1. Makna Referensial
Makna referensial merupakan makna yang jelas acuannya atau makna yang memiliki acuan.
Menurut Sudaryat (2009:153) referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan
acuannya. Kata yang berfungsi sebagai pengacu disebut dieksis, sedangkan unsur-unsur yang
diacunya disebut antesden.
Referensi sendiri memiliki sifat eksoforis (situsional) apabila mengacu ke antesden yang
ada di luar wacana dan bersifat endoforis (tekstual) jika yang diacu terdapat dalam wacana.
Referensi endoforis yang berposisi sesudah antesendenya disebut anaforis, sedangkan yang
berposisi sebelum antesedennya disebut referensi kataforis.
Makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki
hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa)
dalam hubungan antara konsep (reference) dengan acuan (referent). Hubungan antara sebuah
bentukk kata dengan suatu hal diluar bahasa tidak bersifat langsung, melainkan ada media yang
terletak diantaranya.
Referensi baru akan tampak setelah dipakai dalam tuturan nyata. Referent (benda yang diacu)
dari tuturan nyata bisa bersifat umum maupun khusus.
Contoh :
1. Nasi adalah makanan pokok orang Indonesia.
2. Manusia adalah ciptaan Tuhan.
Kata nasi, secara khusus adalah deskripsi sesatu yang ditunjuk (makanan pokok orang
Indonesia). Pada kalimat (2) manusia (secara umum) merupakan sesatu yang ditunjuk oleh frase
ciptaan Tuhan.
Menurut Harimurti (1982: 144) konsep referensi sebagai hubungan antara referen (unsur luar
bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa) dengan lambing yang dipakai untuk mewakilinya.
Selain itu, Crystal di dalam The Cambridge Encyclopedia of Language (1987:102) menyatakan
referensi akan mengkaji bagaimana bahasa menunjuk pada dunia eksternal bahasa.
Sehingga dapat diketahui bahwa reference digunakan untuk menyatakan adanya hubungan
antara satuan lingual yang digunakan di dalam tuturan dengan dunia di luar bahasa. Sesuatu di
luar bahasa bisa menunjuk pada suatu perbuatan (makan, berlari), keadaan (cantik, besar,
banyak), atau situasi (hujan, mendung). Contoh kalimat :
3. Sepeda motor itu masih baru.
Frase masih baru menunjukkan deskripsi tentang sesuatu yang ditunjuk (sepeda motor).
Makna referensial berpijak pada pandangan aliran realisme. Kaum realis melihat makna dari
relasi semantic dengan dunia nyata. Secara umum kata ‘realisme’ diturunkan dari kata dasar real
yang berarti nyata atau ada, dalam arti berda dalam tataran alam semesta baik itu berupa benda
fisik maupun berupa peristiwa. Sehingga merujuk pada semua yang dapat diindrai.
Berdasarkan pandangan tersebut, teori referensial memaknai kalimat yang terleatak pada
hubungan yang hakiki antara makna kata atau makna kalimat dengan wujud atau objek yang
dimaknai. Contoh, kata “kursi” baru bermakna bila ia menunjukkan hubungan langsung dengan
entitas atau objek yang bermakna kursi. Selain itu, juga pada kalimat ‘Hari ini hujan turun’
mempunyai makna bila terjadi peristiwa turun hujan. Pendekatan yang digunakan adalah
referencial approach.
Makna referensial dan makna nonreferensial memiliki perbedaan yaitu berdasarkan ada tidak
adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luat
bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau
kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata
meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya memiliki referen,
yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’. Sebaliknya pada kata karena
dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata karena dan kata tetapi termasuk kata yang
bermakna non referensial.
2. Makna Ideasional
Makna Ideasional yaitu makna yang ditangkap masih bersifat individu dan masih berupa ide,
karena belum dipergunakan dalam berkomunikasi. Menurut Pateda (2010 : 105) dalam hubungan
makna ideasional kata, lebih baik dibedakan antara konsep kata dan makna ideasional kata.
Makna pendekatan ideasional dapat diartikan sebagai gambaran gagasan dari suatu bentuk
kebahasaan yang bersifat sewenang-wenang, tetapi memiliki konvensi sehingga dapat saling
mengerti. Teori ideasional sendiri merupakan teori yang meneliti suatu kata atau ungkapan
dengan gagasan yang berhubungan dengan ungkapan.
Teori ideasional disebut dengan Ideational Semantic Theory, dan berpijak pada pandangan
kaum konseptualis yang disebut konceptualisme. Kata ‘konseptualisme’ diturunkan dari kata
concept. Kata tersebut mengacu pada proses pembentukan konsep dalam pemikiran seseorang
dan mengacu pada suatu paham atau aliran yang mengunggulkan perank konsep. Pandangan ini
menganggap makna bahasa, baik makna kata atau makna ekspresi lainnya, merupakan konsep
yang diasosiakan dengan kata tersebut dalam akal budi (mind) pemakai bahasa (penutur dan
penanggap penutur), dan tidak mempunyai wujud tersendiri di luarnya. Dengan kata lain, makna
bahasa seluruhnya ditentukan oleh asosiasi dan konseptualisasi pemakai bahasa yang terlepas
dari dunia luar bahasa.
Grice dalam Aminuddin (1988) berpendapat bahwa makna diartikan sebagai gambaran
gagasan dari suatu bentuk kebahasaan yang bersifat sewenang-wenang, tetapi memiliki konvensi
sehingga dapat saling mengerti. Pendekatan yang dipakai adalah pendakatan ideasioal atau
ideational approach. Teori ini digambarkan sebagai berikut :
................X meant that P and X mean that P entails P.
Rumus ini dibaca : X berarti P dan X memaknakan P seperti yang dimiliki oleh P. Pada
konsep Grice: X adalah perangkat kalimat sebagai bentuk kebahasaan yang telah memiliki satuan
gagasan, sedangkan kalimat “X memaknakan P seperti yang dimiliki oleh P”, memberi gambaran
tentang keharusan memaknai X sebagai P yang telah berada dalam konvensi, dan P adalah P.
Penjelasan ini berkaitan dengan bagaimana memahami kode-mengkode yang digambarkan
dalam hubungan linear sebagai berikut:
Encoding Coding Decoding
Bentuk hubungan linear ini menggambarkan proses terjadinya pemahaman atas kode, bahwa
pengolahan gagasan atau ide oleh pembicara yang direpresentasi lewat bahasa (encoding),
disampaikan kepada pendengar melalui bahasa (coding), dan dimaknai/dipahami oleh pendengar
(decoding). Penutur sebagai pengirim pesan mewujudkan pesan itu lewat kode bahasa. Dengan
bertolah dari kode bahasa itu, penanggap tutur sebagai lawan bicara melakukan kegiatan
pemahaman dengan kode bahasa, sesuai dengan pesan yang disampaikan. Teroi ini melatari
komunikasi mutual antara pembicara dan pendengar dalam masyarakat tanpa mempersyaratkan
harus hadirnya referen.
Konsep kata merupakan makna inti, sedangkan makna ideasional merupakan konsekuensi
atau hal yang diharapkan yang berlaku dalam sebuah kata, contoh : demokrasi. Konsep makna
kata demokrasi adalah persamaan hak dan kewajiban rakyat. Makna ideasionalnya, yaitu ide
yang terkandung di dalam kata demokrasi itu sendiri. Idenya, yaitu rakyat turut memerintah
melalui wakil-wakilnya; rakyat berhak memilih wakil-wakil yang akan memimpin mereka;
rakyat berhak mengawasi jalannya pemerintahan, tetapi rakyat berkewajiban pula untuk
bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban, bersama-sama menanggung biaya
pembangunan yang mereka harapkan.
3. Makna Behavioral
Teori ini berpijak pada pandangan nominalisme. Kata “nominalisme” diturunkan dari kata
“nomen” bahasa Latin, yang berarti ‘nama’ dalam bahasa Indonesia. Pandangan ini menolak
hubungan hakiki antara bahsa dengan dunia luar yang bersifat manasuka (semena/sembarangan).
Pandangan ini bersifat filosofis yang menekankan bahwa bahasa merupakan pemberian nama
untuk menyebutkan benda-benda dan sifatnya melekat (inhern). Pandangan ini menekankan
pada fungsi bahasa, yaitu bahasa dipakai untuk menamakan atau menyebut entitas-entitas di luar
bahasa secara semena-mena. Kata ‘kursi’ misalnya tidak mempunyai alasan logis atau kaitan
logis untuk dipakai sebagai nama benda yang terbuat dari kayu dengan empat kaki untuk
menopang sesuatu yang berbentuk persegi atau bulat dan flat.
Teori atau makna behavioral dikembangkan oleh B.F Skinner dalam Prawirasumantri, dkk
(1997) dan berpijak pada pendapat aliran psikologi behaiorisme, yang menganalisis makna
bahasa dalam kaitan stimulus dan respon dalam situasi dan konteks tertentu. Setiap respon dari
bentuk bahasa merupakan makna suatu bentuk ujar tertentu. Prosesnya dapat digambarkan
sebagai berikut:
S r s R
S berarti stimulus yang berupa ujaran. Makna ada dalam r...........s, sedangkan R adalah
tanggapan yang diberikan penanggap tutur (pendengar) sesuai dengan stimulus yang diterima.
C. KONSEP SIGN, SIGNIFIE, DAN SIGNIFIANT
Menurut Saussure, suatu bahasa terdiri atas suatu perangkat tanda atau sign yang merupakan
kesatuan dari signifiant (penanda atau bagian bunyi ujaran) dengan signifie (tertanda atau bagian
arti). Masing-masing tanda tersebut tidak dapat dipisahkan, karena ucapan atau artinya
ditentukan oleh perbedaan dengan tanda-tanda di dalam sistemnya. Tanpa sistem yang ada dalam
suatu bahasa, kita tidak mempunyai landasan untuk membicarakan bunyi atau konsep/arti.
Konsep significant dan signifie menurut Saussure merupakan komponen pembentuk tanda
dan tidak bisa dipisahkan perannanya satu sama lain. Signifiant, atau disebut juga signifier,
merupakan hal-hal yang tertangkap oleh pikiran kita seperti citra bunyi, gambaran visual, dan
lain sebagainya. Sedangkan signifie, atau yang disebut juga sebagai signified, merupakan makna
atau kesan yang ada dalam pikiran kita terhadap apa yang tertangkap.
Perumpamaannya bisa dianalogikan dengan kata dan benda “pintu”. Pintu
secara signifiant merupakan komponen dari kumpulan huruf yaitu p-i-n-t-u, sedangkan
secara signifie dapat dipahami sebagai sesuatu yang menghubungkan satu ruang dengan ruang
lain. Kombinasi dari signifiant dan signifie ini yang kemudian membentuk tanda atas “pintu”,
bukan sekedar benda mati yang digunakan oleh manusia.
Sejalan dengan konsep yang disampaikan Sausure, lapisan bentuk dalam bahasa adalah bunyi
bunyi yang diartikulasikan oleh alat ucap manusia. Hal itu disejajarkan dengan hakikat dari
bahasa karena bahasa itu adalah bunyi. Sementara itu, lapisan makna dari bahasa adalah konsep
yang ada dalam fikiran manusia yang secara otomatis diberikan ketika sebuah deret bunyi
diciptakan. Prosesnya terjadi secara simultan (serta-merta). Artinya, kalau deret bunyinya ada,
maknanyapun muncul. Dengan demikian keutuhan bahasa terletak pada hadirnya kedua lapisan
itu, yakni lapisan bentuk dan lapisan makna. Keeratan hubungan ini dianalogikan sebagai dua
sisi yang terdapat pada uang logam. Sisi yang satu merupakan bagian dari keutuhan sisi yang lain
dan begitupun sebaliknya. Artinya salah satunya tidak mungkin dilepaskan. Sebagai contoh,
deret bunyi [m-a-k-a-n] mengandung konsep, yaitu “aktifitas yang yang biasa dilakukan mahluk
hidup untuk memasukkan makana kedalam mulutnya”. Sementara itu, deret bunyi [n-a-k-a-m]
tidak mengandung konsep karena dalam khasanah leksikon bahasa Indonesia memang tidak
dikenal adanya leksikon nakam. Dengan demikian, yang disebut bahasa tentu saja ada deret
bunyi yang pertama karena ada keutuhan antara aspek bentuk atau aspekmakna. Sementara itu
deret bunyi yang kedua tidak mampu menunjukkan adanya keutuhan tersebut.
Sausure berpendapat bahwa setiap tanda linguistik terdiri atas dua unsur, yaitu signified
‘yang diartikan’ dan signifier ‘yanng mengartikan’. Secara singkat dijelaskan bahwa signified
adalah konsep atau makna dari suatu tanda dan signifier adalah bunyi yang terbentuk dari fonem-
fonem bahasa yang bersangkutan.
D. PENAMAAN DAN PENDEFINISIAN
Penamaan dan pendefinisian adalah dua buah proses pelambangan suatu konsep untuk
mengacu pada sesuatu referen yang berada di luar bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, pun
mudah dalam menghubungkan nama dengan benda yang dimaksudkan. Misalnya, jika seseorang
mengatakan kursi, pasti mengetahui apa yang dimaksud dengan kata kursi. Sehingga, seseorang
boleh menunjuk salah satu benda yang namanya kursi, meskipun wujudnya berbeda-beda.
1. Penamaan
Plato dalam percakapan yang berjudul “Cratylos” menyatakan bahwa lambang adalah kata di
dalam suatu bahasa, sedangkan makna adalah objek yang dihayati di dunia nyata berupa rujukan,
acuan, atau sesuatu yang ditunjuk oleh lambang itu. Oleh karena itu, lambang-lambang atau kata-
kata itu tidak lain daripada nama atau label dari yang dilambangkannya, berupa benda, konsep,
aktivitas, atau peristiwa.
Nama sama dengan lambang untuk sesuatu yang dilambangkannya, maka berarti pemberian
nama itu bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali. Aristoteles (384-322 SM)
mengatakan bahwa pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di antara semua
anggota suatu masyarakat bahasa.
Penamaan dalam semantik terdapat 9 penyebab yaitu:
1) Peniruan Bunyi
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi.
Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding disebut cecak karena bunyinya
“cak, cak, cak-,”, tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya “tokek, tokek”. Contoh lain,
meong nama untuk kucing, gukguk nama untuk anjing, menurut bahasa anak-anak adalah karena
bunyinya seperti itu. Kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi
atau onomatope.
Sebenarnya kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi tidak persis sama, hanya mirip
saja, karena benda atau binatang yang mengeluarkan bunyi itu tidak mempunyai akat fisiologis
seperti manusia dan karena sistem fonologi setiap bahasa tidak sama. Itu sebabnya, mengapa
orang Sunda menirukan kokok ayam jantan sebagai [kongkotongok], orang Melayu Jakarta
sebagai [kukuruyuk], sedangkan orang Belanda sebagai [kukeleku].
2) Penyebutan Bagian
Pada bidang kesustraan ada istilah pars pro toto yaitu gaya bahasa yang menyebutkan bagian
dari suaatu benda atau hal, padahal yang dimaksud adalah keseluruhannya. Penamaan sesuatu
benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda biasanya berdasarkan ciri khas atau yang
menonjol dari benda itu dan yang sudah diketahui umum. Misalnya “Ibu membeli empat ekor
ayam”, yang dimaksud kalimat tersebut bukan hanya ekor ayamnya saja yang dibeli ibu, tetapi
ayam secara keseluruhan.
3) Penyebutan Sifat Khusus
Peristiwa ini terjadi karena transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata
sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut
dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang menonjol. Sehingga akhirnya,
kata sifatnya itulah yang menjadi nama bendanya. Contoh: orang yang sangat kikir lazim disebut
si kikir atau si bakhil. Anak yang tidak dapat tumbuh menjadi besar, tetap saja kecil, disebut si
kerdil. Yang berkulit hitam disebut si hitam ; dan yang kepalanya botak disebut si botak.
4) Penemu dan Pembuat
Nama benda yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau
nama dalam peristiwa sejarah, disebut dengan istilah appelativa.
Contoh:
a. Nama yang berasal dari nama penemunya
- Mujahir atau mujair yaitu nama sejenis ikan air tawar yang ditemukan dan
diternakkan oleh seorang petani bernama Mujair.
- Volt nama satuan kekuatan aliran listrik yang diturunkan dari nama penciptanya yaitu
Volta (1745-1787).
b. Nama orang atau nama pabrik dan merek dagang
- Aspirin : obat sakit kepala
- Ciba : obat sakit perut
- Tipp ex : alat koreks tulisan/ ketikan
- Miwon : bumbu masak
- Kodak : kamera
- Diesel : sejenis mesin kendaraan
c. Peristiwa Sejarah
- Boikot berasal dari nama seorang tuan tanah di Inggris Boycott, yang karena
tindakannya yang terlalu keras pada tahun 1990 oleh perserikatan tuan tanah Irlandia
tidak diikutsertakan dalam perserikatan itu.
5) Tempat Asal
Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda tersebut.
Contoh:
- Kata sarden atau ikan sarden berasal dari nama pulau Sardinia di Italia
- Piagam Jakarta berasal di Jakarta.
- Dinusakambangkan memiliki arti dibawa atau dipenjarakan di Pulau Nusa
Kambangan
6) Bahan
Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok bend aitu.
Contoh:
- Karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang disebut goni
atau guni. Jadi, kalau dikatakan membeli beras dua goni, maksudnya membeli beras
dua karung.
7) Keserupaan
Banyak kata yang digunakan secara metaforsis, artinya kata itu digunakan dalam suatu
ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata
itu.
Contoh:
- Kata kaki pada frasa kaki meja, kaki gunung, dan kaki kursi. Kata kaki mempunyai
kesamaan makna dengan salah satu citi makna dari kata kaki yaitu “alat penopang
berdirinya tubuh” pada frasa kaki meja dan kaki kursi, dan ciri “terletak pada bagian
bawah” pada frasa kaki gunung.
8) Pemendekan
Banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia terbentuk dari beberapa kata yang digabungkan
menjadi satu. Kata-kata yang terbentuk sebagai hasil penyingkatan ini disebut dengan
akronim.
Contoh :
- ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
- Rudal : peluru kendali
- Pemda : Pemerintah Daerah
9) Penamaan Baru
Banyak kata atau istilah batu yang dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama
yang ada. Kata-kata atau istilah-istilah lama yang sudah ada perlu diganti dengan kata-kata
baru atau sebutan baru karena dianggap kurang tepat, tidak rasional, kurang halus, atau
kurang ilmiah.
Contoh :
- Kata pariwisata untuk mengganti kata turisme ; kata wisatawan mengganti turis atau
pelancong.
- Kata gelandangan menjadi tuna wisma
2. Pendefinisian
Pendefinisian adalah usaha yang dilakukan sengaja untuk mengungkapkan dengan kata-
kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya. Banyak cara
yang dapat digunakan untuk membuat definisi. Hasil yang didapat dari cara-cara
pendefinisian ini adalah adanya beberapa macam definisi, yang taraf kejelasannya tidak sama.
- Definisi yang paling rendah tingkat kejelasannya adalah definisi sinonimis artinya
suatu kata didefinisikan dengan sebuah kata lain yang merupakan sinonim dari kata
itu. Contoh, kata ayah didefinisikan dengan kata bapak.
- Definisi formal pada taraf tertentu sudah cukup jelas, tetapi pada taraf yang lebih jauh
sering kali tidak memuaskan. Contoh : definisi bis adalah kendaraan umum dan dapat
memuat banyak penumpang. Definisi itu belum bisa menjelaskan bedanya bis dan
kereta api.
- Definisi logis mengidetifikasi secara tegas objek, ide atau konsep yang didefinisikan
sedemikian rupa, sehingga ibjek tersebut berbeda secara nyata dengan objek-objek
lain. Definisi logis biasa terdapat dalam buku-buku pelajaran, karena itu sifatnya
ilmiah.
- Definisi ensiklopedis lebih luas dari definsi logis sebab menerangkan secara lengkap
danjelas serta cermat akan segala sesuatu yang berkenaan dengan kata atau konsep
yang didefinisikan.