Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Corona virus disease (COVID-19) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh SARS-COV2 dan merupakan agen penyebab dari penyakit
yang berpotensi penyakit fatal yang menjadi perhatian besar kesehatan
masyarakat global. Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama
kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih
belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di
Wuhan.1
Virus corona adalah salah satu patogen yang terutama menginfeksi
saluran pernapasan manusia. Wabah sebelumnya dari virus corona (CoVs)
adalah Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) dan Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) yang sebelumnya dicirikan sebagai agen
penyebab penyakit yang mengancam kesehatan global.1
Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar
secara luas di China dan lebih dari 190 negara dan teritori lainnya. Pada 12
Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik. Hingga
tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian
di seluruh dunia.2
Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 2
Maret 2020 atau sekitar 4 bulan setelah kasus pertama di Cina. Kasus pertama
di Indonesia pada bulan Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan setelahnya pada
tanggal 6 Maret ditemukan kembali 2 kasus. Kasus COVID-19 hingga kini
terus bertambah. Saat awal penambahan kasus sebanyak ratusan dan hingga
kini penambahan kasus menjadi ribuan. Pada tanggal 31 Desember 2020
kasus terkonfirmasi 743.196 kasus, meninggal 22.138 kasus, dan sembuh
611.097. Propinsi dengan kasus COVID-19 terbanyak adalah DKI Jakarta,
Jawa Tengah dan Jawa Barat.3
Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah
1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara.4,5
Peningkatan kasus COVID-19 terus menerus terjadi setelah dinyatakan
adanya varian baru dari virus ini, yaitu delta. Berdasarkan peta sebaran
COVID-19 di Indonesia, terjadi penambahan kasus 1.143.638 kasus dari
bulan Februari 2021 hingga Juni 2021 dengan kasus kematian meningkat
22.325 kematian.6
Di Sulawesi Utara, jumlah kasus COVID-19 pada bulan Februari 2021
adalah 15.002 kasus dan meningkat menjadi lebih dari 16 ribu kasus pada
Juni 2021 dan terjadi penambahan kasus yang meninggal yaitu 65 kematian.
Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki,
yaitu 51% dan laki-laki 49%. Berdasarkan manifestasi klinis, penderita paling
banyak mengeluhkan batuk, disusul deman, pilek, sesak napas, dan lain-lain.
Berdasarkan komorbidnya, penderita COVID-19 paling banyak merupakan
penderita hipertensi yakni 40%, diabetes mellitus 30%, penyakit jantung dan
penyakit paru obstruktif kronik masing-masing 20%. 6
Di wilayah kerja Puskesmas Tuminting Manado, sebaran kasus pada
bulan Februari hingga April mengalami penurunan, namun mulai meningkat
pada Mei 2021.7

1.2. Identifikasi Masalah


Dari uraian latar belakang di atas, identifikasi masalah yang dapat
ditarik adalah bagaimana gambaran tingkat kejadian COVID-19 di wilayah
kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado pada bulan Februari 2021 hingga
Juni 2021.

1.3. Tujuan Penelitian


Dari identifikasi masalah yang telah disusun, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
a. Untuk mengetahui gambaran kejadian COVID-19 di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting menurut jenis kelamin.
b. Untuk mengetahui gambaran kejadian COVID-19 di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting menurut usia.
c. Untuk mengetahui gambaran kejadian COVID-19 di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting berdasarkan tempat tinggal.
d. Untuk mengetahui gambaran kejadian COVID-19 di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting berdasarkan pekerjaan.
e. Untuk mengetahui gambaran kejadian COVID-19 di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting berdasarkan gejala.
f. Untuk mengetahui gambaran kejadian COVID-19 di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting berdasarkan kondisi akhir.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengatasi
masalah COVID-19 bagi pihak yang terkait, antara lain:
a. Bagi Instansi Pemerintah (Puskesmas)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada
Puskesmas Tuminting dalam mengkaji penyakit COVID-19.
b. Peneliti
Menambah wawasan pengetahuan, mengembangkan ilmu yang di capai,
dan syarat untuk menyelesaikan tugas internship.
BAB II
PROFIL PUSKESMAS

2.1. Letak Geografis


Puskesmas Tuminting terletak di Jalan Dua Saudara Nomor 22,
Tuminting, Kecamatan Tuminting, Kota Manado, Sulawesi Utara. Secara
geografis, Puskesmas ini terletak di antara 1º .30’ – 1 (B1)º . 40’ Lintang
Utara dan 124º40’ – 126 (B2)º . 50’ Bujur Timur. Adapun batas-batas
wilayahnya sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Bunaken
b. Sebelah Timur : Kecamatan Mapanget
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Singkil dan Wenang
d. Sebelah Barat : Teluk Manado / Laut Sulawesi

2.2. Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Tuminting sampai dengan tahun 2018 yaitu
seluruh wilayah Kecamatan Tuminting, yang terdiri dari 10 Kelurahan dan 48
lingkungan dan memiliki luas wilayah 43.57Km 2. dengan luas wilayah
masing-masing kelurahan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Jumlah Kelurahan, Lingkungan dan Luas Wilayah Kecamatan
Tuminting
Luas Wilayah
Kelurahan Lingkungan
No. ( Km2)
1. Sindulang satu 5 22.6
2. Sindulang dua 3 11
3. Karang ria 5 37.8
4. Kelurahan 5 30
5. islam 6 43.83
6. Tuminting 5 113.6
7. Sumompo 7 74.44
8. Mahawu 4 30.5
9 Maasing 4 19.9
10. Tumumpa satu 4 19.9
Tumumpa dua

JML 10 48 403.57
Sumber : Data Kantor Kecamatan Tuminting Tahun 2018

Gambar 2.1. Persentasi Luas Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Menurut


Kelurahan.

Letak wilayah kerja Puskesmas Tuminting bervariasi selain didaerah


dataran ada yang tinggal didaerah dekat pesisir pantai sebagian kelurahan
Sindulang Satu, Sindulang Dua, Karang Ria, Maasing, Tumumpa Satu dan
Tumumpa Dua ada yang di bantaran sungai sebagian kelurahan Mahawu dan
daerah rawan longsor yaitu terdapat sebagian dikelurahan Mahawu,
Tuminting dan Sindulang Satu.
a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk dibagi berdasarkan kelurahan, yaitu :
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk berdasarkan Kelurahan

Kelurahan Jumlah
No.
1. Sindulang Satu 8177
2. Sindulang Dua 2206
3. Karang Ria 3451
4. Kelurahan Islam 4080
5. Tuminting 8043
6. Sumompo 6686
7. Mahawu 8919
8. Maasing 6195
9 Tumumpa Satu 3099
10. Tumumpa Dua       3917
Jumlah 54.773

Untuk jumlah penduduk diwialayah kerja Puskesmas Tuminting


ditahun 2018 sebanyak 54.773 dibanding tahun 2017 dengan jumlah
penduduk sebanyak 54.550 adanya ketambahan penduduk ±223 jiwa.
Dengan jumlah penduduk terbanyak berada dikelurahan Mahawu.
b. Jumlah Kepala Keluarg
Jumlah kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tuminting
berdasarkan kelurahan dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 2.3. Jumlah Kepala Keluarga berdasarkan Kelurahan

Kelurahan Jumlah
No.
1. Sindulang Satu 2.082
2. Sindulang Dua 615
3. Karang Ria 926
4. Kelurahan Islam 1.279
5. Tuminting 1.776
6. Sumompo 2066
7. Mahawu 2.277
8. Maasing 1.990
9 Tumumpa Satu 772
10. Tumumpa Dua 919

Jumlah
14.702

c. Pendidikan dan Sosial-Ekonomi


Tingkat pendidikan masyarakat dilihat dari persentase penduduk
yang berusia 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan rata – rata telah menamatkan Sekolah dasar.
d. Sektor Kesehatan
Luas tanah puskesmas Tuminting kurang lebih 2.000 m2. Bangunan
Puskesmas Tuminting :
 Bangunan utama terdiri dari 3 lantai, yaitu:
o Lantai dasar terdiri dari : 1 ruang registrasi pasien, 1 ruang periksa
pasien umum,   1 ruang periksa pasien lansia, 1 ruang periksa gigi,
1 ruang kamar jaga UGD, 1 ruang UGD, 2 kamar mandi.
o Lantai 2 terdiri dari : 1 ruang periksa anak, 1 ruang periksa KIA,
1ruang jaga Persalinan,1 ruang persalinan, 4 ruang kamar rawat
persalinan
o Lantai 3 terdiri dari : 1 ruang kepala Puskesmas, 1 ruang Kepala
Tata Usaha, 1 ruang pertemuan, 2  WC/KM
 Bangunan lain terdiri dari :
o Lantai 1 terdiri dari : 1 ruang imunisasi, 1 ruang apotik, 1 ruang
laboratorium umum, 1  ruang laboratorium TB&Kusta, 1 ruang
TB&Kusta, 1 kesling.
o Lantai 2 terdiri dari : 1 ruang alkes, 4 ruang program, 1aula
pertemuan
BAB III
TINJAUN PUSTKA

3.1. Definisi
Virus Corona adalah virus RNA untai positif yang beruntai tunggal
yang tidak tersegmentasi. Virus-virus corona termasuk dalam ordo
Nidovirales, keluarga Coronaviridae, dan sub-keluarga Orthocoronavirinae,
yang dibagi menjadi kelompok (marga) α, β, γ, dan δ sesuai dengan
karakteristik serotipik dan genomiknya. Virus Corona termasuk dalam genus
Coronavirus dari keluarga Coronaviridae. Ini dinamai sesuai dengan tonjolan
berbentuk karangan bunga di selubung virus.8

3.2. Epidemiologi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Penyakit ini diawali dengan
munculnya kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Wuhan,
China pada akhir Desember 2019 (Li et al, 2020). Berdasarkan hasil
penyelidikan epidemiologi, kasus tersebut diduga berhubungan dengan Pasar
Seafood di Wuhan. Pada tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah China kemudian
mengumumkan bahwa penyebab kasus tersebut adalah Coronavirus jenis
baru yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus 2). Virus ini berasal dari famili yang sama dengan
virus penyebab SARS dan MERS. Meskipun berasal dari famili yang sama,
namun SARS-CoV-2 lebih menular dibandingkan dengan SARS-CoV dan
MERS-CoV (CDC China, 2020). Proses penularan yang cepat membuat
WHO menetapkan COVID-19 sebagai KKMMD/PHEIC pada tanggal 30
Januari 2020. Angka kematian kasar bervariasi tergantung negara dan
tergantung pada populasi yang terpengaruh, perkembangan wabahnya di
suatu negara, dan ketersediaan pemeriksaan laboratorium.9
Thailand merupakan negara pertama di luar China yang melaporkan
adanya kasus COVID-19. Setelah Thailand, negara berikutnya yang
melaporkan kasus pertama COVID-19 adalah Jepang dan Korea Selatan yang
kemudian berkembang ke negara-negara lain. Sampai dengan tanggal 30 Juni
2020, WHO melaporkan 10.185.374 kasus konfirmasi dengan 503.862
kematian di seluruh dunia (CFR 4,9%). Negara yang paling banyak
melaporkan kasus konfirmasi adalah Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India,
dan United Kingdom. Sementara, negara dengan angka kematian paling
tinggi adalah Amerika Serikat, United Kingdom, Italia, Perancis, dan
Spanyol.10
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret
2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan
tanggal 30 Juni 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 56.385 kasus
konfirmasi COVID-19 dengan 2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang
tersebar di 34 provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus
paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi
pada usia 0-5 tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan pada pasien dengan
usia 55-64 tahun.10
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC China, diketahui
bahwa kasus paling banyak terjadi pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30-
79 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak 81%
kasus merupakan kasus yang ringan, 14% parah, dan 5% kritis (Wu Z dan
McGoogan JM, 2020). Orang dengan usia lanjut atau yang memiliki penyakit
bawaan diketahui lebih berisiko untuk mengalami penyakit yang lebih parah.
Usia lanjut juga diduga berhubungan dengan tingkat kematian. CDC China
melaporkan bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80 tahun adalah 14,8%,
sementara CFR keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama juga ditemukan pada
penelitian di Italia, di mana CFR pada usia ≥ 80 tahun adalah 20,2%,
sementara CFR keseluruhan adalah 7,2% (Onder G, Rezza G, Brusaferro S,
2020). Tingkat kematian juga dipengaruhi oleh adanya penyakit bawaan pada
pasien. Tingkat 10,5% ditemukan pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular, 7,3% pada pasien dengan diabetes, 6,3% pada pasien dengan
penyakit pernapasan kronis, 6% pada pasien dengan hipertensi, dan 5,6% pada
pasien dengan kanker.10

3.3. Virologi
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm.
Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah
kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis
coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E,
alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1,
Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).11
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan
wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu
Sarbecovirus.12 Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of
Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.13
Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada
umumnya. Sekuens SARSCoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus
yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-
2 berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi
manusia.14 Mamalia dan burung diduga sebagai reservoir perantara. Pada
kasus COVID-19, trenggiling diduga sebagai reservoir perantara. Strain
coronavirus pada trenggiling adalah yang mirip genomnya dengan
coronavirus kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%).15 Genom SARS-
CoV-2 sendiri memiliki homologi 89% terhadap coronavirus kelelawar
ZXC21 dan 82% terhadap SARS-CoV.16 Hasil pemodelan melalui komputer
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 memiliki struktur tiga dimensi pada
protein spike domain receptor-binding yang hampir identik dengan SARS-
CoV. Pada SARS-CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap
angiotensinconverting-enzyme 2 (ACE2).20 Pada SARS-CoV-2, data in vitro
mendukung kemungkinan virus mampu masuk ke dalam sel menggunakan
reseptor ACE2.14 Studi tersebut juga menemukan bahwa SARS-CoV-2 tidak
menggunakan reseptor coronavirus lainnya seperti Aminopeptidase N (APN)
dan Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4).14

3.4. Patogenesis
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga
tidak jauh berbeda dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak diketahui. 17
Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas
yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor
dan membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada
envelope spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2
pada SARS-CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi
genetik dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian
membentuk virion baru yang muncul di permukaan sel. Sama dengan SARS-
CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk ke dalam sel, genom
RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua
poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk
bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke
dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan
nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid.
Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel.
Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung
dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru.18
Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang signifikan
dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu.18 Telah diketahui bahwa
masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara membran
virus dengan plasma membran dari sel.19 Pada proses ini, protein S2’ berperan
penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya
proses fusi membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrindependent
dan clathrin-independent endocytosis yang memediasi masuknya SARS-CoV
ke dalam sel pejamu.20 Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi
SARS-CoV. Efek sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons
imun menentukan keparahan infeksi.21 Disregulasi sistem imun kemudian
berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun
yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di
sisi lain, respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
jaringan.21
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum
sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang
ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam
sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC).
Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul major
histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas II juga turut
berkontribusi.30 Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons
imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang
spesifik terhadap virus.17 Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG
terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-
12 dan IgG dapat bertahan jangka panjang.17 Hasil penelitian terhadap pasien
yang telah sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan
sel T CD4+ dan CD8+ memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi
jumlahnya menurun secara bertahap tanpa adanya antigen.22 Virus memiliki
mekanisme untuk menghindari respons imun pejamu. SARS-CoV dapat
menginduksi produksi vesikel membran ganda yang tidak memiliki pattern
recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel tersebut sehingga
tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I juga diinhibisi oleh SARS-CoV
dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi akibat
MERS-CoV.22
Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Ringan
Respons imun yang terjadi pada pasien dengan manifestasi COVID-19
yang tidak berat tergambar dari sebuah laporan kasus di Australia. Pada
pasien tersebut didapatkan peningkatan sel T CD38+HLA-DR+ (sel T
teraktivasi), terutama sel T CD8 pada hari ke 7-9. Selain itu didapatkan
peningkatan antibody secreting cells (ASCs) dan sel T helper folikuler di
darah pada hari ke-7, tiga hari sebelum resolusi gejala. Peningkatan IgM/IgG
SARS-CoV-2 secara progresif juga ditemukan dari hari ke-7 hingga hari ke-
20. Perubahan imunologi tersebut bertahan hingga 7 hari setelah gejala
beresolusi. Ditemukan pula penurunan monosit CD16+CD14+ dibandingkan
kontrol sehat. Sel natural killer (NK) HLA-DR+CD3-CD56+ yang teraktivasi
dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1; CCL2) juga ditemukan
menurun, namun kadarnya sama dengan kontrol sehat. Pada pasien dengan
manifestasi COVID-19 yang tidak berat ini tidak ditemukan peningkatan
kemokin dan sitokin proinflamasi, meskipun pada saat bergejala.23
Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Berat
Perbedaan profil imunologi antara kasus COVID-19 ringan dengan
berat bisa dilihat dari suatu penelitian di China. Penelitian tersebut
mendapatkan hitung limfosit yang lebih rendah, leukosit dan rasio neutrofil-
limfosit yang lebih tinggi, serta persentase monosit, eosinofil, dan basofil
yang lebih rendah pada kasus COVID-19 yang berat. Sitokin proinflamasi
yaitu TNF-α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8 dan penanda infeksi seperti
prokalsitonin, ferritin dan C-reactive protein juga didapatkan lebih tinggi
pada kasus dengan klinis berat. Sel T helper, T supresor, dan T regulator
ditemukan menurun pada pasien COVID-19 dengan kadar T helper dan T
regulator yang lebih rendah pada kasus berat. 21 Laporan kasus lain pada
pasien COVID-19 dengan ARDS juga menunjukkan penurunan limfosit T
CD4 dan CD8. Limfosit CD4 dan CD8 tersebut berada dalam status
hiperaktivasi yang ditandai dengan tingginya proporsi fraksi HLA-
DR+CD38+. Limfosit T CD8 didapatkan mengandung granula sitotoksik
dalam konsentrasi tinggi (31,6% positif perforin, 64,2% positif granulisin,
dan 30,5% positif granulisin dan perforin). Selain itu ditemukan pula
peningkatan konsentrasi Th17 CCR6+ yang proinflamasi. 24 ARDS
merupakan penyebab utama kematian pada pasien COVID-19. Penyebab
terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu
respons inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin
proinflamasi dalam jumlah besar ( IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL-
10 IL-12, IL-18, IL-33, TNF-α, dan TGFβ) serta kemokin dalam jumlah besar
(CCL2, CCL3, CCL5, CXCL8, CXCL9, dan CXCL10).17 Granulocyte-colony
stimulating factor, interferon-γinducible protein 10, monocyte
chemoattractant protein 1, dan macrophage inflammatory protein 1 alpha juga
didapatkan peningkatan. Respons imun yang berlebihan ini dapat
menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis sehingga terjadi disabilitas
fungsional.25

3.5. Definisi Operasional


Definisi operasional kasus COVID-19 yaitu Kasus Suspek, Kasus
Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, Untuk Kasus Suspek, Kasus
Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah yang digunakan pada
pedoman sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam
Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG).26
a. Kasus Suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
1. Seseorang yang memenuhi salah satu kriteria klinis dan salah satu
kriteria epidemiologis:
Kriteria Klinis:
- Demam akut (≥ 380C)/riwayat demam dan batuk
- Terdapat 3 atau lebih gejala/tanda akut berikut: demam/riwayat
demam, batuk, kelelahan (fatigue), sakit kepala, myalgia, nyeri
tenggorokan, coryza/ pilek/ hidung tersumbat, sesak nafas,
anoreksia/mual/muntah, diare, penurunan kesadaran
Kriteria Epidemiologis:

- Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat


tinggal atau bekerja di tempat berisiko tinggi penularan
- Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
tinggal atau bepergian di negara/wilayah Indonesia yang
melaporkan transmisi lokal; ATAU
- Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan, baik melakukan pelayanan medis, dan non-
medis, serta petugas yang melaksanakan kegiatan investigasi,
pemantauan kasus dan kontak; ATAU
- Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19
2. Seseorang dengan ISPA Berat
3. Seseorang dengan gejala akut anosmia (hilangnya kemampuan indra
penciuman) atau ageusia (hilangnya kemampuan indra perasa) dengan
tidak ada penyebab lain yang dapat diidentifikasi
b. Kasus Probable
Kasus suspek yang meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan
COVID-19; dan memiliki salah satu kriteria sebagai berikut :
1. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium RT-PCR;
2. Hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR satu kali negatif dan tidak
dilakukan pemeriksaan laboratorium RT-PCR yang kedua.
c. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Kasus konfirmasi dibagi menjadi dua:
1. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
2. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
d. Kontak Erat: Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable
atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
1. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus
konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit
atau lebih.
2. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi
(seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
3. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable
atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
4. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan
penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan
epidemiologi setempat

3.6. Klasifikasi COVID-19 Berdasarkan Berat-Ringannya Menifestasi Klinis


Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala,
ringan, sedang, berat dan kritis. 26
a. Tanpa Gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak
ditemukan gejala.
b. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa
hipoksia. Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia,
napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit
tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah,
hilang pembau (anosmia) atau hilang perasa (ageusia) yang muncul
sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua
dan immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan
kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan
tidak ada demam.
c. Sedang/Moderate
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda
pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU
Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk
atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak
ada tanda pneumonia berat).
d. Berat
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari:
frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93%
pada udara ruangan.
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk
atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
1. Sianosis sentral atau SpO2<93% ;
2. Distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan
dinding dada yang sangat berat);
3. Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusui atau minum,
letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
4. Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan,
≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun,
≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
e. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
sepsis dan syok sepsis.

3.7. Diagnosis
Pengambilan dan pemeriksaan spesimen dari pasien yang memenuhi
definisi kasus suspek COVID-19 merupakan prioritas untuk manajemen
klinis/pengendalian wabah, harus dilakukan secara cepat. Spesimen tersebut
dilakukan pemeriksaan dengan metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic
Acid Amplification Test) seperti RT-PCR (termasuk Tes Cepat
Molekuler/TCM yang digunakan untuk pemeriksaan TB dan mesin PCR
Program HIV AIDS dan PIMS yang digunakan untuk memeriksa Viral Load
HIV).
Hasil tes pemeriksaan negatif pada spesimen tunggal, terutama jika
spesimen berasal dari saluran pernapasan atas, tidak menyingkirkan
kemungkinan tidak adanya infeksi. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
hasil negatif pada pasien yang terinfeksi meliputi:
a. Kualitas spesimen yang tidak baik, mengandung sedikit material virus
b. Spesimen yang diambil pada masa akhir infeksi atau masih sangat awal
c. Spesimen tidak dikelola dan tidak dikirim dengan transportasi yang tepat
d. Kendala teknis yang dapat menghambat pemeriksaan RT-PCR (seperti
mutasi pada virus)
Jika hasil negatif didapatkan dari pasien dengan kecurigaan tinggi
suspek terinfeksi virus COVID-19 maka perlu dilakukan pengambilan dan
pengujian spesimen berikutnya, termasuk spesimen saluran pernapasan
bagian bawah (lower respiratory tract). Koinfeksi dapat terjadi sehingga
pasien yang memenuhi kriteria suspek harus di lakukan pemeriksaan COVID-
19 meskipun patogen lain ditemukan. 9
Tata Cara Pengambilan Spesimen Nasofaring
a. Persiapkan cryotube yang berisi media transport virus (Hanks BSS +
Antibiotika), dapat juga digunakan VTM komersil yang siap pakai
(pabrikan).
b. Berikan label yang berisi Nama Pasien dan Kode Nomer Spesimen. Jika
label bernomer tidak tersedia maka Penamaan menggunakan
Marker/Pulpen pada bagian berwarna putih di dinding cryotube. (Jangan
gunakan Medium Hanks bila telah berubah warna menjadi Kuning).
c. Gunakan swab yang terbuat dari dacron/rayon steril dengan tangkai
plastik atau jenis Flocked Swab (tangkai lebih lentur). Jangan
menggunakan swab kapas atau swab yang mengandung Calcium Alginat
atau Swab kapas dengan tangkai kayu, karena mungkin mengandung
substansi yang dapat menghambat menginaktifasi virus dan dapat
menghambat proses pemeriksaan secara molekuler.
d. Pastikan tidak ada Obstruksi (hambatan pada lubang hidung).
e. Masukkan secara perlahan swab ke dalam hidung, pastikan posisi swab
pada Septum bawah hidung.
f. Masukkan swab secara perlahan-lahan ke bagian nasofaring.
Gambar 3.1. Lokasi Pengambilan Swab Nasofaring
g. Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara perlahan.
h. Kemudian masukkan sesegera mungkin ke dalam cryotube yang berisi
VTM
i. Patahkan tangkai plastik di daerah mulut cryotube agar cryotube dapat
ditutup dengan rapat.

Sumber : Dokumentasi Litbang


Gambar 3.2. Cara Memasukkan Hasil Swab ke VTM

j. Pastikan label kode spesimen sesuai dengan kode yang ada di formulir
penyelidikan epidemiologi.
k. Cryotube kemudian dililit parafilm dan masukkan ke dalam Plastik Klip.
Jika ada lebih dari 1 pasien, maka Plastik Klip dibedakan/terpisah. Untuk
menghindari kontaminasi silang.

l. Simpan dalam suhu 2-80C sebelum dikirim. Jangan dibekukan dalam


Freezer.27
Sumber: dokumentasi Litbang
Gambar 3.3. Pengemasan Spesimen

Pemeriksaan dengan Rapid Test


Penggunaan Rapid Test tidak digunakan untuk diagnostik. Pada kondisi
dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR, Rapid Test dapat
digunakan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus, seperti
pada pelaku perjalanan (termasuk kedatangan Pekerja Migran Indonesia,
terutama di wilayah Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN), serta untuk
penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi,
asrama, pondok pesantren, dan pada kelompok-kelompok rentan.27
WHO merekomendasikan penggunaan Rapid Test untuk tujuan
penelitian epidemiologi atau penelitian lain. Penggunaan Rapid Test
selanjutnya dapat mengikuti perkembangan teknologi terkini dan
rekomendasi WHO.27
Modalitas Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan
Computed Tomography Scan (CTscan) toraks. Pada foto toraks dapat
ditemukan gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan
peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis, seperti terlihat
pada Gambar 6. Foto toraks kurang sensitif dibandingkan CT scan, karena
sekitar 40% kasus tidak ditemukan kelainan pada foto toraks.27
Studi dengan USG toraks menunjukkan pola B yang difus sebagai
temuan utama. Konsolidasi subpleural posterior juga ditemukan walaupun
jarang. Studi lain mencoba menggunakan 18F-FDG PET/CT, namun
dianggap kurang praktis untuk praktik sehari-hari.27
Berdasarkan telaah sistematis oleh Salehi, dkk.70 temuan utama pada
CT scan toraks adalah opasifikasi ground-glass (88%), dengan atau tanpa
konsolidasi, sesuai dengan pneumonia viral. Keterlibatan paru cenderung
bilateral (87,5%), multilobular (78,8%), lebih sering pada lobus inferior
dengan distribusi lebih perifer (76%). Penebalan septum, penebalan pleura,
bronkiektasis, dan keterlibatan pada subpleural tidak banyak ditemukan.27
Gambaran CT scan yang lebih jarang ditemukan yaitu efusi pleura,
efusi perikardium, limfadenopati, kavitas, CT halo sign, dan pneumotoraks.
Walaupun gambaran-gambaran tersebut bersifat jarang, namun bisa saja
ditemui seiring dengan progresivitas penyakit. Studi ini juga melaporkan
bahwa pasien di atas 50 tahun lebih sering memiliki gambaran konsolidasi.27
Gambaran CT scan dipengaruhi oleh perjalanan klinis:
a. Pasien asimtomatis: cenderung unilateral, multifokal, predominan
gambaran ground-glass. Penebalan septum interlobularis, efusi pleura, dan
limfadenopati jarang ditemukan.
b. Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus, predominan
gambaran ground-glass. Efusi pleura 5%, limfadenopati 10%.
c. Dua minggu sejak onset gejala: masih predominan gambaran ground-glass,
namun mulai terdeteksi konsolidasi
d. Tiga minggu sejak onset gejala: predominan gambaran ground-glass dan
pola retikular. Dapat ditemukan bronkiektasis, penebalan pleura, efusi
pleura, dan limfadenopati.27

Gambar 3.4. Gambaran Foto Thorax Penderita COVID-19


Gambar 3.5. Gambaran CT Thorax Penderita COVID-19 (Ground Glass
Appereance Bilateral)

3.8. Tatalaksana
a. Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi Positif COVID-19
1. Tanpa Gejala
 Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan
spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
- Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP)
- Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk
pemantauan klinis
 Non-Farmakologis
Berikan edukasi terkait tindaka yang perlu dikerjakan (leaflet
untuk dibawa ke rumah)
- Pasien
 Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
 Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
 Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
 Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
 Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
 Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
 Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci
 Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
 Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau
keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC
- Lingkungan/kamar
 Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
 Membuka jendela kamar secara berkala
 Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan
kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung
tangan dan goggle).
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
 Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya
- Keluarga
 Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
 Anggota keluarga senanitasa pakai masker
 Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
 Senantiasa mencuci tangan
 Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
 Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar
 Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu dan lain-lain.
 Farmakologis
- Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk
tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila
pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan
obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu
berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter
Spesialis Jantung.
- Vitamin C, dengan pilihan ;
 Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14
hari)
 Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
 Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
 Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E,
Zink
- Vitamin D
 Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup)
 Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU
dan tablet kunyah 5000 IU)
- Obat-obatan supportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun
Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM
dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap
memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien
- Obat-obatan yang memilki sifat antioksidan dapat diberikan
2. Gejala Ringan
 Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10
hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan
gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi
dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas
gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di
fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
- Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan
kondisi pasien.
- Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP
terdekat.

 Non-Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan
edukasi tanpa gejala).
 Farmakologis
- Vitamin C dengan pilihan :
 Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14
hari)
 Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
 Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
 Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,
B, E, zink
- Vitamin D :
 Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup)
 Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU
dan tablet kunyah 5000 IU)
- Anti Virus :
- Pengobatan simptomatis seperti paracetamol bila demam
- Obat-obatan supportif baik tradiosional (Fitofarmaka) maupun
OMAI yang teregister di BPOM
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
3. Gejala Sedang
 Isolasi dan Pemantauan
- Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah
Sakit Darurat COVID-19
- Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah
Sakit Darurat COVID-19
- Pengambilan swab untuk PCR
 Non-Farmakologis
- Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP,
fungsi ginjal, fungsi hati dan foto toraks secara berkala.
 Farmakologis
- Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis
dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama
perawatan
- Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam
bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari
(tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
- Diberikan terapi farmakologis berikut: o Salah satu antivirus
berikut :
 Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12
jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) ;
Atau
 Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg
IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
- Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (Lihat
penjelasan pada derajat berat/kritis).
- Pengobatan simptomatis (Parasetamol dan lain-lain).
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
4. Gejala Berat atau Kritis
 Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara
kohorting
- Pengambilan swab untuk PCR
 Non-Farmakologis
 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
 Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap beriku dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP,
fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
 Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
 Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
 Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
 Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
 PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
 Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru
pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
 Limfopenia progresif,
 Peningkatan CRP progresif,
 Asidosis laktat progresif.
 Monitor keadaan kritis
 Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau
gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
 Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan
penggunaan ventilator mekanik
 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan
penyakit, yaitu sebagai berikut :
o Bila alat tersedia dan memenuhi syarat klinis, gunakan high
flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive mechanical
ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru
luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.
o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan
edema paru.
o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake
prone position).
 Terapi oksigen
- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan
udara bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15
L/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92-96%
- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC
(High Flow Nasal Canule) jika tidak terjadi perbaikan klinis
dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis
- Inisiasi terapi oksigen dengan HFNC; flow 30 L/menit, FiO2
40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat
mempertahankan target SpO2 92-96%
 Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR,
N95).
 Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti
peningkatan fraksi oksigen, jika
o Frekuensi napas masih tinggi (>= 35 kali/menit)
o Target SpO2 belum tercapai (92-95%)
o Work of breathing yang masih meningkat (dyspneu, otot
bantu napas aktif)
 Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2
kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi
kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
 Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan
menggunakan indeks ROX.
 Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria
ventilasi aman (indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan
12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi
invasif, sementara ROX < 40%.
 Perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan alat HFNC
membutuhkan ketersediaan suplai oksigen yang sangat
tinggi.
Index ROX = (SpO2/FiO2)/laju napas
 Non Invasive Ventilation
- Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
- Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi
oksigen
- Inisiasi terapi oksigen dengan menggunakan NIV: mode
BiPAP atau NIV + PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O,
PEEP 6-12 cmH2O. FiO2 40-60%.
- Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-
8 ml/Kg; jika pada inisiasi penggunaan NIV, dibutuhkan total
tekanan inspirasi >20 cmH2O untuk mencapai tidal volume yg
ditargetkan, pertimbangkan untuk segera melakukan metode
ventilasi invasif. (tambahkan penilaian alternatif parameter)
- Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2
92-96%.
- Evaluasi penggunaan NIV dalam 1-2 jam dengan target
parameter;
 Subjektif: keluhan dyspnea mengalami perbaikan, pasien
tidak gelisah
 Fisiologis: laju pernafasan <30 kali/menit, work of
breathing menurun, stabilitas hemodinamik
 Objektif : SpO2 92-96%, pH >7.25 PaCO2; 30-55 mmHg,
PaO2>60 mmHg, rasio PF >=200, TV 6-8 ml/kgBB
- Pada kasus ARDS berat, gagal organ ganda dan syok
disarankan untuk segera melakukan ventilasi invasif.
- Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan
dengan NIV tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada
pasien, lakukan metode ventilasi invasif.
- Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan
akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
NIV dan HFNC memiliki risiko terbentuknya aerosol,
sehingga jika hendak diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang
bertekanan negatif (atau di ruangan dengan tekanan normal, namun
pasien terisolasi dari pasien yang lain) dengan standar APD yang
lengkap. Bila pasien masih belum mengalami perbaikan klinis
maupun oksigenasi setelah dilakukan terapi oksigen ataupun
ventilasi mekanik non invasif, maka harus dilakukan penilaian lebih
lanjut.
 Ventilasi mekanik invasif
- Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
- Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB),
plateau pressure 10 cmH2O.
- Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia
refrakter (meski parameter ventilasi optimal), dilakukan
ventilasi pada posisi prone selama 12-16 jam per hari
- Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dis-
sinkroni antar pasien dan ventilator yang persisten, plateau
pressure yang tinggi secara persisten dan ventilasi pada posisi
prone yang membutuhkan sedasi yang dalam, pemberian
pelumpuh otot secara kontinyu selama 48 jam dapat
dipertimbangkan.
- Penerapan strategi terapi cairan konservatif pada kondisi
ARDS
- Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat
dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus
penggunaan mode APRV ini harus di bawah pengawasan
intensivis atau dokter spesialis anestesi.
 Extra corporeal membrane oxygenation
Pasien COVID-19 dapat menerima terapi ECMO di RS tipe
A yang memiliki layanan dan sumber daya sendiri untuk
melakukan ECMO. Pasien COVID-19 kritis dapat menerima
terapi ECMO bila memenuhi indikasi ECMO setelah pasien
tersebut menerima terapi posisi prone (kecuali
dikontraindikasikan) dan terapi ventilator ARDS yang maksimal
menurut klinisi.
Indikasi ECMO :
- PaO2/FiO2 6 jam
- PaO2/FiO2 3 jam
- pH 60mmHg selama >6 jam
Kontraindikasi relatif :
- Usia ≥ 65 tahun
- Obesitas BMI ≥ 40
- Status imunokompromis
- Tidak ada ijin informed consent yang sah.
- Penyakit gagal jantung sistolik kronik
- Terdapat penyebab yang berpotensi reversibel (edema paru,
sumbatan mucus bronkus, abdominal compartment syndrome)
Kontraindikasi absolut :
- Clinical Frailty Scale Kategori ≥ 3
- Ventilasi mekanik > 10 hari
- Adanya penyakit komorbid yang bermakna :
 Gagal ginjal kronik stage III
 Sirosis hepatis
 Demensia
 Penyakit neurologis kronis yang tidak memungkinkan
rehabilitasi.
 Keganasan metastase
 Penyakit paru tahap akhir
 Diabetes tidak terkontrol dengan disfungsi organ kronik
 Penyakit vaskular perifer berat
- Gagal organ multipel berat
- Injuri neurologik akut berat. 6. Perdarahan tidak terkontrol.
- Kontraindikasi pemakaian antikoagulan.
- Dalam proses Resusitasi Jantung Paru. Komplikasi berat sering
terjadi pada terapi ECMO seperti perdarahan, stroke,
pneumonia, infeksi septikemi, gangguan metabolik hingga
mati otak.
Alur Penentuan Alat Bantu Napas

 Farmakologis
- Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis
dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama
perawatan
- Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
- Vitamin D
 Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup)
 Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU
dan tablet kunyah 5000 IU)
- Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-
infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi
klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien.
Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan
kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut
dipertimbangkan.
- Antivirus :
 Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12
jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Atau
 Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg
IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
- Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau
kortikosteroid lain yang setara seperti metilprednisolon 32 mg,
atau hidrokortison 160 mg pada kasus berat yang mendapat terapi
oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
- Anti interleukin-6 (IL-6)
Tocilizumab atau sarilumab merupakan obat kelompok anti IL-6.
Sarilumab belum tersedia di Indonesia, sehingga yang dipakai
adalah Tocilizumab. Tocilizumab diberikan dengan dosis 8
mg/kgBB single dose atau dapat diberikan 1 kali lagi dosis
tambahan apabila gejala memburuk atau tidak ada perbaikan
dengan dosis yang sama. Jarak pemberian dosis pertama dan
kedua minimal 12 jam. Maksimal pemberian 800 mg per dosis.
Tocilizumab dapat diberikan di awal pasien memasuki keadaan
Covid-19 berat, yang umumnya terjadi setelah sakit ≥ 1 minggu,
dan jumlah virus mencapai puncaknya, atau dengan kata lain
jumlah virus berpotensi tidak akan bertambah lagi. Penanda
peradangan COVID-19 mulai berat tetapi belum kritis dapat
dilihat dari skor SOFA masih kurang dari 3, sementara terdapat
skor CURB-65 > 2, atau saturasi oksigen < 50 % (setara dengan
O2 tak lebih dari 6 L/m dengan nasal kanul atau simple mask),
atau laju pernapasan > 30 per menit, atau foto toraks terdapat
infiltrat multilobus bilateral, dengan salah satu penanda biologis
di bawah ini:
o D-dimer ≥ 0,7 µg/L
o IL-6 ≥ 40 pg/mL
o Limfosit  700 mg/dL
o CRP > 75 mg/L
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
- Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman
tatalaksana syok yang sudah ada.
- Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
- Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
b. Tatalaksana Pasien Belum Terkonfirmasi COVID-19
1. Tanpa Gejala
 Kasus kontak erat yang belum terkonfirmasi dan tidak memiliki
gejala harus melakukan karantina mandiri di rumah selama
maksimal 14 hari sejak kontak terakhir dengan kasus probable atau
konfirmasi COVID-19
 Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa ke
rumah)
 Vitamin C dengan pilihan ;
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
 Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU
dan tablet kunyah 5000 IU)
 Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap
memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
 Khusus petugas Kesehatan yang kontak erat, segera dilakukan
pemeriksaan RT-PCR sejak kasus dinyatakan sebagai kasus probable
atau konfirmasi.
2. Gejala Ringan
 Isolasi dan Pemantauan
- Melakukan isolasi mandiri selama maksimal 14 hari dirumah
- Pemeriksaan laboratorium PCR swab nasofaring dilakukan oleh
petugas laboratorium setempat atau FKTP pada hari 1 dan 2
dengan selang waktu > 24 jam serta bila ada perburukan sesuai
dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) Revisi ke-5, Kementerian Kesehatan
RI Hal 86.
- Pemantauan terhadap suspek dilakukan berkala selama menunggu
hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh FKTP
 Non-Farmakologis
- Pemeriksaan Hematologi lengkap di FKTP, contohnya Puskesmas
- Pemeriksaan yang disarankan terdiri dari hematologi rutin, hitung
jenis leukosit, dan laju endap darah.
- Foto toraks
- Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa ke
rumah)
Pasien
 Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
 Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
 Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
 Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
 Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
 Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
 Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci
 Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
 Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau
keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC
Lingkungan/kamar
 Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
 Membuka jendela kamar secara berkala
 Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan
kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung
tangan dan goggle).
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
 Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya
Keluarga
 Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
 Anggota keluarga senanitasa pakai masker
 Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
 Senantiasa mencuci tangan
 Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
 Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar
 Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu dan lain-lain.
 Farmakologis
- Vitamin C dengan pilihan :
 Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14
hari)
 Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
 Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
 Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E,
Zink
- Vitamin D
 Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul
lunak, serbuk, sirup)
 Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU
dan tablet kunyah 5000 IU)
- Obat-obatan supportif baik fitofarmaka atau OMAI yang terdatar
di BPOM
- Simptomatis
3. Gejala Sedang, Berat, Kritis
 Isolasi dan Pemantauan
- Rawat di Rumah Sakit /Rumah Sakit Rujukan sampai memenuhi
kriteria untuk dipulangkan dari Rumah Sakit
- Dilakukan isolasi di Rumah Sakit sejak seseorang dinyatakan
sebagai kasus suspek. Isolasi dapat dihentikan apabila telah
memenuhi kriteria sembuh.
- Pengambilan swab untuk PCR
- Pikirkan kemungkinan diagnosis lain
 Non-Farmakologi
- Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP,
fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
- Pemeriksaan foto toraks serial
 Farmakologi
- Bila ditemukan pneumonia, tatalaksana sebagai pneumonia yang
dirawat di Rumah Sakit.
- Kasus pasien suspek dan probable yang dicurigai sebagai
COVID-19 dan memenuhi kriteria beratnya penyakit dalam
kategori sedang atau berat atau kritis ditatalaksana seperti pasien
terkonfirmasi COVID-19 sampai terbukti bukan.
3.9. Pencegahan
a. Instruksi Untuk Pasien
1. Berikan kepada pasien dengan kecurigaan COVID-19 masker medis
dan arahkan pasien ke lokasi/area terpisah atau ruang isolasi
2. Beri jarak kurang lebih 1 meter antar pasien-pasien dengan kecurigaan
COVID-19
3. Instruksikan pasien untuk menutup hidung dan mulut saat bersin atau
batuk menggunakan tissue atau siku bagian dalam, dan instruksikan
pasien untuk mencuci tangan setelah kontak dengan sekret dari saluran
napas
c. Prosedur Kewaspadaan Terhadap Droplet, Bertujuan Mencegah Transmisi
Droplet Ukuran Besar dari Virus
1. Menggunakan masker medis bila bekerja dalam jarak 1 meter dari
pasien.
2. Tempatkan pasien di ruang-ruang terpisah, atau kelompokkan mereka
yang memiliki diagnosis etiologi yang sama.
3. Bila diagnosis etiologi tidak memungkinkan, Kelompokkan pasien
sesuai dengan diagnosis klinis dan berdasarkan pertimbangan faktor
risiko dalam ruangan dengan separasi.
4. Saat menatalaksana pasien dengan jarak dekat, gunakan face
mask atau goggles mengingat cipratan sekret dapat terjadi. 
5. Batasi pergerakan pasien dalam fasilitas pelayanan kesehatan dan
pastikan pasien menggunakan masker medis saat di luar ruang
perawatan. 
d. Prosedur Kewaspadaan Terhadap Kontak, Bertujuan Mencegah Transmisi
Langsung Atau Tidak Langsung Dari Kontak Dengan Permukaan Atau
Alat Yang Terkontaminasi.
1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD: masker medis, pelindung mata,
sarung tangan dan gown) saat memasuki ruangan, lepas APD saat
keluar ruangan, dan praktikkan hand hygiene setelah pelepasan APD.
2. Bila memungkinkan, gunakan perlengkapan seperti stetoskop, cuffs
pengukur tekanan darah, termometer dll yang disposable atau bersifat
dedicated untuk pasien tersebut. Jika terpaksa perlengkapan itu
digunakan bersama pasien lain, bersihkan dan lakukan disinfeksi
sebelum penggunaan ke pasien lain. 
3. Pastikan tenaga kesehatan tidak menyentuh mata, hidung atau mulut
dengan tangan telanjang atau sarung tangan yang sudah terkontaminasi.
4. Hindari mencemari permukaan lingkungan yang tidak terkait langsung
dengan tata laksana pasien (contoh: pegangan pintu, saklar lampu).
5. Hindari pergerakan pasien yang tidak perlu.
6. Selalu terapkan hand hygiene. 
e. Rekomendasi Terkait Physical Distancing
1. Menerapkan praktik physical distancing dengan menjaga jarak
setidaknya 1 meter dengan orang lain di setiap waktu.
2. Memberikan salam tanpa kontak fisik: melambaikan tangan,
menganggukkan kepala atau menempatkan kedua tangan di dada.
3. Menghindari acara yang mengumpulkan banyak orang, meskipun
terkait dengan aktivitas Ramadhan
f. Rekomendasi Untuk Kelompok Risiko Tinggi
1. Mengingatkan siapa pun yang merasa tidak sehat atau mengalami gejala
COVID-19 untuk tidak menghadiri berbagai acara dan
menindaklanjutinya dengan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Merekomendasikan populasi usia lanjut atau populasi dengan penyakit
penyerta (seperti jantung, diabetes, penyakit paru kronis dan kanker)
untuk tidak menghadiri acara berkumpul apa pun, karena tergolong
populasi rentan terinfeksi COVID-19 dengan manifestasi klinis berat.
g. Vaksinasi
Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif dalam mencegah
penyakit akibat infeksi virus seperti COVID-19. Vaksinasi bertujuan
menurunkan jumlah kesakitan & kematian, mencapai kekebalan kelompok
(herd immunity), melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara
menyeluruh, serta menjaga produktivitas dan meminimalisasi dampak
sosial dan ekonomi dari COVID-19. Untuk mencapai kekebalan
kelompok, Indonesia perlu merencanakan vaksinasi terhadap 181.554.465
penduduk. Saat ini sudah ada 7 vaksin yang telah melewati uji klinis dan
disebarluaskan ke masyarakat di antaranya vaksin produksi
Pfizer/BioNTech, Moderna, AstraZeneca/Oxford, Sinovac Biotech,
Gamaleya, CanSino Biologics, dan Sinopharm dan ratusan juta manusia di
seluruh dunia sudah mendapatkan vaksin COVID-19. Vaksin yang saat ini
ada di Indonesia adalah vaksin dari Sinovac dan AstraZeneca. Platform-
platform lain diharapkan segera tersedia di Indonesia.
Jenis-jenis vaksin

Vaksinasi COVID-19 pada kelompok khusus seperti lansia (usia >60


tahun), pasien dengan komorbid, penyintas COVID-19, dan ibu menyusui
dapat diberikan mengikuti petunjuk teknis sesuai surat edaran kemenkes
HK.02.02/I/368/2021. Kelompok lansia diberikan 2 dosis dengan interval
pemberian 28 hari. Selain itu, terdapat beberapa pertanyaan tambahan
terkait skor kerapuhan (frailty) yang mencakup kesulitan naik 10 anak
tangga, sering merasa kelelahan, memiliki ≥5 dari 11 penyakit penyerta,
kesulitan berjalan 100-200 meter, dan mengalami penurunan berat badan
yang signifikan dalam setahun terakhir. Untuk pasien dengan hipertensi
dapat divaksinasi kecuali bila tekanan darah lebih dari 180/110 mmHg,
setelah tekanan darah.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat
kejadian COVID-19 di Puskesmas Tuminting Kota Manado. Rancangan
penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian untuk mengumpulkan informasi mengenai
status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
tingkat kejadian COVID-19 di wilayah kerja Puskesmas Tuminting.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tuminting, dengan waktu
penelitian dari Juni-Juli 2021

4.3. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang terdaftar di
Puskesmas Malili dari bulan Februari 2021 – Juni 2021.
b. Sampel
Kumpulan subjek yang datanya dikumpulkan oleh peneliti, disebut sampel
jika yang dipilih sebagai subjek adalah sebagian dari anggota populasi
yang lebih besar. Adapun kriteria inklusi sampel adalah subyek yang
terkonfirmasi Covid-19 dengan PCR, sedangkan kriteria ekslusinya adalah
subjek terkonfirmasi Covid-19 dengan data yang tidak lengkap.

5. Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan total sampling.
Sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi

6. Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari penelusuran dokumen di Puskesmas
Tuminting. Adapun data sekunder tersebut meliputi keadaan umum
Puskesmas Tuminting yang diperoleh dari arsip puskesmas serta usia, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, dan status isolasi yang diperoleh dari rekam
medis.
7. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan atau diperoleh akan diolah dengan menggunakan
beberapa tahap pengolahan data, yaitu:
a. Editing
Yaitu peneliti memeriksa kembali data-data yang telah dikumpulkan
apakah ada kesalahan atau tidak.
b. Coding
Yaitu memberikan kode yang telah peneliti kumpulkan untuk
memudahkan peneliti dalam menganalisa data.
c. Tabulating
Menghitung dan mentabulasi data yang diperoleh setelah melakukan
penghitungan yang ada secara manual.
d. Cleaning
Melakukan pengecekan kembali, bila ada kesalahan dalam penjumlahan
atau penghitungan data.
e. Entry
Memasukkan data yang telah dijumlahkan ke komputer untuk keperluan
analisa.
f. Describing
Menggambarkan atau menerangkan data yang telah selesai diolah
komputer dan selanjutnya di interprestasikan dalam tabel-tabel.

8. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Pada penelitian ini analisis data yang digunakan adalah Microsoft Excel untuk
dapat mengetahui analisis univariat dalam bentuk distribusi data pada variable
yang diteliti.
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap masing-
masing variable dan hasil penelitian dan dianalisis untuk mengatahui
distribusi dan presentase dari tiap variabel. Analisis univariat bertujuan untuk
menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, antara lain
mengetahui gambaran distribusi tingkat kejadian diabetes mellitus tipe 2,
usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan tekanan darah.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


a. Jenis Kelamin
Distribusi insidensi Covid-19 berdasarkan jenis kelamin di wilayah
kerja Puskesmas Tuminting Bulan Februari hingga Juni 2021, dapat dilihat
pada Tabel 5.1 berikut :
Tabel 5.1. Distribusi Insidensi Covid -19 berdasarkan Jenis Kelamin di
Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Februari-Juni 2021
Jenis Kelamin Insidensi Covid-19
N Persentase
Laki-laki 16 43%
Perempuan 21 57%

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagaian besar penderita


Covid-19 di wilayah kerja Puskesmas Tuminting berjenis kelamin laki-
laki, yaitu sebesar 43% sedangkan penderita berjenis kelamin perempuan
sebesar 57%.
b. Usia
Distribusi insidensi Covid-19 berdasarkan usia di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021, dapat dilihat pada Tabel
5.2 berikut :
Tabel 5.2. Distribusi Insidensi Covid -19 berdasarkan Usia di Wilayah
Kerja Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021
Usia Insidensi Covid-19
n Persentase
Balita: 0-4 tahun 0 0%
Anak: 5-10 tahun 0 0%
Remaja: 11-19 tahun 3 8.10%
Dewasa: 20-60 20 54.05%
tahun
Lansia: >60 tahun 4 10.81%

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita


Covid-19 di wilayah kerja Puskesmas Tuminting adalah orang dewasa
dengan rentang usia 20-60 tahun, yaitu sebesar 54.05%. Penderita Covid-
19 pada kelompok lansia dengan usia >60 tahun sebesar 10.81%; penderita
Covid-19 pada kelompok usia remaja dengan rentang usia 11-19 tahun
sebesar 8.10%; dan tidak ditemukan penderita Covid-19 pada kelompok
usia anak yaitu 5-10 tahun dan balita yaitu 0-4 tahun.
c. Tempat Tinggal
Distribusi insidensi Covid-19 berdasarkan tempat tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021, dapat dilihat pada Tabel
5.3 berikut :
Tabel 5.3 Distribusi Insidensi Covid -19 berdasarkan Tempat Tinggal di
Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021
Desa/Kelurahan Insidensi Covid-19
N Persentase
Sindulang Satu 2 5.40%
Sindulang II 3 8.10%
Karangria 4 10.81%
Kel. Islam 3 8.10%
Tumiting 7 18.91%
Sumompo 12 32.43%
Mahawu 2 5.40%
Maasing 3 8.10%
Tumumpa Satu 0 0%
Tumumpa Dua 1 2.70%

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa insidensi tertinggi Covid-19


di wilayah kerja Puskesmas Tuminting terjadi di Kelurahan Sumompo,
yaitu sebesar 32.43%; diikuti oleh Kelurahan Tuminting sebesar 18.91%;
dan Kelurahan Karangria sebesar 10.81%. Insidensi Covid-19 di
Kelurahan Sindulang Dua, Kelurahan Islam, dan Maasing masing-masing
sebesar 8.10%; Sindulang Satu dan Mahawi masing-masing 5.40%,
Tumumpa Dua 2.70% dan di Tumumpa Satu 0%.
d. Pekerjaan
Distribusi insidensi Covid-19 berdasarkan pekerjaan di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021, dapat dilihat pada Tabel
5.4 berikut :
Tabel 5.4. Distribusi Insidensi Covid -19 berdasarkan Pekerjaan di
Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021
Pekerjaan Insidensi Covid-19
n Persentase
PNS 5 13.51%
Karyawan swasta 4 10.81%
Wiraswasta 7 18.91%
Tenaga Medis 3 8.10%
TNI/Polri 1 2.70%
Ibu rumah tangga 8 21.62%
Pelajar/Mahasiswa 5 13.51%
Tidak Bekerja 4 10.81%

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa 21.62% penderita Covid-19


di wilayah kerja Puskesmas Tuminting bekerja sebagai ibu rumah tangga,
wiraswasta sebesar 18.91%, disusul oleh PNS dan pelajar/mahasiswa
masing-masing sebesar 13.51%, karyawan swasta dan yang tidak bekerja
masing-masing sebesar 10.81%, tenaga medis sebasar 8.10% dan
TNI/Polri sebesar 2.70%.

e. Gejala
Distribusi insidensi Covid-19 berdasarkan ada tidaknya gejala di wilayah
kerja Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021, dapat dilihat pada
Tabel 5.5 berikut :
Tabel 5.5. Distribusi Ada Tidaknya Gejala pada Penderita Covid-19 di
Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021
Gejala Insidensi Covid-19
n Persentase
Bergejala 24 64.86%
Tidak Bergejala 13 35.13%

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa 64.86% penderita Covid-19


di wilayah kerja Puskesmas Tuminitng bergejala, sedangkan 35.13%
penderita Covid-19 di wilayah kerja Puskesmas Tuminting tidak bergejala.
Adapun gejala yang dialami oleh penderita Covid-19 yang bergejala di
wilayah kerja Puskesmas Malili dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut :
Tabel 5.6. Distribusi Jenis Gejala pada Penderita Covid-19 Bergejala di
Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021
Gejala Insidensi Covid-19
n Persentase
Demam 13 54.16%
Batuk 7 29.16%
Sesak 2 8.33%
Nyeri tenggorokan 1 4.16%
Lain-lain 1 4.16%

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa 64.86% penderita Covid-19


bergejala di wilayah kerja Puskesmas Tuminting mengalami demam
54.16%, demam 29.16%, sesak 8.33%, nyeri tenggorokan dan keluhan
lainnya masing-masing 4.16%.

f. Kondisi Terakhir
Distribusi insidensi Covid-19 berdasarkan kondisi terakhir di wilayah kerja
Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021, dapat dilihat pada Tabel
5.8 berikut :
Tabel 5.8. Distribusi Status Kondisi Terakhir Penderita Covid-19 di
Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting bulan Februari-Juni 2021
Desa/Kelurahan Insidensi Covid-19
n Persentase
Sembuh 34 91.89%
Meninggal 3 8.10%

5.2. Pembahasan
a. Gambaran Kejadian Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting
Menurut Jenis Kelamin.
b. Gambaran Kejadian Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting
Menurut Usia.
c. Gambaran Kejadian Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting
Menurut Tempat Tinggal.
d. Gambaran Kejadian Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting
Menurut Pekerjaan.
e. Gambaran Kejadian Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting
Menurut Gejala.
f. Gambaran Kejadian Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting
Menurut Jenis Kondisi Terakhir.

DAFTAR PUSTAKA

1. Washington state Department of Health. Covid-19 Confirmed Cases by


Industry Sector. Disease Control and Health Statistics, 2020.
2. Kalantary S; Khadem M, Occupation groups and Covid-19. Journal of
Health and Safety at Work, 2020. 10(2)
3. Paul R, Arif AA< Adeyemi O. Ghosh S, Han D. Progression of Covid-19
from urban to rural areas in the United States: A Spatiotemporal Analysis
of Prevelance Rates. Wiley Public Health Emergency Collection, 2020
4. Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Peta Sebaran Covid-19 di Indonesia.
www.covid19.go.id. (diakses tanggal 18 November 2020)
5. Sugihantono A.dr, et all. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi Ke-V. Kementrian Kesehatan RI
6. Komisi Kesehatan Nasional RRC.2020.Panduan Menghadapi Penyakit
Virus Corona 2019 Model RRC. Jakarta:ISBN
7. Susilo, Aditya et all.2020.Corona Virus Disease 2019 :Review of Current
Literatures.Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo : Jakarta
8. Kementrian Kesehatan RI.2020.Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Corona Virus Disease(COVID-19) Revisi ke-5.Jakarta:Kemenkes RI
9. Zhou,Wang MD.2020. The Corona Virus Prevention Handbook 101
Science-Based Tips That Could Save Your Life.China University of
Petreleum
10. Kementrian Kesehatan RI.2020.Protokol Tatalaksana COVID-
19.Jakarta:Agustus2020

Anda mungkin juga menyukai