PENDAHULUAN
4
3. Mengidentifikasi kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Tilongkabila
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan memberikan manfaat bagi :
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Balita
7
protein yang kurang dapat menimbulkan masalah seperti masalah status gizi. Hal
ini disebabkan karena kebutuhan untuk menghasilkan energi dibantu oleh
asupan karbohidrat dan lemak sehingga cadangan energi di dalam tubuh masih
tercukupi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Fadlillah & Herdiani, 2020)
3. Lemak
Lemak merupakan pembentuk energy di dalam tubuh yang menghasilkan
energy paling tinggi jika dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, setiap
gram lemak mengandung 9 KKal. Energi dibutuhkan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan energy basal, menunjang proses pertumbuhan dan aktivitas sehari-
hari energy dapat diperoleh dari protein,lemak dan karbohidrat yang ada di
dalam bahan makanan (Ernawati et al., 2019)
Zat gizi makro merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh
tubuh dan sebagian besar berperan dalam penyediaan energi (Diniyyah &
Nindya, 2017).
Tabel 1. Angka kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan air
Kelompok Energi Protein Lemak Karbohidrat Air
Umur (KKal) (g) (g) (g) (mL)
0-6 bulan 550 12 34 58 800
7-11 bulan 725 18 36 82 1200
1-3 bulan 1125 26 44 155 1500
4-6 tahun 1600 35 62 220 1900
Sumber:(KEMENKES RI, 2016)
2.2 Stunting
8
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama karena pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan terjadi mulai saat janin masih berada di
dalam kandungan dan biasanya akan berdampak saat anak usia dua tahun.
Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catch up growth yang tidak memadai
dan mencerminkan adanya ketidakmampuan dalam mencapai pertumbuhan
yang optimal. Apabila stunting tidak di imbangi dengan tumbuh kejar akan
mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan nantinya dapat berhubungan
dengan meningkatnya resiko kesakitan, kematian dan hambatan pada
pertumbuhan baik pertumbuhan motoric ataupun mental (Anmaru, 2019)
10
Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber: Kemenkes.go.id
11
Saat ASI tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan gizi bayi, makanan
pendamping ASI harus diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan balita.
MP–ASI juga diperlukan untuk perkembangan psikomotorik, otak, dan kognitif
anak usia 0-24 bulan yang semakin meningkat. Selanjutnya MP–ASI juga
diberikan untuk mengembangkan kemampuan anak baduta menerima berbagai
rasa dan tekstur makanan, serta mengembangkan ketrampilan makan dan
proses adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi
(Suryana & Fitri, 2019)
3. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah adalah salah satu faktor pemicu masalah pada ststus
gizi balita selain asupan makanan. Riwayat penyakit infeksi merupakan salah
satu faktor stunting. Riskesdas (2013) menyatakan salah satu penyakit infeksi
yang menyebabkan kematian adalah diare12. Selain diare penyebab
kematian adalah Infeksi pernapasan akut (ISPA) yang berkaitan dengan
malnutrisi dan stunting pada anak. Permasalahan stunting di Indonesia jika
tidak serius dalam pencegahan dan penanggulangan akan berdampak
negative pada masa depan anak bangsa (Hidayani, 2020)
4. Status Pendidikan Orang Tua
Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang secara signifikan
mempengaruhi kejadian stunting pada anak. Ibu dengan pendidikan tinggi akan
lebih mudah untuk memahami perawatan anak dengan baik, terutama pada
pemberian makan. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung memilih bahan
makan yang berkualitas untuk mereka hidangkan. Dalam penelitian Apriluana &
Fikawati (2018) menemukan bahwa ibu dengan pendidikan lebih rendah lebih
berisiko memiliki anak stunting dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi
(sanjaya, 2019)
5. Jumlah keluarga
Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota
keluarga maka semakin tinggi pengeluaran konsumsi (Todaro, 2004). Tingginya
kebutuhan yang harus terpenuhi dilihat dari jumlah anggota keluarga yang akan
12
menjadikan beban bagi rumah tangga tersebut untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Jumlah anggota dalam keluarga sangat menentukan besar kecilnya
kebutuhan dalam keluarga tersebut. Semakin banyak jumlah anggota keluarga
menunjukkan semakin besar jumlah kebutuhan barang yang harus dipenuhi
dalam keluarga dan sebaliknya sedikitnya jumlah anggota keluraga menandakan
bahwa rendahnya kebutuhan akan suatu barang dalam keluarga tersebut untuk
di konsumsikan. Suatu keluarga yang mempunyai anggota banyak akan
mengeluarkan kebutuhan yang besar . Semakin besar ukuran rumah tangga
maka semakin banyak jumlah anggota rumah tangga sehingga akan semakin
banyak beban rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan sehari- harinya (Yanti
& Murtala, 2019)
6. Satus Ekonomi
Menurut Polak dalam Abdulsyani (2007) status (kedudukan) memiliki dua
aspek yaitu aspek yang pertama yaitu aspek struktural, aspek struktural ini
bersifat hierarkis yang artinya aspek ini secara relatif mengandung perbandingan
tinggi atau rendahnya terhadap status-status lain, sedangkan aspek status yang
kedua yaitu aspek fungsional atau peranan sosial yang berkaitan dengan status-
status yang dimiliki seseorang. Kedudukan atau status berarti posisi atau tempat
seseorang dalam sebuah kelompok sosial. Makin tinggi kedudukan seseorang
maka makin mudah pula dalam memperoleh fasilitas yang diperlukan dan
diinginkan (Manajemen et al., 2016)
7. Riwayat BBLR
Berat badan lahir merupakan alat ukur yang paling penting untuk mengetahui
status kesehatan seorang bayi. World Health Organization (WHO) menegaskan
bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir
dengan berat kurang dari 2.500 gram dan memiliki mortalitas 20 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2.500 gram.
Bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan masalah yang
sangat kompleks dan rumit karena memberikan kontribusi pada kesehatan yang
buruk karena tidak hanya menyebabkan tingginya angka kematian, tetapi dapat
juga menyebabkan kecacatan, gangguan, atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangan kognitif, dan penyakit kronis dikemudian hari, hal ini disebabkan
karena kondisi tubuh bayi yang belum stabil.
13
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) sangat menentukan kesehatan di masa yang akan datang. Bayi yang
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram berhubungan erat dengan
penyakit degeneratif di usia dewasa. BBLR lebih rentan terhadap kejadian
kegemukan dan berisiko menderita NCD (Non Communicable Diseases) di usia
dewasa, oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas kesehatan seseorang
harus dimulai sedini mungkin sejak janin dalam kandungan. Pemeriksaan rutin
saat hamil atau antenatal care salah satu cara mencegah terjadinya bayi lahir
dengan BBLR. Kunjungan ante natal care minimal dilakukan 4 kali selama
kehamilan (Jayanti et al., 2017)
14
Dalam kegiatan memberilkan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan
perhatian, peraturan, disiplin, hadiah, dan hukumkan serta tanggapan terhadap
keinginan anaknya. Sikap, perilaku dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai
dan ditiru oleh anaknya yang kemudian secara sadar dan atidak sadar akan
diresapi da menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya.
Macam-macam Pola Asuh Orang Tua. Menurut Baumrind (1967) terdapat
empat pola asuh orang tua terhadap anaknya yaitu:
1. Pola asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua tipe ini juga
bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap berlebihan yang
melampaui kemampuan anak dan memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan. Pengaruh pola asuh demokratis akan
menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai
hubungan baik dengan teman-temannya.
2. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar
yang mutlak harus dituruti. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah,
menghukkum. Orang tua beranggapan bahwa anak harus mengikuti aturan yang
ditetapkan, karena peraturan yang ditetapkan orang tua semata mata demi
kebaikan anak. Orang tua tak mau repot berfikir bahwa peraturan yang kaku
justru akan menimbulkan serangkaian efek. Pola asuh otoriter biasanya
berdampak buruk pada anak, biasanya pola asuh seperti ini akan menghasilkan
karakteristik anak yang penakut, pemdiam, tertutup, gemar menentang, suka
melanggar norma-norma, dan berkepribadian lemah.
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini memberiakan pengawasan yang sangat longgar memberikan
kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang
cukup dari orang tua. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan
anak apabila ank sedang dalam keadaan bahaya, dan sangat sedikir
bimbunhgan yang diberikan oleg mereka. Namun orang tua tipe ini bersifat
hangat sehingga seringkali disukai oleh anak. Pola asuh permisif akan
menghasilkan karakteristik anak yang tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau
menang sendiri dan kurang percaya diri.
15
4. Pola Asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat
minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan
pribadi mereka seperti bekerja. Pola asuh penelantar akan menghasilkan
karakteristik anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau
mengalah, sering bolos dan bermasalaah dengan teman (Badriah & Fitriana,
2018).
16
ibu hamil dan balita, memahami pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang
anak (Kemenkes RI, 2016).
18
dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai kemampuan
bayi (Lestari et al., 2014)
Pada umur 0-6 bulan pertama dilahirkan, ASI merupakan makanan yang
terbaik bagi bayi namun setelah usianya mulai membutuhkan makanan
tambahan selain ASI yang disebut dengan makanan pendamping ASI.
Pemberian makanan pendamping ASI mempunyai tujuan memberikan zat gizi
yang cukup bagi kebutuhan bayi atau balita guna pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan psikomotor yang optimal, selain itu mendidik bayi
supaya memiliki kebiasaan makanan yang baik.
Persyaratan MP-ASI, makanan ini diberikan karena kebutuhan bayi akan
nutrient-nutrien untuk pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat dipenuhi
lagi hanya dengan pemberian ASI. MP-ASI hendaknya bersifat padat gizi,
kandungan serat kasar, dan bahan lainnya yang sukar dicerna seminimal
mungkin, sebab akan cepat memberikan rasa kenyang pada bayi. MP-ASI jarang
dibuat dari satu jenis bahan pangan, tetapi merupakan suatu campuran dari
beberapa bahan pangan dengan perbandingan tertentu agar diperoleh suatu
produk dengan nilai gizi yang tinggi. Pencampuran bahan pangan hendaknya
didasarkan atas konsep komplementasi protein, sehingga masing-masing bahan
akan saling menutupi kekurangan asam-asam amino esensial, serta diperlukan
suplementasi vitamin, mineral serta energi dari minyak atau gula untuk
menambah kebutuhan gizi energi.
Adapun Indikator Bayi Siap Menerima Makanan Padat sebagai berikut:
1. Kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya untuk tegak tanpa
disangga
2. Menghilangnya refleks menjulur lidah
3. Bayi mampu menunjukkan keinginannya pada makanan dengan cara
membuka
mulut, lalu memajukan anggota tubuhnya ke depan untuk menunjukkan rasa
lapar dan menarik tubuh ke belakang atau membuang muka untuk menunjukkan
ketertarikan pada makanan
Pemberian MP-ASI terlalu dini juga akan mengurangi konsumsi ASI, dan
bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi
sudah mulai kuat sejak usia empat bulan. Bayi yang mengonsumsi ASI, makanan
tambahan dapat diberikan setelah usia enam bulan. Selain cukup jumlah dan
19
mutunya, pemberian MP-ASI juga perlu memperhatikan kebersihan makanan
agar anak terhindar dari infeksi bakteri yang menyebabkan gangguan
pecernaan(Lestari et al., 2014)
20
akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
(Revika et al., 2019)
21
2.3.6 Sanitasi Lingkungan
Sanitasi Lingkungan merupakan status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan
sebagainya. Sanitasi lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan
lingkungan yang sehat dan nyaman. Upaya sanitasi dasar meliputi sarana
pembuangan kotoran manusia, sarana pembuangan sampah, saluran
pembuangan air limbah, dan penyediaan air bersih. Sarana pembuangan kotoran
manusia atau yang biasa disebut jamban harus dimiliki oleh tiap keluarga yang
harus selalu terawat atau bersih dan sehat. Hal ini untuk mencegah pencemaran
lingkungan dari kotoran manusia dan sebagai tanda bahwa keluarga tersebut
tidak BAB di sembarang tempat. Sarana pembuangan sampah juga termasuk
upaya sanitasi dasar karena setiap manusia pasti meghasilkan sampah.
Sanitasi dasar yang selanjutnya yaitu saluran pembuangan air limbah.
Saluran ini menampung air bekas dari aktivitas mencuci, masak, mandi dan
sebagainya. Saluran pembuangan air limbah menjadi sangat penting bukan
hanya karena alasan bau dan estetika tetapi karena air limbah yang berbahaya
bagi kesehatan. Karena itu, saluran air limbah diusahakan agar tidak mencemari
lingkugan sekitar dan tertutup.
Upaya sanitasi dasar yang terakhir yaitu penyediaan air bersih. Air bersih
merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Air bersih
dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, minum,
maupun untuk memasak. Agar tidak memiliki dampak negatif bagi lingkungan
maupun manusia, air bersih memiliki beberapa parameter. Salah satu
parameternya yaitu mengenai kandungan bakteriologis pada air. Salah satu
kandungan bakteri yang menjadi persyaratan air bersih adalah bakteri E.coli.
Menurut peraturan menteri kesehatan tahun 1990, kandungan bakteri E.coli yang
diperbolehkan yaitu MPN 0/100 ml (Vebrianti et al., 2021).
2.4 Penanggulangan Stunting
Penanggulangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan
Intervensi Sensitif pada sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak
sampai berusia 6 tahun. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan pada sektor kesehatan.
1. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil yaitu :
22
a) Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan
energi dan protein kronis
b) Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
c) Mengatasi kekurangan iodium
d) Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil
e) Melindungi ibu hamil dari Malaria
2. Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan yaitu:
a) Mendorong inisiasi menyusui dini (Pemberian Asi jolong/colostrum).
b) Mendorong Pemberian ASI Ekslusif.
3. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan yaitu:
a) Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian MP-ASI.
b) Menyediakan obat cacing
c) Menyediakan suplementasi zink
d) Melakukan fortifikasi zat besi kedalam makanan
e) Memberikan perlindungan terhadap malaria
f) Memberikan imunisasi lengkap
g) Melakukan pencegahan dan pengobatan diare
Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor
kesehatan dan kontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari
intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu
hamil dan baita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
1) Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.
2) Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi
3) Melakukan fortifikasi Bahan Pangan
4) Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana
(KB)
5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)
7) Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang Tua
8) Memberikan Pendidikan Anak Usia DIni Universal
9) Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat
10) Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi Pada Remaja
11) Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin
23
12) Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi
Permasalahan gizi ini bias diatasi ketika mereka memahami masalah dan
mengetahui cara mengatasi sesuai dengan kondisi masing-masing (Zakiyah,
2021)
2.4.2.1 Protein
Kebutuhan tambahan protein tergantung pada kecepatan pertumbuhan
janinnya. Trimester pertama kurang dari 6 gram tiap hari sampai trimester kedua.
Trimester terakhir pada waktu pertumbuhan janin sangat cepat sampai 10
gram/hari. Bila bayi sudah dilahirkan protein dinaikkan menjadi 15 gram/hari.
Menurut WHO tambahan protein ibu hamil adalah 0,75 gram/kg berat badan.
Protein penting untuk pertumbuhan dan merupakan komponen penting dari janin,
plasenta, cairan amnion, darah dan jaringan ektraseluler. Protein yang diteruskan
ke janin dalam bentuk asam amino. Kenaikan berat badan ibu yang normal
karena asupan kalori dan protein yang seimbang dapat memberikan efek yang
positif terhadap pertumbuhan janin. Kekurangan protein pada masa hamil akan
mengakibatkan BBLR, gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
2.4.2.2 Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak dan
protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh
unutk melakukan kegiatan/aktifitas. Ketiga zat gizi termasuk ikatan organik yang
mengandung karbon yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi terdapat dalam jumlah
paling banyak dalam bahan pangan, dalam fungsi sebagai zat pemberi energi.
Tambahan energi selama hamil diperlukan baik bagi komponen fetus maupun
perubahan yang terdapat pada dirinya sendiri. Kurang lebih 27.000 Kkal atau 100
Kkal/hari dibutuhkan selama mengandung. Tambahan energi dibutuhkan untuk
pertumbuhan janin yang memadai dan untuk mendukung metabolisme karena
terjadi peningkatan metabolisme sebesar 15% selama kehamilan dan
membutuhkan asupan energi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan
metabolisme tersebut (Almatsier, 2001).
25
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam
tubuh manusia. Zat ini mempunyai beberapa fungsi esensial didalam tubuh
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru kejaringan tubuh, sebagai alat angkut
electron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim didalam
jaringan tubuh. Konsumsi tablet besi 30-60 mg sehari minimal 90 butir selama
kehamilan, dimulai setelah rasa mual hilang umumnya pada trimester II.
Tablet besi ini jangan diminum bersama teh, susu, atau kopi karena
mengganggu penyerapan. Ibu hamil sebaiknya mengkonsumsi tablet besi
diantara waktu makan. Bukti penelitian melaporkan bahwa tablet besi tidak
dianjurkan pada ibu dengan kadar Hb atau kadar feritin yang normal, karena
pemberian tablet besi yang berlebihan akan menyebabkan BBLR yang
disebabkan adanya hemokonsentrasi. Zat besi juga diperlukan untuk
perkembangan otak janin. Selain mengkonsumsi tablet besi, ibu hamil dapat
mengkonsumsi bahan makanan yang kaya akan zat besi yang dapat ditemukan
di daging merah, daging unggas, hati, kuning telur, kacang-kacangan dan
sayuran hijau.
2.4.2.4 Zink
Zink memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai
bagian dari enzim atau sebagai kofactor. Zink berperan dalam berbagai aspek
metabolism, seperti reaksi- reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi
karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Zink penting untuk pertumbuhan
janin, terutama pada proses genetika yaitu transkripsi, translasi, sintesis protein,
sintesis DNA, divisi sel serta proliferasi dan maturasi dari limfosit. Defisiensi zink
dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui
serta orang tua. Tanda-tanda kekurngan zink adalah gangguan pertumbuhan
dan kematangan seksual. Selain itu, kekurangan zink mengganggu metabolism
vitamin A. Kekurangan zink mengganggu fungsi kelenjar tiroid dan laju
metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indra rasa serta
memperlambat penyembuhan luka. Kekurangan zinc berhubungan dengan
malformasi, retardasi mental serta hipogonadisme pada bayi laki-laki, gangguan
neurosensory dan gangguan imunitas dikemudian hari. Kebutuhan zinc pada ibu
hamil adalah 11-12 mg per hari.
2.4.2.5 Kalsium
26
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh
yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.
Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi
terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Densitas tulang berbeda menurut umur,
meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur
setelah dewasa. Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor
pertumbuhan. Oleh karenanya, semakin tinggi kebutuhan, maka semakin rendah
persediaan kalisum dalam tubuh semakin efisiensi absorbs kalsium. Peningkatan
kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, meyusui, defisiensi kalsium dan
tingkat aktifitas fisik yang meningkat densitas tulang. Jumlah kalsium yang
dikonsumsi mempengaruhi absorbs kalsium. Penyerapan akan meningkat jika
kalsium yang dikonsumsi menurun. Kalsium diperlukan untuk kekuatan tulang ibu
hamil serta pertumbuhan tulang janin. Ibu hamil membutuhkan kalsium 400 mg
perhari. Kalsium dapat ditemukan di sayuran, susu, kacang-kacangan, roti dan
ikan. Tablet kalsium sebaiknya dikonsumsi pada saat makan dan diikuti dengan
minum jus buah yang kaya akan vitamin C untuk membantu penyerapan.
Kalsium juga dapat diberikan pada ibu dengan riwayat preeklampsi pada usia
kehamilan >20 minggu, karena dapat mencegah berulangnya preeklampsi.
2.4.2.7 Yodium
27
Yodium merupakan bagian integral dari kedua macam hormone tiroksi
triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi utama hormone-hormon ini
adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid mengontrol
kecepatan tiap sel menggunakan oksigen. Dengan demikian, hormone tiroid
mengontrol kecepatan tiap sel menggunakan oksigen. Dengan demikian,
hormone tiroid mengontrol kecepatan pelepasan energi dari zat gizi yang
menghasilkan energi. Tiroksin dapat meransang metabolism sampai 30%.
Disamping itu kedua hormone ini mengatur suhu tubuh, reproduksi,
pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan syaraf. Yodium penting
untuk perkembangan otak. Kekurangan yodium dapat mengakibatkan kelahiran
mati, cacat lahir, dan gangguan pertumbuhan otak. Kondisi ini terjadi karena di
dalam darah yodium terdapat dalam bentuk yodium bebas atau terikat dengan
protein (Protein Bound Yodium). Yodium dengan mudah diabsorbsi dalam bentuk
yodida. Konsumsi normal sehari adalah sebanyak 100-150 ug sehari untuk
dewasa dan balita hingga anak sekolah sebesar 70-120 ug sedangkan bayi
berjumlah 50-70 ug. Ekskresi dilakukan melalui ginjal, jumlahnya berkaitan
dengan konsumsi (Almatsier, 2003).
2.4.2.8 Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang esensial untuk pemeliharaan
kesehatan dan klangsungan hidup. Vitamin A yang didalam makanan sebagian
besar dalam bentuk ester retinil. Didalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil
dihidrolisis oleh enzim-enzim pancreas esterase menjadi retinol yang lebih efisien
diabsorbsi daripada ester retinil. Sebagian dari karateneid, terutama beta karoten
di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi retinol. Bentuk aktif
vitamin A hanya terdapat pada pangan hewani. Pangan nabati mengandung
karatenoid yang merupakan precursor (provitamin) vitamin A. Hati berperan
sebagai tempat penyimpanan vitamin A utama didalam tubuh. Dalam keadaan
normal, cadangan vitamin Adalam hati dapat bertahan hingga 6 (enam) bulan.
Bila tubuh mengalami kekurangan konsumsi vitamin A, asam retinoid diabsorbsi
tanpa perubahan. Asam retinoid merupakan sebagian kecil vitamin A dalam
darah yang aktif dalam deferensiasi sel dan pertumbuhan.
Vitamin A berpengaruh terhadap sitesis protein, dengan demikian
terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan dalam perkembangan tulang
28
dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gizi. Pada kekurangan
vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada
anak-anak kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin
A dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk melindungi janin dari masalah sistem
kekebalan tubuh, penglihatan yang normal, infeksi, ekspresi gen dan
perkembangan embrionik. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rabun
senja, cacat lahir pada dosis tinggi
2.4.2.9 Vitamin D
Vitamin D diperlukan untuk pembentukan tulang dan gigi yang kuat.
Vitamin ini dianjurkan agar dikonsumsi ole ibu nifas sebanyak 10 mikrogram
setiap hari. Sumber vitamin D dapat ditemukan di susu dan produk susu lainnya,
telur, daging, beberapa jenis ikan seperti salmon, trout, mackerel, sarden, dan
tuna segar. Selain itu, Vitamin D berfungsi mencegah dan menyembuhkan
riketsia, yaitu penyakit dimana tulang tidak mampu melakukan kalsifikasi. Vitamin
D dapat dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat
cukup sinar matahari vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan. Karena dapat
disintesis didalam tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin tapi
prohormonal. Bila tubuh tidak mendapat cukup sinar matahari, vitamin D perlu
dipenuhi melalui makanan (Almatsier, 2010).
29
No Judul Variabel Metode Hasil Penelitian
Penelitian/ Penelitian Penelitian
Peneliti
1. Upaya Untuk Penelitian Hasil penelitian
pemerintah mengidentifikasi ini menunjukan bahwa,
daerah dan mengguna selain program-program
dalam menganalisis kan yang berhasil dari
penanggula upaya metode pemerintah pusat,
ngan pemerintah kualitatif. kabupaten Bangka dan
stunting di daerah dalam Bangka barat telah
Provinsi penanggulangan memiliki program-
kepulauan stunting pada program inovasi sendiri
Bangka dua daerah. dalam upaya percapatan
Belitung penurunan/penanggulan
(Rini Archda gan stunting di
Saputri, daerahnya.
2019).
2. Upaya Program ini Metode Dengan hasil Jumlah
pencegahan dijalankan yang keseluruhan baduta
dan karena digunakan adalah sebanyak 34
penanggula kurangnya dalam orang, dengan baduta
ngan kesadaran dan kegiatan underweight di Desa
stunting peran orang tua program Kolai sebanyak 2 orang,
pada baduta dalam pencegaha baduta Stunting 6 orang,
kabupaten memenuhi n dan dan wasting 3 orang.
enrekang kebutuhan gizi penanggul Bentuk Intervensi masih
provinsi pada anak angan berupa pendampingan
Sulawesi mereka. stunting ini pola makan anak dan
selatan yaitu konseling. Adapun
(Wahyu pendampin pendampingan untuk
Rasyid, gan, anak ini belum maksimal
2021) penyuluha karena masih melakukan
n, pendampingan pada
konseling, bulan Juli – September.
dan Sasaran yang tercapai
edukasi untuk baduta usia 0-23
terhadap bulan disebabkan karena
ibu hamil, hanya terdapat 34
ibu baduta yang ada di desa,
menyusui, sasaran yang tercapai
remaja untuk balita usia 24-59
putri dan bulan disebabkan karena
BADUTA hanya terdapat 35 balita
yang ada di desa,
kemudian untuk sasaran
ibu hamil tidak tercapai,
di karenakan hanya
terdapat 3 orang ibu
hamil yang ada di desa,
dan untuk sasaran
30
remaja telah tercapai di
sebabkan prioritas hanya
10 remaja.
3. Sosialisasi Untuk Mengguna Hasil PKM menunjukan
pencegahan meningkatkan kan terdapat perbedaan yang
stunting pengetahuan metode signifikan antara nilai pre
pada anak dan ketrampilan Kuantitatif dan posttest peserta
balita di ibu tentang setelah diberikan
kelurahan pencegahan sosialisasi
Cawang stunting melalui
Jakarta edukasi praktik
Timur (Sri pemberian
Melfa makanan tepat
Damanik, berdasarkan
Erita rekomendasi
Sitorus, I WHO
Made
Martajaya,
2021)
Stunting
31
1 2
Upaya Pencegahan stunting pada Penanggulangan Stunting
balita pada balita
1. Pemberian Makanan
1. Pemenuhan kebutuhan gizi
Tambahan
sejak hamil
2. Pemberian Paket
2. Pemberian ASI Eksklusif
Vitamin Lengkap
3. Pendamping MPASI
3. Protein
4. Pemantauan Tumbuh
4. Energi
Kembang Anak
5. Zat Besi
5. Imunisasi Lengkap
6. Zink
6. Sanitasi Lingkungan
7. Kalsium
8. Asam Folat
9. Yodium
10. Vitamin A
11. Vitamin D
12. Omega3 dan Asam
Lemak
Sumber 1 : Kementrian kesehatan direktorat promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat
Sumber 2 : Buku refrensi Study Guide – Stunting dan upaya pencegahannya
Keterangan :
: Yang di teliti
Variabel Independen
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. Dengan jenis
metode pendekatan deskriptif. Jenis penelitian yang dimaksud yaitu suatu
33
pendekatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran upaya
pencegahan dan penanggulangan stunting pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tilongkabila.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
34
6. Sanitasi
lingkungan
Penanggula- 1. Pemberian Kuesio- Nomin- Kriteria
ngan stunting makanan ner al Penilaian
tambahan Ya=1
2. Pemberian Tidak=2
vitamin Baik = 76-100%
lengkap Cukup = 51-
75%
Kurang =<50%
3.5.2 Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
rumus slovin.
N
n= 2
1+N (e)
Keterangan:
n = besar sampel
N = besar populasi
e = taraf kesalahan 0,05
Penyelesaian:
35
161
n =
1+161 ( 0,05 )2
161
n =
1+161 (0,0025)
161
n =
1,4025
n = 114,79
n = 115
dari perhitungan rumus diatas sampel dalam penelitian ini adalah sebesar
115 sampel.
3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan purposive sampling,
dengan mengambil kunjungan ibu dan balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Tilongkabila. Adapun kriteria Inklusi dan Eksklusi sebagai berikut:
3.5.4 Kriteria Inklusi
1. Ibu yang memiliki anak Usia 0 – 5 tahun
2. Orang tua balita yang bersedia menjadi responden
3.5.5 Kriteria Eksklusi
1. Orang tua yang tidak berada di lokasi penelitian
3.6 Instrumen Peneliian
Instrument ini menggunakan koesioner upaya pencegahan dan
penanggulangan yang diberikan kepada orang tua balita dengan jumlah 20
pertanyaan dengan skala pengukuran yang digunakan adalah skala Guttman.
Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Variabel Indikator Sub- Indikator Jumlah Nomor
Penelitian Pertanyaan Pertanyaan
Upaya Upaya 1. Pemenuhan 4 1, 2, 3, 4
Pencegahan pencegahan gizi sejak hamil
2. Pemberian ASI 4 5, 6, 7, 8
Eksklusif
36
4. Pemantauan 4 13, 14, 15, 16
Tumbuh
Kembang anak
Vitamin 2 27, 28
Lengkap
Protein 2 29, 30
Energi 2 31, 32
Kalsium 2 37, 38
Yodium 2 41, 42
Vitamin A 2 43, 44
Vitamin D 2 45, 46
3.
3.3
3.4
3.5
3.6
3.6.1 Uji Validitas
37
Kuesioner dalam penelitian ini akan dilakukan uji validitas pada pra
penelitian yaitu pada kuesioner upaya pencegahan dan penanggulangan stunting
pada balita. Uji validitas ini akan diujikan kepada beberapa ibu dengan anak usia
0-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas. Dengan menggunakan teknik mengukur
uji validitas menggunakan rumus kolerasi pearson dengan nilai valid jika p>0,05.
Rumus korelasi product moment :
N ∑ xy −( ∑ x )( ∑ y )
r xy =
√( N ∑ X 2− (∑ x ) 2( N ∑ y
2
−( ∑ y ) 2
Keterangan :
N : Jumlah Responden
X : Skor pertanyaan
Y : Skor total
XY : Skor pertanyaan dikali skor total
r : Taraf signifikan
3.6.2 Uji Reliabilitas
Kuesioner dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Maka perlu menunjukan
pengukuran itu dengan konsisten dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Reliabilitas dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut:
( )( στ2 )∑ 2
K σb
r = 1
K-1
Keterangan :
r : relibilitas instrumen
k : banyaknya butiran pertanyaan atau banyaknya soal
∑ σ b2 : jumlah varians
στ 2 : jumlah total
Apabila r dihitung > dari r tabel, maka maka kuesioner tersebut dikatakan
reliable.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari responden yang berkaitan
dengan sampel penelitian dengan menggunakan instrumen/alat ukur kuesioner.
38
Data primer dalam penelitian ini yaitu Pemenuhan Gizi, Pemberian ASI Ekslusif,
pendampingan pemberian MP-ASI, Imunisasi lengkap, Sanitasi Lingkungan,
Pemberian makanan tambahan, pemberian vitamin lengkap.
3.7.2 Data Sekunder
Data ini merupakan data penunjang kelengkapan data primer. Data
sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Bolango, Puskesmas
Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango, KMS, dan berbagai sumber lainnya. Data
sekunder dalam penelitian ini yaitu identitas balita stunting serta jenis kelamin
balita.
3.8 Teknik Pengolahan Data
3.8.1 Penyuntingan Data (Editing)
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai
berikut:
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua item pertanyaan dalam
kuesioner. Editing dilakukan pada saat pengumpulan data atau setelah data
terkumpul dengan memeriksa jumlah kuesioner, kelengkapan identitas, lembar
kuesioner, kelengkapan isian kuesioner, serta kejelasan jawaban.
3.8.2 Pengkodean (coding)
Pengkodean merupakan pemberian kode atau angka pada variabel yang diteliti
untuk memudahkan pengolahan data. Dalam penelitian ini menggunakan coding
sebagai berikut:
3.8.2.1 Memasukan Data (Entry Data)
Memasukkan data yang telah diperoleh menggunakan fasilitas
computer. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program SPSS 16.0.
Pentabulasian (Tabulating) Kegiatan pentabulasian dalam penelitian ini meliputi,
pengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dimasukkan
kedalam tabel- tabel yang telah ditentukkan, berdasarkan kueisoner yang telah
ditentukan skor atau kodenya. Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi
data menggunakan program aplikasi data statistik SPSS.
3.9 Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari sumber-sumber data, ringkasan jurnal yang
relevan, tesis, buku dan dianalisa kemudian menarik kesimpulan bersifat khusus.
3.9.1 Analisa Univariat
39
Data yang didapatkan kemudian dilakukan analisis secara univariat.
Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara
mendeskripsikan tiap variable yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan
melihat gambaran distribusi frekuensinya dengan rumus :
f
P= X 100 %
n
Keterangan :
P : Presentase
f : Jumlah penerapan yang sesuai prosedur (nilai 1)
n : Jumlah item observasi
3.10 Etika Penelitian
Masalah etika penelitian sangat penting karena penelitian berhubungan
langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan kepada
responden yang akan diteliti agar subyek mengerti maksut dan tujuan dari
penelitian. Bila responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak-
hak responden.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak yang terkait
dengan peneliti.
3.11 Alur Penelitian
Studi Literatur
Analisa data
Kepada
Yth Calon Responden
Penelitian Di –
Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswi Progam Studi
S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
NIM : C014181099
42
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dan bertanggung jawab dengan pertanyaan di bawah ini:
Nama/Inisial :
Umur :
Jenis Kelamin :
Gorontalo, 2022
Responden
(………………..)
43
Lampiran kuesioner
LEMBAR KUESIONER
A. Petunjuk Pengisian
Beri tanda (√) pada pertanyaan dibawah ini yang sesuai dengan pendapatan
Bapak/ibu pada kolom yang sudah disediakan dengan cara memilih pilihan:
Ya : Benar
Tidak : Salah
Isilah Jawaban yang sesuai dengan pendapat dan keadaan yang sebenarnya
Tanyakan jika ada hal yang kurang tepat atau kurang dimengerti.
B. Identitas Responden (Ibu)
1. Nama :
2. Usia :
3. Alamat :
4. Jumlah Anak :
5. Pekerjaan :
6. Pendapatan :
7. Pendidikan Terakhir : ASN SLTA SMP SD. dll
C. Identitas Balita
1. Nama :
2. Usia : Bln
3. Tanggal Lahir :
4. Jenis Kelamin :
5. Tinggi Badan : Cm
6. Berat Badan : Kg
7. Status Imunisasi :
8. Tanggal Pemeriksaan :
44
D. Daftar Pertanyaan
1. UPAYA PENCEGAHAN
No Pertanyaan Ya Tidak
PEMENUHAN GIZI IBU HAMIL
1. Apakah ibu sejak hamil melakukan konsultasi
pemenuhan gizi ibu hamil ?
2. Apakah ibu sejak hamil membutuhkan zat gizi lebih
banyak dibandingkan dengan ketika tidak hamil ?
3. Apakah ibu sejak hamil mengonsumsi nasi, lauk
(ikan), dan sayuran hijau ?
4. Apakah ibu sejak hamil mengkombinasi susu ibu
hamil dan vitamin ?
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
5. Apakah ibu memberikan ASI Eksklusif 6 bulan
pertama ?
6. Apakah ibu mengkombinasikan ASI Eksklusif
dengan Susu formula ?
7. Apakah ibu hanya memberikan susu formula 6
bulan pertama ?
8. Apakah ibu tetap memberikan ASI dalam keadaan
sakit ?
PENDAMPINGAN MP-ASI
9. Apakah ibu memberikan MP-ASI setelah Usia 6
bulan ?
10. Apakah ibu mengkombinasikan ASI Eksklusif
dengan MP-ASI ?
11. Apakah ibu memberikan MP-ASI terlalu dini ?
12. Apakah ibu mengkombinasikan MP-ASI dengan
susu formula ?
PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG
13. Apakah anak aktif dalam berinteraksi dengan teman
sebayanya ?
14. Apakah pertumbuhan adalah bertambahnya tinggi
45
dan berat badan anak ?
15. Apakah tumbuh kembang anak dilakukan secara
rutin ?
16. Apakah tumbuh kembang harus dipantau sejak
dini?
STATUS IMUNISASI LENGKAP
17. Apakah ibu mengunjungi posyandu untuk
melakukan imunisasi ?
18. Apakah ibu mengetahui manfaat imunisasi itu lebih
besar dari kerugian (efek samping) ?
19. Apakah ibu memberikan imunisasi lengkap ?
20. Apakah imunisasi adalah salah satu cara
meningkatkan kekebalan tubuh pada balita ?
SANITASI LINGKUNGAN
21. Apakah ibu memperhatiakan kebersihan botol susu
& kebersihan pemberian MP-ASI?
22. Apakah mudah menyediakan air bersih ?
23. Apakah ibu selalu mencuci tangan sebelum atau
sesudah melakukan aktivitas ?
24. Apakah ibu memiliki saluran pembuangan limbah
dan memiliki jamban yang bersih ?
2. PENANGGULANGAN
PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)
25. Apakah ibu mengomsumsi suplemen gizi
tambahan seperti biskuit?
26. Apakah pemberian makanan tambahan pemulihan
dan pemberian makanan tambahan penyuluhan
sebagai pengganti makan utama?
ASUPAN PEMBERIAN VITAMIN LENGKAP
27. Apakah ibu mengomsusmsi vitamin lengkap
(misalnya : energi, protein, zink, asam folat, zat
besi)?
46
28. Apakah ibu mengkombinasi vitamin lengkap
dengan menkomsumsi buah yang memiliki
kandungan vitamin yang sama ?
PROTEIN
29. Apakah ibu mengomsumsi asupan yang
berprotein?
30. Apakah ibu menaikan berat badan dengan
mengkombinasikan protein dan kalori ?
ENERGI
31. Apakah ibu mengomsumsi makanan yang
mengandung energi seperti: nasi(karbohidrat)?
32. Apakah ibu mengkombinasikan karbohidrat
dengan protein ?
ZAT BESI
33. Apakah ibu mengomsumsi makanan yang
mengandung zat besi seperti sayuran hijau ?
34. Apakah ibu ibu mengomsumsi zat besi untuk
mencegah anemia ?
ZINK
35. Apakah ibu mengomsumsi zink yang berperan
dalam metabolisme tubuh?
36 Apakah ibu mengomsumsi zink untuk menghindari
diare ?
KALSIUM
37. Apakah ibu mengomsumsi vitamin K ?
38. Apakah ibu mengomsumsi suplemen tambahan
kalsium untuk kebutuhan tulang dan gigi ?
ASAM FOLAT
39. Apakah ibu mengomsumsi Asam folat untuk
mendukung daya tahan tubuh ?
40. Apakah ibu mengkombinasikan suplemen asam
folat dengan mengomsumsi sayuran berwarna
hijau, kacang-kacangan, roti, sereal, hati ayam,
47
ikan dan telur?
YODIUM
41. Apakah ibu mengomsumsi makanan yang
mengandung garam tinggi ?
42. Apakah ibu mengetahui jika kekurangan garam
juga dapat terjadi penyakit ?
VITAMIN A
43. Apakah ibu mengomsumsi vitamin A ?
44. Apakah ibu dapat mengomsumsi buah yang
memiliki kandungan yang sama sebagai pengganti
vitamin A?
VITAMIN D
45. Apakah ibu mengomsi vitamin D ?
46. Apakah ibu dapat mengomsumsi buah yang
memiliki kandungan yang sama sebagai pengganti
vitamin D ?
OMGA3 DAN ASAM LEMAK
47. Apakah ibu mengomsumsi OMGA3 dan Asam
Lemak ?
48. Apakah ibu mengetahui dengan mengonsumsi
Omega3 dan asam lemak manfaatnya dapat
menjaga kesehatan kardiovaskuler, dimensia,
kesehatan mata, dan kesehatan mental?
48
DAFTAR PUSTAKA
Arnita, S., Rahmadhani, D. Y., & Sari, M. T. (2020). Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Ibu dengan Upaya Pencegahan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Simpang Kawat Kota Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim
Jambi, 9(1), 7. https://doi.org/10.36565/jab.v9i1.149
Badriah, E. R., & Fitriana, W. (2018). Pola Asuh Orang Tua Dalam
Mengembangkan Potensi Anak Melalui Homeshooling Di Kancil Cendikia.
Comm-Edu (Community Education Journal), 1(1), 1.
https://doi.org/10.22460/comm-edu.v1i1.54
Devy, W. (2016). Faktor Determinan Status Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi
di Puskesmas Konang dan Geger. BMJ (Clinical Research Ed.), 3(6984), 8.
Diniyyah, S. R., & Nindya, T. S. (2017). Asupan Energi, Protein dan Lemak
dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci,
Gresik. Amerta Nutrition, 1(4), 341. https://doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7139
Ernawati, F., Arifin, A. Y., & Prihatini, M. 2019. (2019). Hubungan aupan lemak
dengan status gizi anak usia 6-12 tahun di indonesia. 42(1), 41–47.
Fadlillah, A. P., & Herdiani, N. (2020). Literature Review : Asupan Energi Dan.
49
Kurangnya Asupan Energi Pada Balita, 7(1), 6/6.
Fitri, A. S., & Fitriana, Y. A. N. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat.
Sainteks, 17(1), 45. https://doi.org/10.30595/sainteks.v17i1.8536
Gunawan, G., & Ash shofar, I. N. (2018). Penentuan Status Gizi Balita Berbasis
Web Menggunakan Metode Z-Score. Infotronik : Jurnal Teknologi Informasi
Dan Elektronika, 3(2), 118. https://doi.org/10.32897/infotronik.2018.3.2.111
Haris. (2022). Sesuai data yang di rilis oleh Studi Status Gizi Indonesia (SSGI).
Sesuai Data Yang Di Rilis Oleh Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), Angka
Stunting Di Provinsi Gorontalo Pada Tahun 2021 Sebesar 29%. Angka Ini
Mengalami Penurunan Sebesar 5,9% Di Bandingkan Tahun 2019 Sebesar
34,89%. Kalau Melihat Angka-Angka Masih Cukup.
Lestari, M. U., Lubis, G., & Pertiwi, D. (2014). Hubungan Pemberian Makanan
Pendamping Asi (MP-ASI) dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun di Kota
Padang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2), 188–190.
https://doi.org/10.25077/jka.v3i2.83
Manajemen, P. S., Ekonomi, F., Ponorogo, U. M., Ulfa, I. F., Manajemen, P. S.,
Ekonomi, F., & Ponorogo, U. M. (2016). Pengaruh Status Sosial dan Kondisi
Ekonomi Keluarga terhadap Motivasi Bekerja bagi Remaja Awal ( Usia 12-
16 Tahun ) di Kabupaten Ponorogo. 2(2), 190–210.
Margawati, A., & Astuti, A. M. (2018). Pengetahuan ibu, pola makan dan status
50
gizi pada anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu, Kecamatan
Genuk, Semarang. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of
Nutrition), 6(2), 82–89. https://doi.org/10.14710/jgi.6.2.82-89
Masri, E., Sari, W. K., & Yensasnidar, Y. (2020). Efektifitas Pemberian Makanan
Tambahan dan Konseling Gizi dalam Perbaikan Status Gizi Balita. JURNAL
KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health Journal), 7(2), 1 off 8.
https://doi.org/10.33653/jkp.v7i2.516
Pratiwi, I. G. (2020). Edukasi Tentang Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dalam
Pencegahan Dini Stunting. Jurnal Pengabdian Masyarakat Sasambo, 1(2),
62. https://doi.org/10.32807/jpms.v1i2.476
Rahayu, A., Yulidasari, F., octaviana putri, A., & Amggraini, L. (2018). Stunting
dan Upaya Pencegahannya. In H. S.KM (Ed.), Buku stunting dan upaya
pencegahannya.
Revika, E., Badan, B., & Kepala, L. (2019). TUMBUH KEMBANG YANG
OPTIMAL DENGAN DETEKSI TUMBUH KEMBANG PADA ANAK USIA 2-5
TAHUN DI TK ULIL. Pengabdian Masyarakat Karya Husada, 1(1), 6–12.
sanjaya, sri. (2019). Gambaran kejadian stunting pada balita di Kota Makasar. In
ا.
Suryana, S., & Fitri, Y. (2019). Pengaruh Riwayat Pemberian Asi Dan Mp-ASI
Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak (Usia 12-24 Bulan) Di
Kota Banda Aceh. Sel Jurnal Penelitian Kesehatan, 6(1), 25–34.
https://doi.org/10.22435/sel.v6i1.1723
Vebrianti, F., Kanan, M., Syahrir, M., Ramli, R., Sattu, M., & Sakati, S. N. (2021).
51
Gambaran Sanitasi Lingkungan di Terminal Kota Luwuk Kabupaten
Banggai. Jurnal Kesmas Untika Luwuk : Public Health Journal, 12(1), 1 of 6.
https://doi.org/10.51888/phj.v12i1.53
Yanti, Z., & Murtala, M. (2019). Pengaruh Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga
Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Konsumsi Rumah Tangga Di Kecamatan
Muara Dua. Jurnal Ekonomika Indonesia, 8(2), 72.
https://doi.org/10.29103/ekonomika.v8i2.972
52