Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi,

berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 AKI sebesar

307/100.000 kelahiran hidup dibandingkan dengan negara-negara lain, Misalnya AKI

di Amerika Utara pada tahun 1988 mencapai 12/100.000 kelahiran hidup dan di

Eropa AKI tahun 1998 adalah 23/100.000 kelahiran hidup (Manuaba, 2000)

Sebagai salah satu negara berkembang, indonesia tidak luput dari masalah

kependudukan. Secara garis besar masalah-masalah pokok dibidang kependudukan

yang dihadapi indonesia adalah jumlah penduduk yang relatif masih tinggi,

penyebaran penduduk yang tidak merata, struktur umur muda dan kualitas penduduk

yang masih harus ditingkatkan.(Winkjosastro, 2002)

Pertambahan penduduk yang tidak terkendali, dapat membahayakan aspirasi

penduduk untuk memperbaiki tingkat hidupnya semakin pesimis, lapangan pekerjaan

semakin sempit, pengaguran meningkat secara tidak langsung kriminalitas juga

meningkat sebagai dampak pertambahan penduduk. Widjoojo (1970) mengemukakan

apabila Keluarga Berencana gagal, maka sebagai akibatnya akan timbul malapetaka,

1
2

karena hasil produksi akan ditelan oleh pertambahan penduduk. (Rustam,

Mochtar,1998).

Jumlah penduduk Jawa Barat sudah mencapai 39,96 juta jiwa dengan laju

pertumbuhan penduduk 2,10% ( Berdasarkan SUSEDA 2005 BKKBN ) yang salah

satu penyebab pertumbuhan penduduk Jawa Barat adalah adanya peningkatan jumlah

penduduk di kota Bandung, dimana berdasarkan data dari kantor Badan Pusat

Statistik kota Bandung sesuai hasil registrasi penduduk tahun 2004 adalah sebesar

2.235.624 jiwa. Ada peningkatan penduduk sebanyak 4.356 jiwa dari tahun 2003

yang hanya mencapai 2.228.268 jiwa (BKKBN, 2005)

Dengan demikian rata-rata kepadatan penduduk sebesar 13.345 jiwa/KM²,

sehingga kota Bandung termasuk kota yang cukup tinggi penduduknya. (Profil

kesehatan kota Bandung, 2004). Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan

penduduk adalah tingkat kelahiran dan tingkat kematian. Total Fertility Rate kota

Bandung untuk kurun waktu 2001-2002 menggambarkan adanya penurunan dari

2001 sampai dengan 2003, tahun 2001 ( 1,93 ), tahun 2002 ( 1,90 ), tahun 2003 ( 1,85

), dan mengalami kenaikan 0,18 pada tahun 2004 ( 2,03 ). Untuk menanggulangi

masalah peningkatan penduduk salah satunya adalah program Keluarga Berencana.

Tujuan gerakan keluarga berencana adalah mewujudkan keluarga kecil

bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera

melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia. Sasaran


3

gerakan KB nasional adalah pasangan usia subur, dengan prioritas PUS muda dengan

paritas rendah. (Winkjosastro, 2002)

Salah satu upaya dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera seperti

tersebut diatas adalah dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi adalah

upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara

maupun pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu

variabel yang mempengaruhi fertilitas.(Winkjosastro, 2002)

Keluarga berencana merupakan suatu cara yang efektif dalam mencegah

mortalitas ibu dan anak, karena dapat menolong pasangan suami istri menghindari

kehamilan resiko tinggi. Keluarga berencana tidak dapat menjamin kesehatan ibu dan

anak tetapi dengan melindungi keluarga terhadap kehamilan resiko tinggi, KB dapat

menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan. Kehamilan resiko tinggi dapat

timbul pada keadaan 4 “empat terlalu” : terlalu muda dan terlalu tua usia saat hamil,

terlalu banyak anak lebih dari 4 kelahiran, terlalu dekat jarak kehamilannya kurang

dari 2 tahun. Semua keadaan ini dapat dihindari dengan dilakukannya keluarga

berencana dengan menggunakan salah satu alat atau metoda kontrasepsi yang sesuai

dengan kebutuhan ibu.(Hanafi, 2003)

Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama

diperlukannya pelayanan keluarga berencana. Masih banyak alasan lain, misalnya

membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap kehamilan yang tidak diinginkan,
4

terjadinya gangguan fisik akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntutan

perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat

(Saifuddin., 2003)

Pada Tahun 2002, BKKBN Jawa Barat menyebutkan bahwa jumlah pasangan

usia subur (PUS) Sebesar 7,09 juta jiwa dengan peserta KB aktif sejumlah 5,13 juta

jiwa (72,36%) dan peserta KB baru sebanyak 0,94 juta jiwa (27,64%). Dari peserta

KB aktif tersebut yang menggunakan kontrasepsi suntik sebesar 46,77%, kontrasepsi

pil sebesar 28,60%, kontrasepsi IUD sebesar 14,48%, kontrasepsi implan sebesar

5,39%, MOW sebesar 2,45%, MOP sebesar 1,69% dan kondom sebesar 0,62%

(BKKBN, 2002)

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, yang menggunakan

kontrasepsi suntik sebesar 41,5%, kontrasepsi pil sebesar 19,8%, kontrasepsi IUD

sebesar 10,5%, kontrasepsi implant sebesar 1,4 %, MOW sebesar 1,8%, MOP

sebesar 0,9% dan kondom sebesar 0,2% dengan jumlah PUS 778.088 jiwa dan

peserta KB aktif sejumlah 591.883 jiwa (DinKes Kabupaten Bandung, 2005)

Dari data tersebut terlihat bahwa mayoriras pengguna alat kontasepsi adalah

wanita, argumentasi yang dipakai umumnya karena pilihan bentuk dan variasi jenis

kontrasepsi lebih banyak tersedia untuk perempuan dibandingkan laki-laki. Selain itu

sasaran yang paling merasakan kesulitan sejak kehamilan, melahirkan sampai

merawat anak adalah perempuan. Secara teoritis dan praktis segmen yang menderita
5

adalah kelompok yang paling mudah dimotivasi untuk suatu perubahan termasuk

pengaturan kehamilan. Sehingga muncul anggapan pada sebagian masyarakat bahwa

masalah KB adalah masalah perempuan. Padahal sejak semula sasaran program KB

di Indonesia adalah keluarga (suami – istri) yang disebut dengan Pasangan Usia

Subur (PUS) ( BKKBN, 2005)

Jumlah seluruh peserta KB aktif di Kabupaten Bandung adalah 591.883 jiwa.

Kecamatan dengan cakupan Peserta KB aktif tertinggi adalah Kecamatan Lembang

(82,1%) dan terendah adalah Kecamatan Cicalengka (7,4%) (Dinkes Kabupaten

Bandung, 2005)

Data Puskesmas Lembang Tahun 2005, yang menggunakan alat kontrasepsi

suntik sebesar 49,8%, IUD sebesar7,1%, PIL sebesar 16,8%, Implant sebesar 1,8% ,

MOW 4,7 %, MOP 1,8% dan lain-lain sebesar 0% dan jumlah PUS keseluruhan di

Lembang adalah 29.145 jiwa dengan jumlah KB aktif terdapat 23.935 jiwa atau

(82,1%) (Dinkes Kabupaten Bandung, 2005)

Luas wilayah kerja puskesmas cicalengka adalah 46,3 km2 Puskesmas

Cicalengka membawahi 6 desa, diantaranya Cicalengka Wetan, Cicalengka Kolon,

Panenjoan, Tenjolaya, Cikuya dan Waluya. Puskesmas Cicalengka sebelah utara

berbatasan dengan Kecamatan Cimanggung Sumedang, sebelah selatan berbatasan

dengan Puskesmas Cikacung, sebelah barat berbatasan dengan Puskesmas Tanjung

Mekar Kecamatan Rancaekek, sebelah timur berbatasan dengan Puskesmas Negreg


6

Kecamatan Negreg. Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka, DTP adalah

67.382 jiwa. Adapun penyebarannya 1720 kepala keluarga tinggal di Desa

Cicalengka Wetan, 1890 kepala keluarga tinggal di Desa Cicalengka Kulon, 2815

kepala keluarga tinggal di Desa Panenjoan, 2104 kepala keluarga Tenjolaya, 2605

kepala keluarga tinggal di Desa Cikuya dan 1628 tingal di Desa Waluya. Sedangkan

dilihat dari segi sosial ekonomi masyarakat, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil,

TNI POLRI, karyawan swasta, dagang dan bertani dengan cakupan PNS 8%, TNI

POLRI 2%, Karyawan Swasta 10%, dagang 30%, bertani 5% dan buruh 45%.

Sedangkan data Puskesmas Cicalengka Tahun 2005, yang menggunakan alat

kontrasepsi suntik sebesar 43,3%, IUD sebesar 12,1%, PIL sebesar 13,7%, Implant

sebesar 1,6%, lain-lain sebesar 0% dan jumlah PUS keseluruhan di cicalengka adalah

18041 dengan jumlah KB aktif terdapat 1338 jiwa atau (7,4%) (Dinkes Kabupaten

Bandung, 2005)

Dengan melihat angka cakupan KB yang sangat sedikit di puskesmas

Cicalengka yaitu hanya (7,4%) atau tidak mencapai yang ditargetkan kabupaten

Bandung yaitu sebesar 75%. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa faktor

maka dari itu penulis tertarik untuk mengambul judul FAKTOR- FAKTOR YANG

BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA

PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CICALENGKA

KABUPATEN BANDUNG 2007


7

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungangan dengan pemakaian alat

kontrasepsi pada pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka

Kabupaten Bandung.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungangan dengan pemakaian alat

kontrasepsi pada pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka

Kabupaten Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran umur responden yang memakai alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

2. Mengetahui gambaran pendidikan responden yang memakai alat

kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

3. Mengetahui gambaran Paritas responden yang memakai alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.


8

4. Mengetahui gambaran status ekonomi responden yang memakai alat

kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

5. Mengetahui gambaran dukungan suami responden yang memakai alat

kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

6. Mengetahui hubungan umur dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

7. Mengetahui hubungan pendidikan dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

8. Mengetahui hubungan Paritas dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

9. Mengetahui hubungan status ekonomi dengan pemakaian alat kontrasepsi

di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

10. Mengetahui hubungan dukungan suami dengan pemakaian alat

kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

1.4. KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman praktis

dalam menganalisis permasalahan kesehatan keluarga berencana.


9

1.4.2. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan bagi pelayanan program KB dalam memperbaiki

sistem pelayanan dan informasi serta meningkatkan kualitas pelayanan KB

pada akseptor KB yang membutuhkan baik laki-laki maupun perempuan,

sedangkan bagi Puskesmas diharapkan menjadi bahan masukan untuk

meningkatkan mutu pelayanan KB dan penyebaran informasi lebih merata

pada semua penerima pelayanan KB.

1.4.3. Bagi Institusi pendidikan

Sebagai bahan penelitian bagi pihak-pihak yang berminat dalam bidang ilmu

keluarga berencana sehingga dapat menjadi bahan kajian dan telaahan lebih

lanjut agar bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

1.5. KERANGKA KONSEP

Keluarga berencana merupakan suatu cara yang efektif dalam mencegah

mortalitas ibu dan anak, karena dapat menolong pasangan suami istri menghindari

kehamilan resiko tinggi. Keluarga berencana tidak dapat menjamin kesehatan ibu dan

anak tetapi dengan melindunggi keluarga terhadap kehamilan resiko tinggi, KB dapat

menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan. Kehamilan resiko tinggi dapat

timbul pada keadaan 4 “empat terlalu” : terlalu muda dan terlalu tua usia saat hamil,

terlalu banyak anak lebih dari 4 kelahiran, terlalu dekat jarak kehamilannya kurang
10

dari 2 tahun. Semua keadaan ini dapat dihindari dengan dilakukannya Keluarga

Berencana dengan menggunakan salah satu alat atau metoda kontrasepsi yang sesuai

dengan kebutuhan ibu.(Hanafi, 2003)

Penerimaan dan penggunaan suatu metode kontrasepsi tergantung dari

berbagai faktor intrinsik dan ekstrinsik. Yang merupakan faktor intrinsik yaitu umur,

paritas dan pendidikan ibu sedangkan faktor ekstrinsik diipengaruhi oleh faktor sosial

budaya, ekonomi serta kondisi perkawinan dalam hal ini dukungan suami.

Kedua faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain, hal ini dikarenakan

pengambilan keputusan untuk mengunakan alat kontrasepsi haruslah didasarkan atas

persetujuan suami dan istri, alasan yang mendasari hal tersebut adalah keluarga

dibentuk dan membentuk untuk membina cinta dan kasih sayang, berbagi suka dan

duka, mempunyai hubungan yang bertanggung jawab atas segala konsekuensi dan

resiko yang ditimbulkan. ( Ridjal, 1997 )

Dengan penjelasan kerangka konsep tersebut maka penulis menjadikan alat

ukur variabel yang digambarkan sebagai berikut :


11

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

FAKTOR INTRINSIK

- Umur
- Pendidikan
- Paritas

FAKTOR EKSTRINSIK Pemakaian Alat


Kontrasepsi
Sosial Budaya

Ekonomi

Dukungan suami

(Ridjal, 1997)

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti
12

1.6 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian yang kebenarannya

harus diuji secara empiris (Notoatmodjo, 2002:72)

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

Hipotesis 1

H0 : Tidak ada hubungan antara umur dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

H1 : Ada hubungan antara umur dengan pemakaian alat kontrasepsi di wilayah

kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

Hipotesis 2

H0 : Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

H1 : Ada hubungan antara pendidikan dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

Hipotesis 3

H0 : Tidak ada hubungan antara paritas dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

H1 : Ada hubungan antara paritas dengan pemakaian alat kontrasepsi di wilayah

kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.


13

Hipotesis 4

H0 : Tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan pemakaian alat kontrasepsi

di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

H1 : Ada hubungan antara status ekonomi dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

Hipotesis 5

H0 : Tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan pemakaian alat

kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.

H1 : Ada hubungan antara dukungan suami dengan pemakaian alat kontrasepsi di

wilayah kerja Puskesmas Cicalengka Kabupaten Bandung.


14

1.7 DEFINISI OPERASIONAL


Definisi
No Variabel Alat ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1 Independen Lama waktu Kuesioner Angket - < 20 atau > 35 Resiko Ordinal
Umur hidup ibu dari - 20-35 tahun Tidak resiko
saat dilahirkan
sampai
penelitian
dilakukan
2 Pendidikan Jenjang Kuesioner Angket - Pendidikan dasar Ordinal
pendidikan (SD-SLTP)
formal tertinggi - Pendidikan lanjutan
yang diperoleh (SMA -
responden Perguruan Tinggi)
terakhir kali saat
dilakukan
penelitian
3 Paritas Jumlah anak Kuesioner Angket - > 4 orang, Resiko Ordinal
yang dimiliki - ≤ 4 orang Tidak resiko

4 Status ekonomi Jumlah rata-rata Kuesioner Angket - ≥ Rp 890.000


uang yang Tinggi
didapatkan - < Rp 890.000
dalam satu bulan Rendah
5 Dukungan suami Keikutsertaan Kuesioner Angket - ≥median: Mendukung Ordinal
suami dalam - <median:Tidak mendukung
memberikan
dukungan

6 Dependen Suatu tindakan Kuesioner Angket - Tidak memakai Ordinal


Pemakaian alat yang dilakukan - Memakai
Kontrasepsi ibu hamil untuk
memakai alat
kontrasepsi

Anda mungkin juga menyukai