Anda di halaman 1dari 4

Antisipasi Generasi Stunting Guna Mencapai Indonesia Emas 2045’

#IndonesiaCegahStunting

Mempersiapkan generasi emas 2045 bukan hal mudah. Pasalnya, stunting masih menjadi masalah gizi
utama bagi bayi dan anak dibawah usia dua tahun di Indonesia. Kondisi tersebut harus segera
dientaskan karena akan menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045.

Apa sih stunting itu?

Stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan
menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Karena mengalami
kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya. Tapi
ingat, stunting itu pasti bertubuh pendek, sementara yang bertubuh pendek belum tentu stunting.

Kenapa stunting ini menjadi penting?

Masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya
manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak. Hasil dari Survei Status
Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting berada pada 27,67
persen pada tahun 2019. Walaupun angka stunting ini menurun, namun angka tersebut masih dinilai
tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen.

Data Bank Dunia atau World Bank mengatakan angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami
stunting mencapai 54%. Artinya, sebanyak 54% angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting. Hal
inilah yang membuat stunting menjadi perhatian serius pemerintah.

Awal tahun 2021, Pemerintah Indonesia menargetkan angka Stunting turun menjadi 14 persen di tahun
2024. Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala BKKBN, Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG. (K) menjadi
Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.
Dokter Hasto mengatakan angka stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi.
Menurut Hasto diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi
stunting. Stunting itu adalah produk yang dihasilkan dari kehamilan. Ibu hamil yang menghasilkan bayi
stunting. Saat ini, bayi lahir saja sudah 23% prevalensi stunting. Kemudian setelah lahir, banyak yang
lahirnya normal tapi kemudian jadi stunting hingga angkanya menjadi 27,6%. Artinya dari angka 23%
muncul dari kelahiran yang sudah tidak sesuai standar.

Hal lain yang menyebabkan stunting adalah sebanyak 11,7% bayi terlahir dengan gizi kurang yang diukur
melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 sentimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5
kilogram. Tidak hanya itu, tingginya angka stunting di Indonesia juga ditambah dari bayi yang terlahir
normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan asupan gizi sehingga menjadi stunting."Yang lahir
normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian
asupan makanannya tidak cukup," jelas Hasto.

Selain itu, Hasto mengingatkan pentingnya menyiapkan kesehatan yang prima sebelum melangkah ke
jenjang pernikahan . Hasto mengkritik kebiasaan masyarakat yang memilih mengeluarkan biaya hingga
puluhan juta untuk sekadar melakukan prewedding, tapi tidak memikirkan hal yang lebih mendesak
yakni prakonsepsi.

“Prakonsepsi itu sangat murah, calon ibu hanya minum asam folat, periksa hb (hemoglobin), minum
tablet tambah darah gratis kalau di Puskesmas, biaya untuk persiapannya tidak lebih Rp 20.000.
sementara, suami hanya perlu mengurangi rokoknya, kemudian suami minum zinc supaya spermanya
bagus. Kalau mau menikah, laki-lakinya itu harus menyiapkan 75 hari sebelum menikah. Karena sperma
dibuat selama 75 hari, jelas Hasto.

Hasto juga berharap para calon ibu hamil tidak melakukan diet ketat. “Misalnya ingin langsing,
melakukan diet ketat, padahal perempuan mengalami menstruasi setiap bulan, bleeding (perdarahan)
sebanyak 100-200 cc. Kalau dia kekurangan nutrisi, anaknya bisa stunting, kan repot, ungkap Hasto.
Semua hal ini dilakukan untuk memastikan calon pasangan suami istri dan atau perempuan yang sudah
menikah dan ingin hamil memiliki kriteria kesehatan yang baik untuk memproduksi, mengandung serta
melahirkan anak yang sehat dan berkualitas.

Lalu, bagaimana mengatasi stunting?


Kepala BKKBN Hasto Wardoyo juga mengaku siap bekerja keras untuk mencapai target menurunkan
prevalensi stunting hingga 14% sebagaimana diamanatkan Presiden Jokowi.

Satu hal yang harus di pahami bersama adalah stunting itu bisa diatasi untuk tidak menjadi stunting atau
dikoreksi itu diseribu hari kehidupan pertama. Sehingga ketika bayi lahir sampai 2 tahun ini masih bisa
dilakukan modifikasi, intervensi supaya tidak bisa menjadi stunting.

Dalam mengatasi stunting, BKKBN siap mengerahkan dukungan 13.734 tenaga PKB/PLKB dan 1 juta
kader yang tersebar di seluruh Indonesia. PLKB nantinya akan menjalankan pendampingan kepada
keluarga dan calon pasangan usia subur sebelum proses kehamilan. Misalnya, mendorong calon
pengantin agar mau melakukan pemeriksaan sebelum menikah dan hamil.

Selain tetap mengoptimalkan pelayanan melalui kader posyandu, BKKBN juga melakukan penanganan
dari hulu ke hilir. Dimulai dari sebelum anak lahir, yakni saat para ibu atau pasangan usia subur
merencanakan akan menikah, mereka harus dicek kesehatannya. Banyak perempuan Indonesia yang
hamil dalam kondisi yang sebenarnya belum siap sehingga kemungkinan anaknya bisa stunting.

BKKBN sudah meluncurkan program siap nikah dan kedepannya calon pasangan usia subur atau calon
pengantin harus mendaftarkan hari pernikahannya tiga bulan sebelumnya. Calon pengantin akan
diminta untuk mengisi platform yang berisikan penilaian status gizi dan kesiapan untuk hamil guna
mencegah stunting. Platform sedang disiapkan secara bersama-sama oleh BKKBN dan Kementerian
Agama (Kemenag).

BKKBN tidak akan mempersulit dan menggagalkan orang menikah. Apabila ada yang tidak memenuhi
syarat untuk hamil. Maka BKKBN tentu tidak melarang untuk menikah tetapi akan memberikan masukan
dan saran-saran untuk tidak hamil dulu sebelum kesehatannya memenuhi syarat.

BKKBN juga siap untuk berkoordinasi dengan berbagai Kementerian atau Lembaga dalam percepatan
penurunan stunting. Beberapa Kementerian dan Lembaga sudah menyatakan kesiapannya untuk
membantu penurunan stunting.

Selain membangun platform bersama, Kemenag siap menurunkan 50.000 penyuluh agama untuk
bersinergi dengan BKKBN dalam memberikan edukasi tentang stunting kepada masyarakat.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai pengelola big data kependudukan, akan berbagi data
sebanyak 271 juta penduduk. Dengan begitu, melalui Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan
Sipil (Dukcapil) Kemendagri bisa membantu mendeteksi keluarga dengan risiko stunting melalui nomor
induk kependudukan (NIK). Adapun Kemendagri juga memberikan hak akses kepada BKKBN berupa data
yang telah dimutakhirkan.

Sementara itu, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri akan berkontribusi melakukan
konvergensi upaya penurunan stunting melalui sinkronisasi program dan kegiatan pemerintah pusat dan
daerah. Dalam rangka melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan akan menerbitkan petunjuk
teknis bagi pemerintah provinsi untuk melakukan penilaian kinerja kabupaten atau kota dalam
melaksanakan delapan aksi konvergensi penurunan stunting.

Selain itu, untuk mendukung BKKBN Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri menilai pendekatan
strategis menurunkan stunting adalah melalui keluarga dengan melibatkan organisasi PKK yang memiliki
jaringan dari desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan nasional.

Kemendes PDTT turut memprioritaskan percepatan penanganan stunting. Percepatan tersebut


dilakukan dengan mengarahkan kebijakan penggunaan Dana Desa untuk pencegahan stunting di
Indonesia.

Terakhir, Dokter Hasto menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk mencegah lahirnya bayi-bayi
stunting di dalam keluarga dengan cara menyiapkan betul remaja putri yang akan menikah harus sehat.
Ibu-ibu yang akan menambah lagi anaknya harus sehat juga.

“Ingat pesan saya jangan terlalu muda untuk hamil kurang dari 20 tahun, jangan terlalu tua untuk hamil
lebih dari 35 tahun dan terlalu sering kurang dari 3 tahun sudah hamil lagi dan terlalu banyak. Pesan
kami 2 anak lebih sehat. (Kedeputian Bidang Advokasi, Penggerakkan dan Informasi (ADPIN) BKKBN).

Anda mungkin juga menyukai