Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia.
Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda
utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong
sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah
menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra
profesi keperawatan serta citra rumah sakit,

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapiutik?


2. Apa fase-fase dalam melakukan komunikasi terapiutik?
3. Apa teknik-teknik dari komunikasi terapiutik?
4. Bagaimana Teknik dalam Komunikasi Terapeutik?
5. Bagaimana proses komunikasi terapiutik dalam keperawatan?

1.3 TUJUAN MAKALAH

1. Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien


2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
pada hal yang diperlukan.
4. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.

BAB II

PEMBAHASAN

1
2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat
klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan
menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus
mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987, hal.
111) karena :

1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan
intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan
ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi.

Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan, media
dan umpan balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah komunikasi yang akan
member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dan nonverbal.
Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien anak.

Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal; nada,
kualitas, keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana emosi.

1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan
yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
2. Jarak (space)
3. Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
4. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya
dan kebiasaaan.

Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan, di


pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama kali perawat melakukan
komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan
seperti di buat-buat.hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing
hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang
positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.

2
2.2 FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)

Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien.
Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus
dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan
meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Mengeksplorasi perasaan,
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri.
c. Mengumpulkan data tentang klien.
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan

Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien
(Brammer dalam Suryani, 2005).Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data
dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.


b. Merumuskan kontrak pada klien
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
d. Merumuskan tujuan dengan klien.

Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya, tujuan
fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien
saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah
dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).

3. Tahap Kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,
G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat
dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk

3
mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam
respons verbal maupun nonverbal klien.

Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja
ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu
klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan
mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.

Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik


menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam
percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B &
Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-
hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)

4. Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap
ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi
sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.

b. Melakukan evaluasi subjektif.

c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.

d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien
merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak
dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien.
Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka,
empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

2.3 TEHNIK-TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Bertanya

4
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi.

2. Mendengarkan

Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat, Budi
Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan
penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima
(Hubson, S dalam Suryani, 2005).

3. Mengulang

Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien
(Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung
listening (Suryani, 2005).

4. Klarifikasi

Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga
tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat
menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan
perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap
perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.

5. Refleksi

Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi
pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang
apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien
(Antai-Otong dalam Suryani, 2005).

Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)

a. Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan
klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan,
agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.

6. Memfokuskan

Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas


masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam

5
Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian
topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah
usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting
(Suryani, 2005).

7. Diam

Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab
pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini
memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi,
sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien
harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).

8. Memberi Informasi

Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan kesehatan klien.


Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang
aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang
diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah
yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah
(Suryani, 2005).

9. Menyimpulkan

Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi


poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan klien untuk
memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan
yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani,
2005).

10. Mengubah Cara Pandang

Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain
sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam
Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap
sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan
tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan :
“sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”.

6
11. Memberikan Pujian

Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien


ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan
menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa diungkapkan
dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.

2.4 FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)

a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.

b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.

c. Komunikasi satu arah.

d. Kepentingan yang berbeda

e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin

Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)

a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi

b. Sikap yang kurang tepat

c. Kurang pengetahuan

d. Kurang memahami sistem sosial

e. Prasangka yang tidak beralasan

Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)

a) Kredibilitas

Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau komunikator. Kredibilitas
komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal ini
mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang
disampaikan.

b) Isi pesan

Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran. Hasil
komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.

7
c) Kesesuaian dengan kepentingan sasaran

Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan. Pesan
yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.

d) Kejelasan

Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang disampaikan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.

e) Kesinambungan dan konsistensi

Kesinambungan dan konsistensi (continuity and consistency) terdapat pada pesan. Pesan yang
akan disampaikan harus konsistensi dan berkesinambungan.

2.5 PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERAWATAN

1. Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)

a. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau
kelompok.
c. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau
ekspresi wajah.
d. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada
penerima/ sasaran.

2. Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan.

a. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)

1) Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.


2) Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
3) Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
4) Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
5) Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa
realistik.
6) Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
7) Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang
dibutuhkan.

b. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)

8
1) Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
2) Sesi perencanaan tim kesehatan.
3) Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
4) Membuat rujukan.

c. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)

1) Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).


2) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
3) Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
4) Meningkatkan harga diri pasien.
5) Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
6) Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka

d. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)

1) Memperkenalkan diri kepada pasien.


2) Memulai interaksi dangan pasien.
3) Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
4) Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
5) Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

e. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)

1) Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan


sendiri.
2) Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
3) Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.

BAB III

PENUTUP

9
3.1 KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan


kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi
dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang
terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya


diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan
adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh
dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

3.2 SARAN

1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang
mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Dalami,Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

http://dhanwaode.wordpress.com/2010/10/09/komunikasi-dalam-proses-pembangunan-
dalam-proses-keperawatan/

10
http://riff46.wordpress.com/2011/05/21/integrasi-konsep-komunikasi-dan-etika-dalam-
pemberian-obat/

https://abang-sahar.blogspot.com/2013/01/makalah-komunikasi-terapeutik.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai