UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018 Teori Keagenan ( Agency Theory ) 1. Pengertian teori keagenan Teori keagenan menjelaskan dua perilaku ekonomi yang saling bertentangan yaitu antara pemegang saham dan agen . Dalam hal ini terdapat hubungan kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memrintah orang lain ( agen ) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen tersebut dengan keputusan yang terbaik . Teori agensi berfungsi untuk menganalisa dan menemukan solusi terhadap masalah masalah yang ada dalam hubungan keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip- prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah; transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan responsibilitas (responsibility). Corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba.
2. Teori Keagenan Menurut Para Ahli
o Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling
Teori keagenan (agency theory) dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling (1996) dalam Imanta (2011). Teori ini muncul ketika ada hubungan kontrak kerja sama antara manager dan pemegang saham yang digambarkan sebagai hubungan antara agent (manajemen), principal (pemegang saham). Hubungan kontrak kerja sama tersebut berupa pemberian wewenang oleh principal kepada agent untuk bekerja demi pencapaian tujuan principal. Manager diangkat oleh pemilik untuk menjalankan operasional perusahaan karena pemegang saham memiliki keterbatasan dalam mengelola perusahaan. Pemisahan antara fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan inillah yang nantinya memicu adanya konflik kepentingan (agency conflict).
o Teori Keagenan Menurut Vidyantie dan Handayani
Menurut Vidyantie dan Handayani (2006) dalam Imanta (2011), teori keagenan atau agency theory mengasumsikan bahwa setiap individu dalam perusahaan hanya bertindak atas dasar kepentingan mereka masing-masing. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepat-cepatnya atas investasi mereka, yang salah satunya tercermin dengan kenaikan porsi dividen dari tiap saham yang dimiliki. Sedangkan agen diasumsikan termotivasi untuk meningkatkan insentif atau kompensasi yang diperoleh dari setiap kemampuan yang telah dikeluarkan. Pemegang saham menilai kinerja berdasarkan kemampuan manajer dalam menghasilkan laba perusahaan. Sebaliknya, manajer berusaha memenuhi tuntutan pemegang saham untuk menghasilkan laba yang maksimal agar mendapatkan kompensasi atau insentif yang diinginakan. Sebagai pengelola, manajer lebih mengetahui keadaan yang ada dalam perusahaan dari pada pemegang saham. Keadaan tersebut dikenal sebagai asimetri informasi. Menurut Richardson (1998) dalam Suryani (2010), asimertri informasi antara manajemen (agent) dengan pemegang saham (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan perataan laba.
Ada beberapa teori keagenan yang sering dibicarakan pada literature
keuangan : 1. Konflik antara pemegang saham dengan manajer 2. Konflik antara pemegang saham dengan pemegang utang 3. Konflik antara pemegang saham mayoritas dengan minoritas
Hubungan Keagenen
1) Konflik antara pemegang saham dengan manajer
Manajer disewa oleh pemegang saham untuk menjalankan perusahaan, agar perusahaan mencapai tujuan pemegang saham, yaitu memaksimumkan nilai perusahaan (kemakmuran pemegang saham). Namun, Manajer bisa mempunyai agenda sendiri yang tidak konsisten dengan agenda memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. 2) Konflik antara pemegang saham dengan pemegang hutang Terjadi karena pemegang saham dengan pemegang hutang mempunyai struktur penerimaan (pay off) yang berbeda. Pemegang hutang memperoleh pendapatan yang tetap dan kembalian pinjaman, sedangkan pemegang saham memperoleh pendapatan diatas kelebihan atas kewajiban yang perlu dibayarkan ke pemegang hutang. 3) Konflik antara pemegang saham moyoritas dengan minoritas
Pemegang saham tidak bersifat homogen. Karena pemegang saham tersebut
berlainan, maka akan ada potensi konflik antara pemegang saham. Dalam situasi tersebut ada dua jenis pemegang saham: mayoritas (pendiri) dan minoritas (publik). Publik dikatakan minoritas karena, meskipun jumlah mereka barangkali banyak, jumlah suara atau saham mereka lebih kecil dibandingkan dengan jumlah saham pendiri.
Cara Mengatasi konflik keagenan
1. Meningkatkan Kepentingan Manajerial Peningkatan kepentingan manajerial digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan. Menurut Crutchley dan Hansen (1989), Jensen et al (1992) perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajerial dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan peningkatan persentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. 2. Kepemilikan Sebagai Agen (monitoring agents) Institusional Pengawas Konflik kepentingan mendasari adanya biaya keagenan, dengan asumsi rasionalitas ekonomi dimana orang akan memenuhi kepentingannya terlebih dahulu sebelum pemenuhan kepentingan orang lain. Demikian juga halnya dengan manajemen perusahaan. Teori keagenan mengatakan bahwa sulit untuk mempercayai bahwa manajemen (agent) akan selalu bertindak berdasarkan kepentingan pemegang saham (principal), maka diperlukan monitoring dari pemegang saham sehingga konflik keagenan yang terjadi dapat dikurangi (Copeland dan Weston, 1992).
3. Meningkatkan Pendanaan Melalui Hutang
Penggunaan hutang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Sebagai konsekuensinya dari kebijakan Inl perusahaan menghadapi biaya keagenan hutang dan resiko kebangkrutan (Crutchley dan Hansen, 1989). Teori keagenan menyarankan sejumlah mekanisme yang dapat digunakan untuk mengawasi konflik keagenan, termasuk didalamnya peningkatan insider dan debt financing. Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa penggunaan instrumen insider mampu mensejajarkan kepentingan manajer dan stockholders lainnya, kebijakan Ini menyebabkan meningkatnya kontrol dari pihak manajerial. Kebijakan mengenai insider dan hutang dalam mengurangi munculnya potensi agency conflict telah ban yak diterima masyarakat secara luas. Walaupun demikian, penggunaan hutang dan insider terlalu besar akan memiliki masalah pertahanan (Grosman dan hart, 1982), hal ini dimaksudkan bahwa apabila insider tinggi, maka mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan pengendalian terhadap perusahaan dan pihak external stockholders akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan insider. 4. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Kebijakan ini akan melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri (manajemen). Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada pemegang saham oleh perusahaan atas keuntungan yang diperoleh. DAFTAR PUSTAKA Dr. Mamduh M.Hanafi. (2016). M.B.A. In M. Keuangan. Yogyakarta.