Anda di halaman 1dari 5

Keynote Speech

Optimalisasi Asupan Protein dengan Pemanfaatan Pangan Lokal Menuju


Generasi Emas

Dr. dr. Brian Sri Prahastuti, MPH, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden

Jakarta, 25 Februari 2023

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi, salam sejahtera, om


swastiastu, nammo buddhaya, salam kebajikan.

Yang saya hormati Ketua Umum DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi),
Narasumber dalam Webinar Hari Gizi Nasional ke-63, serta para peserta Webinar
yang berbahagia.

Kita mempunyai visi bahwa 100 tahun setelah merdeka yaitu pada 2045, Bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat, adil dan makmur. Visi tersebut akan
dicapai dengan 4 pilar pembangunan Indonesia, diantaranya adalah menuju manusia
Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai IPTEK (melalui Percepatan
pendidikan rakyat Indonesia secara merata, Peningkatan peran kebudayaan dalam
pembangunan, Peningkatan sumbangan IPTEK dalam pembangunan, Peningkatan
derajat kesehatan dan kualitas hidup rakyat, Reformasi ketenagakerjaan). Impian
Indonesia pada 2045 juga untuk menuju negara pendapatan tinggi dan menjadi
salah satu PDB terbesar di dunia (23.199 USD per kapita). Indonesia bercita-cita
untuk keluar dari middle income country trap pada 2036 sehingga setidaknya 223
juta dari proyeksi penduduk Indonesia pada 2045 berada pada kelas pendapatan
menengah dan 96 juta berada pada kelas pendapatan lainnya.

Presiden Jokowi menyampaikan pada pidato kenegaraan di Bulan Agustus pada


tahun 2019 bahwa Indonesia akan mencapai bonus demografi pada periode 2020-
2024 dan akan menjadi momentum lompatan besar perekonomian Indonesia di masa
yang akan datang. Bonus demografi menjadi hal yang ditunggu untuk memastikan cita
cita mulai Bangsa Indonesia pada 2045 akan terwujud.

Fenomena bonus demografi dimulai pada saat terjadi transisi demografi.


Fase pertama transisi demografi dimulai pada saat terjadi penurunan angka
kematian bayi (infant mortality rate), sementara angka kelahiran relatif tetap. Hal ini
menyebabkan meningkatnya jumlah bayi yang tetap hidup hingga usia produktif.
Kemudian pada fase berikutnya terjadi penurunan angka kelahiran total (total
fertility rate) yang mengakibatkan berkurangnya jumlah anak yang berusia di bawah
15 tahun.

Seiring dengan turunnya angka kelahiran dan meningkatnya jumlah penduduk


memasuki usia angkatan kerja, terjadilah bonus demografi. Dalam kajian yang dibuat
oleh Badan Pusat Statistik, Indonesia diprediksi akan memasuki fase puncak dari
bonus demografi sejak 2020 sampai dengan 2030. Hal ini ditandai dengan turunnya
angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk yang berada di kisaran 44%,
yang artinya 100 orang penduduk usia produktif akan menanggung beban 44 orang
penduduk usia non produktif. Sebelumnya, pada 1971 rasio ketergantungan
penduduk Indonesia mencapai 86,8 %.

Saat ketika rasio ketergantungan menunjukkan angka di bawah 50%, maka


terbukalah "jendela peluang" (window of opportunity). Penurunan rasio ini secara teori
akan mengurangi biaya untuk pemenuhan kebutuhan penduduk usia non-produktif,
sehingga sumber daya yang ada dapat dialihkan lebih banyak untuk memacu
pertumbuhan ekonomi seperti di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Bonus demografi merupakan situasi yang diharapkan sebuah negara termasuk


Indonesia, tetapi tentunya dengan SDM usia produktif yang unggul dan tangguh dalam
persaingan global yaitu Generasi Emas Indonesia. Jalan menuju kesana jangan
sampai dihalangi oleh stunting. Oleh karenanya, upaya pencegahan stunting adalah
investasi pembangunan. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan
angka prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Terkait hal itu, Presiden
Jokowi bersamaan dengan HGN tanggal 25 Januari telah memberikan 6 arahan untuk
tahun 2023:

1. Pemanfaatan teknologi informasi untuk pendataan by name by address


2. Penyediaan alat ukur Antropometri di seluruh Posyandu dan USG di
seluruh Puskesmas
3. Memperhatikan aspek lingkungan (air bersih, sanitasi, dan rumah sehat)
4. Penyediaan protein (telur, ikan, dan susu) untuk ibu hamil dan bayi
5. Penyuluhan pra-nikah, pra-hamil, dan saat hamil
6. Sinergi antara kementerian dan lembaga, Pemda, Tenaga Kesehatan,
TNI-Polri, dan Swasta

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting Indonesia
pada tahun 2022 adalah 21,6%, atau turun 2,8% dari capaian 2021 sebesar 24,4%.
Angka stunting masih dibawah target RPJMN Tahun 2022 (18,4%). Sehingga untuk
mencapai target 14% pada 2024, penurunan stunting pada 2023 diharapkan pada
rentangan 3,8%. Perlu akselerasi dan kolaborasi lintas sektor untuk percepatan
pencapaian target. Dalam analisis KSP, terdapat 4 (empat) akar masalah strategis
belum tercapainya target stunting sebesar 3% per tahun:

1. Belum efektifnya koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS).


2. Belum optimalnya pelayanan posyandu dan ketahanan keluarga.
3. Minimnya anggaran intervensi gizi spesifik
4. Belum optimalnya implementasi kerangka regulasi.

Pada level teknikal/taktis juga masih terdapat sejumlah masalah seperti belum
maksimalnya edukasi dan sulitnya akses terhadap pangan bergizi yang disebabkan
karena:
 Kurang masifnya kampanye komunikasi untuk kesadaran dan perubahan
perilaku dalam pegasuhan responsif, termasuk promosi isi piringku dan
perilaku makan,
 Tidak optimalnya edukasi masa kehamilan, konseling keberhasilan
menyusui dan pemberian MP ASI kepada keluarga ketika dilakukan
kunjungan rumah, kegiatan posyandu, kelas ibu hamil dan kelas
pengasuhan,
 Kurangnya dukungan suami, keluarga, warga dan masyarakat (termasuk
tokoh masyarakat) sebagai support system pencegahan stunting.

KSP mengkaji adanya fakta juga bahwa tidak semua keluarga (terutama yang berisiko
stunting dan yang miskin ekstrim) dapat mengakses sumber pangan lokal yang
bervariasi, bergizi tinggi, aman dikonsumsi dan harga terjangkau. Diketahui bahwa,
penyebab mendasar kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita serta kurang
energi kronis maupun anemia pada ibu hamil karena status kesejahteran keluarga
(ekonomi keluarga), tingkat pendidikan ibu dan budaya pola pangan yang tidak
mendukung.

Dan untuk itu, Presiden memberikan arahan di tahun 2023 untuk edukasi pada
masa pra-nikah, pra-hamil, dan saat hamil, untuk mengatasi masalah stunting
di daerah melalui konsumsi protein telur dan ikan.

Penting dimaksimalkan upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap


pangan sumber protein hewani melalui program pemberian makanan tambahan dan
pemanfaatan sumber pangan lokal. Kemudian juga dapat dilakukan dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konsumsi protein hewani,
serta memberikan edukasi tentang cara memasak dan mengolah makanan yang
mengandung protein hewani, sehingga kandungan gizi dan nutrisi di dalamnya tetap
terjaga.

Dalam momentum Hari Gizi Nasional, penting untuk mengkampanyekan bahwa


protein hewani tidak harus mahal. Protein Hewani dapat diakses oleh masyarakat
dengan harga yang terjangkau, dan sedapat mungkin memanfaatkan potensi
sumber daya hewani yang tersedia di sekitar. Misalnya, Ikan Kembung yang kaya
dengan Omega 3 (DHA). Dibandingkan dengan Ikan Salmon, Ikan Kembung menurut
Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki kandungan nutrisi dan omega 3 yang
lebih tinggi, yang tentu memberikan manfaat kepada Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
untuk mencukupi gizi. Masih terdapat opsi pangan lokal yang memiliki kandungan
protein tinggi seperti tempe, ikan lele, dan daun kelor. Mengingat banyaknya
potensi sumber daya yang ada di Indonesia yang dapat dimanfaatkan, perlu ada
upaya yang sistematis untuk membuat daftar pangan lokal pencegah stunting,
memperbanyak pembahasan terkait bahan-bahan pangan tersebut, investigasi
jalur rempah untuk menggali kearifan lokal terkait pola pangan lokal dan budaya
kuliner dll.

Sebagai penutup saya ingin menyampaikan, mari kita rapatkan barisan, perkuat
sinergi dan kolaborasi, dan yakin bahwa target prevalensi stunting 14% dapat kita
capai pada 2024 nanti. Kampanye penggunaan pangan lokal yang berkualitas dan
mudah diakses serta berprotein tinggi menjadi salah satu narasi yang perlu terus kita
gaungkan bersama.
Bapak dan ibu peserta webinar pagi in, terimakasih atas perhatiannya. Akhirul kalam
saya ucapkan wassalamu’alaikum, salam sejahtera, om santi santi om, rahayu rahayu
rahayu. Salam Sehat dan Salam Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai