Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

RASA AMAN: RESIKO KEJANG BULANG

DI RSUD Dr. R SOETIDJONO BLORA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Metoda Penulisan Karya


Ilmiah

Aisyah Yuweningrum

Nim. P1337420418033

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

RASA AMAN: RESIKO KEJANG BERULANG

DI RSUD Dr. R SOETIDJONO BLORA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Metoda Penulisan Karya


Ilmiah Pada Program Studi D III Keperawatan Blora

Aisyah Yuweningrum

NIM. P1337420418033

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanggung jawab di bawah ini:

Nama: Aisyah Yuweningrum

NIM: P1337420418033

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Proposal KTI yang saya tulis ini
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri; bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan


pengelolaan kasus ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Blora, 15 Desember 2020

Yang membuat pernyataan,

Aisyah Yuweningrum

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Aisyah Yuweningrum NIM. P1337420418033,


dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien AN.UKejang Demam Dengan
Fokus Studi Pengelolaan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman: Resiko Kejang
Berulang Di RSUD Dr. R Soetidjono Blora ini telah di periksa dan di setujui
untuk diuji.

Blora, 15 Desember 2020

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Sutarmi, MN Erni Nuryanti, S.Kep., Ners., M.Kes.

NIP. 197406151998032001 NIP. 197011071998032001

Tanggal: 15 Desember 2020 Tanggal:

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Aisyah Yuweningrum, NIM.


P1337420418033, dengan judul Asuhan Keperawatan Kejang Demam Dengan
Fokus Studi Gangguan Rasa Aman Pada Anak Di RSUD. DR SOETIDJONO
BLORA Ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada hari :

Dewan Penguji

Ketua Penguji (............................)

Sutarmi, MN Anggota (............................)


NIP. 19740615 199803 2001

Erni Nuryanti, S.Kep Anggota (............................)


NIP. 19701107 199803 2001

Mengetahui ,

Ketua kaprodi Keperawatan Blora

Joni Siswanto. SKep., MKes.


NIP. 196607131990031003

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,


atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan laporan Proposal
Karya Tulis Ilmiah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam
Dengan Fokus Studi Pengelolaan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman: Resiko
Kejang Berulang Di RSUD Dr. R Soetidjono Blora”, sesuai dengan waktu yang
direncanakan.

Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan berkat


adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan kelancaran dan jalan keluar dalam
kesulitan yang penulis dapatkan selama proses penyusunan proposal.
2. Bapak Marsum,BE.,S.Pd.,MHP selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Semarang yang telah memberikan kesempatan menempuh program
pendidikan DIII Keperawatan Blora.
3. Bapak Suharto,MN selaku Ketua Jurusan Program DIII Keperawatan
Poltekkes Semarang, yang telah memberikan kesempatan dalam
menyelesaikan penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini
4. Bapak Joni Siswanto,S.Kp.,M.Kes selaku ketua Program Studi DIII
Keperawatan Blora yang telah memberikan kesempatan dalam
menyelesaikan penyusunan proposal ini.
5. Sutarmi, MN selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan dan petunjuk dalam penyusunan proposal ini.
6. Erni Nuryanti, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan proposal ini.
7. Seluruh dosen yang telah terlibat dalam pengajaran riset keperawatan yang
telah memberikan ilmunya kepada kami, sehingga peneliti dapat
menyusun usulan penelitian ini dengan baik.
8. Dr. Nugroho, Direktur RSUD Dr. Soetijono Blora.
9. Mahasiswa angkatan MMXVIII dan teman-teman kelas 3 DIII
Keperawatan Blora yang banyak memberikan masukan dan dorongan pada
peneliti.
10. Keluarga, kerabat serta sahabat yang juga memberikan dorongan dan
inspirasi
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini yang
tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Peneliti mengharapkan kritik dan saran. Kesempurnaan milik Allah dan
kekurangan milik peneliti. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat
bagi kita semua.
Semoga segala bantuan dan bimbingan yang diberikan mendapat balasan
dari Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penulisan ini dapat memberikan

v
manfaat khususnya untuk pengelolaan klien dengan masalah rasa aman karena
kejang. Penulis menyadari bahwa laporan Proposal Karya Tulis Ilmiah masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu masukan dan kritik untuk perbaikan penulisan
karya ilmiah pada masa mmendatang sangat penulis harapkan.

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang demam merupakan kondisi kegawatdaruratan yang


memerlukan penanganan pertama, diikuti kondisi kegawatdaruratan lain
yang terjadi pada anak adalah sesak nafas, kenaikan suhu yang terus
menerus, dan cedera fisik. Kebanyakan ibu tidak menyadari akan bahaya
yang ditimbulkan dari kejang demam yang lama (lebih dari 5 menit)
berdampak membahayakan karena dapat menyebabkan keruakan sel-sel
otak akibat kekurangan oksigen, semakin lama dan semakin sering kejang
maka sel-sel otak yang rusak akan semakin banyak (Chomaria, 2015).
Kejang demam pada anak usia dibawah 6 bulan dan usia lebih dari
5 tahun, dan mencapai puncaknya pada usia 20 bulan. Kejang demam
lebih sering terlihat pada anak laki-laki, dan lebih beresiko pada anak-anak
yang memiliki riwayat keluarga dengan kejang demam. Biasanya
berhubungan dengan penyakit virus. Angka kejadian kejang demam di
Amerika Serikat dan Eropa Barat pada tahun 2007 berkisar antara 4-5%
(Brough, 2008). Angka kejadian kejang demam di Asia dilaporkan lebih
tinggi, sekitar 8,3-9,9%. Angka kejadian kejang demam di Indonesia pada
tahun 2012-1013 berjumlah 3-4% pada anak yang berusia 6 bulan - 5
tahun (Wibisono, 2015).
Kejang demam juga bisa meningkatkan resiko terjadinya epilepsy
sebesar 57% jika terjadi berulang dan berkepanjangan. Keterlambatan dan
kesalahan dalam penanganan pertama kejang demam juga dapat
meningkatkan gejala sisa pada anak dan bisa menyebabkan kematian.
Kejang demam umumnya baik, namun bangkitan kejang demam dapat
membawa kekhawatiran yang sangat besar bagi orangtua. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kejadian berulangnya kejang demam pada

1
2

anak berhubungan dengan riwayat keluarga dengan kejang demam, usia


saat kejang demam pertama, suhu rendah saat kejang demam pertama,
jarak antara munculnya kejang demam dengan onset demam, atau terdapat
kejang demam kompleks. Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan
mengalami setidaknya sekali rekurensi. Akan tetapi, masih cukup banyak
orangtua yang tidak peka dengan tanda kejang dan resiko berulangnya
kejadian kejang demam (Fida & Maya, 2012).
Kejang demam harus ditangani secara cepat dan tepat. Penanganan
pertama yang tepat dilakukan orangtua saat anak kejang demam adalah
tetap tenang dan jangan panik, berusaha menurunkan suhu tubuh anak,
memposisikan anak dengan tepat yaitu posisi kepala anak dimiringkan,
ditempatkan ditempat yang datar, jauhkan dari benda-benda atau tindakan
yang dapat mencederai anak. Selain itu, tindakan yang harus diperhatikan
dan dilakukan orangtua adalah dengan mempertahankan kelancaran jalan
dalam mulut dan tidak memasukkan makanan ataupun obat dalam mulut
(IDAI, 2016).
Sesuai dengan peran fungsi perawat, salah satunya yaitu fungsi
independen yaitu perawat dituntut mampu melaksanakan tugasnya secara
mandiri dalam memberikan Asuhan Keperawatan untuk mengatasi
masalah hipertermi pada kejang demam. Selain itu, kita bisa memberikan
pendidikan kesehatan kepada orangtua dan keluarga tentang kejang
demam sehingga orangtua tahu cara yang benar untuk mencegah
terjadinya kejang maupun menangani apabila anak mengalami kejang,
misalnya setiap keluarga mempunyai thermometer agar suatu saat jika
anak mengalami demam dapat diberikan penangananan diri agar demam
tidak sampai menyebabkan kejang seperti memberikan kompres hangat,
memberikan cairan yang cukup, memberikan antipiretik, antikonvulsi dan
menyarankan memakai pakaian yang tipis (Pratiwi, et al., 2010 ; Dewi &
Meira, 2016).
Berdasarkan teori dan kasus/fenomena pada pasien kejang demam
umumnya sangat mengkhawatirkan walaupun di Indonesia hanya 3%-4%
3

pasien anak kejang demam, tetapi meningkatkan resiko terjadinya epilepsy


sangat besar yaitu 57% . Oleh karena itu, penulis ingin mempelajari
asuhan keperawatan anak dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak
Kejang Demam dengan Fokus Studi Pengelolaan Pemenuhan Kebutuhan
Rasa Aman

B. Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan


pada Kejang Demam Dengan Fokus Studi Pengelolaan Pemenuhan
Kebutuhan Rasa Aman.

C. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Pada Pasien


Kejang Demam.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan pengelolaan pemenuhan kebutuhan rasa aman,
mengerti ilmu dan kesenjangan perawatan pada pasien dengan kejang
demam.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif baik biologis,
psikologis, sosial, spiritual maupun kultural pada pasien kejang
demam dengan fokus studi pengelolaan pemenuhan kebutuhan rasa
aman.
b. Mampu merumuskan masalah keperawatan yang ditemukan pada
pasien kejang demam dengan fokus studi pengelolaan pemenuhan
kebutuhan rasa aman.
4

c. Mampu merumuskan tujuan dan rencana tindakan pada pasien


kejang demam.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien kejang
demam dengan membandingkan respon 2 klien kejang demam
setelah diberi pengelolaan pemenuhan rasa aman.
e. Mampu mengevaluasi proses maupun mengevaluasi hasil pada
klien dengan kejang demam.
f. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung maupun
penghambat serta dapat mencari solusi atau aternatif pemecahan
masalah pada anak dengan kejang demam.
g. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan Pengelolaan
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman pada Klien Dengan Kejang
Demam.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan ilmu


keperawatan dan dapat memperluas ilmu khususnya mengenai kejang
demam.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat

Menambah pengetahuan dan dapat menerapkan teori yang


didapatkan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan rasa aman pada kejang demam.

b. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan


dalam pelaksanaan praktis pelayanan keperawatan khususnya pada
pasien dengan gangguan rasa aman pada kasus kejang demam.
5

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil pengelolaan kasus ini dapat dijadikan wawasan dan


bahan bacaan bagi mahasiswa khususnya prodi keperawatan
poltekkes semarang.

d. Bagi Pasien

Pasien dapat mengetahui dan menanggulangi masalah yang


disebabkan oleh kejang demam dengan melakukan pemenuhan
kebutuhan rasa aman pada klien kejang demam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejang Demam

1. Pengertian

Kejang merupakan suatu fungsi pada otak secara mendadak dan


sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktivitas otak
yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat
berlebihan (Wulandari & Erawati, 2016).
Kejang demam atau Febris Convulsif adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380C yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari, 2016).

2. Etiologi

Penyebab utama dari kejang demam adalah demam yang disertai


adanya infeksi virus atau bakteri. Kejang demam cenderung timbul dalam
24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam
tinggi (Nugroho, 2011).

3. Patofisiologi

Ketika infeksi atau zat asing masuk kedalam tubuh, tubuh akan
merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen yang
merupakan zat penyebab demam. Pirogen bisa berasal dari infeksi oleh
mikroorganisme atau karena reaksi imunologik terhadap benda asing (non
infeksi). Pirogen akan membawa pesan ke reseptor yang akan disampaikan
ke pusat pengatur suhu tubuh (Hipotalamus). Di Hipotalamus, pirogen
akan dirangsang untuk melepaskan asam arakidonat serta mengakibatkan
meningkatnya produksi prostaglandin. Hal ini akan menimbulkan reaksi

6
7

naiknya suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepid an


menghambat sekresi kelenjar keringat sehingga terjadi ketidak seimbangan
pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam
pada anak. Suhu yang tinggi akan merangsang aktivitas tubuh (sel
mikrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing dengan
meningkatkan proteolysis yang menghasilkan asam amino yang berperan
dalam pembentukan antibody atau sistem kekebalan tubuh (Amalia, 2010).
Pada keadaan demam kanaikan suhu 10C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur kurang lebih 3 tahun sirkulasi
orak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium dari membrane tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membrane sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C
sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila
suhu mencapai 400C atau lebih. Maka disimpulkan bahwa berulangnya
kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada
tingkat suhu berapa pasien menderita kejang (Dewi & Meira, 2016).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Akan tetapi, kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin meningkat yang disebabkan
8

makin meningkatnya akttivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan


metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama, faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsy yang spontan (Dewi & Meira,
2016).
9

4. Pathway

Infeksi bakteri
virus dan parasite Rangsangan mekanik
dan biokimia.
Gangguan
Reaksi inflamasi keseimbangan cairan
dan elektrolit

Proses demam
Perubahan konsentrasi Kelainan neurologis
ion di ruang perinatal/prenatal
Hipertermia
ekstraseluler

Ketidak seimbangan Perubahan difusi N+


Resiko kejang potensial membrane ATP dan K+
berulang ASE

Perubahan beda
Resiko
Pelepasan muatan listrik potensial
keterlambatan
semakin meluas membrane sel
perkembangan
keseluruhan sel maupun neuron
membrane sel sekitarnya
dengan bantuan Resiko cidera
neurotransmitter
Kejang
Resiko cidera

Kesadaran Kurang dari 15 Lebih dari 15


menurun menit(KDS) menit(KDK)

Reflek menelan
Kontraksi otot Perubahan suplay
menurun
meningkat darah

Resiko Aspirasi Metabolisme Resiko kerusakan


meningkat sel neuron otak

Kebutuhan O2 Suhu tubuh makin Resiko ketidak


meningkt meningkat efektifan perfusi
jaringan otak
Resiko Asfiksia Ketidakefektifa termo
regulasi
10

5. Manifestasi Klinis

Menurut Wulandari & Erawati (2016). Tanda dan gejala dari


kejang demam antara lain, kejang demam mempunyai kejadian yang tinggi
pada anak yaitu 34%. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, banyak
dialami oleh anak laki-laki. Kejang timbul dalam 24 jam setelah suhu
badan naik diakibatkan infeksi disusun saraf pusat seperti otitis media dan
bronchitis. Kejang yang terjadi berbentuk tonik-tonik dan mengalami
takikardi dengan frekuensi sering di atas 150-200 kali permenit.

6. Klasifikasi

Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:


a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik,
tanpa gerakan fokal.Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Wulandari & Erawati,
2016).

7. Komplikasi

Komplikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah:


a. Kerusakan neorotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan
pada neuron.
b. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang
dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang sepontan.
11

c. Kelainan anatomi di otak


Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan
kelainan diotak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan
sampai 5 tahun.
d. Kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.

8. Penatalaksanaan Kejang Demam

Penatalaksanaan kejang demam menurut Wulandari & Erawati


(2016) yaitu:
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama
kali adalah ABC (Airway, Breathing, Circulation).
2) Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata untuk
mencegah terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah Danger.
3) Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibungkus
kasa.
4) Singkatkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bisa
menyebabkan bahaya.
5) Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan.
6) Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.
7) Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat.
8) Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit akan
dilepaskan.
b. Penatalaksanaan medis pada kejang demam antara lain:
1) Menghentikan kejang secepat mungkin
2) Diberikan antikonvulsan secara intravena jika pasien masih kejang
3) Memberikan oksigen
4) Penghisapan lendir jika perlu
5) Untuk mencegah kejang berulang diberikan obat campuran
antikonvulsan dan antipiretik
12

9. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

Menurut Nindela (2014), pemeriksaan penunjang yang dapat


dilakukan pada kejang demam yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Fungsi lumbal
3. Pemeriksaan elektroensefalografi
4. Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengevaluasi sumber infeksi


penyebab kejang demam.Pemeriksaan cairan serebrospinal (pungsi
lumbal) dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Elektroensefalografi (EEG) dan CT Scan juga dapat dilakukan
untuk mengetahui apakah ada kerusakan otak.

B. Konsep Dasar Hipertermi

1. Pengertian Hipertermia

Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas


rentang normal tubuh (SDKI,2016).
Hipertermia merupakan keadaan dimana individu mengalami atau
beresiko mengalami kenaikan suhu tubuh>37,8(1000F) per oral atau 380C
(1010F) per rektal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal
(Carpenito,2012).
Demam pada kejang demam terjadi ketika infeksi virus bakteri
masuk kedalam tubuh dan merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu
tubuh sehingga pusat pengaturan suhu terganggu sehingga menyebabkan
terjadinya Hipertermi yang memicu terjadinya kejang.Ketika anak
memiliki ambang kejang yang tinggi, pada kenaikan suhu 10C pun anak
dapat dengan mudah mengalami kejang. Apalagi ketika anak mengalami
kejang dengan durasi lama maka anak memiliki resiko lebih besar untuk
13

mengalami kejang berulang (Amalia, 2013 ; Ngastiyah. 2005 dalam Dewi


& Meira, 2016).

2. Etiologi Demam

Menurut Pediatri (2008) tiga penyebab terbanyak demam pada


anak antara lain penyakit infeksi (60% - 70%), penyakit kolagen vascular,
dan keganasan. Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi penyebab
demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab demam adalah infeksi virus.
Sebagian besar penyebab demam pada anak terjadi akibat perubahan titik
pengaturan hipotalamus yang disebabkan adanya pirogen seperti bakteri
atau virus yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Terkadang demam juga
disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap obat (Potter &
Perry, 2010). Pada kejang demam, demam terjadi karena disebabkan oleh
infeksi virus maupun bakteri yang memicu meningkatnya produksi
prostaglandin yang merangsang hipotalamus menaikkan suhu tubuh
(Amalia, 2013).

3. Tipe Demam pada Kejang Demam

Menurut Newlwan (2007) ada beberapa tipe demam yang mungkin


dijumpai, namun tipe demam dari kejang demam yaitu Demam kontinyu.
Pada tipe demam kontinyu, variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat, pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.

4. Tahapan demam

Menurut Carpenito (2012) ; Sodikin (2012), tahapan demam


dimulai dari Sub Febris yaitu kenaikan suhu diatas 37,70C. meningkat
menjadi Hipertermi yaitu suhu tubuh mencapai lebih dari 37,70C dan
14

apabila suhu tubuh terus naik mencapai 410C atau lebih disebut dengan
Hiperpireksia.

5. Komplikasi Demam

Walaupun demam termasuk dalam kategori penyakit ringan, tetapi


tidak jarang dalam kondisi tertentu demam dapat menyebabkan komplikasi
yang cukup mengkhawatirkan orangtua. Ketika orangtua menemukan
keadaan tertentu ketika anaknya mengalami demam maka sebaiknya
segera bawa anak ke dokter, seperti demam sangat tinggi atau lebih dari
410C (Hiperpireksia), terjadi kejang, demam berlanjut lebih baik 3 hari,
tubuh sangat lemas, tidak mau makan atau minum, kehilangan kesadaran
dan muntah-muntah (Sodikin, 2012).

6. Pencegahan Demam

MenurutKhairi (2016), pencegahan demam dapat dilakukan


dengan menyediakan air minum untuk menghindari dehidrasi, upayakan
istirahat yang cukup, menyediakan suasana yang nyaman pada anak,
menyediakan pakaian anak yang tidak terlalu panas, memberikan makanan
yang bersih dan sehat, menjaga kesehatan lingkungan dan memberikan
imunisasi lengkap kepada bayi dan anak.

C. Konsep Tumbuh Kembang

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan


Tumbuh kembang anak menurut Soetjiningsih (2006) mencakup 2
peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit
dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan. Menurut
Ngastiyah, 2002 dalam Setiawan, et al., 2014, yang dimaksud
pertumbuhan dan perkembangan yaitu:
15

a. Pertumbuhan (growth), merupakan masalah perubahan dalam


besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu, yang dapat diukur dengan ukuran berat (gr, kg), ukuran
panjang (cm, km), umur tulang dan keseimbangan metabolic
(retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
b. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
sebagai hasil dari proses pematangan.

2. Ciri - ciri Pertumbuhan dan Perkembangan

Tumbuh kembang merupakan suatu proses utama yang hakiki dan


khas pada anak, dan merupakan suatu yang terpenting pada anak
tersebut. Menurut Maryunani, 2010 dalam Dewi & Meira, 2016.
Tumbuh kembang anak memiliki ciri – ciri antara lain:
a. Bahwa manusia itu tumbuh dan berkembang sejak Rahim sebagai
janin, berlanjut dengan proses tumbuh kembang anak, dan
kemudian proses tumbuh kembang dewasa.
b. Dalam periode tertentu, terdapat adanya periode percepatan dan
periode perlambatan, antara lain :
1) Pertumbuhan cepat terjadi pada masa janin
2) Pertumbuhan cepat kembali terjadi pada usia 12 – 16 tahun
3) Selanjutnya pertumbuhan dan percepatannya berangsur –
angsur berkurang sampai suatu waktu (sekitar usia 18 tahun)
berhenti
c. Terdapat adanya laju tumbuh kembang yang berlainan di antara
organ.
d. Tumbuh kembang merupakan suatu proses yang pengaruhi oleh 2
faktor penentu, yaitu faktor genetic yang merupakan faktor
bawaan, yang menunjukkan potensi anak dan faktor lingkungan,
yang merupakan faktor yang menentukan apakah faktor genetik
(potensi) anak akan tercapai.
16

e. Pola perkembangan anak meliputi arah perkembangan yang


disebut sefalokaudal (dari arah kepala ke kaki) dan proksimal-
distal (menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan
pusat, kemudian baru yang jauh).
f. Pola perkembangan anak sama pada setiap anak, tetapi
kecepatannya berbeda-beda.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Menurut Maryumi, 2010 dalam Dewi & Meira, 2016. Faktor –


faktor yang mempengruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
antara lain :
a. Faktor Herediter / Genetik
Faktor genetika / herediter merupakan faktor yang dapat
diturunkan sebagai dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Yang termasuk faktor genetic antara lain :
1) Faktor bawaan yang abnormal atau patologis, seperti kelainan
kromosom (Sindrom Down), kelainan lahir sumbing.
2) Jenis kelamin:
a. Pada umur tertentu laki-laki dan perempuan sangat berbeda
dengan ukuran besar, kecepatan tumbuh, proporsi jasmani
dan lain-lain.
b. Anak dengan jenis kelamin laki – laki pertumbuhannya
cenderung lebih cepat dari pada anak perempuan.
c. Namun dari segi kedewasaan, perempuan menjadi dewasa
lebih dini, yaitu mulai adolesensi (remaja) pada umur 10
tahun, sedangkan laki-laki mulai umur 12 tahun.
3) Keluarga: biasanya apabila ada riwayat kejang demam pada
keluarga, maka akan memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami kejang.
17

4) Umur: kecepantan tumbuh yang paling besar ditemukan pada


masa fetus, masa bayi dan masa adolesensi (remaja)
b. Faktor Eksternal
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari anak. Yang
termasuk dalam faktor dalam faktor lingkungan antara lain:
1) Lingkungan Pra – Natal
Kondisi lingkungan fetus dalam uterus dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin, antara
lain gangguan gizi, gangguan endokrin pada ibu (DM), ibu
yang mendapat terapi sitostatika atau mengalami infeksi
rubella, toxoplasmosis, sifilis, dan herpes. Faktor lingkungan
yang lain adalah radiasi yang dapat menyebabkan kerusakan
pada organ otak janin.
2) Lingkungan Post – Natal
Lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan setelah bayi lahir adalah :
a. Gizi
Penyebab status gizi yang kurang pada anak yaitu
asupan gizi yang tidak adekuat baik secara kuantitatif
maupun kualitatif, hiperaktivitas fisik atau istirahat yang
kurang, adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan
kebutuhan gizi dan stress emosi yng dapat menyebabkan
menurunnya nafsu makan atau absorbs makan tidak
adekuat.
b. Budaya lingkungan
Budaya keluarga atau masyarakat akan
memengaruhi bagaimana mereka dapat mempersepsikan
dan memahami kesehatan dan perilaku hidup sehat.
c. Status Sosial dan Ekonomi Keluarga
18

Anak yang dibesarkan dikeluarga yang berekonomi


tinggi untuk pemenuhan kebutuhan gizi akan tercukupi
dengan baik dibandingkan dengan anak yang dibesarkan
dikeluarga yang berekonomi sedang atau kurang. Demikian
dengan status pendidikan orangtua, keluarga dengan
pendidikan tinggi akan lebih menerima arahan terutama
tentang peningkatan pertumbuhan dan perkembangan anak,
penggunaan fasilitas kesehatan dan lain – lain dibandingkan
dengan keluarga dengan latar belakang pendidikan rendah.
d. Iklim atau Cuaca: Iklim tertentu akan memengaruhi status
kesehatan anak.
e. Olahraga atau Latihan Fisik
Manfaat olahraga / latihan fisik yang teratur akan
meningkatkan suplai O2 ke seluruh tubuh, meningkatkan
aktivitas fisik & menstimulasi perkembangan otot jaringan
sel.
f. Posisi Anak dalam Keluarga
Posisi anak sebagai anak tunggal, anak sulung, anak
tengah / anak bungsu akan memengaruhi pola
perkembangan anak tersebut diasuh atau di didik dalam
keluarga.
g. Status Kesehatan
Status kesehatan anak dapat berpengaruh pada
pencapaian pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat
terlihat apabila anak dlam kondisi sehat dan sejahtera maka
percepatan pertumbuhan dan perkembangan akan lebih
mudah dibandingkan dengan anak dalam kondisi sakit.
c. Faktor Internal
Di samping faktor genetik dan lingkungan, faktor internal
dalam diri anak berikut ini juga dapat memengaruhi proses tumbuh
kembang anak, yaitu :
19

1) Kecerdasan (IQ)
Kecerdasan merupakan salah satu faktor internal yang
dapat memengaruhi tumbuh kembang anak karena kecerdasan
dimiliki anak sejak dilahirkan. Biasanya anak dengan
kecerdasan yang rendahtidak akan mencapai prestasi yang
cemerlang walaupun telah diberikan stimulasi yang tinggi
sedangkan pada anak dengan kecerdasan tinggi dapat didorong
oleh stimulus lingkungan untuk berprestasi secara cemerlang.
2) Pengaruh Hormonal
Terdapat 3 hormon utama yang memengaruhi tumbuh
kembang anak, yaitu :
a) Hormone Somatotropin (Growth Hormon)
Hormon somatotropin atau hormone pertumbuhan
merupakan hormone yang berpengaruh pada pertumbuhan
tinggi badan karena menstimulasi terjadinya proliferasi sel,
kartilago dan skeletal. Kelebihan hormone ini dapat
menyebabkan gigantisme (pertumbuhan yang besar),
sementara itu kekurangan hormon ini menyebabkan
dwarftisme ( kerdil).
b) Hormone Tiroid
Dimana hormon ini mutlak diperlukan pada tumbuh
kembang anak, karena mempunyai fungsi menstimulasi
metabolisme fungsi tubuh, yaitu metabolisme protein,
karbohidrat dan lemak.Kekurangan hormon ini (disebut
hipotiroidisme) dapat menyebabkan retardasi fisik dan
mental bila berlangsung terlalu lama.Sebaliknya, kelebihan
hormon ini (disebut hipertiroidisme) dapat mengakibatkan
gangguan pada kardiovaskuler, metabolisme, otak, mata,
seksual, dsb.
c) Hormon Gonadotropin (Hormon Seks)
20

Diaman homon ini mempunyai peranan penting


dalam fertilisasi dn reproduksi. Hormone ini menstimulasi
pertumbuhan interstisial dan testis untuk memproduksi
testosterone dan ovarium untuk meproduksi ovum.
3) Pengruh Emosi
Orang tua terutama ibu adalah orang yang terdekat.
Tempat anak untuk tumbuh dan berkembang.Orang tua adalah
model peran bagi anak. Jika orang tua memberikan contoh
perilaku emosional yang baik atau buruk, anak akan belajar
untuk meniru perilaku orang tua tersebut.
4) Proses maturasi atau pematangan kepribadian anak diperoleh
melalui proses belajar dan lingkungan keluarganya.

4. Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 1 dan 2 tahun

Menurut IDAI (2013) ; Skanisa (2011), tahapan pertumbuhan


dan perkembangan anak usia 1 tahun – 2 tahun, sebagai berikut :
a. Tahapan Pertumbuhan pada Anak usia 1 – 2 tahun
Menurut World Health Organization (WHO), tahapan
pertumbuhan pada anak usia 1 – 2 tahun meliputi:
1) Tinggi badan (TB)
Pada anak laki – laki, tinggi badan anak usia 1 tahun
sekitar 76 cm dan pada anak usia 2 tahun sekitar 87 cm.
sedangkan pada anak perempuan, tinggi badan anak usia 1
tahun sekitar 74 cm dan pada usia 2 tahun sekitar 86 cm.
2) Berat badan (BB)
Pada anak laki – laki, berat badan anak usia 1 tahun
sekitar 9 – 10 kg dan pada usia 2 tahun sekitar 12 kg.
sedangkan anak perempuan, berat badan anak usia 1 tahun
sekitar 9 kg dan pada usia 2 tahun sekitar 11 – 12 kg.
3) Indeks masa tubuh (IMT)
21

Pada anak laki-laki IMT anak usia 1 tahun sekitar 16,8


kg/m2 dan pada anak usia 2 tahun sekitar 16 kg/m2. Sedangkan
pada anak perempuan, IMT anak usia 1 tahun sekitar 16,4
kg/m2 dan pada usia 2 tahun sekitar 16,7 kg/m2.
4) Lingkar kepala (LK)
Pada anak laki – laki, lingkar kepala anak usia 1 tahun
sekitar 46 cm dan pada usia 2 tahun sekitar 48 cm. Sedangkan
pada nak perempuan, lingkar kepala anak usia 1 tahun sekitar
45 cm dan pada usia 2 tahun sekitar 47 cm.
5) Lingkar lengan (LILA)
Pada anak laki-laki, lingkar lengan anak usia 1 tahun
sekitar 14,5 cm dan pada usia 2 tahun sekitar 15,2 cm.
sedangkan pada anak perempuan, lingkar lengan anak usia 1
tahun sekiatr 14,3 cm dan pada usia 2 tahun sekiatr 14,9 cm.
b. Tahap Perkembangan Anak usia 1 – 2 tahun
Menurut Lembaga Studi Pengembangan Perempuan dan
Anak (LSPPA), tahapan perkembangan pada anak usia 1 – 2 tahun
meliputi:
1) Motorik kasar
Pada motorik kasar, biasanya anak sudah mampu
merangkak, berjalan, anak sudah mampu berjalan cepat pada
usia 15 bulan, anak mampu merangkak ditangga, melempar
bola, berdiri dikursi, menarik dan mendorong kursi / meja.
2) Bahasa dan Bicara
Pada kemampuan bahasa dan bicara, biasanya anak
mampu merespon terhadap perintah sederhana, paham
pernyataan sederhana, menunjuk benda yang dikenalnya jika
diminta, menggerakkan tubuh supaya orang lain mengerti,
mengatakan sedikitnya 3 kata selain kata mama dan dadah,
memanggil sedikitnya satu nama orang lain, merespon pada
pernyataan ya dan tidak untuk menyatakan keinginannya /
22

kemauannya, sedikitnya punya 25 kosakata yang bisa


diucapkan, mengatakan tidak untuk menolak sesuatu, mampu
menyebut namanya sendiri, membuat kalimat dari 2 kata,
menunjuk sedikitnya 7 gambar yang dikenalnya, dan
menyebutkan sedikitnya 3 benda yang dikenalnya.
3) Motoric Halus
Pada motorik halus, biasanya anak sudah mampu
mengambil benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk, membuka
buku, menyusun balok, menuangkan cairan ke wadah yang lain
dan mencoret – coret.
4) Kognitif
Pada kemampuan kognitif, biasanya anak sudah mampu
mengenal bermacam-macam benda, menunjuk gambar
binatang atau benda-benda yang diknalnya, mengamati gambar
atau suatu benda dengan seksama, menunjuk dan menyebut
minimal 4 anggota tubuh.
5) Social Emosi
Pada kemampuan social emosi, biasanya anak sudah
mampu bermain dengan beraneka ragam mainan, bermain
dengan permainan sederhana seperti menggelindingkan bola
kedepan dan kebelakang. Anak juga mampu bermain dalam
permainan yang melibatkan pihak lain, bermain pura-pura,
menirukan suara dari lingkungan,menirukan kegiatan seperti
pekerjaan rumah tangga, menirukan gerakan benda-benda
kedalam wadah.
6) Seni
Anak sudah mampu mendengarkan musik dan mengikuti
irama, tertarik menggunakan benda yang menimbulkan bunyi,
bertepuk tangan mengikuti irama juga menirukan lagu anak-
anak.
7) Ketrampilan Hidup
23

Anak sudah mampu mengambil gelas dari meja untuk


diminum kemudian meletakkannya kembali, menggunakan
sendok untuk menyendok dan menyuap makanan walaupun
berceceran, mengunyah dan menelan, mampu minum dari gelas
dengan pegangan satu tangan, menggunakan sedotan, sudah
tidak mengompol ketika tidur, memberitahu kalau celananya
basah atau kotor dan mampu mencuci tangan dan
mengeringkannya dengan bantuan.

D. Konsep Hospitalisasi

Konsep Hospitalisasi pada anak menurut Wulandari & Erawati


(2016) yaitu:
1. Pengertian

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang dimiliki alasan yang


berencana/darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi, dan perawatan sampai pemulangannya
kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian
ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatic dan penuh
dengan stress. Perasaan yang sering muncul yaitu cemas, marah, sedih,
takut, dan rasa bersalah.

2. Pendekatan yang Digunakan dalam Hospitalisasi Anak

Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi anak yaitu


pendekatan empirik dan pendekatan melalui metode
permainan.Pendekatan empirik dilakukan dengan menanamkan
kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam
hospitalisasi.Metode pendekatan empiric menggunakan strategi, yaitu
melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta
didik dan melalui penyuluhan yang diharapkan meningkatnya
24

kesadaran diri mereka sendiri dan peka terhadap lingkungan


sekitarnya.
Pendekatan melalui metode permainan merupakan cara alamiah bagi
anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari.
Kegiatan yang dilakukan sesuai keinginan sendiri untuk memperoleh
kesenangan.Bermain merupakan kegiatan menyenangkan, berupa fisik,
intelektual, emosi, social, sekaligus untuk belajar dan perkembangan
mental.Tujuan bermin dirumah sakit adalah untuk dapat melanjutkan
tumbuh kembang yang normal selama dirawat dan untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan, serta fantasinya melalui
permainan.Prinsip bermain di rumah sakit yaitu, tidak membutuhkan
banyak energy, waktunya singkat, mudah dilakukan, aman, kelompok
umur, dan tidak bertentangan dengan terapi.

3. Reaksi Hospitalisasi pada Anak Usia Infant dan Prasekolah

Reaksi hospitalisasi pada anak usia infant dan prasekolah antara


lain:
a. Reaksi Hospitalisasi pada Anak Usia Infant
1) Reaksi anak usia bayi terhadap hospitalisasi
Masalah yang utama adalah dampak dari perpisahan
dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa
percaya dan kasih saying. Pada anak usia lebih dari 6 bulan
terjadi stranger anxiety (cemas apabila berhadapan dengan
orang yang tidak dikenalnya) dan cemas karena perpisahan.
Respon yang paling sering muncul pada anak ini adalah
menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai
sikap terhadap stranger anxiety.
2) Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak
Reaksi orang tua terhadap perawatan anak di rumah sakit
dan latar belakang yang menyebabkan adalah sebagai berikut:
25

a) Perasaan cemas dan takut: perasaan tersebut muncul pada


saat orangtua melihat anak menjalani prosedur yang
menyakitkan, seperti pengambilan darah, infus, injeksi, dan
prosedur invasif lainnya.
b) Perasaan sedih: perasaan ini muncul terutama pada saat
anak dalam kondisi terminal dn orang tua mengetahui
bahwa tidak ada lagi harpan anaknya untuk sembuh.
c) Perasaan frustasi: pada kondisi anak yang telah dirawat
cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta
tidak kuatnya dukungan psikologis yang diterima orangtua
baik dari keluarga maupun kerabat lainnya.
b. Reaksi Hospitalisasi pada Usia Prasekolah
Dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah yaitu
menolak makan, sering bertanya, menangis berlahan, dan tidak
kooperatif dengan tenaga kesehatan.

E. Imunisasi Dasar

1. Pengertian Imunisasi

Menurut Marimbi (2010), imunisasi merupakan suatu program

yang sengaja memasukkan antigen lemah supaya merangsang antibody

keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem

imun tubuh mempunyai suatu system memori (daya ingat), ketika

vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibody untuk

melawan vaksin tersebut dan system memori akan menyimpannya

sebagai suatu pengalaman. Jika tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh

antigen yang sama dengan vaksin maka antibody akan tercipta lebih

cepat dan banyak walaupun antigen bersifat lebih kuat dari vaksin
26

yang pernah dihadapi sebelumnya. Oleh karena itu imunisasi efektif

mencegah penyakit infeksius.

2. Tujuan Imunisasi

Secara umum tujuan imunisasi, antara lain, melalui imunisasi,

tubuh tidak mudah terserang penyakit menular, dan imunisasi

menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) serta mortilitas

(angka kematian) pada balita.

3. Syarat Imunisasi

Syarat imunisasi menurut Depkes RI (2005) antara lain, diberikan

pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik,

disimpan dilemari es dan belum lewat masa berlaku, pemberian

imunisasi dengan teknik yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi

dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang diterima, meneliti jenis

vaksin yang diberikan, dan memberikan dosis yang sesuai.

4. Imunisasi Pada Anak

Imunisasi pada anak pada usia infant antara lain:

a. Imunisasi BCG

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap


penyakit Tuberkulosis (TBC).BCG diberikan 1 kali sebelum anak
umur 2 bulan, vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette
guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 30.000-1.000.000
partikel/dosis. Biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh imunisasi ini
adalah setelah 406 minggu ditempat bekas suntikan akan timbul
bisul kecil yang akan pecah. Ini merupakan rekasi yang
normal.Namun, bila bisulnya dan timbul kelenjar pada ketiak atas
27

lipatan aha, sebaiknya anak segera dibawa kembali


kedokter.Sementara waktu untuk mengatasi pembengkakan,
kompres bekas suntikan cairan antiseptik.
b. Imunisasi DPT
Pemberian vaksin DPT dilakukan tiapa kali mulai umur 2
bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini
diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibody dalam tubuh
masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan
pemberian ketiga diperoleh cukupan antibody. Daya proteksi
vaksin dipteri cukup baik yaitu sebesar 80-90%, daya proteksi
vaksin tetanus 90-95% akan tetapu daya proteksi vaksin pertussis
masih rendah yaitu 50-60%. Oleh karena itu, anak-anak amsih
berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertussis
tetapi lebih ringan.
c. Imunisasi Campak
Campak disebabkan oleh sebuah virus yang bernama virus
campak. Gejalanya adalah demam, batuk, pilek, dan bercak-bercak
merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita
demam. Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada
antibody yang diperoleh dari ibu.
d. Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit
polio.Penyakit ini disebabkan oleh virus yang menyebar melalui
tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat
menjadi lumpuh layuh. Vaksin ada 2 jenis, yakni Vaccine polio
inactivated (IPV) dan Vaccine polio oral (OPV). Vaksin ini
diberikan pada bayi baru lahir, 2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahun.
e. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B untuk mencegah penyakit yang
disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Diberikan
sedini mungkin setelah lahir, suntikan secara intramuscular
28

didaerah deltoid, dosis kedua 1 bulan berikutnya, dosis ketiga 5


bulan berikutnya (usia 6 bulan).

5. Kontraindikasi Pemberian Imunisasi pada Anak

Kontraindikasi pemberian imunisasi pada anak antara lain:

a) Anafilatik atau reaksi hipersensitivitas (reaksi tubuh yang


terlalu sensitive) yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak
terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan
panas lebih dari 380C merupakan kontraindikasi pemberian
DPT dan HB1 dan campak.
b) Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan
tanda-tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain
sebaiknya diberikan.
c) Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian
imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan
vaksin, tetapi intalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat.

6. Akibat Bila Tidak di Imunisasi

Jika anak tidak diberi imunisasi anak akan beresiko terkena


penyakit dan bisa menyebabkan kematian. System kekebalan tubuh
apada anak yang tidak mendapat imunisasi tidak sekuat anak yang
diberi imunisasi. Tubuh tidak mengenali virus penyakit yang masuk
ke tubuh sehingga tidak bisa melawannya, ini membuat anak rentan
terhadap penyakit. Jika anak yang tidak diimunisasi ini menderita
sakit ia juga dapat menularkannya ke orang sekitar dan juga
membahayakan orang lain.

7. Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan pada anak usia prasekolah antara lain:


29

a) Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)


Pengulangan vaksin DPT dilakukan sebanyak 3 kali,
yaitu usia 18 bulan, 5 tahun, dan 10 tahun. Namun saat
pengulangan di usia 10 tahun, vaksin yang diberikan hanya
DPT saja. Karena penyakit pertussis hanya menyerang anak
usia balita sehingga bila anak sudah berusia 5 tahun, tidak perlu
diberikan lagi.
b) Imunisasi campak
Vaksin ini diulang dalam bentuk imunisasi MMR
(Measles, Mumps, Rubella). Ulangan pertama diberikan pada
rentan usia 15-24 bulan dan ulangan yang kedua saat berusia 4-
6 tahun. Imunisasi MMR ini berguna untuk melindungi anak
dari radang paru (pneumonia), radang otak, infeksi telinga, dan
kejang.
c) Imunisasi Polio
Pada imunisasi ini, pengulangan dilakukan sebanyak 2
kali, pertama saat si kecil berusia 18 bulan dan kedua di vaksin
kembali pad rentang usia 4-6 tahun.

8. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

a) Pengertian KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan
KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.Pada keadaan
tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari.
b) Penyebab
Tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi karena
sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan
imunisasi, oleh karena untuk menentukan KIPI diperlukan
beberapa keterangan seperti:
30

1) Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin


tertentu
2) Sifat kelainan tersebut local atau sistemik
3) Derajat sakit resipien
4) Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, dan tidak
terbukti.
5) Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan
dengan vaksin, kesalahan reproduksi, atau kesalahan
prosedur.
c) Angka kejadian KIPI
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi
anafilatik.Angka kejadian reaksi anafilatik diperkirakan 2
dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi
anafilatik hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis.Anak yang
lebih besar dan orang sewasa lebih banyak mengalami snkope,
segera atau lambat.Episode hipotonik atau hiporesponsif juga
tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah
imunisasi.

9. Konsep Asuhan Keperawatan Kejang Demam

1. Pengkajian

a. Identitas Data
Identitas data meliputi, nama, tempat tanggal lahir, usia,
pendidikan, alamat, agama, nama ayah/ibu, pekerjaan ayah dan ibu,
pendidikan ayah dan ibu, agama ayah dan ibu, dan suku/bangsa.
b. Keluhan Utama
Pasien dengan kejang demam datang dengan keluhan adanya
demam yang dialami oleh anak (suhu rektal di atas 38 0C) (Norma,
2015).
31

c. Riwayat penyakit sekarang


Pasien dengan kejang demam ketika datang ke RS biasanya kejng
sudah berhenti. Jika masih kejang, perlu di kaji suhu saat kejang, lama
serangan, interval antara dua seragam, kesadaran saat kejang dan pasca
kejang, serta apakah kejang itu baru pertama kali atau sudh pernah
sebelumnya, bila sudah pernah, berapa kali, waktu anak usia berapa,
dan kapan kejang terakhir (Latief, dkk, 2014).
d. Riwayat Masa Lampau
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang harus terkaji pada anak
sakit adalah riwayat kehamilan ibu, riwayat persalinan, dan riwayat
imunisasi (Latief, dkk, 2014)
1) Riwayat kehamilan
Keadaan ibu sewaktu hamil, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per vagina sewaktu hamil dan penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil.
2) Riwayat persalinan
Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan, atau
dengan tindkan forcep/vakum, perdarahan antepartum, asfiksia,
dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi dengan berat
badan lahir rendah, panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan
kejang-kejang.
3) Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum
ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari
imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingan adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
e. Riwayat Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang?Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
32

infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam


(Putra, 2013).
f. Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yang mengasuh anak? Bagaimana hubungan dengan
anggota keluarga dan teman sebayanya (Putra, 2013).
g. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Pada kasus kejang demam, mayoritas ibu tidak tahu tentang
penyakit yang dialami anaknya, saat panas anaknya hanya di
kompres dan diberi obat penurun panas (Yuliana, 2014).
2. Nutrisi – pola metabolic
Anak dengan kejang demam biasanya mengalami
penurunan nafsu makan, mual muntah, dan cenderung
rewel.Tanyakan pada keluarga pasien pola makan sebelum dan
selama sakit, apakah ada perubahan pola makan meliputi frekuensi
dan juga porsinya. Kemudian apakah pasien mengalami penurunan
berat badan selama sakit (Fitria, 2016).
3. Pola eliminasi
Pada anak kejang demam tidak ada gangguan BAB maupun
BAK. BAB dengan konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan,
dengan frekuensi 1x/hari, dan bau khas.BAK tidak ada keluhan
warna kekuningan jernih (Yuliana, 2014).
4. Aktivitas – pola latihan
Biasanya pada anak dengan kejang demam pola
aktivitasnya akan terganggu, anak akan rewel, semua aktivitas
dibantu, tidak ada anggota gerak yang cacat, dan biasanya anak
akan lebih sering menangis. Tanyakan pada keluarga pasien
kebiasaan aktivitas di rumah sebelum sakit dan selama sakit,
kegiatan di sekolah, kemampuan yang telah dicapai seperti
33

berjalan, duduk.Apakah ada kelemahan anggota gerak atau tidak


(Fitria, 2016).
5. Pola istirahat – tidur
Pasien kejang demam biasanya tampak mengantuk dan
banyak menguap. Tanyakan pada keluarga pasien bagaimana
kebiasaan tidur sebelum dan selama sakit apakah ada perubahan,
kemudian tanyakan apakah pasien biasa tidur dalam keadaan gelap
atau terang, apakah pasien juga sering terbangun karena ngompol,
batuk lendir, dan sesak (Fitria, 2016).
6. Pola kognitif – persepsi
Biasanya pasien akan mengalami penurunan kesadaran,
pandangannya juga kurag fokus, tetapi pada penglihatan dan
pendengarannya biasanya normal. Pasien biasanya juga tampak
rewel dan menangis. Perhatikan bagaimana respon pasien pada saat
sakit, apakah pasien masih dapat merespon perkataan dari orang
lain dengan baik (Fitria, 2016).
7. Persepsi diri – pola konsep diri
Ibu tidak tahu apa penyebab kejang yang dialami anaknya,
ibu hanya mengetahui anaknya demam, dan ibu selalu khawatir
saat anaknya kejang (Yuliana, 2014).
8. Pola peran – hubungan
Hubungan dengan keluarga, perawat, maupun orang lain
tidak ada masalah baik selama dirawat dirumah sakit (Doar, 2015).
9. Sexsualitas
Adakah tanda-tanda penyakit infeksi pada kelamin yang
dapat memicu terjadinya kejang demam (Salim, 2015).
10. Koping – pola toleransi sress
Biasanya anak hanya akan tenang di dekat keluarganya
seperti ibunya, dan ketika ada perawat yang mendekati anak
tersebut anak itu akan menangis. Tanyakan kepada keluarga
bagaimana respon anak pada saat sakit, apakah melempar mainan,
34

mengompol, mengisap jari atau menangis. Tanyakan juga kepada


keluarga, usaha apa yang dilakukan untuk menenangkan sang anak
(Fitria, 2016).
11. Pola keyakinan
Nilai keyakinan pasien terhadap agama kepercayaannya
(Hidayah, 2016).
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : pasien tampak lemah
2) Tanda – tanda vital : suhu biasanya di atas 380C, nadi cepat,
pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis).
3) BB/TB : penurunan berat badan
4) Kepala
Ada tanda-tanda kenaikan tekanan intracranial, yaitu ubun-ubun
besar cembung.
5) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan.
6) Hidung
Umumnya tidak ada kelainan.
7) Mulut
Dapat dijumpai tonsillitis dan stomatitis, bibir kering, serta adakah
gigitan lidah.
8) Telinga
Kemungkinan dapat dijumpai tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
9) Dada
Umumnya normal
10) Jantung
Peningkatan denyut jantung
11) Paru-paru
35

Kemungkinan ditemukan bronchiolitis


12) Perut
Mual-mual dan muntah
13) Genetalia
Kemungkinan ada tanda-tanda infeksi
14) Ekstremitas
Kejang pada ekstremitas atas dan bawah, sianosis pada jari tangan
dan kaki, nyeri, dan adanya ketegangan otot.
15) Kulit
Akral teraba hangat, kulit kemerahan
i. Pemeriksaan tumbuh kembang
Pemeriksaan tumbuh kembang pada anak kejang demam
menurut Norma (2015) adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan
Anak dapat mudah mengalami keterlambatan pertumbuhan,
misalnya berat badan yang kurang karena ketidakcukupan nutrisi
sebagai dampak anoreksia, tinggi badan yang kurang dari umur
semestinya sebagai akibat penurunan asupan mineral.
2. Perkembangan
Penurunan kepercayaan diri akibat sering kambuhnya
penyakit sehingga anak lebih banyak berdiam diri akibat sering
bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau berinteraksi dengan
teman sebaya.Saat di rumah sakit anak terlihat pendiam, sulit
berinteraksi dengan orang yang ada di sekitar, jarang menyentuh
mainan. Kemungkinan juga dapat terjadi gangguan perkembangan
yang lain seperti penurunan kemampuan motorik kasar (meloncat,
berlari).
j. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah ditemukan
adanya peningkatan kalium (normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-
36

5.8 mEq/L), jumlah cairan cerebrospinal meningkat dan berwarna


kuning (Subianto, 2011).

2. Fokus Diagnosa Kejang Demam

Diagnosa keperawatan Gangguan Rasa Aman Resiko Kejang


Berulang menurut Nuarif & Kusuma (2015) adalah gangguan keamanan
yang terjadi karena beresiko mengalami kejang berulang yang
berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal yang
ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh >380C, kulit teraba panas, kulit
kemerahan, takikardi dan terjadinya kejang.

3. Fokus Intervensi Kejang Demam

a. Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam kejang
berulang tidak terjadi, dengan kriteria hasil:
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) HR dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit
4) Orangtua mampu melakukan tindakan penatalaksanaan hipertermi
dan kejang secara mandiri

b. Intervensi keperawatan

Intervensi Rasional
1. Monitor keadaan umum 1. Mengetahui KU dan
dan kesadaran kesadaran anak (lemas, kuat,
composmentis, apatis,
delirium)
2. Monitor suhu, RR, HR 2. Mencegah terjadinya
Hiperpireksia
3. Monitor kulit anak 3. Mengetahui apakah ada
37

(warna, suhu, turgor, sianosis, dehidrasi atau


kelembapan) komplikasi lain
4. Monitor intake dan 4. Peningkatan suhu tubuh
output anak mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga
intake dan output harus
seimbang
5. Berikan kompres hangat 5. Menurunkan panas lewat
kepada anak konduksi
6. Berikan obat antipiretik 6. Menurunkan panas pada
pusat hipotalamus
7. Tingkatkan sirkulasi 7. Agar kebutuhan O2 anak
udara tetap terpenuhi
8. Ketika kejang baringkan 8. Agar anak bebas selama
anak pada tempat yang aktivitas kejang dan tidak
rata dan hindarkan dari mengalami cidera lainnya
benda yang dapat serta tidak mengalami
membahayakan anak aspirasi lambung
serta dimiringkan kepala
anak
9. Pasangkan sudip 9. Spatel lidah sangat penting
lidah/guendel yang untuk mencegah jika
dilapisi dengan kasa/tisu tergigitnya lidah
10. Longgarkan pakaian 10. Agar tidak menghambat
anak sirkulasi udarakarena pakaian
yang terlalu ketat
11. Damping anak selama 11. Apabila ada kondisi yang
mengalami serangan buruk, orangtua dapat segera
kejang memberikan pertolongan
12. Berikan obat anti 12. Sebagai pengatur gerakan
konvulsif motorik/mengehentikan
gerakan motorik yang
berlebihan/untuk mencegah
terjadinya kejang berulang
38

13. Berikan penkes kepada 13. Agar orangtua mengerti dan


orangtua mampu memberikan
penatalaksanaan yang tetap
pada anak kejang demam

4. Implementasi

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk


membantu klien dari masalah status kesehatan yang di hadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Hasanah, 2013).

5. Evaluasi

Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan pada klien dengan


kejang demam adalah mencegah / mengendalikan aktifitas kejang,
melindungi klien dari cedera, dan pemahaman keluarga tentang
pencegahan, pengobatan dan aktivitas selama kejang (Dongoes, 1999).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode


deskriptif dengan pemaparan kasus dan menggunakan pendekatan proses
keperawatan dengan memfokuskan pada salah satu masalah penting dalam
kasus yang dipilih yaitu keperawatan pada kejang demam dengan fokus
studi pengelolaan pemenuhan kebutuhan rasa aman resiko kejang
berulang.

B. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan dua responden (klien), dimana


memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah klien usia infant hingga
prasekolah dengan kejang demam, dan diperbolehkan orangtua atau
keluarga sebagai responden.
2. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah keluarga klien tidak
mengizinkan klien dijadikan responden, dokter tidak mengizinkan
klien dijadikan responden atau klien memilih penyakit lain yang
memerlukan penanganan khusus seperti penyakit jantung.

C. Fokus Studi

Asuhan keperawatan pada anak yang mengalami kejang demam


dengan fokus studi pengelolaan pemenuhan kebutuhan rasa aman resiko
kejang berulang.

39
40

D. Definisi Operasional

Asuhan keperawatan pada kejang demam dengan fokus studi


pengelolaan pemenuhan kebutuhan rasa aman adalah serangkaian tindakan
atau proses keperawatan yang diberikan kepada klien dengan kejang
demam yang dilakukan secara berkesinambungan untuk pemecahan
masalah gangguan pemenuhan kebutuhan rasa aman yang meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana keperawatan, implementasi,
kemudian penilaian atau evaluasi terhadap tindakan keperawatan hingga
kemudian pendokumentasian hasil tindakan keperawatan.

E. Tempat dan Waktu


1. Tempat penelitian
Tempat asuhan keperawatan keperawatan anak dalam
pemenuhan kebutuhan rasa aman pada klien dengan kejang demam di
RSUD Dr. R Soetidjono Blora.
2. Waktu penelitian
Pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan Gangguan Rasa
Aman: Resiko Kejang Berulang dilaksanakan pada bulan… 2021

F. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis yaitu dengan berbagai
cara meliputi:
1. Wawancara
Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada klien dan
keluarga klien mengenai keluhan yang dirasakan klien pada saat
dilakukan pengkajian, penulis juga menanyakan mengenai riwayat
kesehatan sekarang tentang sejak kapan keluhan yang dialami klien,
tindakan apa yang telah dilakukan, bagaimana respon dari tindakan
yang dilakukan dan sejak kapan klien dibawa ke RS. Kemudian
penulis menanyakan mengenai riwayat keperawatan dahulu apakah
klien pernah mengalami sakit seperti yang dialami pada saat ini
41

sebelumnya dan juga penyakit lain. Riwayat kesehatan keluarga,


penulis menanyakan mengenai apakah ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat penyakit herediter dan infeksius seperti hipertensi,
diabetes mellitus dan TB.
2. Observasi
Penulis melakukan pengamatan langsung pada keadaan klinis
klien dan hasil tindakan asuhan keperawatan dengan gangguan rasa
aman: resiko kejang berulang yang diberikan pada klien dengan kejang
demam.
3. Pemeriksaan fisik
Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan
pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
4. Studi dokumentasi keperawatan
Penulis menggunakan berbagai sumber catatan medis serta hasil
pemeriksaan penunjang untuk membahas tentang kejang demam
gangguan pengelolaan rasa aman resiko kejang berulang.

G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data menurut Notoatmodjo, 2010 yaitu:


lembar / format asuhan keperawatan, alat tulis, alat kesehatan
(thermometer), SOP kompres hangat, dan SAP penanganan kejang
demam.

H. Penyajian Data dan Analisis Data

Analisa data yang dilakukan adalah menilai kesenjangan antara


teori yang ada didalam tinjauan pustaka dengan respon klien gangguan
pengelolaan rasa aman: resiko kejang berulang yang telah dipilih menjadi
objek penelitian. Analisis data dimulai dengan mengumpulkan data melaui
wawancara/anamnesa dan observasi secara langsung yakni pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan diagnostik. Selanjutnya menentukan prioritas
42

masalah serta menentukan diagnosa keperawatan dan menyusun rencana


keperawatan untuk mengatasi masalah. Kemudian melakukan tindakan
keperawatan sesuai waktu dalam rencana yang telah dibuat dan
mengevaluasi keadaan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
sesuai tujuan yang telah direncanakan. Data disajikan tekstular/narasi
sesuai dengan desain penelitian studi kasus (Notoatmodjo, 2010).

I. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan perilaku peneliti yang harus di pegang
secara teguh pada sikap ilmiah dan etika penelitian meskipun penelitian
yang kita lakukan tidak merugikan responden tetapi etika penelitian harus
tetap dilakukan. Masalah etika penelitian yang harus diperhatikan oleh
peneliti yaitu sebagai berikut (Hidayat, 2014: 93):
1. Informed consent

Informed consent adalah salah satu bentuk persetujuanyang telah


diterima subjek penelitian setelah mendapatkan keterangan yang jelas
mengenai perlakuan dan dampak yang timbul pada penelitian yang
akan dilakukan. Informed consent ini diberikan kepada responden
sebelum dilakukan penelitian supaya responden mngetahui maksud
dan tujuan serta memahami dampak dari penelitian tersebut. Saat
responden bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar
informed consent tersebut. Apabila responden tidak bersedia, maka
peneliti tidak boleh memaksa dan harus menghormati keputusan dan
hak responden.
2. Anonymity (Tanpa Nama)

Masalah etika responden yang memberikan jaminan dengan cara


tidak memberikan atau mencantumkan nama responden atau memakai
nama inisial pada lembar kuesioner dan hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
dilaksanakan.
43

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah etika responden pada setiap penelitian diberikan


jaminan untuk menjaga kerahasiaan hasil penelitian, baik secara
informasi tertulis maupun tidak tertulis ataupun masalah lain yang
terjadi saat penelitian berlangsung. Semua informasi yang didapatkan
dari responden yang telah dikumpulkan pada peneliti akan dijamin
kerahasiaannya, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada
hasil perhitungan data.
4. Justice and inclusiveness (Keadilan dan Keterbukaan)

Permasalahan etika responden yang memberikan jaminan


keadilan untuk setiap responden untuk mendapatkan perlakuan yang
sama tanpa membedakan gender, agama dan etnis. Sedangkan untuk
keterbukaan peneliti memberikan jaminan untuk lingkungan peneliti
supaya dikondisikan agar peneliti dapat menjelaskan prosedur
penelitian secara terbuka kepada responden.
DAFTAR PUSTAKA

Dini Rahayu Septiyani. (2018). Asuhan Keperawatan pada Anak Kejang Demam

dengan Fokus Studi Rasa Aman Resiko Kejang Berulang. KTI tidak

dipublikasikan. Semarang: Program Studi Ilmu Keperawatan Blora,

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG.

Carpenito. (2012). Buku Saku Diagnosa Kepeawatan Edisi 13. Jakarta: EGC.

Fitria, Febriani. (2016). Asuhan Keperawatan Kejang Demam (online),

(http://fefitria.blogspot.co.id/2016/05/asuhan-keperawatan-kejang-

demam.html diakses pada 1 oktober)

Hasanah, Uli Alfi (2013). Pengaruh kompres Lama Waktu Kompres Air Hangat

Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Anak Demam. Skripsi

Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Hutri, E. R., Ganis, I., Arneliwati. (2020). Gambaran Penanganan Pertama Kejang

Demam yang Dilakukan Ibu Pada Balita. Jurnal Ners Indonesia, 2, 238-

248.

Kyle & Carman. (2019). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Lestari, Titik (2016). Asuhan Keperawatan Anak Yogyakarta: Nuha Medika.

Latief, Mukhtar, dkk. 2014. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Made, S. D. P. H., Dewi, S. M. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Kejang Demam Berulang pada Anak di RSUP Sanglah Denpasar.

E-Jurnal Medika, 4.

Novi, I., Dwi, H. (2019). Peningkatan Kemampuan Orangtua dalam Penanganan

Pertama Kejang Demam pada Anak. Jurnal Peduli Masyarakat, 1, 7-12.

Nanda. ( 2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi

10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Norma, (2015). Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Kejang Demam.

(online), (http://marashian.blogspot.co.id/2015/09/asuhan-keperawatan-

pada-anak-dengan.html diakses pada 1 oktober)

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Edisi3. Jakarta: EGC.

Nugroho. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit

Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nuarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa dan Nanda NIC NOC Jilid 1. Jogjakarta: Medication.

Putra, H. S. D., dkk. (2014). Keperawatan Anak & Tumbuh Kembang.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Potter & Perry 2010, Fundamental of Nursing, Mosby.st.Louis.

Regina Putri, D. (2017). Askep Dengan Kejang Demam. Journal Nursing, (45),

39.
Siti Nurkholifah. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam Dengan

Fokus Studi Pengelolaan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman: Resiko

Kejang Berulang. Blora. KTI Prodi Keperawatan Blora.

Wulandari & Erawati. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: IKP.
LEMBAR BIMBINGAN

PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN – POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Aisyah Yuweningrum

NIM : P1337420418033

Nama Pembimbing : Sutarmi, MN

Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam Dengan

Fokus Studi Gangguan Rasa Aman

NO Hari/Tanggal Materi Bimbingan Saran Tanda tangan Monitor


Pembimbing KAPRODI
1.

2.

3.

4.

5.
6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Blora, 15 Desember 2020

Ketua Program Studi DIII

Keperawatan Blora

Joni Siswanto. SKep., MKes.


NIP. 196607131990031003
LEMBAR BIMBINGAN

PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN – POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Aisyah Yuweningrum

NIM : P1337420418033

Nama Pembimbing : Erni Nuryanti, S.Kep., Ners., M.Kes

Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam Dengan

Fokus Studi Gangguan Rasa Aman

NO Hari/Tanggal Materi Bimbingan Saran Tanda tangan Monitor


Pembimbing KAPRODI
1.

2.

3.

4.

5.
6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Blora, 15 Desember 2020

Ketua Program Studi DIII

Keperawatan Blora

Joni Siswanto. SKep., MKes.


NIP. 196607131990031003
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. BIODATA
1. Nama Lengkap : Aisyah Yuweningrum
2. NIM : P1337420418033
3. Tempat Lahir : Blora
4. Tanggal Lahir : 14 April 2000
5. Alamat rumah:
a) Kelurahan : Jiken
b) Kecamatan : Jiken
c) Kab/kota : Blora
d) Provinsi : Jawa Tengah
6. Telepon:
a) Rumah :
b) HP : 082311510024
c) E-mail : aysyuweni22@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan SD di SDN Negri 2 Jiken
2. Pendidikan SMP di SMP Negri 1 Jiken
3. Pendidikan SMA di SMA Muhammadiyah 1 Blora
4. Pendidikan DIII Keperawatan di Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi
DIII Blora

Demikian riwayat ini saya buat dengan sebenar-benarnya, semoga dapat dijadikan
informasi dan pertimbangan.

Blora, 15 Desember 2020

Aisyah Yuweningrum

P1337420418033

Anda mungkin juga menyukai