawat ibu selama 6 hari ini. Nama ibu siapa? Senangnya dipanggil apa?”
Evaluasi/validasi: “Bagaimana perasaan ibu SA pada hari ini? Apa keluhan Ibu
saat ini?”
Kontrak (topik, waktu, tempat): “Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-
cakap tentang suara yang selama ini ibu SA dengar, tetapi tidak tampak
wujudnya? Dimana kita duduk, bu? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau
±30 menit?”
FASE KERJA
“Apakah ibu SA mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara
itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan ibu paling sering
mendengar suara itu? Berapa kali sehari ibu alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu tersendiri?”
“Apa yang ibu SA rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang ibu SA
lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
” ibu SA, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat
minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya
adalah saat suara-suara itu muncul, langsung ibu bilang, pergi saya tidak mau
dengar... Saya tidak mau dengar! Kamu suara palsu! Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu. SA peragakan! Nah begitu... Bagus! Coba
lagi! Ya, bagus, ibu sudah bisa.”
FASE TERMINASI
Evaluasi respon subjektif: “Bagaimana perasaan ibu SA setelah memeragakan
latihan tadi?”
Evaluasi respon objektif: “Coba ibu sebutkan kembali suara-suara yang ibu
dengar itu namanya apa? Suaranya mengatakan apa? Berapa kali muncul dalam
sehari? Dalam keadaan apa suara itu terdengar? Apa yang ibu rasakan dan apa
yang ibu lakukan?”
“Coba sebutkan lagi 4 cara untuk mencegahnya? Ya, ibu!”
“Nah, sekarang coba ibu SA praktikkan lagi cara menghardik. Iya bagus sekali
ibu!” Rencana tindak lanjut: “Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau
jam berapa bu latihannya? Mau berapa kali? (Memasukkan kegiatan latihan
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien)”
Kontrak yang akan datang: “Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk
belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Pada jam
berapa ibu? Bagaimana kalau jam 19.00 malam ini? Dimana tempatnya? Baiklah,
sampai jumpa”
SP 2 Klien
Melatih klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang lain.
FASE ORIENTASI
Salam terapeutik: “Selamat malam ibu.SA! Sesuai dengan janji saya kemarin,
sekarang saya datang lagi. Ibu masih ingat dengan saya? Coba siapa? Iya bagus.”
“Tujuan saya sekarang ini akan mengajarkan cara mencegah/mengontrol
halusinasi yang kedua”
Evaluasi/validasi: “Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-suaranya
masih sering terdengar? Apakah ibu sudah berlatih cara menghardik sesuai jadwal
yang dibuat dan apakah ibu sudah mempraktikkannya? Coba ibu praktikkan lagi
cara meghardik halusinasi tersebut. Ya bagus!”
Kontrak (topik, waktu, tempat): “Baik sekarang kita akan belajar cara
mencegah/mengontrol halusinasi yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang
lain. Mau berapa lama bincang-bincangnya bu? Bagaimana kalau 20 menit?
Dimana tempatnya? Disini saja ya.”
FASE KERJA
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau ibu SA mulai mendengar suara-suara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan
ibu. Contohnya begini: Tolong, saya mulai mendengar suara-suara. Ayo ngobrol
dengan saya!”
“Atau kalau ada orang di rumah, misalnya anak ibu, katakan: “Nak, ayo ngobrol
dengan ibu. Saya sedang mendengar suara-suara. Begitu bu. Coba ibu lakukan
seperti yang saya tadi lakukan. Ya, begitu! Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah,
latihan terus ya ibu SA!”
FASE TERMINASI
Evaluasi respon subjektif: “Bagaimana perasaan ibu SA setelah kita berlatih
cara kedua, yaitu menemui orang lain dan bercakap-cakap?”
Evaluasi respon objektif: “Coba ibu praktikkan lagi cara yang barusan saya
ajarkan. Ya bagus ibu! Jadi sudah berapa cara yang kita latih? Coba sebutkan
lagi? Ya bagus, jadi sudah 2 yaitu menghardik dan bercakap-cakap dengan orang
lain”
Rencana tindak lanjut: “Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harianibu
SA. Mau jam berapa berlatihnya bu? Bagaimana tiga kali sehari? Baik jadi jam 8
pagi, 1 siang dan 6 sore. Jangan lupa dilatih terus ya pak. Jadi kalau Ny.SA
mendengar suara-suara itu, ibu bisa praktikkan ke 2 cara yang sudah kita latih ya”
Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat): “Besok kita ketemu lagi ya
ibu, kita akan berlatih cara mengontrol halusinasi yang ketiga yaitu melaksanakan
aktivitas terjadwal. Mau jam berapa ibu? Baik jam 19.00 malam. Waktunya
berapa lama? Ya, ± 30 menit. Tempatnya dimana? Baiklah disini saja lagi ya Bu.
Sampai jumpa.”
SP 3 Klien
Melatih klien mengontrol halusinasi dengan melaksanakaan aktivitas terjadwal.
FASE ORIENTASI
Salam terapeutik: “Selamat malam Ibu.SA! Sesuai dengan janji saya kemarin,
sekarang saya datang kembali. Ibu masih ingat dengan saya? Coba siapa? Iya
bagus!”
“Tujuan saya sekarang ini akan mengajarkan cara mencegah/mengontrol
halusinasi halusinasi yang ketiga”
Evaluasi/validasi: “Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-suara itu
masih muncul? Ibu masih ingat tidak apa yang sudah kita latih? Ada berapa cara?
Ya bagus! Ada dua cara ya bu, yaitu menghardik dan bercakap-cakap dengan
orang lain.”
“Lalu apakah ibu sudah berlatih cara menghardik dan bercakap-cakap dengan
orang lain sesuai jadwal yang dibuat? Bisa saya liat jadwalnya? Dan apakah ibu
SA sudah mempraktikkannya? Ya bagus sekali bu! Apa yang Ibu rasakan setelah
melakukan latihan secara teratur?”
“Coba ibu praktikkan kembali 2 cara yang sudah kita latih. Ya bagus sekali bu!”
Kontrak (topik, waktu, tempat): “Baik sekarang kita akan belajar cara
mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.
Mau berapa lama berlatihnya? Bagaimana kalau ± 30 menit? Dimana tempatnya?
Baiklah disini saja.”
FASE KERJA
“Tujuan melaksanakan aktivitas terjadwal ini adalah untuk mencegah suara-suara
itu datang lagi. Apa saja yang biasa ibu SA lakukan? Coba tulis lembar kegiatan
ini ya? Tulis dari pagi bangun tidur sampai malam mau tidur lagi. Setelah itu apa
lagi? (terus disebutkan atau ditulis sampai didapat kegiatannya sampai malam
hari)” “Wah bagus. Banyak sekali kegiatannya ya Ibu Sekarang kita latih satu
kegiatan yang sudah ibu tulis ya. Ibu mau melatih kegiatan yang mana? Bagaimana
kalau sesuai jam sekarang? Sekarang jam 19.00 malam, jadi kegiatannya adalah
membersihkan tempat tidur ya bu!”
“Caranya menyapu bagaimanabu? Ya bagus, cara merapikan tempat tidur.
Sekarang kita lakukan ya bu. Bagus sekali ibu.SA bisa melakukannya.”
“Kegiatan ini dapat ibu lakukan untk mencegah suara-suara tersebut muncul.
Kegiatan yang lain akan kita latih lagi ya ibu, supaya dari pagi sampai malam ibu
selalu ada kegiatan.”
FASE TERMINASI
Evaluasi respon subjektif: “Bagaimana perasaan ibu.SA setelah kita berlatih
melakukan kegiatan?”
Evaluasi respon objektif: “Coba ibu sebutkan jadwal kegiatan hariannya. Ya
bagus! Coba sekarang sebutkan lagi bagaimana cara menyapu yang barusan saya
ajarkan? Ya bagus sekali bu! Jadi sudah berapa cara yang kita latih bu? Coba
sebutkan lagi. Ya bagus bu, jadi sudah ada 3 cara yaitu menghardik, bercakap-
cakap dan melakukan aktivitas terjadwal.”
Rencana tindak lanjut: “Jangan lupa kegiatan yang terjadwal ini dilakukan ya
bu, juga dilatih cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lainnya sesuai
jadwal. Jadi kalau ibu mendengar suara-suara itu lagi, ibu bisa praktikkan ke 3
cara yang sudah kita latih ya bu.”
Kontrak yang akan datang: “Baik ibu.SA, sekarang bincang-bincangnya sudah
selesai. Bagaimana kalau besok saya datang lagi untuk latihan cara mengontrol
halusinasi yang ke 4 yaitu minum obat. Mau jam berapa bu? Baik jam 19.00 ya
Buk. Waktunya berapa lama dan tempatnya mau dimana? Baik ±30 menit saja dan
tempatnya disini lagi ya bu! Baiklah Buk, saya permisi dulu ya, jangan lupa
ibu berlatih ya. Sampai jumpa!”
SP 4 Pasien
Melatih klien minum obat secara teratur.
FASE ORIENTASI
Salam terapeutik: “Selamat malam Ibu! Sesuai dengan janji saya kemaren.
Sekarang saya kembali lagi. Ibu SA masih ingat dengan saya? Coba siapa? Wahh
bagus. Tujuan saya sekarang ini akan mengajarkan cara mengontrol halusinasi
dengan minum obat.”
Evaluasi/validasi: “Bagaimana perasaan ibu saat ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Bisa saya liat jadwalnya? Wahh bagus
sekali Ibu! Ibu masih ingat apa yang sudah kita latih? Ya bagus! Coba
praktekkan! Ya bagus! Apakah ibu malam ini sudah minum obat? Nama obatnya
apa saja? Oh Ibu belum tau ya nama obatnya?”
Kontrak (topik, waktu, tempat): “Baik sekarang kita akan belajar cara
mengontrol atau mencegah halusinasi dengan minum obat. Mau berapa lama
berbincang- bincangnya? Bagaimana kalau 30 menit? Dimana tempatnya? Disini
saja ya Buk.
FASE KERJA
“Ibu SA, adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara
berkurang atau hilang? Minum obat sangat penting agar suara-suara yang ibu
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam
obat Bapak A minum? (Perawat menyiapkan obat pasien). Ini yang
berwarna orange (Chlorpromazine, CPZ) gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Obat yang. Semua obat ini diminum 1 kali
sehari, setiap pukul 20.00 malam. Kalau suara- suara sudah hilang,
obatnya tidak boleh dihentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter,
sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh dan sulit sembuh seperti
keadaan semula. Kalau obat habis, ibu bisa ke Puskesmas ditemani oleh
keluarganya untuk mendapatkan obat lagi. Ibu juga harus teliti saat
minum obat-obat ini. Pastikan obatnya benar, artinya Ibu harus
memastikan bahwa itu oabt yang benar-benar punya Ibu Jangan keliru
dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat
diminum pada waktunya, dengan cara yang benar, yaitu diminum
sesudah makan dan tepat jamnya. Ibu juga harus memperhatikan berapa
jumlah obat sekali minum, dan Ibu juga harus cukup minum 10 gelas
per hari”
FASE TERMINASI
Evaluasi respon subjektif: “Bagaimana perasaan Ibu SA setelah kita
bercakap- cakap mengenai obat?”
Evaluasi respon objektif: “Coba ibu sebutkan kembali obat-obat yang
Ibu konsumsi? Ya benar sekali! Lalu sebutkan apa saja yang sudah
saya ajarkan hari- hari sebelumnya?”
Rencana tindak lanjut: “Baiklah ibu, bagaimana kalau besok kita
mendiskusi lebih dalam lagi tentang apa yang belum Ibu SA pahami”
Kontrak yang akan datang: “Pukul berapabu? Kita bertemu ditempat
ini lagi ya? Baik, sampai jumpa”