Anda di halaman 1dari 14

ILMU PENYAKIT DAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN FISIK NERVUS KRAINALIS

KELOMPOK 3

1.Ni Putu Ayu Masista Dewi (01)

2.I Gede Dita Darmawan (06)

2.Ni Kadek Juli Lestari (11)

3.Ni Luh Mita Sari Ningsih (15)

4.Ni Putu Santi Kumala Dewi (20)

5.Ni Made Yustina Sukma Pratiwi (26)

SMK Gandhi Usada Bali

Tahun Pelajaran

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ Ilmu Penyakit Dan Penunjang Diagnostik (Pemeriksaan Fisik Nervus Krainalis) ”
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui definisi , penyebab ,tanda &
gejala , pemeriksaan , penatalaksanaan atau pengobatan Urolothiasis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih banyak
terdapat kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan serta
pengalaman penulis. Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nervus Krainalis...............................................................................................5

2.2 Indikasi Pemeriksaan Nervus Krainalis..............................................................................5

2.3 Bagian-bagian Saraf Kranial...............................................................................................6

2.4 Pemeriksaan Fisik Nervus Kranialis...................................................................................6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................13

3.2 Saran...................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nervus Krainalis adalah 12 pasang saraf pada manusia yang mencuat dari otak, berbeda
dari saraf spinal yang mencuat dari sumsum tulang belakang. Saraf kranial merupakan
bagian dari sistem saraf sadar. Pemeriksaan nervus kranialis merupakan bagian dari
pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi gangguan pada sistem saraf. Pemeriksaan nervus
kranialis dapat membantu klinisi mendeteksi lesi nervus kranialis secara spesifik.

Walaupun saat ini pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan alat pencitraan yang
canggih seperti CT scan atau MRI, tetapi keterampilan klinisi dalam melakukan pemeriksaan
neurologis termasuk pemeriksaan nervus kranialis masih tetap diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis khususnya di tempat dimana tidak ada alat pencitraan yang canggih.
Pemeriksaan neurologis umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan
kerja sama dari pasien.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Nervus Krainalis ?

2. Apa indikasi pemeriksaan Nervus Krainalis?

3. Sebutkan bagian-bagian Saraf Kranial ?

4. Bagaimana Cara Pemeriksaan Nervus Krainalis ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Nervus Krainalis

2. Untuk mengetahui indikasi yang dilakukan pada pemeriksaan Nervus Krainalis

3. Untuk mengetahui bagian-bagian Saraf Kranial

4. Untuk mengetahui cara pemeriksaan fisik Nervus Krainalis

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nervus Krainalis

Nervus Krainalis adalah 12 pasang saraf pada manusia yang mencuat dari otak, berbeda
dari saraf spinal yang mencuat dari sumsum tulang belakang. Saraf kranial merupakan
bagian dari sistem saraf sadar. Pemeriksaan nervus kranialis merupakan bagian dari
pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi gangguan pada sistem saraf. Pemeriksaan nervus
kranialis dapat membantu klinisi mendeteksi lesi nervus kranialis secara spesifik.

Walaupun saat ini pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan alat pencitraan yang
canggih seperti CT scan atau MRI, tetapi keterampilan klinisi dalam melakukan pemeriksaan
neurologis termasuk pemeriksaan nervus kranialis masih tetap diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis khususnya di tempat dimana tidak ada alat pencitraan yang canggih.
Pemeriksaan neurologis umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan
kerja sama dari pasien.

2.2 Indikasi Pemeriksaan Nervus Krainalis

Indikasi melakukan pemeriksaan nervus kranialis adalah adanya defisit neurologis, di


antaranya:

 Gangguan penciuman
 Gangguan penglihatan seperti kebutaan monokular, penurunan lapang pandang,
Marcus Gunn Pupil, nistagmus, ptosis, dilatasi pupil, diplopia
 Gangguan sensori seperti anestesi, kehilangan sensasi wajah
 Paralisis: paralisis fasial baik sebagian atau komplit
 Parestesi
 Gangguan keseimbangan
 Gangguan pendengaran, seperti tuli atau tinnitus
 Gangguan sensasi pada faring atau palatum
 Gangguan rasa
 Disfonia
 Kelemahan: kelemahan otot sternokleidomastoideus atau trapezius, kelemahan atau
deviasi lidah

5
 Gangguan menelan

Defisit neurologis tersebut dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, di antaranya adalah:

 Cedera otak traumatik


 Tumor otak
 Penyakit Parkinson
 Penyakit Alzheimer
 Multipel sklerosis
 Ensefalitis
 Abses otak
 Stroke
 Sindrom Horner
 Miastenia Gravis

2.3 Bagian-bagian Saraf Kranial

1. Nervus olfaktorius
2. Nervus optikus
3. Nervus okulomotorius
4. Nervus trokhlearis
5. Nervus trigeminus
6. Nervus abdusen
7. Nervus fasialis
8. Nervus vestibulo-kokhlearis
9. Nervus glosofaringeus
10. Nervus vagus
11. Nervus aksesorius
12. Nervus hipoglosus

2.4. Pemeriksaan Fisik Nervus Krinalis

Teknik pemeriksaan nervus kranialis dilakukan dalam posisi duduk tegak untuk
melakukan pemeriksaan nervus kranialis I-XII. Tidak semua nervus kranialis harus diperiksa,
tapi hanya sesuai kebutuhan kondisi pasien berdasarkan anamnesis saat persiapan.

Persiapan pasien

Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan nervus kranialis adalah sebagai
berikut:

1. Lakukan anamnesis secara sistemik dan tanyakan apakah pasien mengalami gangguan
seperti:
 Kehilangan indra penciuman secara tiba-tiba
 Gangguan penglihatan seperti mata kabur atau penurunan tajam penglihatan
secara tiba-tiba
 Lapang pandang menyempit
 Sulit membuka mata atau sulit menutup mata
 Penurunan pendengaran atau mengalami tinnitus

6
 Bentuk wajah tidak simetris secara tiba-tiba
 Terasa kesemutan atau baal pada salah satu sisi wajah
 Pelo saat berbicara atau suara serak saat berbicara
 Kesulitan untuk menelan
 Sakit kepala atau pusing berputar
2. Lakukan pemeriksaan fisik secara umum seperti pemeriksaan tekanan darah, denyut
nadi, frekuensi napas dan suhu.
3. Jelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dengan bahasa yang dimengerti
pasien.
4. Siapkan ruangan pemeriksaan dengan pencahayaan yang cukup terang.

Peralatan

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan nervus kranialis adalah:

 Bahan dengan bau yang kuat seperti jeruk, kopi, vanilla


 Papan snellen (Snellen chart) atau papan E (E chart)
 Pin hole dan lensa refraksi
 Senter atau pen light
 Kartu Ishihara
 Funduskopi atau oftalmoskop
 Palu refleks (hammer reflex)
 Pilinan kapas
 Garpu tala
 Depressor lidah (tongue depressor)
 Larutan gula
 Larutan garam

Posisi pasien

Untuk memeriksa nervus kranialis pasien diposisikan dengan posisi duduk tegak. Bila
pasien tidak bisa duduk tegak, maka pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi berbaring
dan pemeriksa berada di sisi tempat tidur pasien. Tetapi pada posisi berbaring, tidak semua
pemeriksaan nervus kranialis dapat dilakukan. Pemeriksaan nervus kranialis yang tidak dapat
dilakukan dalam posisi berbaring di antaranya adalah pemeriksaan lapang pandang dan
pemeriksaan nervus kranialis IX.[1]

Prosedural

Pemeriksaan nervus kranialis pada pasien melibatkan berbagai macam pemeriksaan.


Perlu diingat bahwa tidak semua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan secara simultan pada
pasien tetapi disesuaikan dengan kondisi pasien berdasarkan hasil anamnesis yang telah
dilakukan saat persiapan.

Pemeriksaan Nervus Kranialis I (Olfaktori)

7
Nervus olfaktori terdiri dari kumpulan serabut saraf sensorik yang menghantarkan
rangsangan dari membran mukosa hidung ke otak untuk fungsi penghidu / pembau.
Gangguan pada nervus olfaktori dapat menyebabkan anosmia unilateral. Sedangkan anosmia
bilateral bisa disebabkan oleh sebab lain seperti hidung tersumbat akibat flu, cedera kepala
yang menyebabkan fraktur pada fossa kranialis atau disebabkan oleh meningioma yang luas.

Prosedur pemeriksaan:

1. Tanyakan pada pasien apakah pasien memiliki perubahan dalam menghidu atau
membau sesuatu
2. Tutup mata pasien, minta pasien untuk menutup salah satu lubang hidung dan
dekatkan bahan dengan bau yang menyengat seperti kopi, jeruk atau vanilla
3. Minta pasien untuk mengidentifikasi bau tersebut. Lakukan tes tersebut bergantian
dengan menutup lubang hidung sebelahnya
4. Catat hasil pemeriksaan

Pemeriksaan Nervus Kranialis II (Optikus)

Nervus optikus terdiri dari serabut saraf sensorik yang menghantarkan rangsangan
dari retina ke otak untuk fungsi penglihatan. Nervus optikus berperan dalam proses
penglihatan (visual) termasuk ketajaman penglihatan, lapang pandang, penglihatan warna,
cahaya dan refleks akomodasi.

Prosedur pemeriksaan:

1. Ketajaman penglihatan (visual acquity / VA) dapat diperiksa dengan menggunakan


baganSnellen (Snellen chart) yang ditempatkan dengan jarak 6 meter. Pastikan
pencahayaan ruangan pemeriksaan cukup baik
 Tanyakan bagian mata mana yang lebih kabur dan pemeriksaan dimulai dengan
menggunakan mata yang kabur terlebih dahulu. Tutup mata yang sehat dengan
penutup mata seperti okluder, kartu atau tisu. Hindari menekan mata karena dapat
menyebabkan distorsi saat mata yang ditutup diperiksa
 Minta pasien untuk membaca huruf dari yang paling atas dan dari arah kiri ke
kanan. Bila pasien tidak bisa membaca, pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat
menggunakan papan E (E chart) yang mana pasien hanya menyebutkan ke arah
mana “kaki” huruf E menghadap
 Baris terkecil yang dapat dibaca dilaporkan dalam bentuk fraksi atau pecahan,
misalnya 6/18 yang berarti pasien dapat membaca dari jarak 6 meter dimana
tulisan tersebut dapat terlihat dengan mata normal pada jarak 18 meter
 Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas, maka pasien dapat bergerak maju
setiap 1 meter sampai huruf teratas terbaca, hasil pemeriksaan dapat dilaporkan
sebagai 5/6, 4/6, dan seterusnya tergantung dari jaraknya
 Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas dari jarak 1 meter, maka pemeriksa
dapat melakukan pemeriksaan dengan teknik hitung jari. Pasien diminta untuk
menyebutkan angka berapa yang dibentuk oleh jari pemeriksa. Bila pasien dapat
menyebutkan dengan benar maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=CF
(counting finger / hitung jari)
 Bila pasien tidak dapat menyebutkan dengan benar, pemeriksa dapat mengganti
pemeriksaan dengan melambaikan tangan. Bila pasien dapat melihat lambaian

8
tangan, maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=HM (hand movement /
lambaian tangan)
 Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan, maka pemeriksa dapat
menggunakan senter untuk memberikan rangsangan cahaya. Bila pasien dapat
melihat cahaya maka hasil pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=PL
(perception of light / respon cahaya)
 Bila pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali maka pemeriksaan dilaporkan
dalam bentuk VA=NPL (No perception of light / tidak ada respon cahaya)
 Setelah melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan tanpa bantuan alat atau
koreksi, maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan koreksi atau
menggunakan pin hole atau lensa kaca mata
 Bila ketajaman penglihatan meningkat maka gangguan ketajaman penglihatan
dapat disebabkan oleh iregularitas kornea, gangguan pada lensa, atau refraksi.
Ulangi pemeriksaan dengan menggunakan mata sebelahnya. Tulis hasil
pemeriksaan kedua mata, misalnya: OD (okular dekstra / mata kanan) VA = 6/18
tanpa koreksi, 6/6 dengan pin hole dan OS (okular sinistra / mata kiri) VA = NPL
2. Refleks pupil mata pasien yang diperiksa adalah refleks pupil langsung (direct) dan
refleks pupil konsensual. Pupil pasien diperiksa dengan menggunakan senter atau
penlight. Pupil yang normal akan mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks
konsensual diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan menghalangi mata
sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil
konsensual yang normal adalah di mana kedua pupil akan mengecil secara bersamaan
walaupun hanya 1 mata yang disinari cahaya
3. Pemeriksaan lapang pandang mata (visual field) dilakukan dengan duduk berhadapan
antara pasien dengan pemeriksa. Pasien diminta menutup salah satu mata (misalnya
kiri) dan pemeriksa juga menutup mata yang berlawanan (mata kanan). Pasien
diminta untuk melihat ke arah hidung pemeriksa, sementara pemeriksa menggerakkan
tangan kiri dari arah samping secara perlahan. Tanpa mengalihkan fokus mata, pasien
diminta untuk memberikan tanda bila tangan pemeriksa sudah mulai terlihat oleh
pasien. Lakukan pemeriksaan yang sama untuk mata sebelahnya
4. Refleks akomodasi lensa mata pasien diperiksa dengan cara meminta pasien untuk
melihat ke arah yang jauh, kemudian jari pemeriksa diletakkan di ujung hidung pasien
dan pasien diminta untuk fokus pada jari pemeriksa. Lensa mata normal akan menjadi
konvergen dan pupil mengecil
5. Buta warna total dan parsial dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan kartu
Ishihara
6. Pemeriksaan funduskopi digunakan untuk melihat kondisi papiledema, perubahan
makular dan kondisi retina yang abnormal seperti pada pasien diabetik retinopati dan
hipertensi

Pemeriksaan Nervus III, IV dan VI (Okulomotor, Throklear, Abdusen)

Nervus III, IV dan VI merupakan serabut saraf motorik yang dapat berfungsi untuk
menggerakkan bola mata. Nervus III (okulomotor) mensarafi otot levator palpebra superior
dan semua otot ekstra okular kecuali otot rektus lateralis dan otot oblikus superior. Nervus III
(okulomotor) berperan dalam kontraksi otot pupil dan membuka mata. Nervus IV (throklear)
mensarafi otot oblikus superior untuk mengarahkan mata melihat ke arah hidung (rotasi
internal dan depresi). Sedangkan nervus VI (abdusen) mensarafi otot rektus lateralis untuk
menggerakkan mata ke samping.

9
Prosedur pemeriksaan:

1. Inspeksi mata pasien untuk mendeteksi apakah ada ptosis atau juling
2. Pasien diminta untuk duduk tegak dan tidak menggerakkan kepala, minta pasien
untuk melihat gerakan tangan atau jari pemeriksa dengan arah huruf H. Pemeriksa
menggerakkan tangan atau jari ke arah samping kanan kiri, atas, bawah dan diagonal).
Bola mata harus bergerak secara bersamaan dan simetris
3. Saat mengarahkan tangan ke samping (arah lateral), perhatikan apakah ada nistagmus
pada pasien atau tidak
4. Refleks pupil disarafi oleh nervus II (optikus) dan nervus III (okulomotor). Nervus II
untuk menghantarkan rangsangan cahaya sedangkan nervus III untuk kontraksi otot
pupil. Pupil pasien diperiksa dengan menggunakan senter atau penlight. Pupil yang
normal akan mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual (refleks
tak langsung) diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan menghalangi mata
sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil
konsensual yang normal adalah kedua pupil akan mengecil secara bersamaan
walaupun hanya 1 mata yang disinari cahaya[4]  

Pemeriksaan Nervus Kranialis V (Trigeminal)

Nervus V (Trigeminal) bersifat sensorik dan motorik. Nervus V (Trigeminal)


menghantarkan rangsangan sensorik tiga bagian di daerah wajah yaitu oftalmik (V.1),
maksila (V.2) dan mandibula (V.3). Nervus V juga mensarafi untuk otot mastikasi yaitu
temporalis, masseter dan pterigoid. Nervus V juga berperan dalam reflek kornea.

Prosedur pemeriksaan:

1. Pasien diminta untuk menutup mata


2. Gunakan kapas dan jarum tumpul untuk memeriksa sensorik di wajah. Sentuh tiga
bagian kulit wajah pasien dan tanyakan apakan pasien dapat merasakan stimulus
tersebut dan dapat membedakan sentuhan halus dan nyeri
3. Reflek kornea diperiksa dengan menyentuhkan ujung kornea dengan pilinan kapas.
Dikatakan normal bila pasien segera mengedipkan mata
4. Pemeriksaan fungsi motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi otot maaseter
dan temporalis. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi rapat-rapat dan membuka
mulut. Lesi nervus trigeminal unilateral dapat menyebabkan deviasi rahang ke bagian
yang lumpuh
5. Refleks hentakan rahang (jaw jerk reflect) dapat diperiksa dengan meminta pasien
merilekskan otot rahangnya dan membuka sedikit mulut. Pemeriksa menempatkan ibu
jari ke dagu pasien dan memukulkan palu refleks dengan ibu jari pasien sebagai
alasnya. Refleks yang normal adalah pasien sedikit megatupkan mulutnya setelah
mendapatkan rangsangan

Pemeriksaan Nervus Kranialis VII (Fasialis)

Nervus kranialis VII (fasialis) merupakan saraf motorik yang memiliki komponen
sensorik dan parasimpatik. Nervus fasialis mensarafi hampir semua otot di wajah, kecuali
otot mastikasi yang disarafi oleh nervus kranialis V (trigeminal). Nervus kranialis mensarafi
indera perasa 2/3 anterior lidah melalui cabang korda timpani dan sebagai saraf efferen
refleks kornea. Nervus kranialis juga memilki fungsi parasimpatis untuk kelenjar lakrimalis

10
dan kelenjar submandibula. Gangguan nervus fasialis perifer yang paling sering dijumpai
adalah Bell’s palsy. Untuk membedakan gangguan nervus kranialis yang dialami pasien
adalah perifer atau sentral yaitu dengan meminta pasien mengangkat alis. Bagian dahi atau
otot frontalis diinervasi oleh nervus fasialis ipsilateral dan kontralateral, sehingga bila yang
dialami adalah gangguan di sentral seperti stroke atau tumor otak maka pasien masih bisa
mengangkat alis.[6]

Prosedur pemeriksaan:

1. Inspeksi wajah pasien secara umum, perhatikan apakah ada asimetri dan gangguan
untuk menutup mata
2. Minta pasien untuk melakukan berbagai ekspresi wajah untuk menilai otot wajah.
Minta pasien untuk menaikkan alis (otot frontalis), menutup mata dengan kuat (otot
orbikularis okuli), bersiul atau menggembungkan pipi (otot buccinator) dan tersenyum
sambil memperlihatkan gigi (otot orbikularis oris)
3. Periksa fungsi sensoris indra perasa dengan memberikan rasa manis dan asin

Pemeriksaan Nervus Kranialis VIII (Vestibulokoklear)

Nervus kranialis VIII (vestibulokoklear) memiliki fungsi sensorik untuk pendengaran


(koklear) dan untuk keseimbangan tubuh (vestibulum). Pemeriksaan fungsi nervus
vestibulokoklear untuk pendengaran dilakukan dengan menggunakan alat garpu tala.[7]

Prosedur pemeriksaan:

1. Pasien dapat dibisikkan suara di ruangan kedap suara, bila pendengaran pasien normal
maka pasien dapat mengulang kata yang diucapkan oleh pemeriksa
2. Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan kemampuan konduksi suara di udara dan
di tulang. Garpu tala ukuran 512 Hz dibunyikan, letakkan gagang garpu tala di tulang
mastoid dan minta pasien memberikan tanda bila pasien sudah tidak mendengar suara.
Pindahkan garpu tala di depan meatus eksterna akustikus. Tanyakan pada pasien
apakah pasien masih mendengarkan suara garpu tala. Bila suara masih terdengar di
depan meatus akustikus eksterna berarti penghantaran konduksi suara melalui udara
lebih baik dibandingkan dengan penghantaran suara lewat tulang. Hal ini dinamakan
tes Rinne positif. Pada tuli konduktif, pasien tidak dapat mendengar suara garpu tala
setelah dipindahkan ke depan meatus akustikus eksterna
3. Tes Weber untuk mengetahui apakah ada lateralisasi dalam pendengaran. Garpu tala
512 Hz dibunyikan dan diletakkan di puncak kepala (verteks) dan tanyakan pada
pasien apakah ada bagian telinga yang lebih kuat mendengar bunyi. Pada tuli
sensorineural maka suara yang lebih terdengar keras adalah pada bagian yang sehat.
Sedangkan pada tuli konduksi maka pasien akan mendengar suara yang lebih keras di
telinga yang sakit
4. Pemeriksaan vestibular dapat dilakukan dengan melakukan manuver Halpike
(Halpike’s maneuver) untuk melihat apakah ada nistagmus atau tidak

Pemeriksaan Nervus Kranialis IX (Glossofaringeal)

Nervus kranialis IX (glossofaringeal) merupakan saraf motorik, sensorik dan


parasimpatis. Nervus glossofaringeal menghantarkan rangsangan sensorik di bagian 1/3
posterior lidah untuk indera perasa. Nervus glossofaringeal mensarafi otot stilofaringeus dan

11
memiliki inervasi parasimpatik untuk kelenjar parotis. Bersama dengan nervus kranialis X
(vagus), nervus glossofaringeal berperan terhadap refleks muntah (gag reflex).[7]

Prosedur pemeriksaan:

1. Pemeriksaan klinis untuk nervus glossofaringeal biasanya dilakukan bersamaan


dengan pemeriksaan nervus vagus. Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah
pemeriksaan reflek muntah (gag reflex). Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan karena
tidak nyaman bagi pasien. Sebelum melakukan pemeriksaan pemeriksa harus
menjelaskan prosedur pemeriksaan. Bagian dinding faring posterior disentuh dengan
menggunakan depressor lidah, normalnya pasien akan mengeluarkan reflek muntah

Pemeriksaan Nervus Kranialis X (Vagus)

Nervus kranialis X (vagus) merupakan nervus kranialis yang terpanjang dan memiliki
distribusi inervasi yang luas. Nervus vagus memiliki saraf aferen dan eferen. Nervus vagus
menginervasi hampir semua otot di faring (kecuali otot stilofaringeus yang disarafi nervus
glossofaringeal). Nervus vagus memiliki efek parasimpatis terhadap hampir semua organ di
rongga thoraks dan abdomen. Nervus vagus bekerja sama dengan nervus glossofaringeal
untuk menghasilkan reflek muntah. Nervus vagus bertanggung jawab terhadap denyut
jantung, reflek menelan, gerakan peristaltik usus, mengontrol otot untuk bersuara.

Prosedur pemeriksaan:

1. Tanyakan apakah pasien memiliki kesulitan untuk menelan (disfagia)


2. Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara serak atau sengau
3. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan mengatakan “aaa”. Bila terjadi
kelumpuhan (palsy) maka uvula akan berdeviasi ke arah yang sakit

Pemeriksaan Nervus Kranialis XI (Asesoris)

Nervus kranialis XI (asesoris) mensarafi sebagian atas dari otot trapezius dan otot
sternokleidomastoideus.

Prosedur pemeriksaan:

1. Minta pasien duduk dengan tegak dan lakukan inspeksi pada bahu pasien
2. Lakukan palpasi pada bahu pasien untuk mengetahui apakah ada atrofi atau tidak
3. Minta pasien untuk menolehkan kepala dengan melawan tahanan dari pemeriksa,
sambil pemeriksa melakukan palpasi pada otot sternokleidomastoideus. Misalnya,
untuk memeriksa otot sternokleidomastoideus kiri maka pasien diminta untuk
menoleh ke kanan dengan tangan pemeriksa di dagu bagian kanan untuk memberikan
tahanan

Pemeriksaan Nervus Kranialis XII (Hipoglossus)

Nervus kranialis XII (hipoglossus) mensarafi semua otot lidah kecuali otot
palatoglosus yang disarafi oleh nervus vagus.

Prosedur pemeriksaan:

12
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Perhatikan apakah ada
deviasi dan fasikulasi
2. Minta pasien untuk menggerakkan lidah

Follow up

Pemeriksa harus mencatat semua hasil pemeriksaan di rekam medik. Follow up yang
dilakukan tergantung dari hasil pemeriksaan yang didapat. Pemeriksa dapat melanjutkan
pemeriksaan dengan melakukan serangkaian pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan
darah lengkap, EKG, foto thorax, CT scan atau MRI.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Nervus Krainalis adalah 12 pasang saraf pada manusia yang mencuat dari otak, berbeda
dari saraf spinal yang mencuat dari sumsum tulang belakang. Saraf kranial merupakan
bagian dari sistem saraf sadar. Pemeriksaan nervus kranialis merupakan bagian dari
pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi gangguan pada sistem saraf. Pemeriksaan nervus
kranialis dapat membantu klinisi mendeteksi lesi nervus kranialis secara spesifik.

Walaupun saat ini pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan alat pencitraan yang
canggih seperti CT scan atau MRI, tetapi keterampilan klinisi dalam melakukan pemeriksaan
neurologis termasuk pemeriksaan nervus kranialis masih tetap diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis khususnya di tempat dimana tidak ada alat pencitraan yang canggih.
Pemeriksaan neurologis umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan
kerja sama dari pasien.

3.2. Saran

Kepada para pembaca kami ucapkan selamat belajar & manfaatkanlah makalah ini
dengan sebaik-baiknya.Kami menyadarai bahwa makalah ini masih perlu ditingkatkan
mutunya,oleh karena itu kritik & saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

13
DAFTAR PUSTAKA
https://www.alomedika.com/+tindakan-medis/neurologi/pemeriksaan-nervus-
kranialis/teknik

14

Anda mungkin juga menyukai