Anda di halaman 1dari 8

RESUME

Nama :Yoza Silfa Asanah

NIM : 204110399

Tingkat : 1C Kebidanan Padang

Tugas : KDM (Kebutuhan Dasar Manusia)

Dosen : Ns.Faridah.BD, S.Kep.,M.Kes

1.Faktor-faktor yang mempengaruhi berduka


Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah

8 Faktor yang mempengaruhi rasa berduka

1. Model Survivor Dunia


Semua ahli psikologis percaya bahwa setiap orang pasti meleawati masa
bayi dan kanak-kanak, dan tidak ada yang langsung tumbuh dewasa. Pada tahap
bayi dan kanak-kanak ini, mereka akan beradaptasi dengan lingkungan ia
tinggal. Pada tahap ini juga penting sekali menanamkan pengetahuan, sikap,
perilaku, dan keyakinan.

Selain itu, pada tahap ini juga penting untuk diberikan pemahaman dan
sikap terhadap kematian. Karena apa yang dipelajari sejak kecil akan
mempengaruhinya ketika dewasa. Anak yang mengetahuu tentang kematian dan
cara sikap yang benar, mungkin saja suatu saat nanti tidak terlalu berduka yang
berkepanjangan.

2. Kepribadian

Kepribadian manusia berbeda-beda dan memiliki dampak yang besar


terhadap kondisi dan lingkungannya. Dampak kepribadian bagi lingkungan
tergantung bagaimana kepribadian itu terbentuk, dan terpengaruh. Dimana pada
dasarnya, kepribadian manusia terbentuk oleh berbagai faktor seperti
lingkungan alam, dan keturunan, lebih jelasnya tentang hal-hal yang
mempengaruhi kepribadian.
orang dengan tipe kepribadian melankolis mungkin dapat memiliki rasa berduka
yang lebih tinggi. Hal ini karena orang dengan tipe kepribadian ini dikenal
sebagai orang yang tempramen, dan sering murung..

3. Peran Sosial

Setiap orang memiliki perannya masing-masing dalam lingkungan sosial,


termasuk dalam keluarga yang memiliki peran interdependen. Dimana anggota
keluarga tersebut saling keterkaitan satu sama lain. selain itu setiap anggota
keluarga harus mampu mensuport, mendukung, membimbing anggota keluarga
lainnya.

Ketika salah satu orang meninggal, maka ada peran khusus yang harus
dipenuhi. Misalnya sang ayah meninggal dalam keluarga, maka sang ibu
sebagai anggota keluarga harus mampu mengganti peran ayah, jadi dang ibu ini
akan memiliki dua peran yaitu sebagai ayah sekaligus menjadi sorang ibu.Hal
ini tentu akan mempersulit sang ibu, sehingga dapat mempengaruhi rasa
berduka ketika suaminya meninggal.

4. Presepsi Tentang Kematian

Cara pandang seseorang terhadap orang lain yang meninggal sangatlah


penting, karena dapat mempengaruhi perasaan berdukanya. Misalnya seperti
orang yang mengetahui temannya meninggal, lalu bagaimanakah persepsi atau
pandangannya terhadap temannya itu ? apakah temannya sudah bagaikan
saudara, atau bakaikan pembantu. Jika dia menganggap temannya seperti
saudara, maka kemungkinan rasa berduka yang dirasakan semakin
dalam.Contoh lainnya seperti seorang istri yang suaminya meninggal,
bagaimana persepsi sang istri terhadap suaminya. Apakah ia memandangnya
sebagai teman seksual, pencari nafkah, dan sebagainya. Jadi, semakin dekat rasa
hubungan tercipta, maka akan semakin besar perasaan kehilangan tersebut.

5. Budaya

Budaya juga mempunyai dampak yang besar dalam berduka dan


kehilangan. Salah satu contoh yang sering kita ketahui yaitu perbedaan sifat
antara suku jawa dengan suku tapanali. Orang yang lahir di suku jawa dan
mewarisi kebudayaan jawa, biasanya cenderung lebih banyak diam dan
tersembunyi, sedangkan suku tapanuli memiliki sifat yang sebaliknya yaitu
bersifat terbuka dengan orang disekitarnya.
Hal tersebut dapat mempengaruhi rasa berduka dan kehilangan pada
seseorang. Selain itu, jumlah anggota keluarga juga dapat mempengaruhi,
karena saat berduka, keluarga adalah orang yang pertama mensuport, dan
menenangkan.
6. Peran Jenis Kelamin

Jenis kelamin begitu mempengaruhi rasa berduka dan kehilangan


seseorang. Kaum perempuan lebih cendurung memiliki rasa empati yang kuat
dan memiliki sifat lembut, sehingga mudah tersakiti, dan mudah
menangis.Berbeda halnya dengan pria, dimana sejak kecil sudah diharapkan
untuk bersifat lebih kuat, dan tabah. Sehingga rasa berduka dan kehilangan
lebih dalam dibandingkan pria.

7. Status Sosial Ekonomi

Faktor lainnya yang mempengaruhi rasa berduka adalah status sosial dan
ekonomi. Dimana orang yang memiliki perekonomian lebih baik, seperti
memiliki asuransi atau biaya untuk masa depan, cenderung lebih mudah
merelakan pasangan hidupnya.

Contoh lainnya yaitu ketika seorang suami yang ditinggalkan oleh


istrinya. Maka tentu akan merasakan duka yang begitu dalam, namun karena
suami memiliki uang yang cukup, maka ia bisa berjalan-jalan ke luar negri
untuk mengobati rasa dukanya.  Berbeda dengan orang yang tidak memiliki
uang yang cukup, dia akan terlarut dalam kesedihannya.
8. Keyakinan Spritual
Faktor yang terakhir dan tidak kalah pentingnya yaitu keyakinan spiritual
seseorang. Setiap orang dapat memiliki keyakinan spiritual yang berbeda,
apakah ia beragama islam, hindu, atau mungkin kristen. Mereka memiliki
keyakinan tersendiri tentang kematian, sehingga mereka lebih tabah dan
menerima kehilangan orang yang begitu dekat dengan dirinya, berbeda dengan
orang yang tidak memiliki kepercayaan, mereka menganggap bahwa kematian
adalah akhir dari segalanya, sehingga rasa berduka juga menjadi lebih dalam.

2.Tahapan berduka
Kubler-Ross menggambarkan tahapan berduka terdiri dari lima tahap
diantaranya:
1. Tahap Pengingkaran (Danial)

Reaksi : syok, tidak percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan.


Contoh selalu mencari informasi tambahan.

Reaksi Fisik : letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan,


detak jantungg cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa.

Reaksi ini beberapa menit hinga beberapa tahun.

Dalam tahap penyangkalan atau pengingkaran, kita masih merasa


terguncang dan secara sadar tidak mau menerima kenyataan. Kita masih
menganggap semuanya baik-baik saja dan kabar duka yang kita terima adalah
sebuah kebohongan. Kita melakukan penyangkalan untuk menghilangkan rasa
sakit dan menghibur diri sendiri, ungkap laman Grief.

2. Tahap Marah (Anger)

Setelah melewati tahap penyangkalan, kita akan berada pada tahap


kemarahan. Kita marah karena hal-hal buruk terjadi pada kita dan merasa seolah
Tuhan berlaku tidak adil. Kita marah pada keadaan dan berpikir bahwa dunia
telah berlaku sangat jahat kepada kita. Rasa frustrasi dan kemarahan itu
membuat kita menyalahkan diri sendiri dan orang lain.

Menolak kehilangan, kemarahan yg timbul di proyeksikan kpd org lain


atau dirinya sendiri. Bisa prilaku agresif,bicara kasar,menyerang orang
lain,menolak pengobatan,bahkan menuduh dokter tidak kompeten.Reaksi fisik:
Muka merah,nadi cepat,gelisah,susah tidur, tangan mengepal,dan seterusnya.

Meskipun merupakan emosi negatif, nyatanya kemarahan penting dalam


proses penyembuhan diri. Biarkan kemarahan itu meluap dan jangan ditahan.
Karena, seiring berjalannya waktu, rasa marah itu akan sembuh dan menghilang
dengan sendirinya.

3. Tahap Tawar-Menawar (Bergaining)

Bisa dibilang, tawar-menawar adalah gencatan senjata sementara atas diri


kita sendiri. Kita berupaya untuk menerima kenyataan, namun masih sulit.
Dalam tahap ini, kita mulai berandai-andai bahwa kita akan berubah dan
menjalani hidup yang lebih baik, asalkan kita tidak lagi kehilangan orang yang
kita sayangi.

Terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan


dapat mencoba utk membuat kesepakatan secara halus atau terang terangan
seolah olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Mungkin berupaya utk
melakukan tawar menawar dgn memohon kemurahan Tuhan.

4. Tahap Depresi

Sering menunjukkan sikap menarik diri,kadang bersikap sangat


penurut,tidak mau bicara,menyatakan keputusasaan,rasa tidak berharga,bahkan
bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik;menolak makan,susah
tidur,letih,turunnya dorongan libido,dll.

Namun, perlu diingat bahwa depresi ini hanya sementara dan tidak ada
kaitannya dengan masalah kesehatan mental. Kita mungkin akan mengurung
diri atau menutup hati untuk beberapa saat. Lalu, kita akan sadar bahwa
kesedihan yang berlarut-larut ini tidak ada gunanya dan kita akan memutuskan
untuk melanjutkan hidup.

5. Tahap Penerimaan (Aseptence)

Berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.Pikiran yg selalu


berpusat pada obyek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.Telah
menerima kenyataan dan mulai memandang kedepan.Gambaran tentang obyek
yang hilang mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pd
obyek yg baru.

Berada di tahap penerimaan bukan berarti kita merasakan kebahagiaan


instan. Namun, penerimaan berarti rasa duka, marah dan penyangkalan yang
dulu dirasa berat, kini tak terasa seberat dulu. Kita pun mulai bisa menjalani
hidup dengan tenang tanpa dibayang-bayangi oleh rasa sakit di masa lalu.
3.Usia dan dampak kehilangan
Kehilangan adalah Suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yg sebelumnya ada,baik sebagian atau
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan
kehilangan.
Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cendrung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu
akan bereaksi terhadap kehilangan. Respon terakhir terhadap kehilangan sangat
dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya.
Kehilangan bisa berupa yg nyata, atau kehilangan yg dirasakan.Contoh yang
nyata (actual loss): orang atau objek yg tidak lagi bisa dirasakan,dilihat,diraba
atau dialami oleh seseorang, Misal: anggota tubuh, anak, hubungan dan peran
ditempat kerja. Contoh kehilangan yang dirasakan (Perceived loss): Sifatnya
unik menurut orang yang mengalami kedukaan, missal: kehilangan harga diri
atau rasa peraya diri.
Kehilangan bisa mengakibatkan dampak dalam hidup seseorang seperti
berikut ini:
 Pada masa anak-anak
Kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang
akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.

 Pada masa remaja atau dewasa muda

Kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga atau suatu


kehancuran keharmonisan keluarga.

 Pada masa dewasa tua


Kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan
yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.

4.Gejala berduka
Secara fisiologi, tubuh merespons pada kejadian atau antisipasi kehilangan
dengan reaksi stres. Perawat mengkaji berduka klien dan keluarga tentang
kehilangan untuk mendeteksi fase atau tahap berduka. Gambaran gejala berduka
adalah sebagai berikut:

 Distres somatic yang berulang


 Rasa sesak di dada
 Tercekik atau bernafas pendek
 Merasa kosong di perut
 Menarik napas panjang
 Kehilangan kekuatan otot

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai


lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan
bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu
sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

Penghindaran : Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak


percaya.

Konfrontasi : Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi
ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.

Akomodasi : Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan


akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari
dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka. 

Anda mungkin juga menyukai