PROPOSAL
Disusun Oleh:
ERWIN MAIYO
C01418041
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH (DBD)” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah untuk
mempelajari cara pembuatan proposal untuk menunjang tuhas pembelajaran pada
mata kuliah Metodologi Penelitian.
Pada kesempatan ini, saya hendak menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga
proposal penelitian ini dapat selesai.
Erwin Maiyo
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................3
1.4 Manfaat Penlitian....................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1 Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)............................6
2.2 Etiologi DBD............................................................................................6
2.3 Vektor Penular Penyakit DBD...............................................................6
2.4 Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti.............................................................7
2.5 Tanda dan Gejala Penyakit DBD...........................................................7
2.6 Penularan Penyakit DBD........................................................................8
2.7 Bionomik Vektor.....................................................................................9
2.8 Epidemiologi Penyakit DBD.................................................................10
2.9 Cara-cara Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD.............13
2.10 Faktor Penularan Penyakit DBD.....................................................15
2.11 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD........................17
2.12 Kerangka Teori..................................................................................20
2.13 Kerangka Konsep..............................................................................21
BAB III..................................................................................................................22
METODE PENELITIAN....................................................................................22
3.1 Jenis dan Rencana Penelitian...............................................................22
3.2 Pengumpulan Data................................................................................22
3.3 Cara Pengumpulan Data......................................................................22
3.4 Analisis Data..........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta
semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh
belahan dunia terutama di negara–negara tropik dan subtropik, baik sebagai
penyakit endemik maupun epidemik. Hasil studi epidemiologik menunjukkan
bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15
tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik
dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan
aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya
penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan
dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito
transmitted disease (Djunaedi, 2006).
Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun
1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD
menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus
DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53
orang (Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang
(42,8%). Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.573 orang (IR
27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro
dan Satari, 2002). Jumlah kasus DBD cenderung menunjukkan peningkatan
baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit, dan secara sporadis
selalu terjadi KLB. KLB terbesar terjadi pada tahun 1988 dengan IR
27,09/100.000 penduduk, tahun 1998 dengan IR 35,19/100.000 penduduk dan
Case Fatality Rate (CFR) 2 %, pada tahun 1999 IR menurun sebesar
10,17/100.000 penduduk (tahun 2002), 23,87/100.000 penduduk (tahun 2003)
(Kusriastusi, 2005).
4
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti DBD masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Timur baik di perkotaan
maupun di pedesaan. Pada beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan
oleh nyamuk cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus maupun
kematiannya. Seperti KLB, DBD secara nasional juga menyebar di beberapa
kabupaten/kota di Jawa Timur. Penyebaran kasus DBD di Jawa Timur terdapat
di 38 kabupaten/kota (semua kabupaten/kota) dan juga di beberapa kecamatan
atau desa yang ada di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah kasus
dan kematian akibat penyakit DBD di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 dan 2004 terjadi lonjakan
kasus yang cukup drastis, yaitu tahun 2001 sebanyak 8246 kasus (IR
23,50/100.000 penduduk), dan tahun 2004 (sampai dengan Mei) sebanyak 7180
kasus (IR 20,34/100.000 penduduk). Berdasarkan penyebaran kasus DBD di
Jawa Timur, Kabupaten Pacitan termasuk salah satu daerah penyebaran kasus
DBD dengan IR <10/100.000 penduduk (Huda, 2004).
Berdasarkan data dapat dilihat bahwa kelurahan dengan jumlah kasus DBD
paling banyak tiap tahunnya adalah sumbati. Melihat jumlah kasus DBD 3
tahun terakhir di Kelurahan Ploso yang selalu meningkat, hal ini disebabkan
karena lokasi rumah warga yang dekat pasar, lingkungan sekitar rumah yang
dekat dengan kebun, masyarakat masih terlihat membuang sampah
sembarangan, peran serta masyarakat dalam pelaksanaan PSN kurang
(JUMANTIK tidak berjalan), kurangnya penyuluhan tentang DBD. Sehingga
dapat digambarkan bahwa perilaku masyarakat Ploso khususnya kepala
keluarga kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan belum melakukan
pencegahan serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN- DBD) dengan
mengendalikan nyamuk vektor Aedes aegypti.
Dari beberapa faktor lingkungan yang ada di kelurahan Ploso peneliti ingin
meneliti lebih lanjut mengenai beberapa faktor lain yang berhubungan dengan
kejadian DBD di kelurahan Ploso yang meliputi keberadaan jentik Aedes
aegypti pada kontainer, kebiasaan menggantung pakaian, ketersediaan tutup
pada kontainer, frekuensi pengurasan kontainer dan pengetahuan responden
5
tentang DBD, sehingga dapat membantu dalam menurunkan jumlah kesakitan
dan kematian akibat penyakit DBD serta membantu masyarakat untuk lebih
memperhatikan faktor-faktor apa saja yang bisa menjadi penyebab penularan
penyakit DBD.
1.2 Rumusan Masalah
1 Adakah hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer
dengan kejadian DBD di Desa Sambati?
2 Adakah hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian
DBD di Desa Sambati?
3 Adakah hubungan antara ketersediaan tutup pada kontainer dengan
kejadian DBD di Desa Sambati?
4 Adakah hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan kejadian
DBD di Desa Sambati?
5 Adakah hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan
kejadian DBD di Desa Sambati?
1.3 Tujuan Penelitian
6
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan
masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya
masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai
monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular
(P2M).
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit DBD atau DHF ialah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut (Kristina et al, 2004).
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan
demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu,
gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan dikulit berupa bintik
perdarahan, lebam/ruam. Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah
darah, kesadaran menurun atau shock (Depkes RI, 1992).
2.2 Etiologi DBD
Penyakit Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthopod Borne Virus
(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviricae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe
yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik
yang berat (Hadinegoro et al, 2001).
2.3 Vektor Penular Penyakit DBD
Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes
albopictus terutama bagi Negara Asia, Philippines dan Jepang, sedangkan
nyamuk jenis Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes
8
pseudoscutellaris merupakan vektor di negara-negara kepulauan Pasifik dan
New Guinea. Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes (Stegomya)
aegypti dan albopictus (Djunaedi, 2006).
2.4 Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Nadezul (2007), nyamuk Aedes aegypti telah lama diketahui
sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit DBD, adapun ciri-cirinya
adalah sebagai berikut:
1. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih.
2. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.
3. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
4. menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore hari
pukul 16.00-17.00.
5. Nyamuk betina menghisap darah unuk pematangan sel telur, sedangkan
nyamuk jantan memakan sari-sari tumbuhan.
6. Hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan.
7. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga, dan
tempat air minum burung.
8. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam drum, dan
ban bekas.
2.5 Tanda dan Gejala Penyakit DBD
Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa klinis
dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat
dari penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris :
1. Diagnosa Klinis
9
(adanya darah dalam urin).
c. Perdarahan pada hidung dan jusi.
d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada
kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
10
kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita,
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi
ekstrinsik). Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap
virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap
darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar
darah yang dihisap tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus
dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain
2. Tempat potensial bagi penularan DBD
11
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang
tertampung disuatu tempat atau bejana. Nyamuk Aedes tidak dapat
berkembangbiak digenangan air yang langsung bersentuhan dengan
tanah. Macam-macam tempat penampungan air:
a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari
seperti: drum, bak mandi/WC, tempayan, ember dan lain-lain
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
seperti: tempat minuman burung, vas bunga, ban bekas, kaleng
bekas, botol bekas dan lain-lain
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan
bambu dan lain-lain (Depkes RI, 1992).
12
bulan bila berada di tempat kering dengan suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila
di tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur
dapat menetas lebih cepat (Depkes RI, 2005).
2.8 Epidemiologi Penyakit DBD
Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep
segitiga epidemiologik, yaitu adanya agen (agent), host dan lingkungan
(environment).
13
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di
Philippines dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di
Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka
kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan
angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan bahwa insiden
DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.
c. Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik
mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan
antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang
berat.
d. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya
infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan
meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.
e. Mobilitas penduduk
a. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas
14
di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang
terletak antara 30º Lintang Utara dan 40º Lintang Selatan seperti
Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat
kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi,
2006).
Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18
seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter
berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan
penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse
koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts).
Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam
lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala.
Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan
problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik
maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain
atau dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Satari,
2002).
b. Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada
musim panas, meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada
musim dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim
hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines
epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan.
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim
hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan.
Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam
menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa
inkubasi
2.9 Cara-cara Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD
Strategi pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dapat
15
dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
1. Cara pemutusan rantai penularan
Ada lima kemungkinan cara memutuskan rantai penularan DBD:
16
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan
insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal dengan
istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah
temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules
(sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (±1
sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan
temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan
c. Biologi
Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti secara biologi
dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan
kepala timah, ikan gupi, ikan cupang atau tempalo, dan lain-lain).
Dapat juga digunakan Bacillus thuringiensis var israeliensis (Bti).
3. Cara pencegahan
17
2.10 Faktor Penularan Penyakit DBD
Ada dua faktor yang menyebabkan penyebaran penularan penyakit
DBD adalah :
a. Faktor Internal
Faktor internal meliputi ketahanan tubuh atau stamina seseorang.
Jika kondisi badan tetap bugar kemungkinannya kecil untuk terkena
penyakit DBD. Hal tersebut dikarenakan tubuh memiliki daya tahan
cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, parasit, atau
virus seperti penyakit DBD. Oleh karena itu sangat penting untuk
meningkatkan daya tahan tubuh pada musim hujan dan pancaroba.
Pada musim itu terjadi perubahan cuaca yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan virus dengue penyebab DBD. Hal ini
menjadi kesempatan jentik nyamuk berkembangbiak menjadi lebih
banyak.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar tubuh
manusia. Faktor ini tidak mudah dikontrol karena berhubungan
dengan pengetahuan, lingkungan dan perilaku manusia baik di
tempat tinggal, lingkungan sekolah, atau tempat bekerja.
18
beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung untuk
berkembangbiak, sehingga nyamuk berpotensi untuk bisa mengigit
manusia (Yatim 2007).
Menurut Hadinegoro et al (2001), semakin mudah nyamuk
Aedes menularkan virusnya dari satu orang ke orang lainnya karena
pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat meningkatkan
kesempatan penyakit DBD menyebar, urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk
yang efektif di daerah endemis, peningkatan sarana transportasi.
Menurut penelitian Fathi, et al (2005) ada peranan faktor
lingkungan dan perilaku terhadap penularan DBD, antara lain:
1. Keberadaan jentik pada kontainer
Keberadaan jentik pada container dapat dilihat dari letak,
macam, bahan, warna, bentuk volume dan penutup kontainer serta
asal air yang tersimpan dalam kontainer sangat mempengaruhi
nyamuk Aedes betina untuk menentukan pilihan tempat
bertelurnya. Keberadaan kontainer sangat berperan dalam
kepadatan vektor nyamuk Aedes, karena semakin banyak kontainer
akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat
populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi nyamuk Aedes,
maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan
waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit
DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya KLB. Dengan demikian program pemerintah berupa
penyuluhan kesehatan masyarakat dalam penanggulangan penyakit
DBD antara lain dengan cara menguras, menutup, dan mengubur
(3M) sangat tepat dan perlu dukungan luas dari masyarakat dalam
pelaksanaannya.
2. Kepadatan vektor
Kepadatan vektor nyamuk Aedes yang diukur dengan
menggunakan parameter ABJ yang di peroleh dari Dinas Kesehatan
19
Kota. Hal ini nampak peran kepadatan vektor nyamuk Aedes
terhadap daerah yang terjadi kasus KLB. Sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang
menyatakan bahwa semakin tinggi angka kepadatan vektor akan
meningkatkan risiko penularan.
3. Tingkat pengetahuan DBD
Pengetahuan merupakan hasil proses keinginan untuk mengerti,
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terutama
indera pendengaran dan pengelihatan terhadap obyek tertentu yang
menarik perhatian terhadap suatu objek.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan respons
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat
terselubung, sedangkan tindakan nyata seseorang yang belum
terwujud (overt behavior). Pengetahuan itu sendiri di pengaruhi oleh
tingkat pendidikan, dimana pengetahuan kesehatan akan
berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah
(intermediate impact) dari pendidikan kesehatan, selanjutnya
perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator
kesehatan masyarakat sebagai keluaran dari pendidikan.
2.11 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD
Hasil penelitian Duma et al (2007) tentang analisis faktor yang
berhubungan dengan kejadian DBD di Kecamatan Baruga Kota
Kendari menyatakan bahwa faktor pengetahuan, kebiasaan
menggantung pakaian, kondisi TPA, kebersihan lingkungan
berhubungan dengan kejadian DBD. Faktor TPA yang merupakan
faktor paling berpengaruh dengan kejadian DBD.
20
TPA. Menurut hasil penelitian Widyana (1998), faktor-faktor risiko
yang mempengaruhi kejadian DBD adalah:
3. TPA yang berjentik, halaman yang tidak bersih dan anak dengan
golongan umur 5-9 tahun.
Hasil penelitian Nugroho (1999) faktor–faktor
yangmempengaruhi penyebaran virus dengue antara lain:
1. Kepadatan nyamuk
Kepadatan nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya
penularan DBD. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Aedes aegypti,
semakin tinggi pula risiko masyarakat untuk tertular penyakit DBD.
Hal ini berarti apabila di suatu daerah yang kepadatan Aedes aegypti
tinggi terdapat seorang penderita DBD, maka masyarakat sekitar
penderita tersebut berisiko untuk tertular. Kepadatan nyamuk
dipengaruhi oleh adanya kontainer baik itu berupa bak mandi,
tempayan, vas bunga, kaleng bekas yang digunakan sebagai tempat
perindukan nyamuk. Agar kontainer tidak menjadi tempat
perindukan nyamuk maka harus di kuras satu minggu satu kali
21
secara teratur dan mengubur barang bekas.
2. Kepadatan rumah
22
2.12 Kerangka Teori
Faktor internal :
1. Ketahanan tubuh
2. Stamina
Nyamuk Aedes
aegypti
Lingkungan Sumber
penular DBD
Faktor eksternal :
1. Kondisi tempat penampungan air
2. Kebiasaan menggantung pakaian
3. Frekuensi pengurasan kontainer
4. Keberadaan jentik pada
kontainer
Ketersediaan tutup kontainer
Kemudahan memperoleh air bersih
Pengetahuan DBD masyarakat
Kualitas pemukiman
Pendapatan keluarga
Pertumbuhan penduduk
Urbanisasi
Transportasi
Kepadatan vektor
23
2.13 Kerangka Konsep
Kejadian DBD
Ketersediaan tutup pada kontainer
24
BAB III
METODE PENELITIAN
.1 Jenis dan Rencana Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan menggunakan
metode survei dan wawancara dengan pendekatan cross sectional study, yaitu
rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan
(faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit pada
individu-individu dari populasi tunggal pada satu saat atau periode (Murti, 1997)
1. Jenis Data
Jenis data yang akan dikumpulkan dan dianalisis berupa data kualitatif
yaitu skor dari variabel yang diteliti, meliputi keberadaan jentik pada
kontainer, kebiasaan menggantung pakaian, ketersediaan tutup pada
kontainer, frekuensi pengurasan kontainer dan tingkat pengetahuan
responden tentang DBD terhadap kejadian DBD.
2. Sumber Data
a. Data Primer
b. Data Sekunder
25
3.3 Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan secara
langsung pada kontainer serta observasi untuk mengetahui faktor lingkungan di
rumah responden.
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
26
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1992. Petunjuk Teknis. Jakarta: Depkes RI Dirjen P2M dan
P2L.
27
28