Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting merupakan suatu keadaan gagal tumbuh kembang pada bayi (0-
11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) mengalami kekurangan gizi kronis
terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, karena anak terlalu pendek untuk
usianya (Arnita et al., 2020). Anakyang mengalami stunting dapat ditandai
dengan tinggi atau panjang anak yang tidak sesuai dengan usia < -2 SD
berdasarkan table Z-Score (Damanik et al., 2021).
Stunting menjadi permasalahan kesehatan yang harus di tangani secara
serius. Pada priode 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) merupakan
simpulan kritis sebagai awal yang selanjutnya akan memberikan dampak jangka
panjang dan berulang dalam siklus kehidupan. Balita yang mengalami stunting
akan memiliki keterlambatan kecerdasan, produktivitas dan prestasi setelah
beranjak dewasa. Kejadian stunting ini terbilang serius dikaitkan dengan adanya
angka kesakitan dan kematian yang besar, menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah sakit, resiko munculnya penyakit Diabetes, kejadian obesitas,
peyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, pada usia tua serta
buruknya perkembangan kognitif dan tingkat produktivitas pendapatan rendah.
Oleh karena itu pencegahan dan penanggulangan harus segera ditangani.
Berdasarkan angka prevalensi dan jumlah balita stunting di dunia yaitu
sebesar 22% atau sebanyak 149,2 juta pada tahun 2020. Hal ini menunjukan
bahwa angka stunting tertinggi adalah Afrika Timur dengan angka 32,6%.
Kemudian disusul urutan kedua adalah Afrika Barat dengan angka 30,9% setelah
itu Asia Selatan dengan angka 30,7% dengan prevalensi tertinggi ketiga. Pada
tahun 2021 Kementrian Kesehatan RI melangsungkan launching hasil Studi
Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan mengumpulkan data di 34 provinsi dan 514
KabupatenKota dengan jumlah blok sensus (BS) sebanyak 14.889 Blok Sensus
(BS) dan 153.228 balita. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI)
pada tahun 2021 secara nasional angka stunting mengalami penurunan 1,6%
pertahunnya mulai dari angka 27% tahun 2019 menjadi 24,4% pada tahun 2021.
Hampir sebagian besar dari 34 Provinsi menunjukan penurunan dibandingkan
tahun 2019 dan hanya 5 provinsi yang menunjukan kenaikan.
1
Sesuai data yang di rilis oleh Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka
stunting di Provinsi Gorontalo pada tahun 2021 sebesar 29%. Angka ini
mengalami penurunan sebesar 5,9% di bandingkan tahun 2019 sebesar 34,89%.
Kalau melihat angka-angka masih cukup tinggi, meskipun mengalami penurunan
pada tingkat Provinsi. Dalam peraturan presiden nomor 72 tahun 2021
ditargetkan tahun 2024 angka stunting berada pada posisi 14%. Artinya dalam
dua tahun kedepan kita harus bias menurunkan 15% lagi dan ini tugas yang
cukup berat. Di Kabupaten Pohuwato menjadi daerah dengan angka prevalensi
stunting tertinggi, dengan angka 34,6%. Disusul oleh Kabupaten Boalemo
dengan angka 29,8%, Gorontalo Utara 29,5%, Kabupaten Gorontalo 28,3% dan
Kota Gorontalo 26,5%. Maka angka prevalensi stunting terendah dicapai oleh
Kabupaten Bone Bolango sebesar 25,1% (Haris, 2022).
Berdasarkan data dinas kesehatan Kabupaten Bone Bolango tahun 2021,
Presentase stunting tertinggi terdapat di Kecamatan Tilongkabila yang memiliki
dua Puskesmas yaitu Puskesmas Toto Utara dan Puskesmas Tilongkabila
dengan angka prevalensi tertinggi yaitu 17,42% dan yang terendah adalah
Kecamatan Bone dengan angka prevalensi 3,99%. Maka berdasarkan data
Stunting tertinggi di Wilayah Kabupaten Bone Bolango adalah Puskesmas
Tilongkabila pada tahun 2021 yaitu dengan kasus terbanyak mencapai 161 Balita
Stunting yang menjadi perhatian setiap tahunnya di Wilayah Kerja Puskesmas
Tilongkabila.
Ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab tingginya angka
kejadian stunting pada balita yaitu faktor dari dalam diri anak seperti usia, jenis
kelamin, berat badan lahir, dan faktor dari luar yaitu dari anak seperti social
ekonomi dan praktik pemberian makanan pada anak memiliki kontribusi terhadap
kejadian stunting misalnya ketidakoptimalan Pemberian ASI Eksklusif
(Khususnya pemberian ASI non-eksklusif) dan pemberian makanan pendamping
yang terbatas dalam jumlah, kualitas dan variasi jenisnya (Damanik et al., 2021).
Berdasarkan hasil wawancara upaya yang sudah jalan yaitu Pemberian
ASI Eksklusif untuk mengurangi masalah gizi pada bayi atau balita. Hal ini
merupakan salah satu program upaya pencegahan stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila. Pemberian ASI Eksklusif adalah memberikan ASI
kepada bayi tanpa makanan atau minuman tambahan lain termasuk air putih
kecuali obat-obatan dan vitamin, mineral dan ASI yang diperas dan diberikan
2
selama 6 bulan. Pemberian ASI dikenal sebagai salah satu yang memberikan
pengaruh paling kuat terhadap kelangsungan hidup anak, pertumbuhan, dan
perkembangan. Di berikan dalam 1 jam pertama dapat mencegah 22% angka
kematian bayi dibawah umur 1 bulan, pencapaian 6 bulan ASI eksklusif ini
bergantung pada keberhasilan inisiasi dalam satu jam pertama.
ASI Ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupan, bersamaan dengan
makanan pendamping ASI dan meneruskan ASI dari 6 bulan sampai 2 tahun, ini
dapat mengurangi sedikitnya 20% angka kematian pada anak balita.
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Upaya pencegahan dan penanggulangan stunting pada balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila”. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan
itu, pihak MPU Aceh perlu menetapkan fatwa tentang pencegahan stunting
dalam “perspektif Hukum Islam” yang merunjuk pada Al-Quran Surat An-Nisaa
ayat 9
‫ش الَّ ِذي َْن لَ ْو َت َر ُك ْوا مِنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ ي ًَّة ضِ ٰع ًفا َخافُ ْوا َعلَي ِْه ۖ ْم َف ْل َي َّتقُوا هّٰللا َ َو ْل َيقُ ْولُ ْوا َق ْواًل َس ِد ْي ًدا‬
َ ‫َو ْل َي ْخ‬
Artinya:
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.
Selanjutnya pada Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut :
۞ َّ‫ه ِر ْزقُهُن‬llٗ ‫و ِد َل‬ll ْ ُ‫اع َة ۗ َو َعلَى ْال َم ْول‬ َ ll‫ض‬ َ َّ‫ْن لِ َمنْ اَ َرادَ اَنْ ُّي ِت َّم الر‬ ِ ‫ا ِملَي‬ll‫ْن َك‬ ِ ‫ ْولَي‬ll‫عْ َن اَ ْواَل دَ هُنَّ َح‬ll‫ض‬ِ ْ‫ت يُر‬ ُ ‫د‬llِٰ ‫َو ْال َوال‬
ۚ‫ك‬ َ lِ‫ ُل ٰذل‬l‫ث م ِْث‬ ِ ‫ار‬ ِ ‫و‬lَ ‫دِهٖ َو َعلَى ْال‬lَ‫و ٌد لَّ ٗه ِب َول‬lْ ُ‫ضارَّ َوالِدَ ةٌ ِۢب َولَ ِد َها َواَل َم ْول‬
ۤ َ ‫ ۚ اَل ُت‬l‫فِ اَل ُت َكلَّفُ َن ْفسٌ ِااَّل وُ سْ َع َها‬ ۗ ‫َوكِسْ َو ُتهُنَّ ِب ْال َمعْ ر ُْو‬
‫ا َح َعلَ ْي ُك ْم ِا َذا‬ll‫ع ُْٓوا اَ ْواَل َد ُك ْم َفاَل ُج َن‬l‫ض‬ِ ْ‫ا َۗواِنْ اَ َر ْد ُّت ْم اَنْ َتسْ َتر‬ll‫اح َعلَي ِْه َم‬l َ l‫اوُ ٍر َفاَل ُج َن‬l‫اض ِّم ْن ُه َما َو َت َش‬ ٍ ‫ِصااًل َعنْ َت َر‬ َ ‫َفاِنْ اَ َرادَا ف‬
‫فِ َوا َّتقُوا هّٰللا َ َواعْ لَم ُْٓوا اَنَّ هّٰللا َ ِب َما َتعْ َملُ ْو َن بَصِ ْي ٌر‬ ۗ ‫َسلَّمْ ُت ْم مَّٓا ٰا َت ْي ُت ْم ِب ْال َمعْ ر ُْو‬
Artinya:
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,
bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung
nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani
lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya
dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun
(berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan
persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka
3
tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, identifikasi masalah dalam penelitian
tersebut yaitu :
1. Upaya pencegahan dan penanggulangan stunting merupakan masalah
utama di karenakan tingginya angka stunting balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila, walaupun Kabupaten Bone Bolanggo berada di
anggka prevalensi 25,1% terendah di Provinsi Gorontalo.
2. Angka kejadian stunting pada balita di Kabupaten Bone Bolango berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bonebolango pada tahun 2021 yaitu
berjumlah 1.258 balita
3. Kemudian berdasarkan data kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila pada tahun 2021 memperoleh angka sebanyak 161
balita.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan sebelumnya dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian tersebut sebagai berikut. “Gambaran upaya
pencegahan dan penanggulangan stunting pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila”
1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya pencegahan


dan penanggulangan stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas
Tilongkabila.

1.4.2 Tujuan Khusus


Peneliti juga memliki beberapa tujuan khusus sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi upaya pencegahan stunting pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila
2. Mengidentifikasi penanggulangan stunting pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila

4
3. Mengidentifikasi kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Tilongkabila
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan memberikan manfaat bagi :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penerapan ilmu yang di dapatkan di pendidikan menambah wawasan,


pengalaman dan pengetahuan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila.

1.5.2 Manfaat Praktis


1. Bagi Institusi Puskesmas
Sebagai bahan evaluasi dan informasi terhadap program yang akan
direncanakan, dan yang sudah di jalankan di Wilayah Kerja Puskesmas
Tilongkabila
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai bahan informasi
upaya pencegahan dan penanggulangan stunting pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan ketrampilan serta mengaplikasikan ilmu yang
didapatkan selama perkuliahan dan mengetahui upaya pencegahan dan
penanggulangan stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balita

2.1.1 Definisi Balita


Balita merupakan priode penting dalam bumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan di masa balita ini menjadi penentu dalam
perkembangan anak di priode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini
merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak dapat terulang, karena itu di
sebut golden age priode atau masa keemasan. Saat usia batita, anak masih
tergantung pada orang tua dalam pemenuhan kebutuhan seperti makanan,
mandi dan lainnya (Gunawan & Ash shofar, 2018)
Anak bawah lima tahun atau sering disingkat balita merupakan anak yang
berusia diatas satu tahunan atau dibwah lima tahun atal dalam perhitungan bulan
12-59 bulan. Usia balita merupakan priode penting untuk menentukan kualitas
masa depan anak karna tumbuhan kembang fisik, kognitif, keterampilan social,
emosi termasuk perkembangan kepribadian berlangsung dengan pesat.
Perkembangan anak dapat di pantau secara rutin karena dapat dijadikan dasar
untuk gangguan tumbuh kembang (Hasyim & Sulistyaningsih, 2019)

2.1.2 Karakteristik Balita


Karakteristik dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
1. Anak usia 1-3 tahun
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menerima
makanan yang disediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan usia balita lebih
besar dari usia prasekolah,sehingga diperlukan jumlah makanan yang relative
besar. Perut yang lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu
diterimanya dalam sekali makan lebih bila dibandingkan dengan anak yang
usianya lebih besar oleh sebab itu pola makan yang diberikan adalah porsi
kecil dengan frekuensi sering (“Suharno Rina,” 2020).
6
2. Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun)
Usia 3-5 tahun anak menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai memilih
makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak cenderung
mengalami penurunan yang disebabkan karena anak beraktivitas lebih banyak
dan mulai memilih maupun menolak makanan yang disediakan orang tuanya
(“Suharno Rina,” 2020)

2.1.3 Kebutuhan Gizi Pada Balita


Asupan zat gizi yang adekuat sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang
balita. Pada masa ini adalah masa krisis dimana balita akan mengalami
kekurangan tumbuh kembang. Balita yang mengalami kekurangan gizi
sebelumnya masih dapat diatasi dengan memberikan asupan gizi dengan baik
sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai dengan perkembangannya.
Namun bila hal tersebut terlambat dilakukan maka akan terjadi keterlambatan
pertumbuhan atau disebut dengan gagal tumbuh. Demikian pula dengan balita
yang normal dapat beresiko terjadi gangguan pertumbuhan bila asupan yang
diterima tidak mencukupi atau sesuai kebutuhan (Anmaru, 2019)
Asupan energi merupakan salah satu penyebab langsung yang dapat
mempengaruhi status gizi balita, asupan zat gizi dapat diperoleh dari beberapa
zat gizi yaitu diantaranya zat gizi makro sebagai berikut:
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hydrogen, dan oksigenyang
terdapat di dalam alam. Karbohidrat sebagai sumber energy utama bagi tubuh
manusia, yang menyadiakan 4 kalori (kiojoule) energy pangan per gram.
Karbohidrat juga memiliki peran penting dalam menentukan karakteristik bahan
makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh
karbohidrat berguna untuk mencegah tumbuhnya ketosis, pemecahan tubuh
protein yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu
metobolisme lemak dan protein (Fitri & Fitriana, 2020)
2. Protein
Asupan protein merupakan asupan zat gizi yang penting untuk balita.
Asupan protein berkaitan dengan satatus gizi pada balita. Protein berguna untuk
membentuk antibody, jika asupan protein rendah balita akan mudah terkenan
penyakit infeksi sehingga berakibat terhadap status gizinya. Namun jika asupan

7
protein yang kurang dapat menimbulkan masalah seperti masalah status gizi. Hal
ini disebabkan karena kebutuhan untuk menghasilkan energi dibantu oleh
asupan karbohidrat dan lemak sehingga cadangan energi di dalam tubuh masih
tercukupi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Fadlillah & Herdiani, 2020)

3. Lemak
Lemak merupakan pembentuk energy di dalam tubuh yang menghasilkan
energy paling tinggi jika dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, setiap
gram lemak mengandung 9 KKal. Energi dibutuhkan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan energy basal, menunjang proses pertumbuhan dan aktivitas sehari-
hari energy dapat diperoleh dari protein,lemak dan karbohidrat yang ada di
dalam bahan makanan (Ernawati et al., 2019)
Zat gizi makro merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh
tubuh dan sebagian besar berperan dalam penyediaan energi (Diniyyah &
Nindya, 2017).
Tabel 1. Angka kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan air
Kelompok Energi Protein Lemak Karbohidrat Air
Umur (KKal) (g) (g) (g) (mL)
0-6 bulan 550 12 34 58 800
7-11 bulan 725 18 36 82 1200
1-3 bulan 1125 26 44 155 1500
4-6 tahun 1600 35 62 220 1900
Sumber:(KEMENKES RI, 2016)
2.2 Stunting

2.2.1 Definisi Stunting


Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis pada balita yang
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Menurut World Health Organization
(WHO), standar pertumbuhan anak stunting didasarkan pada pengukuran
panjang badan menggunakan Z score dengan indeks panjang badan disbanding
umur (PB/U) atau tinggi badan disbanding umur (TB/U) <-2 SD. Keputusan
Mentri Kesehatan No 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standart antropomentri
penilaian status gizi anak dibedakan menjadi 2 yaitu stunted (pendek / z Score <
-2SD) dan severely stunted (sangat pendek / z score <-3SD (Margawati & Astuti,
2018)

8
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama karena pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan terjadi mulai saat janin masih berada di
dalam kandungan dan biasanya akan berdampak saat anak usia dua tahun.
Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catch up growth yang tidak memadai
dan mencerminkan adanya ketidakmampuan dalam mencapai pertumbuhan
yang optimal. Apabila stunting tidak di imbangi dengan tumbuh kejar akan
mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan nantinya dapat berhubungan
dengan meningkatnya resiko kesakitan, kematian dan hambatan pada
pertumbuhan baik pertumbuhan motoric ataupun mental (Anmaru, 2019)

2.2.2 Ciri-ciri Stunting Pada Balita


Agar dapat mengetahui pada anak maka perlu di ketahui ciri-ciri anak yang
mengalami stunting sehingga anak mengalami stunting dapat ditangani sesegera
mungkin. Ciri-ciri stunting antara lain :
1. Terlambatnya tanda pubertas
2. Anak menjadi lebih pendiam
3. Jarang menggunakan kontak mata
4. Anak mengalami pertumbuhan yang terlambat
5. Penurunan memori belajar
6. Gangguan permusatan perhatian
Anak yang stunting akang cenderung mempunyai daya tahan tubuh yang
rendah sehingga lebih rentan terserang penyakit infeksi

2.2.3 Penilaian Status gizi Berdasarkan Antropometri


Status gisi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan(TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan
digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan diukur
menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan presisi 0,1 cm. variable BB dan
TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri yaitu BB/U,
TB/U, dan BB/TB (Rikesdas, 2013).
Untuk menilai status gizi balita maka angka berat badan dan tinggi badan
setiap balita dikonverensikan ke dalam nilai standar (Zscore) menggunakan buku
antropometri balita. Selanjutnya berdasarkan Zscore dari masing-masing
indicator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut ini:
9
Tabel 2. Klasifikasi Status Gizi
Indeks Kategori Status Gizi Ambang batas (Z-
Score)
Berat Badan Berat badan sangat kurang <-3 SD
menurut Umur (saverely underweight)
(BB/U) anak usia 0- Berat badan kurang - 3 SD sd <- 2 SD
60 bulan (underweight)
Berat badan normal - 2 sd +1 SD
Risiko Berat Badan lebih1 > +1 SD

Panjang Badan atau Sangat pendek (saverely <-3


Tinggi Badan stunted)
menurut Umur Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
(PB/U atau TB/U) Normal -2 SD sd +3 SD
anak usia 0 – 60 Tinggi2 > +3 SD
bulan
Berat Badan Gizi buruk (saverely wasted) <-3 SD
menurut Panjang Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Badan atau Tinggi Gizi baik (normal -2 SD sd + 1 SD
Badan (BB/PB atau Berisiko gizi lebih (possible > + 1 SD sd + 2 SD
BB/TB) anak usia 0 risk of overweight)
– 60 bulan Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Indeks Massa Gizi buruk (saverely wasted) <-3 SD
Tubuh menurut Gizi Kurang (wasted)3 - 3 SD sd <- 2 SD
(IMT/U) anak usia 0 Gizi baik (normal) -2 SD sd + 1 SD
– 60 bulan Berisiko gizi lebih (possible > + 1 SD sd + 2 SD
risk of overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Indeks Massa Gizi buruk (saverely <-3 SD
Tubuh menurut thinness)
Umur (IMT/U) anak Gizi kurang (thinness) - 3 SD sd <-2 SD
uisa 5 – 18 tahun Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD

10
Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber: Kemenkes.go.id

2.2.4 Faktor Penyebab Stunting


Stunting di sebabkan oleh faktor multidimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Namun
tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil
maupun anak balita. Namun karna banyak faktor diantaranya yaitu sebagai
berikut.
1. Zat Gizi
Zat gizi merupakan satu faktor terpenting yang menentukan tingkat
kesehatan dan kerahasiaan antara prkembangan fisik dan perkembangan
mental. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal
terpenuhi. Tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja di tentukan oleh
komsumsi zat gizi pada masa lampau (Nova & Yanti, 2018)
2. ASI Ekslusf dan MP-ASI
Proses penting dalam pemenuhan gizi balita untuk pertumbuhan dan
perkembangan adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI). Beberapa prinsip panduan yang direkomendasikan WHO dalam
pemberian makanan untuk anak usia 2 tahun pertama kehidupan di antaranya
adalah penerapan praktik pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan, prinsip
penerapan MP-ASI pada usia 6 bulan dan meneruskan ASI dan MP-ASI sesuai
dengan umur sampai usia 24 bulan; prinsip penerapan responsive feeding
dengan prinsip- prinsip psiko sosial, prinsip penerapan sanitasi, pemberian
makan, dan prinsip pemberian makan ketika anak sakit (Suryana & Fitri, 2019).
Pengaruh pemberian ASI dan MP-ASI pada anak. Bayi yang diberi ASI
eksklusif selama 6 bulan memiliki risiko rendah terhadap infeksi pada saluran
pencernaan, dan dapat menurunkan efek merugikan kesehatan pada tahun
pertama kehidupan6. Selanjutnya, pada kelompok bayi yang diberikan asi
eksklusif selama 6 bulan memiliki lingkar kepala yang lebih besar pada usia 12
bulan dibandingkan dengan kelompok bayi yang diberikan ASI selama 3
bulan(Suryana & Fitri, 2019)

11
Saat ASI tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan gizi bayi, makanan
pendamping ASI harus diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan balita.
MP–ASI juga diperlukan untuk perkembangan psikomotorik, otak, dan kognitif
anak usia 0-24 bulan yang semakin meningkat. Selanjutnya MP–ASI juga
diberikan untuk mengembangkan kemampuan anak baduta menerima berbagai
rasa dan tekstur makanan, serta mengembangkan ketrampilan makan dan
proses adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi
(Suryana & Fitri, 2019)

3. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah adalah salah satu faktor pemicu masalah pada ststus
gizi balita selain asupan makanan. Riwayat penyakit infeksi merupakan salah
satu faktor stunting. Riskesdas (2013) menyatakan salah satu penyakit infeksi
yang menyebabkan kematian adalah diare12. Selain diare penyebab
kematian adalah Infeksi pernapasan akut (ISPA) yang berkaitan dengan
malnutrisi dan stunting pada anak. Permasalahan stunting di Indonesia jika
tidak serius dalam pencegahan dan penanggulangan akan berdampak
negative pada masa depan anak bangsa (Hidayani, 2020)
4. Status Pendidikan Orang Tua
Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang secara signifikan
mempengaruhi kejadian stunting pada anak. Ibu dengan pendidikan tinggi akan
lebih mudah untuk memahami perawatan anak dengan baik, terutama pada
pemberian makan. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung memilih bahan
makan yang berkualitas untuk mereka hidangkan. Dalam penelitian Apriluana &
Fikawati (2018) menemukan bahwa ibu dengan pendidikan lebih rendah lebih
berisiko memiliki anak stunting dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi
(sanjaya, 2019)
5. Jumlah keluarga
Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota
keluarga maka semakin tinggi pengeluaran konsumsi (Todaro, 2004). Tingginya
kebutuhan yang harus terpenuhi dilihat dari jumlah anggota keluarga yang akan

12
menjadikan beban bagi rumah tangga tersebut untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Jumlah anggota dalam keluarga sangat menentukan besar kecilnya
kebutuhan dalam keluarga tersebut. Semakin banyak jumlah anggota keluarga
menunjukkan semakin besar jumlah kebutuhan barang yang harus dipenuhi
dalam keluarga dan sebaliknya sedikitnya jumlah anggota keluraga menandakan
bahwa rendahnya kebutuhan akan suatu barang dalam keluarga tersebut untuk
di konsumsikan. Suatu keluarga yang mempunyai anggota banyak akan
mengeluarkan kebutuhan yang besar . Semakin besar ukuran rumah tangga
maka semakin banyak jumlah anggota rumah tangga sehingga akan semakin
banyak beban rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan sehari- harinya (Yanti
& Murtala, 2019)
6. Satus Ekonomi
Menurut Polak dalam Abdulsyani (2007) status (kedudukan) memiliki dua
aspek yaitu aspek yang pertama yaitu aspek struktural, aspek struktural ini
bersifat hierarkis yang artinya aspek ini secara relatif mengandung perbandingan
tinggi atau rendahnya terhadap status-status lain, sedangkan aspek status yang
kedua yaitu aspek fungsional atau peranan sosial yang berkaitan dengan status-
status yang dimiliki seseorang. Kedudukan atau status berarti posisi atau tempat
seseorang dalam sebuah kelompok sosial. Makin tinggi kedudukan seseorang
maka makin mudah pula dalam memperoleh fasilitas yang diperlukan dan
diinginkan (Manajemen et al., 2016)
7. Riwayat BBLR
Berat badan lahir merupakan alat ukur yang paling penting untuk mengetahui
status kesehatan seorang bayi. World Health Organization (WHO) menegaskan
bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir
dengan berat kurang dari 2.500 gram dan memiliki mortalitas 20 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2.500 gram.
Bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan masalah yang
sangat kompleks dan rumit karena memberikan kontribusi pada kesehatan yang
buruk karena tidak hanya menyebabkan tingginya angka kematian, tetapi dapat
juga menyebabkan kecacatan, gangguan, atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangan kognitif, dan penyakit kronis dikemudian hari, hal ini disebabkan
karena kondisi tubuh bayi yang belum stabil.
13
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) sangat menentukan kesehatan di masa yang akan datang. Bayi yang
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram berhubungan erat dengan
penyakit degeneratif di usia dewasa. BBLR lebih rentan terhadap kejadian
kegemukan dan berisiko menderita NCD (Non Communicable Diseases) di usia
dewasa, oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas kesehatan seseorang
harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan. Pemeriksaan rutin
saat hamil atau antenatal care salah satu cara mencegah terjadinya bayi lahir
dengan BBLR. Kunjungan ante natal care minimal dilakukan 4 kali selama
kehamilan (Jayanti et al., 2017)

8. Pemenuhan Asupan Gizi


Pemenuhan gizi merupakan hal yang penting bagi kesehatan anak-anak.
Menurut Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, M.Sc, M.S SpGK,. dalam media online
menceritakan bahwa kebutuhan gizi anak-anak terutama balita lebih besar
dibandingkan dengan orang dewasa Sehingga pemenuhan gizi pada makanan
bagi anak-anak dirasa sangat perlu diperhatikan.
Kebutuhan pemenuhan gizi pada makanan bagi anak-anak tidak hanya
difokuskan pada usia balita, namun berlanjut hingga usia 12 tahun (batas akhir
usia anak-anak). Hal ini perlu dilakukan mengingat pada usia 6 sampai 12 tahun,
perkembangan otak pada manusia akan sangat pesat. Sehingga perlu gizi yang
mencukupi pada makanan anak-anak sehingga pembentukan sel-sel dalam otak
manusia dapat berkembang secara baik (Adinegoro et al., 2017)
9. Pola Asuh
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan
bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan
oleh anak baik negative maupun positifnya. Pola asuh orang tua merupakan
gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi,
berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Setiap orang tua
mempunyai pola asuh yang berbeda, oleh karena itu akan menghasilhan pola
hasil yang berbeda pada setiap anak, atau anak akan memiliki karakter yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya.

14
Dalam kegiatan memberilkan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan
perhatian, peraturan, disiplin, hadiah, dan hukumkan serta tanggapan terhadap
keinginan anaknya. Sikap, perilaku dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai
dan ditiru oleh anaknya yang kemudian secara sadar dan atidak sadar akan
diresapi da menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya.
Macam-macam Pola Asuh Orang Tua. Menurut Baumrind (1967) terdapat
empat pola asuh orang tua terhadap anaknya yaitu:
1. Pola asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua tipe ini juga
bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap berlebihan yang
melampaui kemampuan anak dan memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan. Pengaruh pola asuh demokratis akan
menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai
hubungan baik dengan teman-temannya.
2. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar
yang mutlak harus dituruti. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah,
menghukkum. Orang tua beranggapan bahwa anak harus mengikuti aturan yang
ditetapkan, karena peraturan yang ditetapkan orang tua semata mata demi
kebaikan anak. Orang tua tak mau repot berfikir bahwa peraturan yang kaku
justru akan menimbulkan serangkaian efek. Pola asuh otoriter biasanya
berdampak buruk pada anak, biasanya pola asuh seperti ini akan menghasilkan
karakteristik anak yang penakut, pemdiam, tertutup, gemar menentang, suka
melanggar norma-norma, dan berkepribadian lemah.
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini memberiakan pengawasan yang sangat longgar memberikan
kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang
cukup dari orang tua. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan
anak apabila ank sedang dalam keadaan bahaya, dan sangat sedikir
bimbunhgan yang diberikan oleg mereka. Namun orang tua tipe ini bersifat
hangat sehingga seringkali disukai oleh anak. Pola asuh permisif akan
menghasilkan karakteristik anak yang tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau
menang sendiri dan kurang percaya diri.
15
4. Pola Asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat
minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan
pribadi mereka seperti bekerja. Pola asuh penelantar akan menghasilkan
karakteristik anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau
mengalah, sering bolos dan bermasalaah dengan teman (Badriah & Fitriana,
2018).

2.2.5 Dampak Stunting


Stunting patut mendapat perhatian lebih karena dapat berdampak bagi
kehidupan anak sampai tumbuh besar, terutama risiko gangguan perkembangan
fisik dan kognitif apabila tidak segera ditangani dengan baik. Dampak stunting
dalam jangka pendek dapat berupa penurunan kemampuan belajar karena
kurangnya perkembangan kognitif. Sementara itu dalam jangka panjang dapat
menurunkan kualitas hidup anak saat dewasa karena menurunnya kesempatan
mendapat pendidikan, peluang kerja, dan pendapatan yang lebih baik. Selain itu,
terdapat pula risiko cenderung menjadi obesitas di kemudian hari, sehingga
meningkatkan risiko berbagai penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi,
kanker, dan lain-lain (Nirmalasari, 2020)
2.3 Upaya Pencegahan Stunting
Stunting dapat dicegah melalui intervensi gizi spesifik yang ditujukan dalam
1.000 Hari Pertama Kehidupan. Dan pemenuhan gizi serta pelayanan kesehatan
kepada ibu hamil, pemenuhan kebutuhan asupan nutrisi bagi ibu hamil,
komsumsi protein pada menu harian untuk balita usia di atas 6 bulan dengan
kadar protein sesuai dengan usianya, menjaga sanitasi dan memenuhi
kebutuhan air bersih serta rutin membawa buah hati untuk mengikuti posyandu
minimal satu bulan sekali. Anak usia balita akan ditimbang dan di ukur berat
badan serta tinggi sehingga akan diketahui secara rutin apakah balita mengalami
stunting atau tidak
Upaya pencegahan harus dimulai oleh ibu dari masa kehamilan terutama
1.000 hari pertama kehidupan, salah satunya adalah dengan pengetahuan dan
sikap ibu tentang pencegahan stunting. Penguatan intervensi untuk
meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang kesehatan dan gizi perlunya
paket gizi (Pemberian Makanan Tambahan, Vit A. Tablet Tambah Darah) pada

16
ibu hamil dan balita, memahami pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang
anak (Kemenkes RI, 2016).

2.3.1 Memenuhi Kebutuhan Gizi Sejak Hamil


Pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil adalah yang terpenting pada masa
kehamila merupakan dengan mendapatkan gizi yang seimbang dan baik, ibu
hamil dapat mengurangi resiko ksehatan pada janin dan sang ibu. Oleh karena
itu, memperhatikan asupan makanan dan juga nutrisi sangat penting dilakukan
oleh ibu hamil maupun keluarganya. Menjaga keseimbangan gizi pada ibu hamil
sangat di perlukan agar kondisi ibu dan janin tetap sehat dengan memberikan
makanan yang cukup mengandung karbonhidrat dan lemak sebagai sumber zat
tenaga. Dan sebagai sumber zat pembangun protein mendapatkan tambahan
minimal zat besi, kalsium, vitamin, asam folat dan energi (Pratiwi, 2020).
Gizi seimbang untuk Ibu Hamil dan ibu menyusui mengindikasikan bahwa
konsumsi makanan ibu hamil dan menyusui harus memenuhi kebutuhan untuk
dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan janin dan bayinya. Oleh
karena itu ibu hamil dan ibu menyusui membutuhkan zat gizi yang lebih banyak
dibandingkan dengan keadaan tidak hamil atau tidak menyusui, tetapi konsumsi
pangannya tetap beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan porsinya
(Pratiwi, 2020)

2.3.2 Pemberian ASI Eksklusif


Salah satu upaya dalam menurunkan angka stunting pada balita adalah
dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. ASI Eksklusif merupakan
makanan alami pertama untuk bayi yang memberikan semua vitamin, minerat,
dan nutrisi yang diperlukan oleh bayi untuk pertumbuhan dalam enam bulan
pertama dan tidak ana makanan atau cairan lain yang diperlukan. ASI memenuhi
setengah atau lebih kebutuhan gizi anak pada tahun pertama hingga tahun
kedua kehidupan. Namun bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif
pemberian ASI eksklusif akan dihentikan, akan tetapi tetap diberikan kepada bayi
sampai bayi berusia 2 tahun. ASI merupakan makanan pertama, utama, dan
terbaik bagi bayi, bersifat ilmiah (Aryotochter, 2018)
Seperti halnya nutrisi pada umumnya, ASI mengandung komponen makro
dan mikro nutrien. Makronutrien adalah karbohidrat, protein dan lemak
sedangkan mikronutrien adalah vitamin dan mineral. Setiap komponen ASI
17
memiliki manfaatnya tersendiri untuk pertumbuhan bayi. Sekitar 88% dari ASI
adalah air (Giting, 2020). Air ini berguna untuk melarutkan zat yang ada di
dalamnya. ASI merupakan sumber air yang secara metabolik adalah aman, Air
yang relatif tinggi dalam ASI ini akan meredakan rangsangan rangsangan haus
dari bayi. ASI Eksklusif untuk bayi yang diberikan ibu ternyata mempunyai
peranan penting, yakni meningkatkan ketahanan tubuh bayi. karenanya bisa
mencegah bayi terserang berbagai penyakit yang bisa mengancam kesehatan
bayi (Alfaridh et al., 2021).
Selain itu manfaat ASI Eksklusif paling penting adalah bisa menunjang
sekaligus membantu proses perkembangan otak dan fisik bayi. Hal tersebut
dikarenakan, di usia 0-6 bulan seorang bayi tentu sama sekali belum diizinkan
mengkonsumsi nutrisi apapun selain ASI. Oleh karenanya, selama enam bulan
berturut-turut, ASI yang diberikan pada sang buah hati tentu saja memberikan
dampak yang besar pada pertumbuhan otak dan fisik bayi selama kedepannya.
Sedangkan manfaat memberikan ASI bagi ibu adalah untuk menghilangkan
trauma selepas melahirkan. Selain membuat kondisi kesehatan dan mental ibu
menjadi lebih stabil (Alfaridh et al., 2021)
Dalam memberikan ASI eksklusifnya seorang ibu juga perlu berlatih dan
persiapan yang matang. Perilaku pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah karakteristik seseorang yang
menjadi dasar atau motivasi bagi seseorang sehingga mempermudah terjadinya
perilaku pemberian ASI eksklusif diantaranya tingkat pengetahuan, pengalaman
menyusui dan faktor demografi seperti umur, pekerjaan, pendidikan. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang memperkuat terjadinya perilaku menyusui.
Faktor eksternal ini sangat diperlukan karena meskipun seseorang tahu dan
mampu untuk berperilaku sehat tetapi tetap bisa saja orang tersebut tidak
melakukannya. Oleh karena itu maka diperlukan contoh atau dukungan dari
keluarga (suami dan orangtua) serta petugas kesehatan (Alfaridh et al., 2021)

2.3.3 Dampingan ASI Eksklusif dan MP-ASI


Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) merupakan makanan atau
minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak usia 6-
24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. MP-ASI adalah makanan
peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian harus

18
dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai kemampuan
bayi (Lestari et al., 2014)
Pada umur 0-6 bulan pertama dilahirkan, ASI merupakan makanan yang
terbaik bagi bayi namun setelah usianya mulai membutuhkan makanan
tambahan selain ASI yang disebut dengan makanan pendamping ASI.
Pemberian makanan pendamping ASI mempunyai tujuan memberikan zat gizi
yang cukup bagi kebutuhan bayi atau balita guna pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan psikomotor yang optimal, selain itu mendidik bayi
supaya memiliki kebiasaan makanan yang baik.
Persyaratan MP-ASI, makanan ini diberikan karena kebutuhan bayi akan
nutrient-nutrien untuk pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat dipenuhi
lagi hanya dengan pemberian ASI. MP-ASI hendaknya bersifat padat gizi,
kandungan serat kasar, dan bahan lainnya yang sukar dicerna seminimal
mungkin, sebab akan cepat memberikan rasa kenyang pada bayi. MP-ASI jarang
dibuat dari satu jenis bahan pangan, tetapi merupakan suatu campuran dari
beberapa bahan pangan dengan perbandingan tertentu agar diperoleh suatu
produk dengan nilai gizi yang tinggi. Pencampuran bahan pangan hendaknya
didasarkan atas konsep komplementasi protein, sehingga masing-masing bahan
akan saling menutupi kekurangan asam-asam amino esensial, serta diperlukan
suplementasi vitamin, mineral serta energi dari minyak atau gula untuk
menambah kebutuhan gizi energi.
Adapun Indikator Bayi Siap Menerima Makanan Padat sebagai berikut:
1. Kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya untuk tegak tanpa
disangga
2. Menghilangnya refleks menjulur lidah
3. Bayi mampu menunjukkan keinginannya pada makanan dengan cara
membuka
mulut, lalu memajukan anggota tubuhnya ke depan untuk menunjukkan rasa
lapar dan menarik tubuh ke belakang atau membuang muka untuk menunjukkan
ketertarikan pada makanan
Pemberian MP-ASI terlalu dini juga akan mengurangi konsumsi ASI, dan
bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi
sudah mulai kuat sejak usia empat bulan. Bayi yang mengonsumsi ASI, makanan
tambahan dapat diberikan setelah usia enam bulan. Selain cukup jumlah dan
19
mutunya, pemberian MP-ASI juga perlu memperhatikan kebersihan makanan
agar anak terhindar dari infeksi bakteri yang menyebabkan gangguan
pecernaan(Lestari et al., 2014)

2.3.4 Pemantauan Tumbuh Kembang anak


Pertumbuhan dan perkembangan anak adalah dua aspek penting yang
saling berkaitan dan perlu diperhatikan agar anak bisa mencapai kehidupan yang
lebih baik. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi tumbuh
kembang anak yaitu dengan pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri
ini meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan (panjang badan), lingkar
kepala, lingkar lengan atas (Revika et al., 2019)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait ini menurut, meliputi gizi yang baik,
stimulasi yang memadai dan terjangkaunya pelayanan kesehatan berkualitas
termasuk deteksi dini serta intervensi dini penyimpangan tumbuh Deteksi dini
gangguan tumbuh kembang penting karena pada tiga tahun pertama dari
kehidupan anak merupakan periode tumbuh kembang yang amat cepat (periode
emas).
Jika terjadi gangguan pada tumbuh kembang pada masa ini, maka
gangguan tersebut akan menetap, sehingga amat penting mengenal gejala
gangguan perkembangan selama periode ini (deteksi dini) dan menanganinya
secara terpadu dan profesional sehingga diharapkan dapat dicapai hasil yang
maksimal. Perlu diketahui bahwa gangguan perkembangan yang diintervensi
secara dini (lebih cepat) akan memberikan hasil yang lebih baik, deteksi dini
menjadi penentu keberhasilan intervensi.
Dapat di lakukan dengan Kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang yang menyeluruh dan terkoordinasi
diselenggrakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga, dengan tenaga
profesional (kesehatan, pendidikan dan sosial) akan meningkatkan tumbuh
kembang anak usia dini dan kesiapan memasuki jenjang pendidikan formal.
Indikator keberhasilan pembinaan tumbuh kembang anak tidak hanya
meningkatnya status kesehatan anak, tetapi juga mental, emosional sosial dan
kemandirian anak berkembang secara optimal. penyimpangan tumbuh kembang
pada anak prasekolah. Dengan ditemukan secara dini maka intervensi akan
mudah dilakukan. Bila penyimpangan terlambat diketahui maka intervensinya

20
akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
(Revika et al., 2019)

2.3.5 Imunisasi Lengkap


Imunisasi merupakan salah satu jenis usaha yang dapat memberikan
kekebalan pada anak dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh yang
bertujuan untuk membentuk zat anti untuk mencegah terhadap penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi diantaranya adalah polio, campak, hepatitis B,
tetanus, pertusis, difteri, pneumonia, dan meningitis.
Kelengkapan imunisasi dasar pada bayi sebelum berusia 1 tahun (0 – 11
bulan) sangat dipengaruhi oleh dukungan keluarga. Dukungan keluarga adalah
sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota
keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan
keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung
(Devy, 2016)
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan diatas amabang perlindungan. Imunisasi diberikan pada bayi antara
umur 0-12 bulan, yang terdiri dari imunisasi BCG (1, 2, 3); Polio (1, 2, 3, 4);
Hepatitis B (1, 2, 3) dan campak. Pemberian imunisasi pada anak memiliki tujuan
penting yaitu untuk mengurangi risiko morbiditas (kesakitan) dan mortalitas
(kematian) anak akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Penyakit-penyakit tersebut antara lain: TBC, difteri, tetanus, pertusis, polio,
campak, hepatitis B, dan sebagainya (Williams, 2016)
Status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan
pelayanan kesehatan akan membantu memperbaiki masalah gizi baru jadi,
status imunisasi juga diharapkan akan memberikan efek positif terhadap status
gizi jangka panjang.
Tabel 3. Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar
No. Jenis Imunisasi Umur Bayi
1. Hepatitis B (HB) 0 ≤ 7 hari
2. BCG, Polio 1 1 bulan
3. DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan
4. DPT/HB 2, Polio 3 3 bulan
5. DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan
6. Campak 9 bulan
Sumber: Depkes, 2009

21
2.3.6 Sanitasi Lingkungan
Sanitasi Lingkungan merupakan status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan
sebagainya. Sanitasi lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan
lingkungan yang sehat dan nyaman. Upaya sanitasi dasar meliputi sarana
pembuangan kotoran manusia, sarana pembuangan sampah, saluran
pembuangan air limbah, dan penyediaan air bersih. Sarana pembuangan kotoran
manusia atau yang biasa disebut jamban harus dimiliki oleh tiap keluarga yang
harus selalu terawat atau bersih dan sehat. Hal ini untuk mencegah pencemaran
lingkungan dari kotoran manusia dan sebagai tanda bahwa keluarga tersebut
tidak BAB di sembarang tempat. Sarana pembuangan sampah juga termasuk
upaya sanitasi dasar karena setiap manusia pasti meghasilkan sampah.
Sanitasi dasar yang selanjutnya yaitu saluran pembuangan air limbah.
Saluran ini menampung air bekas dari aktivitas mencuci, masak, mandi dan
sebagainya. Saluran pembuangan air limbah menjadi sangat penting bukan
hanya karena alasan bau dan estetika tetapi karena air limbah yang berbahaya
bagi kesehatan. Karena itu, saluran air limbah diusahakan agar tidak mencemari
lingkugan sekitar dan tertutup.
Upaya sanitasi dasar yang terakhir yaitu penyediaan air bersih. Air bersih
merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Air bersih
dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, minum,
maupun untuk memasak. Agar tidak memiliki dampak negatif bagi lingkungan
maupun manusia, air bersih memiliki beberapa parameter. Salah satu
parameternya yaitu mengenai kandungan bakteriologis pada air. Salah satu
kandungan bakteri yang menjadi persyaratan air bersih adalah bakteri E.coli.
Menurut peraturan menteri kesehatan tahun 1990, kandungan bakteri E.coli yang
diperbolehkan yaitu MPN 0/100 ml (Vebrianti et al., 2021).
2.4 Penanggulangan Stunting
Penanggulangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan
Intervensi Sensitif pada sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak
sampai berusia 6 tahun. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan pada sektor kesehatan.
1. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil yaitu :

22
a) Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan
energi dan protein kronis
b) Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
c) Mengatasi kekurangan iodium
d) Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil
e) Melindungi ibu hamil dari Malaria
2. Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan yaitu:
a) Mendorong inisiasi menyusui dini (Pemberian Asi jolong/colostrum).
b) Mendorong Pemberian ASI Ekslusif.
3. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan yaitu:
a) Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian MP-ASI.
b) Menyediakan obat cacing
c) Menyediakan suplementasi zink
d) Melakukan fortifikasi zat besi kedalam makanan
e) Memberikan perlindungan terhadap malaria
f) Memberikan imunisasi lengkap
g) Melakukan pencegahan dan pengobatan diare
Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor
kesehatan dan kontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari
intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu
hamil dan baita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
1) Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.
2) Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi
3) Melakukan fortifikasi Bahan Pangan
4) Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana
(KB)
5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)
7) Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang Tua
8) Memberikan Pendidikan Anak Usia DIni Universal
9) Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat
10) Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi Pada Remaja
11) Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin
23
12) Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi
Permasalahan gizi ini bias diatasi ketika mereka memahami masalah dan
mengetahui cara mengatasi sesuai dengan kondisi masing-masing (Zakiyah,
2021)

2.4.1 Pemberian Makanan Tambahan


Makanan Tambahan (MT) Ibu Hamil adalah suplementasi gizi berupa
biscuit lapis yang dibuat dengan formulasi khusus dan difortifikasi dengan
vitamin dan mineral yang diberikan kepada ibu hamil, dan prioritas dengan
kategori Kurang Energi Kronis (KEK) untuk mencukupi kebutuhan gizi
(Kemenkes RI, 2019) (Rohmah, 2020).
Pemberian makanan tambahan khususnya bagi kelompok rawan
merupakan salah satu strategi suplementasi dalam mengatasi masalah gizi.
Bentuk makanan tambahan untuk ibu hamil KEK menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi adalah biskuit yang mengandung protein, asam linoleat,
karbohidrat, dan diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral (Kemenkes RI,
2018) (Rohmah, 2020).
Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan yang komprehensif,
usaha yang telah dilakukan oleh program pemerintah untuk menanggulangi
masalah status gizi kurang adalah dengan pemberian makanan tambahan
berupa biskuit. PMT secara teratur dengan kandungan energi 380 kkl sampai
420 kkl dan protein 12 gram sampai 14 gram dapat berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan status gizi balita menjadi lebih baik, walaupun
belum diketahui pasti seberapa besar pengaruh keterkaiatan antara PMTP
terhadap perubahan status gizi. Selain dengan pemberian makanan tambahan,
konseling gizi juga perlu Konseling gizi adalah interaksi antara klien dan konselor
untuk mengidentifikasi permasalahan gizi yang terjadi dan mencari solusi untuk
masalah tersebut. Secara umum konseling mempunnyai peranan yang sangat
besar membantu klien dalam mengubah prilaku yang berkaitan dengan gizi,
sehingga status gizi dan kesehatan menjadi lebih baik (Masri et al., 2020).

2.4.2 Pemberian Paket Asupan Vitamin Lengkap


Pertumbuhan salah satunya adalah pertumbuhan tinggi badan semakin
meningkat apabila kejadian kurang gizi pada janin diikuti dengan asupan nutirisi
24
yang tidak adekuat terutama asupan energi, protein, vitamin A, zink , dan zat
besi pada masa dua tahun pertama kehidupannya. Masa dalam kandungan dan
dua tahun pertama kehidupan sangat menentukan apakah anak akan mengalami
stunting atau tidak (Rahayu et al., 2018)

2.4.2.1 Protein
Kebutuhan tambahan protein tergantung pada kecepatan pertumbuhan
janinnya. Trimester pertama kurang dari 6 gram tiap hari sampai trimester kedua.
Trimester terakhir pada waktu pertumbuhan janin sangat cepat sampai 10
gram/hari. Bila bayi sudah dilahirkan protein dinaikkan menjadi 15 gram/hari.
Menurut WHO tambahan protein ibu hamil adalah 0,75 gram/kg berat badan.
Protein penting untuk pertumbuhan dan merupakan komponen penting dari janin,
plasenta, cairan amnion, darah dan jaringan ektraseluler. Protein yang diteruskan
ke janin dalam bentuk asam amino. Kenaikan berat badan ibu yang normal
karena asupan kalori dan protein yang seimbang dapat memberikan efek yang
positif terhadap pertumbuhan janin. Kekurangan protein pada masa hamil akan
mengakibatkan BBLR, gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

2.4.2.2 Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak dan
protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh
unutk melakukan kegiatan/aktifitas. Ketiga zat gizi termasuk ikatan organik yang
mengandung karbon yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi terdapat dalam jumlah
paling banyak dalam bahan pangan, dalam fungsi sebagai zat pemberi energi.
Tambahan energi selama hamil diperlukan baik bagi komponen fetus maupun
perubahan yang terdapat pada dirinya sendiri. Kurang lebih 27.000 Kkal atau 100
Kkal/hari dibutuhkan selama mengandung. Tambahan energi dibutuhkan untuk
pertumbuhan janin yang memadai dan untuk mendukung metabolisme karena
terjadi peningkatan metabolisme sebesar 15% selama kehamilan dan
membutuhkan asupan energi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan
metabolisme tersebut (Almatsier, 2001).

2.4.2.3 Zat Besi

25
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam
tubuh manusia. Zat ini mempunyai beberapa fungsi esensial didalam tubuh
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru kejaringan tubuh, sebagai alat angkut
electron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim didalam
jaringan tubuh. Konsumsi tablet besi 30-60 mg sehari minimal 90 butir selama
kehamilan, dimulai setelah rasa mual hilang umumnya pada trimester II.
Tablet besi ini jangan diminum bersama teh, susu, atau kopi karena
mengganggu penyerapan. Ibu hamil sebaiknya mengkonsumsi tablet besi
diantara waktu makan. Bukti penelitian melaporkan bahwa tablet besi tidak
dianjurkan pada ibu dengan kadar Hb atau kadar feritin yang normal, karena
pemberian tablet besi yang berlebihan akan menyebabkan BBLR yang
disebabkan adanya hemokonsentrasi. Zat besi juga diperlukan untuk
perkembangan otak janin. Selain mengkonsumsi tablet besi, ibu hamil dapat
mengkonsumsi bahan makanan yang kaya akan zat besi yang dapat ditemukan
di daging merah, daging unggas, hati, kuning telur, kacang-kacangan dan
sayuran hijau.

2.4.2.4 Zink
Zink memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai
bagian dari enzim atau sebagai kofactor. Zink berperan dalam berbagai aspek
metabolism, seperti reaksi- reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi
karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Zink penting untuk pertumbuhan
janin, terutama pada proses genetika yaitu transkripsi, translasi, sintesis protein,
sintesis DNA, divisi sel serta proliferasi dan maturasi dari limfosit. Defisiensi zink
dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui
serta orang tua. Tanda-tanda kekurngan zink adalah gangguan pertumbuhan
dan kematangan seksual. Selain itu, kekurangan zink mengganggu metabolism
vitamin A. Kekurangan zink mengganggu fungsi kelenjar tiroid dan laju
metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indra rasa serta
memperlambat penyembuhan luka. Kekurangan zinc berhubungan dengan
malformasi, retardasi mental serta hipogonadisme pada bayi laki-laki, gangguan
neurosensory dan gangguan imunitas dikemudian hari. Kebutuhan zinc pada ibu
hamil adalah 11-12 mg per hari.

2.4.2.5 Kalsium
26
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh
yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.
Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi
terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Densitas tulang berbeda menurut umur,
meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur
setelah dewasa. Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor
pertumbuhan. Oleh karenanya, semakin tinggi kebutuhan, maka semakin rendah
persediaan kalisum dalam tubuh semakin efisiensi absorbs kalsium. Peningkatan
kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, meyusui, defisiensi kalsium dan
tingkat aktifitas fisik yang meningkat densitas tulang. Jumlah kalsium yang
dikonsumsi mempengaruhi absorbs kalsium. Penyerapan akan meningkat jika
kalsium yang dikonsumsi menurun. Kalsium diperlukan untuk kekuatan tulang ibu
hamil serta pertumbuhan tulang janin. Ibu hamil membutuhkan kalsium 400 mg
perhari. Kalsium dapat ditemukan di sayuran, susu, kacang-kacangan, roti dan
ikan. Tablet kalsium sebaiknya dikonsumsi pada saat makan dan diikuti dengan
minum jus buah yang kaya akan vitamin C untuk membantu penyerapan.
Kalsium juga dapat diberikan pada ibu dengan riwayat preeklampsi pada usia
kehamilan >20 minggu, karena dapat mencegah berulangnya preeklampsi.

2.4.2.6 Asam Folat


Kekurangan asam folat terutama menyebabkan gangguan metabolism
DNA. Akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel-sel yang
sangat cepat membelah, seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel- sel
epitel lambung dan usus, vagina dan serviks Rahim. Kekurang asam folat
menghambat pertumbuhan, menyebabkan anemia megaloblastik dan gangguan
darah lain, peradangan lidah (glositis) dan gangguan saluran cerna. Asam Folat
dianjurkan untuk di konsumsi sesegera mungkin. Asam folat 400 mcg harus
diminum setiap hari sebanyak 90 butir selama kehamilan. Akan lebih baik jika
dikonsumsi sebelum terjadi konsepsi, selambat-lambatnya satu bulan sebelum
hamil. Zat ini diperlukan untuk mencegah adanya kelainan bawaan seperti spina
bifida, nuchal translucency dan anencefali. Bahan makanan yang kaya akan
asam folat antara lain brokoli, kacang hijau, asparagus, jeruk, tomat, stroberi,
pisang, anggur hijau dan roti gandum.

2.4.2.7 Yodium
27
Yodium merupakan bagian integral dari kedua macam hormone tiroksi
triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi utama hormone-hormon ini
adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid mengontrol
kecepatan tiap sel menggunakan oksigen. Dengan demikian, hormone tiroid
mengontrol kecepatan tiap sel menggunakan oksigen. Dengan demikian,
hormone tiroid mengontrol kecepatan pelepasan energi dari zat gizi yang
menghasilkan energi. Tiroksin dapat meransang metabolism sampai 30%.
Disamping itu kedua hormone ini mengatur suhu tubuh, reproduksi,
pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan syaraf. Yodium penting
untuk perkembangan otak. Kekurangan yodium dapat mengakibatkan kelahiran
mati, cacat lahir, dan gangguan pertumbuhan otak. Kondisi ini terjadi karena di
dalam darah yodium terdapat dalam bentuk yodium bebas atau terikat dengan
protein (Protein Bound Yodium). Yodium dengan mudah diabsorbsi dalam bentuk
yodida. Konsumsi normal sehari adalah sebanyak 100-150 ug sehari untuk
dewasa dan balita hingga anak sekolah sebesar 70-120 ug sedangkan bayi
berjumlah 50-70 ug. Ekskresi dilakukan melalui ginjal, jumlahnya berkaitan
dengan konsumsi (Almatsier, 2003).

2.4.2.8 Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang esensial untuk pemeliharaan
kesehatan dan klangsungan hidup. Vitamin A yang didalam makanan sebagian
besar dalam bentuk ester retinil. Didalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil
dihidrolisis oleh enzim-enzim pancreas esterase menjadi retinol yang lebih efisien
diabsorbsi daripada ester retinil. Sebagian dari karateneid, terutama beta karoten
di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi retinol. Bentuk aktif
vitamin A hanya terdapat pada pangan hewani. Pangan nabati mengandung
karatenoid yang merupakan precursor (provitamin) vitamin A. Hati berperan
sebagai tempat penyimpanan vitamin A utama didalam tubuh. Dalam keadaan
normal, cadangan vitamin Adalam hati dapat bertahan hingga 6 (enam) bulan.
Bila tubuh mengalami kekurangan konsumsi vitamin A, asam retinoid diabsorbsi
tanpa perubahan. Asam retinoid merupakan sebagian kecil vitamin A dalam
darah yang aktif dalam deferensiasi sel dan pertumbuhan.
Vitamin A berpengaruh terhadap sitesis protein, dengan demikian
terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan dalam perkembangan tulang

28
dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gizi. Pada kekurangan
vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada
anak-anak kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin
A dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk melindungi janin dari masalah sistem
kekebalan tubuh, penglihatan yang normal, infeksi, ekspresi gen dan
perkembangan embrionik. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rabun
senja, cacat lahir pada dosis tinggi

2.4.2.9 Vitamin D
Vitamin D diperlukan untuk pembentukan tulang dan gigi yang kuat.
Vitamin ini dianjurkan agar dikonsumsi ole ibu nifas sebanyak 10 mikrogram
setiap hari. Sumber vitamin D dapat ditemukan di susu dan produk susu lainnya,
telur, daging, beberapa jenis ikan seperti salmon, trout, mackerel, sarden, dan
tuna segar. Selain itu, Vitamin D berfungsi mencegah dan menyembuhkan
riketsia, yaitu penyakit dimana tulang tidak mampu melakukan kalsifikasi. Vitamin
D dapat dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat
cukup sinar matahari vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan. Karena dapat
disintesis didalam tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin tapi
prohormonal. Bila tubuh tidak mendapat cukup sinar matahari, vitamin D perlu
dipenuhi melalui makanan (Almatsier, 2010).

2.4.2.10 Omega3 dan Asam Lemak


Omega3 dan asam lemak penting untuk pertumbuhan otak dan
mencegah prematuritas, dan esensial untuk penglihatan. Omega-3 dan asam
lemak juga dapat menurunkan kejadian penyakit jantung. Omega-3 dan asam
lemak diekomendasi sebanyak 300 milligram untuk dikonsumsi oleh ibu hamil
setiap hari. Bahan makanan yang mengandung omega-3 dan asam lemak dapat
ditemukan di kapsul minyak ikan, ikan tertentu seperti salmon, trout, mackerel,
sardin dan tuna segar. Selain itu juga terdapat di minyak nabati seperti minyak
bunga matahari, dan minyak kenari.
2.5 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, peneliti menyertakan penelitian terdahulu. Adapun
penelitian terdahulu yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Penelitian Yang Relevan

29
No Judul Variabel Metode Hasil Penelitian
Penelitian/ Penelitian Penelitian
Peneliti
1. Upaya Untuk Penelitian Hasil penelitian
pemerintah mengidentifikasi ini menunjukan bahwa,
daerah dan mengguna selain program-program
dalam menganalisis kan yang berhasil dari
penanggula upaya metode pemerintah pusat,
ngan pemerintah kualitatif. kabupaten Bangka dan
stunting di daerah dalam Bangka barat telah
Provinsi penanggulangan memiliki program-
kepulauan stunting pada program inovasi sendiri
Bangka dua daerah. dalam upaya percapatan
Belitung penurunan/penanggulan
(Rini Archda gan stunting di
Saputri, daerahnya.
2019).
2. Upaya Program ini Metode Dengan hasil Jumlah
pencegahan dijalankan yang keseluruhan baduta
dan karena digunakan adalah sebanyak 34
penanggula kurangnya dalam orang, dengan baduta
ngan kesadaran dan kegiatan underweight di Desa
stunting peran orang tua program Kolai sebanyak 2 orang,
pada baduta dalam pencegaha baduta Stunting 6 orang,
kabupaten memenuhi n dan dan wasting 3 orang.
enrekang kebutuhan gizi penanggul Bentuk Intervensi masih
provinsi pada anak angan berupa pendampingan
Sulawesi mereka. stunting ini pola makan anak dan
selatan yaitu konseling. Adapun
(Wahyu pendampin pendampingan untuk
Rasyid, gan, anak ini belum maksimal
2021) penyuluha karena masih melakukan
n, pendampingan pada
konseling, bulan Juli – September.
dan Sasaran yang tercapai
edukasi untuk baduta usia 0-23
terhadap bulan disebabkan karena
ibu hamil, hanya terdapat 34
ibu baduta yang ada di desa,
menyusui, sasaran yang tercapai
remaja untuk balita usia 24-59
putri dan bulan disebabkan karena
BADUTA hanya terdapat 35 balita
yang ada di desa,
kemudian untuk sasaran
ibu hamil tidak tercapai,
di karenakan hanya
terdapat 3 orang ibu
hamil yang ada di desa,
dan untuk sasaran

30
remaja telah tercapai di
sebabkan prioritas hanya
10 remaja.
3. Sosialisasi Untuk Mengguna Hasil PKM menunjukan
pencegahan meningkatkan kan terdapat perbedaan yang
stunting pengetahuan metode signifikan antara nilai pre
pada anak dan ketrampilan Kuantitatif dan posttest peserta
balita di ibu tentang setelah diberikan
kelurahan pencegahan sosialisasi
Cawang stunting melalui
Jakarta edukasi praktik
Timur (Sri pemberian
Melfa makanan tepat
Damanik, berdasarkan
Erita rekomendasi
Sitorus, I WHO
Made
Martajaya,
2021)

2.6 Kerangka Teori

Balita bayi usia dibawah


lima tahun (0 – 5 tahun)

Stunting

31
1 2
Upaya Pencegahan stunting pada Penanggulangan Stunting
balita pada balita

1. Pemberian Makanan
1. Pemenuhan kebutuhan gizi
Tambahan
sejak hamil
2. Pemberian Paket
2. Pemberian ASI Eksklusif
Vitamin Lengkap
3. Pendamping MPASI
3. Protein
4. Pemantauan Tumbuh
4. Energi
Kembang Anak
5. Zat Besi
5. Imunisasi Lengkap
6. Zink
6. Sanitasi Lingkungan
7. Kalsium
8. Asam Folat
9. Yodium
10. Vitamin A
11. Vitamin D
12. Omega3 dan Asam
Lemak
Sumber 1 : Kementrian kesehatan direktorat promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat
Sumber 2 : Buku refrensi Study Guide – Stunting dan upaya pencegahannya
Keterangan :
: Yang di teliti

Gambar 1. Krangka Teori

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen

Upaya Pencegahan Stunting Upaya Penanggulangan


Stunting
1. Pemenuhan kebutuhan
gizi sejak hamil 1. Pemberian Makanan
2. Pemberian ASI Eksklusif Tambahan 32
3. Pendamping MPASI 2. Pemberian Paket
4. Pemantauan Tumbuh Vitamin Lengkap
Kembang Anak 3. Protein
5. Imunisasi Lengkap 4. Energi
6. Sanitasi Lingkungan 5. Zat Besi
Keterangan :
: Yang akan di teliti

Gambar 2. Kerangka Konsep

2.8 Hipotesis Penelitian


Ha : Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Tilongkabila

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. Dengan jenis
metode pendekatan deskriptif. Jenis penelitian yang dimaksud yaitu suatu
33
pendekatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran upaya
pencegahan dan penanggulangan stunting pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian


Tempat penelitian akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas
Tiongkabila Kabupaten BoneBolango yang terdapat ada 7 Desa yaitu Desa
Lunuo, Desa Tunggulo, Desa Tamboo, Desa Motilango, Desa Bongoime, Desa
Tunggulo Selatan, dan Desa Bongohulawa.

3.2.2 Waktu penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan dari pengumpulan data sampai
penyusunan dan penulisan hasil penelitian. Waktu pelaksanaan direncanakan
pada bulan Juli 2022.
1.
2.
3.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Tunggal
Variabel pada penelitian ini merupakan variabel tunggal atau mandiri, yaitu
variabel yang berdiri sendiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah upaya
pencegahan dan penanggulangan stunting pada balita di Wilayah Kerja
Pukesmas Tilongkabila.
3.4 Definisi Operasional
Tabel 7. Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter Alat Skala Kriteria
Operasional ukur Ukur
Gambaran Upaya 1. Pemenuhan Kuesio- Nom- Kriteria
upaya pencegahan gizi sejak ner inal Penilaian
pencegahan hamil Ya=1
dan 2. Pemberian Tidak=2
penanggula- ASI Eksklusif Baik= 76-100%
ngan stunting 3. Pendamping- Cukup=51-75%
pada balita an MP-ASI Kurang =<50%
4. Pemantauan
tumbuh
kembang
5. Imunisasi
lengkap

34
6. Sanitasi
lingkungan
Penanggula- 1. Pemberian Kuesio- Nomin- Kriteria
ngan stunting makanan ner al Penilaian
tambahan Ya=1
2. Pemberian Tidak=2
vitamin Baik = 76-100%
lengkap Cukup = 51-
75%
Kurang =<50%

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah dari keseluruhan balita stunting
yang ada di Wilayah kerja Puskesmas Tilongkabila tahun 2021 pada bulan
Desember yaitu 161 responden.
Tabel 5. Populasi Penelitian
No Nama Desa Jumlah Balita
1. Bongoime 50
2. Tunggulo 40
3. Bongohulawa 20
4. Lonuo 19
5. Tamboo 14
6. Tunggulo Selatan 11
7. Motilango 7
Total 161
:

3.5.2 Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
rumus slovin.
N
n= 2
1+N (e)
Keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
e = taraf kesalahan 0,05

Penyelesaian:

35
161
n =
1+161 ( 0,05 )2
161
n =
1+161 (0,0025)
161
n =
1,4025
n = 114,79
n = 115
dari perhitungan rumus diatas sampel dalam penelitian ini adalah sebesar
115 sampel.
3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan purposive sampling,
dengan mengambil kunjungan ibu dan balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Tilongkabila. Adapun kriteria Inklusi dan Eksklusi sebagai berikut:
3.5.4 Kriteria Inklusi
1. Ibu yang memiliki anak Usia 0 – 5 tahun
2. Orang tua balita yang bersedia menjadi responden
3.5.5 Kriteria Eksklusi
1. Orang tua yang tidak berada di lokasi penelitian
3.6 Instrumen Peneliian
Instrument ini menggunakan koesioner upaya pencegahan dan
penanggulangan yang diberikan kepada orang tua balita dengan jumlah 20
pertanyaan dengan skala pengukuran yang digunakan adalah skala Guttman.
Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Variabel Indikator Sub- Indikator Jumlah Nomor
Penelitian Pertanyaan Pertanyaan
Upaya Upaya 1. Pemenuhan 4 1, 2, 3, 4
Pencegahan pencegahan gizi sejak hamil

2. Pemberian ASI 4 5, 6, 7, 8
Eksklusif

3. Pendampingan 4 9, 10, 11, 12


MP-ASI

36
4. Pemantauan 4 13, 14, 15, 16
Tumbuh
Kembang anak

5. Status 4 17, 18, 19, 20


Imunisasi
Lengkap

6. Sanitasi 4 21, 22, 23, 24


Lingkungan

Penanggulan- Penanggulan- Pemberian 2


gan stunting gan Makanan 25, 26
pada balita Tambahan

Vitamin 2 27, 28
Lengkap

Protein 2 29, 30

Energi 2 31, 32

Zat Besi 2 33, 34


Zink 2 35, 36

Kalsium 2 37, 38

Asam Folat 2 39, 40

Yodium 2 41, 42

Vitamin A 2 43, 44

Vitamin D 2 45, 46

Omega3 dan 2 47, 48


Asam Lemak

3.
3.3
3.4
3.5
3.6
3.6.1 Uji Validitas
37
Kuesioner dalam penelitian ini akan dilakukan uji validitas pada pra
penelitian yaitu pada kuesioner upaya pencegahan dan penanggulangan stunting
pada balita. Uji validitas ini akan diujikan kepada beberapa ibu dengan anak usia
0-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas. Dengan menggunakan teknik mengukur
uji validitas menggunakan rumus kolerasi pearson dengan nilai valid jika p>0,05.
Rumus korelasi product moment :

N ∑ xy −( ∑ x )( ∑ y )
r xy =
√( N ∑ X 2− (∑ x ) 2( N ∑ y
2

−( ∑ y ) 2

Keterangan :
N : Jumlah Responden
X : Skor pertanyaan
Y : Skor total
XY : Skor pertanyaan dikali skor total
r : Taraf signifikan
3.6.2 Uji Reliabilitas
Kuesioner dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Maka perlu menunjukan
pengukuran itu dengan konsisten dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Reliabilitas dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut:

( )( στ2 )∑ 2
K σb
r = 1
K-1
Keterangan :
r : relibilitas instrumen
k : banyaknya butiran pertanyaan atau banyaknya soal

∑ σ b2 : jumlah varians
στ 2 : jumlah total
Apabila r dihitung > dari r tabel, maka maka kuesioner tersebut dikatakan
reliable.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari responden yang berkaitan
dengan sampel penelitian dengan menggunakan instrumen/alat ukur kuesioner.
38
Data primer dalam penelitian ini yaitu Pemenuhan Gizi, Pemberian ASI Ekslusif,
pendampingan pemberian MP-ASI, Imunisasi lengkap, Sanitasi Lingkungan,
Pemberian makanan tambahan, pemberian vitamin lengkap.
3.7.2 Data Sekunder
Data ini merupakan data penunjang kelengkapan data primer. Data
sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Bolango, Puskesmas
Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango, KMS, dan berbagai sumber lainnya. Data
sekunder dalam penelitian ini yaitu identitas balita stunting serta jenis kelamin
balita.
3.8 Teknik Pengolahan Data
3.8.1 Penyuntingan Data (Editing)
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai
berikut:
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua item pertanyaan dalam
kuesioner. Editing dilakukan pada saat pengumpulan data atau setelah data
terkumpul dengan memeriksa jumlah kuesioner, kelengkapan identitas, lembar
kuesioner, kelengkapan isian kuesioner, serta kejelasan jawaban.
3.8.2 Pengkodean (coding)
Pengkodean merupakan pemberian kode atau angka pada variabel yang diteliti
untuk memudahkan pengolahan data. Dalam penelitian ini menggunakan coding
sebagai berikut:
3.8.2.1 Memasukan Data (Entry Data)
Memasukkan data yang telah diperoleh menggunakan fasilitas
computer. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program SPSS 16.0.
Pentabulasian (Tabulating) Kegiatan pentabulasian dalam penelitian ini meliputi,
pengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dimasukkan
kedalam tabel- tabel yang telah ditentukkan, berdasarkan kueisoner yang telah
ditentukan skor atau kodenya. Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi
data menggunakan program aplikasi data statistik SPSS.
3.9 Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari sumber-sumber data, ringkasan jurnal yang
relevan, tesis, buku dan dianalisa kemudian menarik kesimpulan bersifat khusus.
3.9.1 Analisa Univariat

39
Data yang didapatkan kemudian dilakukan analisis secara univariat.
Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara
mendeskripsikan tiap variable yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan
melihat gambaran distribusi frekuensinya dengan rumus :
f
P= X 100 %
n
Keterangan :
P : Presentase
f : Jumlah penerapan yang sesuai prosedur (nilai 1)
n : Jumlah item observasi
3.10 Etika Penelitian
Masalah etika penelitian sangat penting karena penelitian berhubungan
langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan kepada
responden yang akan diteliti agar subyek mengerti maksut dan tujuan dari
penelitian. Bila responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak-
hak responden.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak yang terkait
dengan peneliti.
3.11 Alur Penelitian

Studi Literatur

Pengumpulan data awal dengan permohonan penelitian dari jurusan


keperawatan ke Dinas kesehatan Provinsi Kota Gorontalo, Dinas Kesehatan
Kabupaten BoneBolango, dan KESBANGPOL Kabupaten BoneBolango

Mengantar surat permohonan penelitian kepada Kepala Puskesmas


Tilongkabila Kabupaten BoneBolango
40
Menentukan jumlah sampel yang akan di teliti

Analisa data

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Gambar 3. Alur penelitian

Kepada
Yth Calon Responden
Penelitian Di –

Tempat

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswi Progam Studi
S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Nama : Melika Inda Panigoro

NIM : C014181099

Akan melaksanakan penelitian dengan judul “Upaya Pencegahan dan


Penanggulangan Stunting Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila.”
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi semua responden.
Kerahasiaan responden akan dijaga dan hanya akan digunakan untuk
kepentingan penelitian. Apabila responden menyetujui maka mohon
41
kesediaannya untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden.

Atas perhatian dan kesediaannya sebagai responden, peneliti


mengucapkan terimakasih.

Gorontalo, Juni 2022


Peneliti

Melika Inda Panigoro

42
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dan bertanggung jawab dengan pertanyaan di bawah ini:

Nama/Inisial :

Umur :

Jenis Kelamin :

Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dari


penelitian yang berjudul “Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila.” Saya akan menjadi responden yang
kooperatif dalam memberikan data yang nyata tanpa ada unsur paksaan dari pihak
manapun.

Gorontalo, 2022
Responden

(………………..)

43
Lampiran kuesioner

LEMBAR KUESIONER

Judul Penelitian : Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Stunting pada


Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilongkabila
Peneliti : Melika Inda Panigoro

A. Petunjuk Pengisian
Beri tanda (√) pada pertanyaan dibawah ini yang sesuai dengan pendapatan
Bapak/ibu pada kolom yang sudah disediakan dengan cara memilih pilihan:
Ya : Benar
Tidak : Salah
Isilah Jawaban yang sesuai dengan pendapat dan keadaan yang sebenarnya
Tanyakan jika ada hal yang kurang tepat atau kurang dimengerti.
B. Identitas Responden (Ibu)
1. Nama :
2. Usia :
3. Alamat :
4. Jumlah Anak :
5. Pekerjaan :
6. Pendapatan :
7. Pendidikan Terakhir : ASN SLTA SMP SD. dll
C. Identitas Balita
1. Nama :
2. Usia : Bln
3. Tanggal Lahir :
4. Jenis Kelamin :
5. Tinggi Badan : Cm
6. Berat Badan : Kg
7. Status Imunisasi :
8. Tanggal Pemeriksaan :

44
D. Daftar Pertanyaan
1. UPAYA PENCEGAHAN
No Pertanyaan Ya Tidak
PEMENUHAN GIZI IBU HAMIL
1. Apakah ibu sejak hamil melakukan konsultasi
pemenuhan gizi ibu hamil ?
2. Apakah ibu sejak hamil membutuhkan zat gizi lebih
banyak dibandingkan dengan ketika tidak hamil ?
3. Apakah ibu sejak hamil mengonsumsi nasi, lauk
(ikan), dan sayuran hijau ?
4. Apakah ibu sejak hamil mengkombinasi susu ibu
hamil dan vitamin ?
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
5. Apakah ibu memberikan ASI Eksklusif 6 bulan
pertama ?
6. Apakah ibu mengkombinasikan ASI Eksklusif
dengan Susu formula ?
7. Apakah ibu hanya memberikan susu formula 6
bulan pertama ?
8. Apakah ibu tetap memberikan ASI dalam keadaan
sakit ?
PENDAMPINGAN MP-ASI
9. Apakah ibu memberikan MP-ASI setelah Usia 6
bulan ?
10. Apakah ibu mengkombinasikan ASI Eksklusif
dengan MP-ASI ?
11. Apakah ibu memberikan MP-ASI terlalu dini ?
12. Apakah ibu mengkombinasikan MP-ASI dengan
susu formula ?
PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG
13. Apakah anak aktif dalam berinteraksi dengan teman
sebayanya ?
14. Apakah pertumbuhan adalah bertambahnya tinggi

45
dan berat badan anak ?
15. Apakah tumbuh kembang anak dilakukan secara
rutin ?
16. Apakah tumbuh kembang harus dipantau sejak
dini?
STATUS IMUNISASI LENGKAP
17. Apakah ibu mengunjungi posyandu untuk
melakukan imunisasi ?
18. Apakah ibu mengetahui manfaat imunisasi itu lebih
besar dari kerugian (efek samping) ?
19. Apakah ibu memberikan imunisasi lengkap ?
20. Apakah imunisasi adalah salah satu cara
meningkatkan kekebalan tubuh pada balita ?
SANITASI LINGKUNGAN
21. Apakah ibu memperhatiakan kebersihan botol susu
& kebersihan pemberian MP-ASI?
22. Apakah mudah menyediakan air bersih ?
23. Apakah ibu selalu mencuci tangan sebelum atau
sesudah melakukan aktivitas ?
24. Apakah ibu memiliki saluran pembuangan limbah
dan memiliki jamban yang bersih ?

2. PENANGGULANGAN
PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)
25. Apakah ibu mengomsumsi suplemen gizi
tambahan seperti biskuit?
26. Apakah pemberian makanan tambahan pemulihan
dan pemberian makanan tambahan penyuluhan
sebagai pengganti makan utama?
ASUPAN PEMBERIAN VITAMIN LENGKAP
27. Apakah ibu mengomsusmsi vitamin lengkap
(misalnya : energi, protein, zink, asam folat, zat
besi)?

46
28. Apakah ibu mengkombinasi vitamin lengkap
dengan menkomsumsi buah yang memiliki
kandungan vitamin yang sama ?
PROTEIN
29. Apakah ibu mengomsumsi asupan yang
berprotein?
30. Apakah ibu menaikan berat badan dengan
mengkombinasikan protein dan kalori ?
ENERGI
31. Apakah ibu mengomsumsi makanan yang
mengandung energi seperti: nasi(karbohidrat)?
32. Apakah ibu mengkombinasikan karbohidrat
dengan protein ?
ZAT BESI
33. Apakah ibu mengomsumsi makanan yang
mengandung zat besi seperti sayuran hijau ?
34. Apakah ibu ibu mengomsumsi zat besi untuk
mencegah anemia ?
ZINK
35. Apakah ibu mengomsumsi zink yang berperan
dalam metabolisme tubuh?
36 Apakah ibu mengomsumsi zink untuk menghindari
diare ?
KALSIUM
37. Apakah ibu mengomsumsi vitamin K ?
38. Apakah ibu mengomsumsi suplemen tambahan
kalsium untuk kebutuhan tulang dan gigi ?
ASAM FOLAT
39. Apakah ibu mengomsumsi Asam folat untuk
mendukung daya tahan tubuh ?
40. Apakah ibu mengkombinasikan suplemen asam
folat dengan mengomsumsi sayuran berwarna
hijau, kacang-kacangan, roti, sereal, hati ayam,

47
ikan dan telur?
YODIUM
41. Apakah ibu mengomsumsi makanan yang
mengandung garam tinggi ?
42. Apakah ibu mengetahui jika kekurangan garam
juga dapat terjadi penyakit ?
VITAMIN A
43. Apakah ibu mengomsumsi vitamin A ?
44. Apakah ibu dapat mengomsumsi buah yang
memiliki kandungan yang sama sebagai pengganti
vitamin A?
VITAMIN D
45. Apakah ibu mengomsi vitamin D ?
46. Apakah ibu dapat mengomsumsi buah yang
memiliki kandungan yang sama sebagai pengganti
vitamin D ?
OMGA3 DAN ASAM LEMAK
47. Apakah ibu mengomsumsi OMGA3 dan Asam
Lemak ?
48. Apakah ibu mengetahui dengan mengonsumsi
Omega3 dan asam lemak manfaatnya dapat
menjaga kesehatan kardiovaskuler, dimensia,
kesehatan mata, dan kesehatan mental?

48
DAFTAR PUSTAKA

Adinegoro, P., Putri, R. R. M., & Ratnawati, D. E. (2017). Optimasi Biaya


Pemenuhan Asupan Gizi pada Makanan Bagi Anak-Anak Menggunakan
Metode Simpleks Dua Fase. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi
Dan Ilmu Komputer (J-PTIIK) Universitas Brawijaya, 1(10), 1110–1119.

Alfaridh, A. Y., Azizah, A. N., Ramadhaningtyas, A., & Maghfiroh, D. F. (2021).


Peningkatan Kesadaran dan Pengetahuan tentang ASI Eksklusif pada
Remaja dan Ibu dengan Penyuluhan serta Pembentukan Kader Melalui
Komunitas “ CITALIA .” 1(2), 119–127.

Anmaru, Y. (2019). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada


Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Kedungjati Kabupaten Grobogan.
http://lib.unnes.ac.id/40249/1/UPLOAD TESIS YALES.pdf

Arnita, S., Rahmadhani, D. Y., & Sari, M. T. (2020). Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Ibu dengan Upaya Pencegahan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Simpang Kawat Kota Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim
Jambi, 9(1), 7. https://doi.org/10.36565/jab.v9i1.149

Badriah, E. R., & Fitriana, W. (2018). Pola Asuh Orang Tua Dalam
Mengembangkan Potensi Anak Melalui Homeshooling Di Kancil Cendikia.
Comm-Edu (Community Education Journal), 1(1), 1.
https://doi.org/10.22460/comm-edu.v1i1.54

Damanik, S. M., Sitorus, E., & Mertajaya, I. M. (2021). Sosialisasi Pencegahan


Stunting pada Anak Balita di Kelurahan Cawang Jakarta Timur. JURNAL
Comunità Servizio : Jurnal Terkait Kegiatan Pengabdian Kepada
Masyarakat, Terkhusus Bidang Teknologi, Kewirausahaan Dan Sosial
Kemasyarakatan, 3(1), 552–560. https://doi.org/10.33541/cs.v3i1.2909

Devy, W. (2016). Faktor Determinan Status Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi
di Puskesmas Konang dan Geger. BMJ (Clinical Research Ed.), 3(6984), 8.

Diniyyah, S. R., & Nindya, T. S. (2017). Asupan Energi, Protein dan Lemak
dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci,
Gresik. Amerta Nutrition, 1(4), 341. https://doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7139

Ernawati, F., Arifin, A. Y., & Prihatini, M. 2019. (2019). Hubungan aupan lemak
dengan status gizi anak usia 6-12 tahun di indonesia. 42(1), 41–47.

Fadlillah, A. P., & Herdiani, N. (2020). Literature Review : Asupan Energi Dan.

49
Kurangnya Asupan Energi Pada Balita, 7(1), 6/6.
Fitri, A. S., & Fitriana, Y. A. N. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat.
Sainteks, 17(1), 45. https://doi.org/10.30595/sainteks.v17i1.8536

Gunawan, G., & Ash shofar, I. N. (2018). Penentuan Status Gizi Balita Berbasis
Web Menggunakan Metode Z-Score. Infotronik : Jurnal Teknologi Informasi
Dan Elektronika, 3(2), 118. https://doi.org/10.32897/infotronik.2018.3.2.111

Haris. (2022). Sesuai data yang di rilis oleh Studi Status Gizi Indonesia (SSGI).
Sesuai Data Yang Di Rilis Oleh Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), Angka
Stunting Di Provinsi Gorontalo Pada Tahun 2021 Sebesar 29%. Angka Ini
Mengalami Penurunan Sebesar 5,9% Di Bandingkan Tahun 2019 Sebesar
34,89%. Kalau Melihat Angka-Angka Masih Cukup.

Hasyim, D. I., & Sulistyaningsih, A. (2019). Pemanfaatan Informasi Tentang


Balita Usia 12-59 Bulan pada Buku KIA dengan Kelengkapan Pencatatan
Status Gizi di Buku KIA. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 15(1), 1.
https://doi.org/10.24853/jkk.15.1.1-9

Hidayani, W. R. (2020). Riwayat Penyakit Infeksi yang berhubungan dengan


Stunting di Indonesia : Literature Review. Peran Tenaga Kesehatan Dalam
Menurunkan Kejadian Stunting, 2(01), 1–8. http://ejurnal.stikesrespati-
tsm.ac.id/index.php/semnas/article/view/247

Jayanti, F. A., Dharmawan, Y., & Aruben, R. (2017). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bangetayu Kota Semarang Tahun 2016. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal), 5(4), 812–822.

Kemenkes RI. (2016). Situasi Balita Pendek. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, ISSN 2442-(Hari anak Balita 8 April), 1–10.

Lestari, M. U., Lubis, G., & Pertiwi, D. (2014). Hubungan Pemberian Makanan
Pendamping Asi (MP-ASI) dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun di Kota
Padang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2), 188–190.
https://doi.org/10.25077/jka.v3i2.83

Manajemen, P. S., Ekonomi, F., Ponorogo, U. M., Ulfa, I. F., Manajemen, P. S.,
Ekonomi, F., & Ponorogo, U. M. (2016). Pengaruh Status Sosial dan Kondisi
Ekonomi Keluarga terhadap Motivasi Bekerja bagi Remaja Awal ( Usia 12-
16 Tahun ) di Kabupaten Ponorogo. 2(2), 190–210.

Margawati, A., & Astuti, A. M. (2018). Pengetahuan ibu, pola makan dan status

50
gizi pada anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu, Kecamatan
Genuk, Semarang. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of
Nutrition), 6(2), 82–89. https://doi.org/10.14710/jgi.6.2.82-89

Masri, E., Sari, W. K., & Yensasnidar, Y. (2020). Efektifitas Pemberian Makanan
Tambahan dan Konseling Gizi dalam Perbaikan Status Gizi Balita. JURNAL
KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health Journal), 7(2), 1 off 8.
https://doi.org/10.33653/jkp.v7i2.516

Nirmalasari, N. O. (2020). Stunting Pada Anak : Penyebab dan Faktor Risiko


Stunting di Indonesia. Qawwam: Journal For Gender Mainstreming, 14(1),
19–28. https://doi.org/10.20414/Qawwam.v14i1.2372

Nova, M., & Yanti, R. (2018). 275188-Hubungan-Asupan-Zat-Gizi-Makro-Dan-


Penge-F6Cb0Df2. 5, 195–201.

Pratiwi, I. G. (2020). Edukasi Tentang Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dalam
Pencegahan Dini Stunting. Jurnal Pengabdian Masyarakat Sasambo, 1(2),
62. https://doi.org/10.32807/jpms.v1i2.476

Rahayu, A., Yulidasari, F., octaviana putri, A., & Amggraini, L. (2018). Stunting
dan Upaya Pencegahannya. In H. S.KM (Ed.), Buku stunting dan upaya
pencegahannya.

Revika, E., Badan, B., & Kepala, L. (2019). TUMBUH KEMBANG YANG
OPTIMAL DENGAN DETEKSI TUMBUH KEMBANG PADA ANAK USIA 2-5
TAHUN DI TK ULIL. Pengabdian Masyarakat Karya Husada, 1(1), 6–12.

Rohmah, L. 2020. (2020). Program Pemberian Makanan Tambahan pada Ibu


Hamil Kekurangan Energi Kronis. HIGEIA (Journal of Public Health
Research and Development), 4(Special 4), 1 0f 12.

sanjaya, sri. (2019). Gambaran kejadian stunting pada balita di Kota Makasar. In
‫ا‬.

Suharno Rina,. (2020). Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan, 5(10), 1190–1204.

Suryana, S., & Fitri, Y. (2019). Pengaruh Riwayat Pemberian Asi Dan Mp-ASI
Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak (Usia 12-24 Bulan) Di
Kota Banda Aceh. Sel Jurnal Penelitian Kesehatan, 6(1), 25–34.
https://doi.org/10.22435/sel.v6i1.1723

Vebrianti, F., Kanan, M., Syahrir, M., Ramli, R., Sattu, M., & Sakati, S. N. (2021).
51
Gambaran Sanitasi Lingkungan di Terminal Kota Luwuk Kabupaten
Banggai. Jurnal Kesmas Untika Luwuk : Public Health Journal, 12(1), 1 of 6.
https://doi.org/10.51888/phj.v12i1.53

Williams, R. (2016). Patient safety. Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat


Cendekia Utama, 1 No.5(1), 20. https://doi.org/10.7748/nm.23.1.19.s20

Yanti, Z., & Murtala, M. (2019). Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga
Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Konsumsi Rumah Tangga Di Kecamatan
Muara Dua. Jurnal Ekonomika Indonesia, 8(2), 72.
https://doi.org/10.29103/ekonomika.v8i2.972

Zakiyah, N. (2021). Upaya puskesmas dalam penanggulangan stunting di Desa


Ranah Singkuang Kecamatan Kampar.

52

Anda mungkin juga menyukai