Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 1 SEMANTIK

(TOPIK 1 DAN TOPIK 2)


Kelompok 8
1. Mirna Suci Wulansari (201910080311056)
2. Avni Amelia Putri Krisna (201910080311059)
3. Jasmine Farizqi Fajri (201910080311062)
TOPIK BAHASAN 1
1. RUANG LINGKUP SEMANTIK
A. PENGERTIAN
Kata semantik dalam bahasa Indonesia diturunkan dari kata bahasa Yunani Kuno sema
(bentuk nominal) yang berarti "tanda" atau "lambang". Bentuk verbalnya adalah semaino yang
berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini
sebagai padanan kata "sema" itu adalah tanda linguistik (Prancis: signe linguistique) seperti
yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Sudah disebutkan bahwa tanda linguistik itu
terdiri dari komponen penanda (Prancis: signifie) yang berwujud bunyi, dan komponen
petanda (Prancis: signifie) yang berwujud konsep atau makna. Banyak pakar menyepakati
kata semantik untuk disebut dalam bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda
linguistik itu dengan hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain, bidang studi dalam
linguistik yang mempelajari makna-makna yang terdapat dalam satuan-satuan bahasa.
B. OBJEK KAJIAN
Objek kajian semantik adalah makna. Jika objek kajian semantiknya adalah makna-
makna gramatikal, maka jenis semantik ini disebut Semantik Gramatikal. Jenis semantik ini
mengkaji satuan-satuan gramatikal yang terdiri atas sintaksis dan morfologi.
Konteks morfologi:
Kata ‘sepatu’ akan memiliki makna yang berbeda setelah mengalami proses morfologis,
misalnya dengan afiksasi menjadi ‘bersepatu’.
Konteks sintaksis:
- Di kebun binatang ada enam ekor beruang.
- Hanya orang yang beruang yang dapat membeli rumah itu.
Perbedaan makna ‘beruang’ pada kalimat pertama dan kedua itu terjadi karena adanya
perbedaan konteks kalimat yang dimasuki kata-kata tersebut. Jika objek kajian semantiknya
leksikon (kosa kata) dari suatu bahasa, maka jenis semantiknya dinamakan Semantik Leksikal.
Kajian semantik leksikal ini adalah makna utuh yang terdapat pada masing-masing leksikon
tanpa terpengaruh proses apapun (proses morfologi maupun sintaksis). Dikatakan Semantik
Wacana kalau objek kajiannya adalah wacana. Tugas jenis semantik ini adalah mengkaji
makna wacana. Pemaknaan suatu wacana tidak terlepas dari pola berpikir yang runtut dan logis
C. RUANG LINGKUP SEMANTIK
Objek kajian semantik adalah makna. Diketahui bahwa suatu ilmu itu memiliki lingkupan
yang menjadi kajiannya. Lingkupan kajian inilah yang biasanya digunakan sebagai kriteria
untuk menentukan, apakah suatu ilmu itu dapat disebut ilmu pengetahuan atau tidak. Semantik
melingkupi bidang yang sangat luas, baik dari segi struktur dan fungsi bahasa maupun dari
interdisiplin bidang ilmu. Namun, dalam hal ini ruang lingkup semantik ada pada hubungan
ilmu makna tersendiri yang ada di dalam linguistik, meskipun faktor non linguistik ikut
berpartisipasi sebagai fungsi bahasa non simbolik (emotif dan afektif). Dalam hal ini semantik
terbagi menjadi tiga bagian diantaranya adalah jenis makna, relasi makna dan perubahan
makna.
- Jenis Makna
Leech (1976) membedakan adanya tujuh tipe makna, antara lain yaitu makna konseptual,
makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif dan makna
tematik. Dengan catatan bahwa makna konotatif, stilistik, afektif, reflektif, dan kolokatif
masuk ke dalam kelompok yang lebih besar yaitu makna asosiatif. Menurut Thoshihiko Izutsu
makna itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna dasar dan makna relasional. Menurutnya
makna dasar yaitu sesuatu yang melekat pada kata itu sendiri dan selalu terbawa dimanapun
kata itu diletakkan, sedangkan makna relasional yaitu sesuatu yang konotatif yang mana
diberikan dan ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan menyimpan kata itu pada
posisi khusus yang berada pada relasi yang berbeda dengan semua kata-kata penting lainnya
dalam sistem tersebut.
- Relasi Makna
Relasi Makna yaitu adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata
atau satuan bahasa lainnya. Hubungan relasi kemaknaan ini mungkin berkaitan pada hal
kesamaan makna (sinonim), kemudian kebalikan makna (antonim), kegandaan makna
(polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponim), kelainan makna (homonimi),
kelebihan makna (redundansi), dan lain sebagainya.
- Perubahan Makna
Perubahan semantik atau dapat disebut juga perubahan makna ini seringkali bersamaan
dengan perubahan sosial yang disebabkan oleh perpindahan penduduk, peperangan,kemajuan
teknologi dan juga ilmu pengetahuan ekonomi budaya dan faktor-faktor yang lainnya.
Perubahan makna tersebut tentu saja dapat ditinjau dari berbagai jenis. Ada enam jenis
perubahan makna, yaitu:
1. Generalisasi (perluasan)
2. Spesialisasi (pengkhususan, penyempitan)
3. Peyorasi (penurunan)
4. Ameliorasi (peninggian)
5. Sinestesia (pertukaran)
6. Asosiasi (persamaan)
D. JENIS-JENIS SEMANTIK
Berdasarka tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya dibedakan
atas:
- Semantik Leksikal adalah semantik yang menyelidiki makna yang ada pada leksem-leksem
dari bahasa tersebut. Leksem adalah istilah yang lazim digunakan pada dalam studi
semantik untuk menyebut satuan bahasa bermakna. Kumpulan dari leksem suatu bahasa
disebut leksikon atau kosa kata.
- Semantik sintaktikal adala semantik yang masih berada dalam ruang lingkup tatanan
bahasa atau gramtikal.
- Semantik maksud adalah jenis semantik yang berkenaan dengan pemakainan bentuk-
bentuk gaya bahasa seperti metafora, ironi, litotes dan sebagainya. Jenis semantik ini sama
dengan semantik pragmatik yaitu bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran
yang sesuia dengan konteks situasinya.
E. PERKEMBANGAN SEMANTIK
Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa
Yunani Sema (Nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut
digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari
makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata
bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik. Istilah semantik baru muncul pada tahun 1984 yang
dikenal melalui American Philological Association ‘organisasi filologi amerika’ dalam sebuah
artikel yang berjudul Reflected Meanings: A point in Semantics. Istilah semantik sendiri sudah
ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy.
Sejarah semantik dapat dibaca di dalam artikel “An Account of the Word Semantics
(Word, No.4 th 1948: 78-9). Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellectuelles du
Language” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalm keilmuan, di dalam
bahasa Prancis istilah sebagai ilmu murni historis (historical semantics). Historical semantics
ini cenderung mempelajari semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa,
misalnya perubahan makna dengan logika, psikologi, dst. Karya Breal ini berjudul Essai de
Semanticskue. (akhir abad ke-19).
Reisig (1825) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang
grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yakni etimologi, studi asal-usul kata
sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat dalam
semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada 1820-1925 itu belum
disadari sebagai semantik. Istilah Semasiologi sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig.
Berdasarkan pemikiran Resigh tersebut maka perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga
masa pertumbuhan, yakni:
1. Masa pertama, meliputi setengah abad termasuk di dalamnya kegiatan reisig; maka ini
disebut Ullman sebagai ‘Undergound’ period.
2. Masa Kedua, yakni semantik sebagai ilmu murni historis, adanya pandangan historical
semantics, dengan munculnya karya klasik Breal (1883).
3. Masa perkembangan ketiga, studi makna ditandai dengan munculnya karya filolog
Swedia Gustaf Stern (1931) yang berjudul “Meaning and Change of MeaningWith
Special Reference to the English Language Stern” melakukan kajian makna secara
empiris.
Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna, baru pada tahun 1990-an dengan
munculnya Essai de semantikue dari Breal, yang kemudian pada periode berikutnya disusul
oleh karya Stern. Tetapi, sebelum kelahiran karya stern, di Jenewa telah diterbitkan bahan,
kumpulan kuliah dari seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan perkembangan
linguistik berikutnya, yakni Ferdinand de Saussure, yang berjudul Cours de Linguistikue
General. Pandangan Saussure itu menjadi pandangan aliran strukturalisme.
Menurut pandangan strukturalisme de Saussure, bahasa merupakan satu sistem yang
terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan (the whole
unified). Pandangan ini kemudian dijadikan titik tolak penelitian, yang sangat kuat
mempengaruhi berbagai bidang penelitian, terutama di Eropa.
Pandangan semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de
Saussure ini muncul. Perbedaan pandangan tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi stilistika
4. Studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan
yang menetukan dan mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap
SapirWhorf, 1956-Bahasa cermin bangsa).
6. Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu
perkembangan semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang
merupakan cabang logika simbolis.
Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards yang
menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni ‘thought of reference’ (pikiran) sebagai unsur
yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent
(acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak
memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang).
Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para
pakar semantik biasa menetukan fakta bahwa asal kata meaning(nomina) dari to mean (verba),
di dalamnya banyak mengandung ‘meaning’ yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan
bahwa ahli-ahli semantik sering tidak wajar memikirkan’the meaning of meaning’ yang
diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung menerangkan
semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan
bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam
makna nonlinguistik.
F. HUBUNGAN SEMANTIK DENGAN ILMU LAIN: SEMANTIK DAN FILSAFAT,
SEMANTIK DAN FILOLOGI, SEMANTIK DAN ANTROPOLOGI SERTA SOSIOLOGI,
SEMANTIK DAN SASTRA, SEMANTIK DAN LINGUSISTIK, SEMANTIK DAN
PRAGMATIK.
1. Semantik dan Filsafat
Filsafat merupakan studi tentang kearifan, pengetahuan, hakikat, realitas maupun prinsip,
memiliki hubungan sangat erat dengan semantik. Hal itu terjadi karena dunia fakta yang
menjadi objek perenungan adalah dunia simbolik yang ter-wakili dalam bahasa. Sementara
pada sisi lain, aktivitas berfikir itu sendiri tidak berlangsung tanpa adanya bahasa sebagai
medianya. Dalam situasi tersebut, bahasa pada dasarnya juga bukan hanya sekedar media
proses berpikir maupun menyampai hasil berpikir.
Bolinger A. Sears, 1981: 135 mengungkapkan bahwa bahasa tidak hanya diperlukan untuk
perumusan pemikiran tetapi merupakan bagian dari proses berpikir itu sendiri. Lebih lanjut
disebutkan juga bahwa kita tidak bisa mendapatkan bahasa luar untuk mencapai pikiran, atau
pikiran luar untuk mencapai bahasa. Pertemuan antara semantik dan filsafat kemudian
melahirkan Filsafat Bahasa.
2. Semantik dan Psikologi
Dalam proses menyusun dan memahami pesan lewat kode kebahasaan, unsur– unsur
kejiwaan seperti kesadaran batin, pikiran, asosiasi, maupun pengalaman, jelas tidak dapat
diabai-kan. Pendekatan psikologi behaviorisme dalam kajian makna bertolak dari anggapan
bahwa makna merupakan bentuk responsi terhadap stimuli yang diperoleh dari pemeranan
dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki (Paivio dan Begg,
1981: 94). Asosiasi makna dalam hal ini ditentukan oleh bentuk prilaku realitas yang diacu
lambang kebahasaan.
3. Semantik dan Antropologi serta Sosiologi
Hubungan semantik dengan fenomena sosial dan kultural pada dasarnya memang sudah
selayaknya terjadi. Disebut demikian karena aspek sosial dan kultur sangat berperan dalam
menentukan bentuk, perkembangan maupun perubahan makna kebahasaan. Hubungan
semantik dengan sosiologi mengarah pada kehidupan masyarakat sosial, sedangkan dengan
ilmu antropologi mengacu pada makna bahasa melalui pilihan kata yang dipakai penuturnya itu
menggambarkan kehidupan budaya penutur.
4. Semantik dan Sastra
Berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari, bahasa dalam karya sastra memiliki
kekhasannya sendiri. Semantik dan sastra saling memiliki keterkaitan, dalam hal ini bahasa
dalam sastra memiliki bentuk dan tuturan yang sama, tetapi dipandang dari segi makna belum
tentu dipahami dengan pemahaman yang seragaman oleh tiap-tiap orang. Hal ini karena bahasa
dalam kesusastraan berbeda dengan bahasa yang berada dalam karya ilmiah. Seperti halnya
bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, kode dalam sastra memiliki 2 lapis, yakni
lapis bunyi atau bentuk dan lapis makna. Adapun lapisan makna dalam sastra terbagi menjadi
empat bagian, yaitu: a) Lapisan literal, b) dunia rekaan pengarang, c) dunia dari sudut pandang
tertentu, d) dan pesan metafisis.
5. Semantik dan Linguistik
- Fonologi
Fonologi merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tentang bunyi bahasa. Fonologi
merupakan ilmu tentang fonem (bunyi) yang merupakan unsur terkecil dari bahasa. Perbedaan
fonem yang dimiliki sebuah kata dapat membuat perbedaan makna. Karena itu, dalam
pandangan kaum Atomisme Logis, analisis bahasa harus dimulai dari unsur atom bahasa, yakni
fonem, karena perbedaan fonem diyakini berpengaruh terhadap makna sebuah kata yang
konsekwensi lanjutannya adalah berpengaruh pada makna kalimat dan wacana di mana kata
tersebut menjadi unsurnya.
- Morfologi
Morfologi merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tentang penulisan struktur huruf atau
kata. Hubungannya dengan semantik adalah membahas setiap kata yang berbeda dan memiliki
makna yang berbeda pula. Sebagai ilmu yang mempelajari kaidah bentuk dan pembentukan
kata, Morfologi memiliki hubungan erat dengan semantik. Hal ini dikarenakan pembentukan
kata yang salah akan mengakibatkan makna kata tersebut berbeda atau bahkan tidak bermakna.
- Sintaksis
Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mempelajari struktur kalimat dan bagian-
bagiannya. Ramlan (1987: 21) men- jelaskan sintaksis sebagai cabang ilmu bahasa yang
membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Kalimat yang tersusun secara
teratur akan lebih mudah dipahami maknanya dibanding kalimat yang susunannya tidak teratur.
Sebuah kalimat tersusun dari beberapa fungsi sintaksis seperti subjek, predikat, objek, dan
keterangan. Fungsi sintaksis tersebut harus tersusun secara logis agar makna kalimat mudah
dipahami.
6. Semantik dan Pragmatik
Pragmatik dan semantik adalah dua kajian dalam linguistik yang mengkaji makna bahasa.
Jika semantik membahas soal makna yang ada dalam bahasa, pragmatik membahas makna di
luar bahasa yang terikat dengan unsur-unsur kebahasaan. Leech mengartikan pragmatik
sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situasions).
TOPIK BAHASAN 2
2. HAKIKAT MAKNA
A. DEFINISI MAKNA
Makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa luar yang disepakati bersama
oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Dalam pemakaian sehari-hari, makna
disejajarkan dengan arti, gagasan, konsep, pernyataan, pesan, informasi, maksud, firasat, isi,
dan pikiran (Aminudddin, 2003: 50). Menurut teori Ferdinand de Saussure, makna adalah
‟pengertian‟ atau ‟konsep‟ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Secara
umum makna dibagi menjadi dua, yakni makna referensial dan makna kontekstual. Makna
referensial merupakan makna dalam pengertian yang lebih sempit yang biasanya dianggap
sebagai makna konseptual, denotative, kognitif, atau makna deskriptif (Leech, 1976). Makna
referensial merupakan makna yang diperoleh dari “what the word says”. Makna konseptual
adalah makna yang diperoleh dari “what the people do with the word”, yakni apa yang
dikerjakan pemakai bahasa dengan kata atau dengan kata lain makna kontekstual merupakan
makna yang diperoleh dari bagaimana pemakai bahasa memperlakukan kata.
Untuk memahami apa yang dimaksud makna, kita dapat melihat dari beberapa pendekatan.
- Pendekatan konseptual menyatakan setiap kata/leksem pada dirinya secara inheren telah
terkandung suatu makna yang bias berupa gagasan, ide, konsep hal atau proses.
- Pendekatan komponensial menyatakan bahwa setiap makna sebuah kata/leksem terdiri dari
sejumlah komponen yang secara keseluruhan membentuk makna kata tersebut.
- Pendekatan operasional menyatakan makna sebuah kata/leksem baru jelas bila kata/leksem
itu sudah digunakan di dalam konteks kalimat tertentu.
B. PENDEKATAN MAKNA REFERENSIAL, IDEASIONAL, DAN BEHAVIORAL
Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh
pemakai bahasa sehingga dapat saling mengerti. Makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang
dimiliki atay terdapat pada sebuah tanda linguistik. Untuk menentukan makna bahasa, Alston
(dalam Aminuddin, 2003:55) mengemukakan terdapat 3 teori atau “pendekatan” yaitu :
a. Referensial
b. Ideasioanal
c. Behavioral
Tiga pendekatan tersebut memiliki titik pandang yang berbeda dalam, memahami akna
bahasa, tetapi secara keseluruhan dapat saling melengkapi dan disikapi sebagai tiga tataran
makna. Selain itu, tiga pendekatan tersebut memiliki kesajajaran dengan tiga fungsi bahasa,
yaitu :
a. Representasi realitas yang menyertai proses berpikir manusia secara individual.
b. Media dalam mengirim dan menerima pesan.
c. Fakta sosial yang mampu menciptakan berbagai bentuk komunikasi.

1. Makna Referensial
Makna referensial merupakan makna yang jelas acuannya atau makna yang memiliki acuan.
Menurut Sudaryat (2009:153) referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan
acuannya. Kata yang berfungsi sebagai pengacu disebut dieksis, sedangkan unsur-unsur yang
diacunya disebut antesden.
Referensi sendiri memiliki sifat eksoforis (situsional) apabila mengacu ke antesden yang
ada di luar wacana dan bersifat endoforis (tekstual) jika yang diacu terdapat dalam wacana.
Referensi endoforis yang berposisi sesudah antesendenya disebut anaforis, sedangkan yang
berposisi sebelum antesedennya disebut referensi kataforis.
Makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki
hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa)
dalam hubungan antara konsep (reference) dengan acuan (referent). Hubungan antara sebuah
bentukk kata dengan suatu hal diluar bahasa tidak bersifat langsung, melainkan ada media yang
terletak diantaranya.
Referensi baru akan tampak setelah dipakai dalam tuturan nyata. Referent (benda yang diacu)
dari tuturan nyata bisa bersifat umum maupun khusus.
Contoh :
1. Nasi adalah makanan pokok orang Indonesia.
2. Manusia adalah ciptaan Tuhan.
Kata nasi, secara khusus adalah deskripsi sesatu yang ditunjuk (makanan pokok orang
Indonesia). Pada kalimat (2) manusia (secara umum) merupakan sesatu yang ditunjuk oleh frase
ciptaan Tuhan.
Menurut Harimurti (1982: 144) konsep referensi sebagai hubungan antara referen (unsur luar
bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa) dengan lambing yang dipakai untuk mewakilinya.
Selain itu, Crystal di dalam The Cambridge Encyclopedia of Language (1987:102) menyatakan
referensi akan mengkaji bagaimana bahasa menunjuk pada dunia eksternal bahasa.
Sehingga dapat diketahui bahwa reference digunakan untuk menyatakan adanya hubungan
antara satuan lingual yang digunakan di dalam tuturan dengan dunia di luar bahasa. Sesuatu di
luar bahasa bisa menunjuk pada suatu perbuatan (makan, berlari), keadaan (cantik, besar,
banyak), atau situasi (hujan, mendung). Contoh kalimat :
3. Sepeda motor itu masih baru.
Frase masih baru menunjukkan deskripsi tentang sesuatu yang ditunjuk (sepeda motor).
Makna referensial berpijak pada pandangan aliran realisme. Kaum realis melihat makna dari
relasi semantic dengan dunia nyata. Secara umum kata ‘realisme’ diturunkan dari kata dasar real
yang berarti nyata atau ada, dalam arti berda dalam tataran alam semesta baik itu berupa benda
fisik maupun berupa peristiwa. Sehingga merujuk pada semua yang dapat diindrai.
Berdasarkan pandangan tersebut, teori referensial memaknai kalimat yang terleatak pada
hubungan yang hakiki antara makna kata atau makna kalimat dengan wujud atau objek yang
dimaknai. Contoh, kata “kursi” baru bermakna bila ia menunjukkan hubungan langsung dengan
entitas atau objek yang bermakna kursi. Selain itu, juga pada kalimat ‘Hari ini hujan turun’
mempunyai makna bila terjadi peristiwa turun hujan. Pendekatan yang digunakan adalah
referencial approach.
Makna referensial dan makna nonreferensial memiliki perbedaan yaitu berdasarkan ada tidak
adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luat
bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau
kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata
meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya memiliki referen,
yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’. Sebaliknya pada kata karena
dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata karena dan kata tetapi termasuk kata yang
bermakna non referensial.
2. Makna Ideasional
Makna Ideasional yaitu makna yang ditangkap masih bersifat individu dan masih berupa ide,
karena belum dipergunakan dalam berkomunikasi. Menurut Pateda (2010 : 105) dalam hubungan
makna ideasional kata, lebih baik dibedakan antara konsep kata dan makna ideasional kata.
Makna pendekatan ideasional dapat diartikan sebagai gambaran gagasan dari suatu bentuk
kebahasaan yang bersifat sewenang-wenang, tetapi memiliki konvensi sehingga dapat saling
mengerti. Teori ideasional sendiri merupakan teori yang meneliti suatu kata atau ungkapan
dengan gagasan yang berhubungan dengan ungkapan.
Teori ideasional disebut dengan Ideational Semantic Theory, dan berpijak pada pandangan
kaum konseptualis yang disebut konceptualisme. Kata ‘konseptualisme’ diturunkan dari kata
concept. Kata tersebut mengacu pada proses pembentukan konsep dalam pemikiran seseorang
dan mengacu pada suatu paham atau aliran yang mengunggulkan perank konsep. Pandangan ini
menganggap makna bahasa, baik makna kata atau makna ekspresi lainnya, merupakan konsep
yang diasosiakan dengan kata tersebut dalam akal budi (mind) pemakai bahasa (penutur dan
penanggap penutur), dan tidak mempunyai wujud tersendiri di luarnya. Dengan kata lain, makna
bahasa seluruhnya ditentukan oleh asosiasi dan konseptualisasi pemakai bahasa yang terlepas
dari dunia luar bahasa.
Grice dalam Aminuddin (1988) berpendapat bahwa makna diartikan sebagai gambaran
gagasan dari suatu bentuk kebahasaan yang bersifat sewenang-wenang, tetapi memiliki konvensi
sehingga dapat saling mengerti. Pendekatan yang dipakai adalah pendakatan ideasioal atau
ideational approach. Teori ini digambarkan sebagai berikut :
................X meant that P and X mean that P entails P.
Rumus ini dibaca : X berarti P dan X memaknakan P seperti yang dimiliki oleh P. Pada
konsep Grice: X adalah perangkat kalimat sebagai bentuk kebahasaan yang telah memiliki satuan
gagasan, sedangkan kalimat “X memaknakan P seperti yang dimiliki oleh P”, memberi gambaran
tentang keharusan memaknai X sebagai P yang telah berada dalam konvensi, dan P adalah P.
Penjelasan ini berkaitan dengan bagaimana memahami kode-mengkode yang digambarkan
dalam hubungan linear sebagai berikut:
Encoding Coding Decoding
Bentuk hubungan linear ini menggambarkan proses terjadinya pemahaman atas kode, bahwa
pengolahan gagasan atau ide oleh pembicara yang direpresentasi lewat bahasa (encoding),
disampaikan kepada pendengar melalui bahasa (coding), dan dimaknai/dipahami oleh pendengar
(decoding). Penutur sebagai pengirim pesan mewujudkan pesan itu lewat kode bahasa. Dengan
bertolah dari kode bahasa itu, penanggap tutur sebagai lawan bicara melakukan kegiatan
pemahaman dengan kode bahasa, sesuai dengan pesan yang disampaikan. Teroi ini melatari
komunikasi mutual antara pembicara dan pendengar dalam masyarakat tanpa mempersyaratkan
harus hadirnya referen.
Konsep kata merupakan makna inti, sedangkan makna ideasional merupakan konsekuensi
atau hal yang diharapkan yang berlaku dalam sebuah kata, contoh : demokrasi. Konsep makna
kata demokrasi adalah persamaan hak dan kewajiban rakyat. Makna ideasionalnya, yaitu ide
yang terkandung di dalam kata demokrasi itu sendiri. Idenya, yaitu rakyat turut memerintah
melalui wakil-wakilnya; rakyat berhak memilih wakil-wakil yang akan memimpin mereka;
rakyat berhak mengawasi jalannya pemerintahan, tetapi rakyat berkewajiban pula untuk
bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban, bersama-sama menanggung biaya
pembangunan yang mereka harapkan.
3. Makna Behavioral
Teori ini berpijak pada pandangan nominalisme. Kata “nominalisme” diturunkan dari kata
“nomen” bahasa Latin, yang berarti ‘nama’ dalam bahasa Indonesia. Pandangan ini menolak
hubungan hakiki antara bahsa dengan dunia luar yang bersifat manasuka (semena/sembarangan).
Pandangan ini bersifat filosofis yang menekankan bahwa bahasa merupakan pemberian nama
untuk menyebutkan benda-benda dan sifatnya melekat (inhern). Pandangan ini menekankan
pada fungsi bahasa, yaitu bahasa dipakai untuk menamakan atau menyebut entitas-entitas di luar
bahasa secara semena-mena. Kata ‘kursi’ misalnya tidak mempunyai alasan logis atau kaitan
logis untuk dipakai sebagai nama benda yang terbuat dari kayu dengan empat kaki untuk
menopang sesuatu yang berbentuk persegi atau bulat dan flat.
Teori atau makna behavioral dikembangkan oleh B.F Skinner dalam Prawirasumantri, dkk
(1997) dan berpijak pada pendapat aliran psikologi behaiorisme, yang menganalisis makna
bahasa dalam kaitan stimulus dan respon dalam situasi dan konteks tertentu. Setiap respon dari
bentuk bahasa merupakan makna suatu bentuk ujar tertentu. Prosesnya dapat digambarkan
sebagai berikut:
S r s R
S berarti stimulus yang berupa ujaran. Makna ada dalam r...........s, sedangkan R adalah
tanggapan yang diberikan penanggap tutur (pendengar) sesuai dengan stimulus yang diterima.
C. KONSEP SIGN, SIGNIFIE, DAN SIGNIFIANT
Menurut Saussure, suatu bahasa terdiri atas suatu perangkat tanda atau sign yang merupakan
kesatuan dari signifiant (penanda atau bagian bunyi ujaran) dengan signifie (tertanda atau bagian
arti). Masing-masing tanda tersebut tidak dapat dipisahkan, karena ucapan atau artinya
ditentukan oleh perbedaan dengan tanda-tanda di dalam sistemnya. Tanpa sistem yang ada dalam
suatu bahasa, kita tidak mempunyai landasan untuk membicarakan bunyi atau konsep/arti.
Konsep significant dan signifie menurut Saussure merupakan komponen pembentuk tanda
dan tidak bisa dipisahkan perannanya satu sama lain. Signifiant, atau disebut juga signifier,
merupakan hal-hal yang tertangkap oleh pikiran kita seperti citra bunyi, gambaran visual, dan
lain sebagainya. Sedangkan signifie, atau yang disebut juga sebagai signified, merupakan makna
atau kesan yang ada dalam pikiran kita terhadap apa yang tertangkap.
Perumpamaannya bisa dianalogikan dengan kata dan benda “pintu”. Pintu
secara signifiant merupakan komponen dari kumpulan huruf yaitu p-i-n-t-u, sedangkan
secara signifie dapat dipahami sebagai sesuatu yang menghubungkan satu ruang dengan ruang
lain. Kombinasi dari signifiant dan signifie ini yang kemudian membentuk tanda atas “pintu”,
bukan sekedar benda mati yang digunakan oleh manusia.
Sejalan dengan konsep yang disampaikan Sausure, lapisan bentuk dalam bahasa adalah bunyi
bunyi yang diartikulasikan oleh alat ucap manusia. Hal itu disejajarkan dengan hakikat dari
bahasa karena bahasa itu adalah bunyi. Sementara itu, lapisan makna dari bahasa adalah konsep
yang ada dalam fikiran manusia yang secara otomatis diberikan ketika sebuah deret bunyi
diciptakan. Prosesnya terjadi secara simultan (serta-merta). Artinya, kalau deret bunyinya ada,
maknanyapun muncul. Dengan demikian keutuhan bahasa terletak pada hadirnya kedua lapisan
itu, yakni lapisan bentuk dan lapisan makna. Keeratan hubungan ini dianalogikan sebagai dua
sisi yang terdapat pada uang logam. Sisi yang satu merupakan bagian dari keutuhan sisi yang lain
dan begitupun sebaliknya. Artinya salah satunya tidak mungkin dilepaskan. Sebagai contoh,
deret bunyi [m-a-k-a-n] mengandung konsep, yaitu “aktifitas yang yang biasa dilakukan mahluk
hidup untuk memasukkan makana kedalam mulutnya”. Sementara itu, deret bunyi [n-a-k-a-m]
tidak mengandung konsep karena dalam khasanah leksikon bahasa Indonesia memang tidak
dikenal adanya leksikon nakam. Dengan demikian, yang disebut bahasa tentu saja ada deret
bunyi yang pertama karena ada keutuhan antara aspek bentuk atau aspekmakna. Sementara itu
deret bunyi yang kedua tidak mampu menunjukkan adanya keutuhan tersebut.
Sausure berpendapat bahwa setiap tanda linguistik terdiri atas dua unsur, yaitu signified
‘yang diartikan’ dan signifier ‘yanng mengartikan’. Secara singkat dijelaskan bahwa signified
adalah konsep atau makna dari suatu tanda dan signifier adalah bunyi yang terbentuk dari fonem-
fonem bahasa yang bersangkutan.
D. PENAMAAN DAN PENDEFINISIAN
Penamaan dan pendefinisian adalah dua buah proses pelambangan suatu konsep untuk
mengacu pada sesuatu referen yang berada di luar bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, pun
mudah dalam menghubungkan nama dengan benda yang dimaksudkan. Misalnya, jika seseorang
mengatakan kursi, pasti mengetahui apa yang dimaksud dengan kata kursi. Sehingga, seseorang
boleh menunjuk salah satu benda yang namanya kursi, meskipun wujudnya berbeda-beda.
1. Penamaan
Plato dalam percakapan yang berjudul “Cratylos” menyatakan bahwa lambang adalah kata di
dalam suatu bahasa, sedangkan makna adalah objek yang dihayati di dunia nyata berupa rujukan,
acuan, atau sesuatu yang ditunjuk oleh lambang itu. Oleh karena itu, lambang-lambang atau kata-
kata itu tidak lain daripada nama atau label dari yang dilambangkannya, berupa benda, konsep,
aktivitas, atau peristiwa.
Nama sama dengan lambang untuk sesuatu yang dilambangkannya, maka berarti pemberian
nama itu bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali. Aristoteles (384-322 SM)
mengatakan bahwa pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di antara semua
anggota suatu masyarakat bahasa.
Penamaan dalam semantik terdapat 9 penyebab yaitu:
1) Peniruan Bunyi
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi.
Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding disebut cecak karena bunyinya
“cak, cak, cak-,”, tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya “tokek, tokek”. Contoh lain,
meong nama untuk kucing, gukguk nama untuk anjing, menurut bahasa anak-anak adalah karena
bunyinya seperti itu. Kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi
atau onomatope.
Sebenarnya kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi tidak persis sama, hanya mirip
saja, karena benda atau binatang yang mengeluarkan bunyi itu tidak mempunyai akat fisiologis
seperti manusia dan karena sistem fonologi setiap bahasa tidak sama. Itu sebabnya, mengapa
orang Sunda menirukan kokok ayam jantan sebagai [kongkotongok], orang Melayu Jakarta
sebagai [kukuruyuk], sedangkan orang Belanda sebagai [kukeleku].
2) Penyebutan Bagian
Pada bidang kesustraan ada istilah pars pro toto yaitu gaya bahasa yang menyebutkan bagian
dari suaatu benda atau hal, padahal yang dimaksud adalah keseluruhannya. Penamaan sesuatu
benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda biasanya berdasarkan ciri khas atau yang
menonjol dari benda itu dan yang sudah diketahui umum. Misalnya “Ibu membeli empat ekor
ayam”, yang dimaksud kalimat tersebut bukan hanya ekor ayamnya saja yang dibeli ibu, tetapi
ayam secara keseluruhan.
3) Penyebutan Sifat Khusus
Peristiwa ini terjadi karena transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata
sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut
dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang menonjol. Sehingga akhirnya,
kata sifatnya itulah yang menjadi nama bendanya. Contoh: orang yang sangat kikir lazim disebut
si kikir atau si bakhil. Anak yang tidak dapat tumbuh menjadi besar, tetap saja kecil, disebut si
kerdil. Yang berkulit hitam disebut si hitam ; dan yang kepalanya botak disebut si botak.
4) Penemu dan Pembuat
Nama benda yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau
nama dalam peristiwa sejarah, disebut dengan istilah appelativa.
Contoh:
a. Nama yang berasal dari nama penemunya
- Mujahir atau mujair yaitu nama sejenis ikan air tawar yang ditemukan dan
diternakkan oleh seorang petani bernama Mujair.
- Volt nama satuan kekuatan aliran listrik yang diturunkan dari nama penciptanya yaitu
Volta (1745-1787).
b. Nama orang atau nama pabrik dan merek dagang
- Aspirin : obat sakit kepala
- Ciba : obat sakit perut
- Tipp ex : alat koreks tulisan/ ketikan
- Miwon : bumbu masak
- Kodak : kamera
- Diesel : sejenis mesin kendaraan
c. Peristiwa Sejarah
- Boikot berasal dari nama seorang tuan tanah di Inggris Boycott, yang karena
tindakannya yang terlalu keras pada tahun 1990 oleh perserikatan tuan tanah Irlandia
tidak diikutsertakan dalam perserikatan itu.

5) Tempat Asal
Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda tersebut.
Contoh:
- Kata sarden atau ikan sarden berasal dari nama pulau Sardinia di Italia
- Piagam Jakarta berasal di Jakarta.
- Dinusakambangkan memiliki arti dibawa atau dipenjarakan di Pulau Nusa
Kambangan
6) Bahan
Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok bend aitu.
Contoh:
- Karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang disebut goni
atau guni. Jadi, kalau dikatakan membeli beras dua goni, maksudnya membeli beras
dua karung.
7) Keserupaan
Banyak kata yang digunakan secara metaforsis, artinya kata itu digunakan dalam suatu
ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata
itu.
Contoh:
- Kata kaki pada frasa kaki meja, kaki gunung, dan kaki kursi. Kata kaki mempunyai
kesamaan makna dengan salah satu citi makna dari kata kaki yaitu “alat penopang
berdirinya tubuh” pada frasa kaki meja dan kaki kursi, dan ciri “terletak pada bagian
bawah” pada frasa kaki gunung.
8) Pemendekan
Banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia terbentuk dari beberapa kata yang digabungkan
menjadi satu. Kata-kata yang terbentuk sebagai hasil penyingkatan ini disebut dengan
akronim.
Contoh :
- ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
- Rudal : peluru kendali
- Pemda : Pemerintah Daerah
9) Penamaan Baru
Banyak kata atau istilah batu yang dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama
yang ada. Kata-kata atau istilah-istilah lama yang sudah ada perlu diganti dengan kata-kata
baru atau sebutan baru karena dianggap kurang tepat, tidak rasional, kurang halus, atau
kurang ilmiah.
Contoh :
- Kata pariwisata untuk mengganti kata turisme ; kata wisatawan mengganti turis atau
pelancong.
- Kata gelandangan menjadi tuna wisma
2. Pendefinisian
Pendefinisian adalah usaha yang dilakukan sengaja untuk mengungkapkan dengan kata-
kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya. Banyak cara
yang dapat digunakan untuk membuat definisi. Hasil yang didapat dari cara-cara
pendefinisian ini adalah adanya beberapa macam definisi, yang taraf kejelasannya tidak sama.
- Definisi yang paling rendah tingkat kejelasannya adalah definisi sinonimis artinya
suatu kata didefinisikan dengan sebuah kata lain yang merupakan sinonim dari kata
itu. Contoh, kata ayah didefinisikan dengan kata bapak.
- Definisi formal pada taraf tertentu sudah cukup jelas, tetapi pada taraf yang lebih jauh
sering kali tidak memuaskan. Contoh : definisi bis adalah kendaraan umum dan dapat
memuat banyak penumpang. Definisi itu belum bisa menjelaskan bedanya bis dan
kereta api.
- Definisi logis mengidetifikasi secara tegas objek, ide atau konsep yang didefinisikan
sedemikian rupa, sehingga ibjek tersebut berbeda secara nyata dengan objek-objek
lain. Definisi logis biasa terdapat dalam buku-buku pelajaran, karena itu sifatnya
ilmiah.
- Definisi ensiklopedis lebih luas dari definsi logis sebab menerangkan secara lengkap
danjelas serta cermat akan segala sesuatu yang berkenaan dengan kata atau konsep
yang didefinisikan.

Anda mungkin juga menyukai